Uji Toksisitas Subkronik Ekstrak Etanol Daun Kembang Bulan (Tithonia diversifolia (Hemsley) A.Gray) pada Mencit Jantan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tumbuhan
2.1.1 Habitat dan daerah tumbuh
Tumbuhan

kembang

bulan

(Tithonia

diversifolia

(Hemsley)

A.

Gray)umumnya tumbuh liar di tempat-tempat curam, misalnya di tebing-tebing,
tepisungai dan selokan. Tumbuhan ini sekarang banyak ditanam sebagai
tanamanhias karena warna bunganya yang kuning indah dan sebagai pagar

untukmencegah kelongsoran tanah. Termasuk tumbuhan tahunan yang kerap
tumbuhdi tempat terang dan banyak sinar matahari langsung. Tumbuh dengan
mudahdi tempat atau di daerah berketinggian 5-1500 m di atas permukaan
laut(Anonim, 2012).
2.1.2

Morfologi
Tumbuhan kembang bulan merupakan tumbuhan perdu yang tegakdengan

ketinggian lebih kurang 5 m. Batang tegak, bulat, berkayu, danberwarna hijau.
Daunnya tunggal, bertoreh sampai setengah panjang tulangdaun, bergerigi,
berseling, panjang 26-32 cm dan lebar 15-25 cm, ujung danpangkal daun runcing,
pertulangan menyirip, berwarna hijau. Bungamerupakan bunga majemuk yang
terdapat di ujung ranting, berbentuk cawan,tangkai bulat, kelopak berbentuk
tabung, berbulu halus, hijau. Mahkotaberlekatan, berbentuk pita, halus, dan
berwarna kuning. Benang sari bulat,kuning, putik melengkung, kuning. Buahnya
bulat, jika masih muda berwarnahijau setelah tua berwarna coklat. Bijinya bulat,
keras, dan berwarna coklat.Akarnya berupa akar tunggang berwarna putih kotor
(Widyaningrum, 2011).


6
Universitas Sumatera Utara

2.1.3

Sistematika tumbuhan
Sistematika tumbuhan kembang bulan (Hutapea, 1994)adalah sebagai

berikut:
Divisi

: Spermatophyta

Subdivisi

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledoneae


Bangsa

: Asterales

Suku

: Asteraceae

Marga

: Tithonia

Jenis

: Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray

2.1.4

Nama lain

Tumbuhan kembang bulan memiliki nama lain yaitu Mirasolia diversifolia

Hemsley (Widyaningrum, 2011), dengan nama daerah rondosemoyo,sibungabunga atau sipahit-pahit (Tapanuli Utara), harsaga (Jawa),kirinyu (Sunda), kayu
paik (Minang). Nama asing adalah Mary Gold, Shrub Sunflower, Mexican
Sunflower (Inggris), Mirasol (Guatemala), Yellow Flower (Portugis)(Anonim,
2012).
2.1.5

Khasiat dan penggunaan
Tumbuhan kembang bulan digunakan sebagai obat luka atau lukalebam,

dan sebagai obat sakit perut kembung. Untuk obat sakit perut kembungdipakai ± 7
gram daun segar, dicuci, direbus dengan 2 gelas air selama25 menit, setelah
dingin disaring. Hasil saringan diminum sekaligus(Widyaningrum, 2011).
Hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap khasiat daun kembang
bulan antara lain, ekstrak n-heksan sebagai antidiabetes (Sumarny dan Soetjipto,
2011),ekstrak estil asetat, ekstrak n-heksan dan ekstrak etanol sebagai antibakteri

7
Universitas Sumatera Utara


(Sibagariang, 2014), ekstrak etanol sebagai antiinflamasi (Verawati, dkk.,2011),
ekstrak metanol dan klorofom sebagai anti plasmodium (Syarif, dkk., 2006),
sebagai insektsida (Taofik, dkk., 2010) dan efek sitotoksik ekstrak etanol
(Mardihusodo, dkk., 2011).
2.1.6

Kandungan kimia
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap daun kembang

bulan, terdapat kandungan senyawa kimia golongan alkaloid, steroid/triterpenoid,
glikosida, flavonoid, saponin dan tanin (Sibagariang, 2014;Taofik, dkk., 2010).
2.2 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan suatu
pelarut cair. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat
digolongkan kedalam golongan minyak atsiri, alkaloida, flavonoida dan lain-lain.
Dengan

diketahuinya


senyawa

aktif

yang

dikandung

simplisia

akan

mempermudah pemilihan pelarut dengan cara ekstraksi yang tepat(Ditjen, POM.,
2000).
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari
simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya
matahari langsung (Ditjen POM,1979).Tujuan utama ekstraksi ini adalah untuk
mendapatkan atau memisahkan sebanyak mungkin zat-zat yang memiliki khasiat
pengobatan (Syamsuni, 2006).

