PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS ME

e-Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MELALUI
PENDEKATAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT
TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION PADA MATA PELAJARAN Pkn
SISWA KELAS V SD N 2 BLAHBATUH
A.A.I.Puspadewi1,I Made Putra2,I Made Suara3
1,2,3

Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP
Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia

E-mail: [email protected], ,[email protected],
[email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis pada
mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan siswa kelas V SD N 2 Blahbatuh,
Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar tahun ajaran 2013/2014. Penelitian ini adalah
penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap siklus terdiri atas

empat tahapan yaitu: perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan refleksi. Subjek penelitian
adalah siswa kelas V SD N 2 Blahbatuh tahun ajaran 2013/2014 yang berjumlah 40
orang siswa. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode tes. Data
kemampuan berpikir kritis diperoleh dengan metode tes. Selanjutnya data dianalisis
dengan menggunakan rumus teknik analisis deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penerapan pendekatan kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis pada mata pelajaran PKn siswa kelas V SD N 2 Blahbatuh
tahun ajaran 2013/2014. Hal ini terlihat rata – rata kemampuan berpikir kritis pada siklus I
sebesar 71,02 dan pada siklus II rata-rata kemampuan berpikir kritis meningkat menjadi
81,30. Sedangkan persentase ketuntasan belajar pada siklus II yaitu 62,50% yang
berada pada kategori rendah, mengalami peningkatan pada siklus II menjadi 82,50%
berada pada kategori tinggi. Jadi simpulan dari penelitian ini adalah penerapan
pendekatan kooperatif tipe student teams achievement division dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis pada mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan siswa kelas
V SD N 2 Blahbatuh tahun ajaran 2013/2014.
Kata Kunci :

Pendekatan Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division,
Pendidikan Kewarganegaraan, Kemampuan Berpikir Kritis


Abstract
The purpose of this study is wanted to know the increase of critical thinking ability of fifth
grade students of SD N 2 Blahbatuh at Blahbatuh district, Gianyar regency on academic
year 2013/2014. This research is a classroom action research was conducted in two
cycles. Each meeting begins with phase consists of planning, implementation, evaluation
and reflection. Subjects were fifth grade students of SD N 2 Blahbatuh on academic year
2013/2014, consist of 40 students. Data collection in this study was conducted by using a
test. Data obtained by critical thinking ability of the test method. Furthermore, the data
were analyzed using descriptive analysis techniques quantitative formula. The results
showed that the application of cooperative learning with student teams achievement
division typed can improve critical thinking ability in teaching PKn learning to fifth grade
students of SD N 2 Blahbatuh on academic year 2013/2014. This looks ability of learning
average in the first cycle is 71.02 and the second cycle of learning average ability
increased to 81.30. While the percentage of mastery learning on the first cycle is 62.50%
which is in the low category, having enhancer in the second cycle to 82.50% in the high

e-Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014
category. So the conclusion of this research is the application of cooperative learning with
student teams achievement division typed can improve critical thinking ability in teaching

PKn learning to fifth grade students of SD N 2 Blahbatuh on academic year 2013/2014.
Keywords: Cooperative Learning with Student Teams Achievement Division, PKn
Learning, Critical Thinking

PENDAHULUAN
Pendidikan memegang peran yang
sangat penting dalam proses peningkatan
kualitas sumber daya manusia. Apalagi
pada era globaliasi saat ini sangat
diperlukan sumber daya manusia yang
berkualitas, bernalar tinggi dan memiliki
kemampuan untuk memproses informasi
guna pengembangan Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi (IPTEK). Trianto (2011:4)
mengungkapkan
bahwa
pendidikan
hendaknya melihat jauh ke depan dan
memikirkan apa yang akan dihadapi
peserta didik di masa yang akan datang.

Menjadi manusia yang berkompeten
dan dinamis dalam melakoni hidup
merupakan
salah
satu
kunci
dari
kemampuan bertahan dalam tataran
masyarakat global. Pendidikan bukanlah
suatu upaya yang sederhana, melainkan
suatu kegiatan yang dinamis dan penuh
tantangan (Fattah dan Ali, 2008: 12).
Dalam setiap pembelajaran dituntut
untuk melakukan berbagai upaya ke arah
perbaikan yang signifikan dan bermuara
pada
peningkatan
kemampuan
dan
keterampilan siswa. Guru sebagai manajer

pembelajaran
harus
peka
terhadap
perkembangan
masyarakat
sehingga
pembelajaran yang dilakukan bisa mewakili
realitas sosial yang berkembang di
masyarakat.
Salah satu upaya yang dilakukan
pemerintah untuk meningkatkan kualitas
pendidikan adalah dengan melakukan
pembaharuan dalam kurikulum. Saat ini
telah dilakukan perubahan kurikulum 2006
yang sering disebut Kurikulum Tingkat
Satuan
Pendidikan
(KTSP)
menjadi

kurikulum 2013. Usaha ini diharapkan
membuahkan hasil sehingga kualitas
pendidikan di Indonesia khususnya kualitas
pendidikan kewarganegaraan meningkat.
Apalagi seperti yang kita ketahui bahwa
tujuan pendidikan kewarganegaraan yang
tercantum pada kurikulum KTSP (2006:2)
diantaranya yaitu berpikir secara kritis,

