Implementasi Peacebuilding Dalam Perspek docx

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia­
Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini. Dimana, makalah ini dibuat untuk memenuhi
persyaratan Ujian Akhir Semester dalam mata kuliah Pengantar Kajian Strategi. Dimana
bahan   atau   sumber­sumber   yang   saya   dapatkan   atau   diperoleh,   berasal   dari   sumber­
sumber   yang   baik   dan   terpercaya.   Baik   dari   buku,   referensi,   media   massa,   hingga
website. Sehingga kualitas makalah ini sesuai dengan standar penulisan ilmiah. 
Saya mengakui bahwa saya adalah manusia yang mempunyai keterbatasan dalam
berbagai   hal.   Oleh   karena   itu   tidak   ada   hal   yang   dapat   diselesaikan   dengan   sangat
sempurna. Begitu pula dengan tugas ini. Sehingga saya berharap untuk kritikan dan saran
yang membangun terhadap makalah ini.  Dan penulis ingin mengucapkan terima kasih
banyak kepada  Bapak Rizal Aditya, M.Si selaku dosen mata kuliah Pengantar Kajian
Strategi yang selalu memberikan pengetahuan baru terhadap penulis  sehingga penulis
bisa menerapkannya kepada makalah ini. Akhir kata, Penulis berharap semoga makalah
ini bisa bermanfaat dan berguna bagi para pembaca makalah ini. sekian dan terimakasih. 
Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Hormat Saya,


Ahmad Idham

Penulis

1

DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN.......................................................................................................i
KATA PENGANTAR..................................................................................................1
DAFTAR ISI................................................................................................................2
BAB I – PENDAHULUAN.........................................................................................3
1.1 Latar Belakang Masalah.........................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................4
1.3 Tujuan Pembahasan................................................................................................4
1.4 Manfaat Pembahasan..............................................................................................4
1.5 Sistematika Penulisan.............................................................................................4
BAB II - KERANGKA TEORI..................................................................................5
BAB III – ISI PEMBAHASAN
3.1 Sejarah Berdirinya Peacebuilding...........................................................................6
3.2 PBB dan Upaya-Upaya Implementasi Konsep Peacebuilding...............................7

3.3 Indonesia dan Peacebuilding PBB..........................................................................9
KESIMPULAN...........................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................12

2
ii

BAB I
PENDAHULUAN
Pada   bulan   Desember   tahun   2005,   Perserikatan   Bangsa­Bangsa   (PBB)   secara
resmi membentuk Peacebuilding Commission (PBC) dan Peacebuilding Support Office
(PBSO).   Terlepas   dari   perdebatan   bagaimana   kedua   institusi   baru   ini   mampu
menjalankan tugasnya secara efektif dalam rangka melakukan koordinasi atas operasi
perdamaian PBB di seluruh dunia serta membuat kerangka strategi operasional terbaik
bagi   operasi­operasi   tersebut   sebagaimana   yang   dikemukakan   Benner   dan   Rotman 1,
setidaknya  terdapat  dua  hal  yang patut  diperhatikan  dari  terbentuknya  kedua  institusi
tersebut. 
Pertama, institusionalisasi berbagai aktivitas yang secara kolektif dikenal sebagai
peacebuilding  dalam PBB menandai perubahan perspektif PBB dalam mengupayakan
terciptanya   perdamaian   di   seluruh   dunia.  Kedua,  perubahan   perspektif   ini   memiliki

