Analisis Pengaruh Kepemimpinan Situasional Dan Motivasi Terhadap Prestasi Kerja Karyawan Divisi Produksi Pt. Arun Ngl Lhokseumawe

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Listiyanto dan Setiaji (2007) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh
Motivasi, Kepuasan, dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Kasus di
Lingkungan Pegawai Kantor PDAM Kota Surakarta). Kesamaan dalam penelitian
tersebut adalah dalam metode penelitian dilakukan dengan metode survey dan
kuesioner sebagai alat pengumpulan data utama dengan model analisis regresi linier
berganda. Sedangkan perbedaannya adalah variabel bebas yang diteliti adalah 3 (satu)
yaitu motivasi, kepuasan kerja dan disiplin kerja, dan sedangkan dalam penelitian ini
variabel bebasnya adalah motivasi dan kepuasan kerja dan disiplin kerja. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa variabel motivasi, kepuasan kerja, dan variabel
disiplin kerja terbukti mempunyai pengaruh positif dan signifikan.
Ma’rifah (2005) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Motivasi Kerja
Dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pekerja Sosial Pada Unit Pelaksana
Teknis Dinas Sosial Propinsi Jawa Timur. Kesamaan dalam penelitian tersebut
adalah dalam metode penelitian dilakukan dengan metode sensus dan kuesioner
sebagai alat pengumpulan data utama dengan model analisis regresi linier berganda.
Sedangkan perbedaannya adalah variabel bebas yang diteliti adalah 2 (dua) yaitu
motivasi kerja dan budaya organisasi sedangkan dalam penelitian ini variabel


Universitas Sumatera Utara

bebasnya adalah motivasi dan kepuasan kerja. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa motivasi kerja dan budaya organisasi secara bersama-sama
(serempak) berpengaruh signifikan terhadap kinerja pekerja sosial. Variabel yang
paling dominan mempengaruhi kinerja pekerja sosial adalah budaya organisasi
data menunjukkan hubungan positif (searah) antara budaya organisasi dengan
kinerja pekerja sosial.
Prasetyo (2006),

Hubungan Antara Kepemimpinan Situasional dan

Motivasi Berprestasi dengan Kinerja Guru SLTP Negeri se Kota Samarinda.
Hasil penelitian menemukan bahwa: 1) terdapat hubungan positif antara
kepemimpinan situasional (X1) dengan kinerja guru (Y), terdapat hubungan positif
antara motivasi berprestasi (X2) dengan kinerja guru (Y), terdapat hubungan
positif antara kepemimpinan situasinal (X1) dan motivasi berprestasi (X2) secara
bersama-sama dengan kinerja guru (Y).
Sarita dan Agustia (2008), Pengaruh Gaya Kepemimpinan Situasional,

Motivasi Kerja, Locos of Control Terhadap Kepuasan Kerja dan Prestasi Kerja
Auditor. Hasil penelitiannya disimpulkan yang bahwa gaya kepemimpinan
situasional dan motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap prestasi
kerja auditor. Penyesuaian gaya kepemimpinan terhadap situasi dan motivasi kerja
mampu meningkatkan prestasi kerja para auditor.
Suryana, (2009), Pengaruh Kepemimpinan Dan Motivasi Kerja Terhadap
Kepuasan Kerja Karyawan Dan Kinerja Perusahaan (Studi Kasus di Divisi
Tambang PT. Inco Sorowako). Populasi dalam penelitian ini menurut jenisnya
merupakan populasi yang terbatas dan menurut sifatnya merupakan populasi yang

Universitas Sumatera Utara

homogen. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan non staff divisi
Tambang PT. Inco yang berjumlah sebanyak 764 orang. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa 1). Kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kepuasan kerja karyawan. 2). Motivasi kerja berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan. 3). Kepemimpinan berpengaruh
positif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan. 4). Motivasi kerja berpengaruh
positif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan. 5). Kepuasan kerja karyawan
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan.


2.2. Kepemimpinan
2.2.1. Teori Kepemimpinan
Memahami teori-teori kepemimpinan sangat besar artinya untuk mengkaji sejauh
mana kepemimpinan dalam suatu organisasi telah dapat dilaksanakan secara efektif serta
menunjang kepada produktifitas organisasi secara keseluruhan. Dalam karya tulis ini akan
dibahas tentang teori dan gaya kepemimpinan. Seorang pemimpin harus mengerti tentang
teori kepemimpinan agar nantinya mempunyai referensi dalam menjalankan sebuah
organisasi. Beberapa teori tentang kepemimpinan antara lain :

1. Teori Kepemimpinan Sifat
Analisis ilmiah tentang kepemimpinan berangkat dari pemusatan perhatian
pemimpin itu sendiri. Teori sifat berkembang pertama kali di Yunani Kuno dan
Romawi yang beranggapan bahwa pemimpin itu dilahirkan, bukan diciptakan
yang kemudian teori ini dikenal dengan ”The Greatma Theory”. Dalam

Universitas Sumatera Utara

perkembanganya, teori ini mendapat pengaruh dari aliran perilaku pemikir
psikologi yang berpandangan bahwa sifat – sifat kepemimpinan tidak seluruhnya

dilahirkan akan tetapi juga dapat dicapai melalui pendidikan dan pengalaman.
Sifat – sifat itu antara lain : sifat fisik, mental, dan kepribadian.
2. Teori Kepemimpinan Perilaku
Berdasarkan penelitian, perilaku seorang pemimpin yang mendasarkan
teori ini memiliki kecendrungan kearah 2 hal.
a. Konsiderasi yaitu kecendrungan seorang pemimpin yang menggambarkan
hubungan akrab dengan bawahan. Contoh gejala yang ada dalam hal ini
seperti : membela bawahan, memberi masukan kepada bawahan dan bersedia
berkonsultasi dengan bawahan.
b. Struktur Inisiasi yaitu kecendrungan seorang pemimpin yang memberikan
batasan kepada bawahan. Contoh yang dapat dilihat, bawahan mendapat
instruksi dalam pelaksanaan tugas, kapan, bagaimana pekerjaan dilakukan,
dan hasil yang akan dicapai.

