Sistem Pertanian Vertikultur LAPORAN PRA

Sistem Pertanian Vertikultur
LAPORAN PRAKTIKUM

Oleh :
Kelompok 1
1. Helti Anggiana Pratiwi

(131510501064)

2. Luppy Ritma Sinthya

(131510501072)

3. Wahyu Sulistyorini

(131510501056)

4. M. Hisyam Nasrullah

(131510501061)


5. Siti Fatimatuz Zahro

(131510501075)

6. Atik Ayu Wariska

(131510501069)

7. Firma Setyawan

(131510501083)

8. M. Rizky Maulana

(131510501078)

9. Lukmanul Hakim

(131510501086)


10. Hamzah Arif

(131510501093)

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris yang mempunyai lahan pertanian yang

sangat luas, namun dengan berjalannya waktu luas lahan tersebut mulai
berkurang. Menurunnya jumlah lahan pertanian dari tahun ke tahun ini
disebabkan oleh pengalihfungsian lahan pertanian menjadi non pertanian. BPS
(2015) menyatakan bahwa secara nasional konversi lahan pertanian dapat

mencapai 100 ribu hingga 110 ribu hektar per tahun.
Sementara itu, jumlah penduduk
terus meningkat setiap tahunnya sehingga
kebutuhan akan pangan secara langsung
juga akan meningkat. Ketidakseimbangan
antara luas lahan pertanian yang semakin
sempit

dan

meningkatnya

kebutuhan

pangan menyebabkan beberapa masalah,

Sumber : BPS, 2015

utamanya adalah tidak mampu mencukupi kebutuhan pangan. Dalam keadaan
seperti ini dibutuhkan teknik dan inovasi untuk mengatasi hal tersebut,

diantaranya dengan menerapkan sistem pertanian secara vertikultur yang mana
mampu memanfaatkan lahan sempit seefisien mungkin. Oleh sebab itu, maka
pengetahuan, pemahaman sekaligus penerapan sistem pertanian secara vertikultur
perlu dilakukan.
1.2

Tujuan
Mampu dan terampil dalam menyikapi permasalahan lahan kritis dengan

membudidayakan tanaman secara vertikultur.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Vertikultur merupakan bentuk budidaya tanaman masa depan di perkotaan,
yang mana mengintegrasikan pertanian dalam ruang yang inovatif. Vertikultur ini
dilakukan dengan menumpuk beberapa tingkat media penanaman dalam satu
lokasi (Gruner et al, 2013). Vertikultur merupakan metode yang digunakan untuk
memaksimalkan penggunaan lahan budidaya (Pongarrang dkk, 2013).
Rizal dan Yossita (2015) menyatakan lahan yang sempit seperti
pekarangan dapat dikelola dengan baik sehingga mendapatkan manfaat serta
keuntungan yang besar dengan memperhatikan tata letak sesuai dengan pemilihan

komoditas. Komoditas-komoditas tersebut seperti sayuran, tanaman rempah, obat,
buah yang disesuaikan lokasi setempat, serta sumber pangan lokal. Pemilihan
komoditas ditentukan dengan mempertimbangkan kebutuhan pangan, diversifikasi
pangan berbasis lokal serta kemungkinan pengembangan secara komersial.
Sementara itu, Desiliyarni, dkk (2003) menyatakan bahwa pemilihan jenis
tanaman tergantung kepada besar tajuk tanaman, kebutuhan sinar matahari, dan
wadah yang digunakan untuk penanaman. Apabila mengkombinasikan beberapa
tanaman menjadi satu unit, tanaman yang bertajuk lebar dan membutuhkan sinar
matahari lebih banyak diletakkan paling atas. Jenis tanaman yang dibudidayakan
pada dasarnya juga tidak terbatas, namun umumnya tanaman jenis sayur lebih
mudah dikelola dan lebih cepat panen.
Mahdavi, et al (2012) menyatakan bahwa sistem vertikultur memiliki
beberapa keuntungan yakni lebih ekonomis dalam penggunaan air dan nutrisi,
proses pemanenan yang mudah serta biaya tenaga kerja dapat berkurang. Selain
itu Wong, et al (2010) menyatakan bahwa sistem budidaya vertikal (vertikultur)
dapat mengurangi energi yang digunakan untuk pendingin sekitar 23% dan kipas
angin sebesar 20% sehingga konsumsi energi tahunan dapat dikurangi sebesar 8%.
Hal tersebut disebabkan panas dari energi matahari yang masuk ke dalam rumah
atau bangunan dihalangi atau dinaungi oleh tanaman.
Bentuk atau jenis vertikultur sangat beragam, tergantung jenis tanaman