Beberapa metode ekstraksi yang sering digunakan dalam berbagai
penelitian antara lain yaitu:
a. Cara dingin

8
Universitas Sumatera Utara

1. Maserasi
Maserasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan pelarut dengan
beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperature ruangan, sedangkan
remaserasi merupakan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan
penyaringan maserat pertama, dan seterusnya (Ditjen, POM., 2000).
Maserasi dilakukan dengan cara memasukkan 10 bagian simplisia atau
campuran simplisia dengan derajat halus yang cocok ke dalam sebuah bejana,
dituangi dengan 75 bagian cairan penyari, ditutup, kemudian dibiarkan selama 5
hari terlindung dari cahaya sambil sering diaduk, diserkai, diperas, dicuci ampas
dengan cairan penyari secukupnya hingga diperoleh 100 bagian. Dipindahkan ke
dalam bejana tertutup, dibiarkan di tempat sejuk, terlindung dari cahaya selama 2
hari. Dienaptuangkan dan disaring (Ditjen POM, 1979).
2. Perkolasi

Perkolasi adalah suatu proses penyarian simplisia menggunakan alat yang
disebut perkolator dimana simplisia terendam dalam cairan penyari, zat-zat akan
terlarut dan larutan tersebut akan menetes secara beraturan. Prosesnya terdiri dari
tahapan pengembangan bahan, tahap perendaman antara, tahap perkolasi
sebenarnya (penetesan/ penampungan perkolat) sampai diperoleh ekstrak (Ditjen,
POM., 2000).
Prosedur perkolasi yaitu 10 bagian simplisia atau campuran simplisia
dengan derajat halus yang cocok dibasahi dengan 2,5 bagian sampai 5 bagian
cairan penyari, dimasukkan ke dalam bejana tertutup sekurang-kurangnya selama
3 jam. Massa dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam perkolator sambil tiap
kali di tekan hati-hati, dituangi dengan cairan penyari secukupnya sampai cairan
mulai menetes dan di atas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari, tutup

9
Universitas Sumatera Utara

perkolator, biarkan selama 24 jam. Biarkan cairan menetes dengan kecepatan 1
mL per menit, cairan penyariberulang-ulangditambahkan secukupnya sehingga
selalu terdapat selapis cairan penyari di atas simplisia, hingga diperoleh 80 bagian
perkolat. Massa diperas,cairan perasan dicampurkan ke dalam perkolat,

ditambahkan cairan penyari secukupnya hingga diperoleh 100 bagian. Cairan
dipindahkan ke dalam bejana, ditutup, dibiarkan selama 2 hari di tempat yang
sejuk, terlindung dari cahaya dan dienaptuangkan atau disaring (Ditjen POM,
1979).
b. Cara panas
1. Refluks
Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan alat pada
temperatur titik didihnya dalam waktu tertentu dimana pelarut akan terkondensasi
menuju pendingin dan kembali ke labu(Ditjen, POM., 2000).
2. Sokletasi
Sokletasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut yang
selalu baru, dilakukan dengan menggunakan alat soklet dimana pelarut akan
terkondensasi dari labu menuju pendingin, kemudian jatuh membasahi sampel
(Ditjen, POM., 2000).
3. Digesti
Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada
temperatur lebih tinggi dari temperatur kamar, yaitu secara umum dilakukan pada
temperatur 40-50°C(Ditjen, POM., 2000).
4. Infudasi
Infudasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada

temperatur 90°C selama 15 menit (Ditjen, POM., 2000).

