HUBUNGAN ANTARA MANUSIA DAN ALAM

HUBUNGAN ANTARA MANUSIA DAN ALAM

Anggota Kelompok :
1. Adib Java Aditya Rachman

(142103372)

2. Mohamad Arief Effendie

(0421010026)

3. Moh. Diky Khoirul Ashvia

(042111029)

4. Andi Irawan

(0421110153)

5. Wiyadi Renaldo S


(…………….)

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SULTAN AGUNG SEMARANG
2013

1. Konsep alam dalam pandangan islam
Konsep alam atau yang disebut juga pandangan dunia merupakan persoalan penting yang
harus diketahui oleh seorang muslim karena dengan memahami alam tersebut seseorang akan
mampu menangkap keseluruhan ajaran agama dimana alam tersebut sebagai tanda sebagai
eksistensi Allah SWT. Bahkan dalam pandangan logika (seperti yang dijelaskan oleh filsafat
agama), adanya alam membuktikan adanya Allah. Eksistensi Allaah sebagai pencipta baru
mendapat konfirmasi bila ciptaan-Nya ada, yakni alam semesta ini, dan begitupun sebaliknya.
Oleh karena itu dalam pandangan islam, alam adalah eksistendi yang haqq, yaitu sesuatu
yang benar, yang sungguh-sungguh ada, nyata dan baik.
Surat Al-Zumar (39) ayat 5 :
“Dia (Allah) menciptakan langit dan bumi dengan benar”
Surat Al-Anbiya (21) ayat 16 :
“Dan kami tidaklah menciptakan langit dan bumi serta segala sesuatu yang ada diantara
keduanya secara main-main”.

Surat Shad (38) ayat 27 :
“Dan kami tidaklah menciptakan langi dan bumi serta segala sesuatau yang ada
diantara keduanya itu secara bathil”.
Dari ayat-ayat Al-Quran diatas terlihat bahwa islam memandang alam secara positif, bukan
sesuatu yang yang palsu atau hanya sebagai bayangan semata. Maka islam tidak sejalan dengan
ajaran manapun yang mengatakan bahwa apapun yang dialami manusia dalam ala mini hanyalah
bayangan semata.
Islam menggaris bawahi kehidupan dunia sebagai jalan untuk mencapai kebahagiaa akhirat,
seperti dalam ungkapan al-Dunya mazra’at al-Akhirat (dunia adalah tempat menanam
kebahagiaan akhirat). Kebahagiaan akhirat sangat ditentukan oleh amal kebajikan yang
dilakukan di dunia, dan begitupun sebaliknya.

Dalam Al-Quran kata ‘alam seakar dengan kata ‘ilm (pengetahuan) dan ‘alamah (tanda).
Persinggungan kata alam dengan ‘ilm (pengetahuan) ini menjelaskan bahwa kemanfaatan yang
terkandung dalam alam baru bisa diperoleh bila manusia mempunyai ilmu dan teknologi.
Demikian pula persinggungan kata alam dengan ‘alamah (tanda) yang menekankan bahwa alam
semesta menjadi ayat-ayat (tanda-tanda) sumber pelajaran dan ajaran bagi manusia. Maka siapa
yang dengan bersungguh-sungguh melakukan penelitian terhadap alam dengan sikap apresiasi
terhadap alam itu sendiri akan mengantarkannya kepada kenyataan bahwa alam sebagai tandatanda adanya Allah SWT.
Surat Ali-Imron (3) ayat 190-191 :

“Sesungguhnya dalam penciptaan seluruh langit dan bumi (jagad raya) pastilah terdapat
ayat-ayat bagi mereka yang berakal budi. Yaitu mereka yang selalu ingat kepada Allah,
baik pada saat berdiri, pada saat duduk, maupun pada saat berbaring dan memikirkan
kejadian seluruh langit dan bumi ini (seraya berkata) : Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau
menciptakan semua ini secara bathil. Maha Suci Engkau. Maka lindungilah kami dari
azab neraka”.
Alam diciptakan oleh Allah lengkap dengan hukum-hukum yang mengaturnya. Matahari terbit di
Barat adalah hokum yang pasti terlaksana, sebab bila perubahan terjadi akan berakibat fatal bagi
kelangsungan alam semesta ini sendiri. Inilah yang disebut dengan taqdir dalam arti yang
sebenarnya. Surat Al-Furqan (25) ayat 2 :
“Dan Dia (Allah) menciptakan segala sesuatu, kemudian diaturNya secara pasti sepastipastinya”.
Hukum alam yang menjadi sumber dari keteraturan dan keharmonisan alam adalah hukum
ciptaan Allah yang disebut dengan Sunnah Allah. Tetapi hukum alam yang satu dapat diatasi
dengan hukum alam yang lain. Contoh manusia tidak bisa terbang karena tidak mempunyai
sayap, namun dengan mempergunakan pesawat terbang manusia dapat mengarungi ruang
angkasa. Pada upaya menemukan hukum-hukum alam ciptaan Allah itulah bermulanya gerak
ilmu pengetahuan (sains).

