ANALISIS MANAJEMEN LABA DAN KINERJA KEUA (6)

ANALISIS MANAJEMEN LABA DAN KINERJA KEUANGAN
PERUSAHAAN PENGAKUISISI YANG BERGERAK DIBIDANG REAL
ESTATE & PROPERTY SEBELUM DAN SESUDAH MERGER ATAU
AKUISISI

RAHMA FADHILLAH
Jurusan Akutansi
Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Riau
ABSTRACT

The era of free trade globalization requires companies to continuously
develop the company strategy in order to maintain its existence and improve their
performance, one of them with corporate action mergers and acquisitions.
Mergers and acquisitions is a known phenomenon and developed not only in
Indonesia, but throughout the rest of the world in line with the development of the
business world. The objective is to exploit and achieve positive synergies
expected, but in the implementation of mergers and acquisitions are the
conditions that support the earnings management measures undertaken by the
acquirer. This is what motivates this study to analyze earnings management in the
acquirer. In addition to the changes that occurred after the company's merger and
acquisition typically looks at a company's financial performance is measured

from financial ratios, including profitability ratios and activity ratios.
Analysis of earnings management using the modified Jones theory.
Earnings management is carried out by companies with proxy discretionary
accrual (DA). Then for the measurement of company performance measured by
financial ratios include total asset turnover, net profit margin, and return on
assets.
Results of data analysis showed that acquirers tend to earnings
management by increasing the value of accruals (income increasing accruals)
before and after a merger or acquisition. In addition, the company's financial
performance as measured by total asset turnover ratio, net proft margin, return
on assets before and after the acquisition change in the positive direction.
Keywords :

Merger or Acquisition, Earnings Management, Financial
Performance

I.

PENDAHULUAN
Memasuki era pasar bebas, persaingan usaha diantara perusahaan -


perusahaan yang ada semakin ketat. Tak ada lagi jarak atau halangan selama ini
yang membatasi semua aktivitas bisnis khususnya aktivitas antar pulau dan antar
Negara. Semua itu merupakan dampak dari perkembangan pesat di bidang
teknologi informasi dan telekomunikasi. Hal ini berakibat pada banyak
perusahaan-perusahaan kecil dan menengah di Indonesia yang gulung tikar,
sedangkan perusahaan-perusahaan besar yang masih bertahan harus berusaha
keras agar dapat bertahan dengan melakukan restrukturisiasi organisasi. Kondisi
demikian menuntut perusahaan untuk selalu mengembangkan strategi agar
perusahaan dapat bertahan atau bahkan menjadi lebih berkembang (Payamta,
2001: 239).
Merger dan akuisisi menjadi trend bisnis di tahun 1990-an di Amerika

Serikat yang dimulai di tahun 1992. Sejak tahun 1992 perusahaan yang
melakukan merger dan akuisisi terus meningkat, bahkan jika dibandingkan antara
tahun 1996 dan 1995 peningkatan merger dan akuisisi meningkat hingga 67%
(Sotensen,2000). Demikian pula di Indonesia dengan adanya peraturan
perundang-undangan yang mempermudah masuknya investor asing, merger dan
akuisisi, maka pelaksanaan merger dan akuisisi meningkat (Saiful,2003).
Merger adalah salah satu bentuk absorsi/penyerapan yang dilakukan oleh


satu perusahaan terhadap perusahaan yang lain. Jika terjadi merger antara
perusahaan A dan perusahaan B, maka pada akhirnya hanya akan ada satu
perusahaan saja, yaitu perusahaan A atau B. Pada sebagian besar kasus merger ,

perusahaan yang memilki ukuran yang lebih besar yang dipertahankan hidup dan
tetap mempertahankan nama dan status hukumnya, sedangkan perusahaan yang
berukuran lebih kecil atau perusahaan yang dimerger akan menghentikan aktivitas
atau dibubarkan sebagai badan hukum (Lani Dharmasetya dan Vonny Sulaimin,
2009: 10)
Bentuk

lain

dari

penyatuan

perusahaan


adalah

pengambilalihan

perusahaan, yang sering disebut dengan akuisisi. Pada akuisisi, masing-masing
perusahaan, baik perusahaan yang mengambil alih maupun perusahaan yang
diambil alih tetap mempertahankan aktivitasnya, identitasnya, dan kedudukannya
sebagai perusahaan yang mandiri. Praktik akuisisi melahirkan hubungan induk
perusahaan (perusahaan yang mengambil alih) dan anak perusahaan (perusahaan
yang diambil alih) (Lani Dharmasetya dan Vonny Sulaimin, 2009:11)
Tujuan menggabungkan usaha melalui merger dan akusisi diharapkan
dapat memperoleh sinergi, yaitu nilai keseluruhan perusahaan setelah merger dan
akuisisi yang lebih besar daripada penjumlahan nilai masing-masing perusahaan
sebelum merger dan akuisisi. Selain itu merger dan akuisisi dapat memberikan
banyak keuntungan bagi perusahaan antara lain peningkatan kemampuan dalam
pemasaran, riset, skill manajerial, transfer teknologi, dan efisiensi berupa
penurunan biaya produksi (Hitt, 2002).
Dalam pelaksanaan merger dan akuisisi terdapat suatu kondisi yang
mendukung adanya tindakan manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan
pengakuisisi. Pada situasi perusahaan pengakuisisi ingin melakukan merger dan

akusisi dengan cara pembayaran lewat saham, pihak manajemen perusahaan

pengakuisisi

cenderung

akan

berusaha

untuk

meningkatkan

nilai

laba

perusahaannya. Tujuannya adalah selain ingin menunjukkan earnings power
perusahaan agar dapat menarik minat perusahaan target untuk melakukan akuisisi

juga untuk meningkatkan harga saham perusahaannya (Lani Dharmasetya dan
Vonny Sulaimin, 2009:16)
Erickson dan Wang (1999) dalam Hastutik (2006) menyatakan bahwa
kecenderungan adanya praktik manajemen laba menjelang merger dan akuisisi
bertujuan untuk meningkatkan harga sahamnya sebelum stock merger agar dapat
mengurangi

biaya

pembelian

perusahaan

target.