implikasi terhadap strategi pada level operasional dari misi­misi perdamaian PBB.
Peacebuilding  merupakan   konsep   yang   relatif   baru   dan   masih   terus
berkembang serta dikaji secara mendalam oleh para ahli studi sosial hingga saat ini.2
Konsep ini mulai digunakan secara luas oleh masyarakat dan pembuat kebijakan baru
pada   awal   dekade   1990an.   PBB   sendiri   misalnya,   mulai   secara   serius   menggunakan
konsep ini sejak 1992. Pada tahun tersebut, Sekretaris Jenderal PBB Boutros­Boutros
Ghali   berulangkali   menggunakan   terminologi  peacebuilding  dalam   laporannya   yang
berjudul  An Agenda for Peace  dan menegaskan bahwa  peacebuilding  merupakan salah
satu fokus penting PBB di masa­masa yang akan datang.3  Apakah implementasi utama
peacebuilding sebagai perspektif baru PBB? Dan apakah implikasinya bagi keterlibatan
Negara Indonesia? Tulisan ini akan membahas secara jelas dan sistematis serta menjawab
1 Thorsten Benner, Andrea Binder, Philipp Rotmann, 2008. ‘Doctrine Development in the UN 
Peacebuilding Apparatus: The Case of UN Constabulary Police, 1999­2006. Paper for the 49th Annual 
International Studies Association Convention
2 Luc Reychler, and Thania Paffenholz, 2000. Peacebuilding: A Field Guide, Boulder, Co: Lynn Rienner 
Publishers.

3 Boutros­Boutros Ghali. 1992. An Ageda for Peace. United Nations
3


dari pertanyaan­pertanyaan tersebut.
1.2. Rumusan Masalah
1.Apakah   impilkasi  peacebuilding  bagi   keterlibatan   Negara   Indonesia   dalam   misi
perdamaian PBB.
1.3. Tujuan Pembahasan
1.

Untuk memahami apa saja implikasi peacebuilding bagi keterlibatan Negara
Indonesia dalam misi perdamaian PBB.

1.4. Manfaat Penulisan
Pembaca diharapkan dapat mendapat wawasan dan pengetahuan yang lebih ketika
membaca makalah yang berjudul Resolusi Konflik : Implementasi Peacebuilding Dalam
Perspektif PBB dan Implikasinya Bagi Negara Indonesia.
1.5. Sistematika Penulisan
BAB I
Berisikan tentang latar belakang masalah yang terdapat dalam makalah yang
berjudul Resolusi Konflik : Implementasi Peacebuilding Dalam Perspektif PBB dan
Implikasinya Bagi Negara Indonesia. Beserta rumusan masalah, tujuan pembahasan,
manfaat penulisan, dan sistematika penulisan yang akan dijelaskan secara rinci dan

teratur.
BAB II
Berisikan kerangka pemikiran sebagai pembuka sebelum memasuki isi dari
makalah.
BAB III
Berisikan Isi / Pembahasan dari makalah ini yang membahas tentang
Implementasi Peacebuilding Dalam Perspektif PBB dan Implikasinya Bagi Negara
Indonesia berserta contoh kasus.
KESIMPULAN

4

Berisikan kesimpulan dari seluruh pembahasan yang ada dimakalah ini.

BAB II
2.1. Kerangka Teori
Konsep  peacebuilding  pada   dasarnya   menggambarkan   perubahan   yang   sangat
signifikan   dalam   kaitannya   dengan   penanganan   konflik,   yakni   dari   strategi   yang
berorientasi   pada   penanganan   konflik   menjadi   strategi   yang   berorientasi   pada   upaya
untuk   membangun   perdamaian.   Berbagai   konflik   yang   berkembang   setelah   Perang

