Analisis Psikologis Tokoh Takashi Dalam Novel Terjemahan

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL JERITAN LIRIH DAN

KONSEP PSIKOANALISA SIGMUN FREUD

2.1 Definisi Novel

Novel berasal dari bahasa Italia novella, yang dalam bahasa Jerman novelle dan dalam bahasa Yunani novellus, kemudian masuk ke Indonesia dengan sebutan novel. Secara harfiah novella berarti sebuah barang baru yang kecil dan kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa. Istilah novella atau novelle mengandung pengertian yang sama dengan istilah Indonesia novelette (Inggris: novelette), yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek. Novel merupakan karya fiksi yang mengungkapkan aspek-aspek kemanusiaan yang lebih mendalam dan disajikan dengan halus (Nurgiyantoro, 1995: 9).

Wellek dan Werren (1995 : 282) mengatakan novel adalah gambaran dari kehidupan dan perilaku yang nyata, dari zaman pada saat novel itu ditulis yang bersifat realistis dan mengacu pada realitas yang lebih tinggi dan psikologis yang mendalam.

Sebuah novel menceritakan kejadian yang luar biasa dari kehidupan orangorang. Luar biasa karena dari kejadian ini terlahir konflik, suatu pertikaian, yang mengalir mengambil jurusan nasib mereka. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2000 : 969) novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orangorang disekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. Novel


(2)

termasuk cerita fiksi yang kajiannya bukan cerita pentas, yang artinya lebih tepat dipahami dan dinikmati melalui kegiatan apresiatif.

Dalam setiap karya sastra fiksi terutama novel mempunyai dua unsur yang mendukung, baik dari dalam sastra itu sendiri (unsur intrinsik) maupun dari luar novel tersebut (unsur ekstrinsik). Kedua unsur ini secara tidak langsung mempengaruhi jalan dan cerita sebuah karya sastra.

2.2 Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik dalam novel 1. Unsur Intrinsik Novel

Unsur intrinsik merupakan unsur-unsur yang berada dalam karya sastra itu sendiri. Nurgiantoro (1995:23) berpendapat unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai ketika orang-orang membaca sebuah karya sastra. Adapun unsur-unsur yang dimaksud adalah sebagai berikut :

a. Tema

Menurut Fananie (2000:84) tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang melatar belakangi ciptaan karya sastra. Karena sastra merupakan refleksi kehidupan masyarakat, maka tema yang diungkapkan dalam karya sastra bisa sangat beragam. Tema bisa berupa persoalan moral, etika, agama, sosial budaya, teknologi, tradisi yang terkait erat dengan masalah kehidupan. Namun, tema bisa berupa pandangan pengarang, ide atau keinginan pengarang dalam menyiasati persoalan yang muncul.

Brooks dalam Aminuddin (2000:20) menungkapkan bahwa dalam mengapresiasikan tema suatu cerita, apresiator harus memahami ilmuilmu humanitas karena tema sebenarnya merupakan pendalaman dan hasil kontemplasi pengarang yang berkaitan dengan masalah kemanusiaan serta masalah lain yang bersifat universal. Tema dalam hal ini tidaklah berada di luar cerita, tetapi inklusif di dalam cerita tidaklah terumus dalam satu dua kalimat secara


(3)

tersurat, tetapi tersebar dibalik keseluruhan unsurunsur signifikan atau media pemapar prosa fiksi. Dalam upaya memahami tema, pembaca perlu memperhatikan beberapa langkaha secara cermat berikut ini, yakni :

Memahami setting dalam prosa fiksi yang dibaca.

Memahami penokohan dan perwatakan para pelaku dalam prosa fiksi yang dibaca.

Memahami suatu peristiwa pokok pikiran serta tahapan peristiwa dalam proses fiksi yang dibaca.

Memahami plot atau alur prosa fiksi yang dibaca.

Menghubungkan pokokpokok pikiran yang satu dengan yang lainnya yang disimpulkan dari satuansatuan peristiwa yang terpapar dalam suatu cerita.

Menentukan sikap penyair terhadap pokokpokok pikiran yang ditampilkannya.

Mengidentifikasi tujuan pengarang memaparkan ceritanya dengan bertolak belakang dari satuan pokok pikiran yang ditampilkannya.

Menafsirkan tema dalam cerita yang dibaca serta menyimpulkannya dalam satu atau dua kalimat yang diharapkan merupakan ide dasar cerita yang dipaparkan pengarangnya.