Keputusan

manajemen

perusahaan yang memilih untuk melakukan manajemen laba dengan cara income

increasing accruals akan membawa konsekuensi terhadap kinerja perusahaan

yang akan mengalami suatu kenaikan pada periode sesudahnya. Penelitianpenelitian terdahulu telah membuktikan adanya manajemen laba dalam beberapa
kasus. Rahman dan Bakar (2002) seperti yang dikutip oleh Kusuma dan Udiana
Sari (2003) telah membuktikan adanya manajemen laba melalui discreationary
accruals pada perusahaan pengakuisisi sebelum merger dan akuisisi di Malaysia

pada tahun sebelum akuisisi. Sementara Erickson dan Wang (1999) dalam
Hastutik (2006) menunjukkan bahwa perusahaan pengakuisisi melakukan
manajemen laba pada periode sebelum merger dan mengidentifikasi bahwa
tingkat income increasing earnings management berhubungan positif dengan
ukuran merger .
Perubahan-perubahan yang lain terjadi setelah perusahaan melakukan
merger dan akuisisi biasanya akan tampak pada kinerja perusahaan dan

penampilan finansialnya. Pasca merger dan akuisisi kondisi dan posisi keuangan
perusahaan mengalami perubahan dan hal ini tercermin dalam laporan keuangan
perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi. Untuk menilai bagaimana
keberhasilan merger dan akuisisi yang dilakukan, dapat dilihat dari kinerja
perusahaan setelah melakukan merger dan akuisisi terutama kinerja keuangan

baik bagi perusahaan pengakuisisi maupun perusahaan diakuisisi. Dasar logika
dari pengukuran berdasar akuntansi adalah bahwa jika skala bertambah besar
ditambah dengan sinergi yang dihasilkan dari gabungan aktivitas-aktivitas yang
simultan, maka laba perusahaan juga semakin meningkat sehingga kinerja
perusahaan pasca merger dan akuisisi seharusnya semakin baik dibandingkan
dengan sebelum merger dan akuisisi.
Beberapa penelitian yang meneliti tentang perbedaan kinerja perusahaan
sebelum dengan setelah merger dan akuisisi dilakukan, namun hasil tidak selalu
signifikan. Seperti yang dilakukan oleh Nurdin D (1996) yang melakukan
penelitian terhadap perusahaan yang melakukan akuisisi. Hasil penelitian
menunjukan ada perbedaan rasio keuangan yang dipakainya yaitu rasio Likuiditas,
Rentabilitas, Solvabilitas dan rasio tingkat pengembalian atas total aktiva dalam
rentan waktu 3 tahun.
Dari hasil-hasil penelitian diatas diperoleh adanya perbedaan hasil
penelitian (research gap) yang dilakukan oleh para peneliti. Research gap yang
telah dipaparkan diatas dapat dijadikan permasalahan dalam penelitian ini. Hal ini
akan mengkaji ulang (replikasi) penelitian ini dengan memperbarui periode
penelitian mengetahui pengaruh manajemen laba dan kinerja keuangan

perusahaan pengakuisisi pada saat sebelum dan sesudah merger dan akuisisi

dengan pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Apakah telah terjadi tindakan manajemen laba pada perusahaan
pengakuisisi sebelum perusahaan tersebut melaksanakan kegiatan merger
dan akuisisi?
2. Apakah terdapat perbedaan kinerja keuangan perusahaan pengakuisisi
pada saat sebelum dan sesudah merger dan akuisisi?
Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah

(1) membuktikan

bahwa telah terjadi tindakan manajemen laba pada perusahaan pengakuisisi
sebelum melakukan merger dan akuisisi (2) membuktikan bahwa terdapat
perbedaan kinerja keuangan perusahaan pengakuisisi sebelum dan sesudah
melakukan merger dan akuisisi.

II.

LANDASAN TEORI
Manajemen laba didasari oleh adanya teory agency yang menyatakan


bahwa setiap individu cenderung untuk memaksimalkan utilitasnya. Konsep
Agency Theory menurut Govindarajan (1998) adalah hubungan atau kontrak

antara principal dan agen. Principal memperkerjakan agen untuk melakukan tugas
dalam rangka memenuhi kepentingan principal. Dalam sebuah perusahaan, yang
termasuk principal adakah para pemegang saham, sedangkan yang termasuk
dalam agen adalah CEO (Chief Executive Officer ).
Penjelasan konsep manajemen laba menurut Salno dan Baridwan (2000:
19) menggunakan pendekatan teori keagenan (agency theory) yang menyatakan

bahwa “praktek manajemen laba dipengaruhi oleh konflik kepentingan antara
manajemen (agent) dan pemilik (principal) yang timbul karena setiap pihak
berusaha untuk mencapai atau mempertimbangkan tingkat kemakmuran yang
dikehendakinya.” Dalam hubungan keagenan, manajer memiliki informasi asimetri
terhadap pihak eksternal perusahaan, seperti kreditor dan investor. Informasi
asimetri terjadi ketika manajer memiliki informasi internal perusahaan yang
relative lebih banyak dan mengetahui informasi tersebut relatif lebih cepat
dibandingkan pihak eksternal. Dalam kondisi demikian pihak manajer dapat
menggunakan informasi yang diketahuinya untuk membuat laporan keuangan
dalam usaha memaksimalan kemakmurannya. Intervensi manajemen mengandung

kejahatan moral (moral hazard) apabila memanfaatkan informasi asimetri tersebut
debgan manajemen laba. Kesenjangan informasi antara kedua belah pihak
menimbulkan/memicu munculnya manajemen laba. Masing-masing pihak dalam
hubungan keagenan terdorong oleh motivasi yang berbeda sesuai dengan
kepentingannya. Teori keagenan menggambarkan perusahaan sebagai fokus (titik
temu) hubungan keagenan antara pemilik perusahaan (principal) dan manajemen
perusahaan (agent) dan berusaha memberi suatu pemahaman prilaku organisasi
dengan mengungkapkan bagaimana pihak-pihak yang terlibat dalam hubungan
keagenan dalam perusahaan untuk memaksimalkan utilitas usahanya. Usaha
memaksimalkan utilitas ini mendorong timbulnya konflik kepentingan antara
pemilik (principal) dan manajemen (agency), karena setiap perusahaan
memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologinya melalui kontrak
kompensasi.

