Hubungan Kelelahan Dengan Produktivitas Pada Pekerja di PT Anugerah Sawit Makmur, Kabupaten Labuhanbatu Utara Tahun 2016

8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Kelelahan

2.1.1

Defenisi Kelelahan
Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh

terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat.
Istilah kelelahan biasanya menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap
individu, tetapi semuanya bermuara kepada kehilangan efisiensi dan penurunan
kapasitas kerja serta ketahanan tubuh. Kata kelelahan (fatigue) menunjukkan
keadaan yang berbeda–beda, tetapi semuanya berakibat kepada pengurangan
kapasitas kerja dan ketahanan tubuh (Suma’mur P.K, 2009).
Kelelahan merupakan suatu perasaan yang bersifat subjektif. Istilah
kelelahan mengarah pada kondisi melemahnya tenaga untuk melakukan suatu

kegiatan (Budiono, dkk., 2003).
Kelelahan akibat kerja seringkali diartikan sebagai proses menurunnya
efisiensi, performansi kerja dan berkurangnya kekuatan atau ketahanan fisik tubuh
untuk terus melanjutkan kegiatan yang harus dilakukan. Kelelahan adalah suatu
mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut
sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Kelelahan diatur secara sentral oleh
otak. Pada susunan syaraf pusat terdapat sistem aktivitas atau bersifat simpatis dan
inhibisi atau bersifat parasimpatis (Wignjosoebroto, 2003).
Defenisi kelelahan sangat beragam, untuk itu pada penelitian ini peneliti
menyimpulkan bahwa kelelahan merupakan suatu perasaan yang subyektif yang
dapat dirasakan seseorang disebabkan ketidakseimbangan tubuh untuk melakukan

8

Universitas Sumatera Utara

9

suatu pekerjaan hingga seseorang mencapai pada titik yang lemah, lesu, letih dan
lelah.

2.1.2

Penyebab Kelelahan
Menurut Suma’mur P.K (2009) yang dapat menyebabkan

terjadinya

kelelahan adalah keadaan monoton, beban dan lamanya pekerjaan baik fisik
maupun mental, keadaan lingkungan seperti iklim kerja, penerangan dan
kebisingan, kondisi kejiwaan seperti tanggung jawab, kekhawatiran atau konflik,
perasaan sakit, penyakit dan keadaan gizi.
Faktor-faktor yang memengaruhi kelelahan disebabkan oleh pekerjaan
yang berlebihan, kekurangan waktu untuk menyelesaikan suatu pekerjaan,
terjadinya konflik yang dimiliki peranan atau jabatan, dan tidak jelasnya deskripsi
tugas yang harus dikerjakan. Penyebab dasar kelelahan yang berasal dari kondisi
individu itu sendiri adalah stress dan

kondisi emosi yang lebih banyak

membutuhkan energi, depresi yang dapat melemahkan dan mendapatkan perhatian

khusus, frekuensi tidur yang kurang, Chronic Fatigue Dysfungtion Syndrome
yang dapat terjadi selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun, penyakit medis,
dan gizi yang berlebihan (Wignjosoebroto, 2003).

Universitas Sumatera Utara

10

Menurut Kroemar & Grandjean dalam Tarwaka (2004) faktor-faktor yang
menyebabkan kelelahan dapat digambarkan sebagai berikut:

Intensitas dan lamanya
kerja fisik dan mental

Lingkungan: iklim,
penerangan, kebisingan

Circadian rhytm

Pemulihan/

penyegaran

Problem fisik: tanggung
jawab, kekhawatiran
konflik

Kenyerian dan kondisi
kesehatan

Nutrisi

Tingkat
Kelelahan

Gambar 2.1 Teori kombinasi pengaruh penyebab kelelahan dan penyembuhan
yang diperlukan untuk menyeimbanginya

