Saifullah Volume 7 Nomor 1 Februari 2016

Volume 7 Nomor 1-Februari 2016

ISSN: 2086 - 42484

Volume 7 Nomor 1-Februari 2016

ISSN: 2086 - 42484

Daftar Pustaka
Abdurrahman, Mulyono. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan
Belajar. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Ali, Muhammad. 1996. Guru dalam Proses Belajar Mengajar.
Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Darhim. 2006. Peningkatan Profesionalisme Pendidikan Pasca
Berlakunya Undang-undang Guru dan Dosen. Makassar :
Makalah Seminar Nasional Unismuh.
Depdiknas. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran
SMP. Jakarta: Puskur, Depdiknas.
Djamarah, Bahri dan Zain, Aswan. 2002. Strategi Belajar
Mengajar. Jakarta Rineka Cipta.
Hadirah, dkk. 2006. Implementasi Pembelajaran kooperatif Untuk

Meningkatkan Aktivitas Belajar Matematika Siswa SMP
Negeri I Mandai Kabupaten Maros. Usulan Penelitian
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Maros
Ibrahim, M., dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya:
Unesa.
Jumriani, ST. 2004. Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui
Tutor Sebaya Siswa Kelas I SMPN 1 Polut, Takalar.
Makassar. Skripsi Universitas Muhammadiyah.
Junaeda. 2005. Peningkatan Kualitas Pembelajaran Operasi Hitung
Bentuk Aljabar Melalui Pengajaran Remediasi dengan
Tutor Sebaya. Makassar. Skripsi FKIP Unismuh.
Riyanto, Y. 2001. Metodologi Penelitian. Surabaya: SIC.
Suherman, E., dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika
Kontemporer. Bandung: IMSTEP.
Tim Pelatih Proyek PGSM. 1999. Penelitian Tindakan Kelas.
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Tim MKPBM Jurusan Pendidikan Matematika. 2001. Strategi
Belajar Mengajar Kontemporer. Bandung: JICA-UPI.
40


Jurnal Pendidikan Matematika STKIP Bima

PEMANFAATAN TUTOR SEBAYA DENGAN
SETTING KOOPERATIF UNTUK PENINGKATAN HASIL
BELAJAR MATEMATIKA
Oleh: Saifullah
Abstrak : Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh siswa
setelah melalui kegiatan belajar. Belajar itu sendiri
merupakan proses dari seorang yang berusaha untuk
memperoleh perubahan tingkah laku yang relatif
menetap. Anak yang berhasil dalam belajar akan
mencapai tujuan-tujuan pembelajaran atau tujuan
instruksional. Pengajaran yang efektif menghendaki
penggunaan alat-alat atau sumber daya-sumber daya
yang ada baik fisik maupun non fisik secara maksimal.
Salah satu sumber daya nonfisik tersebut adalah teman
sebaya. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui
pemanfaatan tutor sebaya dalam meningkatkan hasil
belajar matematika dengan menggunakan setting

kooperatif.
Kata Kunci: Hasil Belajar, Setting Kooperatif, Tutor Sebaya.

Pendahuluan
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
semakin canggih dewasa ini membawa dampak dalam kehidupan,
khususnya dunia pendidikan yang tidak dapat dihindari, sehingga
dituntut adanya peningkatan kualitas dan mutu pendidikan baik
melalui pendidikan formal maupun non formal.Pembelajaran
matematika sebagai salah satu bentuk pengajaran yang ditemukan
pada setiap jenjang pendidikan, yang selalu mendapat perhatian
khusus dari pihak terkait, demi memperoleh penguasaan
21

Jurnal Pendidikan Matematika STKIP Bima

Volume 7 Nomor 1-Februari 2016

ISSN: 2086 - 42484


matematika yang lebih optimal. Salah satu usaha untuk
mengoptimalkan hasil belajar yaitu bagaimana memaksimalkan
fungsi tenaga pengajar dengan sebaik mungkin. Selanjutnya
Abdurrahman (2003: 13) mengatakan bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi hasil belajar siswa selain kemampuan yang ada
pada diri siswa yaitu kualitas pengajaran yang dilaksanakan oleh
tenaga pendidik.
Matematika sebagai ilmu dasar telah dipelajari mulai tingkat
rendah sampai perguruan tinggi bahkan dalam kehidupan seharihari matematika sering digunakan. Akan tetapi sebagian orang
menganggap bahwa matematika adalah pelajaran yang sangat
menakutkan, ditambah lagi kondisi psikis peserta didik yang
memandang tenaga pendidik sebagai seorang sosok yang
menakutkan melebihi ketakutannya kepada binatang buas
sekalipun. Hal ini mungkin disebabkan oleh metode pembelajaran
yang digunakan tenaga pendidik yang kurang tepat dan berakibat
pada kualitas pembelajaran matematika. Menurut Darhim (2006: 4)
kualitas pembelajaran matematika sekolah, masih jauh dari harapan
baik dalam hasil belajar siswa maupun dalam proses
pembelajarannya. Sedangkan dalam pelaksanaannya di dalam
kelas, pembelajaran matematika masih cenderung didominasi