Dingin   memiliki   karakter   yang   cenderung   sangat   kompleks,   dan   oleh   karenanya
memerlukan   pemahaman   yang   lebih   baik   dan   strategi   yang   lebih   komprehensif.
Kompleksitas konflik setelah Perang Dingin tidak dapat dipahami semata­mata
sebagai produk dari perbedaan kepentingan ataupun identitas. Seperti yang ditunjukkan
oleh Galtung4 misalnya, konflik terjadi karena interaksi dari tiga komponen: kontradiksi
(perbedaan),   sikap   dan   perilaku.   Kompleksitas   konflik   setelah   Perang   Dingin   juga
muncul dalam karakternya yang sangat khas, yakni cenderung berkepanjangan, berulang­
ulang   dan   disertai   dengan   kekerasan.   Konflik   dengan   karakter   ini   dikenal   dengan
protracted social conflict.  Dan, seperti halnya Galtung,  protracted social conflict  tidak
semata­mata disebabkan oleh perbedaan ataupun kontradiksi, melainkan juga oleh upaya­
upaya dari kelompok­kelompok komunal untuk memperjuangkan kebutuhan­kebutuhan
dasar mereka seperti keamanan, pengakuan, akses terhadap institusi­institusi politik serta
untuk partisipasi ekonomi5 
Di   dunia   akademis,   istilah  peacebuilding  telah   diperkenalkan   sejak   dekade
1970an   oleh  Galtung,   meskipun  belum  mendapat   perhatian  yang  besar  dari  para   ahli
setidaknya hingga akhir 1980an.
4 Johan Galtung,  1969. 'Violence, Peace and Peace Research'. Journal of Peace Research, 6(3):167­191
5 Edward E. Azar, 1990. The Management of Protracted Social Conflict: Theory and Cases, Dartmouth: 
Aldershot.


5

BAB III
3.1. Sejarah Berdirinya Peacebuilding
Setelah  usai   perang  dingin,   perhatian  dunia   internasional   lebih   ditujukan   pada
peningkatan   eskalasi   konflik­konflik   internal.   Pergesaran   dari   dominasi   konflik   dua
kekuatan   besar   menuju  intra­state   conflict  mendorong   para   penstudi   hubungan
internasional untuk memusatkan perhatian pada konflik­konflik internal khususnya pada
negara­negara bekas kolonial (conflict in post­colonial states).6  PBB (United Nations)
dalam hal ini mendorong perhatian serius terhadap bantuan­bantuan penyelesaian konflik
tanpa   menggunakan   kekuatan   dan   kemampuan   militer   melalui   upaya­upaya
peacekeeping    sebagai sebuah usaha untuk mengatasi pelanggaran HAM secara besar­
besaran (Gross violations of human rights)  atau kejahatan kemanusiaan (crime againts
humanity).7 
Upaya   untuk   meredam   konflik,   sebagaimana   tertuang   dalam   konsep   resolusi
konflik, pengelolaan konflik ataupun transformasi konflik, bahkan peacebuilding,  kerap
digunakan   untuk   menjelaskan   ketika   konflik   berada   pada   tahap   eskalasi   maupun   de­
eskalasi.   Oleh   sebab   itu,  peacebuilding,  yang   secara   fungsional   merupakan   proses
deeskalasi konflik, merupakan upaya berkesinambungan yang merentang di sepanjang
waktu,   dengan   tujuan   utama   untuk   mencegah   pecahnya   pertikaian   yang   melibatkan

kekerasan atau untuk membangun suasana lebih kondusif untuk damai.

6 Michael E.Brown mendefinisikan konflik internal sebagai “violent or potentially violent political 
disputes whose origin can be traced primarily domestic rather than systemic factors,and where armed 
violence take place or threaten to take place primarily within the borders of a single state”. Dalam Alexius
Jemadu, Konflik Internal dalam konteks politik global kontemporer, dalam Politik Global dalam Teori & 
Praktek, Graha Ilmu. Bab V. hal.198­199
7 ibid ,…Alexius Jemadu, Hal.198­199

6

Dilihat   dari   tujuannya,  peacebuilding8  memiliki   dua   tujuan   utama,   yakni   (a)
mencegah   terjadinya   kembali   (relapse)   konflik   terbuka   berdimensi   kekerasan   (overt
violent conflict) dan (b) membantu proses pemulihan dan mempercepat penyelesaian akar
konflik atau membangun perdamaian yang self­sustaining.9 Seperti yang dikatakan oleh
Sekjen   PBB   Kofi   Annan,  Post­conflict   peacebuilding  merupakan   “berbagai   kegiatan
integral   yang   dijalankan   secara   bersamaan   diakhir   konflik   untuk   mengkonsolidasikan
perdamaian dan mencegah terulangnya konfrontasi bersenjata”.10  Tujuan itu dilakukan
tidak   hanya   dengan   stabilitasi   dan   pemulihan   pasca   konflik,   tetapi   juga   dengan
membangun lingkungan yang kondusif bagi upaya menghilangkan akar konflik melalui

