Analisi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Underpricing Saham pada Saat Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pasar Modal
Menurut www.wikipedia.org, pasar modal (stock exchange) adalah “form
of exchange which provides services for stock brokers and traders to buy or sell
stocks, bonds, and other securities”, yang artinya suatu tempat melakukan

transaksi antara yang dilayani oleh broker dan trader untuk menjual atau membeli
saham, hutang, ataupun bentuk sekuritas lain.
Menurut Sitompul (dalam Handayani, 2008), pasar modal adalah pasar
yang terorganisir yang memperdagangkan berbagai jenis efek. Pasar modal juga dapat
diartikan tempat yang mempertemukan investor kepada perusahaan dan melakukan
kegiatan investasi dalam instrumen keuangan jangka panjang.

Dengan demikian, pasar modal adalah tempat terjadinya transaksi jual beli
efek yang diperdagangkan sesuai dengan peraturan dan hukum yang berlaku di
suatu pasar yang melibatkan broker dan trader profesional.

2.2 Saham
Anoraga dan Pakarti (dalam Handayani, 2008) mendefinisikan saham

sebagai surat berharga bukti penyertaan atau pemilikan individu maupun institusi
dalam suatu perusahaan. Manfaat yang diperoleh jika memiliki saham suatu
perusahaan adalah :

10
Universitas Sumatera Utara

1.

Dividen, bagian dari keuntungan perusahaan yang dibagikan
kepada pemilik saham.

2.

Capital Gain adalah keuntungan yang diperoleh dari selisih harga

jual dengan harga belinya.
3.

Manfaat non finansial,


yaitu kebanggaan dan kekuasaan,

memperoleh hak suara dalam menentukan jalannya perusahaan.

2.3 Initial Public Offering (IPO)
Penawaran Saham Perdana (Initial Public Offering) atau disingkat menjadi
IPO terjadi ketika suatu perusahaan penerbit menawarkan untuk menjual saham

bisnis mereka kepada publik untuk pertama kalinya dengan harapan
mengembangkan pasar (Ritter, 1998). Alasan utama perusahaan untuk melakukan
IPO salah satunya adalah untuk meningkatkan modal perusahaan.

Salah satu manfaat menaikkan modal yang berasal dari investor ketika
melakukan IPO adalah perusahaan terdaftar tidak perlu lagi mengkompensasi
investor yang melakukan penanaman modal baik itu untung maupun rugi.
Kompensasi yang diterima oleh investor biasanya rendahnya harga saham per
lembar (Bank et al, 2010).
Perusahaan penerbit sering menggunakan institusi perbankan untuk
membantu mereka dalam membantu proses IPO. Institusi ini akan menjalankan

tugasnya untuk melakukan fungsi administratif dan mendistribusikan saham di
pasar primer. Tugas yang paling penting bagi institusi perbankan yaitu
memberikan input tentang penawaran harga IPO ke perusahaan penerbit. Ketika

11
Universitas Sumatera Utara

saham dipasarkan untuk pertama kali pada publik, pihak institusi perbankan
menciptakan sebuah dokumen, IPO Prospect, dengan tujuan menyiapkan semua
informasi penting bagi calon investor. Dokumen ini menetapkan tawaran,
informasi dan analisis risiko tentang perusahaan dan aspek-aspek penting lainnya
bagi investor dalam pengambilan keputusan investasinya (Sandsjo dan Westgren,
2012).
Jasa untuk institusi perbankan adalah bagian penting dari semua biaya
langsung (direct cost) yang dibebankan kepada perusahaan penerbit IPO. Jasa
legal juga berkontribusi dalam sebagian besar pengeluaran perusahaan penerbit

ketika proses IPO. Banyak teori menunjukkan bahwa salah satu biaya yang cukup
besar dari IPO adalah biaya underpricing (Sandsjo dan Westgren, 2012).


2.4 Underpricing
2.4.1

Pengertian Underpricing
Fenomena underpricing pada saat IPO merupakan topic yang paling sering

diperdebatkan dalam dunia finansial. Underpricing didefinisikan sebagai kenaikan
harga saham perdana di pasar sekunder dengan harga saham perdana di pasar
perdana, kenaikan harga ini merupakan keuntungan bagi investor yang membeli
saham tersebut di pasar perdana karena mendapat keuntungan ketika saham
tersebut dijual di pasar sekunder, keuntungan tersebut dikenal dengan istilah
pengembalian awal (initial return). Hal ini sama dengan definisi Yolana dan
Martani (2005) underpricing adalah adanya selisih positif antara harga saham di
pasar sekunder dengan harga saham di pasar perdana atau saat IPO.