Dalam upaya memahami alam semesta Allah memerintahkan manusia untuk melakukan
intidhar (pemeriksaan) untuk mengetahui sifat-sifat dan kelakuan alam semesta. Firman Allah

dalam Surat Yunus (10) ayat 101 :
“Katakanlah wahai Muhammad : Periksalah dengan nadhar apa-apa yang ada dilangit
dan dibumi”.
Makna intidhar disini bukan hanya sekedar mengamati dengan fikiran kosong, tetapi melakukan
pemeriksaan, eksperimen atas fenomena-fenomena alam tersebut. Karena pada hakekatnya
diartikan “membaca ayat-ayat Allah”
Penemuan sains mengatakan bahwa wujud bumi terjadi dari hasil evolusi sekitar 4 milyar
tahun dari bentuk benda yang menyala-nyala, yang terjadi sebelumnya dari merapatnya materi
antar bintang-bintang. Materi yang muncul pertama sekali berbeda dengan materi antar bintang
yang membentuk matahari dan bumi beserta planet-planet yang lain. Sebab materi yang
menyusun bintang-bintang dalam galaxi terdiri dari molekul, nukleus, dan elektron.
Allah menciptakan alam ini lebih rendah dari manusia. Firman Allah dalam Surat AlJatsiyah (45) ayat 13 :
“Dan Dia (Allah) merendahkan (sakhkhara) bagi kamu semua apa yang ada diseluruh
langit dan apa yang ada dibumi, seluruhnya dari Dia. Sesungguhnya dalam ahal itu ada
tanda-tanda bagi mereka yang berfikir”.
Terdapat empat hal yang dapat ditarik dari penjelasan diatas :
1. Manusia adalah puncak ciptaan Allah, maka seluruh alam berada dalam martabat yang
lebih rendah dari pada manusia.
2. Alam itu sendiri adalah untuk dapat dimanfaatkan oleh manusia.
3. Manusia harus menjadikan alam itu sebagai objek kajian.

4. Dengan membuat ala mini lebih rendah dari manusia, maka alam menjadi objek yang
terbuka abagi manusia dan sikap menetukan alam lebih tinggi dari dirinya merupakan
perbuatan yang melawan manusia itu sendiri.

Apa yang sudah diobservasi dan dieksperimen pada waktu yang lalu dan yang sedang
dilaksanakan saat ini hanyalah sebagian kecil saja dari fenomena alam semesta, maka dapat
ditarik pemahaman. Pertama, bahwa kebenaran yang dicapai oleh ilmu pengetahuan bukanlah
kebenaran mutlak, tetapi kebenaran relative dan nisbi. Dan yang kedua, dalam keseluruhan
kenyataan ilmu pengetahuan yang diberikan oleh alam kepada manusia, ternyata ilmu
pengetahuan manusia itu hanya sedikit saja bila dibandingkan dengan fenomena alam semesta
yang luas
Islam mengingatkan bahwa alam sebenarnya juga makhluk Allah yang sama dengan
manusia. Firman Allah dalam Surat Al-An’am (6) ayat 38 :
“Tidak seokor pun binatang yang melata dibumi, dan tidak pula seekor pun burung yang
terbang dengan sayapnya melainkan umat-umat seperti kamu juga”.
Ayat diatas pada hakekatnya sejalan dengan penegasan-penegasan Allah lainnya dalam
Al-Quran yang mengatakan bahwa segala sesuatu yang ada dalam alam ini, seluruhnya bertasbih
kepada Allah sebagaimana dalam Surat Al-Isra (17) ayat 44.
Berbagai krisis yang melanda bumi sekarang ini, seluruhnya akibat ulah tangan
manusia. Maka manusia seharusnya memberlakukan alam bukan hanya semata sebagai objek

eksploitasi tetapi menjadi sumber pelajaran dan ajaran. Karena dengan memperhatikan alam dan
lingkungan, keberadaan dan kebesaranNya dapat ditangkap.