Jadi, berdasarkan teori ini, seorang pemimpin yang baik adalah bagaimana
seorang pemimpin yang memiliki perhatian yang tinggi kepada bawahan dan
terhadap hasil yang tinggi pula.
3. Teori Kewibawaan Pemimpin
Kewibawaan merupakan faktor penting dalam kehidupan kepemimpinan,
sebab dengan faktor itu seorang pemimpin akan dapat mempengaruhi perilaku


Universitas Sumatera Utara

orang lain baik secara perorangan maupun kelompok sehingga orang tersebut
bersedia untuk melakukan apa yang dikehendaki oleh pemimpin.
4. Teori Kepemimpinan Situasi
Seorang pemimpin harus merupakan seorang pendiagnosa yang baik dan
harus bersifat fleksibel, sesuai dengan perkembangan dan tingkat kedewasaan
bawahan. Teori kepemimpinan situasional yang menyatakan bahwa pemimpin
memahami perilakunya, sifat-sifat bawahannya dan situasi sebelum menggunakan
suatu gaya kepemimpinan tertentu. Pendekatan ini mengisyaratkan pemimpin
untuk memiliki keterampilan diagnosis dalam perilaku manusia.
5. Teori Kelompok
Agar tujuan kelompok (organisasi) dapat tercapai, harus ada pertukaran
yang positif antara pemimpin dengan pengikutnya. Teori ini menyatakan
bahwa untuk pencapaian tujuan-tujuan kelompok harus ada pertukaran
yang positif antara pimpinan dan bawahan. Kepemimpinan itu merupakan
proses suatu pertukaran (exchange proses) antara pemimpin dan
pengikutnya, yang juga melibatkan konsep sosiologi tentang peranan yang
diharapkan kedua belah pihak.

Dari adanya berbagai teori kepemimpinan di atas, dapat diketahui bahwa
teori kepemimpinan tertentu akan sangat mempengaruhi gaya kepemimpinan
(leadership style), yakni pemimpin yang menjalankan fungsi kepemimpinannya
dengan segenap filsafat, keterampilan dan sikapnya. Gaya kepemimpinan adalah
cara seorang pemimpan bersikap, berkomunikasi, dan berinteraksi dengan orang
lain dalam mempengaruhi orang untuk melakukan sesuatu.Gaya tersebut bisa

Universitas Sumatera Utara

berbeda – beda atas dasar motivasi , kuasa ataupun orientasi terhadap tugas atau
orang tertentu. Diantara beberapa gaya kepemimpinan, terdapat pemimpin yang
positif dan negatif, dimana perbedaan itu didasarkan pada cara dan upaya mereka
memotivasi karyawan. Apabila pendekatan dalam pemberian motivasi ditekankan
pada imbalan atau reward (baik ekonomis maupun nonekonomis) berartitelah
digunakan gaya kepemimpinan yang positif. Sebaliknya jika pendekatannya
menekankan pada hukuman atau punishment, berarti dia menerapkan gaya
kepemimpinan negatif. Pendekatan kedua ini dapat menghasilkan prestasi yang
diterima dalam banyak situasi, tetapi menimbulkan kerugian manusiawi.
Kliner dan Timpe dalam Sugito (2003) menjelaskan hasil riset yang
mencirikan


karakteristik

kepemimpinan

yang

tercermin

dalam

gaya

kepemimpinan instruktif yang merupakan kombinasi dari sifat-sifat yang terlihat
berikut ini :
1. Kemampuan dalam kedudukannya sebagai pengawas (dalam melaksanakan
fungsi – fungsi dasar manajemen).
2. Kebutuhan akan prestasi dalam pe-kerjaan, mencakup pencarian tanggung
jawab dan keinginan untuk berhasil/sukses.
3. Kecerdasan (kebijakan, pemikiran kreatif dan daya ฀iker).

4. Ketegasan

kemampuan

untuk

mem-buat

keputusan-keputusan

dan

memecahkan masalah dengan cakap dan tepat.
5. Kepercayaan diri, pandangan terhadap dirinya sebagai suatu person yang
dapat menyelesaikan (faced) suatu masalah.

Universitas Sumatera Utara

6. Inisiatif, Kemampuan untuk bertindak tidak tergantung, mengembangkan
suatu rangkaian kegiatan dan me-nemukan cara-cara baru untuk ber-inovasi.

2.2.2. Pengertian Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah suatu kegiatan mempengaruhi dan
mendorong orang lain untuk bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu.
Kepemimpinan merupakan aspek pengelolaan yang penting dalam sebuah
organisasi. Kemampuan untuk memimpin secara efektif sangat menentukan
berhasil tidaknya sebuah organisasi mencapai tujuan. Dalam usahanya
mencapai tujuan tersebut maka ia haruslah mempunyai pengaruh untuk
memimpin para bawahannya.
Dubrin (2005:3) mengemukakan bahwa kepemimpinan itu adalah
upaya mempengaruhi banyak orang melalui komunikasi untuk mencapai
tujuan, cara mempengaruhi orang dengan petunjuk atau perintah. Siagian
(2002:62) mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan
seseorang untuk mempengaruhi orang lain (para bawahannya) sedemikian
rupa sehingga orang lain itu mau melakukan kehendak pemimpin meskipun
secara pribadi hal itu mungkin tidak disenanginya. Nimran (2004:64)
mengemukakan bahwa kepemimpinan atau leadership adalah merupakan
suatu proses mempengaruhi perilaku orang lain agar berperilaku seperti yang
akan dikehendaki.
Robbins (2002:39) mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah

sebagai kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok kearah tercapainya
tujuan. Kreitner, dan Kinichi (2005) mengemukakan bahwa peran

Universitas Sumatera Utara

kepemimpinan dalam organisasi adalah sebagai pengatur visi, motivator,
penganalis, dan penguasaan pekerjaan. Menurut Northouse, (2003:3)
kepemimpinan adalah suatu proses dimana individu mempengaruhi kelompok
untuk mencapai tujuan umum. Sedangkan menurut Dubrin, (2001:3) bahwa
kepemimpinan itu adalah kemampuan untuk menanamkan keyakinan dan
memperoleh dukungan dari anggota organisasi untuk mencapai tujuan
organisasi.
Kreitner dan Kinicki (2005:320), mengutip definisi kepemimpinan
menurut beberapa pendapat para ahli mengenai kepemimpinan antara lain :
1)

Kepemimpinan adalah suatu upaya penggunaan jenis pengaruh bukan paksaan untuk
memotivasi orang-orang mencapai tujuan tertentu.