12
Universitas Sumatera Utara

Pada umumnya, perusahaan penerbit akan memberikan penawaran pada
hari pertama dengan tujuan memiliki intial return yang positif (Berk dan

DeMarzo, 2011). Isu underpricing menjadi topik yang sangat berhubungan
dengan studi perilaku finansial (behavioural finance), yang menjelaskan bahwa
investor dan agen tidak benar-benar rasional dalam mengambil keputusan (Ritter,
2003).
Underpricing terjadi akibat perusahaan dan penjamin emisi (underwriter )

salah menentukan harga pada saham perdana dengan terlalu rendah, hal ini
disebabkan oleh asimetri informasi yang terjadi antara perusahaan dengan
penjamin emisi. Asimetri informasi adalah kondisi dimana satu pihak memiliki
informasi yang lebih dari pihak lain dan tidak bersedia untuk membagi informasi
tersebut. Selain itu asimetri informasi juga terjadi pada investor yang memilki
informasi yang lebih tentang prospek perusahaan dibandingkan investor lain.
Asimetri informasi antara perusahaan dengan underwriter , terjadi karena
underwriter lebih sering berhubungan dengan investor sehingga memilki

informasi yang lebih dibandingkan perusahaan, dan memanfaatkan kondisi
tersebut agar memperoleh keuntungan. Sementara asimetri informasi antara
investor dengan investor lainnya terjadi karena salah satu investor mempunyai
informasi yang lebih tentang prospek perusahaan, sedangkan investor yang lain
tidak memiliki informasi tersebut, investor yang memilki informasi tersebut

memanfaatkannya untuk memperoleh keuntungan. Ketika terjadi underpricing,
maka dana yang masuk ke dalam perusahaan tidak maksimal karena terjadi

13
Universitas Sumatera Utara

transfer kemakmuran (wealth) dari pemilik kepada investor (Beatty, dalam Triani
dan Nikmah, 2006).
Selain itu underpricing dapat disebabkan adanya sinyal dari dalam
perusahaan yang menarik bagi investor sehingga investor berani membeli saham
perdana perusahaan di atas harga penawaran. Sinyal tersebut berupa segala
informasi baik yang bersifat financial maupun non-financial.
2.4.2

Penjelasan Fenomena Underpricing
Beberapa penjelasan mengenai fenomena underpricing dapat dirangkum

sebagai berikut :
1. Assymetric Information
Kebanyakan teori mengenai underpricing berasal dari asimetri informasi.

Model asimetri informasi menjelaskan bahwa perusahaa penerbit membiarkan
pihak underwriter untuk menetapkan harga perdana atau harga ketika IPO .
Karena tugas underwriter memiliki resiko besar, maka pihak underwriter
memiliki kecenderungan untuk menetapkan harga yang lebih rendah daripada
yang seharusnya pada saat IPO, sedangkan perusahaan menginginkan harga yang
relatif tinggi atas saham perdananya agar memperoleh dana yang maksimum dari
investor.
Menurut model Baron (dalam Daljono, 2009) underwriter memiliki informasi
lebih tentang pasar modal. Underwriter memanfaatkan kondisi tersebut untuk
memperoleh keuntungan, dengan menetapkan harga saham perdana lebih rendah dari
seharusnya, sehingga menyebabkan terjadinya underpricing.
Pada model Rock (dalam Daljono, 2009) asimetri informasi terjadi antara
kelompok investor yang memiliki informasi dan kelompok yang tidak memiliki
14
Universitas Sumatera Utara

informasi tentang prospek perusahaan. Kelompok investor yang memiliki informasi
yang lebih tentang prospek perusahaan, akan membeli saham yang memiliki nilai
baik di masa depan (underpriced), sedangkan kelompok investor yang kurang
memiliki informasi yang lebih mengenai prospek perusahaan, akan membeli saham

secara sembarang, baik perusahaan yang mempunyai nilai baik (underpriced) di masa
depan maupun yang tidak (overpriced). Investor yang tidak mempunyai informasi
yang lebih tentang prospek perusahaan akan mengalami kerugian dikarenakan
keputusan yang di ambil untuk menjual atau membeli saham dengan harga yang
tidak sesuai, akibatnya sebagian besar investor yang tidak memiliki informasi akan
memperoleh proporsi saham overpriced dibandingkan dengan investor yang memiliki
informasi tentang prospek perusahan.