Universitas Sumatera Utara

11


2.1.3

Klasifikasi Kelelahan

Kelelahan dapat dibedakan berdasarkan:
1. Proses dalam otot yang terdiri dari :
a. Kelelahan otot, adalah suatu penurunan kapasitas otot dalam bekerja akibat
kontraksi yang berulang. Kontraksi otot yang berlangsung lama mengakibatkan
keadaan yang dikenal sebagai kelelahan otot. Otot yang lelah akan
menunjukkan kurangnya kekuatan, bertambahnya waktu kontraksi dan
relaksasi, berkurangnya koordinasi serta otot menjadi gemetar.
b. Kelelahan umum, adalah perasaan yang menyebar yang disertai adanya
penurunan kesiagaan dan kelambanan pada setiap aktivitas. Kelelahan umum
biasanya ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja yang
disebabkan oleh monotoni, intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan
lingkungan, sebab-sebab mental, status kesehatan dan keadaan gizi (Tarwaka,
2004).
2. Penyebab terjadinya kelelahan yang terdiri dari:
a. Kelelahan fisiologis, adalah kelelahan yang timbul karena adanya perubahanperubahan faal dalam tubuh. Dari segi fisiologis, tubuh manusia dapat dianggap

sebagai mesin yang mengkonsumsi bahan bakar dan memberikan output yang
berupa tenaga yang berguna untuk melaksanakan aktivitas sehari-hari.
b. Kelelahan psikologis, adalah kelelahan yang dapat dikatakan kelelahan palsu
yang timbul dalam perasaan pekerja. Kelelahan ini dapat dilihat dari perubahan
tingkah laku atau pendapat-pendapatnya yang sudah tidak konsisten lagi, serta
labilnya jiwa dengan adanya perubahan pada kondisi lingkungan atau kondisi

Universitas Sumatera Utara

12

tubuhnya. Beberapa sebab kelelahan ini diantaranya: kurangnya minat dalam
pekerjaan, berbagai penyakit, monotoni, keadaan lingkungan, adanya hukum
atau nilai moral yang mengikat yang dirasakan tidak cocok baginya, serta
sebab-sebab fisikologis lain seperti tanggung jawab, kekhawatiran, dan konflikkonflik. Pengaruh-pengaruh ini seakan-akan terkumpul didalam tubuh (benak)
dan menimbulkan rasa lelah.
3. Waktu terjadinya kelelahan yang tediri dari:
a. Kelelahan akut, terutama disebabkan oleh kerja suatu organ atau seluruh tubuh
secara berlebihan.
b. Kelelahan kronis, yaitu kelelahan yang disebabkan oleh sejumlah faktor yang

berlangsung secara terus-menerus dan terakumulasi untuk jangka waktu yang
panjang. Gejala-gejala yang tampak jelas akibat lelah kronis ini dapat dicirikan
seperti; meningkatnya emosi dan rasa jengkel sehingga orang menjadi kurang
toleran terhadap orang lain, munculnya sikap apatis terhadap pekerjaan, depresi
yang berat, dan lain-lain (Wignjosoebroto, 2003).
Terdapat dua jenis kelelahan, yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum
(AM Sugeng Budiono, 2003).
1. Kelelahan Otot (Muscular Fatigue)
Fenomena berkurangnya kinerja otot setelah terjadinya tekanan melalui
fisik untuk suatu waktu disebut kelelahan otot secara fisiologi, dan gejala yang
ditunjukan tidak hanya berupa berkurangnya tekanan fisik, namun juga pada
makin rendahnya gerakan. Pada akhirnya kelelahan fisik ini dapat menyebabkan
sejumlah hal yang kurang menguntungkan seperti: melemahnya kemampuan

Universitas Sumatera Utara

13

pekerja dalam melakukan pekerjaannya dan meningkatnya kesalahan dalam
melakukan kegiatan kerja, sehingga dapat memengaruhi produktivitas kerjanya.