dengan cara konvensional yang lebih terpusat pada guru.
Di sisi lain, kita harus tetap memperhatikan posisi peserta
didik dalam pembelajaran. Menurut Ali (1996: 13) aktifitas yang
menonjol dalam pembelajaran ada pada siswa, guru berperan tidak
sebagai penyampai informasi tetapi bertindak sebagai pengarah
dan pemberi fasilitas (director and facilitator) untuk terjadinya
proses belajar. Sehingga kemampuan peserta didik dalam
menyerap materi yang dijadikan pun perlu diperhatikan, sebab
22

Jurnal Pendidikan Matematika STKIP Bima

Volume 7 Nomor 1-Februari 2016

ISSN: 2086 - 42484

menyenangkan. Dengan demikian, akan dapat dicapai
peningkatan hasil belajar matematika siswa.
3. Pembelajaran matematika yang aktif, kratif, efektif, dan
menyenangkan dapat dilakukan dengan memanfaatkan tutor

sebaya dan melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan
setting kooperatif.

39

Jurnal Pendidikan Matematika STKIP Bima

Volume 7 Nomor 1-Februari 2016

ISSN: 2086 - 42484

baru, Aplikasi yaitu memberi kesempatan kepada siswa untuk
menerapkan konsep yang baru yang telah dibentuk kedalam
konteks yang baru.
Secara teoritis, sebagaimana yang telah dikemukakan
sebelumnya bahwa dengan menerapkan setting kooperatif siswa
lebih muda menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit
jika saling mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya.
Komunikasi antar siswa dalam kelompok kecil dan heterogen akan
lebih bermakna, sehingga dapat menyelesaikan masalah-masalah

yang dihadapi dengan menggunakan keterampilan kooperatif.
Kesimpulan
Berdasarkan pada pembehasandi atas, maka tulisan ini dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Tujuan pendidikan matematika adalah a) Melatih cara berpikir
dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui
kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan
kesamaan, perbedaan, konsisten dan inkonsistensi; b)
Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi,
intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran
divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan
dugaan, serta mencoba-coba; c) Mengembangkan kemampuan
memecahkan masalah; dan d) Mengembangkan kemampuan
menyampaikan informasi/ mengkomunikasikan gagasan antara
lain melalui pembicaraan lisan, catatan, grafik, peta, diagram,
dalam menjelaskan gagasan.
2. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, proses pembelajaran harus
dirancang dan dilaksanakan dengan aktif, kratif, efektif, dan

38


Jurnal Pendidikan Matematika STKIP Bima

Volume 7 Nomor 1-Februari 2016

ISSN: 2086 - 42484

masing-masing individu memiliki daya serap materi yang berbedabeda. Menurut pengklasifikasiannya, maka kemampuan daya serap
materi oleh peserta didik dibagi atas tiga yaitu (1) kemampuan
cepat, (2) kemampuan rata-rata, dan (3) kemampuan lamban
(Junaeda, 2005: 2). Perbedaan tersebut mengakibatkan
kemungkinan terjadinya kesulitan belajar yang tidak merata
keseluruh atau sebagian besar peserta didik.
Pembelajaran Matematika di Sekolah
Dalam Kurikulum Matematika 2004, Depdiknas (2003),
dikemukakan bahwa tujuan pendidikan matematika adalah a).
Melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan,
misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen,
menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsisten dan inkonsistensi;
b). Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi,

intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran
divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan,
serta
mencoba-coba;
c).
Mengembangkan
kemampuan
memecahkan masalah;
dan d). Mengembangkan kemampuan
menyampaikan informasi/ mengkomunikasikan gagasan antara lain
melalui pembicaraan lisan, catatan, grafik, peta, diagram, dalam
menjelaskan gagasan. Selanjutnya, dikemukakan bahwa
kemampuan pemecahan masalah, penalaran, dan berkomunikasi
merupakan kompetensi dasar yang diharapkan tercapai melalui
belajar matematika. Untuk mencapai kompetensi tersebut guru
harus menjabarkan kegiatan belajar mengajarnya dalam bentuk
silabus dan disesuaikan dengan kekhasan bahan ajar dengan
mempertimbangkan tingkat perkembangan berpikir siswa.

