TCP TECHNOPRENEUR CAMP PROGRAM SOLUSI IN

TCP (TECHNOPRENEUR CAMP PROGRAM) : SOLUSI INOVATIF UNTUK MASA DEPAN PENDIDIKAN ANAK JALANAN DI INDONESIA MELALUI METODE SCORING (STUDI KASUS DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR)

“Bidang Sosial Budaya”

  Kompetisi Esai dan Karya Tulis Mahasiswa Nasional 2013 (KERTAS NASIONAL 2013) Lembaga Penalaran dan Penulisan Karya Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

Disusun Oleh:

  FERINA IRZANI AULIAWATI

  LUSIANA WATININGSIH

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

TCP (TECHNOPRENEUR CAMP PROGRAM) : SOLUSI INOVATIF UNTUK MASA DEPAN PENDIDIKAN ANAK JALANAN DI INDONESIA MELALUI METODE SCORING (STUDI KASUS DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR)

“Bidang Sosial Budaya”

  Kompetisi Esai dan Karya Tulis Mahasiswa Nasional 2013 (KERTAS NASIONAL 2013) Lembaga Penalaran dan Penulisan Karya Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

Disusun Oleh:

  FERINA IRZANI AULIAWATI

  LUSIANA WATININGSIH

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

HALAMAN PENGESAHAN

  1. Judul Karya Tulis : TCP (Technopreneur Camp Program) : Solusi Inovatif

  untuk Masa Depan Pendidikan Anak Jalanan di Indonesia melalui Metode SCORING.

  2. Peserta :

a) Ketua Kelompok :

  Nama

  : Ferina Irzani Auliawati

  : Teknologi Hasil Pertanian

b) Anggota Kelompok :

  Nama

  : Lusiana Watiningsih

  : Ilmu Bisnis

  3. Dosen Pembimbing: Nama

  : Yusron Sugiarto STP., M.Sc., MP. NIK : 840201 10 11 0160

  Malang, 31 Juli 2013

  Menyetujui,

  Dosen Pembimbing

  Ketua Kelompok

  Yusron Sugiarto STP., M.Sc., MP.

  Ferina Irzani Auliawati

  Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya

  Dr.Ir.Elok Zubaidah, MP. NIP. 19590821 199303 2 001

KATA PENGANTAR

  Puji syukur penulis sampaikan pada Tuhan Yang Maha Esa, karena telah membimbing hamba-Nya dalam menyelesaikan Karya Tulis Mahasiswa Nasional 2013 yang berjudul TCP (Technopreneur Camp Program): Solusi Inovatif

  untuk Masa Depan Pendidikan Anak Jalanan di Indonesia melalui Metode

  SCORING. Judul karya tulis ini ditinjau dari Prospektif Pendidikan sesuai dengan tema pada bidang penulisan Sosial Budaya. Ucapan terima kasih penulis sampaikan pula pada kedua orang tua penulis yang telah mendidik penulis hingga sampai masa kuliah. Penulis juga menyampaikan ucapan terimakasih kepada Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya atas dukungan yang diberikan dalam penyusunan karya tulis ini. Tidak lupa penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu Beliau untuk membina penulis dalam menyusun karya tulis ini. Karya tulis ini bertujuan untuk memenuhi Lomba Karya Tulis Mahasiswa, Kertas Nasional 2013 dengan tema Pemenuhan Hak-Hak Konstitusional Warga Negara Menuju Indonesia yang Berkeadilan yang diselengarakan oleh LP2KI Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.

  Penulis merasa penyusunan karya tulis Mahasiswa Nasional 2013 ini masih jauh dari sempurna. Namun penulis hanya bisa berharap semoga gagasan kecil pada karya ini dapat menjadi sumbangan pemikiran dalam perkembangan dunia pendidikan.

  Malang, 31 Juli 2013

  Penulis

DAFTAR TABEL

  Halaman

  Tabel 1. Jumlah anak jalanan terbanyak dan paling kecil berturut-turut,

  berdasarkan data Propinsi Tahun 2007.………………………………11

RINGKASAN

  Pemerintah Indonesia telah menghasilkan kemajuan pembangunan dalam sektor ekonomi, akan tetapi kemajuan tersebut diimbangi dengan timbulnya dampak negatif, salah satunya yaitu munculnya kesenjangan social ekonomi. Kesenjangan sosial ekonomi tersebut menghasilkan permasalahan sosial ekonomi. Salah satu permasalahan sosial ekonomi yang krusial dan menjadi perhatian dunia yaitu fenomena anak jalanan. Di Indonesia, saat ini diperkirakan terdapat 50.000 anak, bahkan mungkin lebih yang menghabiskan waktu yang produktif di jalanan. Anak jalanan di Indonesia tersebar di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, Medan, dan bahkan di kota Malang. Kota Malang merupakan salah satu kota besar di Jawa Timur yang memiliki persoalan terkait pemberdayaan anak jalanan. Sepertiga penduduk Kota Malang adalah anak. Kebanyakan anak- anak jalanan di Kota Malang berasal dari keluarga miskin dan broken homes. Menurut data Jaringan Kemanusiaan Jawa Timur, sebuah LSM di Kota Malang, lebih dari 700 anak jalanan tinggal di Kota Malang data terakhir 688 anak pada bulan Februari dan jumlah tersebut semakin naik. Hal ini dikarenakan Kota Malang sebagai kota dengan jumlah perceraian yang tinggi. Tingginya perceraian di Kota Malang sangat berkontribusi kepada jumlah anak jalanan dan juga menambahkan kerentanan anak-anak miskin untuk menjadi anak jalanan. (Middlemas,2011).