Gejala kelelahan otot dapat terlihat pada gejala yang tampak dari luar atau
external signs (AM Sugeng Budiono, 2003).
Sampai saat ini masih berlaku dua teori tentang kelelahan otot yaitu teori
kimia dan teori saraf pusat terjadinya kelelahan. Pada teori kimia secara umum
menjelaskan bahwa terjadinya kelelahan adalah akibat berkurangnya cadangan
energi dan meningkatnya sisa metabolisme sebagai penyebab hilangnya efisiensi
otot. Sedangkan perubahan arus listrik pada otot dan saraf adalah penyebab
sekunder. Sedangkan pada teori saraf pusat menjelaskan bahwa perubahan kimia
hanya merupakan penunjang proses.
Perubahan kimia yang terjadi mengakibatkan dihantarkannya rangsangan
saraf melalui saraf sensoris ke otak yang disadari sebagai kelelahan otot.
Rangsangan aferen ini menghambat pusat-pusat otak dalam mengendalikan
gerakan sehingga frekuensi potensial kegiatan pada sel saraf menjadi berkurang.
Berkurangnya frekuensi tersebut akan menurunkan kekuatan dan kecepatan
kontraksi otot dan gerakan atas perintah kemauan menjadi lambat. Dengan
demikian semakin lambat gerakan seseorang akan menunjukkan semakin lelah
kondisi otot seseorang (Tarwaka, 2004).
2.

Kelelahan Umum (General Fatigue)

Gejala utama kelelahan umum adalah suatu perasaan letih yang luar biasa.

Semua aktivitas menjadi terganggu dan terhambat karena munculnya gejala

Universitas Sumatera Utara

14

kelelahan tersebut. Tidak adanya gairah untuk bekerja baik secara fisik maupun
psikis, segalanya terasa berat dan merasa “ngantuk” (AM Sugeng Budiono, 2003).
Kelelahan umum biasanya ditandai berkurangnya kemauan untuk bekerja
yang disebabkan oleh karena monotoni, intensitas dan lamanya kerja fisik,
keadaan dirumah, sebab-sebab mental, status kesehatan dan keadaan gizi
(Tarwaka, 2004).
2.1.4

Gejala Kelelahan
Menurut Sumakmur P.K (2009) gejala atau tanda-tanda yang berhubungan

dengan kelelahan dapat dilihat pada tabel 2.1 :

Tabel 2.1 Gejala atau perasaan atau tanda yang berhubungan dengan
kelelahan
Perasaan berat di kepala
Menjadi lelah seluruh badan
Kaki merasa berat
Menguap
Merasa kacau pikiran
Mengantuk
Merasa berat pada mata
Kaku dan canggung dalam gerakan
Tidak seimbang dalam berdiri
Mau berbaring
Merasa susah berfikir
Lelah berbicara
Gugup
Tidak dapat berkonsentrasi
Tidak dapat memfokuskan perhatian
Tidak dapat tekun dalam melakukan
terhadap sesuatu
pekerjaan

Kurang kepercayaan diri
Cemas terhadap sesuatu
Tidak dapat mengontrol sikap
Cenderung untuk lupa
Sakit kepala
Kekakuan di bahu
Merasa nyeri di punggung
Merasa pernafasan tertekan
Merasa haus
Suara serak
Merasa pening
Spasme kelopak mata
Tremor pada anggota badan
Merasa kurang sehat
Sumber: Suma’mur P.K.,2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja
(HIPERKES). Jakarta: CV Sagung Seto. Hal 39-360.

Universitas Sumatera Utara

15

Selain itu pada kelelahan kronis perasaan lesu tampak sebagai suatu gejala
penting. Gejala-gejala psikis pada penderita kelelahan kronis adalah perbuatan
penderita yang antisosial sehingga tidak cocok dan menimbulkan sengketa dengan
orang-orang sekitar; pada penderita terjadi depresi, berkurangnya tenaga fisik dan
juga energi mental kejiwaan serta hilangnya inisiatif. Gejala psikis demikian
sering disertai kelainan psikosomatis seperti sakit kepala yang tanpa adanya
penyebab organis, vertigo, gangguan pencernaan, sukar atau tidak dapat tidur, dan
lain-lain.
2.1.5