2)


Kepemimpinan adalah proses dalam mempengaruhi kegiatan-kegiatan seseorang
atau kelompok dalam usahanya mencapai tujuan di dalam situasi tertentu.

3)

Kepemimpinan adalah suatu pengaruh seni atau proses, mempengaruhi orang
sehingga mereka akan berusaha mencapai tujuan kelompok dengan penuh kemauan
dan antusias”.
Dari ketiga definisi tentang kepemimpinan yang tersebut di atas maka dapat

disimpulkan bahwa kepemimpinan mempunyai peranan sebagai pemberi dorongan atau
motivator mengarahkan kegiatan-kegiatan bersama orang yang mampu memperhatikan
kepentingan bawahan penentu hubungan kerjasama. Disamping kecakapan dan
kemampuan dari pemimpin dan bawahan dipengaruhi oleh kesediaan dari para anggota
pelaksana untuk berkorban dan berusaha prestasi dari pemimpin dan kesediaan bekerja di
pihak pelaksana sangat dipengaruhi oleh situasi yang melandasi kerja mereka.
2.2.3. Fungsi Kepemimpinan

Universitas Sumatera Utara

Dari uraian sebelumnya yang menyebutkan bahwa kepemimpinan yang
merupakan suatu tindakan dan perilaku seseorang dalam mempengaruhi orang
lain harus dapat berfungsi sebagaimana mestinya agar tujuan organisasi dapat
benar-benar tercapai.
Fungsi kepemimpinan menurut Robbins (2001:313) dibagi dua, yaitu:
1. Fungsi pemecahan masalah atau fungsi yang bertalian dengan tugas dapat
mencakup fungsi-fungsi memberi saran pemecahan dan memberi informasi dan
pendapat.
2. Fungsi pembinaan kelompok atau fungsi sosial meliputi segala sesuatu yang
membantu kelompok beroperasi secara lancar.

Pendapat lain tentang fungsi kepemimpinan diungkapkan oleh Robbins
(2001:63)., mengemukakan pendapatnya mengenai fungsi kepemimpinan sebagai
berikut : “Fungsi kepemimpinan adalah mengajak atau menghimbau semua
bawahan atau pengikut agar dengan penuh kemauan untuk memberikan
sumbangan dalam mencapai tujuan organisasi sesuai dengan kemampuan para
bawahan itu secara maksimal”.
Dari kedua definisi tentang fungsi kepemimpinan diatas maka dapat
disimpulkan bahwa fungsi kepemimpinan merupakan dorongan dari atasan untuk
membantu bawahan baik dalam bentuk informasi, saran, pendapat maupun
pemecahannya dalam mencapai tujuan organisasi. Dalam

fungsinya

sebagai

penggerak organisasi pemimpin langsung berhadapan dengan bawahan sebagai
pelaksana pekerjaan. Untuk itu seorang pemimpin harus mampu memberikan
motivasi kepada bawahan sehingga pelaksanaan pekerjaan yang dibebankan dapat
tercapai dengan sebaiknya.

Universitas Sumatera Utara

Mengingat peranan vital seorang pemimpin dalam menggerakkan bawahan
maka timbul pemikiran diantara para ahli manajemen untuk bisa lebih jauh
mengungkapkan peranan apa saja yang menjadi beban dan tanggung jawab
pemimpin dalam mempengaruhi bawahan.

Peranan seorang pemimpin pada

dasarnya merupakan penjabaran serangkaian fungsi kepemimpinan. Dalam
mewujudkan peranan tersebut tentunya diperlukan kemampuan sebab berbagai
macam peranan tersebut tidak dengan sendirinya akan berfungsi apabila tidak
didukung oleh adanya kemampuan dari pemimpin itu sendiri.
Dengan demikian peranan kepemimpinan pada hakekatnya merupakan
serangkaian tugas-tugas atau bagaimana posisi seorang pemimpin dalam
mempengaruhi atau menggerakan bawahan sehingga dengan penuh tanggung
jawab dan kesadaran bawahan berperilaku mencapai tujuan organisasi yang telah
ditetapkan. Sederetan peranan kepemimpinan tersebut dapat diwujudkan dengan
sebaik-baiknya sudah barang tentu diperlukan berbagai kondisi dan situasi
tertentu. Kepemimpinan akan efektif apabila penampilan pemimpin itu sendiri
didukung penguasaan dan pengamalan yang selalu mampu menciptakan
kesimbangan antara perilaku atau gaya kepemimpinannya dengan tingkat
perkembangan kedewasaan/kematangan bawahan.
2.2.4. Pengertian Gaya Kepemimpinan Situasional

Perkataan pemimpin (leader) mempunyai macam-macam pengertian.
Definisi mengenai pemimpin banyak sekali yaitu sebanyak

pribadi yang

meminati masalah pemimpin tersebut. Oleh karena itu gaya kepemimpinan
merupakan dampak interaktif dari ฀ariab individu/pribadi dengan ฀ariab situasi.

Universitas Sumatera Utara

Gaya kepemimpinan Situasional merupakan suatu sistim kepemimpinan yang
digunakan dalam usaha untuk mempengaruhi, mendorong, mengarahkan bawahan
dengan melakukan pendekatan gaya kemimpinan yang sesuai menurut situasi
tertentu dan tingkat kematangan (kedewasaan) para bawahan yang dipimpin. Gaya
kepemimpin situasional mencoba mengkombinasikan proses kepemimpinan
dengan situasi dan kondisi yang ada.
Menurut

Harsey

dan

Blanchard

dalam

Thoha,

(2003;64)

teori

kepemimpinan situasional merupakan gaya kepemimpinan situasional didasarkan
atas hubungan antara:
1. Kadar bimbingan dan arahan (perilaku tugas) yang diberikan oleh pemimpin.
2. Tingkat dukungan emosional (perilaku hubungan) yang disediakan pemimpin.
3. Tingkat kesiapan yang diperlihatkan dalam melaksanakan tugas khusus, fungsi atau
tujuan tertentu.