pembangunan yang berkelanjutan.11
3.2. PBB dan Upaya­Upaya Implementasi Konsep Peacebuilding
Sebagaimana   sempat   secara   singkat   diulas   di   atas,   PBB   telah   memulai
menggunakan pendekatan baru dalam misi­misi perdamaian sejak tahun 1992. Komitmen
ini semakin jelas setelah Ghali mengelaborasi aplikasi konsep peacebuilding untuk PBB
lebih   jauh   dalam   penjelasannya   di  an   Agenda   for   Peace12.  Pada   agenda   ini,   Ghali
menegaskan   perlunya   institusionalisasi   misi­misi   perdamaian   PBB   sehingga   aktivitas
misi dapat berjalan secara maksimal untuk menciptakan perdamaian di wilayah­wilayah
konflik   diseluruh   dunia.   Report   United   Nation   Development   Programme   atau   UNDP
pada tahun 1994 yang menjelaskan bahwa terdapat keterkaitan erat antara keberhasilan
menciptakan keamanan dengan kesuksesan di bidang pembangunan, demokratisasi serta
penjaminan hak asasi manusia semakin memperkuat gaung  peacebuilding  dalam PBB
serta pemikiran bahwa usaha penciptaan perdamaian perlu memperhatikan banyak aspek

8 Tujuan­tujuan lain dari Peacebuilding adalah sebagai berikut : a. menciptakan keamanan dan ketertiban 
publik; b. membangun kerangka kelembagaan dan politik bagi terwujudnya perdamaian jangka panjang; c. 
menjamin keadilan dan penegakan hukum (rule of law); d. mendukung pemulihan psiko­sosial dan trauma 
konflik, dan; e. meletakkan dasar sosial­ekonomi bagi terwujudnya perdamaian jangka panjang.
9 Hugh Miall, Oliver Ramsbotham dan Tom Woodhouse, Contemporary Conflict Resolution 
(Cambridge:Polity Press, 1999), hal.187­188

10 Kofi Annan, 1997, dalam Laporan Sekjen PBB mengenai reformasi, 165 Juli 1997
11 Rizal Sukma, 2009, Peacebuilding: Arti Penting dan Tujuan, CSIS Jakarta, FGD Propatria
12 Ghali, an agenda for peace, op.cit.,

7

di luar praktek­praktek konvensional yang menitik beratkan pada sisi operasi militer. 13
Komitmen   PBB   untuk   mengembangakan   gagasan  peacebuilding  terus
dilakukan diawal dekade 2000. Pada tahun 1996, kelompok kerja PBB yang ditugaskan
untuk mengevaluasi operasi perdamaian yang dilakukan PBB merekomendasikan adanya
perubahan   terhadap   strategi   pelaksanaan  peacebuilding  pada   fase   setelah   konflik,
termasuk adanya saran untuk merubah institusi dalam PBB guna meningkatkan efektifitas
misi  peacebuilding  PBB. Setelah beberapa panel dan kelompok kerja PBB secara tegas
mendefinisikan apa yang dimaksud dengan peacebuilding serta memberikan saran terkait
reformasi misi perdamaian PBB agar selaras dengan konsep  peacebuilding,  maka pada
tahun 2001 Dewan Keamanan PBB mengeluarkan presidential statement yang menggaris
bawahi   beberapa   tujuan   dalam   misi  peacebuiilding  PBB,   antara   lain   ‘mendorong
pembangunan   berkelanjutan,   pemberantasan   kemiskinan   dan   ketimpangan,   promosi
demokrasi,   penghormatan   atas   hak   asasi   manusia   dan   pelaksanaan   hukum   serta
pengenalan budaya damai’.14 