23


Jurnal Pendidikan Matematika STKIP Bima

Volume 7 Nomor 1-Februari 2016

ISSN: 2086 - 42484

Proses pembelajaran yang berlangsung di sekolah sampai
sekarang ini, pada umumnya didominasi guru, siswa dijadikan
objek pembelajaran. Guru berusaha memberikan informasi
sebanyak-banyaknya,
sehingga
siswa
tidak
mempunyai
kesempatan yang cukup untuk menyelesaikan soal-soal
berdasarkan contoh-contoh yang telah diberikan. Pembelajaran
matematika pada umumnya masih menggunakan paradigma
mengajar, sehingga pembelajaran berlangsung secara mekanistik
tanpa makna. Guru menuntut perhatian yang berlebihan, keseriusan

yang
kaku,
dan
hukuman
menjadi
bagian
dari
pembelajaran.Padahal guru sebagai pengelola pendidikan harus
mengetahui fungsi-fungsi mata pelajaran matematika sebagai alat,
pola pikir, dan ilmu atau pengetahuan. Ketiga fungsi matematika
tersebut hendaknya juga dijadikan acuan dalam pembelajaran
matematika di sekolah.Dengan mengetahui fungsi-fungsi
matematika tersebut guru diharapkan dapat memahami adanya
hubungan antara matematika dengan ilmu lain. Sebagai tindak
lanjut sangat diharapkan agar para siswa diberikan penjelasan
untuk melihat berbagai contoh penggunaan matematika sebagai
alat untuk memecahkan masalah dalam mata pelajaran lain, dalam
dunia kerja atau dalam kehidupan sehari-hari. Namun tentunya
harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa, sehingga
diharapkan dapat membantu proses pembelajaran matematika di
sekolah.
Tujuan perlu diajarkannya matematika adalah setiap upaya
penyusunan kembali atau penyempurnaan kurikulum matematika
di sekolah perlu selalu mempertimbangkan kedudukan matematika
sebagai salah satu ilmu dasar. Yang telah mengalami
perkembangan pesat baik materi maupun kegunaannya, sehingga
24

Jurnal Pendidikan Matematika STKIP Bima

Volume 7 Nomor 1-Februari 2016

ISSN: 2086 - 42484

Aktivitas Siswa dalam Setting Kooperatif
Aktivitas siswa dalam kelas terbagi menjadi dua kegiatan,
yaitu kegiatan di dalam tugas (on-task) dan kegiatan di luar tugas
(off-task). Di dalam kaitannya dengan aktivitas siswa di dalam
tugas dibedakan menjadi dua jenis aktivitas siswa di dalam
kelompok kooperatif yaitu Aktifitas Aktif dan Aktifitas Pasif.
Kedua jenis aktivitas tersebut diuraikan sebagai berikut:
1. Aktivitas Aktif. Terdapat empat kategori untuk aktifitas aktif,
dalam tugas yang dapat diamati seperti berikut ini:
Menyelesaikan masalah secara mandiri, Membuat catatan
tertulis, Memberi penjelasan, Mengajukan pertanyaan atau
menawarkan (meminta bantuan).
2. Aktivitas Pasif. Aktivitas siswa di dalam tugas yang
dikategorikan aktivitas pasif adalah Mendengar penjelasan,
Membaca materi pelajaran.
Selanjutnya aktivitas siswa dikelompokkan ke dalam
aktivitas di luar tugas apabila siswa melakukan kegiatan diluar
tugas yang dihadapi seperti (1) Siswa mengobrol hal-hal yang tidak
berkaitan dengan materi ajar (2) siswa membaca sumber lain yang
tidak berkaitan dengan tugas yang dihadapi, atau (3) siswa
bermain, tidur-tiduran atau melamun.Setting kooperatif diarahkan
untuk mencapai empat kondisi untuk membangkitkan perubahan
konseptual berdasarkan pada konstruktivisme yaitu:Orientasi, yaitu
pengenalan langkah-langkah yang ingin dihadapi, Pemunculan
gagasan yaitu siswa diberikan kesempatan untuk menyatakan
secara eksplisit gagasan kepada teman atau gurunya, Penyusunan
ulang yaitu perubahan dan perluasan gagasan, meliputi aktivitas
yang memberikan kepada siswa untuk saling bertukar pikiran
dengan teman-teman sebaya dan membentuk serta menilai ide
37

Jurnal Pendidikan Matematika STKIP Bima

Volume 7 Nomor 1-Februari 2016

ISSN: 2086 - 42484

Tabel: Langkah-langkah model setting kooperatif
Fase
Fase 1
Menyampaikan tujuan dan
memotivasi siswa.

