Akibat Hukum Restrukturisasi Perseroan Terbatas Melalui Pemisahan Usaha

(1)

AKIBAT HUKUM RESTRUKTURISASI PERSEROAN TERBATAS MELALUI PEMISAHAN USAHA

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH:

OREN RIFF MILANO M NIM: 100200299

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

AKIBAT HUKUM RESTRUKTURISASI PERSEROAN TERBATAS MELALUI PEMISAHAN USAHA

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH:

OREN RIFF MILANO M NIM: 100200299

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI Disetujui Oleh:

Ketua Departemen Hukum Ekonomi

Windha S.H.,M.Hum NIP. 197501122005012002

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Ramli Siregar, S.H.,M.Hum Windha S.H.,M.Hum

NIP. 195303121983031002 NIP. 197501122005012002

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

ABSTRAK

AKIBAT HUKUM RESTRUKTURISASI PERSEROAN TERBATAS MELALUI PEMISAHAN USAHA

*)Oren Riff Milano M **)Ramli Siregar ***)Windha

Mengingat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas khususnya dalam Bab VIII pada pasal 126, pasal 127, pasal 128, telah diatur mengenai pemisahan perseroan. Selanjutnya pada pasal 135, pemisahan dibedakan atas pemisahan murni dan pemisahan tidak murni (spin off) maka dengan adanya Undang-Undang Perseroan Terbatas ini dapat memberikan manfaat bagi

pengelolahan perseroan guna meningkatkan kinerjanya, sehingga spin off perlu dilakukan dalam restrukturisasi perseroan dan melalui proses pelaksanaannya dalam restrukturisasi perseroan mampu menghasilkan peran pranata spin off yang berguna untuk mencapai tujuan dari restrukturisasi perseroan di Indonesia.

Penelitian ini mengunakan metode penelitian normatif dengan pendekatan yang bersifat kualitatif, yakni mengacup ada nilai dan norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Sebagai bahan hukum primer digunakan dalam penelitian ini adalah Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Penelitian ini menunjukan Spin off perlu dilakukan di dalam restrukturisasi perseroan, karena ada beberapa alasan penting bagi perseroan untuk melakukan restrukturisasi antara lain karena persaingan, fleksibilitas dan biaya awal yang begitu tinggi. Proses pelaksanaan spin off dalam suatu perseroan pre-spin off dalam hal ini merupakan keadaan sebelum spin off dimana dalam tahap ini, tugas dari seluruh jajaran direksi maupun manajemen kedua atau lebih perseroan untuk mengumpulkan informasi yang kompeten dan signifikan untuk kepentingan proses spin off perseroan-perseroan tersebut. Akibat hukum dari spin off terhadap perseroan yang dipisahkan dari perseroan yang merupakan hasil pemisahan. Latar belakang terbentuknya spin off adalah adanya rencana perubahan holding company (induk perusahaan) dari bentuk operating holding menjadi non operating holding dengan alasan agar lebih fokus dalam pengelolahan sinergi korporasi antara sesama perseroan yang kelak menjadi anak perseroan.

Kata kunci: Pemisahan, Restrukturisasi, Perseroan Terbatas. *)Mahasiswa Fakultas Hukum USU

**)Dosen Pembimbing I ***)Dosen Pembimbing II


(4)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur atas berkat Rahmat Tuhan Yang Maha Esa, penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi dengan tepat waktunya. Skripsi ini dilakukan bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan studi pada Program Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.

Skripsi ini diberi judul “AKIBAT HUKUM RESTRUKTURISASI PERSEROAN TERBATAS MELALUI PEMISAHAN USAHA” Dengan adanya penulisan skripsi ini penulis berharap agar para pembaca dapat memaklumi kekurangan dari penulis karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan serta bahan-bahan refrensi. Semoga dari skripsi ini, pembaca dapat mengerti, memahami serta memberikan manfaat kepada pembaca.

Demi kelancaran penyelesaian skripsi ini penulis telah banyak menerima bantuan dari berbagai pihak baik dukungan moril dan materil. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof.Dr.Runtung Sitepu, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan;

2. Bapak Prof.Dr.Budiman Ginting, S.H., M.Hum selaku Pembantu Dekan I, Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H., M.Hum. selaku Pembantu Dekan II dan Bapak Dr.OK. Saidin, S.H., M.H. selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan;

3. Ibu Windha, S.H., M.Hum selaku Ketua Bagian Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, dan sekaligus sebagai Dosen Pembimbing II yang telah sangat peduli dan memberikan bimbingan bagi penulis terhadap penulisan skripsi;


(5)

4. Bapak Ramli, S.H, M.Hum selaku Sekretaris bagian Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, dan sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I yang telah sangat peduli dan memberikan bimbingan bagi penulis.terhadap penulisan skripsi;

5. Teristimewa kepada orangtuaku, Malaudin Rikson Malau, STh, M.Th dan Titien Hermaeni Sri Hartati, kakakku Prima Citrayu Christiana dan abangku Putragung Pranata Malau yang telah banyak memberi semangat, kekuatan, motivasi serta doa kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan tepat pada waktunya di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan;

6. Bapak Edy Murya, S.H selaku Dosen Wali/Penasehat Akademik Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan;

7. Seluruh Bapak/Ibu Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah banyak mendidik selama proses perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan;

8. Orang yang spesial bagi penulis, Stevany Claudia yang telah memberikan bantuan, dukungan, dan semangat;

9. Abang-Abang yang selalu sedia membantu dalam menyelesaikan tugas perkuliahan Jois Markus Bangun, Ivan Giovani Sembiring Colia dan Hermansyah, Lincoln Sirait;

10.Sahabat-Sahabat yang selalu setia memberikan motivasi, sedia membantu dan berdoa untuk penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi, Budi Ryando Sidabukke, Benny Suryadi BM, Daniel Clinton Siregar, Eduard Lumbantobing, Chandra Samosir, Lorenza Sianturi, Ray Sihombing;


(6)

11.Seluruh kawan-kawan Fakultas Hukum USU angkatan 2010 yang telah berjuang bersama penulis menuntut ilmu mulai dari awal masuk perkuliahan;

12.Seluruh kawan-kawan Ikatan Mahasiswa Hukum Ekonomi (IMAHMI) stambuk 2010.

Demikianlah penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada yang mendukung sehingga skripsi ini dengan diselesaikan dengan lancar dan kira Tuhan Yang Maha Esa memberikan yang terbaik buat kita semua.

Medan, 03 Juli 2015 Penulis


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...i

DAFTAR ISI...v

ABSTRAK... vi

BAB I :PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang... 1

B. Perumusan Masalah... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan...7

D. Keaslian Penulisan... 8

E. Tinjauan Kepustakaan...9

F. Metode Penulisan...12

G. Sistematika Penulisan...14

BAB II : Pemisahan Usaha Perseroan Terbatas Menurut Undang Undang Nomor 40 Tahun 2007...17

A. Pengelolaan Perseroan Terbatas...17

B. Pihak-Pihak yang Berperan Dalam Pemisahan Perseroan Terbatas... 25

C. PelaksanaanPemisahan Usaha yang Dilakukan oleh Perseroan Terbatas...43


(8)

BAB III : Pemisahan Digunakan Sebagai Salah Satu Bentuk

Restrukturisasi Perseroan Terbatas...49

A. Penyebab Restruktursasi Perseroan Terbatas...49

B. PemisahanDigunakan Sebagai Salah Satu Bentuk Restruktuisas i Perseroan Terbatas... 54

C. Hambatan-Hambatan Pemisahan Usaha Dalam Restrukturisasi Perseroan Terbatas... 61

BAB VI : Akibat Hukum Restrukturisasi Perseroan Terbatas Melalui Pemisahan Usaha...65

A. Kedudukan Kreditur dalam Pemisahan Usaha Perseroan Terbatas... 65

B. Akibat Hukum Pemisahan Usaha Perseroan Terbatas Terhadap Para Kreditur... 71

C. PerlindunganHukum Kepada Kreditur Dalam PemisahanUsaha Perseroan Terbatas... 73

BAB V :PENUTUP...84

A. Kesimpulan...84

B. Saran...85


(9)

ABSTRAK

AKIBAT HUKUM RESTRUKTURISASI PERSEROAN TERBATAS MELALUI PEMISAHAN USAHA

*)Oren Riff Milano M **)Ramli Siregar ***)Windha

Mengingat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas khususnya dalam Bab VIII pada pasal 126, pasal 127, pasal 128, telah diatur mengenai pemisahan perseroan. Selanjutnya pada pasal 135, pemisahan dibedakan atas pemisahan murni dan pemisahan tidak murni (spin off) maka dengan adanya Undang-Undang Perseroan Terbatas ini dapat memberikan manfaat bagi

pengelolahan perseroan guna meningkatkan kinerjanya, sehingga spin off perlu dilakukan dalam restrukturisasi perseroan dan melalui proses pelaksanaannya dalam restrukturisasi perseroan mampu menghasilkan peran pranata spin off yang berguna untuk mencapai tujuan dari restrukturisasi perseroan di Indonesia.

Penelitian ini mengunakan metode penelitian normatif dengan pendekatan yang bersifat kualitatif, yakni mengacup ada nilai dan norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Sebagai bahan hukum primer digunakan dalam penelitian ini adalah Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Penelitian ini menunjukan Spin off perlu dilakukan di dalam restrukturisasi perseroan, karena ada beberapa alasan penting bagi perseroan untuk melakukan restrukturisasi antara lain karena persaingan, fleksibilitas dan biaya awal yang begitu tinggi. Proses pelaksanaan spin off dalam suatu perseroan pre-spin off dalam hal ini merupakan keadaan sebelum spin off dimana dalam tahap ini, tugas dari seluruh jajaran direksi maupun manajemen kedua atau lebih perseroan untuk mengumpulkan informasi yang kompeten dan signifikan untuk kepentingan proses spin off perseroan-perseroan tersebut. Akibat hukum dari spin off terhadap perseroan yang dipisahkan dari perseroan yang merupakan hasil pemisahan. Latar belakang terbentuknya spin off adalah adanya rencana perubahan holding company (induk perusahaan) dari bentuk operating holding menjadi non operating holding dengan alasan agar lebih fokus dalam pengelolahan sinergi korporasi antara sesama perseroan yang kelak menjadi anak perseroan.