Jika dilihat dari cakupan definisi PBB tentang peacebuilding serta perkembangan
implementasi konsep peacebuilding dalam misi­misi PBB selama ini seperti ONUMOZ
(United   Nations  Operation   in  Mozambique)  antara  tahun  1992­1994  dan  SFOR  (The
Stabilisation Operation) di Bosnia, maka dapat terlihat dengan jelas bahwa perspektif
PBB tentang peacebuilding telah bersifat expansive karena menjangkau seluruh tahapan
konflik.   Sebagaimana   telah   ditulis   sebelumnya,   konsep  peacebuilding  meski   banyak
diartikan sebagai aksi pasca konflik atau setelah suatu kekerasan atau pertikaian berakhir,
namun ia juga dapat dipahami sebagai aktivitas yang meliputi kegiatan­kegiatan untuk
pencegahan   konflik   (conflict   prevention)   karena   tujuan   akhirnya   yaitu   mencegah
terulangnya   kekerasan   terjadi   lagi.   Michael   Pugh15,   misalnya,   menulis   bahwa   ‘dalam
konteks badan­badan otoritas PBB untuk mendukung perdamaian,  peacebuilding  dapat
13 United Nations Development Programme. 1994. An Agenda for Development. New York: United 
Nations

14 Preseidential Statement Dewan Keamanan, 2001.
15 Michael Pugh, 1995. ‘Peacebuilding as Developmentalism: Concepts from Disaster Research. 
Contemporary Security Policy, 16(3): pp 320­46.

8

dipahami sebagai  “bantuan untuk negara berkembang yang didesain untuk mendukung
pembangunan   sosial,   kultural   dan   ekonomi   masyarakat   setempat   serta   kemandirian,
dengan memberikan bantuan pemulihan dari perang dan mengurangi atau memberantas
peluang terjadi kekerasan dimasa yang akan datang”.
Dengan   demikian,   karena   aktivitas  peacebuilding  memungkinkan   dapat
dilakukan ketika konflik sedang terjadi terjadi, dapat disimpulkan secara filosofis damai
dalam   terma  peacebuilding  bukanlah   lawan   dari   konflik   secara   keseluruhan,   tetapi
konflik yang menggunakan cara­cara kekerasan.

3.3.  Indonesia dan Peacebuilding PBB
Indonesia merupakan salah satu negara yang cukup aktif teribat dalam berbagai
misi perdamaian yang dilakukan oleh PBB. Dimulai dengan kontribusi Indonesia dalam
misi perdamaian PBB di Mesir dan Congo pada tahun 1957 and 1960, saat ini Indonesia
merupakan  salah   negara   yang  paling   besar  menyumbang  personel   baik  militer,  polisi
maupun  sipil  dalam  berbagai  perdamaian  PBB serta  memiliki  komitmen  yang  sangat
besar untuk berkontribusi di masa­masa yang akan datang. 16 Oleh karenanya perubahan
strategi   perdamaian   yang   diambil   oleh   PBB   jelas   akan   berimplikasi   pada   kontribusi
Indonesia   terhadap   misi­misi   perdamaian   PBB.   Konsep  peacebuilding  tdak   dapat
dipungkiri memberikan ruang yang lebih luas bagi Indonesia untuk ikut aktif berperan
dalam perdamaian dunia seperti yang diamanatkan oleh Pembukaan UUD 1945.
Ada alasan yang sangat kuat bagi Indonesia untuk berperan dan berkontribusi
dalam perdamaian dunia melalui aktivitas­aktivitas peacebuilding. Konsep peacebuilding
yang sangat kompleks dan multidimensional dalam banyak kasus sebenarnya merupakan
16 Kemenlu RI. 2011. Partisipasi Indonesia dalam Pasukan Misi Perdamaian PBB. Kementerian Luar 
Negeri Republik Indonesia. http://www.kemlu.go.id/Pages/IIssueDisplay.aspx?IDP=10&l=id, diakses 26 
april 2015 pukul 22:34