yang digunakan, luasan lahan, dan banyaknya dana yang dimiliki. Menurut,

Sutarminingsih (2003) menyebutkan bahwa bentuk vertikultur dibagi menjadi
empat yakni disusun secara vertikal, horizontal, digantung, maupun pot susun.
Nugrahini (2013) dalam penelitiannya menyatakan bahwa penanaman vertikultur
baik menggunakan bentuk vertikal ataupun horizontal tidak berpengaruh secara
nyata, hal ini disebabkan kedua bentuk vertikultur tersebut dapat menggunakan
faktor-faktor pertumbuhan dan perkembangan tanaman seperti pemanfaatan
cahaya matahari dan sirkulasi udara secara optimal.
Penerapan sistem verikultur perlu memperhatikan beberapa faktor, salah
satunya jarak tanam. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nirwana, dkk
(2013) terdapat pengaruh yang nyata terhadap perlakuan populasi tanaman yang
dibudidayakan secara vertikultur, populasi 4 tanaman per paralon menunjukkan
hasil terbaik pada semua parameter termasuk bobot buah yang dipanen. Hal ini
disebabkan oleh kepadatan populasi tanaman, terjadinya kepadatan akan memicu
adanya persaingan antar tanaman sehingga semakin rapat populasi tanaman
semakin menurun bobot buah yang dihasilkan.
Sistem irigasi pada budidaya vertikultur juga perlu diperhatikan.
Keeratiurai (2013) dalam penelitiannya membandingkan dua sistem irigasi yang
tepat digunakan untuk budidaya secara vertikal atau vertikultur, hasilnya sistem

irigasi drip lebih baik daripada sistem irigasi sprinkler. Sistem irigasi drip
memiliki kelebihan yakni efisiensi penyiraman yang tinggi, memerlukan tekanan
air yang rendah, menghemat air dan mampu menghasilkan produksi lebih tinggi.
Selain jarak tanam dan irigasi, pemupukan juga harus diperhatikan.
Wartapa, dkk (2010) menyatakan dalam penelitiannya bahwa secara umum fase
pertumbuhan vegetatif pengaruh perlakuan pupuk tidak nyata, akan tetapi pada
fase generatif pengaruh perlakuan pemberian pupuk adalah nyata. Sehingga pupuk
yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan tanaman.

BAB 3. METODE PRAKTIKUM
3.1

Waktu dan Tempat
Praktikum Sistem Pertanian Vertikultur dilaksanakan pada hari Sabtu

tanggal 07 Maret 2015 pukul 13.00 – 15.00 WIB di Laboratorium Fisiologi
Tumbuhan Jurusan Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
1.

Pipa paralon
2.
Sprayer
3.
Kertas Label
4.
Cetok
5.
Sak/kresek besar
6.
Timba
3.2.2 Bahan
1.

Umbi bawang merah

2.
3.
4.
5.

6.
7.
8.

Benih kangkung
Benih brokoli
Bibit sawi
Tanah
Pasir
Kompos
Arang sekam

3.3
1.
2.

Cara Kerja
Menyiapkan bangunan vertikultur dari bahan-bahan yang telah disediakan.
Mengisi bangunan vertikultur yang telah dibuat dengan campuran media


3.

yang ada, kemudian member nutrisi sebelum bibit ditanam.
Menanam bibit atau benih ke dalam bangunan vertikultur secara perlahan,

4.
5.

dan mengusahakan bibit atau benih tidak rusak.
Melakukan pengamatan secara teratur.
Mengamati pertumbuhan tanamannya sesuai parameter pengamatan.