Alasan lain mengapa saham pada saat IPO mengalami underpricing dapat
dijelaskan oleh studi mengenai perilaku keuangan (behavioural finance). Ritter
(2003) menjelaskan bahwa manajer perusahaan kurang peduli akan saham yang
underpriced, terutama jika

mereka secara terus-menerus mendengar berita baik jika kemakmuran mereka
bertambah. Pada kasus ini, asimetri terjadi karena perusahaan telah mengalami
bias dan melakukan keputusan yang irasional.
2. Signaling Theory
Informasi mengenai perusahaan merupakan sinyal bagi investor, dalam
keputusan berinvestasi. Menurut Allen dan Faulhaber (dalam Martani, 2003)
informasi tersebut memberikan gambaran mengenai prospek perusahaan di masa

depan. Informasi tersebut dapat bersifat finansial maupun nonfinansial. Apabila
kondisi finansial atau nonfinansial perusahaan dinilai baik oleh investor maka,

15
Universitas Sumatera Utara

investor akan meresponya dengan menawarakan harga yang tinggi atas saham
perdana di atas harganya pada pasar perdana, sehingga ketika diperjualbelikan di
pasar sekunder harganya akan meningkat.
Leland dan Pyle (dalam Berk dan DeMarzo, 2011) berargumen dalam
makalahnya mengenai signaling theory bahwa tanpa adanya transfer informasi,
nilai saham akan mengalami performansi buruk. Perusahaan mengetahui jelas
kualitas sahamnya, sedangkan investor tidak mampu membedakan kualitas
perusahaan yang memiliki kinerja baik ataupun tidak. Karena hal tersebut, pasar
saham merepresentasikan kualitas rata-rata dari perusahaan pada saat IPO.
Agar informasi dapat ditransfer dan mempengaruhi nilai saham, pengusaha
menunjukkan niat untuk menginvestasikan tenaga dan modal pada proyeknya.
Peminjam modal (lender ) akan memproyeksikan nilai proyek berdasarkan
informasi yang dtransfer melalui sinyal-sinyal yang ada (Lelanda dan Pyle dalam
Berk dan DeMarzo, 2011). Suatu studi pada tahun 2001 yang berhasil

memenangkan Nobel Price melibatkan Akerlof dan Spence berpendapat bahwa
keseimbangan pada pasar saham yang melibatkan asimetri informasi dan transfer
informasi berbeda dengan pasar saham yang tanpa melibatkan transfer informasi.

2.5 Reputasi Underwriter
Dalam proses IPO, penjamin emisi (underwriter ) mempunyai peran dalam
menetapkan harga saham perdana bersama perusahaan, selain itu sebagai
penjamin atas terjualnya saham perdana yang ditawarkan perusahaan, dengan kata
lain peran underwriter adalah mengurangi ketidakpastian atas tidak terjualya

16
Universitas Sumatera Utara

saham. dalam menjalankan tugasnya sebagai penjamin, terdapat empat tipe
penjaminan, yaitu :
1) Full Commitment, underwriter dengan tipe full commitment ini
memberikan jaminan kepada perusahaan penerbit, bahwa underwriter
akan membeli saham yang ditawarkan dan kemudian menjualnya
kembali kepada masyarakat dengan harga yang lebih tinggi daripada
harga yang dibayarkan kepada perusahaan penerbit dengan risiko jika

sebagian atau seluruh saham tersebut tidak laku terjual maka
seluruhnya menjadi beban underwriter .
2) Best Effort, underwriter sebagai penjamin dengan tipe best effort ini
menempatkan para underwriter hanya berperan sebagai agen dari
perusahaan penerbit saja, yaitu dengan menjualkan saham sebaik –
baiknya. Underwriter tipe ini hanya akan membayar sebesar harga
saham yang laku terjual.
3) Standby Commitment, underwriter dengan tipe standby commitment ini
bertanggungjawab untuk menawarkan dan menjual suatu saham dan
menyanggupi untuk membeli saham yang tidak laku terjual dengan
tingkat harga tertentu sesuai dengan syarat yang dijanjikan.
4) All or None Commitment, underwriter dengan tipe all or none
commitment ini, sebelum menjual saham, underwriter sudah memiliki

dan membeli saham tersebut sehingga mereka dapat menjual dengan
harga tertentu.