9

upaya   internasional   dalam   proses  state­building  di   negara­negara   yang   baru   selesai
mengalami   perang   saudara.   Kedua   konsep   tersebut   memiliki   banyak   tumpang­tindih
dalam berbagai aspek. Sebagai negara yang secara empiris mengalami proses tersebut
setelah   merdeka,   Indonesia   jelas   memiliki   kelebihan   untuk   membantu   negara­negara
yang   tengah  memasuki   proses  tersebut   dibandingkan  dengan   negara­negara  lain  yang
tidak   pernah   menjalani   proses   state­building,   seperti   misalnya   negara­negara   industri
maju. Bersama­sama dengan negara­negara berkembang yang lain, makna keterlibatan
Indonesia dalam berbagai misi perdamaian PBB di bawah konsep  peacebuilding  tentu
sangat signifikan.
Tetapi, konsep peacebuilding juga membuka ruang bagi Indonesia untuk berperan
dan berkontribusi lebih luas bagi perdamaian di luar misi­misi perdamaian PBB. Seperti
diuraikan di atas, aktivitas dalam peacebuilding seringkali tidak harus menyentuh secara
langsung aspek­aspek yang terkait dengan konflik. Aktivitas lain dalam bentuk bantuan
atau kerjasama teknis  dan pembangunan, misalnya, adalah sarana yang sangat efektif
bagi upaya­upaya peacebuilding.
Terlepas   dari   cara   dan   mekanisme   yang   bisa   digunakan   Indonesia   untuk
berkontribusi dalam membangun perdamaian dunia, satu hal yang sangat krusial untuk
diperhatikan   adalah,   berdasarkan   segitiga  peacebuilding  di   atas,   bahwa   keterlibatan
Indonesia dalam upaya­upaya  peacebuilding  jelas akan mempengaruhi dinamika dalam
hubungan   antar   kelompok­kelompok   yang   berkonflik   serta   kapasitas   lokal   untuk
membangun   atau   menghambat   perdamaian.   Belajar   dari   berbagai   kasus   intervensi
internasional dalam upaya penanganan konflik ataupun membangun perdamaian, tidak
semua   upaya   yang   bertujuan   positif   menghasilkan   dampak   yang   positif   seperti
diharapkan. Apa yang terjadi di Afghanistan, Iraq, dan di negara­negara lain, termasuk,
mungkin, Libya, menunjukkan bahwa bantuan internasional justru mempertajam tingkat
permusuhan   dalam   masyarakat   dan,   konsekuensinya,   memperlemah   kapasitas   mereka
untuk mendorong munculnya pedamaian abadi.
Aktivitas­aktivitas yang terkait dengan peacebuilding adalah pekerjaan­pekerjaan
yang bukan hanya penting dan serius melainkan memiliki dimensi etik dan moral yang
sangat   besar.   Kegagalan   ataupun   kesalahan   dalam   menjalankan   aktivitas­aktivitas
10