Healy dan Wahlen (1999), menyatakan bahwa definisi manajemen laba
mengandung beberapa aspek. Pertama intervensi manajemen laba terhadap
pelaporan keuangan dapat dilakukan dengan penggunaan judgment, misalnya
judgment yang dibutuhkan dalam mengestimasi sejumlah peristiwa ekonomi di
masa depan untuk ditunjukan dalam laporan keuangan, seperti perkiraan umur
ekonomis dan nilai residu aktiva tetap, tanggungjawab untuk pensiun, pajak yang
ditangguhkan, kerugian piutang dan penurunan nilai asset. Disamping itu manajer
memiliki pilihan untuk metode akuntansi, seperti metode penyusutan dan metode
biaya. Kedua, tujuan manajemen laba untuk menyesatkan stakeholders mengenai
kinerja ekonomi perusahaan. Hal ini muncul ketika manajemen memiliki akses
terhadap informasi yang tidak dapat diakses oleh pihak luar.
Pengertian manajemen laba oleh Merchan (1989) dalam Merchan dan
Rockness (1994) didefinisikan sebagai tindakan yang dilakukan oleh manajemen
perusahaan untuk mempengaruhi laba yang dilaporkan yang bisa memberikan
informasi

mengenai

keuntungan

ekonomis

(economic

advantage)

yang

sesungguhnya tidak dialami perusahaan, yang dalam jangka panjang tindakan
tersebut bisa merugikan perusahaan.
Perbedaan pemahaman terhadap manajemen laba mendorong semakin
berkembangnya model Manajemen laba yang digunakan untuk mengidentifikasi
akivitas rekayasa manajerial ini. Secara umum ada 4 bentuk pengaturan
manajemen laba yang diklasifikasikan atas dasar basis pengukuran yang
digunakan, yaitu (Scoot, 2003) :
a. Taking a bath

Dalam bentuk jika manajemen harus melaporkan kerugian, maka
manajemen akan melaporkan dalam jumlah besar. Dengan tindakan ini
manajemen berharap dapat meningkatkan laba yang akan datang dan
kesalahan kerugian piutang perusahaan dapat dilimpahkan ke manajemen
lama, jika terjadi pergantian manajer.
b. Income Minimization (menurunkan laba)
Dalam bentuk ini manajer akan menurunkan laba untuk tujuan
tertentu, misalnya: untuk tujuan penghematan kewajiban pajak yang harus
dibayar perusahaan kepada pemerintah. Karena semakin rendah laba yang
dilaporkan perusahaan semakin rendah pula pajak yang harus dibayarkan.
c. Income Maximization (meningkatkan laba)
Dalam bentuk ini manajer akan berusaha menaikkan laba untuk
tujuan tertentu, misalnya: menjelang IPO manajer akan meningkatkan laba
dengan harapan mendapatkan reaksi yang positif dari pasar.
d. Income Smoothing (perataan laba)
Income smoothing dilakukan dengan meratakan laba yang dilaporkan,

dengan tujuan pelaporan eksternal, terutama bagi investor, karena umumnya
investor menyukai laba yang relatif stabil.
Ikatan Akuntan Indonesia dalam Pernyataan Standart Akuntansi Keuangan
(PSAK) No. 22 mendefinisikan penggabungan usaha (business combination)
adalah penyatuan dua atau lebih perusahaan yang terpisah menjadi satu entitas
ekonomi karena satu perusahaan menyatu dengan (uniting with) perusahaan lain
atau memperoleh kedali (control) atas aktiva dan operasi perusahaan lain.

Jika perluasan adalah sasaran utama dari perusahaan, mengapa
usaha diperluas melalui penggabungan dan bukan dengan melakukan
kontruksi fasilitas-fasilitas baru ? Beberapa alasan yang mungkin untuk
memilih penggabungan usaha sebagai alat perluasan adalah :
a.

Manfaat biaya (Cost Adventage)
Seringkali lebih murah bagi perusahaan untuk memperoleh fasilitas

yang dibutuhkan melalui pengembangan. Hal ini benar, terutamma pada
periode inflasi.
b. Risiko lebih rendah (Lower Risk)
Membeli lini produk dan pasar yang telah didirikan biasanya lebih
kecil risikonya dibandingkan dengan mengembangkan produk baru dan
pasarnya. Penggabungan usaha kurang berisiko terutama ketika tujuannya
adalah diversifikasi.
c. Penundaan operasi pengurangan (Fewer Operating Delays)
Fasilitas-fasilitas pabrik yang diperoleh melalui penggabungan
usaha dapat diharapkan untuk segera beroperasi dan memenuhi peraturan
yang berhubungan dengan lingkungan dan peraturan pemerintah yang
lainnya.
d.