Konsep

ini

telah

dikembangkan

untuk

membantu

orang

untuk

menjalankan gaya kepemimpinan dengan tanpa memperhatikan perannya yang
lebih efektif didalam interaksinya dengan orang lain. Konseptual melengkapi
pemimpin dengan pemahaman dari hubungan antara gaya kepemimpinan yang
efektif dan tingkat kematangan para pengikutnya. Dengan demikian walaupun
terdapat banyak ฀ariable-variabel situasional yang penting misalnya: organisasi,
tugas-tugas pekerjaan, pengawasan dan waktu kerja, akan tetapi penekanan dalam
gaya kepemimpinan situasional ini hanyalah pada perilaku pemimpin dan
bawahanya saja.
Perilaku pengikut atau bawahan ini amat penting atau mengetahui gaya
kepemimpinan situasional, karena bukan saja pengikut sebagai individu,individu

Universitas Sumatera Utara

menerima atau menolak pemimpinnya, akan tetapi sebagai pengikut secara
kenyataan dapat menentukan kekutan pribadi yang dimiliki pemimpin. Perilaku
tugas adalah suatu perilaku seorang pemimpin untuk mengatur dan merumuskan
peranan-peranan

dari

anggota-anggota

kelompok

atau

para

pengikut,

menerangkan kegiatan yang harus dikerjakan oleh masing-masing anggota, dan
bagimana tugas-tugas tersebut harus dicapai. Perilaku hubungan adalah perilaku
seorang pemimpin yang ingin memelihara hubungan-hubungan antara pribadi
diantara dirinya dengan anggota-anggota kelompok atau para pengikut dengan
cara membuka lebar-lebar jalur komunikasi, mendelegasikan tanggung jawab, dan
memberikan kesempatan pada bawahan untuk menggunakan pontensinya.
Berdasarkan teori

gaya kepemimpinan situasional dari beberapa ahli

diatas maka dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan situasional adalah
perilaku seorang pemimpin yang bertanggung jawab dapat mempengaruhi
kelompok untuk melaksanakan tugas-tugas dengan mencapai tujuan umum.
2.2.5. Gaya Kepemimpinan Situasional

Dalam hubungannya dengan perilaku pemimpin, ada dua hal yang
biasanya dilakukan terhadap bawahannya atau pengikutnya menurut Hersey dan
Blanchard dalam Thoha, (2003:65) yakni:
1. Perilaku Mengarahkan
Perilaku mengarahkan adalah sejauhmana seorang pemimpin melibatkan dalam
komunikasi satu arah. Bentuk pengarahan dalam komunikasi satu arah ini antara lain:
menetapkan peranan yang seharusnya dilakukan pengikut, memberitahukan pengikut
tentang apa yang seharusnya bisa dikerjakan, dimana melakukan hal tersebut,

Universitas Sumatera Utara

bagaimana melakukanya dan melakukan pengawasan secara ketat kepada
pengikutnya.
2. Perilaku Mendukung
Perilaku mendukung adalah sejauhmana seorang pemimpin melibatkan diri dalam
komunikasi dua arah, misalnya mendengar, menyediakan dukungan dan dorongan,
memudahkan interaksi, dan melibatkan pengikut dalam pengambilan keputusan.
Kedua norma perilaku tersebut ditempatkan pada dua proses yang terpisah dan
berbeda seperti dibawah ini sehingga dengan demikian dapat diketahui empat gaya dasar
kepemimpian menurut Harsey dan Blachard dalam Thoha, (2003;65),

Kepemimpinan situasional yang gambarkan oleh Munandar (2004:190),
telah dikembangkan oleh Hersey dan Blanchard dalam Thoha (2003), yang
merupakan pengolahan dari model efektivitas pemimpin tiga dimensi, didasarkan
atas hubungan kurva linear antara perilaku tugas dan perilaku hubungan dan
kedewasaan. Teori ini berusaha untuk memberikan pemahaman kepada
pemimpin tentang kaitan antara gaya kepemimpinan yang efektif dengan tingkat
kedewasaan dari para pengikutnya. Hersey dan Blanchard berpendapat bahwa
bawahan merupakan faktor yang sangat penting dalam situasi kepemimpinan.

Universitas Sumatera Utara

IP

AT

IN

G

TINGGI

PA

RT

IC

PERILAKU HUBUNGAN

G
IN
LL N G
SE LI
L
SE

N

G

IN
G

RENDAH

TI

LL

E

A

TE

D

G
LE

REN DAH

T I N GGI

DEWASA

T I DAK DEWASA

Sumber : Hersey dan Blanchard dalam Thoha, 2003

Gambar 2.1 Gaya Kepemimpinan Situasional
Tingkat kedewasaan (maturity level) dari para bawahan menentukan gaya
efektif dari pemimpin. Dimulai dengan perilaku tugas yang berstruktur, yang
sesuai alam bekerja dengan bawahan yang belum dewasa, teori menyarankan
bahwa perilaku pemimpin harus bergerak melalui :
a. Tugas tinggi – hubungan rendah (gaya telling) ke;
b. Tugas tinggi – hubungan tinggi (gaya selling) ke;
c. Tugas rendah – hubungan tinggi (gaya participating) dan akhirnya ke;
d. Tugas rendah – hubungan rendah (gaya delegating), jika kita mengikuti
perkembangan bawahan dari tidak dewasa sampai ke dewasa.
Hersey dan Blanchard berasumsi bahwa tingkat kedewasaan dari bawahan
tidak tetap. Bawahan yang tidak dewasa berubah untuk menjadi lebih dewasa.
Salah satu tanggung jawab manajer ialah membantu bawahan untuk meningkatkan
tingkat kedewasaannya. Manajer harus menyesuaikan dirinya terhadap situasi
tidak hanya secara pasif tetapi juga secara aktif. Kedewasaan (maturity) dalam

