Analisis Yuridis Pendirian Lembaga Perbankan di ASEAN Dikaitkan dengan Asas Resiprokal

DAFTAR LAMPIRAN WAWANCARA

Laporan hasil wawancara dengan Bapak Dr. Zulkarnain Sitompul S.H.,
L.LM, Deputi Komisioner OJK, Rabu, 11 Mei 2016.
Pertanyaan :
1. Sebagaimana diketahui, dari sepuluh negara ASEAN, hanya
Indonesia dan Kamboja yang belum meratifikasi Protokol Keenam
ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) sebagai salah
satu langkah penting untuk mewujudkan ASEAB Bank Integration
Framework (ABIF). Salah satu prinsip penting dari ABIF adalah
resiprokal.

Berdasarkan

perkembangan

terakhir

tersebut,

Bagaimanakah perkembangan pelaksanaan ratifikasi asas protokol

AFAS tersebut?.
Jawaban:
Indonesia pada saat ini telah menandatangani perjanjian ABIF
Guidilines

dengan

negara-negara

di

ASEAN,

dan

mengenai

perkembangan proses ratifikasinya pada saat ini telah dibahas oleh
pemerintah dalam bentuk Kepres dan pada bulan Maret yang lalu
sudah dibahas di parlemen, tetapi pada saat pembahasan terjadi

deadlock dan hasil pertemunannya bahwa pengaturannya harus dimuat
dalam bentuk undang-undang. Itu bisa dilihat di Undang-undang
perdagangan.
1. Pertanyaan:Sebagai salah satu asas yang sangat diperjuangkan
Indonesia di dalam paket kebijakan AFAS, menurut pendapat bapak,

1
Universitas Sumatera Utara

Hal-hal apa saja yang mendasari Indonesia memperjuangkan
keberadaan asas resiprokal pada paket kebijakan tersebut kedalam
paket kebijakan tersebut?
Jawaban: Tanya Pemerintah (sambil tertawa), Pelaksanaan asas
resiprokal itu tidaklah harus

apple to apple, jadi misalnya kita

memperbolehkan bank Malaysia datang ke Indonesia, tidak berarti,
bank yang di Indonesia harus boleh. Boleh asalkan syaratnya disetujui
dan kita harus ikuti aturan main disana. Jadi belum tentu syarat

resiprositas itu menguntukan kita. Kita tidak boleh mengatakan kami
sudah

membolehkan

kalian

datang

ke

Indonesia dan

menyamakan perlakuan, ga boleh dong. Dan mereka

harus

datang ke

Indonesia karena mereka mampu memenuhi persyaratan sebagai bank

yang disyaratkan negara kita, ya kita ijinkan dong. Lalu kita bilang
resiprositas, silahkan datang ke Malaysia. Kita ikuti regulasinya, kita
tidak sanggup memenuhinya lalu kita bilang ubah dong regulasinya, ya
tidak mungkin dong!. Kamu harus kritis menanggapi hal-hal seperti itu
yang terkadang sering dipolitisir. Permasahannya Indonesia tidak bisa
memenuhi, sedangkan media di Indoensia mengatakan mempersulit
sedangkan regulasi di sana mengatakan seperti itu, karena kan
aturannya berupa undang-undang seperti kita ketahui tidak boleh
bersifat spesifik, harus bersifat generalis.
2. Pertanyaan: Apa saja kebijakan-kebijakan OJK dalam memperkuat
perbankan Indonesia, misalnya di ASEAN?

Universitas Sumatera Utara

Jawaban: Kalau OJK hanya untuk memperkuat perbankan Indonesia
di internal tidak boleh diluar itu. Karena masing-masing negara di
ASEAN kan masing-masing punya kedaulatan negara masing-masing.
3. Pertanyaan: Lalu apa-apa saja kebijakan-kebijakan OJK untuk
memperkuat perbankan di dalam negeri?
Jawaban: Ya banyak macam peraturan, prinsip kehati-hatian yang