Mencegah Pengambilalihan (Avoidance of Takeovers)
Beberapa perusahaan bergabung untuk mencegah pengakuisisian

diantara mereka. Karena perusahaan-perusahaan yang lebih kecil cenderung
lebih mudah diserang untuk diambil alih, beberapa diantara mereka memakai
strategi pembeli yang agresif sebagai pertahanan terbaik melawan usaha

pengambilalihan oleh perusahaan lain. Perusahaan-perusahaan rasio hutang
terhadap ekuitas yang tinggi biasanya bukan merupakan calon pengambilalih
yang menarik.
e.

Akuisisi harta tidak berwujud (Acquisition of Intangible Assets)
Penggabungan usaha melibatkan penggabungan sumber daya tidak

berwujud maupun berwujud.
Menurut teori keuangan modern, Sudarsanam (1999, h. 246)
menyatakan keputusan-keputusan manajemen ditujukan untuk meningkatkan
kemakmuran pemegang saham dan meningkatkan nilai perusahaan. Dalam hal ini
merger dan akuisisi sebagai bagian dari keputusan manajemen perlu adanya
pembuktian keberhasilannya dalam mencapai tujuan tersebut.
Penilaian kinerja menurut Setyasih (2009) adalah penentuan efektivitas
operasional, organisasi, dan karyawan berdasarkan sasaran, standar dan kriteria
yang telah ditetapkan sebelumnya secara periodik. Ada dua macam kinerja, yakni
kinerja opeasional dan kinerja keuangan. Kinerja operasional lebih ditekankan
pada kepentingan internal perusahaan seperti kinerja cabang/divisi yang diukur
dengan kecepatan dan kedisiplinan. Sedangkan kinerja keuangan lebih kepada
evaluasi laporan keuangan perusahaan pada waktu dan jangka tertentu.
Untuk mengetahui kinerja keuangan perusahaan maka secara umum
perlu dilakukan analisis terhadap laporan keuangan, yang menurut Brigham dan
Houston (2001, h. 78) mencakup (1) pembandingan kinerja perusahaan dengan
perusahaan lain dalam industri yang sama dan (2) evaluasi kecenderungan posisi
keuangan perusahaan sepanjang waktu. Laporan keuangan perusahaanmelaporkan

baik posisi perusahaan pada suatu waktu tertentu maupun operasinya selama
beberapa periode yang lalu.
Merger dan akuisisi adalah tindakan strategis dari perusahaan untuk

mengembangkan usahanya. Dalam pelaksanaan merger dan akuisisi terdapat
suatu kondisi yang mendukung adanya tindakan manajemen laba yang dilakukan
oleh perusahaan pengakuisisi dimana pihak manajemen akan berusaha untuk
meningkatkan nilai laba perusahaannya. Keberhasilan perusahaan dalam merger
dan akuisisi dapat dilihat juga dari kinerja keuangan perusahaan tersebut, terutama
kinerja keuangan. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kinerja keuangan
dilakukan dengan membandingkan rasio-rasio keuangan sebelum dan sesudah
merger dan akuisisi, berdasarkan tinjauan pustaka serta beberapa penelitian

terdahulu maka peneliti mengindikasikan rasio-rasio keuangan yang terdiri dari
total asset turnover , net profit margin, dan return on asset yang mencerminkan

perbedaan setelah melakukan merger dan akuisisi.
Berdasarkan hasil dari beberapa penelitian diatas maka hipotesis yang
dapat diajukan sebagai jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian ini
adalah :
H1 :

Terdapat praktik manajemen laba yang dilakukan perusahaan
pengakuisisi dengan cara menaikkan nilai akrual (income
increasing accrual) sebelum merger dan akuisisi.

H2 :

Terdapat perbedaan kinerja keuangan yang di ukur dengan total
asset turnover , net profit margin, dan return on asset sebelum

dan setelah merger dan akuisisi.

III.

METODE PENELITIAN

Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan petunjuk tentang bagaimana suatu
variabel di ukur, sehingga peneliti dapat mengetahui baik atau buruk
pengukuran tersebut. Manajemen laba dalam penelitian ini diukur dengan
proxy discretionary accruals (DA) yang menggunakan model Modified Jones

(Jones Modifikasi) yang dikembangkan oleh Dechow (1995). Model ini dipilih
karena dapat mendeteksi manajemen laba lebih baik dibandingkan dengan
model-model lainnya (I Putu Andyana Usadha dan Gerianta Wirawan
Yasa,2008).
Model penghitungan manajemen laba adalah sebagai berikut :
(

)

(

)

(

Total akrual untuk periode t dinyatakan dalam persamaan :

)

TAit = NIit - OCF it

Keterangan :
Total Accruals perusahaan i pada tahun t

Pendapatan bersih perusahaan i pada tahun ke t dikurangi
pendapatan bersih pada tahun t-1
Piutang bersih perusahaan i pada tahun t dikurangi
piutang bersih pada tahun t-1
Aktiva tetap (gross) perusahaan i pada tahun t
Total assets (total aktiva) perusahaan i pada tahun t-1

Nilai residu perusahaan i pada tahun t
NIit

=

Laba bersih (Net Income) perusahaan i pada tahun t

OCF it

=

Arus kas (Operating Cash Flow) perusahaan t pada
tahun t

Dari persamaan diatas Non Discreationary Accruals (NDA) dapat
dihitung dengan memasukkan kembali kefisien α dalam persamaan :

Setelah melakukan regresi model di atas, Dicretionary Accruals yang
dilakukan oleh setiap perusahaan dapat dihitung dengan persamaan sebagai
berikut :

Atau

Keterangan :
= Non Discreationary Accruals perusahaan i pada tahun t
= Discreationary Accruals i pada tahun t
Secara empiris, nilai Discretionary Accruals dapat bernilai nol,
positif, atau negatif. Nilai nol menunjukkan manajemen laba dilakukan dengan
pola perataan laba (income smoothing). Sedangkan nilai positif menunjukkan
adanya manajemen laba dengan pola peningkatan laba (income increasing ) dan
nilai negatif menunjukkan manajemen laba dengan pola penurunan laba
(income decreasing) (Sulistyanto, 2008)

Kinerja

keuangan

didefinisikan

sebagai

prestasi

manajemen

keuangan untuk mencapai tujuan perusahaan yaitu menghasilkan keuntungan
dan meningkatkan nilai perusahaan. Kinerja keuangan dalam penelitian ini di
ukur dengan menggunakan rasio aktivitas dan profitabilitas.
a.