17
Universitas Sumatera Utara

Pada umumnya underwriter mempunyai tiga fungsi (Jogiyanto, 2000)
yaitu:
a. Sebagai pemberi saran kepada perusahaan yang akan melakukan go
public (advisory function).
b. Sebagai penjamin penjualan saham perdana dan bersedia membeli sisa

sekuritas yang tidak terjual (underwriting function).
c. Sebagai pemasar saham kepada investor (marketing function). Namun
dalam prakteknya tidak semua underwriter bersedia memberikan
jaminan full commitment (menjamin semua saham akan terjual), tetapi
biasanya hanya berani memberikan jaminan best effort (berusaha
sebaik mungkin) untuk menjual saham yang diterbitkan oleh
perusahaan. Reputasi underwriter akan mampu menaikan harga saham
dan akan meningkatkan kepercayaan masyarakat sekaligus kualitas
perusahaan yang IPO. Reputasi underwriter akan dapat menyakinkan
perusahaan penerbit bahwa saham yang ditawarkan akan laku terjual,
karena underwriter akan mengalami kerugian bila saham yang
ditawarkan tidak laku dijual.
Ketika underwriter membuat kontrak penjaminan dengan tipe komitmen
atau kesanggupan penuh (full commitment), maka underwriter mempunyai resiko
bisnis yang tinggi, oleh karena itu underwriter berusaha untuk meminimalkan
resiko tersebut dengan berusaha merendahkan harga saham perdana dari harga
seharusnya, namun underwriter dengan reputasi yang tinggi akan lebih berani
menetapkan harga saham perdana dengan sesuai dengan kondisi perusahaan, hal

18
Universitas Sumatera Utara

ini dikarenakan kompetensi yang dimiliki, oleh karena itu ketika perusahaan
memilih untuk menggunakan underwriter bereputasi tinggi maka harga saham
perdana akan sesuai dengan kondisi perusahaan, dan akan mengurangi tingkat
underpricing.

2.6 Reputasi Auditor
Perusahaan biasanya menggunakan jasa auditor untuk memeriksa laporan
keuangan perusahaan yang disusun sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK) dan memberikan keabsahannya. Pendapat wajar tanpa syarat
dari auditor bereputasi baik berperan dalam menciptakan kepercayaan masyarakat
akan keakuratan informasi keuangan perusahaan sebagai dasar pertimbangan bagi
para investor mengambil keputusan investasi.
Auditor independen yang melakukan audit terhadap laporan keuangan
perusahaan diharapkan mampu untuk merencanakan dan melaksanakan audit
dalam rangka memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan
bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau
kecurangan. Auditor juga diharapkan untuk mampu meningkatkan akurasi dan
ketepatan perhitungan pajak yang dilakukan oleh manajemen perusahaan dalam
melakukan perhitungan kewajiban pajak Menurut Yuliana dan Aloysia (2004)
Kantor Akuntan Publik (KAP) di Indonesia dibagi menjadi KAP the big four dan
KAP non the big four . Adapun kategori KAP yang berafiliasi dengan The Big
Four di Indonesia, yaitu :

19
Universitas Sumatera Utara

1. KAP Price Waterhouse Coopers, yang bekerja sama dengan KAP
Tanudiredja, Wibisana & Rekan.
2. KAP KPMG (Klynveld Peat Marwick Goerdeler), yang bekerja sama
dengan KAP Siddharta dan Widjaja.
3. KAP Ernst & Young, yang bekerja sama dengan KAP Purwantono,
Suherman dan Surja.
4.

KAP Deloitte Touche Tohmatsu, yang bekerja sama dengan KAP
Osman Bing Satrio.

Auditor big four dinilai memiliki reputasi yang baik dalam memberikan
penawaran perdana ke pasar saham. Semakin baik reputasi auditor maka semakin
kredibel kepercayaan masyarakat dalam membeli saham yang diinginkan.
Reputasi auditor yang semakin tinggi dipercaya akan memberikan kemungkinan
yang semakin kecil atas kegagalan perusahaan (Sejati, 2010). Pengujian atas
pengaruh reputasi auditor telah dilaksanakan oleh (Johnson, 2011) yang
menyatakan bahwa reputasi auditor berpengaruh signifikan terhadap initial return.