  Saat ini program pemberdayaan bagi anak jalanan di kota Malang belum banyak dilakukan baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Padahal menurut

  Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 34 ayat 1 menyatakan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara, artinya seharusnya peran pemerintah lebih besar dalam memperhatikan kondisi anak jalanan (Siregar,2006). Berdasarkan fakta dan fenomena tersebut, perlu adanya solusi yang terbaik agar anak jalanan memiliki masa depan yang jelas dan tentunya lebih baik. Kegiatan Technopreneur merupakan solusi yang tepat agar anak jalanan memiliki masa depan yang jelas. Oleh karena itu, penulis memberikan gagasan berupa sebuah program. Gagasan program tersebut yaitu TCP (Technopreneur Camp Program) dengan penerapan metode SCORING. TCP merupakan program pendidikan yang dirancang khusus bagi anak jalanan dalam bentuk pendidikan di bidang technology dan enterpreneur yang mengarahkan peserta program untuk membuat sebuah ide usaha yang kemudian direalisasikan ke dalam sebuah usaha nyata. Ide usaha yang dijalankan dengan mensinergiskan pendidikan entrepreneur dan penggunaan teknologi dalam mengembangkan usahanya. Sedangkan metode SCORING (Start Up-Creative-Opportunity-Risk Bearing) merupakan suatu metode yang dirancang dalam penerapan pelaksanaan TCP. Luaran yang diharapkan pada metode ini yaitu dapat mendongkrak motivasi, kreatifitas dan inovasi anak jalanan untuk memulai usaha, mencari dan memanfaatkan setiap peluang yang ada. dan memiliki keberanian dalam menanggung risiko. Program Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 34 ayat 1 menyatakan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara, artinya seharusnya peran pemerintah lebih besar dalam memperhatikan kondisi anak jalanan (Siregar,2006). Berdasarkan fakta dan fenomena tersebut, perlu adanya solusi yang terbaik agar anak jalanan memiliki masa depan yang jelas dan tentunya lebih baik. Kegiatan Technopreneur merupakan solusi yang tepat agar anak jalanan memiliki masa depan yang jelas. Oleh karena itu, penulis memberikan gagasan berupa sebuah program. Gagasan program tersebut yaitu TCP (Technopreneur Camp Program) dengan penerapan metode SCORING. TCP merupakan program pendidikan yang dirancang khusus bagi anak jalanan dalam bentuk pendidikan di bidang technology dan enterpreneur yang mengarahkan peserta program untuk membuat sebuah ide usaha yang kemudian direalisasikan ke dalam sebuah usaha nyata. Ide usaha yang dijalankan dengan mensinergiskan pendidikan entrepreneur dan penggunaan teknologi dalam mengembangkan usahanya. Sedangkan metode SCORING (Start Up-Creative-Opportunity-Risk Bearing) merupakan suatu metode yang dirancang dalam penerapan pelaksanaan TCP. Luaran yang diharapkan pada metode ini yaitu dapat mendongkrak motivasi, kreatifitas dan inovasi anak jalanan untuk memulai usaha, mencari dan memanfaatkan setiap peluang yang ada. dan memiliki keberanian dalam menanggung risiko. Program

  

  Kata Kunci: Anak Jalanan, Metode SCORING, Pendidikan, Technopreneur

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Pemerintah Indonesia telah menghasilkan kemajuan Pembangunan dalaam sektor ekonomi akan tetapi kemajuan tersebut diimbangi dengan timbulnya dampak negatif. Salah satu dampak negatif teersebut yaitu munculnya kesenjangan social ekonomi. Kesenjangan sosial ekonomi juga menghasilkan permasalahan sosial ekonomi. Salah satu permasalahan sosial ekonomi yang krusial dan menjadi perhatian dunia yaitu fenomena anak jalanan.

  Di Indonesia, saat ini diperkirakan terdapat 50.000 anak, bahkan mungkin lebih yang menghabiskan waktu produktif di jalanan. Salah satu penyebab munculnya anak jalanan yaitu karena tuntutan ekonomi keluarga yang menjadikan anak sebagai tumpuan penghasilan tambahan bagi keluarga. Anak jalanan sebagian besar merupakan remaja berusia belasan tahun, tetapi tidak sedikit yang berusia di bawah 10 tahun. Pada umumnya anak-anak jalanan bekerja di sector informal. Sector informal tersebut seperti menyemir sepatu, menjual koran, mencuci kendaraan, menjadi pemulung barang-barang bekas bahkan sebagian lagi mengemis, mengamen, dan ada yang mencuri, mencopet atau terlibat perdagangan sex. Pilihan sector informal merupakan suatu jawaban atas rendahnya pendidikan dan keterampilan yang dimiliki oleh anak-anak jalanan. (Siregar,2006).

  Selain itu dampak lain munculnya anak jalanan yaitu sebagai akibat dari krisis ekonomi yang berlangsung pada tahun 1997 dilihat sebagai penyebab semakin meningkatnya jumlah anak jalanan. Data dari penelitian ini menunjukkan bahwa sejak tahun 1998 anak yang mulai terjun ke jalanan jumlahnya paling besar dibanding tahun-tahun sebelumnya. Dari 100 responden yang 2 diwawancarai mengaku bahwa sebagian besar mulai terjun ke jalanan di mulai tahun 1998, jumlahnya mencapai 35 anak (35,0 persen) dan pada tahun berikutnya (1999) bertambah 34,0 persen sehingga dapat diperkirakan bahwa setelah krisis ekonomi tahun 1997 jumlah anak jalanan meningkat menjadi 69,0 persen (Karnaji 2001 dan Astuti, 2005).

  Anak jalanan di Indonesia tersebar di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, Medan, dan bahkan di kota Malang. Kota Malang merupakan salah satu kota besar di Jawa Timur yang memiliki persoalan terkait pemberdayaan anak jalanan. Sepertiga penduduk Kota Malang adalah anak. Kebanyakan anak-anak jalanan di Kota Malang berasal dari keluarga miskin dan broken homes. Menurut data Jaringan Kemanusiaan Jawa Timur, sebuah LSM di Kota Malang, lebih dari 700 anak jalanan tinggal di Kota Malang data terakhir 688 anak pada bulan Februari dan jumlah tersebut semakin naik. Hal ini dikarenakan Kota Malang sebagai kota dengan jumlah perceraian yang tinggi. Tingginya perceraian di Kota Malang sangat berkontribusi kepada jumlah anak jalanan dan juga menambahkan kerentanan anak-anak miskin untuk menjadi anak jalanan. (Middlemas,2011).

  Saat ini program pemberdayaan bagi anak jalanan di kota malang belum banyak dilakukan baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Padahal menurut Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 34 Ayat 1 menyatakan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara, artinya seharusnya peran pemerintah lebih besar dalam memperhatikan kondisi anak jalanan. Selain itu secara yuridis terdapat dua landasan hukum yang mengharuskan pemerintah untuk terus berupaya memberikan pelayanan kepada semua anak. Pertama, Undang-undang No 202003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, terutama pada pasal 6 ayat 1 menegaskan setiap warga negara yang berusia tujuh sampai lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Kedua, Konvensi Hak Anak yang secara eksplisit menganjurkan kepada semua Negara yang meratifikasi konvensi untuk menjamin kesejahteraan dan masa depan anak. Indonesia sendiri meratifikasi konvensi dengan Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Siregar,2006).