10
Universitas Sumatera Utara

5. Dekoktasi
Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada
temperatur 90°C selama 30 menit (Ditjen, POM., 2000).
2.3 Toksisitas
Uji toksisitas adalah suatu uji untuk mendeteksi efek toksik suatu zat pada
sistem biologi dan untuk memperoleh data dosis-respon yang khas dari sediaan
uji. Data yang diperoleh dapat digunakan untuk memberi informasimengenai
derajat bahaya sediaan uji tersebut bila terjadi pemaparan padamanusia, sehingga
dapat ditentukan dosis penggunaannya demi keamananmanusia.
Uji

toksisitas

untukmelihat


adanya

menggunakan
reaksi

hewan

biokimia,

uji

sebagai

fisiologik

dan

model

berguna

patologik

pada

manusiaterhadap suatu sediaan uji. Hasil uji toksisitas tidak dapat digunakan
secaramutlak untuk membuktikan keamanan suatu bahan/ sediaan pada
manusia,namun dapat memberikan petunjuk adanya toksisitas relatif dan
membantuidentifikasi efek toksik bila terjadi pemaparan pada manusia (Ditjen,
POM., 2014).
1.

Uji toksisitas akut oral
Uji toksisitas akut oral adalah suatu pengujian untuk mendeteksi

efektoksik yang muncul dalam waktu singkat setelah pemberian sediaan uji
yangdiberikan secara oral dalam dosis tunggal atau dosis berulang yang
diberikandalam waktu 24 jam.Prinsip uji toksisitas akut oral yaitu, sediaan uji
dalam beberapa tingkatdosis diberikan pada beberapa kelompok hewan uji dengan
satu dosis perkelompok, kemudian dilakukan pengamatan terhadap adanya efek

11
Universitas Sumatera Utara

toksik dankematian. Hewan yang mati selama percobaan dan yang hidup sampai
akhirpercobaan diotopsi untuk dievaluasi adanya gejala-gejala toksisitas.
Tujuan uji toksisitas akut oral adalah untuk mendeteksi toksisitas intrinsik
suatu zat, menentukan organ sasaran, kepekaan spesies, memperolehinformasi
bahaya setelah pemaparan suatu zat secara akut, memperolehinformasi awal yang
dapat digunakan untuk menetapkan tingkat dosis,merancang uji toksisitas
selanjutnya, memperoleh nilai LD50 suatu bahan/sediaan, serta penentuan
penggolongan bahan/ sediaan dan pelabelan (Ditjen, POM., 2014).
2. Uji toksisitas subkronis oral
Uji toksisitas subkronis oral adalah suatu pengujian untuk mendeteksi efek
toksik yang muncul setelah pemberian sediaan uji dengan dosis berulang
yangdiberikan secara oral pada hewan uji selama sebagian umur hewan,
tetapitidak lebih dari 10% seluruh umur hewan.
Prinsip dari uji toksisitas subkronis oral adalah sediaan uji dalam beberapa
tingkat dosis diberikan setiap hari pada beberapa kelompok hewan uji dengansatu
dosis per kelompok selama 28 atau 90 hari, bila diperlukanditambahkan
kelompok satelit untuk melihat adanya efek tertunda atau efekyang bersifat
reversibel. Selama waktu pemberian sediaan uji, hewan harusdiamati setiap hari
untuk menentukan adanya toksisitas. Hewan yang matiselama periode pemberian
sediaan uji, bila belum melewati periode rigor mortis(kaku) segera diotopsi,dan
organ serta jaringan diamati secara makropatologidan histopatologi.

12
Universitas Sumatera Utara

Pada akhir periode pemberian sediaan uji, semua hewanyang masih hidup
diotopsi selanjutnya dilakukan pengamatan secaramakropatologi pada setiap
organ dan jaringan,pemeriksaan hematologi, biokimia klinis dan histopatologi.
Tujuan

uji

toksisitas

subkronis

oral

adalah

untuk

memperoleh

informasiadanya efek toksik zat yang tidak terdeteksi pada uji toksisitas akut,
informasikemungkinan adanya efek toksik setelah pemaparan sediaan uji
secaraberulangdalam

jangka

waktu

tertentu;