Kata kunci: Pemisahan, Restrukturisasi, Perseroan Terbatas. *)Mahasiswa Fakultas Hukum USU

**)Dosen Pembimbing I ***)Dosen Pembimbing II


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Badan usaha adalah sebuah organisasi yang bergerak dalam bidang usaha tertentu yang dilingkupi oleh aspek hukum, tehnis dan ekonomi.1 Badan usaha dengan perusahaan merupakan hal yang berbeda dimana badan usaha adalah wadah untuk satu atau banyak perusahaan yang mempunyai tujuan mencari untung dari kegiatan dan resiko yang telah dilakukan, maka badan usaha adalah wadah dimana perusahaan melakukan pengelolaan terhadap faktor-faktor produksi.

Beberapa faktor penting yang layak diperhatikan saat ingin mendirikan sebuah badan usaha. Faktor-faktor tersebut antara lain : barang atau jasa yang akan diproduksi, metode pemasaran hasil produksi barang dan jasa, pengaturan struktur organisasi dalam badan usaha dan jenis badan usaha yang akan dijalankan.

Pendirian sebuah badan usaha, dalam hal ini badan usaha yang dikelola oleh swasta, baik berupa PT, CV, Firma, maupun Koperasi akan melewati beberapa proses. Dimulai dari rapat umum pemegang saham, pembuatan akte notaris, dan lain sebagainya. Bila badan usaha telah berdiri dan berproduksi, maka selanjutnya ada hak konsumen. Peran konsumen sangat penting dalam perkembangan suatu badan usaha.

1


(11)

Perseroan Terbatas atau selanjutnya disebut PT pada zaman dulu disebut juga Naamloze Vennootschap (NV) adalah badan hukum untuk menjalankan usaha yang memiliki modal terdiri dari saham-saham, yang pemiliknya memiliki bagian sebanyak saham yang dimilikinya. Karena modalnya terdiri dari saham-saham yang diperjualbelikan, perubahan kepemilikan perusahaan dapat dilakukan tanpa perlu membubarkan perusahaan.2

Pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Perseroan Terbatas merupakan badan usaha dan besarnya modal perseroan tercantum dalam anggaran dasar. Kekayaan perusahaan terpisah dari kekayaan pribadi pemilik perusahaan sehingga memilki harta kekayaan sendiri.

Setiap orang dapat memiliki lebih dari satu saham yang menjadi bukti kepemilikan perusahaan. Pemilik saham mempunyai tanggung jawab yang terbatas, yakni sebanyak saham yang dimiliki. Apabila perusahaan mendapat keuntungan maka keuntungan tersebut dibagikan sesuai dengan bagian-baigan keuntungan yang disebut dividen yang besarnya tergantung pada besar-kecilnya keuntungan yang diperoleh perseroan terbatas dan jumlah saham yang dimiliki oleh pemegang saham. Serta apabila utang perusahaan melebihi kekayaan perusahaan, maka kelebihan utang tersebut bukan merupakan tanggung jawab para pemegang saham.

Selain saham, modal PT dapat pula berasal dari obligasi. Obligasi merupakan penggadaian suatu surat pengakuan hutang atas pinjaman uang yang dihimpun dari masyarakat dengan imbalan bunga tertentu yang dibayarkan secara

2


(12)

berkala. Keuntungan yang diperoleh pemegang obligasi adalah bunga tetap tanpa menghiraukan untung atau ruginya perseroan terbatas tersebut.

Perseroan Terbatas (PT) merupakan suatu badan usaha yang populer karena memiliki sifat, ciri khas, dan keistimewaan yang tidak dimiliki oleh bentuk badan usaha lainnya. Jenis-jenis perseroan terbatas yang ada di Indonesia adalah Perseroan Terbatas Terbuka, Perseroan Terbatas Tertutup, Perseroan Terbatas Kosong, Perseroan Terbatas Asing, Perseroan Terbatas Domestik, Perseroan Terbatas Perseorangan.

Mendirikan suatu perusahaan atau perseroan dibutuhkan uang dan waktu dalam menciptakan bisnis yang sungguh-sungguh dalam mendapatkan pendanaan awal untuk membeli atau menyewa aset yang diperlukan dalam pengelolaan perseroan dalam membangun kemajuan kegiatan usaha perseroan. Melakukan kegiatan usaha tidak semua usaha perseroan berhasil seperti yang diharapkan. Perseroan yang kurang berhasil ditandai oleh penurunan kinerja bisnis mereka dalam melakukan kegiatan usahanya. Meskipun diadakan tindakan korektif yang tetap tidak jarang mereka terpaksa menutup usahanya (Bankrupt). Penurunan kinerja bisnis, termasuk penurunan kondisi keuangan timbul karena berbagai macam faktor intern dan ekstern perseroan.

Beberapa faktor-faktor penyebab tersebut adalah :3 1. Menurunnya jumlah pendapatan dari tahun ke tahun ;

2. Jumlah piutang dagang meningkat secara tidak proposional dibandingkan dengan peningkatan jumlah pendapatan ;

3


(13)

3. Menumpuknya jumlah persediaan bahan baku, barang setengah jadi, dan barang jadi ;

4. Struktur pendanaan Operasi Bisnis yang kurang sehat, jumlah utang terlalu besar dibandingkan dengan jumlah modal sendiri ( meningkatnya debts to equity ratio ) ;

5. Meningkatnya jumlah biaya operasional ;

6. Manajemen atau karyawan menyalahgunakan harta perseroan untuk memenuhi kebutuhan pribadi ;

7. Krisis ekonomi nasional, regional, maupun internasional ;

8. Kehidupan politik nasional dan/atau internsional yang tidak stabil ; 9. Bencana alam ;

Faktor-faktor tersebut diatas adalah faktor-faktor yang dapat menimbulkan penurunan kinerja bisnis dari suatu perseroan menurun.

Upaya yang dilakukan untuk mengatasi keadaan demikian adalah restrukturisasi usaha. Restrukturisasi usaha yang sering disebut Delayering diartikan sebagai cara memperbesar ataupun memperkecil struktur perusahaan. Dalam hal ini restrukturisasi usaha dilakukan guna menyelamatkan perusahaan dari kebangkrutan.

Restrukturisasi perseroan terbatas yang dilakukan wajib memperhatikan kepentingan perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan PT, kreditor dan mitra usaha lainnya dari PT, masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.4 Direksi PT yang melakukan restrukturisasi wajib mengumumkan ringkasan rancangan restrukturisasi dalam surat kabar dan mengumumkan secara

4


(14)

tertulis kepada karyawan PT yang melakukan restrukturisasi dalam jangka waktu 30 hari sebelum pemanggilan RUPS. Dalam jangka waktu 14 hari setelah pengumuman tersebut, kreditor dapat mengajukan keberatan kepada PT yang melakukan restrukturisasi, lebih dari 14 hari kreditor dianggap menyetujui. Selama belum tercapai kesepakatan dalam merestrukturisasi perseroan maka restrukturisasi perseroan tidak dapat dilaksanakan.

Salah satu bentuk restrukturisasi usaha ialah Pemisahan Usaha (Spin-off) yang merupakan salah satu cara “pemisahan” usaha perseroan pada perseroan terbatas (PT) membentuk suatu perusahaan baru. Spin-off dilakukan oleh perusahan agar perusahaan tersebut mempunyai anak perusahaan dan anak perusahaan tersebut bisa mengalami kemajuan dari induk perusahaan, sebagaimana dalam Spin-off, aktiva dan pasiva suatu perseroan terbatas beralih karena hukum kepada satu perseroan atau lebih, dimana perseroan yang melakukan pemisahan tersebut masih tetap ada. Pada Spin-off, sebagian aktiva dan pasiva suatu perseroan beralih karena hukum kepada suatu perseroan baru (perseroan yang memisahkan diri), maka demikian Entity dan pemegang saham atau (owners) pada perseroan yang melakukan pemisahan tersebut adalah juga menjadi entity dan owners di perseroan baru yang memisahkan diri. Dengan demikian, hubungan hukum diperseroan yang memisahkan masih tetap ada.

Pemisahan usaha merupakan perbuatan hukum yang dilakukan oleh Perseroan Terbatas untuk memisahkan usahanya yang mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada 2 (dua) perseroan atau lebih atau sebagian aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum kepada 1 (satu) Perseroan atau lebih.


(15)

Tujuan Spin-off adalah untuk meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan kepada customer dalam upaya meningkatkan pendapatan perseroan atas kegiatan usaha yang dilakukan. Diharapkan melalui pemisahan usaha anak perusahan yang dibentuk akan dapat berkembang dan menghasilkan keuntungan yang signifikan bagi perusahaan induk.

Proses restrukturisasi melalui mekanisme Spin-off tentunya harus memperhatikan akibat hukumnya terhadap operasional perusahaan secara komprehensif baik menyangkut efektivitas kerja, karyawan, struktur-struktur organisasi perusahaan serta perpajakan. Dalam kaitan aset yang dimiliki perseroan terdapat akibat hukum terhadap kreditur. Akibat hukum tersebut berupa modal yang dimasukkan kedalam perseroan terkait bagaimana pertanggungjawaban perseroan kepada kreditur.

Akibat yang timbul dalam pemisahan usaha tidak dapat merugikan para pihak yang berkepentingan di dalam perseroan. Dalam hal ini, para pihak yang berkepentingan dalam PT, yakni Stakeholder merupakan pihak harus dilindungi haknya karena mempunyai hak atas PT sesuai kepentingannya dalam PT. Oleh karena itu, perlu adanya aturan hukum yang secara tegas dan jelas yang mengatur mengenai pemisahan usaha suatu perseroan terbatas. Di Indonesia belum ada aturan hukum yang secara tegas mengatur mengenai pemisahan usaha PT.

Berdasarkan hal-hal yang telah penulis uraikan di atas, inilah latar belakang yang menjadi alasan dipilih dan diangkatnya penelitian berjudul : “AKIBAT HUKUM RESTRUKTURISASI PERSEROAN TERBATAS MELALUI PEMISAHAN USAHA”


(16)

B. Perumusan Masalah

Dari uraian diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana pemisahan usaha oleh perseroan terbatas menurut

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas?

2. Bagaimana pemisahan digunakan sebagai salah satu bentuk restrukturisasi perseroan terbatas?

3. Bagaimana akibat hukum restrukturisasi perseroan terbatas melalui pemisahan perseroan?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan penulisan adalah

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian skripsi ini antara lain:

a. Untuk mengetahui bagaimana pemisahan usaha oleh perseroan terbatas menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

b. Untuk mengetahui bagaimana pemisahan digunakan sebagai salah satu bentuk restrukturisasi perseroan terbatas.

c. Untuk mengetahui akibat hukum restrukturisasi perseroan terbatas melalui pemisahan perseroan terbatas.

2. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini antara lain: a. Secara teoritis,


(17)

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dibidang ilmu hukum khususnya tentang akibat hukum restrukturisasi perseroan terbatas melalui pemisahan perseroan. Bagi para yang berkepentingan, yakni; para Pembentuk Undang-Undang, memberikan masukan akibat hukum restrukturisasi perseroan terbatas melalui pemisahan.

b. Secara praktis,

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat membuka cakrawala pikir dan menjadi bahan sumbangan pemikiran bagi pemerintah Indonesia dalam mengetahui akibat hukum restrukturisasi perseroan terbatas melalui pemisahan usaha.

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan hasil penelitian di perpustakaan Universitas Sumatera bahwa judul tentang Akibat Hukum Restrukturisasi Perseroan Terbatas Melalui Pemisahan Usaha, maka diketahui bahwa belum ada penelitian yang serupa dengan apa yang menjadi bidang dan ruang lingkup penelitian penulis ini. Oleh karena itu, penulis berkeyakinan bahwa penelitian yang penulis lakukan ini jelas dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, karena senantiasa memperhatikan ketentuan-ketentuan atau etika penelitian yang harus dijunjung tinggi bagi peneliti atau akademisi.


(18)

E. Tinjauan Kepustakaan

Badan usaha dengan perusahaan merupakan hal yang berbeda. Bila, badan usaha adalah wadah untuk satu atau banyak perusahaan yang mempunyai tujuan mencari untung dari kegiatan resiko yang telah dilakukan, maka badan usaha adalah wadah dimana perusahaan melakukan pengelolaan terhadap faktor-faktor produksi.

Badan usaha mempunyai peranan yang tidak bisa disepelekan. Badan usaha berperan sebagai seumber pendapatan dalam negeri (pajak), penyedia barang dan jasa yang akan diproduksi, dan sebagai penyedia lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia.

Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta pelaksanaan.5 Perseroan terbatas merupakan badan usaha dan besarnya modal perseroan tercantum dalam anggaran dasar.

Perseroan terbatas dikelola oleh organ-organ yakni; Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi, Komisaris. Rapat umum pemegang saham merupakan organ perseroan yang kedudukannya sebagai organ yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan.6 Perseroan terbatas dijalankan oleh direksi, yang mana kedudukan direksi sebagai penanggung jawab penuh dan berwenang atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan, baik didalam maupun diluar pengadilan sesuai dengan

5

Tim Redaksi, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Yogyakarta: Redaksi Aksara Sukses,2013), hlm.8.


(19)

ketentuan anggaran dasar.7 Dalam hal fungsi pengawasan yang bertugas adalah komisaris yang melakukan pengawasan seccara umum dan /khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada direksi.8

Pengertian perseroan terbatas menurut para ahli :

1. Menurut Soemitro perseroan terbatas adalah suatu bentuk badan usaha yang di tahun-tahun akhir banyak dipakai pedagang-pedagang, pengusaha-pengusaha dan sebagainya, untuk mencapai maksud dan tujuan dalam lapangan industry, perdagangan dan sebagainya dan berstatus badan hukum.9 2. Menurut Gunawan Widjaja, “perseroan” menunjuk kepada modalnya yang terdiri atas sero (saham), sedangkan kata “terbatas” menunjuk kepada tanggung jawab pemegang saham yang tidak melebihi nilai nominal saham yang diambil bagian dari miliknya.10

3. Menurut C.S.T. Kansil perseroan terbatas adalah suatu bentuk perseroan yang didirikan untuk menjalankan suatu perusahaan dengan modal perseroan tertentu yang terbagi atas saham-saham, dalam mana para pemegang saham (persero) ikut serta dengan mengambil satu saham atau lebih dan melakukan perbuatan-perbuatan hukum dibuat oleh nama bersama, dengan tidak bertanggung-jawab sendiri untuk persetujuan-persertujuan perseroan itu (dengan tanggung-jawab yang semata-mata terbatas pada modal yang mereka setorkan).11

7

Ibid.

8

Ibid.

9

Soemitro Rahmat, Hukum Perseroan Terbatas (Bandung : Eresco, 1993), hlm.21. 10

Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis:Perseroan Terbatas (Jakarta: Raja Grafindo Persada,2000), hlm.27.

11

C.S.T. Kansil, Seluk Beluk Perseroan Terbatas Menurut Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hlm.44.


(20)

Adapun beberapa jenis restrukturisasi yang terdapat di perseroan terbatas yakni, penggabungan, peleburan, pengambil alihan, dan pemisahan. Restrukturisasi dilakukan dengan memperhatikan kepentingan perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan perseroan terbatas, masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.12

Direksi perseroan terbatas yang melakukan restrukturisasi wajib mengumumkan ringkasan rancangan restrukturisasi paling sedikit dalam satu surat kabar dan mengumumkan secara tertulis kepada karyawan perseroan terbatas yang akan melakukan restrukturisasi dalam jangka waktu paling lama 30 hari sebelum pemanggilan RUPS. Di dalam perseroan terbatas ada pihak yang diangkat sebagai pemangku kepentingan yang disebut stakeholder. Pemangku kepentingan adalah terjemahan dari kata stakeholder dapat diartikan sebagai segenap pihak yang terkait dengan isu dan permasalahan yang sedang diangkat. Stakeholder dalam hal ini dapat juga dinamakan pemangku kepentingan.13

F. Metode Penulisan 1. Spesifikasi penelitian

Penelitian yang dipergunakan dalam menyelesaikan skripsi ini bersifat deskriptif yang mengacu kepada penelitian hukum normatif yaitu mengkaji ketentuan-ketentuan tentang akibat hukum restrukturisasi perseroan terbatas . Adapun metode pendekatan yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis.

12

http://ideapahlevi.blogspot.com/2013/08/pemisahan-sebagai-salah-satu-metode.html


(21)

Penelitian normatif dapat dikatakan juga dengan penelitian sistematik hukum sehingga bertujuan mengadakan identifikasi terhadap pengertian-pengertian pokok/dasar dalam hukum, yakni masyarakat hukum, subyek hukum, hak dan kewajiban, peristiwa hukum, hubungan hukum dan obyek hukum.14

2. Data penelitian

Sumber data adalah subjek dari mana data dapat diperoleh.15 Sumber data dapat dari data primer dan data sekunder. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder, dimana data yang diperoleh secara tidak langsung.

a. Bahan hukum primer

Diperoleh melalui Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, hukum ditempatkan sebagai terikat dan faktor-faktor non-hukum yang mempengaruhi non-hukum dipandang sebagai variabel bebas dan peraturan lainnya.

b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder berupa buku-buku, karya-karya ilmiah, artikel serta jenis tulisan lain yang ada hubungannya dengan permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini;

c. Bahan hukum tersier

14

Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), hlm.15.

15

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm.172.


(22)

Bahan hukum tersier berupa bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti Kamus Hukum dan Kamus Bahasa Indonesia dan lain sebagainya.

3. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan skripsi adala h dengan penelusuran pustaka (library research) yaitu mengumpulkan data dari informasi dengan bantuan buku, karya ilmiah dan juga perundang-undangan yang berkaitan dengan materi penelitian.

Menurut M. Nazil dalam bukunya, dikemukakan bahwa studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan dan laporanlaporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan.16

4. Analisa data

Penelitian hukum normatif yang menelaah data sekunder menyajikan data berikut dengan analisisnya.17 Metode analisis data dilakukan dengan metode kualitatif dengan penarikan kesimpulan secara deduktif.

Metode penarikan kesimpulan pada dasarnya ada dua, yaitu metode penarikan kesimpulan secara deduktif dan induktif. Metode penarikan kesimpulan secara deduktif adalah suatu proposisi umum yang kebenarannya telah diketahui dan berakhir pada suatu kesimpulan (pengetahuan baru) yang bersifat lebih khusus.18 Metode penarikan kesimpulan secara induktif adalah proses berawal

16

M. Nazil, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia,2010), hlm. 111. 17

Soerjono Soekanto, Op.Cit., hlm. 69. 18


(23)

dari proposisi-proposisi khusus (sebagai hasil pengamatan) dan berakhir pada kesimpulan (pengetahuan baru) berupa asas umum.19

G.Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang terdapat dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan, serta sistematika penulisan yang dilakukan penulis untuk melakukan penelitian normatif terhadap asas pembuktian secara sederhana dalam akibat hukum pemisahan perseroan terbatas terhadap kreditur.

BAB II PEMISAHAN USAHA PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007

Bab ini menguraikan tentang pengelolaan perseroan terbatas, pihak-pihak yang berperan serta hak dan kewajiban dalam pemisahan usaha perseroan terbatas dan pelaksanaan pemisahan usaha yang dilakukan oleh perseroan terbatas.

BAB III PEMISAHAN DIGUNAKAN SEBAGAI SALAH SATU BENTUK RESTRUKTURISASI PERSEROAN TERBATAS Bab ini menguraikan tentang penyebab restrukturisasi perseroan terbatas, pemisahan digunakan sebagai salah satu bentuk

19


(24)

restrukturisasi perseroan terbatas dan hambatan-hambatan pemisahan usaha dalam restrukturisasi perseroan terbatas.

BAB IV AKIBAT HUKUM RESTRUKTURISASI PERSEROAN

TERBATAS MELALUI PEMISAHAN PERSEROAN

Bab ini menguraikan para pihak setelah restrukturisasi perseroan terbatas, akibat hukum restrukturisasi perseroan terbatas melalui pemisahan perseroan dan perlindungan hukum kepada stakeholder dalam restrukturisasi perseroan terbatas melalui pemisahan perseroan.

BAB V PENUTUP

Bab ini menguraikan tentang kesimpulan dari bagian awal hingga bagian akhir penulisan yang merupakan ringkasan dari substansi penulisan skripsi ini, dan juga disertai dengan saran yang diajukan dalam kaitannya dengan masalah yang dibahas.