rasional, dan kreatif dalam menangggapi
isu kewarganegaraan serta berpartisipasi
secara bermutu dan bertanggungjawab,
dan bertindak secara cerdas dalam
kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Di mana salah satu standar isi
dari pendidikan kewarganegaaan adalah
pengembangan nilai-nilai demokrasi serta
hak asasi manusia.
Pembelajaran yang baik adalah
pembelajaran yang mampu menjadikan

peserta
didik
sebagai
insan
yang
berkompeten
pada
bidang
yang
dibelajarkan sesuai dengan kriteria yang
telah
disepakati.
Untuk
menjadikan
seseorang (siswa) memiliki kompetensi
pada bidang tertentu, guru sebagai manajer
dan fasilitator pembelajaran harus mampu
menjadikan
pembelajaran
yang

menyenangkan serta menggugah peserta
didik untuk belajar. Menurut Rusman
(2012:93) pembelajaran pada hakikatnya
merupakan proses interaksi antara guru
dengan siswa, baik interaksi secara
langsung seperti kegiatan tatap muka
maupun secara tidak langsung, yaitu
menggunakan
berbagai
media
pembelajaran. Didasari oleh adanya
perbedaan
interaksi
tersebut,
maka
kegiatan pembelajaran dapat dilakukan
dengan menggunakan berbagai pola
pembelajaran. Pada konteks ini, seorang
guru harus mampu melaksanakan berbagai
kegiatan yang menjadikan siswa belajar,

apa yang dipelajari siswa tersebut harus
mengandung arti penting bagi
dirinya
sehingga menumbuhkan minat
dan
motivasinya serta bermanfaat dalam
kehidupannya
sehari-hari.
Untuk
mewujudkannya
maka
penting
menghubungkan apa yang akan dipelajari
siswa dengan pengetahuan dasar yang
telah dimiliki siswa dan sesuai dengan
kebutuhan siswa.
Peningkatan kualitas pendidikan salah
satunya tercermin dalam proses belajar

e-Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha

Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014
siswa. Dengan segala sumber belajar dan
fasilitas IPTEK yang telah tersedia, siswa
seharusnya
lebih
mampu
menggali
pengetahuan melalui berpikir kritis. Begitu
pula kinerja para guru sudah sering diuji
keprofesionalismeaannya.
Melihat
hal
tersebut, hendaknya mutu pendidikan
hendaknya tidak perlu diragukan lagi.
Namun kenyataan yang penulis
temukan, pada saat kegiatan belajar di
kelas siswa cenderung kurang aktif dan
hanya berkutat pada materi yang terdapat
pada buku panduan yang mereka pegang.
Jika dikaji lebih dalam, sebenarnya siswa

sudah memiliki kemampuan untuk berpikir
kritis, hanya saja rangsangan dan tindak
lanjut
yang
masih
kurang
yang
menyebabkan kemampuan tersebut tidak
berkembang. Hal ini tentunya merupakan
dampak dari kondisi pembelajaran yang
masih bersifat konvensional dan tidak
masuk ke dalam ranah dimensi siswa itu
sendiri, yaitu bagaimana siswa kurang
diajak bereksplorasi dengan menggunakan
seluruh modalitas yang dimiliki untuk
menemukan
konsep
yang
sedang
dipelajari, khususnya pada mata pelajaran
pendidikan kewarganegaraan. Kadangkadang
pendidikan
kewarganegaraan
dianggap
sebagai
pelajaran
yang
membosankan dan kurang penting bila
dibandingkan dengan ilmu alam atau
pelajaran matematika. Apalagi seperti yang
kita
ketahui,
pelajaran
pendidikan
kewarganegaraan tidak termasuk mata
pelajaran yang diikutsertakan dalam UN.
Sehingga jangan disalahkan apabila
disetiap
jam
pelajaran
pendidikan
kewarganegaraan siswa cenderung merasa
enggan
dan
malas.
Padahal,Kewarganegaraan seperti yang
disebutkan dalam kurikulum KTSP 2006,
merupakan wahana untuk mengembangkan
dan melestarikan nilai luhur dan moral yang
berakar pada budaya bangsa Indonesia
yang diharapkan dapat diwujudkan dalam
bentuk perilaku kehidupan sehari-hari
peserta didik sebagai individu, anggota
masyarakat dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara.
Sementara
itu
pendidikan
kewarganegaraan menurut Zamroni, dalam
http Haris adalah pendidikan demokrasi
yang bertujuan untuk mempersiapkan