informasi

dosis

yang

tidakmenimbulkan efek toksik (No Observed Adverse Effect Level / NOAEL);
danmempelajari adanya efek kumulatif dan efek reversibilitas zat tersebut (Ditjen,
POM., 2014).
3. Uji toksisitas kronis oral
Uji toksisitas kronis oral adalah suatu pengujian untuk mendeteksi
efektoksik yang muncul setelah pemberian sediaan uji secara berulang
sampaiseluruh umur hewan. Uji toksisitas kronis pada prinsipnya sama dengan
ujitoksisitas subkronis, tetapi sediaan uji diberikan selama tidak kurang dari12
bulan. Tujuan dari uji toksisitas kronis oral adalah untuk mengetahui profilefek
toksik setelah pemberian sediaan uji secara berulang selama waktu yangpanjang,
untuk menetapkan tingkat dosis yang tidak menimbulkan efek toksik(NOAEL).
Uji toksisitas kronis harus dirancang sedemikianrupa sehingga dapatdiperoleh
informasi toksisitas secara umum meliputi efek neurologi, fisiologi,hematologi,
biokimia klinis dan histopatologi (Ditjen, POM., 2014).
4.

Uji teratogenisitas
Uji

teratogenisitas

adalah

suatu

pengujian

untuk

memperoleh

informasiadanya abnormalitas fetus yang terjadi karena pemberian sediaan uji
selamamasa pembentukan organ

fetus

(masa organogenesis).

Informasi

13
Universitas Sumatera Utara

tersebutmeliputi abnormalitas bagian luar fetus (morfologi), jaringan lunak
sertakerangka fetus.
Prinsip uji teratogenisitas adalah pemberian sediaan uji dalambeberapa
tingkat dosis pada beberapa kelompok hewan bunting selama palingsedikit masa
organogenesis dari kebuntingan, satu dosis per kelompok. Satuhari sebelum
waktu melahirkan induk dibedah, uterus diambil dan dilakukan evaluasi terhadap
fetus (Ditjen, POM., 2014).
5.

Uji sensitisasi kulit
Uji sensitisasi kulit adalah suatu pengujian untuk mengidentifikasi suatu

zat yang berpotensi menyebabkan sensitisasi kulit. Prinsip uji sensitisasi
kulitadalah hewan uji diinduksi dengan dan tanpa Freund’s Complete
Adjuvant(FCA) secara injeksi intradermal dan topikal untuk membentuk respon
imun,kemudian dilakukan uji tantang (challenge test). Tingkat dan derajat
reaksikulit dinilai berdasarkan skala Magnusson dan Kligman (Ditjen, POM.,
2014).
6.

Uji iritasi mata
Uji iritasi mata adalah suatu uji pada hewan uji (kelinci albino)

untukmendeteksi efek toksik yang muncul setelah pemaparan sediaan uji pada
mata.Prinsip uji iritasi mata adalah sediaan uji dalam dosis tunggal
dipaparkankedalam salah satu mata pada beberapa hewan uji dan mata yang tidak
diberiperlakuan digunakan sebagai kontrol. Derajat iritasi/korosi dievaluasi
denganpemberian skor terhadap cedera pada konjungtiva, kornea, dan iris
padainterval

waktu

tertentu.

Tujuan

uji

iritasi

mata

adalah

untuk

memperolehinformasi adanya kemungkinan bahaya yang timbul pada saat sediaan
ujiterpapar pada mata dan membran mukosa mata (Ditjen, POM., 2014).

14
Universitas Sumatera Utara

7.

Uji mutagenik
Uji mutagenik adalah uji yang dilakukan untuk memperoleh informasi

mengenai kemungkinan terjadinya efek mutagenik suatu senyawa. Efek
mutagenik merupakan efek yang menyebabkan terjadinya perubahan pada sifat
genetika sel tubuh makhluk hidup (Lu, 1995).
8.