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan

Lebar Daun (cm)

Grafik 8. Lebar Daun Kangkung

3

2.5
2
1.5
1
0.5
0

0
2
4
6
1

2

3

4

Minggu Ke-

Panjang Daun (cm)

Grafik 7. Panjang Daun Kangkung

25
20
15
10
5
0

0
2
4
6
1

2

3

4

Minggu Ke-

Grafik 6. Jumlah Daun Kangkung

Jumlah Daun

20
15

0
2
4
6

10
5
0

1

2

3

Minggu Ke-

4

Grafik 5. Tinggi Tanaman Kangkung
Tinggi Tanaman (cm)

100
80

0
2
4
6

60
40
20
0

1

2

3

4

Minggu Ke-

Lebar Daun (cm)

Grafik 4. Lebar Daun Bawang Merah

0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0

0
2
4
6
1

2

3

4

Minggu Ke-

Panjang Daun (cm)

Grafik 3. Panjang Daun Bawang Merah

30
25
20
15
10
5
0

0
2
4
6
1

2
Minggu Ke-

3

4

Jumlah Daun

Grafik 2. Jumlah Daun Bawang Merah

25
20
15
10
5
0

0
2
4
6
1

2

3

4

Minggu Ke-

Tinggi Tanaman (cm)

Grafik 1. Tinggi Tanaman Bawang Merah

40
30

0
2
4
6

20
10
0

1

2
Minggu Ke-

3

4

Grafik 15. Panjang Daun Kailan
Panjang Daun (cm)

8
6

0
2
4
6

4
2
0

1

2

3

4

Minggu ke-

Tinggi Tanaman (cm)

Grafik 13. Tinggi Tanaman Kailan

20
15

0
2
4
6

10
5
0

1

2

3

4

Minggu Ke-

Lebar Daun (cm)

Grafik 16. Lebar Daun Kailan

5
4

0
2
4
6

3
2
1
0

1

2

3

Minggu Ke-

4

Grafik 14. Jumlah Daun Kailan

Jumlah Daun

10
8

0
2
4
6

6
4
2
0

1

2

3

4

Minggu Ke-

Lebar Daun (cm)

Grafik 12. Lebar Daun Brokoli

3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0

0
2
4
6
1

2

3

4

Minggu ke-

Panjang Daun (cm)

Grafik 11. Panjang Daun Brokoli

8
7
6
5
4
3
2
1
0

0
2
4
6
1

2
Minggu ke-

3

4

Grafik 10. Jumlah Daun Brokoli

Jumlah Daun

8
6

0
2
4
6

4
2
0

1

2

3

4

Minggu ke-

Tinggi Tanaman (cm)

Grafik 9. Tinggi Tanaman Brokoli

20
15

0
2
4
6

10
5
0

1

2

3

Minggu ke-

4

4.2 Pembahasan
Berdasarkan grafik data hasil pengamatan sebagian besar dari semua
komoditas pada semua parameter mengalami pertumbuhan yang baik, hal ini
ditunjukkan oleh peningkatan baik dari minggu ke 1 hingga minggu ke 4.
Pertumbuhan yang baik ini diduga disebabkan oleh pupuk daun berkualitas yang
diaplikasikan pada tanaman. Novizan (2005) menyatakan bahwa pupuk daun
berkualitas memiliki daya larut yang tinggi sehingga akan memudahkan dalam
aplikasi pupuk. Pupuk berdaya larut tinggi memungkinkan seluruh unsur hara
yang dikandung oleh pupuk daun dapat sampai dan diserap oleh permukaan daun
sehingga proses pertumbuhan tanaman dapat berlangsung dengan baik.
Sementara beberapa komoditas pada parameter tertentu mengalami
penurunan. Penurunan tersebut terjadi pada parameter panjang daun tanaman
kalian dan brokoli, panjang daun kalian dengan perlakuan 2ml menurun pada
minggu ke 2 sedangkan panjang daun brokoli dengan perlakuan 6ml menurun
pada minggu ke 3. Penurunan diduga terjadi karena kurang ketelitian dari
praktikan saat melakukan pengukuran.
Pada minggu ke 1 tanaman kalian dengan perlakuan 0 ml mati kemudian
disulam dan berhasil tumbuh pada minggu ke 2 sedangkan pada minggu ke 4
tanaman kalian dengan perlakuan 4 ml yang ditanam mati sehingga grafiknya
turun menjadi 0. Matinya kalian yang telah ditanam diduga diakibatkan oleh
kurang tersedianya air, kemungkinan pada waktu penyiraman air yang diberikan
terlalu sedikit. Evita (2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa tanaman
kacang tanah memberikan respon yang optimum pada pemberian air kondisi
100% kapasitas lapang. Laju pertumbuhan tanaman akan menurun seiring dengan
menurunnya kandungan air tanah dari kapasitas lapang sampai titik layu
permanen.
Tabel 1. Rata-rata respon kacang tanah yang diberi air dengan kapasitas lapang

