Analisis Hukum Penyelesaian Utang Piutang Perseroan Terbatas Dalam Likuidasi

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang
Dalam dunia usaha, suatu perusahaan tidak selalu berjalan dengan baik, dan

acapkali keadaan keuangannya sudah sedemikian rupa sehingga perusahaan tersebut
tidak lagi sanggup membayar utang-utangnya. Hal demikian dapat pula terjadi
terhadap perorangan yang melakukan suatu usaha. 1 Kehidupan suatu perusahaan
dapat saja dalam kondisi untung atau keadaan rugi. Kalau keadaan untung,
perusahaan berkembang dan berkembang terus, sehingga menjadi perusahaan besar.
Sebaliknya, apabila kondisi perusahaan menderita kerugian, maka garis hidupnya
menurun. Jadi, garis hidup suatu perusahaan pada suatu saat naik dan pada saat lain
menurun, begitu seterusnya, sehingga garis hidup perusahaan itu merupakan garis
yang

menaik

dan


menurun

seperti

grafik.

Sebagian

perusahaan

dapat

mempertahankan hidupnya, tetapi sebagian tidak dapat mempertahankan lagi
hidupnya, akhirnya perusahaan tersebut terpaksa gulung tikar.
Kegagalan perusahaan dalam menjalankan aktivitas bisnisnya, terutama dalam
memenuhi kewajibannya kepada pihak lain, dapat disebabkan oleh kondisi internal
dan eksternal. Kondisi internal biasanya diakibatkan mismanagement dan fraud yang
1


Victor M. Situmorang dan Hendri Soekarso, Pengantar Hukum Kepailitan di Indonesia,
(Jakarta: Rineka Cipta, 1994),hal. 1., sebagaimana dikutip Elvira Dewi Ginting, ”Analisis Hukum
Mengenai Pengaturan Reorganisasi Perusahaan Dalam Kaitannya Dengan Hukum Kepalitan”, (Medan:
Tesis, Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2005),
hal. 1.

1

2

dilakukan oleh kalangan internal perusahaan, dimulai dari pemegang saham,
komisaris, direksi, karyawan maupun pihak terkait yang dapat mengendalikan
perusahaan secara tidak langsung. 2 Kondisi eksternal adalah kondisi di luar
jangkauan pihak perusahaan yang berdampak kepada kinerja perusahaan, antara lain
kebijakan pemerintah atau publik dan kondisi makro ekonomi di suatu negara
maupun global.
Dalam rangka pengembangan suatu perusahaan mungkin atau pasti mempunyai
utang. Bagi suatu perusahaan, utang bukanlah merupakan sesuatu yang buruk, asal
perusahaan itu masih dapat membayar kembali. Perusahaan yang seperti ini disebut
perusahaan yang solvable artinya perusahaan yang mampu membayar utangutangnya. Sebaliknya, jika suatu perusahaan yang sudah tidak mampu membayar

utang-utangnya lagi disebut insolvensi, artinya tidak mampu membayar. Istilah
hukumnya insolvensi menunjukkan pada suatu kumpulan dari aturan-aturan yang
mengatur hubungan debitor (yang berada dalam kesulitan pembayaran akibat
ketidakmampuan finansial) dengan para kreditornya. 3
Dalam meningkatkan pendapatan perusahaan dibutuhkan cash flow yang baik.
Cash flow adalah arus kas yang masuk dan keluar dari rekening perusahaan. Apakah
pemasukan lebih sedikit dari pengeluaran ataukah pemasukan lebih besar dari
pengeluaran. Pendapatan perusahaan adalah hal yang penting untuk ditingkatkan,
2

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group
2007) hal. 149.
3
J. B. Huizink, Insolventie, Alih Bahasa Linus Doludjawa, (Jakarta: Pusat Studi Hukum dan
Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004), hal. 21., sebagaimana dikutip Elvira Dewi
Ginting, Loc.cit., hal. 1-2.

3

begitu juga dengan pengeluaran perusahaan yang harus ditekan (cut spending). Dalam

dunia perbankan harus memperhatikan cara menyimpan pendapatan, bukan hanya
meningkatkan pendapatan. Maka, sebelum mendirikan sebuah perusahaan sebaiknya
diperhatikan perusahaan tersebut bergerak dalam bidang usaha apa, bagaimana
kinerjanya, bagaimana manajemennya, dan lain sebagainya.
Krisis moneter yang melanda hampir seluruh belahan dunia di pertengahan
tahun 1997 telah memporak-porandakan sendi-sendi perekonomian. Dunia usaha
merupakan dunia yang paling menderita dan merasakan dampak krisis yang tengah
melanda. Hal ini juga dirasakan oleh Indonesia, yang mengakibatkan Indonesia telah
mengalami krisis kepercayaan khususnya terhadap perbankan. Kondisi perbankan di
Indonesia telah mengalami masalah-masalah yang menuju suatu kehancuran akibat
krisis ekonomi yang diawali oleh krisis nilai tukar. Krisis tersebut telah menyebabkan
kinerja perekonomian Indonesia menurun tajam, dan kemudian berubah menjadi
krisis yang berkepanjangan di berbagai bidang usaha. Proses penyebaran krisis
berkembang cepat mengingat tingginya keterbukaan perekonomian Indonesia dan
ketergantungan pada sektor luar negeri yang sangat besar. 4
Dalam dunia bisnis, masalah di perusahaan sudah pasti berbagai macam ragam.
Setiap perusahaan pastinya menghadapi masalah, jika ada masalah berarti perusahaan
tersebut berkembang ke arah yang lebih baik. Keberhasilan sebuah perusahaan bukan
hanya diukur dengan besar kecil perusahaan melainkan seberapa baik perusahaan itu
4


Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah : Suatu Gagasan Tentang Pendirian
Lembaga Penjamin Simpanan di Indonesia, (Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002)
hal. 2., sebagaimana dikutip Ibid., hal. 2.

4

keluar dari masalah tersebut. 5 Adapun masalah yang sering dihadapi oleh perusahaan,
antara lain : hutang-piutang; karyawan; investasi; perpajakan; dan lain sebagainya.
Pada umumnya dalam transaksi jual beli untuk penyerahan dan pembayaran atas
barang yang dibeli terjadi pada waktu yang sama. Hal ini berarti modal kerja atau
modal usaha si penjual cepat diperolehnya kembali dan langsung dipakai untuk
perputaran bisnis selanjutnya. Namun, dalam hal ini tidak jarang pelaksanaan
pembayaran dari pembeli itu baru dapat ditunaikan berdasarkan kesepakatan di antara
mereka dalam tenggang waktu tertentu, misalnya sekitar dua sampai empat bulan
berikutnya. Kondisi sebelum dilaksanakan konsekuensi timbulnya hak tagih dari
pihak penjual sehingga keadaan ini disebut masa penagihan (collection period). Hak
tagih atas piutang ini dalam dunia ekonomi dikenal sebagai piutang dagang (account
receivable). 6
Dalam hal perusahaan sudah tidak beroperasi lagi diakibatkan oleh kemunduran

pendapatan perusahaan, maka pemegang saham dapat mengadakan Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS) untuk membubarkan perusahaan tersebut. Namun, oleh
karena perseroan merupakan badan hukum yang lahir dan diciptakan berdasarkan
proses hukum (created by a legal process), maka pembubaran perseroan juga harus
melalui proses hukum pula. Pembubaran perseroan tidak mempunyai arti identik
dengan ”berakhirnya” eksistensi perseroan. Perseroan adalah subjek hukum, memiliki
aktiva dan passiva. Setelah pembubarannya diucapkan, eksistensinya tetap ada
5

Bismar Nasution, “Catatan Perkuliahan : Hukum Perusahaan”, (Medan: Program Studi
Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2009).
6
Rinus Pantouw, Hak Tagih Factor Atas Piutang Dagang, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 1.