Akibat Kelelahan
Konsekuensi akibat kelelahan dalam hal ini menyebabkan tingkat

absentisme akan meningkat terutama mangkir kerja pada waktu jangka pendek
disebabkan kebutuhan istirahat lebih banyak atau meningkatnya angka sakit
(Suma’mur P.K., 2009).
Kelelahan yang terus menerus terjadi setiap hari akan berakibat terjadinya
kelelahan kronis. Perasaan lelah tidak saja terjadi sesudah bekerja pada sore hari,
tetapi juga selama bekerja, bahkan sebelum bekerja. Perasaan lesu tampak sebagai
suatu gejala. Gejala psikis ditandai dengan perbuatan anti sosial dan perasaan
tidak cocok dengan sekitar, sering depresi, kurangnya tenaga serta kehilangan
inisiatif. Gejala psikis ini sering disertai kelainan psikolatis seperti sakit kepala,
vertigo, gangguan pencernaan, tidak dapat tidur dan sebagainya. Kelelahan kronis
demikian disebut kelelahan klinis. Kelelahan klinis terutama terjadi pada mereka
yang mengalami konflik mental atau kesulitan psikologis. Selain itu sikap negatif
terhadap

kerja,

dan

perasaan

terhadap

atasan

atau

lingkungan

kerja

Universitas Sumatera Utara

16

memungkinkan faktor penting dalam sebab ataupun akibat (Suma’mur P.K.,
2009).
2.1.6

Pengukuran Kelelahan
Metode pengukuran kelelahan sangat banyak ragamnya dan merupakan

suatu perasaan subyektif yang sulit diukur sehingga di perlukan pendekatan secara
multidisiplin. Adapun parameter yang digunakan untuk mengukur kelelahan
adalah : Waktu Reaksi Seluruh Tubuh atau Whole Body Reaction Test (WBRT),
Uji ketuk Jari (Finger Taping Test), Uji Flicker Fusion, Uji Critical Fusion, Uji
Bourdon Wiersma, Skala Kelelahan IFRC (Industrial Fatique Rating Comite),
Ekskresi Katikolamin, dan Stroop Test (Suma’mur P.K., 2009).
Menurut Tarwaka (2004) pengukuran kelelahan dapat diukur dengan
berbagai cara, yaitu :
1.

Kualitas dan kuantitas hasil kerja
Pada metode kualitas dan kuantitas ini, kualitas output digambarkan

sebagai jumlah proses kerja (waktu yang digunakan setiap item) atau proses
operasi yang dilakukan setiap unit waktu. Sedangkan kualitas output (kerusakan
produk, penolakan produk) atau frekuensi kecelakaan dapat menggambarkan
terjadinya kelelahan, tetapi faktor tersebut bukanlah merupakan causal factor.
Kuantitas kerja dapat dilihat pada prestasi kerja yang dinyatakan dalam
banyaknya produksi persatuan waktu. Sedangkan kualitas kerja didapat dengan
menilai kualitas pekerjaan seperti jumlah yang ditolak, kesalahan, kerusakan
material, dan sebagainya.

Universitas Sumatera Utara

17

2.

Perasaan kelelahan secara subyektif (Subjective feelings of fatigue)
Subjective Self Rating Test dari Industrial Fatigue Research Committee

(IFRC) Jepang, merupakan kuesioner untuk mengukur tingkat kelelahan
subyektif. Kuesioner tersebut berisi 30 daftar pertanyaan yang terdiri dari :
a. 10 pertanyaan tentang pelemahan kegiatan, meliputi: perasaan berat di kepala,
lelah di seluruh badan, berat di kaki, menguap, pikiran kacau, mengantuk, ada
beban pada mata, gerakan canggung dan kaku, berdiri tidak stabil, ingin
berbaring.
b. 10 pertanyaan tentang pelemahan motivasi: susah berfikir, lelah untuk bicara,
gugup, tidak berkonsentrasi, sulit untuk memusatkan perhatian, mudah lupa,
kepercayaan diri berkurang, merasa cemas, sulit mengontrol sikap, tidak tekun
dalam pekerjaan.
c. 10 pertanyaan tentang gambaran kelelahan fisik: sakit di kepala, kaku di bahu,
nyeri di punggung, sesak nafas, haus, suara serak, merasa pening, spasme di
kelopak mata, tremor pada anggota badan, merasa kurang sehat.
3.