Tingkah Laku Guru
Guru menyampaikan semua tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran
tersebut dan memotivasi siswa belajar.

Fase 2
Menyajikan informasi.

Guru menyampaikan informasi kepada siswa
dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan
bacaan.

Fase 3
Mengorganisasikan siswa
kedalam kelompokkelompok belajar.

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana
caranya membentuk kelompok belajar dan
membantu setiap kelompok agar melakukan
transisi secara efisien.

Fase 4
Membimbing kelompok
bekerja dan belajar.

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar
pada saat mereka mengerjakan tugas.

Fase 5
Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi
yang telah dipelajari atau masing-masing
kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

Fase 6
Memberikan penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik
upaya maupun hasil belajar individu dan
kelompok.

Berdasarkan tabel di atas, aktivitas guru di dalam setting
kooperatif yang erat kaitannya dengan aktivitas siswa di dalam
kelompok kooperatif yaitu pada kegiatan inti. Sehingga aktivitas
guru dalam penelitian ini akan difokuskan pada kegiatan inti.
Dengan demikian yang dimaksudkan adalah kegiatan guru selama
siswa bekerja di dalam kelompoknya.

36

Jurnal Pendidikan Matematika STKIP Bima

Volume 7 Nomor 1-Februari 2016

ISSN: 2086 - 42484

dalam perkembangannya atau pembelajarannya di sekolah kita
harus memperhatikan perkembangan-perkembangannya, baik di
masa lalu, masa sekarang maupun kemungkinan-kemungkinannya
untuk masa depan.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Pembelajaran
Siswa sebagai individu yang potensial tidak akan
berkembang banyak tanpa bantuan guru dan masyarakat. Ada
beberapa faktor yang sepenuhnya bergantung pada siswa dan
sebagian lagi sepenuhnya bergantung pada guru. Untuk lebih
jelasnya kita tinjau beberapa faktor itu.
1. Guru.
Proses belajar matematika yang terjadi di sekolah, kita
harapkan dapat berlangsung secara efektif. Kemampuan seorang
guru dalam menyampaikan materi matematika dan sekaligus
penguasaan materi matematikanya merupakan modal utama dalam
kelangsungan proses belajar mengajar. Faktor penguasaan materi
dan penguasaan suasana belajar disamping faktor kepribadian
merupakan faktor-faktor penyebab proses belajar mengajar yang
sepenuhnya tergantung pada guru. Guru yang mementingkan
selesainya bahan tanpa memperhatikan kemampuan dan kesiapan
anak didik akan menimbulkan kesulitan anak didik dalam
memahami pengajaran matematika, kondisi ini dapat berakibat
timbulnya rasa enggan belajar matematika bahkan frustasi dalam
diri anak didik dan akhirnya matematika merupakan pelajaran yang
disenangi dan menjadi momok yang menakutkan.
2. Siswa
Faktor ini merupakan faktor penting dalam proses belajar
matematika. Matematika atau ilmu pasti bagi anak-anak pada
25

Jurnal Pendidikan Matematika STKIP Bima

Volume 7 Nomor 1-Februari 2016

ISSN: 2086 - 42484

umumnya merupakan pelajaran yang tidak disenangi, kalau bukan
pelajaran yang paling dibenci karena itu dalam interaksi belajar
mengajar matematika seorang guru perlu memperhatikan faktorfaktor yang menyangkut murid diantaranya : (1) apakah siswa
cukup cerdas, (2) apakah siswa sudah siap belajar matematika, (3)
apakah siswa itu mau belajar, (4) apakah siswa berminat dan
tertarik.Dengan memperhatikan faktor-faktor tersebut, guru
sedikitnya banyak akan lebih tahu untuk menentukan strategi
belajar mengajar yang bagaimana yang harus ditentukan supaya
siswa berhasil dalam belajar.
3. Sarana dan prasarana
Proses belajar mengajar akan berlangsung lebih baik lagi jika
ditunjang oleh sarana dan prasarana yang memadai, seperti adanya
perpustakaan dan buku-buku matematika yang relevan dan
menunjang kegiatan belajar mengajar merupakan fasilitas yang
penting. Adanya laboratorium matematika yang sederhana dengan
perlengkapan dan pembiayaan yang cukup dapat meningkatkan
kualitas belajar matematika para siswa. Adanya sarana dan
prasarana yang cukup seperti ruangan yang sejuk dan bersih,
tempat duduk yang nyaman, papan tulis yang memadai,
perlengkapan matematika seperti mistar, jangka, segitiga, busur
derajat tersedia akan lebih memperlancar terjadinya proses belajar
mengajar matematika.