Sesuai dengan cerita yang ada di dalam novel Jeritan Lirih, novel ini menceritakan tentang beragam konflik batin yang dialami dua bersaudara Mitsusaburo dan Takashi setelah kembali ke desa. Takashi sebagai tokoh kedua dalam novel ini, mengalami kehidupan masa lalu yang kelam atas kematian adik perempuannya secara bunuh diri dan kematian kakak tertuanya yang dibunuh oleh prajurit penguasa desa. Hal itu menyebabkan Takashi memiliki tekanan batin dan dendam terhadap penguasa desa dan juga mempunyai hasrat untuk memimpin pemberontakan terhadap penguasa desa seperti adik kakek buyutnya di masa lalu. Berbagai macam cara dilakukan Takashi agar pencapaian pemberontakan terhadap kaisar berhasil. Dan ini sampai mengakibatkan Takashi melakukan tindakan di luar batas kejiwaan seseorang. Dan yang menjadi fokus cerita dalam novel Jeritan Lirih karya Kenzaburo Oe ini


(4)

adalah kondisi psikologis tokoh Takashi dalam pencapaiannya melakukan pemberontakan terhadap kaisar.

b. Plot / Alur Cerita

Plot atau alur cerita pada karya sastra adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapantahapan peristiwa sehingga menjalin sebuah cerita yang dihadirkan para pelaku dalam sebuah cerita. Tahapan peristiwa yang menjalin suatu cerita bisa berbentuk dalam rangkaian suatu peristiwa yang berbagai macam (Aminuddin, 2000:83).

Alur/plot dibedakan menjadi alur erat dan alur longgar. Alur erat adalah alur yang tidak memungkinkan adanya pencabangan cerita. Alur longgar adalah alur yang memungkinkan adanya pencabangan. Menurut kualitasnya alur dibedakan menjadi alur tunggal dan alur ganda. Alur tunggal ialah alur yang hanya satu dalam cerita. Alur ganda ialah yang lebih dari satu dalam karya sastra. Dari segi pengurutan waktu alur/plot dibedakan ke dalam alur lurus dan tidak lurus. Alur lurus adalah alur/plot yang melukiskan peristiwaperistiwa berurutan dari awal sampai akhir. Sedangkan alur tidak lurus adalah alur/plot yang melukiskan tidak urut dari awal sampai akhir. Alur tidak lurus bisa menggunakan gerak balik (flash back).

Alur cerita dalam novel Jeritan Lirih termasuk ke dalam alur longgar. Lalu dilihat dari kualitasnya termasuk alur ganda. Dan dari segi pengurutan waktu termasuk ke dalam alur tidak lurus (flash back). Pada awal novel diceritakan kondisi Takashi, di pertengahan menceritakan tindakantindakan tidak normal yang dilakukan Takashi dalam pencapaiannya untuk melakukan pemberontakan terhadap Kaisar, dan diakhir cerita Takashi tidak dapat menahan beban psikologisnya dan memutuskan untuk bunuh diri.


(5)

Tokoh cerita, menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (1998:165), adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif yang ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.

Fananie (2000:86) mengatakan tokoh tidak saja berfungsi untuk memainkan cerita, tetapi juga berperan menyampaikan ide, motif, plot, dan tema. Tokoh dalam cerita tentu mempunyai karakter dan sifatsifat yang sesuai dengan yang dimainkan. Tokoh juga mempunyai posisi dalam sebuah cerita tergantung dimana ia ditempatkan, hal inilah yang disebut dengan penokohan.

Tokoh dan penokohan merupakan dua hal yang berbeda, tetapi saling berkaitan. Tokoh secara langsung menunjuk pada orang atau pelakunya. Sedangkan penokohan memiliki arti yang lebih luas dari tokoh, seperti yang dikatakan oleh Jones dalam Nurgiyantoro (1995:165) bahwa penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Jadi, penokohan dalam karya sastra menunjuk pada pelaku atau tokoh ceritanya. Tokoh cerita menempati posisi strategis sebagai pembawa dan penyampai pesan, amanat, moral, atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan kepada pembaca.

Pada penelitian ini penulis hanya akan membahas satu tokoh saja dalam novel Jeritan Lirih yang bernama Takashi, yang dimana tokoh Takashi banyak disoroti tentang proses pencapaian pemberontakannya, tindakan kejam yang dilakukan hingga membunuh anak buahnya sendiri. Walaupun demikian, tokoh tidak terlepas dari interaksinya dengan tokoh pendamping lainnya yang ada di dalam novel tersebut.