warga masyarakat berpikir kritis dan
bertindak demokratis.
Dalam kurikulum KTSP, (2006:2),
tujuan
mata
pelajaran
Pendidikan
Kewarganegaraan adalah sebagai berikut.
1) Berpikir secara kritis, rasional, dan
kreatif
dalam
menangggapi
isu
kewarganegaraan.
2) Berpartisipasi secara bermutu dan
bertanggungjawab,
dan
bertindak
secara
cerdas
dalam
kegiatan
bermasyarakat,
berbangsa,
dan
bernegara.
3) Berkembang
secara
positif
dan
demokratis untuk membentuk diri
berdasarkan pada karakter-karakter
masyarakat Indonesia agar dapat hidup
bersama dengan bangsa-bangsa lain.
4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa
lain dalam percaturan dunia secara
langsung
dengan
memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi.
Sementara
itu,
mata
pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan memiliki
fungsi sebagai berikut; mengembangkan
dan melestarikan nilai luhur Pancasila
dalam
kehidupan
sehari-hari.;
mengembangkan dan membina siswa yang
sadar akan hak dan kewajibannya taat
pada peraturan yang berlaku, serta berbudi
pekerti luhur; Membina siswa agar
memahami dan menyadari hubungan
antara anggota keluarga, sekolah dan
masyarakat
serta
dalam
kehidupan
berbangsa dan bernegara (Depdiknas,
2008:87).
Pembelajaran yang masih didominasi
oleh guru kadang-kadang tidak dapat
membangkitkan aktivitas dan kemampuan
berpikir kritis siswa dalam belajar. kurikulum
yang umumnya dirancang dengan target
materi yang luas menyebabkan guru dalam
mengajar lebih terfokus pada penyelesaian
materi. Kurangnya pemahaman guru
tentang metode pengajaran yang dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis.
Hal ini tampak dari perilaku siswa yang
cenderung hanya mendengar dan mencatat
pelajaran yang diberikan guru. Siswa tidak
mau bertanya apalagi mengemukakan
pendapat tentang materi yang diberikan.
Hal tersebut dialami pada siswa kelas
V SD N 2 Blahbatuh. Dari 40 orang siswa
kelas V hanya sekitar 11 orang saja yang

e-Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014
berani
dan
mau
mengungkapkan
pendapatnya, sisanya siswa tidak mau
bertanya dan tidak berani mengemukakan
pendapat.
Begitu
halnya
saat
melaksanakan diskusi kelompok, anggota
kelompok
tidak
semua
anggota
kelompoknya aktif dalam mengikuti proses
pembelajaran. Alhasil, berdampak pada
pencapaian
nilai
rata–rata
ulangan
semester ganjil pada siswa kelas V SD N 2
Blahbatuh pada tahun pelajaran 2012/2013
masih tergolong rendah hanya mencapai
6,7. Sementara Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM) untuk mata pelajaran pendidikan
kewarganegaraan adalah 7,0.
Kemampuan siswa untuk berpikir
secara kritis merupakan salah satu hal
penting yang harus diperbaiki dalam mata
pelajaran pendidikan kewarganegaraan.
Angelo (dalam http Achmad, 2007), berpikir
kritis adalah mengaplikasikan rasional,
kegiatan berpikir yang tinggi, yang meliputi
kegiatan
menganalisis,
mensintesis,
mengenal
permasalahan
dan
pemecahannya,
menyimpulkan,
dan
mengevaluasi.
Jadi,
berpikir kritis didefinisikan
sebagai cara berpikir yang sistematis dan
mandiri, yang akan menghasilkan suatu
interpretasi, analisis, kesimpulan serta
evaluasi
terhadap
suatu
hal
atau
permasalahan.
Pada prakteknya penerapan proses
belajar mengajar kurang mendorong pada
pencapaian kemampuan berpikir kritis. Dua
faktor penyebab berpikir kritis tidak
berkembang selama pendidikan adalah
sebagai berikut; kurikulum yang umumnya
dirancang dengan target materi yang luas
sehingga guru dalam mengajar lebih
terfokus pada penyelesaian materi serta
kurangnya pemahaman guru tentang
metode
pengajaran
yang
dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis
Bloom (dalam Agung, 2010 : 8-9)
kognitif dalam menunjang kemampuan
berpikir kritis meliputi: 1) Analisis; adalah
pemecahan sebuah komunikasi ke dalam
unsur-unsur atau bagian-bagian sedemikian
rupa, sehingga susunan ide-idenya menjadi
jelas, dan atau hubungan-hubungan antara
ide-ide yang dinyatakan itu dibuat menjadi
eksplisit. Pada prinsipnya kemampuan
analisis ini mengikuti pola berpikir secara

deduktif. Kata kerja operasional untuk
mengukur aspek analisis diantaranya
adalah;
merinci,
mempertentangkan,
mengidentifikasi,
menghubungkan,
memisahkan, membuat diagram, serta
menunjukkan hubungan antara; 2)Sintesis
adalah memadukan unsur-unsur dan
bagian-bagian sedemikian rupa sehingga
melahirkan suatu keseluruhan atau suatu
kesatuan. Sintesis ini meliputi proses
bekerja dengan bagian-bagian, dengan
unsur-unsur,
dan
sebagainya
dan
menyusun
serta
memadukannya
sedemikian rupa sehingga membentuk satu
pola struktur yang sebelumnya tidak ada.
Pada prinsipnya kemampuan sintesis ini
mengikuti pola berpikir secara induktif.
Kata kerja operasional yang dapat dipakai
untuk mengukur aspek sintesis diantaranya
adalah; mengkategorikan, mengarang,
mengkombinasikan, membuat rencana,
menjadikan,
merevisi,
menciptakan,
mereorganisasi, menyusun kembali, serta
merekonstruksi; 3) Evaluasi merupakan
pertimbangan yang diberikan kepada nilai
materi atau metode tertentu untuk tujuan
yang tertentu pula. Pertimbangan yang
diberikan tersebut bersifat kualitatif dengan
maksud untuk memeriksa seberapa jauh
materi dan metode tersebut dapat
memenuhi tolak ukur yang telah ditetapkan.
Tolak ukur tersebut dapat berupa tolak ukur
yang ditentukan oleh subjek didik atau
dapat pula oleh pengajarnya. Kata kerja
operasional yang dapat dipakai untuk
mengukur aspek evaluasi diantaranya
adalah; menilai, memutuskan, mengritik,
memberi argumentasi, mendeskripsikan,
mendukung, menafsirkan, serta menolak.
Angelo (dalam http Achmad, 2007),
mengidentifikasi
lima
perilaku
yang
sistematis dalam berpikir kritis. Perilaku
tersebut adalah sebagai berikut; 1)
Keterampilan menganalisis; merupakan
suatu keterampilan menguraikan sebuah
struktur ke dalam komponen-komponen
agar mengetahui pengorganisasian struktur
tersebut. Kata-kata operasional yang
mengindikasikan
keterampilan
berpikir
analitis,
diantaranya:
menguraikan,
membuat
diagram,
mengidentifikasi,
menggambarkan,
menghubungkan,
memerinci,
dan
sebagainya;
2)
Keterampilan
mensintesis;
merupakan