Volume 7 Nomor 1-Februari 2016

ISSN: 2086 - 42484

Pelaksanaan Setting Kooperatif
1. Tugas-tugas perencanaan seperti memilih pendekatan,
pemilihan materi yang sesuai, pembentukan kelompok siswa,
pengembangan materi dan tujuan, mengenalkan siswa pada
tugas dan peran, merencanakan waktu dan tempat.
2. Tugas-tugas
interaktif
yaitu
menyampaikan
tujuan
pembelajaran, membangkitkan motivasi, menyajikan informasi,
mengorganisasikan dan membentuk kelompok belajar,
mengevaluasi dan memberikan penghargaan.
Aktivitas Guru dalam Setting Kooperatif
Terdapat enam sintaks atau tahapan (fase) setting kooperatif
yang dibedakan menjadi: (1) Kegiatan Awal yaitu pada fase 1 dan
fase 2 pembelajaran dimulai dengan guru menyampaikan tujuan
pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar. Fase ini diikuti
oleh penyajian informasi seringkali dengan bahan bacaan. (2)
Kegiatan Inti yaitu pada fase 3 dan fase 4 siswa dikelompokkan ke
dalam tim-tim belajar. Tahap ini di ikuti bimbingan guru pada saat
siswa bekerja bersama untuk menyesuaikan tugas bersama mereka.
(3) Kegiatan Akhir yaitu pada fase 5 dan fase 6 meliputi persentase
hasil akhir kerja kelompok, atau evaluasi tentang apa yang telah
mereka pelajari dan memberi penghargaan terhadap usaha-usaha
kelompok maupun individu.Aktivitas guru pada setiap fase tersebut
dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Masalah dan Perkembangan Pendidikan Matematika Sekolah
Pendidikan senantiasa merupakan beban dan tantangan bagi
setiap negara yang tidak ada henti-hentinya. Beban dan tantangan
itu berasal dari berbagai sumber diantaranya: kemajuan sains dan
teknologi, pertumbuhan penduduk, keterbatasan dana, dan masih
26

Jurnal Pendidikan Matematika STKIP Bima

35

Jurnal Pendidikan Matematika STKIP Bima

Volume 7 Nomor 1-Februari 2016

ISSN: 2086 - 42484

3. Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu didalam
kelompoknya.
4. Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama
diantara anggota kelompoknya.
5. Siswa
akan
dikenakan
evaluasi
atau
diberikan
hadiah/penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua
anggota kelompoknya.
6. Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan
ketrampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
7. Siswa akan diminta mempertanggung jawabkan secara
individual materi yang ditangani di dalam kelompoknya.
Ciri-ciri Setting Kooperatif
1. Siswa bekerja kedalam kelompok secara kooperatif untuk
menuntaskan materi belajarnya.
2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan
tinggi, sedang dan rendah.
3. Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras budaya,
suku, etnis, jenis kelamin berbeda-beda.
4. Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu.
Manfaat setting kooperatif Linda Lundgren 1994 (Ibrahim,
2000: 18-19) antara lain :Meningkatkan pencurahan waktu pada
tugas, Rasa harga diri menjadi tinggi, Memperbaiki sikap terhadap
materi, guru di sekolah, Memperbaiki kehadiran, Angka putus
sekolah menjadi rendah, Penerimaan terhadap individu menjadi
besar, Perilaku menganggu menjadi kecil, Komplik antar pribadi
berkurang, Mengurangi sikap apatis, Pemahaman
yang
lebih
mendalam, Motivasi lebih besar, Meningkatkan kebaikan budi,
kepekaan dan toleransi.
34