2.7 Earning per Share (EPS)
Penghasilan per lembar saham menunjukkan kemampuan perusahaan
untuk memberikan imbalan pada setiap lembar saham biasa (Rahardjo, 2009).
Informasi mengenai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan pendapatan
dapat membantu investor untuk menilai kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan arus kas yang baik di masa mendatang. Pada umumnya pemegang
saham dan calon investor akan tertarik pada EPS, karena EPS menggambarkan

20
Universitas Sumatera Utara

jumlah uang yang diperoleh untuk setiap lembar saham dan EPS yang besar
menjadi indikator keberhasilan dari emiten.
EPS mencerminkan jumlah uang yang diperoleh untuk setiap lembar

saham perusahaan. Hasil empiris menunjukkan bahwa semakin tinggi EPS,
semakin tinggi pula harga saham.
Earnings per Share atau laba per saham adalah rasio yang mengukur

pendapatan bersih perusahaan pada suatu periode dibagi dengan jumlah saham
yang beredar. Rasio ini digunakan untuk menganalisis risiko dan membandingkan
pendapatan per lembar saham perusahaan dengan perusahaan lain. Ketika investor
mengevaluasi kinerja dari perusahaan, investor tidak cukup hanya mengetahui
apakah pendapatan suatu perusahaan mengalami kenaikan atau penurunan,
investor juga perlu mencermati bagaimana perubahan pendapatan berakibat
terhadap investasinya.
Rasio EPS yang semakin meningkat memberikan indikasi bahwa semakin
besar keuntungan yang diperoleh perlembar saham, dengan asumsi outstanding
shares tetap atau semakin besar kemungkinan perusahaan dalam memperoleh laba

sehingga kemungkinan mambayarkan deviden juga semakin besar ataupun
diinvestasikan lagi (retained earning), maka diharapkan akan memperoleh hasil
yang semakin besar dimasa mendatang. Harapan tersebut mengakibatkan
meningkatnya EPS akan meningkatkan pendapatan saham. Profitabilitas yang
tinggi suatu perusahaan mengurangi ketidakpastian bagi investor sehingga
menurunkan tingkat underpricing (Kim et al. dalam Wijayanto 2009).

21
Universitas Sumatera Utara

2.8 Umur Perusahaan
Perbedaan yang didasari berapa lama perusahaan berdiri, mencerminkan
bahwa perusahaan memiliki pengalaman yang tidak sedikit dalam menjalankan
usahanya. Umur juga menunjukkan bahwa panjangnya sejarah yang menjadikan
perusahaan tersebut lebih matang. Semakin lama perusahaan berdiri, maka
semakin banyak pula informasi yang dapat diperoleh publik mengenai kegiatan
perusahaan. Sehingga akan mengurangi ketidakpastian informasi di masa yang
akan datang. Umur perusahaan yang lebih mapan serta berusia lebih tua
cenderung lebih tinggi dibanding yang lebih muda usianya (Wati, 2004 dalam
Hayati, 2007). Selain itu perusahaan yang sudah lama berdiri menunjukan bahwa
perusahaan tersebut mampu bersaing dengan perusahaan lain di bidangnya. Hal
ini juga akan mempengaruhi kepercayaan investor terhadap perusahaan.
Lamanya perusahaan berdiri dapat mencerminkan kemampuan perusahaan
untuk terus melangsungkan usahanya. Perusahaan yang telah lama berdiri
membuktikan bahwa perusahaan tersebut mampu melewati berbagai persoalan
yang dihadapi. Tim manajemen yang telah berpengalaman akan lebih mudah
untuk mengantisipasi berbagai berbagai kemungkinan yang akan terjadi. Hal ini
menambah kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan dan berdampak positif
pada harga saham.Umur perusahaan dihitung sejak perusahaan berdiri hingga
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (Setianingrum, 2005:II-22).

22
Universitas Sumatera Utara

2.9 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang dijadikan referensi dalam penelitian ini dijelaskan
sebagai berikut:
Tabel 2.1.
Penelitian Terdahulu
No.

1

Judul
Penelitian
Analisis
Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi
Underpricing
Saham pada
Perusahaan Go
Public di Bursa
Efek Indonesia

Peneliti

Dian Febriana
(2004)

Variabel
Penelitian
X1 : ROA
X2 :
Financial
leverage

Teknik
Analisis
Data
Regresi
Linear
Berganda

X3 : Ukuran
perusahaan
X4 : Reputasi
Underwriter

Hasil

ROA, financial
leverage, firm
size, reputasi
underwriter,
reputasi auditor
dan umur
perusahaan
berpengaruh
terhadap
underpricing

X5 : Reputasi
Auditor

2

3

Pengaruh
Informasi
Akuntansi dan
Non-Akuntansi
Terhadap
Kecenderungan
Underpricing :
Studi Pada
Perusahaan
yang
Melakukan
Initial Public
Offering (IPO )
di Bursa Efek
Jakarta