e-Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014
keterampilan yang berlawanan dengan
keteramplian menganalisis. Keterampilan
mensintesis
adalah
keterampilan
menggabungkan bagian-bagian menjadi
sebuah bentukan atau susunan yang baru.
Pertanyaan sintesis menuntut pembaca
untuk menyatupadukan semua informasi
yang diperoleh dari materi bacaannya,
sehingga dapat menciptakan ide-ide baru
yang tidak dinyatakan secara eksplisit di
dalam
bacaannya;
3)
Keterampilan
mengenal dan memecahkan masalah;
merupakan keterampilan aplikatif konsep
kepada
beberapa
pengertian
baru.
Keterampilan ini menuntut pembaca untuk
memahami bacaan dengan kritis sehingga
setelah kegiatan membaca selesai siswa
mampu menangkap beberapa pikiran pokok
bacaan, sehingga mampu mempola sebuah
konsep. Tujuan keterampilan ini bertujuan
agar pembaca mampu memahami dan
menerapkan konsep-konsep ke dalam
permasalahan atau ruang lingkup baru; 4)
keterampilan menyimpulkan; ialah kegiatan
akal
pikiran
manusia
berdasarkan
pengertian/ pengetahuan yang dimilikinya,
dapat beranjak mencapai pengertian/
pengetahuan yang baru yang lain.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat
dipahami bahwa keterampilan ini menuntut
pembaca untuk mampu menguraikan dan
memahami
berbagai
aspek
secara
bertahap agar sampai kepada suatu
formula baru yaitu sebuah simpulan. Proses
pemikiran manusia itu sendiri, dapat
menempuh dua cara, yaitu : deduksi dan
induksi; 5) Keterampilan Mengevaluasi atau
Menilai;
Keterampilan
ini
menuntut
pemikiran yang matang dalam menentukan
nilai sesuatu dengan berbagai kriteria yang
ada. Keterampilan menilai menghendaki
pembaca agar memberikan penilaian
tentang
nilai
yang
diukur
dengan
menggunakan standar tertentu.
Berkenaan hal tersebut di atas, maka
peneliti ingin melakukan usaha perbaikan
pembelajaran pendidikan kewarganegaraan
menjadi pembelajaran yang lebih bermakna
dan inovatif sehingga siswa mampu
mengimplementasikannya dalam kehidupan
sehari-hari melalui penelitian tindakan kelas
yang
berorientasi
pada
pendekatan
kooperatif tipe Student Teams Achievement

Division (STAD). STAD merupakan tipe
pembelajaran kooperatif yang paling
sederhana dimana siswa ditempatkan
dalam
team
belajar
yang
diacak
berdasarkan jenis kelamin, tingkat kinerja
dan suku. Pembelajaran kooperatif dapat
meningkatkan motivasi belajar siswa secara
konsisten baik bagi siswa yang memiliki
kemampuan tinggi, sedang dan rendah,
dan resistensi (daya lekat) terhadap materi
pelajaran menjadi lebih panjang (http,
Ellyana dalam Santoso, 2011). Selain itu
Ellyana juga mengemukakan bahwa STAD
merupakan
tipe
pembelajaran
yang
berguna untuk menumbuhkan kemampuan
kerjasama, kemampuan untuk membantu
teman serta kemampuan berpikir kritis.
Menurut
Sanjaya
(2006:166)
mengungkapkan keunggulan pembelajaran
kooperatif tipe STAD sebagai berikut;
melalui
pendekatan
pembelajaran
kooperatif tipe STAD siswa tidak terlalu
menggantungkan pada guru, akan tetapi
dapat
menambah
kepercayaan
kemampuan berpikir sendiri, menemukan
informasi dari berbagai sumber, dan belajar
dari
siswa
yang
lain,
pendekatan
pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat
mengembangkan
kemampuan
mengungkapkan ide atau gagasan dengan
kata-kata
secara
verbal
dan
membandingkannya dengan ide-ide orang
lain, pendekatan pembelajaran kooperatif
tipe STAD dapat membantu anak untuk
respek pada orang lain dan menyadari akan
segala keterbatasannya serta menerima
segala
perbedaan,
pendekatan
pembelajaran
kooperatif
tipe
STAD
membantu memberdayakan setiap siswa
untuk lebih bertanggung jawab dalam
belajar,
pendekatan
pembelajaran
kooperatif tipe STAD merupakan suatu
pendekatan yang cukup ampuh untuk
meningkatkan prestasi akademis sekaligus
kemampuan
sosial,
termasuk
mengembangkan rasa harga diri, hubungan
interpersonal yang positif dengan orang
lain, mengembangkan keterampilan memanage waktu, dan sikap positif terhadap
sekolah; melalui pendekatan pembelajaran
kooperatif
tipe
STAD
dapat
mengembangkan kemampuan siswa untuk
menguji ide dan pemahamannya sendiri,
menerima umpan balik. Siswa dapat praktik