(6)

Menurut Padi (2013:9) unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar karya sastra itu sendiri yang menyangkut aspek psikologis, sosiologis, dan lainnya. Unsur ekstrinsik untuk tiap karya sastra sama, unsur ini mencakup berbagai aspek kehidupan sosial yang tampaknya menjadi latar belakang penyampaian amanat cerita dan tema. Selain unsur-unsur yang datangnya dari luar diri pengarang, hal yang sudah ada dan melekat pada kehidupan pengarang pun cukup besar pengaruhnya terhadap terciptanya suatu karya sastra.

2.3 Setting dalam Novel Jeritan Lirih

Latar atau setting adalah penggambaran situasi tempat dan waktu serta suasana yang terjadi dalam cerita novel. Latar berfungsi sebagai pendukung alur dan penokohan, memberi nuansa makna tertentu serta mampu menciptakan suasana-suasana tertentu yang menggerakkan emosi atau aspek kejiwaan pembacanya. Gambaran situasi yang jelas akan membantu memperjelas peristiwa yang sedang dikemukakan pengarang (Aminuddin, 2000 : 68).

Menurut Abrams dalam Zainuddin (2001 : 99) secara garis besar latar dapat dikategorikan dalam tiga bagian, yakni latar tempat, latar waktu, dan latar sosial.

2.3.1 Latar Tempat

Latar tempat mengarah pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang digunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama yang jelas (Nurgiyantoro, 1995:227).

Dalam novel Jeritan Lirih ini, lokasi berlangsungnya peristiwa adalah di desa Shikoku. Namun tidak semua peristiwa yang ada dalam novel tersebut terjadi di desa Shikoku, namun terdapat juga beberapa tempat penting lain seperti, Tokyo dan Amerika.


(7)

2.3.2 Latar Waktu

Latar waktu menggambarkan kapan terjadinya sebuah peristiwa terjadi. Masalah kapan waktu tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah (Nurgiyantoro, 1995:230). Novel Jeritan Lirih Menggambarkan latar waktu cerita Jepang pasca perang dunia ke-II tahun 1960.

2.3.3 Latar Sosial

Latar sosial mengarah kepada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi maupun nonfiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat dapat berupa kebiasaan hidup, adat-istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir, serta bersikap (Nurgiyantoro, 1995:233).

Jika dilihat dari latar sosialnya novel Jeritan Lirih ini, pengarang banyak mengggambarkan tentang kehidupan sosial masyarakat Jepang pada zaman Meiji.

Kemerosotan tradisin pasca perang dunia ke-II dan pemberontakan-pemberontakan yang masih dilakukan terhadap kaisar dan itu dipelopori oleh tokoh Takashi.

2.4 Psikoanalisa Sigmun Freud

Kehidupan jiwa oleh Freud dalam Alwisol (2009:13-14) dibagi dalam 3 bagian, yaitu : sadar (conscious), prasadar (preconscious), dan tak sadar (uncounscious). Sadar adalah tingkat kesadaran yang berisi semua hal yang kita cermati pada waktu tertentu. Hanya

sebagian kecil saja dari kehidupan mental (fikiran,persepsi, perasaan dan ingatan) yang masuk ke kesadaran. Prasadar adalah ingatan siap (available memory), yakni tingkat kesadaran yang menjadi jembatan antara sadar dan tak sadar. Isi prasadar berasal dari sadar dan tak sadar. Pengalaman yang ditinggal oleh perhatian semula disadari tetapi kemudian tidak lagi dicermati, akan ditekan pindah ke daerah prasadar. Materi tak-sadar yang sudah


(8)

berada di daerah prasadar itu bisa muncul kesadaran dalam bentuk simbolik, seperti : mimpi, lamunan, salah ucap, dan mekanisme pertahanan diri.

Tak-sadar adalah bagian yang paling dalam dari struktur kesadaran dan menurut Freud merupakan bagian yang terpenting dari jiwa manusia. Ketidaksadaran itu berisi insting, implus, dan drives yang dibawa dari lahir, dan pengalaman-pengalaman traumatik (biasanya pada masa anak-anak) yang ditekan oleh kesadaran dipindah ke daerah tak sadar.

Sehubungan dengan eksperimen-eksperimen dan teori psikoanalisa Freud maka psikoanalisa dikenal dengan adanya 3 aspek, yaitu psikoanalisa sebagai teori kepribadian, sebaik teknik evaluasi kepribadian, dan sebagai teknik terapi. Sesuai dengan masalah yang akan dianalisis maka dari ketiga aspek diatas yang akan dibahas adalah teori kepribadian.