Jurnal Pendidikan Matematika STKIP Bima

Volume 7 Nomor 1-Februari 2016

ISSN: 2086 - 42484

banyak kendala-kendala lainnya. Semua orang khususnya kita
sebagai pendidik dan guru harus menyadari adanya tantangan
tersebut dan berusaha mengambil bagian dalam menanggulangi
beban dan tantangan tersebut sesuai dengan bidang dan
kemampuan kita masing-masing.
Kita sebagai tenaga pendidik umumnya dan bidang studi
matematika khususnya perlu untuk mengetahui permasalahan yang
ada disekitar kita. Selain itu perlu pula memahami perkembangan
pendidikan matematika sekarang ini.
1. Permasalahan pembelajaran matematika di sekolah
Ada beberapa masalah pokok yang perlu mendapat perhatian
dari semua pihak. Permasalahan yang akan dilontarkan ini adalah
permasalahan yang bersifat umum yakni :
a) Kualitas masukan sekolah. Pada masa sekarang ini kebutuhan
akan pendidikan sudah merupakan kebutuhan pokok yang
mutlak diperlukan oleh hampir semua lapisan masyarakat,
sehingga tidak heran dalam suasana sekarang ini kita temukan
adanya putra-putri yang mempunyai kualitas yang baik dan
berprestasi namun tidak dapat juga dipungkiri kualitas atau
kemampuan siswa sekolah menengah khususnya dan semua
jenjang sekolah pada umumnya dirasakan adanya penurunan hal
ini disebabkan karena banyak anak kurang mampu untuk
mengikuti kegiatan, sehingga guru-guru tidak dapat lagi
mempertahankan mutu seperti sedia kala dalam setiap tahun
terpaksa sebagian anak harus naik kelas dan lulus walaupun
dengan kemampuan pas-pasan karena yang akan masuk sebagai
siswa baru sudah antri dengan panjang.
b) Minat siswa terhadap matematika. Banyak orang telah
mengetahui dan mengakui manfaat dan bantuan matematika
27

Jurnal Pendidikan Matematika STKIP Bima

Volume 7 Nomor 1-Februari 2016

ISSN: 2086 - 42484

kepada berbagai bidang ilmu dan kehidupan, namun tidak
sedikit pula orang yang menganggap matematika sebagai ilmu
yang tidak menarik. Demikian pula bagi anak-anak pada
umumnya banyak yang tidak menyenangi pelajaran matematika.
Hal ini tentunya kita dapat rasakan dan memang demikian
adanya. Tentunya kita perlu bertanya mengapa ?
c) Pengajaran matematika di sekolah. Matematika adalah suatu
alat untuk mengembangkan cara berpikir sehingga matematika
perlu diberikan sebagai bekal kepada setiap peserta didik sejak
dari SD. Namun di lain pihak, matematika pada hakekatnya
adalah suatu ilmu yang penalarannya bersifat deduktif formal
dan abstrak.
2. Cara belajar siswa dalam proses belajar matematika
Pada prinsip belajar siswa aktif dalam proses belajar
matematika, suasana belajar mengajar diarahkan/diubah dari
pengalaman guru ke pengalaman murid, dari guru aktif ke siswa
aktif, guru menempatkan anak pada pusat kegiatan belajar,
berusaha membantu dan mendorong anak untuk belajar, bagaimana
cara menyusun pertanyaan, bagaimana membicarakan dan
menemukan jawaban-jawaban persoalan.
Hasil Belajar Matematika
Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh siswa
setelah melalui kegiatan belajar. Belajar itu sendiri merupakan
proses dari seorang yang berusaha untuk memperoleh perubahan
tingkah laku yang relative menetap. Anak yang berhasil dalam
belajar akan mencapai tujuan-tujuan pembelajaran atau tujuan
instruksional.Pengajaran yang efektif menghendaki penggunaan
alat-alat untuk menentukan apakah suatu hasil belajar yang
28