e-Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014
memecahkan
masalah
tanpa
takut
membuat kesalahan, karena keputusan
yang dibuat adalah tanggung jawab
kelompoknya pendekatan pembelajaran
kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan
kemampuan siswa menggunakan informasi
dan kemampuan belajar abstrak menjadi
nyata (riil); interaksi selama kooperatif
berlangsung dapat meningkatkan motivasi
dan
memberikan
rangsangan
untuk
berpikir.
Adapun sintak atau tahapan-tahapan
pembelajaran tipe STAD (Rusman, 2011:
215) diantaranya sebagai berikut.
1) Orientasi
seperti,
apersepsi,
penyampaian tujuan pembelajaran
2) Mengarahkan siswa untuk bergabung
kedalam kelompok yang terdiri dari 4-5
orang secara heterogen (kelompok
yang terbentuk itu berimbang dalam hal
kinerja akademik, jenis kelamin dan
asal suku)
3) Guru menyajikan pelajaran
4) Guru memberi tugas (lembar kerja
siswa) pada kelompok untuk dikerjakan
oleh semua anggota kelompok
5) Peserta didik yang bisa mengerjakan
tugas/soal
menjelaskan
kepada
anggota kelompok lainnya sehingga
semua anggota dalam kelompok itu
mengerti (presentasi)
6) Guru memberi kuis/pertanyaan kepada
seluruh peserta didik. Pada saat
menjawab kuis/pertanyaan peserta didik
tidak boleh saling membantu.
7) Guru memberi penghargaan (rewards)
kepada kelompok
yang
memiliki
nilai/poin tertinggi
Dari
beberapa
teori
tentang
kemampuan
berpikir
kritis
yang
dikemukakan oleh beberapa ahli, dalam
penelitian ini penulis akan memadukan
antara teori Bloom dengan teori yang
disampaikan oleh Angelo. Dalam paparan
yang disampaikan oleh Bloom terdapat tiga
indikator yang digunakan sebagai alat ukur
untuk mengukur kemampuan berpikir kritis,
diantaranya yaitu analisis, sintesis, dan
evaluasi. Sedangkan dalam paparan yang
disampaikan oleh Angelo tertera bahwa ada
lima indikator yang dapat digunakan
sebagai alat ukur untuk mengukur
kemampuan berpikir kritis siswa. Kelima
indikator tersebut yaitu keterampilan

menganalisis,
keterampilan
sintesis,
keterampilan mengenal dan memecahkan
masalah, keterampilan menyimpulkan, dan
keterampilan mengevaluasi atau menilai.
Dengan memadukan kedua teori
tersebut diatas maka indikator yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu
keterampilan
menganalisis,
sintesis,
mengenal dan memecahkan masalah,
menyimpulkan, dan mengevaluasi atau
menilai. Dari kelima indikator tersebut, pada
setiap
penjelasannya
juga
sudah
dipaparkan dengan jelas contoh kata-kata
operasional dalam pembuatan soal pada
instrumen.
Dalam
penelitian
ini
peneliti
mengangkat sebuah judul penelitian
tindakan kelas yaitu dengan judul
“Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis
melalui Pendekatan Kooperatif
Tipe
Student Teams Achievement Division pada
Mata
Pelajaran
Pendidikan
Kewarganegaraan Siswa Kelas V SD N 2
Blahbatuh Tahun Ajaran 2013/2014.”
METODE
Penelitian
yang
dibuat
adalah
penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian
tindakan kelas adalah penelitian yang
dilakukan oleh guru didalam kelasnya
sendiri melalui refleksi diri, dengan tujuan
untuk memperbaiki kinerjanya sebagai
guru, sehingga prestasi siswa menjadi
meningkat. Maka prosedur penelitiannya
disesuaikan dengan prosedur penelitian
tindakan kelas yang digunakan dalam suatu
proses bersiklus. Dalam setiap siklus terdiri
dari perencanaan tindakan, pelaksanaan
tindakan, mengamati, dan evaluasi/ refleksi.
Dilihat dari kemampuan berpikir kitis
pada siswa kelas V yang masih rendah,
terdapat
beberapa
faktor
yang
mempengaruhinya.
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi kemampuan berpikir kitis
siswa adalah ketidaksesuaian antara
kurikulum yang umumnya dirancang
dengan target materi yang luas serta
kurangnya pemahaman guru tentang model
pembelajaran yang dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa. Alhasil,
interaksi antara guru dan siswa menjadi
kurang maksimal.