5

dengan catatan bahwa posisinya itu dalam stadium likuidasi (pemberesan). Hak yang
dimilikinya harus direalisasikan dan kewajiban yang dipikul wajib dipenuhi.
Perusahaan tidak boleh lagi melakukan hak dan kewajibannya itu. Perusahaan itu ada
sepanjang diperlukan untuk pemberesan. 7

Berdasarkan Pasal 142 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas dinyatakan, pembubaran perseroan terjadi : 8
a. “Berdasarkan keputusan RUPS;
b. Karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah
berakhir;
c. Berdasarkan penetapan pengadilan;
d. Dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan pengadilan niaga yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit Perseroan tidak cukup
untuk membayar biaya kepailitan;
e. Karena harta pailit Perseroan yang telah dinyatakan Pailit berada dalam
keadaan insolvensi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ; atau
f. Karena dicabutnya izin usaha Perseroan sehingga mewajibkan Perseroan
melakukan likuidasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Sedangkan pembubaran Perseroan menurut hukum sesuai dengan ketentuan
Pasal 143 ayat (1) Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
mempunyai arti :
a. Penghentian kegiatan usaha Perseroan
b. Namun penghentian kegiatan usaha itu, tidak mengakibatkan status hukumnya
hilang


7

Mariam Darus Badrulzaman dalam Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di
Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001), hal. 168.
8
Pasal 142 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

6

c. Perseroan yang dibubarkan baru kehilangan status badan hukumnya, sampai
selesainya likuidasi, dan pertanggung jawaban likuidator proses akhir
likuidasi diterima oleh RUPS, Pengadilan Negeri, atau Hakim Pengawas.
Likuidasi (vereffening, winding-up) mengandung arti pemberesan penyelesaian
dan pengakhiran urusan Perseroan setelah adanya keputusan, apakah itu berdasar
keputusan RUPS, atau berdasar Penetapan Pengadilan yang menghentikan atau
membubarkan Perseroan. Selama penyelesaian pembubaran atau pemberesan
berjalan, Perseroan itu berstatus “Perseroan dalam Penyelesaian” yang oleh pasal 143
ayat (2) disebut Perseroan “Dalam Likuidasi”. Kata tersebut harus dicantumkan
dibelakang nama Perseroan pada setiap surat keluar Perseroan. 9

Pengertian likuidasi yang disebutkan di atas, tidak jauh berbeda dengan apa
yang dirumuskan dalam Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1999 tentang
Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran, dan Likuidasi Bank. 10 Disebutkan dalam Pasal
1 angka 4, bahwa yang dimaksud dengan likuidasi bank adalah tindakan penyelesaian
seluruh hak dan kewajiban bank sebagai akibat pencabutan izin usaha dan
pembubaran badan hukum bank. Ini berarti, likuidasi bank merupakan kelanjutan dari
tindakan pencabutan izin usaha dan pembubaran badan hukum bank, begitu juga
dengan Perseroan Terbatas. Pada akhirnya akan ditunjuk suatu tim yang bertugas
melakukan pemberesan Perseroan Terbatas yang telah dicabut izin usahanya oleh
Dinas Perindustrian dan Perdagangan.
9

Pasal 143 ayat (2) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1999 tentang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran, dan
Likuidasi Bank.
10

7

Apabila terjadi pembubaran Perseroan baik berdasarkan keputusan RUPS,

karena jangka waktu berdiri yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar telah berakhir
atau dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan keputusan Pengadilan Niaga yang
telah berkekuatan hukum tetap, maka pembubaran itu wajib diikuti dengan likuidasi.
Pihak yang melakukan likuidasi dalam pembubaran Perseroan adalah Likuidator.
Salah satu tugas terberat dari likuidator dalam proses likuidasi perusahaan ini adalah
penyelesaian utang dan penagihan piutang perusahaan pada pihak ketiga.
Sebagaimana diketahui Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, dalam hal pengaturan tentang pembubaran dan likuidasi perusahaan diatur
dalam Bab X, jika dilihat

pasal-pasal mengenai pembubaran dan likuidasi ini

ternyata masih dirasa kurang pengaturannya yang dalam praktek terkadang menjadi
masalah dalam penyelesaian Perseroan yang dilikuidasi. Seperti halnya dalam pasal
147 ayat (3) Undang-undang ini hanya mengatur jangka waktu pengajuan untuk
melakukan penagihan kepada likuidator adalah selama 60 hari terhitung sejak tanggal
diberitahukan kepada kreditur, sedangkan dalam pasal 150 ayat (2), menentukan
kreditor yang belum mengajukan tagihannya, dapat mengajukan melalui pengadilan
negeri dalam jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak pembubaran diumumkan.
dari ketentuan kedua pasal tersebut diatas dapat dilihat bahwa yang diatur oleh

Undang-Undang nomor 40 tahun 2007 mengenai penyelesaian utang piutang pada
Perseroan yang dilikuidasi hanyalah sebatas tenggang waktu penagihannya saja,
sedangkan bagaimana jika asset perusahaan tidak mencukupi untuk membayar
seluruh utang-utangnya, kemudian dalam melakukan penyelesaian utang piutang