  Hak-hak asasi anak terlantar dan anak jalanan, pada hakekatnya sama dengan hak hak asasi manusia pada umumnya, seperti tercantum dalam UU No.

  39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan Keputusan Presiden RI No. 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on the Right of the Child (Konvensi tentang hak-hak Anak). Anak perlu mendapatkan hak-haknya secara normal 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan Keputusan Presiden RI No. 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on the Right of the Child (Konvensi tentang hak-hak Anak). Anak perlu mendapatkan hak-haknya secara normal

  Menjalani hidup sebagai anak jalanan tentunya bukan merupakan pilihan yang menyenangkan. Banyak permasalahan yang mengancam anak jalanan yang berada di berbagai wilayah seperti kekerasan yang dilakukan oleh anak jalanan lain, komunitas dewasa, Satpol PP bahkan kekerasan seksual, penggunaan pil narkoba, alkohol, rokok dan hal-hal negatif lainnya. Kondisi-kondisi yang dialami dijalan sering tidak terkontrol oleh karenanya tidak sedikit anak jalanan tidak memiliki masa depan yang jelas. Masa depan anak jalanan menjadi masalah bagi banyak pihak seperti keluarga, masyarakat, dan negara. Berdasarkan fakta dan fenomena tersebut, perlu adanya solusi yang terbaik agar anak jalanan memiliki masa depan yang jelas dan tentunya lebih baik. Kegiatan Technopreneur merupakan solusi yang tepat agar anak jalanan memiliki masa depan yang jelas. Oleh karena itu, penulis memberikan gagasan berupa TCP (Technopreneur

  Camp Program): Solusi Inovatif untuk Masa Depan Pendidikan Anak Jalanan di Indonesia melalui Metode SCORING .

1.2 Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang di atas, perumusan masalah karya tulis ini adalah sebagai berikut.

  1. Apa saja faktor penyebab munculnya anak jalanan di kota malang ?

  2. Bagaimana permasalahan dan kondisi keterampilan anak jalanan di Kota Malang ?

  3. Bagaimana mekanisme pemberdayaan anak jalanan di Kota Malang melalui

  Technopreneur Camp Program dengan menggunakan metode SCORING ?

1.3 Tujuan Penulisan

  Tujuan Penulisan ini yaitu mewujudkan pendidikan Technopreneur (teknologi dan entrepreneur) bagi anak jalanan di Indonesia melalui TCP

  (Technopreneur Camp Program) : Solusi Inovatif untuk Masa Depan

  Pendidikan Anak Jalanan di Indonesia melalui Metode SCORING dengan strudi kasus Kota Malang, Jawa Timur sehingga diharapkan anak jalanan memiliki masa depan sebagai entrepreneur muda yang tidak tertinggal dengan adanya teknologi yang semakin canggih dan berkembang. Sehingga diharapkan anak jalanan dapat mewujudkan ide inovasi menjadi produk prototype kewirausahaan berkualitas yang dapat ditrima oleh masyarakat.

1.4 Manfaat Penulisan

  1. Manfaat teoritis

  Penulisan ini dilakukan untuk pengembangan pengetahuan hukum maupun ilmu pengetahuan khususnya, yaitu hukum tentang perlindungan anak yang di atur dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 dan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 34 Ayat 1 menyatakan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara.

  2. Manfaat Praktis

  1) Bagi Anak jalanan

  Dengan penulisan ini, penulis mengharapkan dapat memberikan pemahaman, pengetahuan serta mengaplikasikan entrepreneurship kepada anak jalanan agar anak jalanan menjadi pemuda yang berkualitas dan mampu menghadapi tantangan untuk kemajuan masa depan mereka.

  2) Bagi Masyarakat

  Memberikan sumbangan pemikiran, dukungan dan upaya-upaya dalam mengembangkan kemandirian pada anak jalanan melalui aplikasi pendidikan entrepreneur bagi anak jalanan.

  3) Bagi LSM

  Dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam praktik mengembangkan kemandirian anak jalanan serta pengaplikasian perundang-undangan yang berlaku yaitu Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Selain itu, penulisan ini dapat dijadikan sebagai masukan untuk melaksanakan program- program pembinaan dan pemberdayaan anak jalanan melalui pendidikan entrepreneur.

  4) Bagi fakultas hukum

  Diharapkan dapat menjadi literatur yang bermanfaat bagi peneliti-peneliti atau akademisi lainnya yang mempunyai minat dan perhatian yang sama dalam mengembangkan pendidikan entrepreneur bagi anak jalanan.

  5) Bagi Pemerintah

  Diharapkan Pemerintah Komisi Perlindunhan Anak Indonesia (KPAI), dan Dinas sosial Kota Malang agar lebih memberikan dukungan dalam mewujudkan pendidikan entrepreneur bagi anak jalanan sehingga diharapkan anak jalanan memiliki masa depan sebagai entrepreneur muda yang mampu mewujudkan ide inovasi menjadi produk prototype kewirausahaan berkualitas.

  6) Bagi Penulis

  Diharapkan penulis dapat pengembangan pikiran serta wawasan dan pengetahuan untuk masa depan pendidikan anak jalanan di Indonesia dengan mengembangkan ide-ide kreatif bagi kemajuan anak jalanan. Selain itu penulis diharapkan dapat mengaplikasikan Technopreneur Camp Program (TCP) dengan Metode SCORING untuk anak jalanan di Kota Malang, Jawa Timur.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Deskripsi Anak

  Anak merupakan asset dari suatu Negara, karena nasib suatu Negara bergantung pada generasi penerusnya. Dengan kata lain generasi penerus tersebut yaitu pemuda-pemuda yang asalnya adalah seorang anak-anak. Anak-Anak sebagai suatu asset Negara tumbuh dan berkembang menjadi pemuda. Oleh karenannya tidak heran anak-anak disebut sebagi agent of change. Menurut Convention On The Right Of The Child tahun 1989 yang telah diratifikasi pemerintah Indonesia melalui Keppres Nomer 39 Tahun 1990 disebutkan bahwa anak adalah mereka yang berusia 18 tahun ke bawah. Sebaliknya menurut The Minimum Age Convension Nomer 138 tahun 1973, pengertian anak adalah seorang yang berusia 15 tahun ke bawah. Selain itu, menurut UNICEF anak merupakan penduduk yang berusia antara 0 sampai 18 tahun. Undang-Undang RI Nomer 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak, menyebutkan bahwa anak adalah mereka belum berusia 21 tahun dan belum menikah (Huraerah, 2006:19).