e-Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014
Oleh karena itu untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa pada mata
pelajaran pendidikan kewarganegaraan
maka
diadakan
penelitian
yang
berlandaskan
pada
penerapan
pembelajaran kooperatif tipe student teams
achievement division. Dalam penerapannya
akan memberikan peluang yang lebih
banyak pada siswa untuk melakukan
aktivitas belajar, dimana guru hanya
sebagai fasilitator saja. Semakin banyak
peluang atau kesempatan bagi siswa untuk
melakukan
kegiatan
belajar
seperti
menganalisis, mensintesis, mengenal dan
memecahkan masalah, menyimpulkan,
serta
mengevaluasi,
maka
banyak
pengetahuan dan pengalaman yang
diperoleh siswa yang pada akhirnya akan
berdampak
pada
meningkatnya
kemampuan berpikir kritis siswa itu sendiri.
Berdasarkan
analisis
terhadap
permasalahan
yang
ada,
penelitian
tindakan kelas ini terdiri dari beberapa
siklus yang menggunakan satuan standar
kompetensi dalam satu semester. Setiap
siklus terdiri dari 4 (empat) fase yaitu:
perencanaan
tindakan,
pelaksanaan
tindakan, mengamati, dan evaluasi / refleksi
terhadap tindakan yang telah dilakukan
pada setiap siklus. Dalam setiap siklus
dilakukan empat kali pertemuan dimana
tiga kali pertemuan mengajar dan satu kali
pertemuan untuk tes kemampuan berpikir
kritis.
Dalam penelitian ini, pelaksana
tindakan
menerapkan
pendekatan
kooperatif tipe STAD. Subjeknya adalah
siswa kelas V SD N 2 Blahbatuh tahun
ajaran 2013/2014, yang berjumlah 40 orang
siswa terdiri dari 14 orang siswa laki-laki
dan
26
orang
siswa
perempuan.
Rancangan penelitian ini dilaksanakan
secara bersiklus, masing-masing siklus
terdiri atas empat tahap yaitu 1)
perencanaan, 2) pelaksanaan tindakan, 3)
observasi/ evaluasi, dan 4) refleksi
Pada penelitian ini metode yang
digunakan dalam pengumpulan data adalah
metode tes. Metode tes digunakan untuk
mengukur kemampuan berpikir kritis
setelah proses pembelajaran selesai. Alat
yang digunakan untuk memperoleh data
tentang kemampuan berpikir kritis adalah
tes objektif (pilihan ganda). Suatu tes

dikatakan valid apabila tes tersebut dapat
mengukur dan mampu menyingkap objek
yang hendak diukur atau ketepatan antara
alat ukur dengan hal yang diukur (Agung;
2010: 44). Dilihat dari segi isinya suatu tes
dikatakan valid apabila mengukur indikator
tertentu yang sejajar dengan isi atau materi
pelajaran yang diberikan. Setelah data
terkumpul, kemudian dianalisis dengan
teknik analisis deskriptif kuantitatif. Metode
analisis deskriptif kuantitatif adalah suatu
cara pengolahan data yang dilakukan
dengan jalan menyusun dalam bentuk
angka dan persentase mengenai keadaan
suatu obyek atau variabel tertentu (Agung,
2010: 75). Pada analisis data ini dicari
persentase tingkat kemampuan berpikir
kritis pada mata pelajaran pendidikan
kewarganegaraan
dan
selanjutnya
dibandingkan dengan kriteria keberhasilan
yang ditetapkan.
Tingkatan kemampuan berpikir kritis
siswa
dapat
ditentukan
dengan
membandingkan persentase rata-rata kelas
ke dalam PAP skala lima.
Rata – rata kemampuan berpikir kritis
siswa, dihitung dengan rumus :
X
M =
N
(1)
Ket :
M = angka rata-rata
∑X = jumlah skor
N = jumlah individu



Untuk menghitung daya serap kemampuan
berpikir kritis siswa, dihitung dengan rumus
:
M
x100%
DS =
SMI
Ket :
DS
= daya serap
M
= rata – rata skor
SMI = Skor Maksimal Ideal
Ketuntasan belajar siswa secara
klasikal dapat dihitung dengan rumus :
Ketuntasan belajar =
Keterangan :

n  65
N

x100% (4)

e-Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014
n≥ 65
N

= banyak
siswa
yang
memperoleh nilai 65 atau lebih
= banyak siswa

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Selama ini kemampuan berpikir kritis
siswa dalam mata pelajaran PKn di SD N 2
Blahbatuh masih tergolong rendah. Hal ini
terlihat dari kurang aktifnya siswa dalam
mengemukakan
pendapatnya.
Begitu
halnya
saat
melaksanakan
diskusi
kelompok, tidak semua anggota kelompok
aktif dalam mengikuti proses pembelajaran.
Alhasil, berdampak pada pencapaian ratarata ulangan semester ganjil
yang
diperoleh siswa kelas V SD N 2 Blahbatuh
pada tahun ajaran 2012/2013 masih
tergolong rendah yaitu 67. Sedangkan
kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang
ditetapkan adalah 70. Hal ini menunjukkan
bahwa rata-rata ulangan semester ganjil
masih di bawah kriteria ketuntasan minimal
(KKM).
Mengacu
pada
hal-hal
tersebut
perbaikan pembelajaran perlu diupayakan
secara klasikal, agar tercapai ketuntasan
belajar yang maksimal. Data ini selanjutnya
menjadi bahan refleksi awal untuk
memperbaiki proses pembelajaran melalui
PTK secara bersiklus yang terdiri dari
perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan
refleksi.
Data kemampuan berpikir kritis sudah
menunjukkan adanya peningkatan, terlihat
dari hasil tes yang dilakukan pada akhir
siklus
sudah
menunjukkan
adanya
peningkatan, terlihat dari kemampuan
berpikir kritis pada siklus I diperoleh ratarata
nilai
siswa
mencapai
71,02.
Sedangkan untuk ketuntasan belajar belum
mencapai 100%, karena baru 28 orang
siswa dari 40 siswa mencapai ketuntasan
maksimal atau berada di atas nilai KKM
yang ditetapkan, persentase ketuntasan
belajar klasikal 62,50% namun hal ini belum
mencapai indikator keberhasilan yang
ditetapkan dalam penelitian ini. Maka untuk
meningkatkannya perlu diadakan refleksi
dalam
menentukan
perbaikan
pembelajaran.
Berdasarkan analisis data yang
dilakukan mengenai kemampuan berpikir