Uji karsinogenik
Uji karsinogenik dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai efek

korsinogenik suatu senyawa pada hewan percobaan. Suatu senyawa bersifat
karsinogenik jika senyawa tersebut dapat menginduksi karsinoma (pembentukan
tumor). Uji ini memerlukan biaya yang banyak dan waktu yang lama (Lu, 1995).
2.4 Hati
Salah satu organ yang sering menderita karena adanya zat-zat toksik adalah
hati, bahan kimia kebanyakan mengalami metabolisme dalam hati dan oleh
karenanya maka banyak bahan kimia yang berpotensi merusak sel-sel hati. Bahan
kimia yang dapat mempengaruhi hati disebut hipotoksik (Wicaksono, 2002).
2.4.1 Anatomi hati
Secara anatomi hati terdiri dari beberapa lobus, tergantung pada
spesiesnya. Hepar mencit (Mus musculus L.) memiliki empat lobus utama yang
saling berhubungan satu sama lain dan dapat tampak keseluruhannya pada bagian
dorsal organ ini. Keempat lobus tersebut dapat dibedakan, yakni: sebuah lobus
median, dua lobus lateral (kiri dan kanan), dan satu lobus caudal yang terbagi
setengah dibagian dorsal dan setengah lainnya di bagian ventral (Covelli, 1972).
Manusia (Homo sapiens) memiliki hepar dengan dua lobus utama, yakni
lobus kanan dan kiri yang masing-masing terdiri dari dua segmen (Hage, 1982).

15
Universitas Sumatera Utara

Hati merupakan organ tubuh terbesar kedua di tubuh dan kelenjar terbesar dalam
tubuh, dengan berat rata-rata sekitar 1,5 kg. Organ ini terletak dalam rongga perut
di bawah diafragma (Junqueira dan Carneiro, 2005).

Gambar 2.1 Gambaran makroskopik hati manusia (Putz dan Pabst, 2007)
2.4.2 Fisiologi hati
Organ hati terlibat dalam metabolisme zat makanan serta sebagian besar
obat dan toksikan (Lu, 1994). Hati mempunyai fungsi yang sangat banyak dan
kompleks yang penting untuk mempertahankan hidup (Husada, 1996) yaitu :
a. Fungsi pembentukan dan ekskresi empedu
Hal ini merupakan fungsi utama hati. Hati mengekskresikan sekitar satu
liter empedu setiap hari. Garam empedu penting untuk pencernaan dan absorbsi
lemak dalam usus halus.
b. Fungsi metabolik
Hati berperaan penting dalam metabolisme karbohidrat, lemak, protein,
vitamin dan juga memproduksi energi. Hati mengubah ammonia menjadi urea,
untuk dikeluarkan melalui ginjal dan usus.
c. Fungsi pertahanan tubuh

16
Universitas Sumatera Utara

Hati mempunyai fungsi detoksifikasi dan fungsi perlindungan. Fungsi
detoksifikasi dilakukan oleh enzim- enzim hati yang melakukan oksidasi, reduksi,
hidrolisis,

atau

konjugasi

zat

yang

kemungkinan

membahayakan

dan

mengubahnya menjadi zat yang secara fisiologis tidak aktif. Fungsi perlindungan
dilakukan oleh sel kupfer yang terdapat di dinding sinusoid hati.
d. Fungsi vaskuler hati
Pada orang dewasa jumlah aliran darah ke hati diperkirakan mencapai 1500
cc tiap menit. Hati berfungsi sebagai ruang penampung dan bekerja sebagai filter
karena letaknya antara usus dan sirkulasi umum.
2.4.3 Histologi hati
Sel–sel yang terdapat di hati antara lain: hepatosit, sel endotel, dan sel
makrofag yang disebut sebagai sel kuppfer, dan sel ito (sel penimbun lemak). Sel
hepatosit berderet secara radial dalam lobulus hati dan membentuk lapisan sebesar
1-2 sel serupa dengan susunan bata. Lempeng sel ini mengarah dari tepian lobulus
ke pusatnya dan beranastomosis secara bebas membentuk struktur seperti labirin
dan busa. Celah diantara lempeng-lempeng ini mengandung kapiler yang disebut
sinusoid hati (Junquiera dan Carneiro, 2007).
Sinusoid hati adalah saluran yang berliku–liku dan melebar, diameternya
tidak teratur, dilapisi sel endotel bertingkat yang tidak utuh. Sinusoid dibatasi oleh
3 macam sel, yaitu sel endotel (mayoritas) dengan inti pipih gelap, sel kupffer
yang fagositik dengan inti ovoid, dan sel stelat atau sel Ito atau liposit hepatik
yang berfungsi untuk menyimpan vitamin A dan memproduksi matriks
ekstraseluler serta kolagen. Aliran darah di sinusoid berasal dari cabang terminal
vena portal dan arteri hepatik, membawa darah kaya nutrisi dari saluran
pencernaan dan juga kaya oksigen dari jantung (Eroschenko, 2010; Junqueira and

17
Universitas Sumatera Utara

Carneiro, 2005).Darah yang mengandung toksin dibawa dari usus, masuk ke hati
melalui vena porta kemudian melewati sinusoid menuju vena sentralis
(Macfarlane,et al., 2000).