  Kerentanan usia anak sangatlah penting, mengingat kelayakan seorang anak untuk melakukan suatu pekerjaan dari pada bermain dan belajar. Rentan usia anak teletak pada skala 0 sampai 21 tahun, batas usia 21 tahun ditetapkan berdasarkan pertimbangan kepentingan usaha kesejahteraan sosial, kematangan pribadi dan kematangan mental seseorang yang pada umumnya dicapai setelah seseorang melampaui usia 21 tahun (Handayani, 2009).

  Menurut Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 Ayat 2 menyatakan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara, artinya seharusnya peran pemerintah lebih besar dalam memperhatikan kondisi anak jalanan. Selain itu secara yuridis terdapat dua landasan hukum yang mengharuskan pemerintah untuk terus berupaya memberikan pelayanan kepada semua anak. Pertama, Undang-undang No 202003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, terutama pada pasal 6 ayat 1 menegaskan setiap warga negara yang berusia tujuh sampai lima Menurut Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 Ayat 2 menyatakan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara, artinya seharusnya peran pemerintah lebih besar dalam memperhatikan kondisi anak jalanan. Selain itu secara yuridis terdapat dua landasan hukum yang mengharuskan pemerintah untuk terus berupaya memberikan pelayanan kepada semua anak. Pertama, Undang-undang No 202003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, terutama pada pasal 6 ayat 1 menegaskan setiap warga negara yang berusia tujuh sampai lima

  1. Anak berhak atas kesejahteran, perawatan, asuhan dan Bimbingan

  berdasarkan kasih sayang, baik dalam keluargannya maupun dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar.

  2. Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan

  kehidupan sosialnya, sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa, untuk menjadi warga Negara yang baik dan berguna.

  3. Anak berhak atas pemeliharan dan perlindungan, baik semasa kandungan

  maupun sudah dilahirkan.

  4. Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat

  membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar (Huraerah, 2006: 21). Kegagalan selama proses pemenuhan kebutuhan tersebut akan memberikan

  dampak negatif pada pertumbuhan fisik dan perkembangan inelektual, mental, dan sosial anak. Anak bukan saja akan mengalami kerentanan fisik akibat gizi dan kualitas kesehatan yang buruk, melainkan pula mengalami hambatan mental, lemah daya-nalar dan bahkan perilaku-perilaku maladaptive, seperti: autism, „nakal‟, sukar diatur, yang kelak mendorong mereka menjadi manusia „tidak normal‟ dan perilaku criminal. Menurut Katz, kebutuhan dasar yang penting bagi anak adalah adanya hubungan orangtua dan anak yang sehat. Kebutuhan anak tersebut diantarannya yaitu perhatian dan kasih sayang yang continue, perlindungan, dorongan, dan pemeliharaan harus dipenuhi oleh orangtua (Huraerah, 2006: 27).

2.2 Pengertian Anjal (Anak Jalanan)

  Pada umumnya masyarakat menafsirkan Anjal (anak jalanan) merupakan anak-anak yang berusia dibawah 15 tahun yang menghabiskan seluruh waktunya untuk mencari nafkah dijalanan, bermain, tidak bersekolah, tekadang ada pula yang menambahkan bahwa anak jalanan mengganggu ketertiban umum serta melakukan tindak kriminal (Martini dan Agustian dalam Oktaria 2008).

  Anak jalanan sering dikenal dengan sebutan arek kere, anak gelandangan, atau terkadang disebut juga secara eufemistik sebagai anak mandiri. Namun Menurut Shalahuddin (2000, h.13), yang dimaksudkan anak jalanan adalah individu yang berumur di bawah 18 tahun yang menghabiskan sebagian atau seluruh waktunya di jalanan dengan melakukan kegiatan-kegiatan guna mendapatkan uang atau guna mempertahankan hidupnya. Jalanan yang dimaksudkan tidak hanya menunjuk pada “jalanan” saja, melainkan juga tempat- tempat lain seperti pasar, pusat pertokoan, taman kota, alun-alun, terminal, dan stasiun. Sementara itu, Departemen Sosial (dalam Oktaria, 2008) , mendefinisikan anak jalanan yaitu anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah dan berkeliaran di jalanan dan tempat- tempat umum lainnya. Mereka biasanya berusia 6-18 tahun, masih sekolah atau sudah putus sekolah, tinggal dengan orangtua maupun tidak, atau tinggal di jalanan sendiri maupun dengan teman- temannya, dan mempunyai aktivitas di jalanan, baik terus-menerus maupun tidak.

  Menurut Lokakarya kemiskinan dan anak jalanan yang diselenggarakan Departemen sosial pada tanggal 25 dan 26 Oktober 1995, Anak jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan dan tempat-tempat umum lainnya. Definisi tersebut dikembangkan oleh Ferry Johanes dalam Seminar tentang Pemberdayaan Anak Jalanan yang dilaksanakan oleh Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung pada bulan Oktober 1996, yang mnyebutkan bahwa anak jalanan merupakan anak yang menghabiskan waktunya di jalanan, baik untuk bekerja maupun tidak, yang terdiri dari anak-anak yang mempunyai hubungan dengan keluarga atau terputus Menurut Lokakarya kemiskinan dan anak jalanan yang diselenggarakan Departemen sosial pada tanggal 25 dan 26 Oktober 1995, Anak jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan dan tempat-tempat umum lainnya. Definisi tersebut dikembangkan oleh Ferry Johanes dalam Seminar tentang Pemberdayaan Anak Jalanan yang dilaksanakan oleh Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung pada bulan Oktober 1996, yang mnyebutkan bahwa anak jalanan merupakan anak yang menghabiskan waktunya di jalanan, baik untuk bekerja maupun tidak, yang terdiri dari anak-anak yang mempunyai hubungan dengan keluarga atau terputus

  Sedangkan Faktor lain yang mmpengaruhi keputusan anak untuk untuk hidup dijalanan, Shalahuddin (2004, h. 71) mengemukakan bahwa berbagai hasil studi atau laporan program pelaksanaan anak jalanan cenderung memandang kemiskinan (faktor ekonomi) dan keretakkan keluarga (faktor keluarga) sebagai faktor pendorong yang paling dominan menyebabkan anak turun ke jalan. Kedua faktor tersebut saling berkait, mengingat kemiskinan dapat memicu keretakkan dalam keluarga. Farid (dalam Shalahuddin, 2004, h. 73). Selain itu faktor lainnya yaitu adanya kekerasan yang dilakukan anggota keluarga kepada anak, adanya dorongan dari keluarga untuk membantu perekonomian keluarga, adanya keinginan untuk mendapatkan kebebasan dari keluarga, adanya keinginan untuk memiliki uang sendiri, dan adanya pengaruh dari teman sebaya.