Jurnal Pendidikan Matematika STKIP Bima

Volume 7 Nomor 1-Februari 2016

ISSN: 2086 - 42484

menuntut kerja sama siswa dan saling ketergantungan dalam
struktur tugas dan tujuan.
Setting kooperatif dapat digambarkan seperti dua orang
memikul balok. Balok dapat diangkat bersama-sama jika dan
hanya jika kedua orang tersebut berhasil memikulnya. Kegagalan
dari salah satu keduanya itu berarti kegagalan keduanya. Demikian
pula halnya dengan tujuan yang ingin dicapai oleh suatu kelompok
siswa tertentu. Jadi, setting kooperatif dua atau lebih individu
saling tergantung satu sama lain untuk menyelesaikan tugasnya
sehingga tercapai tujuan pembelajaran bersama.Menurut Slavin
(Hadira dkk, 2006: 10) Setting kooperatif mempunyai urutan
kegiatan sebagai berikut:
1. Mengajar: mempresentasikan pelajaran
2. Belajar dalam kelompok: siswa bekerja dalam kelompok
mereka dengan dipandu oleh lembar kegiatan siswa untuk
menuntaskan materi pelajaran
3. Tes: siswa mengerjakan kuis atau tugas lain baik secara
kelompok maupun individu
4. Penghargaan kelompok: skor tim dihitung berdasarkan skor
peningkatan tiap anggota kelompok, laporan berskala kelas, atau
papan pengumuman digunakan untuk memberi penghargaan
kepada tim yang berhasil mencetak skor tertinggi.
Unsur-unsur Setting Kooperatif
1. Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka
"sehidup sepenanggungan bersama".
2. Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota dalam
kelompoknya memiliki tujuan yang sama.

33

Jurnal Pendidikan Matematika STKIP Bima

Volume 7 Nomor 1-Februari 2016

3.

4.
5.

6.

7.

8.

9.

ISSN: 2086 - 42484

menghafalkan kembali materi pelajaran yang sudah diterima.
Bagi tutor, kegiatan ini merupakan wadah untuk melatih diri
memegang tanggung jawab dalam mengembang suatu tugas dan
melatih diri dalam kesabaran.
Mempererat hubungan antar siswa sehingga mempertebal
perasaan sosial.
Namun disampingkebaikan tersebut, terdapat beberapa kesulitan
dalam pelaksanaan pekerjaan tutoring menurut (Jumriah, 2004:
12) yaitu:
Siswa yang diberikan bantuan, sering kurang serius dalam
belajar karena beranggapan bahwa mereka hanya berhadapan
dengan teman sebaya sehingga hasilnya sering kurang
memuaskan;
Terdapat beberapa anak kurang percaya diri dan malu untuk
bertanya, karena takut kelemahan dan rahasianya diketahui oleh
temannya;
Pada kelas tertentu, pekerjaan tutoring sukar dilaksanakan
karena perbedaan jenis kelamin antara tutoring dengan siswa
yang diberikan bantuan;
Tidak semua siswa pandai dan mampu menguasai materi
dengan cepat untuk mengajarkan kembali kepada temannya.

Setting Kooperatif
Setting kooperatif adalah pembelajaran kedalam suatu
kelompok kecil dimana siswa belajar guna menyelesaikan suatu
masalah, yang memiliki tingkat kemampuan yang berbeda-beda di
kelompok tersebut. Setiap anggota saling bekerja sama dan
membantu memahami suatu pelajaran, model setting kooperatif

32

Jurnal Pendidikan Matematika STKIP Bima

Volume 7 Nomor 1-Februari 2016

ISSN: 2086 - 42484

diinginkan telah tercapai. Hasil belajar adalah hasil yang diperoleh
berupa kemajuan yang mengakibatkan perubahan dalam diri
individu sebagai hasil dari aktifitas dalam belajar.
Dalam pengertian sehari-hari prestasi belajar di sinonimkan
dengan pengertian hasil belajar. Dalam kamus umum bahasa
Indonesia (1994: 108) prestasi belajar diartikan sebagai hasil yang
dicapai dari apa yang dikerjakan atau diasumsikan. Selanjutnya
Nasrun dkk (Junaeda, 2005: 7) memberikan batas bahwa “prestasi”
adalah pengaitan pendidikan tentang perkembangan dan kemajuan
siswa berkenaan dengan penguasaan bahan pelajaran yang
disajikan kepada mereka serta nilai-nilai yang terdapat dalam
kurikulum.Sedangkan Samsu Mappa menyatakan bahwa, prestasi
belajar adalah hasil belajar yang dicapai oleh seorang siswa dalam
bidang studi tertentu dengan menggunakan tes standar sebagai
pengukuran keberhasilan belajar seseorang.
Dari pengertian di atas dapat dikatakan bahwa hasil belajar
matematika adalah hasil yang dicapai oleh seorang siswa setelah
mengikuti proses belajar mengajar matematika dalam waktu
tertentu yang dapat diketahui dengan memberikan tes hasil belajar
sebagai alat pengukuran.
Tutor Sebaya
Dalam arti luas sumber belajar tidak harus selalu guru, sumber
belajar dapat orang lain selain guru, melainkan teman dari kelas yang
lebih tinggi, teman satu kelas atau keluarga di rumah. Sumber
belajar selain guru dan berasal dari orang yang lebih pandai disebut
sebagai tutor.Tutor sebaya terdiri atas dua kata, yakni tutor dan
sebaya. Tutor dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 1090),
berarti: Orang yang memberikan pelajaran kepada seseorang atau
sejumlah kecil siswa atau Dosen yang membimbing sejumlah
29
Jurnal Pendidikan Matematika STKIP Bima