2.4.4 Pat
Gambar 2.2 Lobulus hepatik (Gartner, 2003)
ologi hati
Kerusakan pada hati dapat terjadi oleh beberapa faktor yaitu onset
pemaparan yang terlalu lama, durasi pemaparan, dosis dan sel inang yang rentan
(Jubb, 1993). Kerusakan yang terjadi pada sel hati dapat bersifat sementara
(reversible) dan tetap (irreversible) (Wicaksono, 2002). Sel akan mengalami
perubahan untuk beradaptasi mempertahankan hidupnya, perubahan ini biasa
disebut degenerasi. Degenerasi sel dapat berupa degenerasi hidropis dan
degenerasi lemak.Degenerasi terjadi karena adanya gangguan biokimiawi yang
disebabkan oleh iskemia, anemia, metabolisme abnormal dan zat kimia yang
bersifat toksik(Cheville, 1999).
Degenerasi hidropis merupakan peristiwa meningkatnya kadar air di
intraseluler yang menyebabkan sitoplasma dan organel-organel membengkak dan
membentuk vakuola-vakuola. Rusaknya permeabilitas membran sel menyebabkan

18
Universitas Sumatera Utara

terhambatnya aliran Na+ keluar dari sel sehingga menyebabkan ion-ion dan air
masuk secara berlebihan kedalam sel. Degenerasi hidropis merupakan respon
awal sel terhadap bahan-bahan yang bersifat toksik, serta merupakan proses awal
dari kematian sel (Jones, et al., 1997; Cheville, 1999). Kadar Na+ intrasel diatur
oleh pompa Na+ yang memerlukan ATP, jika ATP berkurang maka akan
mengakibatkan masuknya Na+ ke intrasel melebihi jumlah normalnya (Priyanto,
2009).
Kerusakan sel secara terus-menerus akan mencapai suatu titik sehingga
terjadi kematian sel (Lu, 1995).Paparan zat toksik pada sel apabila cukup hebat
atau berlangsung cukup lama, maka sel tidak dapat lagi mengkompensasi dan
tidak dapat melanjutkan metabolisme(Juhriyyah, 2008). Inti sel yang mati dapat
terlihat lebih kecil dan menjadi lebih padat (piknosis), hancur bersegmen-segmen
(karioreksis) dan kemudian inti sel menghilang (kariolisis)(Underwood, 1994).
2.4.5 SGPT
Kerusakan pada sel hati yang sedang berlangsung dapat diketahui dengan
mengukur parameter fungsi hati berupa zat dalam peredaran darah yang dibentuk
oleh sel hati yang rusak atau mengalami nekrosis. Pemeriksaan enzim seringkali
menjadi satu-satunya petunjuk adanya penyakit hati yang dini atau setempat
(Widman, 1995).Tes fungsi hati yang umum untuk mengetahui adanya gangguan
dalam organ hati adalah SGPT (Serum Glutamic Pyruvic Transaminase) atau
ALT (Alanine Aminotransferase) (Wibowo, dkk., 2005). ALT/SGPT merupakan
suatu enzim yang ditemukan terutama pada sel-sel hepar, efektif dalam
mendiagnosa kerusakan hepatoseluler (Lefever, 2007).
GPT dan GOT merupakan indikator yang kuat dan peka terhadap kelainan
sel –sel hati. Enzim glutamate piruvat transaminase (GPT) merupakan enzim

19
Universitas Sumatera Utara

sitosol yang sebagian besar terdapat di dalam hati, jantung dan otot. Enzim ini
sebagai indikator yang lebih spesifik untuk kerusakan sel-sel hati dibandingkan
GOT, karena GOT merupakan enzim mitokondria yang ada dalam jumlah besar di
dalam jantung, hati, otot rangka dan ginjal (Murtini, dkk.,2010). Jika kadar ALT
tinggi maka ada indikasi terjadi kerusakan sel di dalam hati (Widjaja,
2010).SGPT darah mencit normal adalah 17–77 IU/L (Anonymous, 2009).
2.5 Ginjal
2.5.1