Universitas Sumatera Utara

teori kepemimpinan situasional ini diartikan sebagai ”...the ability and willingness
of people to take responsibility for directing their own behavior”. Variabelvariabel dari kedewasaan ini harus diperhitungkan dalam kaitannya dengan tugas
tertentu yang harus dilaksanakan secara keseluruhan. Setiap orang cenderung
lebih dewasa untuk tugas tertentu dan kurang dewasa untuk tugas yang lain.
Budiman (2003:69) mengungkapkan tentang gaya kepemimpinan Nabi
Muhammad SAW yang berlandaskan 4 (empat) sifat atau karakter yaitu :
1. Shiddiq(benar) yaitu bersikap dan bertingkah laku benar dalam setiap
perbuatan dan perkataannya.
2. Amanah (jujur/terpercaya), memimpin dengan menjaga commitment yang
tinggi artinya menjunjung tinggi atau menjaga setiap perkataan, ikrar, janji
dan konsisten.
3. Tabligh (penyampaian), artinya menyampaikan segala informasi baik itu dari
wahyu yang beliau terima maupun rencana atau keputusan yang diambil
dalam kepemimpinannya.
4. Fathanah (cerdas atau pintar), yaitu memiliki potensi akal dan daya pikir yang
tinggi dengan pengertian selalu bijaksana dalam mengambil keputusan dan
mengeluarkan kebijakan secara adil serta cerdas dalam berbagai bidang
termasuk politik dan perekonomian.
Berdasarkan empat landasan tersebut (Arafat: 2007), Nabi Muhammad
SAW. menganut gaya kepemimpinan yang dapat dijabarkan kedalam 4 M yaitu :
1. Meyakinkan

Universitas Sumatera Utara

Dari sifat Shiddiq (benar), memberikan keyakinan kepada bawahannya yaitu
sahabat-sahabatnya dan pengikutnya dengan kebenaran, dan jujur baik dalam
perkataannya maupun dalam perbuatannya.
2. Menuntun
Dari sifat Amanah (kepercayaan), memberikan arahan, bimbingan dengan
teladan kepada bawahan dan pengikutnya.
3. Menyenangkan
Dari sifat Tabligh (menyampaikan), memberikan dorongan atau semangat
serta motivasi bukan hanya untuk di dunia akan tetapi tujuan hidup di akhirat
yang lebih baik dan menyenangkan.
4. Mencerdaskan
Dari sifat Fathanah (Cerdik), mencerdaskan kehidupan pengikutnya atau
masyarakat atau bangsa, bukan hanya mendidik akan tetapi dengan memberi
contoh atau mempraktek langsung didepan pengikutnya, apa yang disebut
dengan sunnah.
Keberhasilan Nabi Muhammad dalam memimpin ummatnya dan mampu
membuat perubahan besar sehingga disebut sebagai seorang revolusioner terbesar.
Tuhan sendiri memberi gelar kepada beliau ”Uswatun Hasanah” yaitu contoh
teladan yang baik. Jadi keberhasilan kepemimpinan beliau juga karena
mempunyai gaya kepemimpinan contoh teladan (role modelling) seperti
dikemukakan oleh Prihandono (2004:6). Demikian juga keberhasilan Rasulullah
SAW dalam memimpin ummat karena mengaplikasikan kepemimpian situasional
dimana sistim kepemimpinannya yang disesuaikan pada kondisi dan situasi serta

Universitas Sumatera Utara

tempat dimana beliau pimpin, contohnya gaya kepemimpinan dalam menghadapi
masyarakat Quraisy di Mekkah berbeda dengan dalam menghadapi kaum Anshar
di Madinah (Budiman, 2003:71).
2.2.6. Jenis Kepemimpinan Lain
Gaya Kepemimpinan adalah suatu cara yang dipergunakan oleh seorang
pemimpin dalam mempengaruhi perilaku orang lain. Masing-masing pemimpin
mempunyai gaya kepemimpinan yang memancarkan kepemimpinannya.
Menurut Susilo Martoyo (1996:146) gaya kepemimpinan diantaranya:
1. Gaya Kepemimpinan Direktif Otokratif
Gaya kepemimpinan ini memberikan peluang yang sangat luas kepada
pemimpin untuk melaksanakan otoritasnya, sedangkan kebebasan bawahan untuk
mengemukakan pendapat sangat terbatas. Pemimpin merupakan pusat komando,
pusat pemerintah terhadap bawahan.

2. Gaya Kepemimpinan Persuasif
Pemimpin melaksanakan otoritas dan Kontrol terutama dalam proses
pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Pemimpin memperhatikan
masukan-masukan dari bawahan, bawahan mendapat kebebasan terbatas untuk
mengemukakan pendapatnya, mereka diikut sertakan dalam pengambilan
keputusan. Dalam hal ini, keputusan pimpinan merupakan keputusan bersama
meskipun jumlah atau persentase masukan dari bawahan masih terhitung minim.
3. Gaya kepemimpinan Konsultif