Analisis
Pengaruh ROA,
EPS, Financial
Leverage,
Proceed
terhadap Initial
Return

Aiza Hayati
(2007)

Y:
Underpricing
X1 : ROA
X2 :
Financial
leverage

Regresi
Linear
Berganda

ROA, financial
leverage, firm
size, reputasi
underwriter,
reputasi auditor
dan umur
perusahaan
berpengaruh
terhadap
underpricing

Regresi
Linear
Berganda

Peningkatan
EPS suatu
perusahaan
akan
meningkatkan
profitabilitas
yang tinggi dan

X3: Reputasi
Underwriter
X4 : Reputasi
Auditor
X5 : Umur
Perusahaan

Andhi Wijayanto
(2009)

Y:
Underpricing
X1 : ROA
X2 : EPS
X3 :
Financial

23
Universitas Sumatera Utara

Leverage

Y:
Underpricing

4

5

6

7

Pengaruh
Umur
Perusahaan,
ROA, EPS, dan
Persentase
Saham
Terhadap
Underpricing
Saham di
Bursa Efek
Indonesia

Wahyu Putra
(2010)

Pengaruh
Umur dan
Ukuran
Perusahaan,
Reputasi
Underwriter ,
dan Return on
Equity
Terhadap
Tingkat
Underpricing
Saham di
Bursa Efek
Indonesia
Pengaruh
Return on
Asset, Reputasi
Auditor, dan
Ukuran
Perusahaan
terhadap
Underpricing
(Studi Empiris
pada
Perusahaan
yang
Melakukan
Initial Public
Offering di
Bursa Efek
Indonesia
tahun 20052012)
The Influence
of Underwriter

Agus Arman
(2011)

X1: Umur
Perusahaan

Regresi
Linear
Berganda

X2: ROA
X3: EPS
X4:
Persentase
Saham

X1 : Umur
Perusahaan

Regresi
Linear
Berganda

X2 : Reputasi
Underwriter
X3 : ROE

mengurangi
ketidakpastian
bagi investor
sehingga
menurunkan
tingkat
underpricing
ROA, EPS,
Persentase
saham tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap
underpricing.
Umur
perusahaan
berpengaruh
signifikan
terhadap
underpricing.
Reputasi
underwriter
berpengaruh
negatif
terhadap
tingkat
underpricing .

Y:
Underpricing

Laila Badriah
(2013)

X1 : ROA
X2 : Reputasi
Auditor

Regresi
Linear
Berganda

Reputasi
auditor
berpengaruh
negatif
terhadap
underpricing .

Regresi
Linear

Reputasi
underwriter

X3 : Ukuran
Perusahaan
Y:
Underpricing

Razafindrambinina
dan Kwan

X1 : Reputasi

24
Universitas Sumatera Utara

and Auditor
Reputations
on IPO Underpricing

(2013)

Underwriter

Berganda

X2 : Reputasi
Auditor
X3:ROA
X4:TATO

dan auditor
bersama-sama
berpengaruh
negatif
terhadap
underpricing di
Bursa Efek
Indonesia.

X5:CR
X6:DER
Y:
Underpricing

Sumber : Dian Febriana (2004), Hayati (2007), Andhi Wijayanto (2009), Wahyu
Putra (2010), Agus Arman (2011), Laila Badriah (2013),
Razafindrambinina dan Kwan (2013).

2.10

Kerangka Konseptual
Reputasi Underwriter
(X1)

Reputasi Auditor
(X2)

Underpricing

(Y)
Earning per Share

(X3)

Umur Perusahaan
(X4)
Sumber : Dian Febriana (2004), Hayati (2007), Andhi Wijayanto (2009), Wahyu
Putra (2010), Agus Arman (2011), Laila Badriah (2013),
Razafindrambinina dan Kwan (2013).

Gambar 2.1.
Kerangka Konseptual Penelitian

2.11

Hipotesis Penelitian

25
Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan uraian latar belakang dan teori pendukung, maka hipotesis
penelitian ini adalah :
H1 : terdapat pengaruh signifikan reputasi underwriter terhadap
underpricing

H2 : terdapat pengaruh signifikan reputasi auditor terhadap underpricing
H3 : terdapat pengaruh signifikan EPS terhadap underpricing
H4 : terdapat pengaruh signifikan umur perusahaan terhadap underpricing
H5 : terdapat pengaruh signifikan reputasi underwriter , reputasi auditor,
EPS, dan umur perusahaan terhadap underpricing .

26
Universitas Sumatera Utara