Anatomi ginjal
Ginjal terletak di bagian belakang abdomen atas, di belakang

peritoneum,di depan dua iga terakhir, dan tiga otot besar transversus
abdominis,kuadratus llumborum, dan psoas mayor. Ginjal dipertahankan dalam
posisitersebut oleh bantalan lemak yang tebal. Kelenjar adrenal terletak
diataskutub masing-masing ginjal. Ginjal terlindung dengan baik dari trauma
langsung di sebelah posterior dilindungi oleh kosta dan otot-otot yangmeliputi
kosta, sedangkan di anterior dilindungi oleh bantalan usus yang tebal, sedikit
lebih rendah daripada ginjal kiri karena besarnya lobushepatis dekstra (Price dan
Wilson, 2006).
Pada orang dewasa, panjang ginjal adalah sekitar 12 cm sampai 13 cm
(4,7hingga 5,1 inci), lebarnya 6 cm (2,4 inci), tebalnya 2,5 cm (1 inci)
danberatnya sekitar 150 g. Ukurannya tidak berbeda menurut bentuk danukuran
tubuh. Perbedaan panjang dari kutub ke kutub kedua ginjal yanglebih dari 1,5 cm
(0,6 inci) atau perubahan bentuk merupakan tanda yangpenting karena sebagian
besar manifestasi penyakit ginjal adalah perubahanstruktur (Price dan Wilson,
2006).

20
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.3 Anatomi ginjal manusia (Moore dan Agur, 2002)
Secara anatomis ginjal terbagi menjadi 2 bagian korteksdan medulaginjal
(Junquiera dan Carneiro, 2007). Di dalam korteks terdapat berjuta–juta
nefronsedangkan di dalam medula banyak terdapat duktuli

ginjal. Ginjal

mendapatkan aliran darah dari arteri renalis yang merupakan cabanglangsung dari
aorta abdominalis, sedangkan darah vena dialirkan melaluivena renalis yang
bermuara ke dalam vena kava inferior. Sistem arteriginjal adalah end arteries
yaitu arteri yang tidak mempunyai anastomosisdengan cabang–cabang dari arteri
lain, sehingga jika terdapat kerusakansalah satu cabang arteri ini, berakibat
timbulnya iskemia/nekrosis padadaerah yang dilayaninya (Purnomo, 2009).
2.5.2

Fisiologi ginjal
Menurut Guyton dan Hall (2008), ginjal adalah organ utama

untukmembuang produk sisa metabolisme yang tidak diperlukan lagi oleh
tubuh.Produk-produk

ini

meliputi

urea

(dari

sisa

metabolisme

asam

21
Universitas Sumatera Utara

amino),kreatin

asam

urat

(dari

asam

nukleat),

produk

akhir

dari

pemecahanhemoglobin
(bilirubin).Berikut ini adalah fungsi spesifik yang dilakukan oleh ginjal,
yangsebagian

besar

ditujukkan

untuk

mempertahankan

kestabilan

lingkungancairan internal:
Fungsi Eksresi:
1. Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mili Osmoldengan
mengubah-ubah ekresi air.
2. Mempertahankan volume ECF dan tekanan darah denganmengubah-ubah
ekresi natrium.
3. Mempertahankan konsentrasi plasma masing-masing elektrolitindividu dalam
rentang normal.
4. Mempertahankan derajat

keasaman atau

pH plasma sekitar 7,4 dengan

mengeluarkan kelebihan hidrogen dan membentuk kembali karbonat.
5. Mengeksresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme protein(terutama
urea, asam urat dan kreatinin).
6. Bekerja sebagai jalur eksretori untuk sebagian besar obat (Guyton dan Hall,
2008).
Fungsi non eksresi :
Menyintesis dan mengaktifkan hormon:
1.

Renin: penting dalam pengaturan tekanan darah.

2.

Eritropoitin: merangsang produksi sel darah merah oleh sumsumtulang.

3.

1,25-dihidroksivitamin D3 sebagai hidroksilasi akhir vitamin D3menjadi
bentuk yang paling kuat.

22
Universitas Sumatera Utara

4.