8

apakah likuidator juga memperhatikan utang yang manakah yang harus didahulukan
pembayarannya, hal ini sama sekali tidak ada diatur didalam undang-undang ini.
Kesulitan selanjutnya adalah mengenai kapan likuidator harus diangkat. Pasal
142 ayat (2) huruf a. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007

tentang Perseroan

Terbatas, tidak ada ditentukan kapan likuidator tersebut harus ditunjuk sehingga yang
terjadi adalah Perseroan Terbatas sudah dibubarkan namun likuidator belum diangkat,
baru beberapa bulan kemudian melalui RUPS likuidator ditetapkan. 11 Pada saat
rentang waktu ini sering terjadi penggelapan asset perusahan yang sangat merugikan
perusahaan. Sebenarnya menurut ketentuan hukum pada saat perseroan dibubarkan,
maka pada saat itu juga harus ditunjuk likuidator untuk melakukan likuidasi. Namun
inilah yang sering terjadi di dunia usaha. Penggelapan aset itu menjadi hambatan bagi
likuidator untuk melakukan pembayaran utang kepada pihak ketiga/kreditur.
Ada perbedaan signifikan antara kondisi kesulitan keuangan, kebangkrutan
(pailit) dan likuidasi. Perusahaan dikatakan mengalami kesulitan keuangan jika
perusahaan tidak mampu membayar kewajibannya sesuai dengan tenggang waktu
yang telah disepakati. Pada umumnya, kesulitan keuangan diawali dengan
tertundanya pembayaran utang pemasok, kemudian diikuti dengan terlambatnya
pembayaran bunga pinjaman dan diakhiri dengan katidakmampuan perusahaan
membayar pokok pinjaman pada bank atau kreditor lainnya. Restrukturisasi utang
dapat menjadi solusi untuk kondisi ini. Pihak perusahaan dapat melakukan negosiasi
11

Pasal 142 ayat (2) huruf a., Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,
menyatakan bahwa :”Dalam hal terjadi pembubaran Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) :
a. Wajib diikuti dengan likuidasi yang dilakukan oleh likuidator atau curator”.

9

dengan para kreditor untuk memberikan kemudahan dengan cara menurunkan suku
bunga kredit, memperpanjang jangka waktu pinjaman, atau bahkan sampai
disetujuinya tidak dibebankan bunga pinjaman selama periode tertentu. Pada
dasarnya, masa-masa kesulitan keuangan menyebabkan para kreditor menjadi
disibukkan untuk mencari cara agar pinjaman yang telah diberikan nantinya tetap
dapat dikembalikan oleh peminjam. 12
Istilah kebangkrutan (kapailitan) sering dirancukan dengan istilah likuidasi.
Hati-hati dengan istilah bangkrut. Kondisi kebangkrutan bisa berarti bahwa
perusahaan sedang melakukan proses reorganisasi di bawah pengawasan pengadilan.
Dalam literatur dari Amerika Serikat terkenal dengan istilah Chapter 11. 13 berbeda
dengan literatur dari Inggris, istilah bangkrut hanya diterapkan untuk individu, bukan
perusahaan. Untuk perusahaan, mereka mengenal istilah insolvensi. 14
Jadi

apabila

manajer

mengatakan

bahwa

perusahaannya

mengalami

kebangkrutan (Chapter 11), berarti perusahaan masih memiliki 2 (dua) pilihan.
Pertama, perusahaan akan membaik. Perusahaan dapat melewati krisis keuangan dan
keluar dari kebangkrutan sebagai perusahaan yang sehat. Istilahnya, perusahaan

12

Candra Dermawan, “Kesulitan Kuangan, Kebangkrutan, dan Likuidasi”, http://candra.us/ log/
p=91., diakses pada 14 Maret 2011.
13
Chapter 11 adalah Undang-Undang Kepailitan Amerika Serikat atau populer dengan sebutan
Chapter 11 adalah satu peraturan tentang Reorganisasi sesuai dengan hukum kepailitan Amerika
Serikat. Bidang usaha berbentuk apapun bisa meminta perlindungan Chapter 11 Undang-Undang
Kepailitan termasuk perseroan, perusahaan perseorangan, atau perorangan yang memiliki utang tanpa
jaminan paling sedikit US$. 336.900,- atau utang beragun paling sedikit US$. 1.010.650,-. Walaupun
demikian, perlindungan Chapter 11 ini sebagian besar hanya diajukan oleh badan perseroan. Dalam
Wikipedia, ”Chapter 11 Undang-Undang Kepailitan Amerika Serikat”, http://id.wikipedia.org/wiki/
ab_11_Undang-Undang_Kepailitan_Amerika_Serikat., diakses pada 14 Maret 2011.
14
Candra Dermawan, Loc.cit.

10

mengalami turn around. Kedua, perusahaan harus dilikuidasi atau perusahaan
mengalami kondisi upside down. Istilah likuidasi (Chapter 7) 15 berarti proses
penjualan harta dibawah pengawasan pengadilan. Teori keuangan mengatakan bahwa
likuidasi terjadi karena 2 (dua) hal. Pertama, memang karena perusahaan dalam
kesulitan keuangan. Kedua, likuidasi dilakukan karena untuk memaksimumkan
kekayaan pemilik. Meskipun perusahaan dalam keadaan sehat, tetapi jika nilai jual
harta sekarang melebihi going concern-nya, maka pemilik bisa melikuidasi
perusahaan. 16
Pada tulisan ini, penulis juga mengambil contoh kasus pada proses likuidasi
PT.Schutter Indonesia.Likuidasi ditempuh oleh PT. Schutter Indonesia pada tahun
2006. Setelah Perusahaan mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
untuk membubarkan Perusahaan, dan dilanjutkan RUPS untuk menentukan
likuidator. Selanjutnya likuidator bekerja untuk melikuidasi perusahaan, dan dalam
melaksanakan likuidasi pada waktu itu, likuidator masih berpedoman pada UndangUndang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Dalam proses likuidasi PT.
Schutter Indonesia terdapat beberapa masalah dalam penyelesaian utang dan
penagihan piutang perusahaan, salah satu penyebabnya adalah karena penentuan
likuidator yang tidak diangkat pada waktu pembubaran perusahaan tetapi beberapa
bulan setelah perusahaan dibubarkan. Selanjutnya dalam likuidasi PT.Schutter ini,
15

Chapter 7 adalah suatu proses kebangkrutan dimana perusahaan memberhentikan semua
operasi dan keluar dari bisnis atau bidang usaha tersebut. Seorang likuidator ditunjuk untuk
melikuidasi (menjual) aset perusahaan, dan uang tersebut digunakan untuk melunasi utang perusahaan.
Dalam Investopedia, “Chapter 7”, http://www.investopedia.com/terms/c/chapter7.asp., diakses pada 14
Maret 2011.
16
Ibid.

11

likuidator juga kesulitan membayar utang-utang perusahaan, disamping asset
perusahaan yang tidak mencukupi, juga terdapatnya piutang pada pemegang saham
yang disebut dengan piutang istimewa, yang tidak tertagih, sehingga sampai RUPS
terakhir hal ini tidak dapat diselesaikan. 17
Proses likuidasi dapat diselesaikan dengan penyelesaian melalui pengadilan
(formal) atau penyelesaian melalui jalur di luar pengadilan (informal). Sebagian besar
perusahaan Indonesia memilih penyelesaian informal. Dalam resolusi informal,
perusahaan dapat merestrukturisasi harta atau kewajibannya tanpa harus mengikuti
hukum kepailitan. Sebagai contoh : perusahaan dapat menjual beberapa hartanya
untuk

melunasi

kewajiban-kewajibannya.