(25)

BAB II

PEMISAHAN USAHA PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007

A. Pengelolaan Perseroan Terbatas

Menurut UUPT Pasal 1 angka 1, perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.20 Dalam melangsungkan suatu bisnis, para pengusaha membutuhkan suatu wadah untuk dapat bertindak melakukan perbuatan hukum dan bertransaksi. Pemilihan jenis badan usaha ataupun badan hukum yang dijadikan sebagai sarana usaha tergantung pada keperluan pendirinya. Sarana yang paling populer digunakan adalah PT, karena memiliki ciri khas dan keistimewaan yang tidak dimiliki oleh badan usaha lain.

Perseroan Terbatas merupakan badan usaha dan besarnya modal perusahaan tercantum dalam anggaran dasar. Kekayaan Perusahaan terpisah dari kekayaan pribadi pemilik perusahaan sehingga memiliki harta kekayaan sendiri. Apabila utang perusahaan melebihi kekayaan perusahaan, maka kelebihan utang tersebut tidak menjadi tanggung jawab para pemegang saham. Apabila perusahaan mendapatkan keuntungan maka keuntungan tersebut dibagikan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. Pemilik saham akan memperoleh bagian keuntungan yang disebut dividen yang besarnya tergantung pada besar-kecilnya keuntungan

20

Tim Redaksi, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Pasal 1 angka 1.


(26)

yang diperoleh perseroan terbatas. Jenis-jenis perseroan terbatas yang ada di Indonesia antara lain :

1. Perseroan Terbatas terbuka

Perseroan Terbatas Terbuka adalah perseroan terbatas yang menjual sahamnya kepada masyarakat melalui pasar modal (Go public).

2. Perseroan Terbatas Tertutup

Perseroan terbatas tertutup adalah perseroan terbatas yang modalnya berasal dari kalangan tertentu misalnya pemegang sahamnya hanya dari kerabat dan keluarga saja atau kalangan terbatas dan tidak dijual kepada umum. PT.Tertutup dasar hukumnya adalah UUPT.

3. Perseroan Terbatas Kosong

Perseroan terbatas kosong adalah perseroan terbatas yang sudah tidak aktif menjalankan usahanya dan hanya tinggal nama saja.

4. Perseroan Terbatas Asing

Perseroan terbatas asing adalah Perseroan Terbatas yang didirikan di luar negeri menurut hukum yang berlaku disana, dan mempunyai tempat kedudukan di luar negeri juga.

5. Perseroan Terbatas Domestik

Perseroan terbatas domestik adalah Perseroan Terbatas yang menjalankan kegiatan usahanya dan berada di dalam negeri, juga mengikuti peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah setempat.


(27)

Perseroan terbatas perseorangan adalah dikeluarkannya saham-saham untuk pengumpulan modal mempunyai maksud agar pemilik tidak berada di tangan satu orang.

Beberapa langkah untuk mendirikan PT, ada hal-hal yang perlu diperhatikan agar dapat mendirikan PT, antara lain yaitu pendaftaran nama perusahaan, akta pendirian PT, domisili perusahaan, NPWP-Nomor pokok wajib pajak, Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI, SIUP-Surat izin usaha perdagangan, TDP-Tanda daftar perusahaan, PKP-Pengusaha kena pajak,Berita Negara Republik Indonesia.21 Dalam mendirikan PT, harus dengan menggunakan akta resmi (akta yang dibuat oleh notaris) yang di dalamnya di cantumkan nama lain dari perseroan terbatas, modal, bidang usaha, alamat perusahaan, dan lain-lain. Akta ini harus disahkan oleh menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Setelah mendapatkan pengesahan PT harus didaftarkan ke Pengadilan Negeri setempat, tetapi setelah berlakunya UU No.1 Tahun 1995, maka akta pendirian tersebut harus didaftarkan ke kantor Pendaftaran Perusahaan. Tetapi sesuai UU No.40 Tahun 2007, kewajiban pendaftaran di kantor Pendaftaran perusahaan tersebut ditiadakan juga. Setelah tahap tersebut dilalui maka perseroan telah sah sebagai badan hukum dan PT menjadi dirinya sendiri serta dapat melakukan perjanjian-perjanjian dan kekayaan perseroan terpisah dari kekayaan pemiliknya. Setelah semua tahap selesai dilalui, maka akan mendapatkan hasil pendirian PT yang berupa dokumen. Dokumen yang didapat setelah pembuatan PT selesai adalah sebagai berikut :

1. akta pendirian perusahaan dari Notaris

21


(28)

2. surat keterangan domisili perusahaan 3. NPWP (nomor pokok wajib pajak) 4. SK pengesahan dari Menkumham 5. SIUP(surat ijin usaha perdagangan) 6. TDP (tanda daftar perusahaan)

Di dalam PT terdapat organ-organ yang memegang wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam menjalankan tugas dan kegiatan di perusahaan. Organ-organ tersebut terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham yang selanjutnya disebut RUPS, Direksi dan Dewan Komisaris. RUPS memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada direksi dan dewan komisaris. Pasal 63 ayat (9) UUPT memberi batasan terhadap wewenang RUPS yaitu sejauh yang tidak diberikan kepada direksi dan dewan komisaris, antara lain: 1. pengangkatan direksi dan komisaris yang menjadi wewenang RUPS

demikian juga dengan pemberhentian direksi dan dewan komisaris.

2. mengambil keputusan untuk mengubah anggaran dasar juga menjadi wewenang RUPS.

3. rencana penggabungan/merger, akuisisi, konsolidasi dan pemisahan diatara perusahaan juga menjadi wewenang RUPS walaupun merger dan akuisisi merupakan pekerjaan direksi dari perseroan-perseroan yang bersangkutan, hal ini dapat dilakukan jika disetujui RUPS dari masing-masing perseroan. Berarti bahwa tidak ada perusahaan yang akan melakukan merger ataupun akuisisi dengan sah tanpa persetujuan RUPS, maka persetujuan itu adalah wewenagn RUPS.


(29)

4. membuat peraturan tentang pembagian tugas dan wewenang setiap anggota direksi serta besar jenis penghasilan direksi.

5. mengangkat satu orang pemegang saham atau lebih untuk mewakili perseroan dalam keadaan direksi tidak berwenang mewakili perseroan atau terjadi pertentangan kepentingan antara direksi dan perseroan.

6. mengambil keputusan jika diminta oleh direksi untuk memberikan persetujuan guna mengalihkan atau menjadikan jaminan utang seluruh atau sebagian harta kekayaan perseroan.

7. mengambil keputusan atas permohonan kepailitan perseroan yang akan dimajukan direksi ke pengadilan negeri.

8. meminta segala keterangan yang berkaitan dengan kepentingan perseroan dari direksi dan atau komisaris. Sebaliknya hal ini merupakan kewajiban dari direksi dan dewan komisaris untuk memberikan keterangan yang diperlukan RUPS.22

Organ perseroan yang berperan penting yaitu direksi. Direksi adalah alat perlengkapan perseroan yang melakukan semua kegiatan perseroan dan mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Dengan demikian, ruang lingkup tugas direksi adalah mengurus jalannya perseroan.23 Pasal 79 ayat (1) dan Pasal 80 ayat (1) UUPT menyebutkan bahwa PT diurus oleh pengurus yang diangkat oleh para pemegang saham. Tugas dan wewenang direksi ditetapkan oleh RUPS dan di dalam anggaran dasar dapat ditetapkan bahwa kewenangan

22

Budiarto Agus, Kedudukan Hukum & Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas

(Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), hlm.60. 23


(30)

RUPS dilakukan oleh komisaris atas nama RUPS. Untuk mengetahui tugas dan wewenang direksi harus merujuk pada anggaran dasar PT antara lain :

1. mengurus segala urusan PT. 2. mengurus harta kekayaan PT.

3. melakukan perbuatan-perbuatan seperti yang dimaksud dalam Pasal 1796 KUHPdt, yaitu :

a. memindahtangankan hipotik pada brang-barang tetap; b. membebankan hipotik pada barang-barang tetap; c. melakukan dading;

d. melakukan perbuatan lain mengenai hak milik; e. mewakili perseroan di muka dan di luar pengadilan.

4. dalam hubungannya dengan pihak ketiga, direksi masing-masing atau bersama-sama mempunyai hak mewakili perseroan mengenai hal-hal dalam bidang usaha yang menjadi tujuan perseroan. Direksi bertanggungjawab penuh mengenai pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. 5. dalam hubunganya dengan harta kekayaan perseroan, direksi harus mengurus

dengan baik, menginventarisasi secara teliti dan cermat. Segala perbuatan hukum mengenai hak dan kewajiban perseroan wajib dicatat dalam pembukuan sesuai dengan norma-norma pembukuan yang lazim.

6. melaksanakan pendaftaran dan pengumuman jika akta perseroan susah mendapat pengesahan atau persetujuan dari Menteri Kehakiman, maka pendiri dalam hal ini direksi pertama dari perseroan diwajibkan mendaftakan akta pendirian yang sudah mendapat pengeshan dari Menteri Kehakiman


(31)

kepad kantor Pendaftaran Perusahaan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1983 tentang Wajib Daftar Perusahaan serta mengumumkannya dalam tambahan berita Negara Republik Indonesia.24

Uraian diatas tersebut merupakan gambaran umum tugas direksi yang termuat dalam anggaran dasar PT. Mengenai kewajiban dasar direksi telah diatur dalam anggaran dasar perseroan yang meliputi :

1. menyusun anggaran belanja perseroan untuk tahun yang akan datang. Paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum tahun buku yang akan datang, anggaran belanja perseroan sudah harus dibicarakan dan selanjutnya diminta pengesahan pada RUPS.

2. menyusun laporan berkala tentang pelaksanaan tugas direksi dalam hal mengurus dan menguasai perusahaan atau tentang neraca triwulan atau tahunan yang akan disampaikan kepada dewan komisaris.

3. membuat neraca dan perhitungan laba rugi. Menurut Pasal 56 UU No.1 Tahun 1995, neraca dan perhitungan laba rugi tesebut harus dibuat dalam jangka waktu 5 bulan setelah tahun buku perseroan ditutup dan disampaikan kepada RUPS untuk mendapat pengesahan.

4. membuat daftar inventarisasi atas semua harta kekayaan perseroan serta pelaksanaan pengawasannya.

5. menyelenggarakan RUPS minimall satu kali setahun atau pada saat-saat yang diperlukan dam diadakan paling lambat waktu 6(enam) bulan setelah tahun buku.

24


(32)

6. memberi keterangan-keterangan yang diperlukan oleh dewan komisaris pada saat pemeriksaan.