Rasio Aktivitas menunjukkan kemampuan dana yang tertanam dalam
keseluruhan aktiva berputar dalam suatu periode tertentu atau
kemampuan modal yang di investasikan untuk menghasilkan revenue.
Pengukuran rasio aktivitas disini menggunakan total asset turnover.
Penjualan Neto
Total Asset Turnover (TATO) =
Jumlah Aktiva

b.

Rasio Profitabilitas mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan
memperoleh laba baik dalam hubungannya dengan penjualan, aset
maupun laba bagi modal sendiri. Pengukuran rasio profitabilitas ini
menggunakan net profit margin dan return on asset.
Keuntungan Neto sesudah Pajak
Net Profit Margin (NPM) =
Penjualan Neto

EBIT
Return on Aset (ROA) =
Jumlah Aktiva

Populasi dan sampel
Objek penelitian ini adalah perusahaan yang melakukan merger dan
akuisisi. Dalam penelitian ini pengambilan sampel yang dilakukan secara non

probability sampling, yaitu dengan pendekatan purposive sampling dengan

kriteria sebagai berikut :
1. Perusahaan publik yang bergerak di bidang Real Estate dan Property dan
melakukan merger dan akuisisi antara tahun 2006 sampai dengan tahun
2008.
2. Perusahaan termasuk industri manufaktur yang bergerak di bidang
Realestate and Property .

3. Perusahaan memiliki tanggal merger dan akuisisi yang jelas.
Menerbitkan laporan keuangan auditan secara lengkap selama satu tahun
sebelum merger dan akuisisi serta 2 tahun setelah merger dan akuisisi dengan
periode berakhir per 31 Desember.
Metode pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan metode studi pustaka yang dilakukan dalam rangka mengumpulkan
teoriteori atau literatur-literatur yang dapat dipergunakan sebagai landasan yang
berhubungan dengan masalah yang sedang teliti. Berkaitan dengan data-data yang
digunakan dalam penelitian ini, data-data yang dibutuhkan terdiri dari data
sekunder. Data mengenai harga saham diperoleh dari Indonesian Capital Market
Directory (ICMD), idx statistic, dan Bursa Efek Indonesia (BEI).

Metode Analisi Data
Manajemen Laba
Langkah-langkah dalam analisis data ini adalah mencari nilai total accrual
yang akan dijadikan dasar dalam mencari nilai discretionary accrual dan non

discretionary accrual. Berdasarkan rumus yang ada maka akan diperoleh nilai
discretionary accrual dan non discretionary accrual perusahaan baik sebelum
perusahaan melakukan akuisisi maupun perusahaan setelah melakukan akuisisi.
Nilai discretionary accrual dan non discretionary accrual akan dibandingkan
diantara kedua parameter tersebut akan diketahui nilai mana yang dominan
terhadap

masing-masing

perusahaan.

Langkah

selanjutnya

discretionary accrual dan non discretionary accrual

setelah

nilai

diketahui maka akan

diperoleh satu kesimpulan apakah perusahaan melakukan manajemen laba atau
tidak.
Analisis Rasio Keuangan
Analisis rasio keuangan digunakan untuk menganalisis keputusan merger
dan akuisisi terhadap kondisi keuangan rasio-rasio tersebut dibandingkan dengan
rasio sebelum merger dan akuisisi. Langkah pertama yang dilakukan adalah
menghitung masing-masing rasio keuangan yang sudah ditetapkan sebagai
variabel penelitian. Hasil perhitungan rasio-rasio ini selanjutnya digunakan
sebagai data dalam pengujian statistik.

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Data
Pengujian hipotesis satu
Hipotesis satu untuk menguji tindakan manajemen laba sebelum
merger dan akuisisi dibandingkan dengan tindakan manajemen laba sesudah

merger dan akuisisi. Pengujian hipotesis ini untuk membuktikan hipotesis satu

yakni apakah terdapat praktik manajemen laba yang dilakukan perusahaan
pengakuisisi dengan cara menaikan nilai akrual (income increasing accruals)
sebelum merger dan akuisisi.
Model penghitungan manajemen laba adalah sebagai berikut :
(

)

(

)

(

)

Untuk perhitungan Discreationary Accruals (DA) yaitu:

(

)

(

)

(

)

Berdasarkan rumus di atas maka dapat diperoleh hasil manajemen laba
perusahaan pengakuisisi, sebelum perusahaan melakukan akuisisi dan setelah
perusahaan melakukan akuisisi. Penghitungan untuk mencari nilai manajemen
laba tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut (cara penghitungan terdapat
dalam lampiran 1):
Tabel 4.2 Perbandingan Manajemen Laba sebelum dan sesudah Akuisisi
No.