peacebuilding  bukan   hanya   akan   menghasilkan   kegagalan   dalam   upaya   untuk
membangun perdamaian yang lebih besar, tetapi juga membuka ruang bagi munculnya
konflik yang mungkin lebih besar. Oleh karena itu, program dan personel yang terlibat
dalam  peacebuilding  harus   perlu   dipersiapkan   dengan   serius,   bukan   hanya   dalam
kaitannya   dengan   kemampuan   teknis   tetapi   juga   dalam   kaitannya   dengan   integritas
personal untuk mampu bekerja dalam konflik berdasar prinsip 'do no harm', yakni sebuah
prinsip   yang   menekankan   pada   sensitivitas   seseorang   terhadap   konflik. 17  Konkritnya,
peran   Indonesia   yang   lebih   besar,   harus   diimbangi   dengan   upaya   untuk   menyiapkan
personal­personal yang memenuhi kualitas tersebut. Hanya dengan melibatkan personal­
personal   dengan   kapasitas   tersebut,   kontribusi   Indonesia   dalam  peacebuilding  akan
menjadi lebih bermakna.
KESIMPULAN
Insitusionalisasi peacebuilding dalam PBB menandai pergeseran perspektif dalam
upaya untuk membangun perdamaian dunia, dari orientasi pada konflik ke orientasi pada
perdamaian. Implikasi dari pergeseran ini adalah meluas dan komprehensifnya aktivitas
yang   terkait   dengan   upaya­upaya   untuk   membangun   perdamaian,   yang   sebelumnya
dilakukan secara terpisah dan tidak terintegrasi seperti upaya penyelesaian konflik secara
damai   (pacific  setlement),  keamanan   kolektif   (collective  security),   peacemaking  and
peacekeeping  maupun   pengendalian   dan   perlucutan   persenjataan   (arms  control  dan
disarmament). Konsep peacebuilding bukan hanya meliputi tetapi juga melampaui semua
upaya tersebut.
Perluasan   aktivitas   untuk   menciptakan   perdamaian   di   bawah   konsep
peacebuilding  semakin membuka ruang bagi partisipasi Indonesia untuk berkontribusi
dan berperan dalam membangun perdamaian dunia. Indonesia punya alasan kuat untuk
memberikan kontribusi besar bagi perdamaian dunia. Tantangan yang dihadapi adalah
17 Anderson Mary B, 1999. Do No Harm: How Aid Can Support Peace – and War. Boulder, Co.: Lynne 
Rienner Publishers.

11

menyiapkan program dan personal yang terlibat dalam berbagai aktivitas peacebuilding.

DAFTAR PUSTAKA
1. Annan, Kofi, 1997, dalam Laporan Sekjen PBB mengenai reformasi, 165 Juli 1997
2. Azar, Edward E., 1990. The Management of Protracted Social Conflict: Theory and 
Cases, Dartmouth: Aldershot.
3. Benner, Thorsten, Binder, Andrea, and Rotmann, Philipp, 2008. ‘Doctrine 
Development in the UN Peacebuilding Apparatus: The Case of UN Constabulary Police, 
1999­2006. Paper for the 49th Annual International Studies Association Convention
4. Catatan Pribadi Penulis dalam Matakuliah Negosiasi dan Resolusi Konflik.
5. Galtung, Johan, 1969. 'Violence, Peace and Peace Research'. Journal of Peace 
Research, 6(3):167­191
6. Ghali, Butros­Butros, 1992. An Ageda for Peace. United Nations.
7. Jemadu, Alexius, Konflik Internal dalam konteks politik global kontemporer, dalam 
Politik Global dalam Teori & Praktek, Graha Ilmu. Bab V. hal.198­199.
8. Kemenlu RI. 2011. Partisipasi Indonesia dalam Pasukan Misi Perdamaian PBB. 

12

Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. 
http://www.kemlu.go.id/Pages/IIssueDisplay.aspx?IDP=10&l=id, diakses 26 april 2015 
pukul 22:34
9. Mary B, Anderson1999. Do No Harm: How Aid Can Support Peace – and War. 
Boulder, Co.: Lynne Rienner Publishers.
10. Miall, Hugh, Ramsbotham, Oliver, dan Woodhouse, Tom, Contemporary Conflict 
Resolution (Cambridge:Polity Press, 1999), hal.187­188.
11. Preseidential Statement Dewan Keamanan, 2001.
12. Pugh, Michael, 1995. ‘Peacebuilding as Developmentalism: Concepts from Disaster 
Research. Contemporary Security Policy, 16(3): pp 320­46.
13. Reychler, Luc, and Paffenholz, Thania, 2000. Peacebuilding: A Field Guide, Boulder,
Co: Lynn Rienner Publishers.
14. Sukma, Rizal, 2009, Peacebuilding: Arti Penting dan Tujuan, CSIS Jakarta, FGD 
Propatria.
15. United Nations Development Programme. 1994. An Agenda for Development. New 
York: United Nation.

13