Universitas Sumatera Utara

Pemimpin memberikan kesempatan yang luas kepada bawahan untuk ikut
seta dalam pengambilan keputusan. Cara yang ditempuh adalah menyajikan
rancangan yang bersifat sementara. Rancangan tersebut ditawarkan kepada
bawahan, yang masih terbuka kemungkinan adanya perubahan. Dengan cara ini
pemimpin berkempatan menguji gagasanya kepada bawahan melalui proses
konsultasi. Cara ini juga memberikan peluang yang luas bagi bawahan untuk
mengemukakan pendapatnya secara bebas dalam membuat suatu kepusatusan
manjemen.
4. Gaya Kepemimpinan Partipatif
Pemimpin memberikan kesempatan dan kebebasan yang seluas-luasnya
kepada bawahan untuk mengemukakan pendapatnya. Pemimpin dan bawahan
bekerja sama secara penuh dalam team. pemimpin dan bawahan bekerja dalam
team tetapi pemimpin tidak berperan langsung melainkan mendelegasikan kepada
staf senior. Pendelegasian pembuatan keputusan menunjukan adanya kebebasan
bertindak dalam batasan tertentu, meskipun bawahan sangat dominan tetapi
tanggung jawab berada pada pimpinan.
5. Gaya Kepemimpinan Musyawarah
Kepemimpinan berdasarkan tata nilai kebersamaan yang diwujudkan
dalam bentuk kekeluargaan dan gotong royong, tindakan pemimpin ditandai oleg
rasa tolong menolong, saling membantu dan bekerja sama berdasarkan kasih
sayang, serta tetap berpegang pada efisiensi dan efektif. Tindakan yang dilakukan
oleh pemimpin dalam pengambilan keputusan mengikuti prosedur penentuan
masalah, pengumpulan data, analisa data dan pengambilan keputusan.

Universitas Sumatera Utara

2.3. Motivasi Kerja
2.3.1. Teori Motivasi

Timbulnya motivasi karyawan atau semangat kerja pada dasarnya
merupakan sikap mental individu atau kelompok yang terdapat dalam suatu
organisasi dalam melaksanakan tugasnya karena adanya keinginan untuk
memperoleh suatu tujuan atau mengharapkan suatu kebutuhan hidup sehingga
mendorong mereka untuk bekerja lebih baik dan lebih produktif.
Menurut

Kartono

(2003:101)

untuk

mempertahankan

hidupnya,

kebutuhan-kebutuhan tertentu dari manusia harus dipenuhi. Kebutuhan hidup
secara umum dapat dibagi dalam empat kategori, yaitu :
1) Kebutuhan tingkat vital biologis, antara lain berupa sandang, pangan, papan
atau tempat tinggal, penlindungan, rasa aman, air, udara, seks, dan lain-lain.
2) Kebutuhan tingkat sosio-budaya (human-kultural) antara lain berupa empati,
simpati, cinta kasih, pengakuan diri, penghargaan, status sosial, prestise,
pendidikan, ilmu pengetahuan, kebutuhan berkumpul dan seterusnya.
3) Kebutuhan tingkat religius (metafisik, absolut), yaitu kebutuhan merasa
terjamin hidupnya, aman sentosa, bahagia di dunia dan akhirat, dan kebutuhan
untuk bersatu/manunggal dengan Tuhan Yang Maha Esa.
4) Kebutuhan-kebutuhan yang insani sifatnya itu memunculkan dorongandorongan (drives, wants).
Dorongan ialah desakan yang dialami untuk memuaskan kebutuhankebutuhan hidup dan merupakan kecenderungan untuk mempertahankan hidup.

Universitas Sumatera Utara

Dorongan sudah ada sejak lahirnya manusia namun sering tidak disadari, dan
telepas dari kontrolnya sosio manusia. Dorongan erat kaitannya dengan perasaanperasaan yang paling dalam. Kuantitas dan kualitas dorongan berbeda-beda pada
setiap

individu.

Pendidikan

dan

kebiasaan-kebiasaan

yang

baik

ikut

mempengaruhi dorongan-dorongan tersebut.
Kebutuhan dan dorongan tersebut akan merangsang orang untuk berbuat
atau bertingkah laku. Lalu timbullah dinamika, gerak-gerak, usaha, perbuatan,
tingkah laku atau praksis. Pemuasan kebutuhan dan praksis itu memberikan rasa
lega dan puas.

Akar rangkaian proses psikis dan fisis yang dimulai dari

kebutuhan sampai pada praksis, dapat digambarkan dengan bagan dibawah ini .
Pemimpin yang baik itu wajib memahami kebutuhan-kebutuhan manusiawi tadi
baik kebutuahan pribadi sendiri maupun kebutuhan orang lain – anak buah yang
dipimpin dan atasan, serta kolega-kolega sederajat, sehingga dia bisa besikap
bijaksana. Dengan demikian dia akan mampu memutuskan semua pihak dan
berhasillah kepemimpinannya.
Kebutuhan dan motivasi saling berhubungan atau berkaitan yang sangat
erat. Motif atau motivasi ialah :
1) Gambaran penyebab yang akan menimbulkan tingkah laku, menuju pada satu
sasaran tertentu
2) Landasan dasar, pikiran dasar, dorongan bagi seseorang untuk berbuat
3) Ide pokok yang sementara berpengaruh besar terhadap tingkah laku manusia,
biasanya merupakan satu peristiwa masa lampau, ingatan, gambaran fantasi
antara perasaan-perasaan tertentu.

Universitas Sumatera Utara

Maka motivasi kerja dan motivasi untuk menjadi pemimpin itu bermacammacam. Ada orang yang didorong oleh motivasi-motivasi rendah dan egoistis,
misalnya meraih prestise, status sosial untuk menonjolkan kelebihan dan
keakuannya, untuk pamer atau bersifat eksibistis untuk mendapatkan kekayaan
dengan cara apapun juga, untuk memuaskan kesombongan diri (narsistis), dan
lain-lain.

Sebaliknya, ada orang yang muncul menjadi pemimpin karena ia

didorong oleh motivasi-motivasi luhur atau nobel, misalnya oleh rasa-rasa
patriotik, pengabdian, pengorbanan, kebaikan kecintaan pada rakyat, tidak
mementingkan diri sendiri, tetapi demi kepentingan dan kesejahteraan umum.
Motif-motif yang jelas, tegas dan kuat, akan mendorong kuat kemauan
orang, dan memberanikan dirinya untuk berbuat sesuatu.

Dengan kata lain,

barang siapa memiliki kemauan yang kuat, harus memiliki motivasi-motivasi
yang jelas-tegas, sehingga mendorong dengan kuat berlangsungnya kemauan.
Karena itulah maka pendidikan kemauan sebagian besar berupa pemupukan
motivasi-motivasi yang baik, jelas dan kuat.
2.3.2. Pengertian Motivasi Kerja

Robbins (2002:55) mengemukakan bahwa motivasi adalah keinginan
untuk melakukan sebagai kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang
tinggi untuk tujuan-tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya
itu untuk memenuhi suatu kebutuhan individual.