dikenal melalui Basel III, penerapan GCG, sekarang misalnya
pengawasan integrasi, memintakan perbankan Indonesia untuk
menjadi lebih efisien, dan diberikan insentif bagi bank-bank yang
efisien. Itu dilakukan dalam rangka memperkuat perbankan Indonesia.
Kan apabila perbankan Indonesia kuat, dia bisa bersaing dengan bankbank lain
.
4. Pertanyaan:
Bagaimana proses pelaksanaan pendirian perbankan Indonesia di
ASEAN berdasarkan QAB dibawah pengaturan ABIF?
Jawaban: Ya yang pertama itu haruslah melalui proses penandatangan
terhadap Guidilines melalui ABIF tadi. Lalu kemudian para negaranegara harus meratifikasi ABIF tadi kedalam regulasinya masingmasing. Kemudian melaksanakan kerjasama bilateral, setelahnya
dilakukan kerjasama bilateral. Lalu siapa yang dikatakan sebagai bankbank QAB? Ya setiap negara-negara yang bekerjasama itu akan
membuat aturannya sesuai dengan guidilines tadi. Jadi prosedurnya

Universitas Sumatera Utara

adalah negara yang bersangkutan yang mengajukan bank yang
memenuhi QAB, lalu diajukan kenegara dalam perjanjian itu.
Misalkan, Indonesia menunjuk Bank Mandiri sebagai Bank QAB nya,
nah itu urusannya Indonesia bukan urusan Malaysia. Artinya yang

menunjuk adalah negara dari mana bank itu berasal. Kalau yang di
ABIFnya memang itu dimasukkan salah satu klausula asas resiprositas
untuk mempersempit ketidak setaraan, reducing the gap, tapi tidak
berarti negara-negara itu tidak harus menurunkan standar kehatihatiannya.
5. Pertanyaan: Jadi untuk menyamakan pemberlakuan taraf aturan
masing-masing negara itu bagaimana Pak, Misalkan aturan suatu
negara harus ada dinaikkan atau ada yang harus diturunkan?
Jawaban: ya tergantung negaranya. Itulah yang diperbuat dalam
perjanjian bilateralnya. Jadi misal, di Malaysia untuk pendirian bank
misalnya untuk angka kecukupan modal sekian juta ringgit, tidak ada
bank kita yang mampu, kita kemudian menawar, apakah bisa untuk
dicicil, jadi tidak sekaligus dibayar diawal pendirian, diangsur
misalnya, jadi bukan menurunkan standar peraturan negara masingmasing. kenapa saya bilang enggak, karena itu standar kehati-hatian,
dan tidak boleh dikompromikan, itu akan mengganggu si bank tersebut
nantinya.
6. Pertanyaan: Jadi kesimpulan bapak, tidak ada aturan-aturan negara
asing yang mempersulit pendirian perbankan Indonesia di luar negeri?

Universitas Sumatera Utara


Jawaban: Tidak ada yang mempersulit, tetapi standar yang mereka
buat tinggi, sehingga menyulitkan bank-bank Indonesia untuk pergi
kesana. Yang kedua, pangsa pasar yang ada di Indonesia ini masih
luas.
7. Pertanyaan: Lalu menurut pendapat bapak, mengapa perbankan
Indonesia masih minim yang berusaha di luar negeri
Jawaban: Pertama Pasar dalam negeri masih sangat cukup luas,itu
yang masih dioptimalkan perbankan nasional karena di ASEAN
hampir 50% pangsa pasarnya berada di sini. Kedua, bank kita belum
cukup besar untuk perig keluar negeri. Misalnya bank paling besar di
Indonesia Bank Mandiri dibandingkan Bank yang ada di Singapura.
Jadi empat bank bumn di Merger, itu belum separuhnya DBS.
8. Pertanyaan: Mengapa regulasi negara Indonesia tida setinggi negaranegara di ASEAN lainnya?
Jawaban: Karena kita masih butuh uang disini, kita butuh investasi.
Dan ingat aturan main yang dibuat negara-negara itu bukan untuk
negara tertentu. Kita aja yang geer, negara lain membuat undangundang untuk mempersulit negara kita, saya juga bingung.