7. menyelenggarakan RUPS luar biasa pada setiap waktu yang dipandang perlu oleh direksi atas usul atau permintaaan 1(satu) orang pemegang saha atau lebih yang bersama-sama mewakili 1/10 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah atau suatu jumlah yang lebih kecil sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar perseroan yang bersangkutan.

8. mengumumkan secara resmi baik dalam surat kabar maupun dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia.

9. menyediakan buku daftar pemegang saham dan daftar khusus di kantor perseroan untuk para pemilik saham. Buku daftar pemegang saham dan daftar khusus ini dapat menjadi indikator kepemilikan atas saham suatu perseroan dan ada tidaknya hubungan affiliasi antara direksi dan keluarganya dengan perseroan yang dikelola.

10.dalam hal pembubaran perseroan, direksi wajib melakukan likudasi melalui seorang likuidator dan biasanya dibawah pengawasan dewan komisaris.25

Uraian perincian tugas dan wewenang direksi ditentukan dalam Pasal 85 UUPT bahwa setiap anggota direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan usaha dan perseroan. Kesalahan atau kelalaian dalam menjalankan tugasnya setiap anggota direksi harus bertanggungjawab penuh secara pribadi untuk seluruhnya. Tanggungjawab direksi yang menerima kewajiban untuk melaksanakan kewajiban untuk melaksakan pekerjaan mengurus perseroan.


(33)

B. PIHAK YANG BERPERAN DALAM PEMISAHAN USAHA PERSEROAN TERBATAS

Pengelolaan PT yang mencakup pendirian PT, organ-organ PT dan tugas serta kewenangan organ-organ didalam PT sebagaimana telah diuraikan sebelumnya. Pengelolaan PT dalam Pasal 1 angka 2 UUPT dilakukan oleh RUPS, Direktur dan Komisaris. Dalam ppemisahan usaha pihak-pihak tersebut memegang peranan penting dalam melaksanakan pemisahan usaha suatu PT.

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) adalah organ perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan oleh Undang-Undang dan/atau anggaran dasar (Pasal 1 angka 4 UUPT). Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) merupakan organ perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan.26 Sehingga RUPS memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada Direksi dan Dewan Komisaris. Berikut ini adalah tanggung jawab yang harus dipegang oleh setiap Direksi dan Dewan Komisaris dalam Perseroan.

Pasal 3 ayat (1) UUPT, pemegang saham Perseroan Terbatas tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimiliki. Ketentuan dalam Pasal ini mempertegas ciri dari perseroan bahwa pemegang saham hanya bertanggung jawab sebesar setoran atas seluruh saham dan tidak meliputi harta kekayaan pribadinya.

26

Abdulkhadir Muhammad, Hukum Perseroan Indonesia (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1995), hlm. 65.


(34)

Tetapi, ada kemungkinan pemegang saham harus bertanggung jawab hingga menyangkut kekayaan pribadinya berdasarkan Pasal 3 ayat (2) UUPT yang menyatakan bahwa ketentuan di Pasal 3 ayat 1 tidak berlaku apabila :

1. persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi; 2. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung

dengan itikad buruk memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi; 3. pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum

yang dilakukan oleh perseron; atau

4. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan Perseroan, yang mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang Perseroan.

Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan Terbatas untuk kepetingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik didalam maupun diluar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.27

1. Tanggung Jawab Direksi

Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan salah atau lalai dalam menjalankan tugasnya. Apabila Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih,tanggung jawab dimana yang dimaksud berlaku secara tanggung renteng bagi setiap


(35)

anggota Direksi.(Pasal 97 ayat 2 UUPT). Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana yang dimaksud, apabila dapat membuktikan :

a. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;

b. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan Terbatas; c. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak

langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian;

d. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau selanjutnya kerugian tersebut.

Dewan Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi (Pasal 1 angka 6 UUPT).28 Dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi dan harta pailit tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban perseroan dalam kepailitan tersebut, maka Pasal 104 ayat (2) UUPT mengatur bahwa setiap Anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas seluruh kewajiban yang tidak terlunasidari harta pailit tersebut. Tanggung jawab diatas berlaku juga bagi Direksi yang salah atau lalai yang pernah menjabat sebagai anggota Direksi dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan.

1. Tanggung Jawab Dewan Komisaris

28


(36)

Dewan Komisaris bertanggung jawab atas pengawasan perseroan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 108 ayat (1) UUPT yaitu dalam hal melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai perseroan maupun usaha perseroan, dan memberi nasihat kepada Direksi. Setiap anggota Dewan Komisaris wajib dengan itikad baik, kehati-hatian, dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada Direksi untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.

Kemudian setiap anggota Dewan Komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian perseroan, apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya. Jika Dewan Komisaris terdiri atas 2 (dua) anggota Dewan komisaris atau lebih, maka tanggung jawab sebagaimana yang dimaksud berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Dewan Komisaris (Pasal 114 ayat (3) UUPT).

Selain RUPS ada direksi dan komisaris yang menjalankan dan mengelola PT. Direksi organ perseroan yang bertanggungjawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun diluar pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar. Pada prinsipnya Direksi bertanggungjawab terhadap perseroan (pemegang saham secara keseluruhan) bukan kepada pemegang saham secara perseorangan. Tugas kepengurusan Direksi tidak terbatas pada kegiatan rutin, melainkan juga berwenang dan wajib mengambil insiatif membuat rencana dan perkiraan


(37)

mengenai perkembangan perseroan untuk masa mendatang dalam rangka mewujudkan maksud dan tujuan perseroan.29

Pengertian pengurusan mencakup pola pengelolaan kekayaan perseroan, karena itu Undang-Undang Perseroan mengatur mekanisme yang memungkinkan terlaksananya prinsip “fiduciary duty” yang mencakup juga “duty of skill and care” oleh Direksi. Hal ini tampak pada pengaturan tugas masing-masing anggota Direksi, bahkan apabila anggota Direksi yang bersangkutan bersalah atau lalai melaksanakan tugasnya dengan baik sehingga perseroan dirugikan, dia bertanggung jawab penuh secara pribadi, dan pemegang saham dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri. Karena penting nya peranan Direksi, Undang-Undang Perseroan mengatur persyaratan yang cukup berat untuk anggota Direksi.

Pengangkatan anggota direksi, menurut Pasal 79 UUPT, kepengurusan perseroan dilakukan oleh direksi (ayat 1) . Ketentuan ini menugaskan direksi untuk mengurus perseroan yang antara lain meliputi pengurusan perseroan. Perseroan yang bidang usahanya mengerahkan dana masyarakat, menerbitkan surat pengakuan hutang, atau perseroan terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang anggota direksi (ayat 2). Hal ini perlu mengingat beratnya tugas dan tanggung jawab anggota direksi yang dijalankan oleh satu orang anggota direksi. Yang dapat diangkat menjadi anggota direksi adalah orang yang :

1. mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit; 2. tidak pernah menjadi anggota direksi atau komisaris yang dinyatakan

bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit;

29


(38)

3. tidak pernah dhukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan. Jangka waktu 5 (lima) tahun dihitung sejak yang bersangkutan dinyatakan bersalah menyebabkan perseroan pailit atau apabila dihukum terhitung sejak selesai menjalani hukuman.30

Anggota direksi diangkat oleh RUPS. Untuk pertama kali pengangkatan anggota direksi dilakukan dengan mencantumkan susunan dan nama anggota direksi dalam akta perseroan. Anggota direksi diangkat untuk jangka waktu tertentu dengan kemudian diangkat kembali. Tanpa mengurangi hak pemegangan saham dalam pencalonan, maka tata cara pencalonan, pengangkatan, dan pemberhentian anggota direksi diatur dalam Anggaran Dasar (Pasal 80 UUPT).

Peraturan tentang pembagian tugas dan wewenang setiap anggota direksi serta besar dan jenis penghasilan direksi ditetapkan oleh RUPS. Dalam Anggaran Dasar dapat ditetapkan bahwa kewenangan RUPS yang disebutkan dilakukan oleh Komisaris atas nama RUPS (Pasal 81 UUPT). Direksi bertanggungjawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun diluar pengadilan (Pasal 82 UUPT). Dalam hal anggota direksi terdiri lebih dari 1(satu) orang maka yang berwenang mewakili perseroan adalah setiap anggota direksi, kecuali ditentukan lain dalam UUPT atau Anggaran Dasar (Pasal 83 UUPT). Undang-Undang perseroan masih memilih sistem perwakilan kolegial, tetapi untuk kepentingan praktis masing-masing anggota direksi berwenang mewakili perseroan. Pembatasan wewenang


(39)

tersebut diberikan karena ada perbedaan kepentingan antara perseroan dan anggota direksi yang bersangkutan.

Pasal 84 UUPT menentukan pembatasan wewenang direksi. Menurut ketentuan Pasal ini, anggota direksi tidak berwenang mewakili perseroan apabila;

1) terjadinya perkara di depan Pengadilan antara perseroan dengan anggota Direksi yang bersangkutan ;

2) anggota Direksi yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan perseroan.

Dalam Anggaran Dasar ditetapkan yang berhak mewakili perseroan apabila terdapat keadaan seperti yang ditentukan dalam butir a) dan b). Apabila Anggaran Dasar tidak menetapakan ketentuan mengenai yang berhak mewakili perseroan, maka RUPS mengangkat 1 (satu) orang pemegang saham atau lebih untuk mewakili perseroan menggugat di muka Pengadilan Direksi yang telah merugikan perseroan.

Setiap anggota direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan. Setiap anggota direksi bertanggung jawab secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya. Atas nama perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu per sepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri terhadap anggota direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada perseroan (Pasal 85 UUPT). Selain itu direksi juga mempunyai kewajiban untuk ;


(40)

a) membuat dan memelihara Daftar Pemegang Saham, risalah RUPS, dan risalah rapat direksi; dan

b) menyelenggarakan pembukuan perseroan.31

Daftar Pemegang Saham, risalah, dan pembukuan tersebut disimpan di tempat kedudukan perseroan. Atas permohonan tertulis dari pemegang saham, direksi memberi izin kepada pemegang saham untuk memeriksa dan mendapatkan salinan Daftar Pemegang Saham, risalah dan pembukuan perseroan (Pasal 86 UUPT). Anggota direksi juga wajib melaporkan kepada perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan atau anggota keluarganya pada perseroan lain (Pasal 87 UUPT). Setiap perubahan dalam kepemilikan saham wajib dilaporkan. Laporan direksi dicatat dalam Daftar Khusus. Demikian juga mengenai kepemilikan saham anggota keluarga beserta perubahannya wajib dilaporkan. Yang dimaksud dengan “keluarga” adalah suami/istri dan anak-anaknya.

Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan atau menjadikan jaminan hutang seluruh atau sebagian besar kekayaan perseroan. Perbuatan hukum tersebut tidak boleh merugikan pihak ketiga yang beritikad baik. Keputusan RUPS untuk mengalihkan atau menjadikan jaminan hutang seluruh atau sebagian besar kekayaan perseroan sah apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui oleh paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah suara tersebut. Perbuatan hukum pegalihan atau penjaminan kekayaan perseroan itu diumumkan dalam 2 (dua) surat kabar


(41)

harian paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak perbuatan hukum dilakukan (Pasal 88 UUPT). Syarat memperoleh persetujuan RUPS dalam hal pengalihan atau jaminan seluruh atau sebagian besar kekayaan perseroan, kemungkinan sulit dipenuhi oleh perseroan go public yang menerbitkan obligasi atau obligasi konversi. Alasan adalah kemungkinan sebagian atau seluruh kekayaannya dijadikan jaminan. Hal ini wajar, perseroan go public menghimpun dana dari masyarakat pemegang obligasi.

Direksi hanya dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri agar perseroan dinyatakan pailit berdasarkan keputusan RUPS. Dalam hal kepailitan terajdi karena kesalahan atau kelalaian direksi, dan kekayaan perseroan tidak cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan. Maka setiap anggota direksi secara bertanggung renteng bertanggungjawab atas kerugian itu. Anggota direksi yang dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan atau kelalaiannya tidak bertanggungjawab secara tanggung renteng atas kerugian tersebut. (Pasal 90 UUPT).

Ketentuan Pasal 90 UUPT ada kesamaannya dengan ketentuan Pasal 47 KUHD, yaitu kesamaan mengenai tanggung jawab pribadi direksi secara tanggung renteng (personal liablity) dalam hal perseroan menderita kerugian karena kesalahan direksi, sedangkan kekayaan perseroan tidak mencukupi untuk menutupi seluruh kerugian. Tetapi antara kedua ketentuan tersebut terdapat perbedaan prinsip, yaitu ;

1. Pasal 47 KUHD menetapkan secara tegas batas kerugian mencapai 75% dari modal dasar, demi hukum perseroan bubar dan perbuatan Direksi setelah


(42)

perseroan bubar adalah perbuatan pribadi, akibatnya dia bertanggung jawab pribadi secara tanggung renteng terhadap kreditur.

2. Pasal 90 UUPT tidak menetapkan batas kerugian, dan kepailitan tidak demi hukum membuat perseroan bubar, kecuali jika dimohonkan kepada dan ditetapkan oleh Pengadilan Negeri. Direksi bertanggungjawab pribadi secara tanggung renteng terhadap para kreditur dalam hal kekayaan perseroan tidak mencukupi.

Tanggung jawab pribadi ini dapat ditelaah melalui putusan Mahkamah Agung No.21/Sip/1973 tanggal 22 Oktober 1973. Anggota direksi dapat sewaktu-waktu diberhentikan berdasarkan keputusan RUPS dengan menyebutkan alasannya. Keputusan untuk memberhentikan anggota direksi hanya dapat diambil setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri dalam RUPS. Apabila yang bersangkutan tidak hadir, maka RUPS dapat memberhentikan tanpa kehadirannya.32 Dengan keputusan pemberitahuan itu, maka kedudukan sebagai anggota direksi berakhir (Pasal 91 UUPT). Ketentuan terakhir ini ayat (3) sebenarnya berlebihan, walaupun tidak dirumuskan sudah logis bahwa kedudukan direksi itu berakhir karena dihapus oleh putusan RUPS. Anggota direksi dapat diberhentikan untuk sementara oleh RUPS atau komisaris dengan menyebutkan alasannya. Pemberhentian sementara tersebut diberitahukan secara tertulis kepada direksi yang bersangkutan. Anggota direksi yang diberhentikan sementara tidak berwenang melakukan tugasnya. Dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal pemberhentian sementara harus


(43)

diadakan RUPS. Dalam RUPS anggota direksi yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri. Berdasarkan pertimbangan, RUPS dapat mencabut keputusan pemberhentian sementara, atau memberhentikan anggota direksi yang bersangkutan. Apabila dalam waktu 30 (tiga puluh) hari tidak diadakan RUPS, pemberhentian sementara tersebut batal (Pasal 92 UUPT).

Pasal 93 UUPT menentukan bahwa dalam Anggaran Dasar diatur ketentuan mengenai pengisian sementara jabatan Direksi yang kosong atau dalam hal direksi diberhentikan untuk sementara waktu atau berhalangan. Tetapi berdasarkan ketentuan Pasal 100 ayat (2), (3) UUPT, Anggaran Dasar atau keputusan RUPS dapat menunjuk Komisaris untuk melakukan tindakan pengurusan perseroan dalam hal terjadi kekosongan jabatan direksi untuk jangka waktu tertentu. Dengan demikian, berlaku semua ketentuan mengenai hak, wewenang, dan kewajiban direksi terhadap perseroan dan pihak ketiga bagi komisaris.

Komisaris merupakan organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum atau khusus serta memberikan nasihat kepada direksi dalam menjalankan perseroan.33 Selaku pengawas dan penasehat direksi, komisaris berwenang memberikan persetujuan atau bantuan kepada direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu dan berwenang melakukan pengurusan perseroan dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu menggantikan direksi (Pasal 100 UUPT). Komisaris juga berwenang memberhentikan sementara anggota direksi (Pasal 92 UUPT). Untuk mengefektifkan fungsi Komisaris, maka

33

Been Rafanany, 501 Pertanyaan Terpenting Tentang PT, CV, Firma, Matschap & Koperasi (Yogyakarta: Araska, 2013), hlm.14.


(44)

diterapkan pula persyaratan untuk menjadi Komisaris adalah sama dengan persyaratan untuk menjadi Direksi. Ketentuan mengenai tanggung jawab Direksi berlaku pula terhadap Komisaris terutama apabila apabila dia berada dalam posisi untuk melakukan pengurusan perseroan dalam hal tertentu.

Perseroan memiliki Komisaris yang berwenang dan kewajibannya ditetapkan dalam Anggaran Dasar (Pasal 94 ayat (1) UUPT). Kata “Komisaris” mengandung pengertian baik sebagai “organ” maupun sebagai “orang perseorangan”. Sebagai organ, Komisaris lazim juga disebut “Dewan Komisaris”, sedangkan sebagai “orang perseorangan” disebut “anggota Komisaris”. Sebagai organ dalam Undang-Undang Perseroan, pengertian Komisaris termasuk juga badan-badan yang menjalankan tugas pengawasan khusus bidang tertentu. Karena itu dibutuhkan lebih dari satu komisaris. Apabila terdapat lebih dari satu Komisaris, mereka merupakan sebuah majelis (Pasal 94 ayat (3) UUPT). Berbeda dengan Direksi, dalam hal terdapat lebih dari satu Komisaris, maka sebagai majelis Komisaris tidak dapat bertindak sendiri-sendiri untuk mewakili perseroan. Komisaris diangkat oleh RUPS. Pengangkatan Komisaris dilakukan dengan mencantumkan susunan dan nama Komisaris dalam akta pendirian perseroan. Komisaris diangkat untuk jangka waktu tertentu dengan kemungkinan diangkat kembali. Anggaran Dasar mengatur tata cata pencalonan, pengangkatan dan pemberhentian Komisaris tanpa mengatur hak pemegang saham dalam pencalonan (Pasal 95 UUPT). Yang dapat diangkat menjadi Komisaris adalah orang perseorangan yang :


(45)

2. tidak pernah menjadi anggota Direksi atau Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit;

3. tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan (Pasal 96 UUPT).

Komisaris bertugas mengawasi kebijaksanaan Direksi dalam menjalankan perseroan serta memberikan nasihat kepada Direksi (Pasal 108 UUPT).34 Komisaris wajib dengan itikad baik dan penuh tangung jawab menjalankan tugas kepentingan dan usaha perseroan. Atas nama perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh pemegang saham dengan hak suara sah dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri terhadap Komisaris yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada perseroan (Pasal 98 UUPT). Komisaris wajib melaporkan kepada perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan atau keluarganya pada perseroan tersebut dan perseroan lain (Pasal 99 UUPT). Setiap perubahan dalam kepemilikan saham wajib dilaporkan. Laporan Komisaris mengenai hal ini dicatat dalam Daftar Khusus. Dan perubahan dalam kepemilikan saham anggota keluarga wajib dilaporkan.

Anggaran dasar ditetapkan pemberian wewenang kepada komisaris untuk memberikan persetujuan atau bantuan kepada direksi dalam melakukan perbuatan hukum. Wewenang kepada komisaris untuk melakukan pengurusan perseroan yang sebenarnya hanya dapat dilakukan oleh direksi dalam hal direksi tidak ada.

34

Tim Redaksi, Undang-Undang Republik Indonesia nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (Yogyakarta: Redaksi Aksara Sukses,2013), hlm.57.


(46)

Apabila Direksi ada, Komisaris hanya dapat melakukan tindakan tertentu yang secara tegas ditentukan dalam Undang-Undang Perseroan. Tetapi bagi Komisaris yang dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu yang tertentu diberi wewenang melakukan tindakan pengurusan perseroan, berlaku semua ketentuan mengenai hak, wewenang, dan kewajiban direksi terhadap perseroan dan pihak ketiga (Pasal 100 ayat (3) UUPT). Dalam hal in fungsi Direksi digantikan oleh Komisaris.