Volume 7 Nomor 1-Februari 2016

ISSN: 2086 - 42484

mahasiswa.Sedangkan kata sebaya dalam kamus Besar Bahasa
Indonesia (1995: 102), yang berasal dari kata baya dan
mengandung pengertian: sama, umur dan hampir sama atau
seimbang.
Jadi, tutor sebaya adalah seorang siswa yang dipilih dalam
suatu kelas untuk mengajar atau membantu guru dalam memberi
pelajaran kepada sejumlah teman kelasnya yang mengalami
kesulitan dalam memahami materi bahan ajar yang diberikan oleh
guru, dengan tujuan agar siswa yang lain lebih mudah
memahami dengan cepat materi yang diajarkan.
Ischak dan Warji (Tim MKPBM, 2001; 276) mengatakan
bahwa"Tutor sebaya adalah sekelompok siswa yang telah mahir
terhadap bahan pelajaran, memberikan bantuan kepada siswa yang
mengalami kesulitan dalam memahami bahan pelajaran yang
dipelajarinya".Sedangkan Conny Setiawan, dkk. (Tim MKPBM,
2001; 233) mengemukakan bahwa"Tutor sebaya adalah siswa yang
pandai dan dapat memberikan bantuan belajar kepada siswa yang
kurang pandai. Bantuan tersebut dapat dilakukan pada temanteman sekelasnya di luar sekolah".
Tugas sebagai tutor merupakan kegiatan yang kaya akan
pengalaman yang justru sebenarnya merupakan kebutuhan anak itu
sendiri. Dalampersiapan itu antara lain mereka berusaha
mendapatkan hubungan dan pergaulan baru yang mantap dengan
teman sebaya, mencari perannya sendiri, mengembangkan
kecakapan intelektual dan konsep-konsep yang penting, dan
mendapatkan tingkah laku yang bertanggung jawab secara
sosial.Conny Setiawan ( Junaeda, 2005) menyatakan bahwa
pembelajaran yang melibatkan tutor sebaya dipandang sebagai
suatu pendekatan dalam proses pengajaran dimana anak didik
30

Jurnal Pendidikan Matematika STKIP Bima

Volume 7 Nomor 1-Februari 2016

ISSN: 2086 - 42484

secara aktif mengembangkan kemampuan dirinya dalam hal:
1. Mempelajari konsep atau materi dengan penuh pengertian dan
kesungguhan hati;
2. Bersifat terbuka, mengembangkan rasa ingin tahu, tekun, disiplin
dan kreatif terhadap tugas-tugas yang diberikan;
3. Belajar kelompok dapat mengetahui sifat-sifat dan kemampuan
diri dan teman belajar;
4. Memikirkandan mencoba sendiri konsep-konsep suatu nilai
tertentu.
Pengajaran dengan tutor tidak menghentikan atau
menghilangkan
peran
guru
dalam
suatu
pengajaran,
melainkanmembantu guru dalam penanganan siswa yang
berkesulitan dalam belajar. Selanjutnya Abu Ahmad (Jumriani,
2004: 9), mengatakan bahwa tutor sebaya melaksanakan pengajaran
atas petunjuk guru, pemilihan tutor juga didasarkan atas prestasi,
punya hubungan sosial yang baik dan cukup disegani oleh teman
temannya, sehingga dalam pelaksanaan pengajaran, siswa
berusaha mendapatkan hubungan pergaulan yang baik dengan
teman sebayanya. Hubungan antara tutor dengan temantemannya merupakan interaksi antara kawan, yang mengarah
kepada pola tingkah laku mengajar.
Menurut Djamarah, manfaat yang diperoleh dari anggota
tutoring adalah sebagai berikut:
1. Adakalanya lebih menguntungkan bagibeberapa anak yang
mempunyai masalah dengan perasaan enggan dan takut
bertanya pada guru bidang studi.
2. Bagi tutor, pekerjaan tutoring berakibat positif karena akan
memperkuat konsep yang sudah ada pada dirinya dengan
memberikan pengajaran kepada temannya maka seolah-olah ia
31

Jurnal Pendidikan Matematika STKIP Bima