2. Konsep Islam tentang manusia
Setiap manusia pasti ada yang menciptakannya (khalik). Menurut Ibn al-Arabi, Allah
menciptakan alam dengan tujuan agar Ia dapat melihat diriNya dan memperlihatkan diriNya.
Tujuan tersebut tidak akan tercapai tanpa ada manusia, karena manusia adalah roh bagi alam, dan
alam adalah jasad. Alam tanpa manusia adalah seperti tubuh tanpa roh.
Allah menciptakan manusia dari tanah, dalam Al-Quran disebutkan dengan istilah(alAn’am : 2; al-Hajj : 5; al-Rum : 20; Faathir : 11; al-Mu’min :67)
Allah telah memilih zat yang sangat rendah untuk dijadikan bahan asal manusia. Ini
diungkapkan Allah pada tiga istilah dalam Al-Quran, yaitu dengan ungkapan lempung tembikar
(al-Rahman/55 :14), yaitu lempung endapan yang kering. Pada ayat lain dengan ungkapan

lumpur hitam (al-Hijr/15 : 26, 28), yaitu lempung busuk. Pada ayat lain dengan ungkapan tanah
(al-Mu’minun/23 :12) yang juga berarti lempung.
Bagaimana proses penciptaan manusia pertama secara pasti dan jelas tidak diungkapkan
oleh Allah dalam Al-Quran. Maka tidak ada yang mengetahuiNya secara pasti. Al-Quran
menyinggung proses reproduksi manusia secara global dalam beberapa surat secara terpencar
(al-Hajj : 5; Faathir : 11; al-Zumar : 6; al-Mu’min : 67; al-Qiyaamah : 37-39), dan kemudian
ayat-ayat tersebut menimbulkan berbagai penafsiran.

Manusia dapat berada dalam keadaan yang serendah-rendahnya bagaikan tanah endapan
lempung, karena dalam dirinya terdapat unsure endapan lempung. Dan manusia dapat meningkat
dengan setinggi-tingginya, hal ini sesuai dengan sifat-sifat baik yang dimiliki semua manusia,
dan semua manusia selalu ingin maju. Kedua sifat yang berlawanan dari manusia
memungkinkannya untuk mempunyai kebebasan memilih antara dua pilihan yang kemudian
akan menentukan nasibnya.
Konsep manusia dalam Al-Quran dipahami juga sebagai berikut :
1. Basyar
Mengandung arti semangat, gembira, berseri-seri, langsung, kulit. Kata Mubasyir berarti
pembawa kabar gembira. Allah memakai konsep basyar sebanyak 37 kali. Salah satunya alKahfi: 110
“sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu”
2. Insan
Yaitu makhluk yang mampu memikul beban amanat risalah dari Allah SWT. Kata insan
disebutkan dalam Al-Quran sebanyak 65 kali, diantaranya (al-alaq : 5), yaitu:
“Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya”.
3. .Al-nas
Kata al-nas disebut sebanyak 240 kali, seperti al-Zumar : 27, yaitu:
“Sesungguhnya telah kami buatkan bagi manusia dalam Al-Quran ini setiap macam
perumpamaan”. Konsep al-nas menunjukkan kepada semua manusia sebagai makhluk
social atau secara kolektif.

4. Bani Adam

Adam mempunyai pengertian manusia dengan keturunannya yang mengandung pengertian
basyar, insan, dan al-nas. Kata bani Adam terulang sebanyak 8 kali. Diantaranya dalam
surat al-A’raf/7:26,27, dan 31.

Fungsi Manusia
Manusia diciptakan sebagai khalifah yaitu wakil, atau duta atau tempat pelimpahan
wewenang dari Allah. Allah menugaskan pemegang dan pengemban amanah kepada semua
makhluk ciptaannya (Al-Ahzab:72), hanya manusia yang secara suka rela menerima tugas mulia
tersebut. Karena manusia memiliki, keyakinan dan kemampuan untuk menjadi pengemban
amanah Allah dan menjaga karunia-Nya yang paling berharga, maka manusia mau menerima
tugas suci tersebut.
Dengan diterimanya tugas amanah Allah oleh manusia, berarti manusia dianugrahi
kepercayaan, keberanian dan keutamaan serta kebijakan dan kekuasaan dialam semesta ini. Jadi
manusia bukan sekedar khalifah Allah dibumi ini melainkan juga pemegang amanah Allah.
Amanah Allah adalah kehendak bebas manusia, menemukan hukum alam, dan menguasai alam.
Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa Adam menguasai nama-nama semuanya (Al-Baqarah:33)
dan kemudian menggunakannya, dengan inisiatif moral manusia, untuk menciptakan tatanan
dunia yang baik. Termasuk amanah Allah adalah berfirman dan menaati Allah serta bertanggung