2.5.1 Psikoanalisa Sebagai Teori Kepribadian

Sigmun Freud berpendapat bahwa tingkah laku manusia merupakan produk interaksi dari ketiga sistem yaitu Id, Ego, dan Super Ego, yang artinya bahwa setiap tingkah laku itu ada unsur nafsu (dorongan), unsur keadaan nyata dan unsur pengendalian yang terlepas dari benar atau salah, baik atau buruk (Fadyartanta, 2006:102). Ketiga sistem pembentuk

kepribadian tersebut mempunyai fungsi, sifat, komponen, prinsip kerja, dinamisme,

mekanisme yang berbeda, namun saling bekerja sama untuk menciptakan perilaku manusia yang kompleks.

Sigmun Freud dalam mendeskripsikan kepribadian menjadi tiga pokok bahasan, yaitu struktur kepribadian, dinamika kepribadian seperti naluri (insting) dan kecemasan, serta perkembangan kepribadian. Dalam hal ini penulis hanya membahas tentang sistem

kepribadian dan dinamika kepribadian. Struktur kepribadian terdiri dari tiga sistem yaitu Id (Das Es), Ego (Das Ich), dan Super Ego (Das Ucher Ich). Perilaku manusia pada hakikatnya merupakan hasil interaksi substansi dalam kepribadian manusia yaitu Id, Ego dan Super Ego


(9)

yang ketiganya selalu bekerja dan jarang salah satu di antaranya terlepas atau bekerja sendiri. Dalam dinamika kepribadian Freud membahas naluri (insting) dan kecemasan sebagai komponen penting bagi manusia untuk beraktifitas.

Sistem Kepribadian Id

Id adalah aspek biologis yang merupakan sistem asli dalam kepribadian, dari sini aspek kepribadian yang lain tumbuh. Id berisikan hal-hal yang dibawa sejak lahir dan yang menjadi pedoman Id dalam berfungsi adalah menghindarkan diri dari ketidakenakan dan mengejar kenikmatan. Untuk mengejar kenikmatan itu Id mempunyai dua cara, yaitu : tindakan refleks dan proses primer, tindakan refleks seperti bersin atau berkedip, sedangkan proses primer seperti saat orang lapar membayangkan makanan (Sumadi Suryabrata,

1993:145146).

Ego

Ego adalah aspek psikologis dari kepribadian yang timbul karena kebutuhan individu untuk berhubungan baik dengan dunia nyata. Dalam berfungsinya Ego berpegang pada prinsip kenyataan atau realitas. Ego dapat pula dipandang sebagai aspek eksekutif kepribadian, karena Ego mengontrol jalan yang ditempuh, memilih kebutuhankebutuhan yang dapat dipenuhi serta caracara memenuhinya. Dalam berfungsinya sering kali Ego harus mempersatukan pertentanganpertentangan antara Id dan Super Ego. Peran Ego ialah menjadi perantara antara kebutuhankebutuhan instingtif dan keadaan lingkungan (Sumadi Suryabrata, 1993:146147).

Super Ego

Super Ego adalah aspek sosiologi kepribadian, merupakan wakil dari nilai-nilai tradisional serta cita-cita masyarakat sebagaimana yang ditafsirkan orang tua kepada anaknya


(10)

lewat perintah-perintah atau larangan-larangan. Super Ego dapat pula dianggap sebagai aspek moral kepribadian, fungsinya menentukan apakah sesuatu itu baik atau buruk, benar atau salah, pantas atau tidak, sesuai dengan moralitas yang berlaku di masyarakat. Fungsi pokok Super Ego adalah merintangi dorongan Id terutama dorongan seksual dan agresif yang ditentang oleh masyarakat. Mendorong Ego untuk lebih mengejar halhal yang moralistis daripada realistis dan mengejar kesempurnaan. Jadi Super Ego cenderung untuk menentang Id maupun Ego dan membuat konsepsi yang ideal (Sumadi Suryabrata, 1993:148149).

Dinamika Kepribadian

Menurut Freud dalam Alwisol (2009:18-20) manusia sebagai sistem yang kompleks memakai energi untuk bernafas, bergerak, mengamati, dan mengingat. Kegiatan psikologik juga membutuhkan energi yang disebut energi psikik, yaitu energi yang ditransform dari energi fisik melalui Id beserta insting-instingnya.

Naluri (Insting)

Naluri (Insting) merupakan perwujudan psikologik dari kebutuhan tubuh yang menutut pemuasan. Hasrat, motivasi, atau dorongan dari insting secara kuantitatif adalah energi psikik. Kumpulan energi dari seluruh insting yang dimiliki seseorang merupakan energi yang tersedia untuk menggerakkan proses kepribadian (Alwisol, 2009:18).