Dengan demikian, ketentuan yang berlaku bagi direksi berlaku pula bagi komisaris yang menjalankan fungsi direksi. Sama dengan direksi, anggota komisaris dapat diberhentikan atau diberhentikan sementara oleh RUPS. Ketentuan mengenai pemberhentian dan pemberhentian sementara anggota direksi berlaku pula terhadap komisaris (Pasal 101 UUPT). Ketentuan yang dimaksud adalah Pasal 91 dan 92 UUPT. Dengan demikian, anggota komisaris dapat sewaktu-waktu diberhentikan berdasarkan keputusan RUPS dengan menyebutkan alasannya. Keputusan untuk memberhentikan anggota komisaris hanya dapat diambil setelah yang bersangkutan diberi kesempatan membela diri dalam RUPS. Dengan keputusan pemberhentian tersebut, kedudukannya sebagai anggota komisaris berakhir. Pemberhentian tersebut diberitahukan secara tertulis kepada anggota komisaris yang bersangkutan. Anggota komisaris yang diberhentikan sementara tidak berwenang menjalankan tugasnya. Dalam RUPS tersebut anggota komisaris yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri. Apabila pembelaannya diterima, RUPS dapat mencabut keputusan pemberhentian sementara, sebaliknya jika pembelaan tidak diterima, RUPS memberhentikan


(47)

anggota komisaris yang bersangkutan. Apabila dalam waktu 30 (tiga puluh) hari tidak diadakan RUPS, pemberhentian sementara tersebut dibatalkan.

Semakin berkembangnya dunia bisnis sekarang, kegiatan usaha suatu PT semakin berkembang. Banyak perseroan yang memperluas kegiatan bidang usaha untuk mengimbangi perkembangan bisnis yang terjadi, sehingga pemisahan beberapa usaha dalam suatu perseroan merupakan alternatif yang dapat dilakukan oleh PT. Pemisahan usaha merupakan alternatif yang dapat dilakukan oleh PT untuk melakukan efisiensi usaha dan menekan ongkos operasi. Pemisahan ini dilakukan oleh persetujuan pemegang saham dalam RUPS.

Dunia bisnis yang semakin berkembang mengharuskan para pelaku usaha untuk melakukan inovasi dalam memajukan kualitas perusahaan. Dinamika bisnis yang tidak menentu menyebabkan pelaku bisnis sulit untuk bersaing dalam menjalankan usaha. Untuk mengatasi hal demikian salah satu cara yang dilakukan dengan merestrukturisasi usaha melalui pemisahan usaha. Pemisahan perusahaan pada umumnya dilakukan dengan cara memisahkan unit usaha menjadi perusahaan yang mandiri.35 Pasal 1 angka 12 UUPT memberikan definisi tentang Pemisahan, yaitu perbuatan hukum yang dilakukan oleh Perseroan untuk memisahkan usaha yang mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada dua Perseroan atau lebih atau sebagian aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada satu Perseroan atau lebih.36

Biasanya merger, konsolidasi, pemisahan dan akuisisi ditempuh oleh perusahaan-perusahaan besar untuk meningkatkan efisiensi dan kinerja

35

https://galihpradipto.wordpress.com/2013/04/22/apa-itu-merger-konsolidasi-akuisisi-pemisahanan-perusahaan-mkapp/ (diakses tanggal 8 Juli 2015).

36

https://artikelarunalshukum.wordpress.com/2013/07/23/apa-yang-dimaksud-dengan-penggabungan-peleburan-pengambilalihan-dan-pemisahan-perusahaan/ (diakses tanggal 7 Juli 2015).


(48)

perusahaan karena cara-cara tersebut dapat dilakukan untuk tujuan-tujuan, antara lain:

1. membeli product line atau lines untuk melengkapi product lines dari perusahaan yang akan mengambil alih atau menghilangkan ketergantungan perusahaan tersebut pada product lines atau service lines yang ada pada saat ini;

2. untuk memperoleh akses pada teknologi baru atau teknologi yang lebih baik yang dimiliki oleh perusahaan yang menjadi objek merger, konsolidasi, atau akuisisi;

3. memperoleh pasar atau pelanggan-pelanggan baru yang tidak dimilikinya tetapi dimiliki oleh perusahaan yang menjadi objek merger, konsolidasi, atau akuisisi;

4. memperoleh hak-hak pemasaran dan hak-hak produksi yang belum dimilikinya namun dimiliki oleh perusahaan yang menjadi objek merger, konsolidasi, atau akuisisi;

5. memperoleh kepastian atas pemasokan bahan-bahan baku yang kualitasnya baik yang selama ini dipasok oleh perusahaan yang menjadi objek merger, konsolidasi, atau akuisisi;

6. melakukan investasi atas keuangan perusahaan yang berlebih dan tidak terpakai (idle);

7. mengurangi atau menghambat persaingan; 8. mempertahankan kontinuitas bisnis.

Menurut ketentuan Pasal 72 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN), tujuan restrukturisasi adalah


(49)

untuk kepentingan meningkatkan kinerja dan nilai perseroan, memberikan manfaat berupa deviden dan pajak kepada Negara, menghasilkan produk dan layanan dengan karya yang kompetitif kepada konsumen.

C. HAK DAN KEWAJIBAN PIHAK-PIHAK DALAM PEMISAHAN PERSEROAN TERBATAS

Pihak-pihak yang terkait dalam pemisahan usaha perseroan terbatas adalah Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi dan Dewan Komisaris. Rapat Umum Pemegang Saham memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada Direksi atau Komisaris dalam batas yang ditentukan Undang-Undang Perseroan atau Anggaran dasar. Sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan, RUPS berhak memperoleh segala keterangan yang berkaitan dengan kepentingan perseroan dari Direksi dan/atau Komisaris. Wewenang eksklusif yang tidak dapat diserahkan kepada organ lain ditetapkan di dalam UUPT dan Anggaran Dasar. Wewenang eksklusif dalam Anggaran Dasar berdasarkan kehendak RUPS yang disahkan atau disetujui oleh Mentri Kehakiman yang dapat diubah melalui perubahan Anggaran Dasar sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang. Wewenang eksklusif yang ditetapkan dalam UUPT adalah sebagai berikut :37

1. Penetapan perubahan Anggaran Dasar (pasal 14 UUPT) 2. Penetapan pengurangan modal (pasal 37 UUPT)

3. Pemeriksaan, persetujuan, dan pengesahan laporan tahunan (pasal 60 UUPT)

37

Agus Budiarto, Kedudukan Hukum&Tanggungjawab Para Pihak dalam Perseroan Terbatas (Yogyakarta: Ghalia Indonesia,2000), hlm.62.


(50)

4. Penetapan penggunaan laba (pasal 62 UUPT)

5. Pengangkatan dan pemberhentian Direksi dan Komisaris (pasal 80,91,92 UUPT)

6. Penetapan mengenai penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan (pasal 105 UUPT)

7. Penetapan pembubaran perseroan (pasal 114 UUPT)

Wewenang RUPS terwujud dalam bentuk jumlah suara yang dikeluarkan dalam setiap rapat. Hak suara dalam RUPS dapat digunakan untuk berbagai maksud dan tujuan antara lain diantaranya ialah menyetujui/menolak :38

1. rencana perubahan Anggaran Dasar;

2. rencana penjualan aset dan pemberian jaminan hutang;

3. pengangkatan dan pemberhentian anggota Direksi dan/atau Komisaris; 4. laporan keuangan yang disampaikan oleh Direksi;

5. pertanggungjawaban Direksi;

6. rencana penggabungan, peleburan, pengambilalihan; 7. rencana pembubaran perseroan.

Pemegang saham dengan hak suara yang sah, baik sendiri maupun dengan kuasa tertulis berhak menghadiri RUPS dan menggunakan hak suaranya. Dalam pemungutan suara, anggota Direksi, anggota Komisaris, dan karyawan perseroan yang bersangkutan dilarang bertindak sebagai kuasa dari pemegang saham. Setiap saham yang dikeluarkan mempunyai satu hak suara kecuali Anggaran Dasar.


(51)

Saham perseroan yang dimiliki oleh perseroan itu sendiri tidak mempuyai hak suara. Saham induk perusahaan yang dimiliki oleh anak perusahaannya juga tidak mempuyai hak suara (pasal 71, 72 UUPT). RUPS dapat dilangsungkan apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili lebih dari ½ (seperdua) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah, kecuali Undang-Undang Perseroan atau Anggaran Dasar menentuakan lain. Apabila korum yang dimaksud tidak tercapai,diadakan pemanggilan RUPS kedua. Pemanggilan RUPS kedua harus dilakukan paling lambat 7 hari sebelum RUPS kedua diselenggarakan. RUPS kedua diselenggarakan paling cepat 10 hari dan paling lambat 21 hari dari RUPS pertama. RUPS kedua sah dan berhak mengambil keputusan apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/3 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah. Apabila korum ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri (pasal 73 UUPT).

Keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Apabila mufakat tidak tercapai, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak biasa dari jumlah suara yang dikeluarkan secara sah, kecuali Undang-Undang Perseroan atau Anggaran Dasar menentukan bahwa keputusan harus diambil berdasarkan suara yang lebih besar dari suara terbanyak biasa. Untuk menyelenggarakan RUPS, Direksi melakukan pemanggilan kepada pemegang saham. Namun, dalam hal-hal tertentu, misalnya Direksi berhalangan atau ada pertentangan kepentingan antara Direksi dan perseroan, pemanggilan RUPS dapat dilakukan paling lambat 14 hari sebelum RUPS diadakan. Pemanggilan dilakukan dengan surat tercatat atau dalam dua surat kabar harian. Sebelum pemanggilan


(52)

RUPS dilakukan, wajib didahului dengan pengumuman mengenai akan diadakan pemanggilan RUPS dalam dua surat kabar harian. Pemegang saham dengan hak suara yang sah, baik sendiri maupun dengan kuasa tertulis berhak menghadiri RUPS dan menggunakan hak suaranya.

Dalam pemungutan suara, anggota Direksi, anggota Komisaris, dan karyawan perseroan yang bersangkutan dilarang bertindak sebagai kuasa dari pemegang saham. Setiap saham yang dikeluarkan mempunyai satu hak suara kecuali Anggaran Dasar menentukan lain. Keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat.Apabila mufakat tidak tercapai, keputusan yang diambil berdasarkan suara terbanyak dari jumlah suara yang dikeluarkan secara sah, kecuali Undang-Undang Perseroan atau Anggaran Dasar menentukan bahwa keputusan harus diambil berdasarkan suara yang lebih besar dari suara terbanyak biasa. Keputusan RUPS untuk mengubah Anggaran Dasar sah apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit 2/3 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui oleh paling sedikit 2/3 bagian dari jumlah suara tersebut.