Dalam

restrukturisasi

kewajiban,

perusahaan mencoba untuk mencari investor baru atau melakukan debt to equity
swap. Pilihan yang terakhir menyebabkan pemberi utang berubah status menjadi
pemilik perusahaan. 18
Masalah utama pada penjualan harta adalah pasar yang tidak likuid. Perusahaan
menghadapi kesulitan menjual harta pada harga yang layak. Pembeli potensial yang
ingin membeli dengan harga terbaik adalah perusahaan-perusahaan di industri yang
sama. Jika perusahaan pesaing juga terkena dampak penurunan industri sehingga
mereka juga dalam kesulitan likuiditas, maka harga jual harta bisa tertekan. 19

17

Iskandar, Aziarni Hasibuan & Partners, “Laporan Pertanggungjawaban Likuidator PT.
Schutter Indonesia (Dalam Likuidasi)”, (Medan: 18 Feburari 2008).
18
Candra Dermawan, Op.cit.
19
Ibid.

12

Resolusi formal melibatkan pengadilan sebagai pengawas proses resolusi.
Pengadilan mencoba untuk membagi wewenang dan tanggung jawab setiap kreditor
dengan tujuan tercapainya penyelesaian yang cepat dan terbaik. Negara-negara yang
mengadopsi hukum (common law) seperti, Amerika Serikat, Inggris dan negaranegara bekas jajahannya lebih memilih menggunakan pendekatan formal. Pada
umumnya negara yang menganut common law lebih memberikan kepastian hukum
sehingga penyelesaian lewat hukum mampu memberi resolusi yang efisien. Alasan
yang sebaliknya terjadi mengapa negara-negara yang akar hukumnya berasal dari
civil law (hukum sipil), termasuk Indonesia, lebih memilih menggunakan
penyelesaian informal. 20
Pemilihan penyelesaian masalah keuangan ini didukung oleh penelitian yang
dilakukan oleh Bank Dunia (1999). Dibanding 5 negara di Asia (Indonesia, Korea,
Philipina, Malaysia, dan Thailand), perusahaan Indonesia memiliki persentase
terkecil dalam hal memanfaatkan resolusi formal. Dari 66 perusahaan kesulitan
keuangan yang menjadi subjek observasi yang dilakukan oleh Bank Dunia, hanya 2
(3.03%) perusahaan Indonesia yang melakukan reorganisasi formal. Sebagai
bandingan, perusahaan di Korea (22.41%), Malaysia (7.09%), Philipina (5%), dan
Thailand (22.6%) memiliki angka yang lebih tinggi. Sekali lagi, alasan utama yang
mendasari pemilihan itu adalah sistem hukum yang tidak berjalan dengan baik,
sehingga perusahaan ‘enggan’ memilih berurusan dengan pengadilan. Padahal,
penegakan hukum akan sangat membantu kreditor untuk menyelesaikan masalah
20

Ibid.

13

kebangkrutan perusahaan. Dengan penyelesaian yang efisien, nilai perusahaan
diharapkan tidak terdistorsi percuma. Untuk itu, pemerintah perlu terus memperbaiki
sistem dan penegakan hukum di Indonesia. 21
Likuidasi mungkin tampak seperti proses yang ideal bagi direksi perusahaan
yang ingin menutup atau mengakhiri perusahaan. Prosedur likuidasi dapat
mempengaruhi masa depan semua yang terlibat terutama jika perusahaan mengalami
masalah selama dalam masa likuidasi. Jika dapat ditemukan prosedur yang salah
selama masa likuidasi maka dapat memiliki efek negatif bagi masa depan untuk
semua pihak yang terkait. 22
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan
tesis yang mengangkat judul ”Analisis Hukum Penyelesaian Utang Piutang Perseroan
Terbatas Dalam Likuidasi.”

B.

Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka pada tulisan ini didapat 3

(tiga) permasalahan, yaitu :
1. Bagaimana pengaturan mengenai penyelesaian utang-piutang terhadap
perseroan terbatas yang dilikuidasi ?

21

Ibid.
“Perusahaan – Company Profil – Setelah sebuah Perusahaan Likuidasi Sukarela”, http://www.
companyprofil.com/perusahaan-company-profil-setelah-sebuah-perusahaan-likuidasi-sukarela.html.,
diakses pada 14 Maret 2011.
22

14

2. Kapan Likuidator harus ditunjuk pada Perusahaan yang sedang Likuidasi
menurut Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ?
3. Hambatan-hambatan apa saja yang dijumpai Likuidator dalam penyelesaian
utang piutang pada Perusahaan Terbatas yang dilikuidasi ?

C.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui analisis hukum penyelesaian utang

piutang perseoan terbatas dalam likuidasi. Dari rumusan masalah yang disebutkan di
atas, maka tujuan dari penelitian ini antara lain :
1. Untuk mengetahui pengaturan penyelesaian utang-piutang terhadap perseroan
terbatas yang dilikuidasi.
2. Untuk mengetahui waktu penentuan Likuidator pada Perusahaan yang
dilikuidasi menurut Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas.
3. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang sering dijumpai Likuidator pada
penyelesaian utang piutang terhadap likuidasi perseroan terbatas.

15

D.

Manfaat Penelitian
Adapun hasil penelitian ini memberikan manfaat kepada Perseroan Terbatas,

Praktisi Hukum, akademisi, dan dapat memperkaya literatur di perpustakaan. Ada dua
manfaat yang tersirat, yaitu manfaat :
1. Secara Teoritis
a. Sebagai bahan masukan bagi para akademisi maupun sebagai bahan
pertimbangan bagi penelitian selanjutnya.
b. Memperkaya literatur di perpustakaan.
2. Secara Praktis
a. Sebagai bahan masukan bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia dalam
melakukan likuidasi terhadap perusahaan.
b. Sebagai bahan masukan bagi Praktisi Hukum yang menjadi likuidator,
dalam hal melakukan likuidasi suatu perusahaan agar sistem hukum dapat
berjalan dengan baik.

E.

Keaslian Penelitian
Berdasarkan informasi yang didapat melalui penelusuran kepustakaan pada

http://repository.usu.ac.id., bahwa penelitian dengan judul : ”Analisis Hukum
Penyelesaian Utang Piutang Perseroan Terbatas dalam Likuidasi” tidak pernah
dilakukan. Namun, apabila digunakan kata kunci ”Utang piutang + likuidasi
perusahaan” sebagai pencarian, maka hasil yang didapat antara lain :

16

1. Elvira Dewi Ginting, ”Analisis Hukum Mengenai Pengaturan Reorganisasi
Perusahaan Dalam Kaitannya dengan Hukum Kepailitan”, (Tesis : Sekolah
Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2005). Tesis ini membahas
mengenai manfaat reorganisasi perusahaan dan pengaturan reorganisasi
perusahaan dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Dibimbing
oleh Bismar Nasution, Keizerina Devi, dan Sunarmi.
2. Manahan M. P. Sitompul, ”Penyelesaian Sengketa Utang Piutang Perusahaan
Dengan Perdamaian Di Dalam Atau Di Luar Proses Kepailitan (Studi :
Mengenai Lembaga Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang)”, (Disertasi :
Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2009). Disertasi ini
membahas mengenai kinerja lembaga mediasi, sebab-sebab kegagalan upaya
penyelesaian sengketa utang-piutang perusahaan dengan perdamaian melalui
Kepailitan dan PKPU, perbandingan pengaturan reorganisasi perusahaan di
Amerika. Dibimbing oleh Mariam Darus Badrulzaman, Amiruddin Abdul
Wahab, dan Bismar Nasution.
Penulisan penelitian ini memiliki rumusan masalah dan tujuan penelitian yang
berbeda. Begitu juga dengan kajiannya berupa penyelesaian utang-piutang perseroan
terbatas dalam hal perusahaan likuidasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah. Pertanggungjawaban tersebut dapat berupa isi dan contoh kasus yang
dipaparkan dalam tesis ini.