  Klasifikasi anak jalanan tersendiri menurut Salehuddin (2004), di bagi menjadi dua, yaitu anak yang ada di jalanan atau children on the street dan children of the street. Children on the street adalah anak yang secara total berada di jalan karena mereka tidak lagi tinggal bersama keluarganya karena putus hubungannya atau tidak mempunyai keluarga. Sedangakan children of the street adalah anak yang berada di jalan tetapi masi tinggal dengan orang tuanya, mereka berada di jalan untuk menambah pendapatan keluarga. Tetapi ada juga yang mendefinisikan anak yang berada di jalanan sebagai high risk children atau yang berisiko tinggi dan risk children atau berisiko (Henny, 2007). Sementara itu, Menurut de Moura (2002), anak – anak jalanan dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yakni anak yang bekerja di jalanan dan anak yang hidup di jalanan. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan, Klasifikasi anak jalanan tersendiri menurut Salehuddin (2004), di bagi menjadi dua, yaitu anak yang ada di jalanan atau children on the street dan children of the street. Children on the street adalah anak yang secara total berada di jalan karena mereka tidak lagi tinggal bersama keluarganya karena putus hubungannya atau tidak mempunyai keluarga. Sedangakan children of the street adalah anak yang berada di jalan tetapi masi tinggal dengan orang tuanya, mereka berada di jalan untuk menambah pendapatan keluarga. Tetapi ada juga yang mendefinisikan anak yang berada di jalanan sebagai high risk children atau yang berisiko tinggi dan risk children atau berisiko (Henny, 2007). Sementara itu, Menurut de Moura (2002), anak – anak jalanan dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yakni anak yang bekerja di jalanan dan anak yang hidup di jalanan. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan,

  Klasifikasi lainnya Oleh Para praktisi Georgia yang membedakan tiga kelompok anak jalanan berdasarkan kategori yang mereka terapkan (Wargan Dershem, 2009): 1) Children of the street. Menghabiskan malam (tidur) di jalanan dalam jangka waktu satu bulan atau lebih, 2) Children in the street. Menghabiskan sebagian waktu untuk tidur di rumah, tetapi menghabiskan sebagian besar waktu siang harinya di jalanan, dan 3) Children from the families of the street. Menghabiskan malam (tidur) di jalanan bersama-sama dengan anggota keluarga mereka jangka waktu satu bulan atau lebih. Menurut Surjana (dalam Handayani, 2009) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mendorong anak untuk turun ke jalan terbagi dalam tiga tingkatan sebagai berikut: 1) Tingkat mikro (Immediate cause), yaitu factor anak dan keluarga, 2) Tingkat meso (Underlying cause), yaitu faktor struktur masyarakat, dan 3) Tingkat makro (Basic cause), yaitu faktor dengan struktur masyarakat (Idzha, 2013).

  Anak jalanan melakukan aktivitas tertentu di jalanan yang bertujuan untuk mempertahankan hidup. Beberapa aktivitas yang dilakukan anak jalanan antara lain adalah membangun solidaritas, melakukan kegiatan ekonomi, memanfaatkan barang bekassisa, melakukan tindakan kriminal, dan melakukan kegiatan yang rentan terhadap eksploitasi seksual (Shalahuddin, 2000, h. 20-27).

2.3 Faktor Penyebab Munculnya Anjal (Anak Jalanan) di Kota Malang

  Sepertiga penduduk Kota Malang adalah anak. Sebagian besar anak tersebut merupakan anak jalanan. Anak-anak jalanan tersebut memilih untuk menjalani kehidupan di jalanan karena beberapa factor. Pada umumnya Faktor-faktor tesebut dapat berupa kesulitan keuangan keluarga atau tekanan kemiskinan, inisiatif untuk mandiri mencari nafkah sendiri, pengaruh teman atau kerabat, ketidak harmonisan rumah tangga orang tua, masalah khusus hubungan anak dengan orang tua dan bahkan factor lainnya. Namun anak jalanan di kota malang kebanyakan berasal dari keluarga miskin dan broken homes. Hal ini sebagai akibat dari tingginya Sepertiga penduduk Kota Malang adalah anak. Sebagian besar anak tersebut merupakan anak jalanan. Anak-anak jalanan tersebut memilih untuk menjalani kehidupan di jalanan karena beberapa factor. Pada umumnya Faktor-faktor tesebut dapat berupa kesulitan keuangan keluarga atau tekanan kemiskinan, inisiatif untuk mandiri mencari nafkah sendiri, pengaruh teman atau kerabat, ketidak harmonisan rumah tangga orang tua, masalah khusus hubungan anak dengan orang tua dan bahkan factor lainnya. Namun anak jalanan di kota malang kebanyakan berasal dari keluarga miskin dan broken homes. Hal ini sebagai akibat dari tingginya

2.4 Permasalahan dan Kondisi Keterampilan Anak Jalanan di Kota

  Malang

  Kebanyakan Anak-Anak Jalanan di Kota Malang berasal dari keluarga miskin dan broken homes. Kecenderungan jumlah anak jalanan di kota malang dari tahun ke tahun mengalami peningkatan.Hal ini terbukti dari tahun 2004 sebanyak 548 anak dengan rincian per kecamatan, diantaranya Kecamatan Lowokwaru sebanyak 63 anak, Kecamatan blimbing sebanyak 76 anak, Kecamatan Sukun sebanyak 90 anak, Kecamatan Kedungkandang sebanyak 107 anak dan Kecamatan Klojen sebanyak 212 anak (Meykeh Simboh, 2004).

  Tabel 1. Jumlah anak jalanan terbanyak dan paling kecil berturut-turut,

  berdasarkan data Propinsi Tahun 2007.