Perusahaan Variabel

1

CRTA

2

BAPA

3

BSDE

DA
NDA
DA
NDA
DA
NDA

2005

2006

-0.002

Akuisisi

0.274

Tahun
2007
2008
0.005
0.231
0.003
0.07
0.006
0.093

2009

2010

0.006
0.18

Akuisisi
Akuisisi

-0.019
0.01
0.002
0.232

0.01
0.06
0.00
0.01

Sumber: Lampiran 1

Berdasarkan Tabel 4.2 di atas dapat diketahui bahwa penghitungan
manajemen laba perusahaan pengakuisisi antara discretionary accrual dengan non
discretionary accrual berbeda dan cenderung lebih tinggi nilainya non

discretionary accrual. Hal ini membuktikan bahwa ternyata perusahaan memilih
menggunakan discretionary accrual dalam labanya.
PT. Ciputra Development Tbk memiliki nilai discretionary accrual
antara tahun sebelum akuisisi dan tahun sesudah akuisisi mengalami peningkatan
yaitu dari -0,002 meningkat menjadi 0,005 pada tahun kedua makin meningkat
yaitu 0,006, sedangkan nilai non discretionary accrulanya bernilai positif sampai
setelah perusahaan melakukan akuisisi yaitu 0,274 sebelum akuisisi dan 0,231 dan
0,18 sesudah akuisisi. PT. Bekasi Asri Pemula memiliki nilai discretionary
accrual yang lebih kecil dan ke arah negatif yaitu 0,003 sebelum akuisisi dan 0,019 pada tahun I sesudah akuisisi namun kembali positif pada tahun II akuisisi.
PT Bumi Serpong Damai Tbk memiliki nilai discretionary accrual yang lebih
besar sebelum perusahaan melakukan akuisisi yaitu 0,006 namun lebih kecil
sesudah perusahaan melakukan akuisisi 0,002 pada tahun I dan pada tahun II 0
(nol).
Ketika perusahaan sebelum melakukan akuisisi nilai penghitungannya
lebih besar dan pada periode setelah akuisisi nilainya lebih kecil, hal ini
menunjukkan bahwa perusahaan cendrung melakukan manajemen laba sebelum
dan sesudah perusahaan melakukan akuisisi, karena dari tiga perusahaan tersebut
hampir seluruh perusahaan melakukan manajemen laba.
Pengujian hipotesis kedua
Hipotesis kedua menyatakan bahwa terdapat perbedaan kinerja
keuangan yang diukur dengan total asset turnover (TATO), net profit margin
(NPM), dan return on asset (ROA) sebelum merger dan akuisisi. Pengujian

hipotesis kedua adalah untuk membuktikan adanya perbedaan kinerja keuangan
sebelum dan sesudah merger dan akuisisi.
Berdasarkan hasil perhitungan keseluruhan rasio keuangan sebelum dan
setelah perusahaan melakukan akuisisi maka diperoleh nilai perbandingan kinerja
keuangan antara sebelum akusisi dan setelah perusahaan melaakukan akuisisi.
Perbandingan hasil tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Perbandingan Rasio keuangan Sebelum dan Sesudah Akuisisi
No.

1

2

3

Perusahaan

CRTA

BAPA

BSDE

Rasio

Tahun
2005

2006

2007

2008

2009

2010

TATO

0.2

Akuisisi

0.18

0.16

NPM

0.08

0.12

0.16

ROA

0.04

0.06

0.06

TATO

-

0.37

Akuisisi

0.47

0.40

NPM

-

0.08

0.14

0.19

ROA

-

0.02

0.08

0.03

TATO

-

0.4

0.28

0.21

NPM

-

0.72

0.37

0.35

ROA

-

0.07

0.06

0.06

Akuisisi

Sumber: Lampiran 2

Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 4.3 di atas,

maka dapat

diperoleh hasil bahwa Total Asset Turnover dari PT. Citra Development Tbk
(CRTA) mengalami posisi yang stabil yaitu ketika perusahaan sebelum akuisisi
sebesar 0,2 dan sesudah perusahaan melakukan akuisisi mengalami peningkatan
sebesar 0,18 namun pada tahun kedua sesudah akuisisi menurun menjadi 0,16.
Rasio ini digunakan untuk mengukur seberapa cepat aktiva perusahaan untuk
berubah menjadi kas atau piutang. CRTA memiliki nilai Net Profit Margin
sebelum akuisisi nilainya 0,08 sedangkan setelah akuisisi nilainya menjadi naik
pada tahun pertama akuisisi 0,12 dan pada tahun kedua sesudah akuisisi naik lagi

menjadi 0,16. Rasio ini digunakan untuk melihat seberapa besar laba setelah pajak
yang diperoleh perusahaan untuk tingkat penjualan tertentu. Return on Asset dari
CTRA mengalami peningkatan antara sebelum perusahaan melakukan akuisisi
dengan perusahaan sesudah melakukan akuisisi dengan peningkatan sebesar 0,02
atau naik 2%. Rasio ini menunjukkan seberapa besar laba setelah pajak yang
diperoleh perusahaan untuk sejumlah aktiva perusahaan.
Rasio TATO pada PT. Bekasi Asri Pemula (BAPA) dari tahun sebelum
akuisisi sampai setelah akuisisi mengalami peningkatan dari 0,2 sebelum akuisisi
menjadi 0,47 pada tahun pertama akuisisi dan 0,40 pada tahun kedua akuisisi.
BAPA memiliki rasio NPM juga mengalami peningkatan sebelum perusahaan
melakukan akuisisi berada diposisi 0,08 dan sesudah perusahaan melakukan
akuisisi berada di posisi 0,14 dan 0,19. Peningkatan yang dialami BAPA ini lebih
kearah positif. ROA dari BAPA sebanding dengan nilai NPM yaitu mengalami
peningkatan dari 0,02 sebelum akuisisi naik menjadi 0,08 sesudah akuisisi tahun
pertama namun pada tahun kedua sesudah akuisisi mengalami penurunan 0,03.
PT. Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) memiliki nilai TATO pada
tahun sebelum akuisisi yaitu 0,4. Ketika perusahaan melakukan akuisisi nilainya
mengalami peningkatan ke arah positif sebesar 0,28 sampai pada tahun kedua
sesudah akuisisi nilai TATO mengalami penurunan yaitu 0,21. NPM pada BSDE
sebelum akuisisi sangat tinggi yaitu 0,72 namun sesudah akuisisi mengalami
penurunan sebesar 0,37 pada tahun pertama dan 0,35 pada tahun kedua. ROA dari
BSDE pada posisi 0,07 pada periode sebelum akuisisi, sedangkan periode sesudah