17

F.

Kerangka Teoritis dan Konsepsi

1.

Kerangka Teori
Kerangka teori atau teori yang digunakan adalah untuk menjawab permasalahan

yang disebutkan di atas, yaitu : mengenai pengaturan penyelesaian utang-piutang
pada perseroan terbatas yang dilikuidasi; pelaksanaan penentuan likuidator;
hambatan-hambatan yang ditemukan oleh likuidator. Perkembangan ilmu selalu
dipengaruhi oleh penemuan baru dalam hal metodologi, kontinuitas penelitian dan
kesinambungan eksistensi ilmu itu sendiri. Untuk itu diperlukan adanya suatu teori
yang menjelaskan hubungan di antara data dan fakta walaupun tidak begitu sempurna
tetapi memberi pedoman tentang cara penelitian, tujuan penelitian serta pengumpulan
data. 23
Teori akan berfungsi untuk memberikan petunjuk atas gejala-gejala yang timbul
dalam penelitian. Teori ilmu merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian
dengan objek yang dijelaskannya. Suatu penjelasan biar bagaimanapun meyakinkan,
tetapi harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar. 24 Teori
sebenarnya merupakan suatu generalisasi yang dicapai setelah mengadakan pengujian
dan hasilnya menyangkut ruang lingkup faktor yang sangat luas. Kadang-kadang
dikatakan orang, bahwa teori itu sebenarnya merupakan ”an elaborate hypothesis”,
suatu hukum akan terbentuk apabila suatu teori telah diuji dan diterima oleh ilmuwan,
23

Manahan M. P. Sitompul, “Penyelesaian Sengketa Utang-Piutang Perusahaan Dengan
Perdamaian Di Dalam Atau Di Luar Proses Kepailitan (Studi Mengenai Lembaga Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang)”, (Disertasi : Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara,
2009), hal. 42.
24
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 1994), hal. 27.,
sebagaimana dikutip Ibid.

18

sebagai suatu keadaan yang benar dalam keadaan-keadaan tertentu. 25 Seperti yang
dikemukakan oleh James E. Mauch, Jack W. Birch, sebagai berikut : 26
”Theory explains the relations among facts, though not completely. In turn, they
guide research procedures, objectives and data collection. In (this) general
sense, every thesis or disertation proposal should be based on theory”.
Kerangka teori dan kerangka konsep dalam penelitian ini akan dikemukakan
beberapa teori yang dapat memberikan pedoman dan arahan untuk tercapainya tujuan
penelitian ini yang berasal dari pendapat para ilmuwan dan selanjutnya disusun
beberapa konsep yang bersumber dari berbagai peraturan dan perundang-undangan
yang menunjang tercapainya tujuan penelitian ini. Teori hukum dimaksud adalah
teori kepastian hukum dan teori manfaat hukum.
Kepastian hukum (rule of law) secara normatif adalah ketika suatu peraturan
dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis. Jelas
dalam artian tidak menimbulkan keragu-raguan (multi-tafsir) dan logis dalam artian
kepastian hukum menjadi sistem norma dengan norma lain sehingga tidak
berbenturan atau menimbulkan konflik norma. Konflik norma yang ditimbulkan dari
ketidakpastian aturan dapat berbentuk konstelasi norma, reduksi norma atau distorsi
norma. Menurut David M. Trubek, rule of law merupakan : 27

25

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia Press.,
1996), hal. 126-127.
26
James E. Maruch, Jack W. Birch, Guide To The Succesful Thesis and Disertation, Books in
Library and Information Science, (New York: Marcel Dekker Inc., 1993), hal. 102., sebagaimana
dikutip Ibid.
27
Bismar Nasution, “Modul Perkuliahan : Peranan Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi”,
(Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2009), hal. 7.

19

”Hal penting bagi pertumbuhan ekonomi dan membawa dampak yang luas bagi
reformasi sistem ekonomi di seluruh dunia yang berdasarkan pada teori apa
yang dibutuhkan untuk pembangunan dan bagaimana peranan hukum dalam
perubahan ekonomi.”
Selanjutnya Adam Smith, sebagai bapak perekonomian modern telah
melahirkan ajaran mengenai keadilan (justice) mengatakan bahwa tujuan keadilan
adalah untuk melindungi dari kerugian (”the end of justice is to secure from
injury”). 28 Setiap perusahaan yang akan dilikuidasi sudah pasti ingin menghindari
kerugian yang akan dialaminya di kemudian hari. Jadi, dengan begitu akan tercapai
keadilan bagi pengurus, pengawas, maupun pemegang saham perusahaan.
Penyelesaian utang piutang juga tidak luput dari teori hukum ini, bahwa utang yang
harus dibayar tercapai kesepakatan yang bersifat win-win solution. Piutang yang
ditagih juga harus berkeadilan bagi debitor dan kreditornya. Tata cara penagihan
piutang dan pembayaran utang tersebut dilakukan agar terhindar dari kerugian
(potential losses).
Salah satu unsur rule of law yang dapat mendorong tingkat pertumbuhan
ekonomi adalah kepastian hukum yaitu kepastian berusaha. Lamanya prosedur dalam
berusaha mengakibatkan sulitnya pertumbuhan ekonomi. Banyak aturan yang
tumpang tindih mengakibatkan prosedur yang lama, berbelit-belit dan ekonomi biaya
tinggi. Data yang terkait dengan korupsi, belum berjalan, e-governement dan
transparansi. Aspek certainty dan predicttbiliy belum dilaksanakan secara
28

Ibid, hal. 7.