Freud berpendapat bahwa naluri memiliki empat sifat, yaitu :

Sumber insting adalah suatu kondisi jasmaniah atau kebutuhan yang bertujuan untuk menghilangkan perangsangan masalah.

Tujuan insting berkaitan dengan sumber insting, yaitu kembali memperoleh keseimbangan. Tujuan insting bersifat konstan (tidak berubah)


(11)

Objek insting adalah segala sesuatu yang menjembatani antara kebutuhan yang timbul dengan pemenuhannya, termasuk seluruh proses untu mendapatkannya hingga sampai objek didapat.

Daya dorong insting adalah kekuatan/intensitas kegiatan yang berbeda-beda setiap waktu. Freud juga mengatakan naluri (insting) dapat dibagi kedalam dua macam insting yakni insting hidup dan insting mati.

Insting Hidup

Insting hidup disebut juga dengan eros adalah insting yang ditujukan pada pemeliharaan ego dan pemeliharaan kelangsungan jenis. Dengan kata lain, insting hidup adalah insting yang ditujukan kepada pemeliharaan kehidupan manusia sebagai individu maupun sebagai spesies. Contoh dari insting hidup itu adalah lapar, haus, dan seks. Energi yang dipakai oleh insting hidup ini disebut libido Freud dalam (Alwisol, 2009:19).

Insting Mati

Insting-insting mati ini, yang disebut juga insting-insting merusak, karena fungsinya kurang jelas jika dibandingkan dengan insting-insting hidup, karena itu juga kurang dikenal. Namun adalah suatu kenyataan yang tak dapat diingkari, bahwa manusia itu pada akhirnya mati juga. Inilah yang menyebabkan Freud merumuskan, bahwa “Tujuan semua hidup adalah mati”. Freud berpendapat bahwa tiap orang mempunyai keinginan yang tidak disadarinya untuk mati. Suatu penjelmaan daripada insting mati ini adalah dorongan agresif.

Freud menjelaskan bahwa insting kematian biasanya ditujukan dua arah, yaitu kepada dirinya sendiri (intern) dan kepada orang lain (ekstern). Insting kematian yang diarahkan pada diri sendiri tampil pada tindakan bunuh diri, sedangkan insting kematian yang diarahkan kepada orang lain dilakukan dengan cara membunuh atau menyakiti orang lain. Insting mati


(12)

mendorong orang untuk merusak diri sendiri dan dorongan agresif merupakan bentuk penyaluran agar orang tidak membunuh dirinya sendiri. Untuk memelihara diri, insting hidup umumnya melawan insting mati dengan mengarahkan energinya keluar, ditujukan ke orang lain.

Kecemasan

Menurut Freud dalam Alwisol (2009:22) kecemasan adalah variabel penting dari hampir semua teori kepribadian. Kecemasan adalah suatu pengalaman perasaan menyakitkan yang ditimbulkan oleh ketegangan-ketegangan dalam alat-alat intern dari tubuh. Ketegangan-ketegangan ini adalah akibat dari dorongan-dorongan dari dalam atau dari luar dan dikuasai oleh susunan saraf otonom.

Kecemasan sebagai dampak dari konflik yang menjadi bagian kehidupan yang tidak terhindarkan, dipandang sebagai komponen dinamika kepribadian yang utama. Kecemasan adalah fungsi ego untuk memperingatkan individu tentang datangnya suatu bahaya sehingga dapat disiapkan reaksi adaptif yang sesuai.

Freud membagi kecemasan menjadi tiga yaitu :

Kecemasan realistic adalah kecemasan atau ketakutan individu terhadap bahaya-bahaya nyata yang berasal dari dunia luar.

Kecemasan neurotik adalah rasa takut kalau-kalau insting akan keluar jalur dan tidak dapat dikendalikan sehingga menyebabkan seseorang berbuat sesuatu yang dapat membuatnya terhukum.

Kecemasan moral adalah kecemasan yang timbul akibat tekanan Super Ego atas Ego individu yang telah atau sedang melakukan tindakan yang melanggar moral.


(13)

2.5 Biografi Pengarang

Kenzaburo Oe lahir pada 31 januari tahun 1935 di Kita-gun, prefektur Ehime, tumbuh di Ose-mura, sebuah desa pegunungan di pulau Shikoku, diujung barat daya pantai Jepang. Dari tempat itu, semua yang berhubungan dengan Jepang dan kekaisaran tampak terlihat sangat jauh. Oe hidup dalam tradisi keluarga besar desa yang telah berusia ratusan tahun, dan tak seorangpun dalam keluarganya yang pergi merantau dari sana, meskipun saat itu kebiasaan tersebut sudah lazim sejak zaman restorasi Meiji. Baru Oe-lah yang melakukannya pada tahun 1954, yakni ketika dia masuk ke Universitas Tokyo.