Pada perseroan go public mungkin akan mengalami kesulitan mengingat pemilikan saham tersebar luas di samping kecenderungan pemilikan saham oleh pemegang saham pendiri, atau pemegang saham lama semakin menurun. Pengubahan Anggaran Dasar perseroan go public mungkin dapat dilakukan dengan korum jika sebagian kecil saham perseroan yang bersangkutan dijual di pasar modal, dengan kata lain pengubahan Anggaran Dasar perseroan yang dapat go public dapat dipersulit. Keputusan RUPS dapat diambil melalui mufakat tidak


(53)

dapat tercapai, keputusan RUPS dapat diambil melalui pemungutan suara dengan suara terbanyak. Suara terbanyak yang diperlukan adalah suara terbanyak biasa, yaitu jumlah suara yang lebih banyak dari kelompok suara tanpa harus mencapai lebih dari setengah keseluruhan suara dalam pemungutan suara tersebut. Keputusan RUPS dalam hal-hal tertentu yang berkaitan dengan hal-hal- yang sangat mendasar bagi keberadaaan, kelangsungan atau sifat dari suatu perseroan, Undang-Undang ini atau Anggaran Dasar dapat menentukan suara terbanyak yang lebih mendasar daripada suara biasa, yaitu suara mutlak atau suara terbanyak khusus.

Dalam Anggaran Dasar perseroan dapat ditentukan bahwa keputusan RUPS dapat diambil dengan cara lain dari rapat. Apabila Anggaran Dasar mengatur ketentuan tersebut, keputusan dapat diambil apabila semua pemegang saham dengan hak suara yang telah sah menyetujui secara tertulis baik mengenai cara maupun keputusan yang yang diambil (pasal 78 UUPT). Pengambilan keputusan RUPS dengan “cara lain” adalah keputusan yang diambil dengan cara mengirimkan secara tertulis usul yang akan diputuskan kepada semua pemegang saham dan keputusan ini hanya sah apabila semua pemegang saham menyetujui secara tertulis cara pengambilan keputusan usul tersebut.

Direksi adalah organ perseroan yang bertanggungjawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun diluar pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar. Pada prinsipnya Direksi bertanggungjawab terhadap perseroan (pemegang saham secara keseluruhan) bukan kepada pemegang saham secara


(1)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Berdasarkan rumusan tersebut pemisahan usaha merupakan salah satu bentuk restrukturisasi usaha. Dalam penguatan struktur usahanya, mekanisme pemisahan dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk lebih mempertajam salah satu bisnis perseroan yang penting untuk dikembangkan menjadi badan usaha yang baru yang merupakan anak perseroan dari induk perseroan. Pemisahan usaha merupakan perbuatan hukum yang dilakukan oleh perseroan untuk memisahkan usaha yang mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum kepada dua perseroan atau lebih atau sebagian aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum kepada satu perseroan atau lebih. 2. Berdasarkan dari penjelasan yang sudah di paparkan, restrukturisasi

Perseroan Terbatas sangat berpengaruh terhadap keberadaan dari Perseroan Terbatas tersebut, dimana Perseroan Terbatas setelah melakukan penggabungan (merger), peleburan (konsolidasi), pengambilalihan atau pemisahan akan mengalami perubahan-perubahan yang mendasar terhadap organ Perseroan dan pendukungnya, juga akan berpengaruh terhadap kepemilikan saham dan komposisi pemilikan saham, demikian terhadap kekayaan perusahaan, tanggung jawab dan kewajiban terhadap pihak ketiga juga akan berpengaruh. Kewajiban bagi Perseroan Terbatas sebelum melakukan penggabungan, peleburan, pengambialihan atau pemisahan perseroan yaitu memberikan pengumuman bahwa Perseroan Terbatas tersebut akan melakukan restrukturisasi, hal ini dilakukan dalam rangka melakukan


(2)

publikasi kepada para pihak khususnya pihak ketiga dan masyarakat pendukung perseroan. Restrukturisasi perseroan dilakukan dengan jalan memperkecil skala organisasi perseroan memangkas sumber pemborosan dan dan merasioanalisasi jumlah karyawan yang berlebihan. Seperti halnya dengan bentuk restrukturisasi keuangan yang lain tujuan utama restrukturisasi adalah menurunkan jumlah beban biaya tetap dan meningkatkan efesiensi kegiatan bisnis perseroan. Disamping itu reorganisasi dijalankan guna menciptakan manajemen perseroan yang lebih proposional dan bersih.

3. Dari rumusan masalah tersebut dapat ditarik kesimpulan, pemangku kepentingan (stakeholders) yang melakukan pemisahan berhak mendapat informasi lengkap tentang perseroan yang melakukan pemisahan. Seperti pada penggabungan,peleburan dan pengambilallihan berakibat bagi perseroan yang melakukan perbuatan hukum tersebut mempunyai kewajiban untuk melakukan pengumuman pada surat kabar untuk kepentingan pihak ketiga. Akibat hukum restrukturisasi perseroan melalui pemisahan perseroan yang terjadi yaitu sebagian aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum kepada satu perseroan lain atau lebih yang menerima peralihan dan perseroan yang melakukan pemisahan masih tetap ada. Perseroan yang melakukan pemisahan tetap ada yang menjadi pemegang saham dari perseroan lain yang didirikannya. Dimana perseroan yang baru dari pemisahan usaha yang dilakukan memperoleh aktiva dan pasiva perseroan induk. Karena sekalipun terjadi peralihan aktiva dan pasiva kepada perseroan lain, dalam yang melakukan pemisahan dimaksud tetap ada dan tidak berakhir.


(3)

B. Saran

1. Diharapkan kepada kekuasaan legislatif untuk menyusun peraturan perundang-undangan yang mengatur lebih tegas terkait pemisahan usaha yang dilakukan suatu perseroan dalam kegiatan usaha produktifnya. Pengaturan ini agar membantu pelaku usaha dalam memajukan perekonomian nasional melalui langkah produktif perseroan yang didirikannya.

2. Diharapkan kepada pelaku usaha agar memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam melaksanakan kegiatan usahanya dalam upaya memperluas kegiatan produktif perusahaan agar terciptanya tertib hukum yang baik dalam kegiatan perekonomian nasional.

3. Perlunya adanya kesamaan pandangan para pelaku usaha dan pembuat kebijakan (decision maker) dalam menghadapi tantangan perekonomian global dalam melakukan upaya pemisahan usaha sebagai langkah memajukan kegiatan produktif perseroan dalam menunjang perekonomian nasional.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Abdul R.Saliman, dkk. Hukum Bisnis untuk Perusahaan:Teori dan Contoh Kasus. Jakarta: Prenada Media, 2005.

Adib, Bahari. Prosedur cepat mendirikan Perseroan Terbatas. Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2010.

___________. Prosedur Cepat Mendirikan Perseroan Terbatas dan Penerapan Dalam Akta Notaris. Yogyakarta: Rajawali Press,1996.

___________. Panduan Mendirikan Perseroan Terbatas. Jakarta: Pustaka Yustisia, 2013.

Amanat, Anisitus. Pembahasan Undang-Undang Perseroan Terbatas dan Penerapan Dalam Akta Notaris. Jakarta : Rajawali Press,1996.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta, 2010.

Budiarto, Agus. Kedudukan Hukum&Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas. Bogor: Ghalia Indonesia, 2002.

Damay, Deni. 501 Pertanyaan Terpenting Tentang PT, CV, FIRMA, MATSCHAP, & KOPERASI. Yogyakarta: Araska, 2013.

Fuady, Munir. Perseroan Terbatas Paradigma Baru. Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2003.

Handri, Raharjo. Hukum Perseroan.Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2009.

Kansil, C.S.T. Pokok Pokok Hukum Perseroan Terbatas Tahun 1995. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan , 1996.

____________. Hukum Perseroan Indonesia, Aspek Hukum dalam Ekonomi Jakarta: PT.Pradnya Paramita, 1995.

Muhammad, Abdulkadir. Hukum Perseroan Terbatas. Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 1995.


(5)

Nadapdap, Binoto. Hukum Perseroan Terbatas Berdasarkan Undang-Undang No.40 Tahun 2007. Jakarta: Penerbit Permata Aksara, 2013.

Nazil, M. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2010.

Regar, Moenaf H. Dewan Komisaris Peranannya Sebagai Organ Perseroan. Jakarta: Bumi Aksara, 2000.

Simanjuntak, Cornelius. Hukum Merger Perseroan Terbatas Teori dan Praktek. Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2004.

Soekanto, Soerjono. Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011.

________________. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press, 1982. Sunggono, Bambang. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada,

2007.

Wijaya.R.I.G. Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas Khusus Pemahaman Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995. Bekasi: Kesaint Blanc, 2006.

Peraturan Perundang-Undangan

Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1997 Tentang Dokumen Perusahaan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Wajib Daftar Perusahaan.

Internet

http://ideapahlevi.blogspot.com/2013/08/pemisahan-sebagai-salah-satu-metode.html (diakses tanggal 24 April 2015).


(6)

http://www.hukumperseroanterbatas.com/tag/perseroan-terbatas-pt/page/2/ (diakses tanggal 24 April 2015).

http://mahfudh-sh.blogspot.com/2013/06/merger-konsolidasi-akuisisi-dan.html (diakses tanggal 24 April 2015).

http://fikiwarobay.blogspot.com/2012/05/perlindungan-hukum-terhadap-pemegang.html (diakses tanggal 05 Mei 2015).

https://id.wikipedia.org/wiki/Pemangku_kepentingan (diakses tanggal 30 April 2015).

http://www.lawindo.biz/proses-pendirian-pt (diakses tanggal 07 Juli 2015).

http://putusan.mahkamahagung.go.id/putusan/23968 (diakses tanggal 05 Juli 2015).

https://galihpradipto.wordpress.com/2013/04/22/apa-itu-merger-konsolidasi-akuisisi-pemisahanan-perusahaan-mkapp/ (diakses tanggal 8 Juli 2015).

https://artikelarunalshukum.wordpress.com/2013/07/23/apa-yang-dimaksud-dengan-penggabungan-peleburan-pengambilalihan-dan-pemisahan-perusahaan/ (diakses tanggal 7 Juli 2015).

http://sandi-suwardi.blogspot.com/2009/02/pemisahan-usaha-dalam-kerangka-uu-pt.html (diakses tanggal 05 Mei 2015).

http://detikfinance.com/read/2007/03/14/163517/754191/6 (diakses tanggal 15 Mei 2015). http://fikiwarobay.blogspot.com/2012/05/perlindungan-hukum-terhadap-pemegang.html (diakses