jawab akan nasibnya. Manusia yang memiliki keabsahan sebagai khalifah Allah adalah manusia
yang beriman kepada Allah. Sebagai khalifah Allah di bumi, manusia dilengkapi Allah dengan
berbagai hidayah seperti intstink, indra, agama, dan hidayah taufik.
Selain berfungsi sebagai khalifah, manusia juga berfungsi sebagai penyampai atau
penerus risalah Rasul, pengemban tugas da’wah kepada sesama umat manusia. Sebagimana
firman Allah :
“Dan hendaklah diantara kamu ada segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari munkar.” (Ali-Imran:104) dan sabda
Rasul:
Fungsi manusia yang lain adalah sebagai hamba Allah. Sebagai seorang hamba,
manusia harus tunduk, patuh dan ta’at kepada Allah. Sebagai seorang hamba Allah, ia bertugas
mengabdi atau menghambakan dirinya kepada Allah, yaitu dengan menyembah kepada Allah.

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepadaku” ( Al-Dzaariyaat : 56 ).
Manusia sebagai hamba Allah, manusia tdak pantas menhambakan diri kepada apapun
dan siapapun juga selain Allah. Manusia yang menghambakan diri pada sesuatu selain Allah,
berarti menyekutukannya, dan juga berarti merendahkan dirinya dihadapan makhluk lain.
Manusia yang hanya mengabdi kepada Allah berarti tidak akan menghambakan dirinya kepada
sesama makhluk. Manusia sebagai hamba Allah, memiliki karakter ingin melaksanakan

penyembahan. Penyembahan itu ada persamaan dengan adanya kehidupan manusia dibumi.
Dengan kata lain manusia punya dorongan atau keinginan untuk menyembah Tuhan.
“Hai manusia sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang – orang yang
sebelum mu, agar kamu bertakwa” ( Al-Baqarah : 21).
Dengan demikian, beribadah kepada Allah yang menjadi fungsi atau tugas manusia
teerhadap Allah baik ibadah dalam bentuk umum maupun dalam bentuk khusus. Ibadah dalam
bentuk khusus, seperti mencari nafkah, belajar, berdagang, mengajar, berpolitik, dsb. Sedangkan
ibadah dalam bentuk khusus yaitu berbagai macam pengabdian dan ketaatan kepada Allah yang
cara dan ketentuan melakukannya sesuia dengan ketentuan syara.
Agama yang dapat membantu manusia melaksanakan tugasnya sesuai dengan fungsifungsinya itu adalah agama Islam. Agama Islam dikatakan agama dua dimensional karena dapat
dibuktikan dengan memperhatikan unsure-unsur yang ada pada agama tersebut. Unsu-unsur itu
adalah Tuhan, Kitab Suci dan Nabi atau Rasul.
Kitab suci al-Qur’an adalah kitab yang mengandung dua dimensi, yaitu satu dimensi
kitab tersebut berisikan ketentuan-ketentuan social, politik dan militer dan pada dimensi lain
Kitab tersebut berisikan petunjuk tentang cara bagaimana memperhalus jiwa, mensucikan batin
serta menyempurnakan akhlak manusia.
Nabi umat Islam adalah nabi Muhammad SAW juga dua dimensional, yang bagi
manusia biasa kedua dimensi ini dapat menjadi aspek-aspek yang berlawanan, tetapi dalam diri
Nabi Muhammad terjalin menjadi satu paduan semangat. Pada diri Muhammad terwujud