Ketika berkeluarga Oe sekali lagi mengalami krisis. Putra sulungnya, Hikari, mengalami kelainan tengkorak hingga membuat otaknya cacat, serta gagal berkomunikasi dengan orang lain. Pengalaman Oe sebagai ayah, suami, hidup dengan anak cacat, hubungan personal, membawa pengaruh besar pada karya, pandangan, dan pribadinya.

Oe pertama kali mendapat perhatian khalayak pada tahun 1957 atas cerpen Shisha no Ogori (1957), yang diterbitkan Bungakukai. Novel pertamanya, Memushiri Kouichi (1958) sangat dipuji oleh kritikus. Setelah itu, yakni dari tahun 1960-an hingga 2000-an kini, Oe mengalami masa subur kepenulisannya, termasuk dengan menerbitkan nonfiksi. Beberapa karya Oe yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris antara lain : Nip the Buds, Shoot the Kids, A Personal Matter, The Pinch Runner Memorandum; A Quiet Life, Hiroshima Notes, Teach Us to Outgrow Our Madness dan Somersault. Itu tentu sedikit saja dari seluruh karyanya yang termasuk sangat banyak, berupa puluhan novel, cerita pendek, esai, dan kritik. Pada tahun 1994 Oe dianugerahi Hadiah Nobel Sastra dan disebut-sebut sebagai penulis paling menjanjikan setelah Yukio Mishima.


(1)

berada di daerah prasadar itu bisa muncul kesadaran dalam bentuk simbolik, seperti : mimpi, lamunan, salah ucap, dan mekanisme pertahanan diri.

Tak-sadar adalah bagian yang paling dalam dari struktur kesadaran dan menurut Freud merupakan bagian yang terpenting dari jiwa manusia. Ketidaksadaran itu berisi insting, implus, dan drives yang dibawa dari lahir, dan pengalaman-pengalaman traumatik (biasanya pada masa anak-anak) yang ditekan oleh kesadaran dipindah ke daerah tak sadar.

Sehubungan dengan eksperimen-eksperimen dan teori psikoanalisa Freud maka psikoanalisa dikenal dengan adanya 3 aspek, yaitu psikoanalisa sebagai teori kepribadian, sebaik teknik evaluasi kepribadian, dan sebagai teknik terapi. Sesuai dengan masalah yang akan dianalisis maka dari ketiga aspek diatas yang akan dibahas adalah teori kepribadian.

2.5.1 Psikoanalisa Sebagai Teori Kepribadian

Sigmun Freud berpendapat bahwa tingkah laku manusia merupakan produk interaksi dari ketiga sistem yaitu Id, Ego, dan Super Ego, yang artinya bahwa setiap tingkah laku itu ada unsur nafsu (dorongan), unsur keadaan nyata dan unsur pengendalian yang terlepas dari benar atau salah, baik atau buruk (Fadyartanta, 2006:102). Ketiga sistem pembentuk

kepribadian tersebut mempunyai fungsi, sifat, komponen, prinsip kerja, dinamisme,

mekanisme yang berbeda, namun saling bekerja sama untuk menciptakan perilaku manusia yang kompleks.

Sigmun Freud dalam mendeskripsikan kepribadian menjadi tiga pokok bahasan, yaitu struktur kepribadian, dinamika kepribadian seperti naluri (insting) dan kecemasan, serta perkembangan kepribadian. Dalam hal ini penulis hanya membahas tentang sistem

kepribadian dan dinamika kepribadian. Struktur kepribadian terdiri dari tiga sistem yaitu Id (Das Es), Ego (Das Ich), dan Super Ego (Das Ucher Ich). Perilaku manusia pada hakikatnya merupakan hasil interaksi substansi dalam kepribadian manusia yaitu Id, Ego dan Super Ego


(2)

yang ketiganya selalu bekerja dan jarang salah satu di antaranya terlepas atau bekerja sendiri. Dalam dinamika kepribadian Freud membahas naluri (insting) dan kecemasan sebagai komponen penting bagi manusia untuk beraktifitas.