akuisisi mengalami penurunan pada posisi 0,06 sampai pada tahun kedua sesudah
akuisisi nilai ROA stabil yaitu nilai tetap.
Pembahasan
Berdasarkan perhitungan diatas perusahaan pengakuisisi yang memiliki
nilai diskresional akrual negatif adalah CRTA pada periode sebelum akuisisi dan
hasilnya positif pada periode sesudah akusisi. Hal ini dapat diartikan bahwa
CRTA cenderung tidak melakukan manajemen laba sebelum perusahaan
melakukan akuisisi namun sesudah akuisisi CRTA melakukan manajemen laba.
BAPA dan BSDE memiliki nilai diskresional akrual sebelum akuisisi lebih tinggi
dibanding sesudah akuisisi. Namun BAPA sesudah akuisisi cendrung negatif,
sedangkan BSDE masih kearah positif dengan nilai rendah. Hasil tersebut dapat
diartikan bahwa dari keseluruhan perusahaan pengakuisisi t terbukti melakukan
manajemen laba dengan cara income increasing accrual meskipun ada peluang
dari pihak manajemen untuk melakukan manipulasi laba.
Kinerja keuangan perusahaan pengakuisisi berada dalam kondisi yang
sehat jika dilihat dari segi rasio keuangan. Ada satu perusahaan yang rasio
keuangannya berada pada kondisi tidak sehat yaitu BSDE yang nilainya jauh
berbeda dengan rasio sebelum akuisisi. Kinerja keuangan perusahaan sebelum
akuisisi dan setelah akuisisi cenderung berbeda. Perbedaan tersebut lebih ke arah
peningkatan kinerja keuangan, namun tidak terlalu tinggi dari posisi perusahaan
sebelum melakukan akuisisi.
Berdasarkan

pembahasan diatas dapat ditarik suatu hasil yaitu

perusahaan melakukan manajemen laba melalui diskresional akrual menjelang

perusahaan melakukan akuisisi. Hal ini berkaitan dengan teori yang telah
dikemukakan oleh Jones bahwa perusahaan menggunakan total akrual sebagai
sumber manipulasi laba untuk mencapai tingkat laba yang positif. Perbedaan
kinerja keuangan juga menjadi hasil akhir dari penelitian ini yang membuktikan
bahwa kinerja keuangan perusahaan pengakuisisi

berbeda lebih ke arah

peningkatan kinerja keuangan.
Hasil penelitian ini konsisten dengan beberapa hasil penelitian
sebelumnya, seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahman dan Bakar
(2002) yang menunjukkan bahwa perusahaan pengakuisisi cenderung melakukan
praktik manajemen laba dengan discretionary accrual pada periode sebelum atau
menjelang pelaksanaan akuisisi.
Penelitian Wirawan Gerianta (2002) juga membuktikan bahwa
perusahaan melakukan manajemen laba sebelum melakukan akuisisi. Ada satu
hasil penelitian yang tidak konsisten dengan penelitian ini yaitu Metta (2008)
yang menyebutkan bahwa tidak selamanya perusahaan melakukan manajemen
laba sebelum perusahaan melakukan akuisisi dengan income increasing acrrual.

V.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah disampaikan
sebelumnya, simpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini, adalah:

1. Penelitian ini membuktikan bahwa lebih cendrung melakukan praktik
manajemen laba dengan cara menaikkan nilai akrual (income increasing
accruals) sebelum sesudah merger dan akuisisi.

2. Penelitian ini membuktikan bahwa kinerja keuangan yang diproksikan
dengan total asset turnover (TATO), net provit margin (NPM) dan return
on asset (ROA) mengalami perubahan yang berbeda-beda baik sebelum

maupun sesudah merger dan akuisisi lebih kearah peningkatan kinerja
keuangan.
Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan. Beberapa hal yang menjadi
keterbatasan dalam penelitian ini, adalah:
1. Penelitian ini hanya menggunakan sampel dalam jumlah yang terbatas,
masih jarangnya perusahaan yang melakukan aktivitas merger dan
akuisisi pada pasar modal Indonesia menyebabkan sulitnya diperoleh
jumlah sampel yang representative.
2. Penelitian ini tidak mampu membandingkan adanya manajemen laba
dan perbedaan kinerja perusahaan periode sebelum dan sesudah
merger dan akuisisi pada perusahaan yang berbeda bidangnya

Saran
Setelah melakukan analisis pada penelitian ini ada beberapa saran yang
bisa dijadikan masukan untuk mengkaji ulang, yaitu:
1. Emiten

Sebaiknya perusahaan jangan ragu-ragu melakukan merger dan
akuisisi jika ingin mengembangkan usahanya.
2. Investor
Sebelum melakukan investasi ,investor harus jeli dalam melihat
masa depan perusahaan yang akan di merger atau akuisisi.
3. Peneliti selanjutnya
Perlu menambah variabel penelitian seperti rasio-rasio keuangan
yang lain dan lebih memperpanjang tahun pengamatan dari 2 tahun menjadi
4 sampai 5 tahun dan membandingkan perusahaan berdasarkan bidangnya.