Universitas Sumatera Utara

Laporan hasil wawancara via telepon dengan Prof. Hikmahanrto

Juwana, S.H., L.LM pada 28 April 2016.
1. Pertanyaan: Sebagamana diketahui dari sepuluh negara ASEAN,
hanya Indonesia dan Kamboja yang belum meratifikasi AFAS
yang

didalamnya

mencakup

enam

paket

kebijakan

yang

didalamnya termasuk kebijakan perbankan yang tercantum dalam
ABIF (Asean Bank Integration Framework) dan didalam paket
ABIF tersebut Indonesia berusaha untuk menyertakan asas

resiprokal dalam paket perbankan antar negara ASEAN tersebut.
(The Jakarta Post 19 Januari 2016). Menurut pendapat Prof, sejauh
manakah kedudukan asas resiprokal dalam hukum internasional
dibandingkan dengan asas-asas hukum internasional lainnya, dan
apakah asas resiprokal tersebut dapat dikedepankan? (rilisan The
Jakarta Post)
Jawaban: Jadi begini. Kita, Indonesia sebenarnya meminta adanya
liberalisasi kepemilikan saham baik di Singapura dan Malaysia
,dan kita sudah membuka hampir 99 persen di Indonesia. Asas
resiprokal Thailand dengan Malaysia dulunya yang disepakati
hanya sekitar 49 persen. Kalau Indonesia sampai 99 persen karena
kebijakan internal Indonesia sendiri, karena pada waktu itu ada
permasalahan bank-bank yang kolaps di Indonesia, maka yang
turun tangan adalah pemerintah melalui bantuan APBN, daripada
seperti itu maka pemerintah dan BI punya inisiatif membuka
kesempatan agar pemegang saham dari luar negardapat i sebagai

Universitas Sumatera Utara

pemegang saham utama, sehingga menaikan kepemilikan saham

bagi asing. Nah apabila ditekankan asas resiprokal, ya tetap
resiprokal. Ini

menurut pendapat saya dapat dijadikan sebagai

dasar bagi Indonesia untuk meminta menaikkan kepemilikan sham
asing di negara mereka. Tetapi yang repot itu begini, mungkin
negara mereka tidak mau negara lain masuk kedalam situ, kalau
Indonesiakan bebas darimanapun misalnya Amerika, Korea di
bank lokal.
2. Pertanyaan: Menurut pandangan Prof, Hal apa yang menjadi
urgensinitas Indonesia didalam proses meratifikasi AFAS yang
memasukkan asas resiprokal dalam paket kebijakan perbankan dan
tercantum dalam ABIF ?
Jawaban:

Ya sebenarnya gini,

kalau yang sekarang karena


Indonesia sudah ikut MEA, dan salah satu syarat MEA, massage
yang harus dilakukan adalah menandatangani AFAS.
3. Pertanyaan: Berdasarkan kondisi perekonomian global akhir ini,

menurut Prof, Apakah perlu Bank-bank terkemuka Indonesia
membuka cabang di luar negeri, terkhususnya ASEAN?
Jawaban: Ya idealnya sih seperti itu, walaupun seperti yang saya
liat pasarnya itu ada di Indonesia, kalau ASEAN. Dari hampir
600an juta juwa rakyat ASEAN, hampir setengahnya ada di
Indonesia, artinya kalau bank-bank Indonesia konsen mendapatkan
pasar di Indonesia mereka bisa besar di ASEAN. Kalau kamu

Universitas Sumatera Utara

liatBank-bank DBS itu memiliki revenue sangat besar, Sementara
bank Bank-bank di Indonesia seperti Bank Indonesai seperti
Mandiri, BNI kalah jauh nomor tujuh kalau saya tidak salah di
ASEAN. Itu kenapa, bank-bank negara Singapura walaupun
pangsa pasar negerinyan kecil itu karena mereka ekspansi kemanamana, terutama ke Indonesia. Kalau bank-bank

Indonesia

konsentrasi di pasar Indonesia saja mereka bisa menguasai
ASEAN, Kalaupun mereka membuka cabang di luar negeri itu
hanya semacam presitise saja.
4. Pertanyaan: Dengan belakunya MEA apakah benar-benar urgensi

benar diterapkan dalam perbankan di ASEAN?
Jawaban: Seperti saya tadi sudah cerita bahwa perlakuan asas
resiprokal tadi hanya untk perlakuan 49 persen tadi bukan untuk
99 persen seperti Indonesia.

.

Universitas Sumatera Utara