Sumber : Evita, 2012

Kemungkinan yang lain, diduga pertumbuhan yang buruk dari tanaman kalian ini
disebabkan oleh zat alelopati yang dihasilkan tanaman brokoli yang berada tepat
di atas tanaman kalian.
Adanya tanaman kangkung juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman
brokoli, hal ini disebabkan tanaman brokoli ditanam bersamaan dengan kangkung.
Seharusnya brokoli ditanam lebih dulu sehingga pertumbuhannya tidak terhambat
karena kekurangan cahaya matahari yang disebabkan ternaungi oleh tanaman
kangkung. Sebagaimana yang diketahui bahwa tanaman kangkung merupakan
tanaman yang cepat sekali tumbuh dan berkembang dibandingkan dengan brokoli.
Keadaan seperti ini mengakibatkan brokoli tidak mampu tumbuh dan berkembang
dengan baik. Karima dkk., (2012) dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa
produksi tanaman brokoli semakin menurun disebabkan

pada saat awal

pertumbuhan tanaman brokoli sudah mulai ternaungi oleh tajuk tanaman jagung.
Penggunaan perlakuan penundaan penanaman jagung selama 14 hari setelah
penanaman brokoli akan menghasilkan pertumbuhan brokoli yang paling baik.
Berdasarkan jenis tanaman yang digunakan dalam praktikum maka model
bentuk yang sesuai adalah model vertikultur horizontal.

Model vertikultur

horizontal lebih sesuai karena dengan model seperti ini maka tanaman yang
mengeluarkan
adanya

zat

alelopati

kompetisi,

mempengaruhi

tanaman

disebabkan

tidak

dapat

yang

lainnya.

Sehingga setiap komoditas mampu tumbuh
dengan baik.
Selain itu, kebutuhan cahaya matahari juga
dapat terpenuhi dengan baik. Seperti yang
diketahui bahwa tanaman-tanaman yang
digunakan

merupakan

tanaman

yang

membutuhkan cahaya matahari yang cukup banyak. Rahayu dan Berlian (2004)
menyatakan tanaman bawang merah membutuhkan penyinaran cahaya matahari
yang maksimal (minimal 70% penyinaran). Kangkung dapat tumbuh dengan baik
di dataran rendah hingga dataran tinggi (2000m dpl) dan diutamakan lokasi lahan

terbuka atau mendapat sinar matahari yang cukup (Rukmana, 2005). Tanaman
brokoli memiliki titik kritis penerimaan cahaya sebesar 30-40% naungan (Karima
dkk., 2012). Sementara itu, Rukmana (2001) menyatakan bahwa tanaman kailan
dengan penanaman yang kurang mendapat sinar matahari atau ternaungi maka
pertumbuhannya akan kurang baik dan mudah terserang penyakit, dan apabila hal
ini terjadi pada waktu masih kecil sering terjadi pertumbuhan terhenti.
Model bangunan vertikultur yang digunakan pada praktikum ini adalah
model vertikultur secara vertikal. Model vertikal ini memiliki kelebihan yakni
lebih murah karena hanya membutuhkan 1 paralon untuk menanam 4 komoditas
tanaman, selain itu juga lebih menghemat tempat jika dibandingkan dengan model
horizontal. Namun model vertikal ini memiliki kekurangan yakni apabila ada
tanaman yang mengeluarkan zat alelopati maka akan mempengaruhi tanaman
yang lain sehingga memerlukan perhatian khusus.
Selain model bangunan vertikultur, penempatan tanaman pada praktikum
vertikultur ini juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya yakni
tanaman kangkung dan bawang merah yang membutuhkan cahaya matahari yang
cukup banyak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Sedangkan
kekurangannya adalah tanaman brokoli yang ditanam bersamaan dengan
kangkung akan terganggu pertumbuhannya, karena ternaungi oleh kangkung
seperti penjelasan sebelumnya. Beberapa tanaman kailan juga tidak dapat tumbuh
dengan baik hal ini diduga disebabkan oleh adanya zat alelopati yang dikeluarkan
oleh brokoli yang ditanam tepat di atas kailan.