Panggabean (2004:21)

menyatakan bahwa motivasi kerja adalah pemilikan dan kebersamaan. Motivasi
kerja merujuk kepada adanya kebersamaan. Hal ini merupakan rasa pemahaman
dengan perhatian terhadap unsur-unsur dari pekerjaan seseorang, kondisi kerja,

Universitas Sumatera Utara

rekan kerja, penyelia, pimpinan, dan perusahaan. Beberapa ahli menyebut
motivasi kerja dengan moral kerja atau “morale” yang diartikan sebagai : “Sikap
dalam bentuk kesediaan anggota-anggota suatu kelompok untuk bekerjasama
dalam mencapai tujuan”. Hal ini menunjukkan bahwa orang-orang dalam suatu
kelompok akan saling berhubungan dengan melalui disiplin bersama untuk
mencapai tujuan yang mereka inginkan.
Siagian (2002:94) mengemukakan bahwa dalam kehidupan berorganisasi,
termasuk kehidupan berkarya dalam organisasi bisnis, aspek motivasi kerja
mutlak mendapat perhatian serius dari para manajer. Karena 4 (empat)
pertimbangan utama yaitu: (1) Filsafat hidup manusia berkisar pada prinsip “quit
pro quo”, yang dalam bahasa awam dicerminkan oleh pepatah yang mengatakan
“ada ubi ada talas, ada budi ada balas”, (2) Dinamika kebutuhan manusia sangat
kompleks dan tidak hanya bersifat materi, akan tetapi juga bersifat psikologis, (3)
Tidak ada titik jenuh dalam pemuasan kebutuhan manusia, (4) Perbedaan
karakteristik individu dalam organisasi atau perusahaan, mengakibatkan tidak
adanya satupun teknik motivasi yang sama efektifnya untuk semua orang dalam
organisasi juga untuk seseorang pada waktu dan kondisi yang berbeda-beda.
Handoko (2003:205) mengemukakan bahwa dengan tercapainya kepuasan
kerja dari karyawan, mereka akan bekerja lebih motivasiyaitu kepuasan penting
untuk aktualisasi diri. Karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak
akan pernah mencapai kematangan psikologis dan pada gilirannya akan menjadi
frustasi. Karyawan seperti ini akan sering melamun emosinya tidak stabil,
mempunyai motivasi kerja yang rendah, cepat lelah dan bosan, sering absent dan

Universitas Sumatera Utara

melakukan tindakan yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan yang harus
dilakukan. Sedang karyawan yang mendapatkan kepuasan kerja biasanya
mempunyai kehadiran dan tingkat perputaran yang lebih baik serta kurang aktif di
dalam kegiatan serikat karyawan.
Munandar (2004:323) menyimpulkan bahwa pengertian motivasi adalah
suatu

proses

dimana

kebutuhan-kebutuhan

mendorong seseorang untuk

melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah ke tercapainya tujuan tertentu.
Tujuan yang, jika berhasil dicapai, akan memuaskan atau memenuhi kebutuhankebutuhan tersebut. Dengan kebutuhan dimaksudkan suatu keadaan dalam diri
(internal state) yang menyebabkan hasil-hasil atau keluaran-keluaran tertentu
menjadi menarik. Misalnya, rasa haus (kebutuhan untuk minum) menyebabkan
kita tertarik pada air segar. Jika tidak haus maka kita bersikap netral terhadap air.
Sekelompok kebutuhan yang belum dipuaskan menciptakan suatu ketegangan
yang menimbulkan dorongan-dorongan untuk berperilaku mencari.

2.4. Pengertian Prestasi Kerja

Banyak faktor yang mempengaruhi prestasi kerja dari individu tenaga
kerja diantaranya, kemampuan, motivasi, dukungan yang diterima, keberadaan
pekerjaan yang mereka lakukan, imbalan atau insentif, hubungan mereka dengan
organisasi dan masih banyak lagi faktor lainnya. Organisasi atau perusahaan,
kinerjanya lebih tergantung pada prestasi kerja dari individu tenaga kerja. Ada
banyak cara untuk memikirkan tentang jenis kinerja yang dibutuhkan para tenaga

Universitas Sumatera Utara

kerja untuk suatu perusahaan agar dapat berhasil diantaranya dengan
mempertimbangkan tiga elemen yaitu produktivitas, kualitas dan pelayanan.
Prestasi kerja adalah hasil kerja yang dicapai dengan membandingkan
objektif dan target serta tujuan organisasi yang harus dicapai yang dinilai melalui
suatu sistem dengan tolak ukur tertentu. Menurut Cushway (2003:85) efektif
tidaknya prestasi kerja seseorang sangat tergantung pada organisasi itu sendiri,
apakah mempunyai kejelasan misi, strategi, dan tujuan. Bila arah perusahaan
secara keseluruhan jelas, maka dapat ditentukan output yang harus dicapai oleh
komponen-komponen oraganisasi, termasuk penentuan departemen, seksi,
individu dan proses yang perlu untuk mencapai tujuan organisasi tersebut. Misi
atau tujuan organisasi akan menentukan alasan keberadaan organisasi dan
menerapkan pokok-pokok yang ingin dicapai.

Misi tersebut harus diuraikan

menjadi sejumlah tujuan yang lebih jelas, yang membentuk basis strategi dan
kebijakan organisasi secara keseluruhan baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
Prestasi kerja mungkin merupakan masalah terbesar yang harus dihadapi
oleh organisasi/perusahaan.

Bagi organsisasi atau perusahaan, prestasi yang

efektif berarti output tetap dipertahankan meskipun jumlah pekerjanya sedikit,
atau produktifitasnya ditambah. Bekerja yang efektif juga merupakan hal yang
penting bagi seseorang. Pada suatu saat, bisa merupakan hal relatif yang mudah
untuk tetap bekerja dengan kinerja sedang, dengan menghindari pelanggaran
disiplin yang fatal. Bahkan perusahaan tidak lagi mentolerir prestasi kerja yang
buruk, dimana pekerja seperti itu cenderung diberhentikan atau PHK.