20

menyeluruh. Kepastian berusaha serta aturan-aturan yang akan ditetapkan harus
melalui proses keterbukaan dan terutama tidak berlaku surut tanpa alasan yang jelas
serta tidak diubah dari waktu ke waktu (predictable), sehingga pengusaha dapat
menyesuaikan kegiatan usahanya berdasarkan aturan dan kebijakan yang sudah ada. 29
Dengan terselesaikannya utang piutang dari perseroan terbatas yang dilikuidasi,
selanjutnya akan tercipta kemanfaatan hukum bagi pihak yang terkait di dalamnya.
Adapun teori manfaat hukum disebut juga dengan teori utilitarian yang dikemukakan
oleh Jeremy Bentham (”greatest amount of happiness for the greatest number of
people”). Baik buruknya hukum harus diukur dari baik buruknya akibat yang
dihasilkan oleh penerapan hukum itu. Suatu ketentuan hukum baru dapat dinilai baik,
jika akibat-akibat yang dihasilkan dari penerapannya adalah kebaikan. 30 Dalam hal
penyelesaian utang piutang perseroan terbatas yang dilikuidasi haruslah memperoleh
hasil yang baik. Maksudnya adalah menekan pihak-pihak yang menderita kerugian,
demi kelancaran proses likuidasi dan orang-orang yang terkait di dalamnya.
Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan dari berbagai kegiatan
manusia, dimana hukum itu harus dilaksanakan. Pelaksanaan hukum dapat
berlangsung secara normal, damai, tetapi dapat juga terjadi berbagai pelanggaran
terhadap hukum. Dalam hal ini hukum harus ditegakkan. Penegakan hukum atau yang
dikenal dengan law enforcement merupakan suatu keharusan untuk mewujudkan

29

Ibid.
Bryan Magee, The Story Of Philosophy : Kisah Tentang Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius,
2008), hal. 182.
30

21

suatu perlindungan dan kepastian hukum. Melalui penegakan hukum itu menjadi
suatu kenyataan yang hidup di dalam masyarakat. 31
Terkait dengan penyelesaian utang piutang perseroan terbatas dalam likuidasi
adalah untuk menegakkan hukum yaitu ketentuan Pasal 142 ayat (2) huruf a, bahwa
setiap terjadi pembubaran Perseroan harus diikuti dengan likuidasi yang dilakukan
oleh likuidator atau kurator. Walaupun sudah ditentukan hal tersebut oleh ketentuan
perundang-undangan namun perseroan terbatas yang ada tetap melakukan
penunjukan Pelaksana Tugas Direksi. Hal ini terjadi karena tidak adanya bagian
hukum, atau orang yang mengerti hukum yang bekerja di perusahaan tersebut. Jadi,
karena kebiasaan memberikan tugas kepada karyawan dengan cara membuat surat
kuasa maka sering disalahgunakan oleh Pelaksana Tugas Direktur tersebut.
Di dalam menegakkan hukum ada 3 (tiga) hal yang harus diperhatikan, di
antaranya : 32 kepastian hukum (rectssicherheit), kemanfaatan (zweckmassigheit), dan
keadilan (gerechtigheit). Kepastian hukum merupakan suatu perlindungan yustiabel
terhadap tindakan sewenang-wenang yang berarti bahwa seseorang akan dapat
memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Masyarakat
mengharapkan adanya kepastian hukum, dimana dengan kepastian hukum masyarakat
akan lebih tertib. Sebaliknya juga masyarakat mengharapkan manfaat dalam
pelaksanaan atau penegakan hukum. Hukum adalah diciptakan untuk mengatur

31

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum : Suatu Pengantar, (Yogjakarta: Liberty, 1995),
hal. 14., sebagaimana dikutip Budi Satrio, “Penegakan Hukum Pidana di Bidang Pasar Modal”, (Tesis:
Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2009).
32
Ibid.

22

manusia, maka pelaksanaan hukum atau penegakan hukum harus memberi manfaat
atau kegunaan bagi masyarakat. Jangan sampai justru karena hukumnya dilaksanakan
atau ditegakkan timbul keresahan di dalam masyarakat.
Jika kepastian hukum sudah tercapai maka kemanfaatan hukum, dan keadilan
hukum juga akan tercapai. Kaitannya dengan penyelesaian utang piutang perseroan
terbatas yang dilikuidasi adalah apabila ketentuan Pasal 142 ayat (2) huruf a., sudah
ditegakkan dari awal pembubaran perseroan maka akan tidak ada masalah
kedepannya seperti penyalahgunaan wewenang Pelaksana Tugas Direksi dan
penggelapan aset perusahaan. Hal ini akan meminimalisir kerugian yang diderita oleh
Perseroan. Oleh karena perseroan tidak menegakkannya maka akibat hukum yang
dialami adalah adanya hambatan-hambatan likuidator pada saat melikuidasi perseroan
terbatas.
Pada akhirnya keadilan juga sangat berperan penting di dalam pelaksanaan dan
penegakan hukum di masyarakat. Jangan ada keberpihakan hukum terhadap salah
satu kepentingan selain kepentingan-kepentingan bersama yang hidup di dalam
masyarakat. Secara umum penegakan hukum dapat diartikan sebagai tindakan
menerapkan perangkat sarana hukum tertentu untuk memaksakan sanksi hukum guna
menjamin penataan terhadap ketentuan yang ditetapkan tersebut, sedangkan menurut
Satjipto Rahardjo penegakan hukum adalah ”suatu proses untuk mewujudkan
keinginan-keinginan hukum (yaitu pikiran-pikiran badan pembuat undang-undang

23

yang dirumuskan dalam peraturan-peraturan hukum) menjadi kenyataan.” 33 Secara
konsepsional, inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan
hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaedah-kaedah dari sikap tindak
sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara, dan
mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Lebih lanjut dikatakan keberhasilan
penegakan hukum mungkin dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mempunyai arti
netral, sehingga dampak negatif atau positifnya terletak pada isi faktor-faktor
tersebut. Faktor-faktor saling berkaitan dengan eratnya, merupakan esensi serta tolok
ukur dari efektivitas penegakaan hukum. Faktor-faktor tersebut antara lain 34 :
1. ”Hukum (undang-undang);
2. Penegakan Hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun
menerapkan hukum;
3. Semua atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum;
4. Masyarakat, yakni dimana hukum tersebut diterapkan;
5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang
didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup”.
Setelah mengetahui pengaturan dan pelaksanaan penyelesaian utang piutang
pada perseroan terbatas yang dilikuidasi selanjutnya apa yang tertulis (das sollen) 35

33

Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum, (Bandung: Sinar Baru, 1988), hal. 24,
sebagaimana dikutip Budi Satrio, Op.cit.
34
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1983), hal. 5.
35
Das Sollen adalah sesuatu yang mengharuskan kita untuk berfikir dan bersikap. Contoh :
norma, kaidah, dan sebagainya. Dapat diartikan bahwa das sollen merupakan kaidah dan norma serta
kenyataan normatif seperti apa yang seharusnya dilakukan.

24

akan dipelajari untuk dilakukan pendekatan dengan contoh kasus yang dibahas pada
penelitian ini (das sein). 36
2.