Sistem Kepribadian Id

Id adalah aspek biologis yang merupakan sistem asli dalam kepribadian, dari sini aspek kepribadian yang lain tumbuh. Id berisikan hal-hal yang dibawa sejak lahir dan yang menjadi pedoman Id dalam berfungsi adalah menghindarkan diri dari ketidakenakan dan mengejar kenikmatan. Untuk mengejar kenikmatan itu Id mempunyai dua cara, yaitu : tindakan refleks dan proses primer, tindakan refleks seperti bersin atau berkedip, sedangkan proses primer seperti saat orang lapar membayangkan makanan (Sumadi Suryabrata,

1993:145146). Ego

Ego adalah aspek psikologis dari kepribadian yang timbul karena kebutuhan individu untuk berhubungan baik dengan dunia nyata. Dalam berfungsinya Ego berpegang pada prinsip kenyataan atau realitas. Ego dapat pula dipandang sebagai aspek eksekutif kepribadian, karena Ego mengontrol jalan yang ditempuh, memilih kebutuhankebutuhan yang dapat dipenuhi serta caracara memenuhinya. Dalam berfungsinya sering kali Ego harus mempersatukan pertentanganpertentangan antara Id dan Super Ego. Peran Ego ialah menjadi perantara antara kebutuhankebutuhan instingtif dan keadaan lingkungan (Sumadi Suryabrata, 1993:146147).

Super Ego

Super Ego adalah aspek sosiologi kepribadian, merupakan wakil dari nilai-nilai tradisional serta cita-cita masyarakat sebagaimana yang ditafsirkan orang tua kepada anaknya


(3)

lewat perintah-perintah atau larangan-larangan. Super Ego dapat pula dianggap sebagai aspek moral kepribadian, fungsinya menentukan apakah sesuatu itu baik atau buruk, benar atau salah, pantas atau tidak, sesuai dengan moralitas yang berlaku di masyarakat. Fungsi pokok Super Ego adalah merintangi dorongan Id terutama dorongan seksual dan agresif yang ditentang oleh masyarakat. Mendorong Ego untuk lebih mengejar halhal yang moralistis daripada realistis dan mengejar kesempurnaan. Jadi Super Ego cenderung untuk menentang Id maupun Ego dan membuat konsepsi yang ideal (Sumadi Suryabrata, 1993:148149).

Dinamika Kepribadian

Menurut Freud dalam Alwisol (2009:18-20) manusia sebagai sistem yang kompleks memakai energi untuk bernafas, bergerak, mengamati, dan mengingat. Kegiatan psikologik juga membutuhkan energi yang disebut energi psikik, yaitu energi yang ditransform dari energi fisik melalui Id beserta insting-instingnya.

Naluri (Insting)

Naluri (Insting) merupakan perwujudan psikologik dari kebutuhan tubuh yang menutut pemuasan. Hasrat, motivasi, atau dorongan dari insting secara kuantitatif adalah energi psikik. Kumpulan energi dari seluruh insting yang dimiliki seseorang merupakan energi yang tersedia untuk menggerakkan proses kepribadian (Alwisol, 2009:18).

Freud berpendapat bahwa naluri memiliki empat sifat, yaitu :

Sumber insting adalah suatu kondisi jasmaniah atau kebutuhan yang bertujuan untuk menghilangkan perangsangan masalah.

Tujuan insting berkaitan dengan sumber insting, yaitu kembali memperoleh keseimbangan. Tujuan insting bersifat konstan (tidak berubah)


(4)

Objek insting adalah segala sesuatu yang menjembatani antara kebutuhan yang timbul dengan pemenuhannya, termasuk seluruh proses untu mendapatkannya hingga sampai objek didapat.

Daya dorong insting adalah kekuatan/intensitas kegiatan yang berbeda-beda setiap waktu. Freud juga mengatakan naluri (insting) dapat dibagi kedalam dua macam insting yakni insting hidup dan insting mati.

Insting Hidup

Insting hidup disebut juga dengan eros adalah insting yang ditujukan pada pemeliharaan ego dan pemeliharaan kelangsungan jenis. Dengan kata lain, insting hidup adalah insting yang ditujukan kepada pemeliharaan kehidupan manusia sebagai individu maupun sebagai spesies. Contoh dari insting hidup itu adalah lapar, haus, dan seks. Energi yang dipakai oleh insting hidup ini disebut libido Freud dalam (Alwisol, 2009:19).

Insting Mati

Insting-insting mati ini, yang disebut juga insting-insting merusak, karena fungsinya kurang jelas jika dibandingkan dengan insting-insting hidup, karena itu juga kurang dikenal. Namun adalah suatu kenyataan yang tak dapat diingkari, bahwa manusia itu pada akhirnya mati juga. Inilah yang menyebabkan Freud merumuskan, bahwa “Tujuan semua hidup adalah mati”. Freud berpendapat bahwa tiap orang mempunyai keinginan yang tidak disadarinya untuk mati. Suatu penjelmaan daripada insting mati ini adalah dorongan agresif.