DAFTAR PUSTAKA
Adnyana Usadha, I Putu dan Gerianta Wirawan Yasa. 2008. ‟‟Analisis
manajemen Laba dan
Kinerja Perusahaan Pengakuisisi sebelum dan sesudah Merger dan
Akuisisi di Bursa Efek Indonesia‟‟. Jurnal Fakultas Ekonomi, Universitas
Udayana, Denpasar
Andriyani, Ni Ketut. 2008. ‟‟Pengaruh Investment Opportunity Set (IOS),
Mekanisme Corporate Governance, Ukuran Perusahaan, dan Leverage
pada Kualitas Laba (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di
Bursa Efek Indonesia Periode 2003- 2007)‟‟. Skripsi, Sarjana Jurusan
Akuntansi Fakultas Ekonomi, Universitas Udayana, Denpasar
Ardiati, Aloysa Yanti. 2005. ”Pengaruh Manajemen Laba Terhadap Perusahaan
yang diaudit oleh KAP Big 5 dan KAP Non Big‟‟. Simposium Nasional
Akuntansi VI, Surabaya
Beams, Floyd A, Joseph H Antony, Robin P. Clement, Suzanne H Lownshon,
2006. Advanced Accounting, Eight Edition, Pearson Internasional Edition.
Belkaoui, Ahmed Riahi. 2004. Teori Akuntansi. Buku 1, Jakarta: Salemba Empat
Bringham, Eugene F, and Joel F. Houston, 2001. Fundamentals of Financial
Management, Ninth Edition, Horcourt Limited, New delhi.

Dewi, Made Sri Utami. 2008. ‟‟Analisis Kinerja Keuangan Sebelum dan Sesudah
Akuisisi pada Perusahaan Go Public di PT.BEI‟‟. Skripsi, Sarjana Jurusan
Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Udayana, Denpasar
Dharmasetya MM.,BKP, Lani dan Vonny Sulaimin, Msi.,CPA, 2009, Merger dan
Akuisisi tinjauan dari sudut Akuntansi dan Perpajakan , Jakarta, PT Elex
Media Komputindo KOMPAS GRAMEDIA
Foster, George. 1986. Financial Statement Analysis. New Jersey : Prentice Hall
Englewood
Hadiningsih, Murni. 2007. “Analisis Dampak Jangka Panjang Merger dan
Akuisisi terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Pengakuisisi dan
Perusahaan Diakuisisi di Bursa Efek Jakarta (BEJ)”. Skripsi Sarjana
Jurusan Manajemen Keuangan, Fakultas Ekonomi, Universitas Islam
Indonesia, Yogyakarta.
Hastutik, Anita Widi. 2006. ‟‟Analisis Manajemen Laba (Earnings Management)
oleh Perusahaan Pengakuisisi Sebelum dan Sesudah Merger dan Akuisisi
di Indonesia‟‟. Skripsi, Sarjana Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi,
Universitas Brawijaya, Malang
Hitt, A Michael. 2002. Merger dan Akuisisi: Paduan Meraih Laba Bagi Para
Pemegang Saham. Edisi 1, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta
Husnan, Suad. 2001. Manajemen Keuangan: Teori dan Penerapan. Edisi ke-3.
Yogyakarta: BPFE
Ikatan Akuntan Indonesia, 2007. Standar Akuntansi Keuangan, per September
2007, Salemba Empat, Jakarta.
Kusuma, Hadri dan Wigna Ayu Udiana Sari. 2003. ‟‟Manajemen Laba oleh
Perusahaan Pengakuisisi Sebelum dan Sesudah Merger dan Akuisisi di
Indonesia‟‟. Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia Vol. 7 No. 1
Meta, Annisa. 2010. „„ Analisisi Kinerja Keuangan Perusahaan Pengakuisisi
Sebelum dan Sesudah Merger dan Akuisisi Yang Terdaftar Di Bursa Efek
Indonesia”. Skripsi, Sarjana Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi,
Universitas Diponegoro, Semarang
Payamta, 2000. ‟‟Analisis Pengaruh Keputusan Merger dan Akuisisi terhadap
Perubahan Kinerja Perusahaan Publik di Indonesia‟‟. Disampaikan pada
Simposium Nasional Akuntansi Indonesia IV

Payamta, dan Sektiawan, 2004. ‟‟Analisis Pengaruh Merger dan Akuisisi Kinerja
Perusahaan Publik di Indonesia‟‟. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 7
No 3
Penman, Stephen H. 1992. Financial Statement Information and The Pricing of
Earnings Changes. The Accounting Review, July, pp: 563-577
Reven Scraft and Scherer, 1998. The Profitability Of Mergers, Internasional
Journal Of Industrial Organization, 7.
Saiful, 2003. ‟‟Abnormal Return Perusahaan Target dan Industri Sejenis Seputar
Sektor Pengumuman Merger dan Akuisisi‟‟. Jurnal Riset Ekonomi dan
Manajemen, Vol.3 No.1
Scott, William R. 2000. Financial Accounting Theory. Scarborough, Ontario:
Prentice-Hall Canada Inc.
Setyasih, Nuraeni and laksito, Herry, 2009. Analisis Perbandingan Kinerja
Perusahaan Manufaktur Sesudah Merger dan Akuisisi, perpustakaan FE
UNDIP.
Sudarsaman, R.S, 1992. The essence Of Merger dan Akuisisi, terjemahan Ir
Rachmad Herutomo, Andi, Yogyakarta.
Sulistyanto, H Sri. 2008. MANAJEMEN LABA: Teori dan Model Empiris. Jakarta:
PT Gramedia Widiasarana Indonesia
Sutrisno dan Bambang Sudibyo, 1999. The Influence Of Accounting Selection For
Merger and Acquitition on the stock price public Companies, di Indonesia,
Makalah di sampaikan pada SNA II di Malang.
Sutrisno. 2002. “Studi Manajemen Laba (Earnings Management): Evaluasi
Pandangan Profesi Akuntansi, Pembentukan dan Motivasinya.” Kompak.
hal: 158—179.
Watts, R. And J. Zimmerman. 1986. Positive Accounting Theory, Englewood
Cliffs, New Jersey: Prentice Hall
Widyaningdyah, Agnes Utari. 2001. “Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh
terhadap Earnings Management pada Perusahaan Go Public di Indonesia.”
Jurnal Akuntansi dan Keuangan 3 (2). Hal: 89—101.
www.idx.co.id
www.kppu.go.id