kritis siswa pada siklus II dapat diperoleh
nilai
yang
menunjukkan
adanya
peningkatan,
terlihat
dari
rata-rata
kemampuan berpikir kritis siswa pada siklus
I yaitu 71,02 namun setelah dilaksanakan
perbaikan pada siklus II diperoleh rata-rata
kemampuan berpikir kritis siswa mencapai
81,30, sedangkan untuk ketuntasan belajar
sudah mencapai 82,50% atau dari 40 orang
siswa, sudah 33 orang siswa berada di atas
nilai KKM yang ditetapkan. Hal ini berarti
sudah mencapai indikator keberhasilan
yang ditetapkan dalam penelitian ini.
Berdasarkan hasil penelitian, dalam
proses
pembelajaran
pendidikan
kewarganegaraan dengan pendekatan
kooperatif tipe STAD selama dua siklus
atau dua kali tindakan telah berlangsung
dengan baik sesuai dengan yang telah
direncanakan sebelumnya. Jika tergambar
pada grafik perbandingan kemampuan
berpikir kritis pada siklus I dan siklus II
sebagai berikut.
100
50

Rata - rata
Kelas
Daya Serap

0
SIKLUS I SIKLUS
II

Gambar 1:

Ketuntasan
Belajar

Grafik Perolehan Rata-rata
Kemampuan berpikir kritis,
Daya Serap, dan Ketuntasan
Belajar Siswa di Kelas V
pada Mata Pelajaran PKn

Berdasarkan grafik di atas, dapat
dilihat
bahwa
terjadi
peningkatan
kemampuan berpikir kritis siswa dengan
menerapkan pendekatan kooperatif tipe
STAD. Dimana dalam belajar tipe STAD
siswa dapat belajar bersama secara
heterogen, saling menyumbang pemikiran,
dan
bertanggung
jawab
terhadap
pencapaian hasil belajar secara individu
dan kelompok.
Pembahasan
Dari hasil tes yang sudah dilaksanakan
pada siklus I dan siklus II, kegiatan
pembelajaran pada siklus I terlihat belum
optimal. Hal ini ditunjukkan adanya

e-Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014
beberapa kemampuan siswa yang belum
sesuai dengan harapan. Ini terlihat pada
siklus I, peneliti menemukan bahwa pada
saat kegiatan pembelajaran berlangsung,
guru belum menjelaskan secara tepat
langkah-langkah pembelajaran menerapkan
pendekatan kooperatif tipe STAD, dan
masih ada siswa yang kurang mampu
berpikir kritis dalam pembelajaran baik itu
dalam
diskusi
kelompok,
kerjasama
kelompok, maupun menyampaikan hasil
diskusi kelompok. Dari hasil evaluasi yang
diberikan kepada siswa secara individu
pada akhir siklus I diperoleh data bahwa
rata-rata peningkatan kemampuan berpikir
kritis siswa 71,02, persentase tingkat daya
serap adalah 71,02% yang berada pada
kategori cukup dan persentase ketuntasan
belajar 62,50% berada pada kategori
rendah.
Berdasarkan hasil observasi pada
siklus II, siswa sudah aktif dalam proses
pembelajaran, hal ini terbukti dengan siswa
benar-benar
memperhatikan
materi
pelajaran yang dijelaskan, dan juga aktif
dalam kerja kelompok. Pada siklus II guru
selalu memantau proses belajar siswa dan
menjaga agar pembelajaran menjadi
kondusif saat kegiatan pembelajaran
berlangsung. Dari hasil evaluasi yang
diberikan kepada siswa secara individu
pada akhir siklus II diperoleh data bahwa
rata-rata peningkatan kemampuan berpikir
kritis siswa 81,30, persentase tingkat daya
serap adalah 81,30% yang berada pada
kategori tinggi dan persentase ketuntasan
belajar 82,50% berada pada kategori tinggi.
Penelitian ini dilakukan di SD Negeri 2
Blahbatuh
tahun
ajaran
2013/2014.
berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan
pada siklus I dan II dapat dikatakan
perolehan kemampuan berpikir kritis pada
mata
pelajaran
PKn
mengalami
peningkatan. Kemampuan berpikir kritis
siswa mengalami peningkatan yaitu dari
71,02 pada siklus I menjadi 81,30 pada
siklus II. Dilihat dari data tersebut hasil
evaluasi peningkatan kemampuan berpikir
kritis siswa kelas V SD Negeri 2 Blahbatuh
tahun ajaran 2013/2014 pada siklus II telah
mencapai kreteria keberhasilan yang ingin
dicapai.
Selama
proses
pembelajaran
berlangsung, guru menciptakan suasana