Freud menjelaskan bahwa insting kematian biasanya ditujukan dua arah, yaitu kepada dirinya sendiri (intern) dan kepada orang lain (ekstern). Insting kematian yang diarahkan pada diri sendiri tampil pada tindakan bunuh diri, sedangkan insting kematian yang diarahkan kepada orang lain dilakukan dengan cara membunuh atau menyakiti orang lain. Insting mati


(5)

mendorong orang untuk merusak diri sendiri dan dorongan agresif merupakan bentuk penyaluran agar orang tidak membunuh dirinya sendiri. Untuk memelihara diri, insting hidup umumnya melawan insting mati dengan mengarahkan energinya keluar, ditujukan ke orang lain.

Kecemasan

Menurut Freud dalam Alwisol (2009:22) kecemasan adalah variabel penting dari hampir semua teori kepribadian. Kecemasan adalah suatu pengalaman perasaan menyakitkan yang ditimbulkan oleh ketegangan-ketegangan dalam alat-alat intern dari tubuh. Ketegangan-ketegangan ini adalah akibat dari dorongan-dorongan dari dalam atau dari luar dan dikuasai oleh susunan saraf otonom.

Kecemasan sebagai dampak dari konflik yang menjadi bagian kehidupan yang tidak terhindarkan, dipandang sebagai komponen dinamika kepribadian yang utama. Kecemasan adalah fungsi ego untuk memperingatkan individu tentang datangnya suatu bahaya sehingga dapat disiapkan reaksi adaptif yang sesuai.

Freud membagi kecemasan menjadi tiga yaitu :

Kecemasan realistic adalah kecemasan atau ketakutan individu terhadap bahaya-bahaya nyata yang berasal dari dunia luar.

Kecemasan neurotik adalah rasa takut kalau-kalau insting akan keluar jalur dan tidak dapat dikendalikan sehingga menyebabkan seseorang berbuat sesuatu yang dapat membuatnya terhukum.

Kecemasan moral adalah kecemasan yang timbul akibat tekanan Super Ego atas Ego individu yang telah atau sedang melakukan tindakan yang melanggar moral.


(6)

2.5 Biografi Pengarang

Kenzaburo Oe lahir pada 31 januari tahun 1935 di Kita-gun, prefektur Ehime, tumbuh di Ose-mura, sebuah desa pegunungan di pulau Shikoku, diujung barat daya pantai Jepang. Dari tempat itu, semua yang berhubungan dengan Jepang dan kekaisaran tampak terlihat sangat jauh. Oe hidup dalam tradisi keluarga besar desa yang telah berusia ratusan tahun, dan tak seorangpun dalam keluarganya yang pergi merantau dari sana, meskipun saat itu kebiasaan tersebut sudah lazim sejak zaman restorasi Meiji. Baru Oe-lah yang melakukannya pada tahun 1954, yakni ketika dia masuk ke Universitas Tokyo.

Ketika berkeluarga Oe sekali lagi mengalami krisis. Putra sulungnya, Hikari, mengalami kelainan tengkorak hingga membuat otaknya cacat, serta gagal berkomunikasi dengan orang lain. Pengalaman Oe sebagai ayah, suami, hidup dengan anak cacat, hubungan personal, membawa pengaruh besar pada karya, pandangan, dan pribadinya.

Oe pertama kali mendapat perhatian khalayak pada tahun 1957 atas cerpen Shisha no Ogori (1957), yang diterbitkan Bungakukai. Novel pertamanya, Memushiri Kouichi (1958) sangat dipuji oleh kritikus. Setelah itu, yakni dari tahun 1960-an hingga 2000-an kini, Oe mengalami masa subur kepenulisannya, termasuk dengan menerbitkan nonfiksi. Beberapa karya Oe yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris antara lain : Nip the Buds, Shoot the Kids, A Personal Matter, The Pinch Runner Memorandum; A Quiet Life, Hiroshima Notes, Teach Us to Outgrow Our Madness dan Somersault. Itu tentu sedikit saja dari seluruh karyanya yang termasuk sangat banyak, berupa puluhan novel, cerita pendek, esai, dan kritik. Pada tahun 1994 Oe dianugerahi Hadiah Nobel Sastra dan disebut-sebut sebagai penulis paling menjanjikan setelah Yukio Mishima.