DAFTAR PUSTAKA
BPS. 2015. Proyeksi Penduduk Berdasarkan Hasil Sensus Penduduk 2010. [Serial
Online]. http://www.bps.go.id/webbeta/frontend/ diakses pada tanggal 5
Maret 2015.
Desiliyarni, T., Y. Astuti, F. Fauzi, dan J. Endah H. 2003. Vertikultur Teknik
Bertanam di Lahan Sempit. Jakarta : AgroMedia Pustaka.
Evita. 2012. Pertumbuhan dan Hasil Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) pada
Perbedaan Tingkatan Kandungan Air. Agroekoteknologi Universitas
Jambi,1(1) : 26-32.
Gruner, Richard L., D. Orazi, dan D. Power. 2013. Global Versus Local: An
Exploration on How Vertical Farms Can Lead the Way to More Sustainable
Supply Chains. IEEE Engineering Management Review, 41(2): 23-29.
Karima, S. S., M. Nawawi dan N. Herlina. 2012. Pengaruh Saat Tanam Jagung
dalam Tumpangsari Tanaman Jagung (Zea mays L.) dan Brokoli (Brassica
oleracea L. var. botrytis). Dinamika Pertanian, 26(2) : 11-16.
Keeratiurai, Prayong. 2013. Comparison of Drip and Sprinkler Irrigation System
for The Cultivation Plants Vertically. Agricultural and Biological Science,
8(11): 740-744.
Mahdavi, S., M. Kafi, R. Naderi, dan T. S. Taghavi. 2012. Vertical Mobile
Planting System Consistent with the Pattern of Solar Radiation and Effects
of System on Light Exposure and Growth of Gerbera Cut Flowers (Gerbera
jamesonii cv. Antibes), in Greenhouse Culture. Agricultural Technology,
8(4): 1461-1468.
Nirwana, V. M., I. R. Sastrahidayat, dan A. Muhibuddin. 2013. Pengaruh Populasi
Tanaman terhadap Hama dan Penyakit Tanaman Tomat yang Dibudidayakan
secara Vertikultur. HPT, 1(4): 67-79.
Novizan. 2005. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Jakarta : AgroMedia Pustaka.
Nugrahini, T. Pengaruh Pemberian Pupuk Guano terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Tanaman Selada (Lactuca sativa L.) pada Dua Metode Vertikultur.
Dinamika Pertanian, 28(3) : 211-216.
Pongarrang, D., A. Rahman, dan W. Iba. 2013. Pengaruh Jarak Tanam dan Bobot
Bibit Terhadap Pertumbuhan Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii)
Menggunakan Metode Vertikultur. Mina Laut Indonesia, 3(12) : 94-112.

Rahayu, E. dan N. Berlian. 2004. Bawang Merah. Jakarta : Penebar Swadaya.
Rizal, M. dan Yossita Fiana. 2015. Teknologi Budidaya Tanaman Sayuran dan
TOGA di Perkotaan dan Perdesaan pada Kawasan Rumah Pangan Lestari
dalam Mendukung Ketahanan Pangan di Kalimantan Timur. Pros Sem Nas
Masy Biodiv Indon, 1(2): 324-329.
Rukmana, R. 2001. Budidaya Kubis Bunga dan Broccoli. Yogyakarta : Kanisius.
Rukmana, R. 2005. Seri Budi Daya Kangkung. Yogyakarta : Kanisius.
Sutarminingsih, Lilies. 2003. Vertikultur Pola Bertanam secara Vertikal.
Yogyakarta : Kanisius.
Wartapa, A., S. Sugihartiningsih, S. Astuti, dan Sukadi. 2010. Pengaruh Jenis
Pupuk dan Tanaman Antagonis terhadap Hasil Cabe Rawit (Capsicum
frutencens) Budidaya Vertikultur. Ilmu-Ilmu Pertanian, 6(2): 142-156.
Wong, N. H., Alex Y. K. Tan, Yu Chen, Kannagi Sekar, Puay Y. Tan, Derek Chan,
Kelly Chiang, dan Ngian C. Wong. 2010. Thermal Evaluation of Vertical
Greenery Systems for Building Walls. Building and Environment, 45 : 663–
672.