  No Nama Propinsi

  Jumlah ANJAL

  1 Jawa Timur

  No Nama Propinsi

  Jumlah ANJAL

  1 Kalimantan Tengah

  10 anak

  3 Gorontalo 66 anak

  66 anak

  3 Kepulauan Riau

  186 anak

  Sumber. Data PMKS 2007, Departemen Sosial RI

  Sedangkan berdasarkan hasil observasi awal dari peneliti, tahun 2009 anak jalanan yang dibina LSM Lembaga Pemberdayaan Anak Jalanan “GRIYA BACA”Kota Malang berjumlah 71 anak. Dengan rentang usia 7-10 tahun mencapai 33,8 , usia 11-13 tahun mencapai 35,21 dan usia 14-17 tahun mencapai 30,98 (Menteri Kesejahteraan Sosial, 2009). Namun peningkatan jumlah anak jalanan di kota malang juga terbukti pada tahun 2011 yakni Menurut

  700 anak jalanan tinggal di Kota Malang data terakhir 688 anak pada bulan Februari dan jumlah tersebut semakin naik. Hal ini dikarenakan Kota Malang sebagai kota dengan jumlah perceraian yang tinggi. Tingginya perceraian di Kota Malang sangat berkontribusi kepada jumlah anak-anak jalanan dan juga menambahkan kerentanan anak-anak miskin untuk menjadi anak-anak jalanan(Middlemas,2011).

  Gambar 1. Anak Jalanan

  Kecenderungan peningkatan jumlah anak-anak jalanan dikota malang dari tahun ke tahun mengalami perkembangan dan penambahan. Tingginya jumlah anak jalanan tersebut berakibat pada semakin macetnya lalu lintas di kota malang karenanya kebanyakan para anjal (anak jalanan) menghabiskan waktu mereka di tempat-tempat umum untuk mendapatkan uang. Para Anjal ini seringkali berada di kawasan sekitar matos, MOG, lalu lintas, stasiun kereta api malang kota baru, terminal, Rampal dan di tempat-tempat umum lainnya. Banyak sebagian dari anjal di kota malang memiliki keterampilan negatif seperti mencuri, menipu, dan bahkan terlibat perkelahian sehingga berurusan dengan kepolisian setempat. Namun tidak semuanya anjal di kota malang memiliki keterampilan negatif, sebagian dari mereka juga memiliki keterampilan seperti mengamen, berjualan Koran, berjualan minuman atau makanan dan lainnya. Anjal yang memiliki keterampilan positif bisa dikembangkan melalui arahan dan pendidikan entrepreneur sedangkan anjal yang memiliki keterampilan negatif juga bisa Kecenderungan peningkatan jumlah anak-anak jalanan dikota malang dari tahun ke tahun mengalami perkembangan dan penambahan. Tingginya jumlah anak jalanan tersebut berakibat pada semakin macetnya lalu lintas di kota malang karenanya kebanyakan para anjal (anak jalanan) menghabiskan waktu mereka di tempat-tempat umum untuk mendapatkan uang. Para Anjal ini seringkali berada di kawasan sekitar matos, MOG, lalu lintas, stasiun kereta api malang kota baru, terminal, Rampal dan di tempat-tempat umum lainnya. Banyak sebagian dari anjal di kota malang memiliki keterampilan negatif seperti mencuri, menipu, dan bahkan terlibat perkelahian sehingga berurusan dengan kepolisian setempat. Namun tidak semuanya anjal di kota malang memiliki keterampilan negatif, sebagian dari mereka juga memiliki keterampilan seperti mengamen, berjualan Koran, berjualan minuman atau makanan dan lainnya. Anjal yang memiliki keterampilan positif bisa dikembangkan melalui arahan dan pendidikan entrepreneur sedangkan anjal yang memiliki keterampilan negatif juga bisa

2.5 Mekanisme Pemberdayaan Anjal (Anak Jalanan) di Kota Malang

  Menurut Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 Ayat 2 menyatakan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara, artinya seharusnya peran pemerintah lebih besar dalam memperhatikan kondisi anak jalanan. Saat ini program pemberdayaan bagi anak jalanan di Kota Malang belum banyak dilakukan baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Namun ada beberapa upaya- upaya pemberdayaan anak jalanan oleh pemerintah dan LSM di Kota Malang. Upaya pemberdayaan pemerintah kepada anak-anak jalanan digalakkan melalui berbagai penyelenggaraan program pendidikan luar sekolah, misalnya yaitu Kejar Paket A, Kejar Paket B, Kejar Usaha, bimbingan belajar dan ujian persamaan, pendidikan watak dan agama, pelatihan olahraga dan bermain, pelatihan seni dan kreativitas, kampanye, forum berbagi rasa, dan pelatihan taruna mandiri. Selain itu upaya pemberdayaan yang dilakukan oleh LSM Rumah Bina Anak Bangsa yang terletak di jalan Blitar No. 2 Kota Malang, dimana LSM ini memberdayakan anak jalanan dengan cara Home Schooling. Upaya pemberdayaan lainnya yaitu dilakukan oleh LSM Lembaga Pemberdayaan Anak Jalanan “GRIYA BACA”.

  Pemberdayakan anak jalanan tidak cukup hanya diberikan stimulan berupa Home Schooling, pelatihan olahraga dan bermain tetapi harus diberikan pendidikan untuk meningkatkan kemampuan ketrampilannya. Salah satu bentuk kemampuan ketrampilan yang sudah dimili oleh anak jalan, namun harus dikembangkan yaitu keterampilan berwirausaha. Keterampilan beriwirusaha perlu dikembangkan kepada anak jalanan dalam bentuk pendidikan informal maupun formal. Dengan adanya pendidikan berwirausaha atau enterpreneur anak jalan dapat menggali masa depan menjadi wirausahawan muda untuk Indonesia.

BAB III METODE PENULISAN

3.1 Metode Observasi

  Metode observasi dilakukan dengan menggumpulkan sumber data. Sumber data tersebut adalah sebagai berikut.

  1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh dari hasil penelitian di lapangan

  mengenai Analisis Yuridis Sosiologis Model Pemberdayaan Anak Jalanan di Kota Malang menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 34 Ayat 1 menyatakan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara.

  2. Data Sekunder merupakan suatu data hukum yang erat hubungannya dengan

  bahan hukum primer. Data ini membantu menganalisa dan memahami bahan hukum primer yang sesuiai dalam penulisan. Bahan yang digunakan penulis diantarannya buku, perundang-undangan, jurnal, majalah, internet, artikel dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan topik permasalahan.