Prostaglandin: sebagian besar adalah vasodilator bekerja secara lokal dan
melindungi dari kerusakan iskemik ginjal.

5.

Degradasi hormon polipeptida, insulin, glukagon, paranthormon, prolaktin
hormon pertumbuhan, ADH, dan hormon gastrointestinal(Guyton dan Hall,
2008).

2.5.3

Histologi ginjal
Unit kerja fungsional ginjal disebut sebagi nefron. Dalam setiap ginjal

terdapat sekitar 1 juta nefron yang pada dasarnya mempunyai struktur dan fungsi
yang sama. Dengan demikian, kerja ginjal dapat dianggap sebagai jumlah total
dari fungsi semua nefron tersebut (Price dan Wilson, 2006). Setiap nefron terdiri
atas bagian yang melebaryakni korpuskel renalis, tubulus kontortus proksimal,
segmen tipis, dan tebal ansa henle, tubulus kontortus distal, dan duktus koligentes
(Junquieraand Carneiro, 2007).

23
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.4 Ginjal manusia(Moore dan Agur, 2002)
2.5.4

Patologi ginjal

Menurut Junquiera (2007), Pada keadaan normal glomerulus tidak dapat
dilalui oleh protein yang bermolekul besar, tetapi pada keadaan patologis protein
tersebut dapat lolos. Sel tubulus selain berfungsi mereabsorbsi, juga
menambahkan zat-zat kimiawi seperti yodium, amonia dan hippuric acid. Pada
disfungsi glomerulus, bahan-bahan asing tiba di tubulus dalam kadar yang
abnormal melalui ruang Bowman. Hal ini menyebabkan sel epitel tubulus
mengalami degenerasi bahkan kematian jika terlalu banyak bahan-bahan yang
harus diserap kembali.
Tubulus proksimal memiliki fungsi utama yaitu menyerap kembali
natrium, albumin, glukosa dan air, dan juga bermanfaat dalam penggunaan
kembali bikarbonat. Epitelium tubulus proksimalis merupakan bagian yang paling
sering terserang iskemia atau rusak akibat toksin, karena kerusakan yang terjadi
akibat laju metabolisme yang tinggi (Suyanti, 2008).
Nefrosis merupakan istilah morfologik untuk kelainan ginjal degeneratif
terutama yang mengenai tubulus. Kelainan tubulus dapat menyebabkan
albuminuria dan sedimen abnormal di urin. Secara mikroskopis kelainan dijumpai
pada tubulus kontortus proksimal berupa degenerasi hidropis, degenerasi lemak,
nekrosis dan kalsifikasi (Suyanti, 2008).
2.5.5

Kreatinin
Analisis biokimia yang dapat dilakukan untuk mendeteksi fungsi

ginjalyaitu kadar kreatinin dan ureum. Bila ginjal rusak atau kurang baik
fungsinya maka kadar ureum darah dapat meningkat dan meracuni sel-sel tubuh
karena terjadi penurunan proses filtrasi glomerulus. Kreatinin adalah produksi

24
Universitas Sumatera Utara

katabolisme otot yang berasal dari pemecahan kreatinin otot dan kreatinin folat.
Jumlah produksi kreatinin sesuai dengan massa otot. Kreatinin serum secara
khusus berguna dalam mengevaluasi fungsi glomerulus. Kreatinin serum dinilai
lebih sensitif dan merupakan indikator penyakit ginjal yang lebih spesifik.
Kreatinin ini kemudian meningkat dan tidak dipengaruhi diet atau masukan cairan
(Lefever, K.J., 2007). Nilai kreatinin pada mencit yang sehat berada dalam
rentang 0,2-0,9 mg/dl (Anonymous, 2009).
Kelemahan kadar kreatinin sebagai parameter fungsi ginjal yaitu
peningkatannya dalam darah terjadi jika laju filtrasi glomerulus (LFG) telah
menurun dibawah 70 % dari normal, sehingga tidak dapat digunakan untuk
mendeteksi kerusakan ginjal dini (IDAI, 1993). Kadar kreatinin dan ureum
bukanlah satu-satunya indikator kerusakan ginjal, tetapi perlu dikonfirmasi lagi
dengan histologi jaringan ginjal (Michael, 2013).

25
Universitas Sumatera Utara