belajar yang efektif, menarik, dan
menyenangkan. Guru memberi kesempatan
kepada siswa untuk mengembangkan ideide dalam berdiskusi, berinteraksi dengan
siswa yang lain dalam sebuah kelompok,
memberdayakan
siswa
untuk
lebih
bertanggung
jawab
dalam
belajar,
meningkatkan
kemampuan
siswa
menggunakan informasi dan kemampuan
belajar abstrak menjadi nyata.
Penerapan pendekatan kooperatif tipe
STAD ternyata telah berimplikasi positif
terhadap kemampuan berpikir kritis siswa.
Hal ini disebabkan oleh implementasi
penerapan pendekatan kooperatif tipe
STAD dapat memberikan kesempatan
siswa untuk mengembangkan ide atau
gagasan dengan kata-kata secara verbal
dan membandingkan dengan ide-ide orang
lain. Siswa tidak terlalu tergantung pada
guru, akan tetapi dapat menambah
kepercayaan kemampuan berpikir sendiri,
menemukan informasi dari berbagai
sumber dan belajar dari siswa yang lain.
Siswa lebih bertanggung jawab dalam
belajar. Hasil penelitian tindakan kelas ini
menunjukkan bahwa kemampuan berpikir
kritis melalui pendekatan kooperatif tipe
student teams achievement
division
mengalami
peningkatan
pada
mata
pelajaran pendidikan kewarganegaraan
siswa kelas V SD Negeri 2 Blahbatuh tahun
ajaran 2013/2014.
PENUTUP
Hasil analisis data dan pembahasan,
dapat disimpulkan bahwa kemampuan
berpikir kritis melalui pendekatan kooperatif
tipe student teams achievement division
mengalami
peningkatan
pada
mata
pelajaran pendidikan kewarganegaraan
siswa kelas V SD Negeri 2 Blahbatuh tahun
ajaran 2013/2014. Hal ini dapat dilihat dari
rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa
mengalami peningkatan dari siklus I ke
siklus II yaitu dari 71,02 pada siklus I
menjadi 81,30 pada siklus II sehingga
berada pada kategori tinggi. Sementara itu,
persentase daya serap belajar siswa pada
siklus I adalah 71,02% yang berada pada
kategori cukup dan persentase daya serap
belajar siswa pada siklus II adalah 81,30.
Persentase ketuntasan belajar siklus I yaitu

e-Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014
62,50% dan persentase ketuntasan belajar
pada siklus II yaitu 82,50%.
DAFTAR RUJUKAN
Achmad, Arief. 2007. Memahami Berpikir
Kritis.
Tersedia
pada
http://researchengines.com/1007arief3.html.
Diakses tanggal 22 Desember 2012.
Agung, A.A. Gede. 2010. Evaluasi
Pendidikan. Singaraja: Undiksha.

Pamudji, Sugeng. 2012. Membangun Pola
Berpikir Kritis bagi Siswa. Tersedia
pada
http://bermutuipataman1.guruindonesia.net/artikel_detail-25018.html.
Diakses tanggal 22 Desember 2012.
Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran
Mengembangkan
Profesionalisme
Guru. Jakarta: Rajawali Pers.

-------.
2010.
Pengantar
Evaluasi
Pendidikan. Singaraja: Undiksha.

-------. 2012. Belajar dan Pembelajaran
Berbasis Komputer Mengembangkan
Profesionalisme Abad 21. Bandung:
ALFABETA.

Asma, Nur. 2006. Model Pembelajaran
Kooperatif.
Jakarta:
Departemen
Pendidikan Nasional.

Sanjaya,
Wina.
2006.
Strategi
Pembelajaran Berorientasi Standar
Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Depdiknas. 2008. Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar SD/MI. Jakarta.

Santoso, Eko Budi. 2011. Model
Pembelajaran STAD. Tersedia pada
http://raseko.blogspot.com/2011/05/modelpembelajaran-stad.html. Diakses
tanggal 15 Agustus 2012.

Edi. 2012. Teori Belajar Berpikir Kritis.
http://ediconnect.blogspot.com/2012/
03/teori-belajar-berpikir-kritis.html.
Diakses tanggal 20 Desember 2012.
Farhan. 2011. Model Pembelajaran Tipe
STAD.
http://www.farhanbjm.web.id/2011/09/modelpembelajaran-kooperatif-tipe-stad.html.
Diakses tanggal 20 Desember 2012.
Fattah, Nanang dan Mohhamad Ali. 2008.
Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta:
Universitas Terbuka.
Kemendiknas. 2006. Standar Kompetensi
dan
Kompetensi
Dasar
SD/MI
(Lampiran 1 Peraturan Mendiknas
No.22 Th 2006). Jakarta.
Lasmawan. 2010. Menelisik Pendidikan IPS
dalam Perspektif Kontekstual Empiris.
Singaraja: Mediakom Indonesia Pers
Bali.
Muhadi. 2011. Penelitian Tindakan Kelas.
Yogyakarta: Shira Media.

Slavin, Robert. 1995. Cooperative Learning
Teory, Research and Practice. Boston.
Sudiarti, Ni Putu. 2012. Penerapan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Student
Teams Achievement Division (STAD)
Berbantuan
Powerpoint
untuk
Meningkatkan Hasil Belajar IPS Siswa
Kelas V SD Negeri 6 Dauh Puri
Denpasar. Singaraja: Undiksha.
Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran
Inovatif. Surabaya: Masmedia Buana
Pustaka.
Trianto.
2011.
Mendesain
Model
Pembelajaran
Inovatif-Progresif:
Konsep,
Landasan
dan
Implementasinya
pada
Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Jakarta: Kencana.