3.2 Metode pendekatan

  Dalam penulisan ini metode pendekatan yang digunakan penulis yaitu pendekatan yuridis sosiologis yang merupakan metode pendekatan yang berlandaskan pada teori-teori hukum serta peraturan perundang-undangan yang berlaku, kemudian dikaitkan dengan kenyataan yang terjadi di masyarakat.

3.3 Metode penguraian Ilmiah

  Metode penguraian Ilmiah yaitu dengan menguraikan secara cermat prosedur pengumpulan data, pengolahan data, analisis sintesis, pengambilan kesimpulan, serta perumusan saran atau rekomendasi. Selain itu. dengan tinjauan pustaka, observasi, dan dokumentasi. Instrumen penlisan yang digunakan yaitu field notes, interview guides, dan human instrument.

3.4 Metode analisis data

  Metode analisis data yaitu dengan menganalisis suatu data yang sesuai dengan topik yang dibahas dan digunakan sebagai referensi tulisan. Data dapat berupa data reduction, data display, dan conclusion drawingverification.

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Pendidikan sebagai Asset dalam Memberdayakan Potensi Anak

  Jalanan

  Kekuatan suatu negara tergantung pada pemuda. Ir Soekarno pernah memaparkan satu statement “berikan aku 1000 orang tua niscaya akan aku cabut semeru dari akarnya, berikan aku 10 pemuda niscaya akan aku guncangkan dunia”. Hal ini membuktikan bahwa pemuda merupakan asset berharga bangsa yang mampu mengguncangkan dunia.

  Berhasilnya suatu Negara karena adanya peran pemuda sebagai generasi penerus yang menentukan nasib suatu bangsa dan Negara. Pemuda merupakan seorang anak yang dilahirkan oleh orang tua mereka. Keberhasilan pemuda bergantung pada masa anak-anak. Namun diantara anak-anak yang memilih dan berhasil dibesarkan oleh orang tua, terdapat beberapa anak juga yang memilih untuk hidup dijalanan yang biasa disebut anjal (anak jalanan). Anak jalanan merupakan salah satu masalah yang krusial di Indonesia. Munculnya anak jalanan disebabkan karena tuntutan ekonomi keluarga yang menjadikan anak sebagai tumpuan penghasilan tambahan keluarga. Padahal menurut Undang-Undang Dasar 1945 27 Ayat 2 yang menyatakan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara. Dengan demikian seharusnya peran pemerintah lebih besar dalam memperhatikan kondisi anak jalanan.

  Anak jalanan juga merupakan generasi penerus bangsa yang berperan sebagai agent of change, iron stock dan agent of social control dalam memainkan peran dan fungsi besar bagi nasib suatu Negara. Oleh karena itu untuk menjadi pemuda yang berkualitas, anak jalanan harus cerdas dan terampil. Cerdas untuk dapat mengambil kesimpulan, cerdas untuk peka terhadap lingkungan, dan cerdas untuk kreatif dan inovatif menemukan solusi sosial, cerdas untuk menemukan cara menambah kecerdasan dirinya dan orang lain. Kecerdasan tersebut tidak didapat secara instan tetapi membutuhkan proses dan salah satu prosesnya adalah menunutut ilmu.

  Anak jalanan akan rajin menuntut ilmu apabila mereka bisa mencintai ilmu. Salah satu cara untuk membuat anak jalanan cinta terhadap ilmu adalah membuat sistem pembelajaran yang menyenangkan . Selain cerdas, anak jalanan juga harus terampil sehingga mampu untuk bersaing atau berkompetisi dengan anak-anak lainnya. Sifat terampil ini dapat diwujudkan dengan melatih kemandirian pada anak jalanan melalui aplikasi pendidikan technopreneur. Konsep technopreneur merupakan konsep pendidikan yang dirancang khusus bagi anjal (anak jalanan) guna meningkatkan skill mereka dalam bidang technology dan entrepreneur. Kegiatan entrepreneur akan membentuk anak jalanan mandiri, terutama mandiri dalam segi finansial dan meningkatkan skill anak jalanan. Selain itu, pendidikan terkait penggunaan teknologi juga penting dalam mendorong skill anak jalanan di bidang entrepreneur. Selain itu adanya teknologi yang sudah semakin cangih dan terus berkembang, diharapkan akan memberikan added-value bagi ketrampilan anak jalanan.

  Dengan adanya pendidikan kombinasi antara technology dan enterpreneur (technopreneur) maka anak jalanan akan mampu mengembangkan bisnis mereka berbasis teknologi dan bersaing secara global untuk memperbaiki financial meraka dan untuk mendapatkan masa depan yang lebih baik. Dengan adanya sistem belajar yang menyenangkan dan aplikasi konsep pendidikan entrepreneur dan teknologi secara nyata yang diterapkan secara simultan harapannya dapat membentuk anak jalanan menjadi pemuda yang berkualitas, mampu menghadapi tantangan dan memiliki masa depan yang jelas, tentunya masa depan yang lebih baik.

4.2 Pemilihan Anak Jalanan di Kota Malang sebagai Objek Penulisan

  Kota Malang merupakan salah satu kota besar di Jawa Timur yang memiliki persoalan terkait pemberdayaan anak jalanan. Saat ini program pemberdayaan bagi anak jalanan belum banyak dilakukan baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Ada beberapa pertimbangan penulis menjadikan Anak Jalanan di Kota Malang sebagai objek penulisan, yakni :

  1. Kota Malang yang notabene memiliki banyak kawasan mall, kawasan 1. Kota Malang yang notabene memiliki banyak kawasan mall, kawasan

  2. Pemberdayaan anak jalanan di Kota Malang tidak ada yang memprakarsai

  karena terjadi secara otomatis.

  3. Mekanisme pemberdayaan anak jalanan di Kota Malang yang sebelumnya

  dilakukan oleh Bidang Sosial dan LPA Griya Baca hanya dilakukan melalui program bimbingan dan pelatihan. Bimbingan yang diberikan kepada anak jalanan yaitu: a) bimbingan moral dan mental, b) bimbingan sosial, c) bimbingan hukum, d) bimbingan agama, dan e) bimbingan kesehatan. Sedangan pelatihan yang diberikan kepada anak jalanan meliputi: a) pelatihan otomotif, b) pelatihan mengemudi, c) pelatihan elektronika. Belum ditemui program yang memberikan pendidikan dalam bidang entrepreneur dan technology.