perpaduan sempurna antara ubudiyah dan khilafah, sehingga dia adalah manusia sempurna yang
paling sempurna. Kesempurnaan Muhammad dinyatakan dalam bagian kedua syahadat yang
lengkap, Muhammad adalah hamba dan Rasul (utusan)-Nya.
Tujuan Hidup
Tujuan hidup manusia adalah bertemu (liqo’) dengan Allah SWT. Karena tujuan
hidup manusia adalah Allah, maka arti dan makna hidup ditemukan dalam usaha manusia
bertemu dan mencari wajah Allah dengan harapan memperoleh ridha Allah. Keridhaan Allah itu
menimbulkan kepuasan bagi manusia. Apabila manusia sudah mendapatkan kepuasan, dengan
sendirinya akan menemukan kebahagiaan. Agar tujuan itu tercapai, haruslah segala aktifitas
manusia dalam hidupnya mengacu dan atau sesuai dengan petunjuk dan aturan Allah.
Tujuan hidup manusia yang disebutkan diatas adalah tujuan hidup manusia secara
vertikal. Sedangkan tujuan hidup manuasia secara horizontal adalah rahmat bagi segenap alam,
dalam al-Qur’an disebutkan: tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk menjadi rahmat
bagi semesta alam. Rahmat bagi semesta alam adalah karunia, kasih dan bermanfaat bagi
semesta alam, yaitu diri sendiri, orang lain dan alam lingkungannya. Jadi tujuan hidup manusia
secara horizontal bukan jadi bencana dan mala petaka bagi semesta alam tetapi menjadi
ketenangan dan kebahagiaan bagi dirinya, orang lain dan lingkungan sekitarnya didunia.
Untuk mencapai kebahagiaan ada dua cara yang harus ditempuh manusia:
.

1. Manusia harus menjalankan syari’at
Syari’at adalah perwujudan kehendak Allah, karena melalui syari’atlah manusia
mengetahui bagaimana seharusnya ia berhubungan dengan Allah Yang Maha Pencipta
yang telah menciptakannya dan bagaimana seharusnya ia berhubungan dengan sesama
manusia di atas dunia ini
2. Manusia tidak hanya dituntut memiliki ilmu dan pengetahuan serta menguasai
teknologi semata tetapi harus diimbangi dengan keimananyang tebal dan kuat dengan
iman, ilmu pengetahuan dan teknologi digunakan sebagai alat untuk bermanfaat bagi
manusia. Dengan kata lain, imanlah yang mengendalikan ilmu pengetahuan dan
teknologi sehingga ia berhasil guna dan tepat guna. Iman menerangi hati manusia dan
membimbingnya kea rah kebenaran serta memberikan harapan akan hasil-hasil yang
baik dari suatu amal perbuatan yang baik. Iman memberikan kebahagiaan jiwa dan

rohani dalam diri manusia karena iman berfungsi memperbaiki hubungan-hubungan
sosial seperti saling menghargai, menghormati dan mengasihi.

3. Hubungan Manusia dengan Alam
Prinsip dasar hubungan manusia dengan alam atau makhluk lain di sekitarnya pada dasarnya ada
dua: pertama, kewajiban menggali dan mengelola alam dengan segala kekayaannya; dan kedua,
manusia sebagai pengelola alam tidak diperkenankan merusak lingkungan, karena pada kahirnya
hal itu akan merusak kehidupan umat manusia itu sendiri.
Mengenai prinsip yang pertama, Allah berfirman dalam Al-Quran surat Hud ayat 61:
Artinya: “Dia (Allah) telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan memerintahkan kalian
memakmurkannya (mengurusnya)”.
Adapun mengenai prinsip yang kedua, yaitu agar manusia jangan merusak alam, dinyatakan oleh
Allah melalui berbagai ayat dalam Al-Quran, di antaranya dalam surat Al-A’raf ayat 56:
Artinya: “Janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi sesudah (Allah) memperbaikinya”.
Dengan demikian, dapat dipahami dengan jelas bahwa kesadaran melestarikan lingkungan,
sebagaimana yang dikampanyekan oleh orang-orang sekarang ini, dasar-dasarnya telah
digariskan oleh Islam sejak lima belas abad yang lalu. Hanya saja, karena keterbelakangan,
kemiskinan, dan kebodohannya sendiri, umat Islam seringkali kurang memahami arti dari ayatayat dari Al-Quran. Oleh karena itu, salah satu tugas utama Islam adalah menghapus
keterbelakangan, kemiskinan, dan kebodohan dari kehidupan umat.
Apa yang dikemukakan diatas merupakan prinsip dasar hubungan manusia dengan alam sekitar,
yaitu prinsip pemanfaatan dan sekaligus pelestarian lingkungan alam. Agama memberi motivasi
kepada manusia untuk mewujudkan kedua hubungan itu dengan sebaik-baiknya.