Kerangka Konsep
Selanjutnya, untuk menghindari kesalahan dalam memaknai konsep-konsep

yang digunakan dalam penelitian ini, maka berikut akan diberikan definisi
operasional dari konsep-konsep yang digunakan, yaitu :
1. Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal,
didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal
dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas serta peraturan
pelaksanaannya. 37
2. Utang adalah kewajiban-kewajiban yang dibuat oleh perusahaan atau
perseroan terbatas dalam hal perdagangannya ataupun perikatan kontrak yang
dilakukan.
3. Piutang adalah hak-hak dari perseroan terbatas yang dibuat oleh perusahaan
karena adanya wanprestasi atau melanggar ketentuan dari kontrak kerja yang
sudah diperbuat.
4. Kreditor adalah pihak (perorangan, organisasi, perusahaan atau pemerintah)
yang memiliki tagihan kepada pihak lain (pihak kedua) atas properti atau

36

Das Sein adalah sesuatu yang merupakan implementasi dari segala hal yang kejadiannya
diatur oleh das sollen dan mogen. Dapat dipahami bahwa das sein merupakan peristiwa konkrit yang
terjadi.
37
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

25

layanan jasa yang diberikan (biasanya dalam bentuk kontrak atau perjanjian)
dimana diperjanjikan bahwa pihak kedua tersebut akan mengembalikan
properti yang nilainya sama atau jasa. Pihak kedua ini disebut sebagai
peminjam atau yang berhutang. Secara singkat dapat dikatakan pihak yang
memberikan kredit atau pinjaman kepada pihak lainnya. Dalam Black’s Law
Dictionary, kreditor (inggris: creditor) adalah ”One to whom a debt is owed;
one who gives credit for money or goods,- Also termeed debtee". Pada kasus
likuidasi, kreditor adalah ”A person or entity with a definite claim against
another, especially a claim that is capable of adjustment and liquidation”.
Pada kasus kepailitan, kreditor adalah ”A person or entity having a claim
against the debtor predating the orther for relief concerning the debtor”. 38
5. Debitor adalah pihak yang berutang ke pihak lain, biasanya dengan menerima
sesuatu dari kreditor yang dijanjikan debitor untuk dibayar kembali pada masa
yang akan datang. Pemberian pinjaman kadang memerlukan juga jaminan
atau agunan dari pihak debitor. Jika seorang debitor gagal membayar pada
tenggat waktu yang dijanjikan, suatu proses koleksi formal dapat dilakukan
yang kadang mengizinkan penyitaan harta milik debitor untuk memaksa
pembayaran. Dalam Black’s law Dictionary, debitor (inggris: debtor) adalah
”One who owes an obligation to an obligation to another, especially an
obligation to pay money”. Pada kasus kepailitan, debitor adalah ” A person

38

Henry Campbell Black, Richard A. Garner (Editor), Black’s law Dictionary, Edisi kedelapan,
(Minnesota: West Group,2004), hal. 1114.

26

who files a voluntary petition or against whom an involuntary petition is filed
– also termed bankrupt”. 39
6. Aktiva adalah sarana atau sumber daya ekonomik yang dimiliki oleh suatu
kesatuan usaha atau perusahaan yang harga perolehannya atau nilai wajarnya
harus diukur secara objektif. 40
7. Passiva adalah pengorbanan ekonomis yang harus dilakukan oleh suatu
perusahaan pada masa yang akan datang, pengorbanan untuk masa yang akan
datang ini terjadi akibat kegiatan usaha kewajiban ini dibedakan menjadi
utang lancar dan utang jangka panjang. 41
8. Likuidasi adalah pembubaran perusahaan sebagai badan hukum yang meliputi
pembayaran kewajiban kepada para kreditor dan pembagian harta yang tersisa
kepada para pemegang saham. Likuidasi dilakukan dalam rangka pembubaran
badan hukum. 42
9. Likuidator adalah orang atau badan yang berwenang untuk menyelesaikan
segala urusan yang berkaitan dengan pembubaran perusahaan. Likuidator
dapat ditunjuk oleh pengadilan atau Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS). 43

39

Ibid, hal. 1219.
Jopie Jusuf, Analisis Kredit Untuk Account Officer, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama,
1995), hal. 6-7.
41
Ralona M., Kamus Istilah Ekonomi Populer,(Jakarta:Niaga Swadaya,2006),hal.221.
42
Likuidasi, menurut Black’s Law Dictionary 8th Edition, yaitu : “with respect with winding up
of affairs of corporation, is process of reducing assets to cash, discharging liabilities and dividing
surplus or loss. Occurs when a corporation distributes its net assets to its shareholders and ceases its
legal existence”.
43
Pasal 152 ayat (1), Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
40

27

10. Perusahaan Dalam Likuidasi adalah setelah suatu perusahaan dinyatakan
dalam dalam likuidasi oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) atau oleh
pihak-pihak lain maka selanjutnya perusahaan tersebut ditulis kata ”Dalam
Likuidasi” di belakang nama perusahaan tersebut. 44
Kerangka konsep digunakan untuk mengabstraksikan gejala atau fenomena
yang akan diteliti. Penyelesaian utang-piutang misalnya, adalah suatu konsep yang
dipakai untuk menggambarkan cidera janji atau ”wanprestasi”. Dengan kata lain,
konsep merupakan generalisasi dari sekelompok fenomena tertentu, sehingga dapat
dipakai untuk menggambarkan berbagai fenomena yang sama. Atau dapat pula
dikatakan bahwa konsep adalah suatu kata atau lambang yang menggambarkan
kesamaan-kesamaan dalam berbagai gejala walaupun berbeda. 45

G.

Metode Penelitian
Penelitian merupakan sarana ilmu pengetahuan dan teknologi. Penelitian

dilakukan untuk mencari kegunaan atau mencari jawaban dari keingintahuan.
Pengetahuan dan teknologi diperoleh saat ini dipastikan melalui kegiatan penelitian
termasuk ilmu-ilmu sosial yang di dalamnya termasuk ilmu hukum. 46
Penelitian mengandung metode atau cara yang harus dilalui sebagai syarat
dalam penelitian. Metode dilaksanakan pada setiap kegiatan penelitian didasarkan

44

Pasal 143 ayat (2), Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, (Jakarta: Granit, 2004), hal. 27.
46
Muhamad Muhdar, “Bahan Kuliah Metode Penelitian Hukum : Sub Pokok Bahasan Penulisan
Hukum”, (Balikpapan: Universitas Balikpapan, 2010), hal. 2.
45