4.3 Karakteristik Technopreneur Camp Program (TCP)

4.3.1 Gambaran Umum dan Tujuan Pelaksanaan TCP

  Technopreneur merupakan solusi pendidikan yang ditawarkan sebagai upaya dalam memberdayakan anak jalanan di Indonesia melalui aplikasi konsep pendidikan entrepreneur dan teknologi. Konsep pendidikan ini dikonsep agar anak jalanan sebagai generasi bangsa yang notabene adalah tonggak estafet kepemimpinan bangsa dapat berperan sebagai agent of change dalam membangun bangsa Indonesia.

  Nama program ini adalah TCP yang mempunyai kepanjangan Technopreneur Camp Program. TCP merupakan program pendidikan yang dirancang khusus bagi anak jalanan dalam bentuk pendidikan technopreneur atau kombinasi pendidikan technology dan entrepreneur yang mengarahkan peserta program untuk membuat sebuah ide usaha yang kemudian direalisasikan ke dalam sebuah usaha nyata. Ide usaha yang dijalankan kemudian dikembangkan dengan memanfaatkan teknologi, misal dalam hal pemasarannya. Aplikasi konsep pendidikan ini dijalankan dengan mensinergiskan pendidikan entrepreneur dan Nama program ini adalah TCP yang mempunyai kepanjangan Technopreneur Camp Program. TCP merupakan program pendidikan yang dirancang khusus bagi anak jalanan dalam bentuk pendidikan technopreneur atau kombinasi pendidikan technology dan entrepreneur yang mengarahkan peserta program untuk membuat sebuah ide usaha yang kemudian direalisasikan ke dalam sebuah usaha nyata. Ide usaha yang dijalankan kemudian dikembangkan dengan memanfaatkan teknologi, misal dalam hal pemasarannya. Aplikasi konsep pendidikan ini dijalankan dengan mensinergiskan pendidikan entrepreneur dan

  TCP merupakan pendidikan bagi anak jalanan dengan mengaplikasikan konsep technology dan entrepreneur. Dari sini anak jalanan akan dilatih menjadi pribadi yang terampil dengan mengaplikasikan langsung kemampuan entrepreneurship mereka dalam bentuk produk usaha yang real. Hasil produk usaha tersebut diharapkan kedepannya dapat memenuhi kebutuhan hidup anak jalanan dengan begitu anak jalanan bisa terlepas dari pengaruh negatif kehidupan di jalanan. Konsep technology dan entrepreneur ini akan dikemas dalam sebuah pendidikan singkat yang juga berisi pelatihan-pelatihan yang menunjang kemampuan anak jalanan dalam berwirausaha. Konsep ini dikemas dalam bentuk program-program edukasi yang bersifat rekreatif karena pada dasarnya anak jalanan akan tertarik pada suatu hal apabila hal itu menyenangkan, menguntungkan dan tidak membosankan. Sehingga anak jalanan tidak menjadikan pembelajaran menjadi sebuah beban karena adanya suasana yang menyenangkan.

  Pemilihan camp sebagai tempat media pembelajaran dipilih karena camp mengindikasikan suatu tempat penampungan sementara yang bersifat informal. Tidak hanya dalam mengaplikasikan konsep pendidikan technopreneur, camp ini nantinya juga akan di desain sedemikian menarik dengan demikian anak jalanan mudah beradaptasi di tempat tersebut. Selain itu camp juga mengindikasikan sebuah tempat pendidikan yang relatif singkat dengan beban pendidikan yang tidak terlalu berat. Sehingga dengan pemilihan camp, diharapkan adanya rasa ketertarikan anak jalanan untuk menjadi peserta dalam TCP ini.

  Berdaskan hasil pembelajaran tersebut akan muncul peran anak jalanan sebagai pemuda yang cepat tanggap dan berkompeten dalam menciptakan lapangan kerja. Dalam pelaksanaan program tentunya membutuhkan sumber daya Berdaskan hasil pembelajaran tersebut akan muncul peran anak jalanan sebagai pemuda yang cepat tanggap dan berkompeten dalam menciptakan lapangan kerja. Dalam pelaksanaan program tentunya membutuhkan sumber daya

4.3.2 Pembagian Level TCP

  TCP yang menjadi gagasan penulis dibagi menjadi 6 level program, yang masing-masing level program mempunyai program tersendiri yang dirancang khusus tetapi tetap berbasis pada education. Dalam mencapai tahapan level atas, maka peserta harus menjalani level sebelumnya. Tahapan level pemula sebelum mencapai level atas yaitu sebagai berikut :

  1) Basic Level

  Basic Level adalah tingkatan program paling dasar yang mempunyai fungsi untuk memperkenalkan program-program TCP. Dalam level ini terdiri dari program Persuade and Follow Us, Introducing Step, Pre-Test, Fundamental Program, dan Find and Grab It. Tujuan utama dari program ini adalah untuk memperkenalkan program-program yang ada dalam TCP sekaligus mengatasi minat belajar anak jalanan yang rendah dan menanamkan pola pikir bahwa belajar itu menyenangkan.

2) Acceleration Level

  Acceleration Level adalah tingkatan program dasar setelah Basic Level. Dalam level ini terdiri dari program Step to be Creator, Step to be Leader, Step to

  be Owner dan Step to be Winner. Tujuan utama dari level program kedua ini adalah melatih dan meningkatkan skill anak jalanan terkait dengan technology dan enterpreneur.

3) Challenge Level

  Challenge Level adalah tingkatan program dasar ketiga setelah menjalani Basic Level dan Acceleration Level. Dalam level ini terdiri dari 1 program utama yakni GFW (Go-Fight-Win) Program yang mengilustrasikan kendala-kendala yang akan mereka akan hadapi selama menjalankan usaha. Tujuan utama dari level program ketiga TCP ini adalah melatih kemampuan peserta program dalam menghadapi setiap tantangan yang ada.

4) Developing Level

  Developing Level adalah tingkatan program TCP yang keempat. Dalam level ini terdiri dari program Make Great Product, Edutechno dan Teaching grant. Tujuan utama dari level program ini adalah melatih dan meningkatkan skill anak jalanan terutama terkait penggunaan teknologi dalam mengembangkan usaha.

5) Comprehensive Level

  Comprehensive Level adalah tingkatan program TCP yang kelima. Dalam level ini terdiri dari program Make Business Real, Mentoring Product dan Pameran KreaCipta. Tujuan utama dari level program kelima ini adalah merealisasikan ide usaha menjadi sebuah usaha yang nyata dan memperkenalkan kepada masyarakat sebagai upaya menjaring massa.