Universitas Sumatera Utara

Hasibuan (2000:126), ”Prestasi kerja mempunyai hubungan erat dengan
masalah produktivitas, karena merupakan indikator dalam menentukan bagaimana
usaha untuk mencapai tingkat produktivitas yang tinggi dalam suatu organisasi.
Hasibuan menyatakan bahwa produktivitas adalah perbandingan antara keluaran
(output) dengan masukan (input)”. Handoko (2004:75) menyatakan, ”Penilaian
prestasi

kerja

(performance

appraisal)

adalah

proses

suatu

organisasi

mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan. Kegiatan ini dapat
mempengaruhi keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan balik
kepada karyawan tentang pelaksanaan kerja mereka”.
Dengan demikian dapat disimpulkan prestasi kerja adalah suatu proses
untuk mengevaluasi atau kinerja karyawan dengan tujuan agar dapat mendorong
karyawan untuk lebih semangat untuk bekerja, berkompeten, dan mencapai target
serta tujuan yang ditentukan untuk peningkatan dimasa yang akan datang.

2.5. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual penelitian dibuat untuk memudahkan dalam
menentukan variabel-variabel penelitian, antara variabel independen dengan
variabel dependen, sehingga dengan adanya kerangka konseptual akan
memperlihatkan dependensi antara satu variabel dengan variabel lainnya. Pada
hakekatnya gaya kepemimpinan bertujuan mendorong produktivitas kerja
karyawan, agar dapat mencapai tujuan organisasi secara maksimal (Hasibuan,
2001:170). Ini membuktikan bahwa pemimpin yang efektif ditentukan oleh
kemampuannya membaca situasi yang dihadapi dan disesuaikan dengan

Universitas Sumatera Utara

karakteristik kepemimpinannya, sehingga para karyawan dapat termotivasi untuk
menyelesaikan pekerjannya dengan baik dan berprestasi. Karena prestasi kerja
karyawan dipengaruhi oleh motivasinya dalam bekerja (Yulk, 2002:254).
Pendapat Yulk tersebut dibuktikan dengan studi empiris yang dilakukan
Sarita dan Agustia (2008) yang menyatakan bahwa kepemimpinan siatuasional,
motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap prestasi kerja. Dari
hasil studi tersebut dapat digambarkan bahwa pemimpin yang mampu
menyesuaikan

kepemimpinannya

dengan

situasi

kerja,

akan

mampu

memotivasikan karyawan untuk bekerja secara maksimal, sehingga prestasi kerja
karyawanpun akan meningkat. Samson (2007) meneliti mengenai pengaruh gaya
kepemimpinan situasional terhadap kinerja pegawai pada Dinas Pendapatan Kota
Ambon. Hasil penelitian Samson tersebut juga terbukti secara empiris yang
menyatakan bahwa gaya kepemimpinan siatuasional berpengaruh positif terhadap
kinerja pegawai. Ini dapat digambarkan bahwa seorang pemimpin yang memiliki
superioritas tertentu, mampu menggerakkan dan merangsang motivasi bawahnya
untuk bekerja dengana baik, sehingga sasaran dengan mudah tercapai.
Penelitian yang dilakukan Hardini (2001) menyatakan bahwa gaya
kepemimpinan mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Ini
membuktikan bahwa kinerja karyawan dipengaruhi oleh kondisi-kondisi baik
bersifat individual atau situasional seperti prestasi kerja, hubungan sosial atau
budaya organisasi. DeGroot (2000) juga menyatakan bahwa kepemimpinan
situasional mempunyai pengaruh positif terhadap meningkatnya prestasi kerja
karyawan. Seseorang pemimpin yang mengetahui situasi lingkungan kerja

Universitas Sumatera Utara

bawahanya, maka dia akan memahami bagaimana cara dia menggerakan
karyawannya untuk terus bekerja secara maksimal.
Hersey dan Blanchard mengatakan bahwa bawahan bervariasi dalam
tingkat kesiapannya dalam melakukan tugas. Orang dengan kesiapan tugas
rendah, karena mempunyai kemampuan yang terbatas dan berkurangnya pelatihan
ataupun rasa ketidaknyamanan, memerlukan gaya kepemimpinan yang berbeda
dari mereka yang tinggi kesiapannya dan mempunyai kemampuan, ketrampilan,
kepercayaan diri, dan kemampuan bekerja yang baik (Daft, 2002). Jika dikaitkan
dengan teori situasional yang dikemukakan Hersey dan Blanchard ini berfokus
pada kematangan bawahan sebagai kunci pokok situasi yang menentukan
keefektifan perilaku seorang pemimpin. Situasi ini akhirnya menuntut pemimpin
untuk mengajak peran serta bawahan agar mau berpartisipasi secara aktif,
sehingga secara perlahan-lahan motivasi kerja mereka akan berkembang secara
optimal. Dengan adanya partisipasi dari bawahan akan menimbulkan keyakinan
diri bawahan bahwa mereka akan mampu melakukan atau melaksanakan
pekerjaan yang dibebankan kepada mereka untuk dapat diselesaikan dengan baik
(Suyanto, 2009). Ini membuktikan bahwa gaya kepemimpinan yang diharapkan
dapat disesuaikan dengan situasi kerja karyawan, dan mampu memberikan
motivasi kerja yang baik, sehingga prestasi kerja karyawan juga akan meningkat.
Adapun kerangka berpikir penelitian ini dapat dapat digambarkan pada
Gambar 2.2:
Kepemimpinan
Situasional
Prestasi Kerja
Karyawan

Universitas Sumatera Utara

Motivasi
Kerja
Gambar 2.2. Kerangka Konseptual Penelitian

2.6. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka konseptual yang dikemukakan di atas, maka
hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut: “Kepemimpinan situasional dan
motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap prestasi kerja karyawan
Divisi Produksi PT Arun NGL Lhokseumawe”.

Universitas Sumatera Utara