28

pada cakupan ilmu pengetahuan yang mendasari kegiatan penelitian. Meskipun
masing-masing terdapat karakteristik metode yang digunakan pada setiap kegiatan
penelitian, akan tetapi terdapat prinsip-prinsip umum yang harus dipahami oleh
semua peneliti seperti pemahaman yang sama terhadap validitas dari hasil capaian
termasuk penerapan prinsip-prinsip kejujuran ilmiah. 47 Kejujuran ilmiah adalah kode
etik penulisan karya tulis ilmiah, yaitu :
1. ”Menjunjung tinggi posisi terhormat penulis sebagai orang terpelajar,
kebenaran hakiki informasi yang disebarluaskan dan tidak menyesatkan orang
lain;
2. Tidak menyulitkan pembaca dengan tulisan yang dibuat;
3. Memperhatikan kepentingan penerbit penyandang dana penerbitan dengan
cara mempadatkan tulisan agar biaya pencetakan bisa ditekan;
4. Memiliki kesadaran akan perlunya bantuan penyunting sebagai jembatan
penghubung dengan pembaca;
5. Teliti, cermat, mengikuti petunjuk penyunting mengenai format dan
sebagainya;
6. Tanggap dan mengikuti usul/saran penyunting;
7. Bersikap jujur mutlak diterapkan kepada diri sendiri dan umum dengan tidak
menutupi kelemahan diri;
8. Menjunjung tinggi hak, pendapat, temuan orang lain dengan cara tidak
mengambil ide orang lain diakui sebagai ide/gagasan sendiri;
9. Mengakui hak cipta/Hak Kekayaan Intelektual dengan cara tidak melakukan
plagiat atas tulisan sendiri dan orang lain”. 48
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan
pendekatan juridis normatif. 49 Objek penelitian adalah penyelesaian utang piutang

47

Ibid.,hal.2.
Etika Penulisan Ilmiah, (DITJEN DIKTI : Lokakarya Pelatihan Penulisan Artikel Ilmiah yang
diselenggarakan DP2M), hal. 2-6., seperti yang diringkas/disarikan oleh M. A. Rifai., dalam
Munandir., “Kode Etik Menulis : Butir-Butir”, www.unissula.ac.id /perpustakaan/.../Munandir%20
(kode%20etik).ppt., diakses pada 25 Mei 2010.
49
Adapun tahap-tahap dalam analisis yuridis normatif adalah : merumuskan azas-azas hukum
dari data hukum positif tertulis; merumuskan pengertian-pengertian hukum; pembentukan standarstandar hukum; dan perumusan kaidah-kaidah hukum. Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode
Penelitian Hukum, (Jakarta : Rajawali Press, 2010), hal. 166-167.
48

29

perseroan terbatas dalam likuidasi, yang menjadi contoh untuk penelitian ini adalah
PT. Schutter Indonesia.
1.

Jenis dan Sifat Penelitian
Pada penelitian hukum, tidak semua masalah-masalah kemasyarakatan dapat

dijadikan masalah dalam penelitian. Masalah yang diangkat dalam penelitian ini
haruslah mengandung issu hukum yaitu masalah likuidasi PT. Schutter Indonesia.
Jadi, jenis penelitian yang digunakan adalah menggunakan pendekatan kasus (case
approach). 50 Untuk selanjutnya akan dilakukan pendekatan peraturan perundangundangan

(statute

approach).

Pendekatan

ini

adalah

memisahkan

dan

mengelompokkan mana yang merupakan kaidah hukum dan mana yang bukan kaidah
hukum.
Sedangkan sifat penelitian dari penulisan tesis ini adalah deskriptif yang
ditujukan untuk menggambarkan secara tepat, akurat, dan sistematis mengenai gejalagejala hukum terkait dengan peranan hukum dalam pembangunan ekonomi studi
terhadap penyelesaian utang-piutang dalam perseroan terbatas yang dilikuidasi.
2.

Sumber Bahan Hukum
Pada penelitian hukum dengan studi kasus yang dilakukan ini maka maka

sumber bahan hukum yang digunakan dapat dibagi ke dalam beberapa kelompok,
yaitu :
1. Bahan hukum primer, meliputi seluruh peraturan perundang-undangan yang
relevan dengan permasalahan dan tujuan penelitian, antara lain : Undang50

Pendekatan Kasus (case approach) adalah dimaksudkan untuk mempelajari secara intensif
tentang latar belakang masalah keadaan dan posisi suatu peristiwa.

30

Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing; Undang-Undang
No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan; Undang-Undang No. 10
Tahun 1998 tentang Perbankan; Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal; Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan
Terbatas; Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang; Undang-Undang No. 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas; Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1999
tentang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank; Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata); dan peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan penelitian ini.
2. Bahan hukum sekunder digunakan untuk membantu memahami berbagai
konsep hukum dalam bahan hukum primer, analisis bahan hukum primer
dibantu oleh bahan hukum sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber baik
jurnal, buku-buku, makalah, serta karya ilmiah mengenai likuidasi, kepailitan,
reorganisasi perusahaan, dan restrukturisasi, berita, ulasan media, juga
sumber-sumber lain yang relevan dengan penyelesaian hutang-piutang
perseroan terbatas dalam likuidasi. Bahan hukum sekunder pada penelitian
hukum ini adalah Laporan Pertanggungjawaban Likuidator PT. Schutter
Indonesia (Dalam Likuidasi).
3. Bahan hukum tertier diperlukan dipergunakan untuk berbagai hal dalam hal
penjelasan makna-makna kata dari bahan hukum sekunder dan bahan hukum
primer, khususnya kamus-kamus hukum dan ekonomi.

31

3.

Teknik Pengumpulan Data
Seluruh bahan hukum dikumpulkan dengan menggunakan tekhnik studi

kepustakaan 51 (library research) dan studi dokumen dari berbagai sumber yang
dipandang relevan, antara lain mengenai utang piutang dalam hukum keperdataan dan
perseroan

terbatas

dalam

likuidasi.

Perpustakaan

yang

digunakan

adalah

Perpustakaan Universitas Sumatera Utara dan Perpustakaan Cabang Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara. Kasus yang digunakan diambil dari likuidator langsung
PT. Schutter Indonesia sebagai contoh kasus pada tesis ini.
4.

Analisis Data
Bahan hukum primer yang terinventarisasi terlebih dahulu disistematisasikan

sesuai dengan substansi yang diatur dengan mempertimbangkan relevansinya
terhadap rumusan permasalahan dan tujuan penelitian. Kemudian dilakukan
prediktabilitas hukum, mencari keadilan hukum, perlindungan hukum, dan lain-lain. 52
Penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan logika berfikir deduktif
induktif yaitu dilakukan dengan teori yang digunakan dijadikan sebagai titik tolak
untuk melakukan penelitian. Deduktif artinya menggunakan teori sebagai alat, ukuran
dan bahkan instrumen untuk membangun hipotesis, sehingga secara tidak langsung
51

Menurut Bambang Sunggono, studi kepustakaan dapat membantu peneliti dalam berbagai
keperluan, misalnya : a) Mendapatkan gambaran atau informasi tentang penelitian yang sejenis dan
berkaitan dengan permasalahan yang diteliti; b) Mendapatkan metode, teknik, atau cara pendekatan
pemecahan permasalahan yang digunakan; c) Sebagai sumber data sekunder; d) Mengetahui historis
dan perspektif dari permasalahan penelitiannya; e) Mendapatkan infor