Alat ukur perasaan kelelahan kerja (KAUPK2)
KAUPK2 (Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja) merupakan

parameter untuk mengukur perasaan kelelahan sebagai gejala subyektif yang
dialami pekerja dengan perasaan yang tidak menyenangkan. Keluhan yang
dialami pekerja setiap harinya membuat mereka mengalami kelelahan kronis.
a.

Pengukuran gelombang listrik pada otak
Pengukuran gelombang listrik pada otak dilakukan dengan menggunakan

alat bantu berupa Electroenchepalography (EEG).

Universitas Sumatera Utara

18

Uji psiko-motor (Psychomotor Test)

b.

Pengukuran ini dilakukan dengan cara melibatkan fungsi persepsi,
interpretasi dan reaksi motorik dengan menggunakan alat digital reaction timer
untuk mengukur waktu reaksi.
2.1.7

Cara Mengatasi Kelelahan
Untuk menghindari rasa lelah diperlukan adanya keseimbangan antara

masukan sumber datangnya kelelahan tersebut (faktor penyebab kelelahan)
dengan jumlah keluaran yang diperoleh lewat proses pemulihan (recovery). Proses
pemulihan dapat dilakukan dengan cara memberikan waktu istirahat yang cukup
atau dengan cara memperpendek jam kerja harian yang nantinya akan
menghasilkan kenaikan output per jam, sebaliknya dengan memperpanjang jam
kerja harian akan memperlambat kecepatan (tempo) kerja yang akhirnya berakibat
pada penurunan prestasi kerja perjamnya (Wignjosoebroto, 2003).
Menurut Suma’mur (2009) kelelahan diatur secara sentral oleh otak. Pada
susunan saraf pusat, terdapat sistem aktivasi dan inhibisi. Kedua sistem ini saling
mengimbangi tetapi terkadang salah satu dari padanya lebih dominan sesuai
dengan keperluan. Sistem aktivasi bersifat simpatis, sedangkan inhibisi adalah
parasimpatis. Agar tenaga kerja berada dalam keserasian dan keseimbangan,
kedua sistem tersebut harus berada pada kondisi yang memberikan stabilitasi
kepada tubuh.

Universitas Sumatera Utara

19

2.2

Produktivitas

2.2.1

Defenisi Produktivitas
Produktivitas diartikan sebagai hubungan antara hasil nyata maupun fisik

(barang-barang dan jasa) dengan masuknya yang sebenarnya. Produktivitas adalah
ukuran efisiensi produktif. Suatu perbandingan antara hasil keluaran (output) dan
masukan (input). Masukan sering dibatasi dengan masukan pekerja, sedangkan
keluaran diukur dalam kesatuan fisik bentuk dan nilai (Muchdarsyah, 2008).
Secara teknis produktivitas merupakan perbandingan antara keluaran
(output) terhadap masukan (input) yang dapat diukur dengan melakukan penilaian
yang bersifat parsial, misalnya keluaran dalam bentuk hasil pelaksanaan kerja per
unit waktu terhadap masukan yang diperuntukkan bagi intervensi kesehatan dan
biasanya menunjukkan hasil yang positif (Suma’mur P.K, 2009).
Secara lebih sederhana, produktivitas adalah perbandingan antara jumlah
yang dihasilkan dengan jumlah setiap sumber yang dipergunakan selama produksi
berlangsung. Produktivitas merupakan aspek yang sangat penting dalam bekerja
di dalam suatu perusahaan demi kelangsungan usaha dan hasil suatu perusahaan.
Dengan adanya efisiensi terhadap produktivitas dalam bekerja maka penyelesaian
tugas dapat dilakukan dengan efektif sehingga hasil yang diharapkan atau tingkat
keluaran dapat tercapai bahkan bisa meningkat jika sumber daya manusia dan
ruang lingkup suatu perusahaan mendukung agar tingkat produksinya menjadi
lebih baik. Produktivitas juga tercapai jika adanya keseimbangan antara pekerjaan
dengan kapasitas kerja atau kemampuan seseorang dalam bekerja disertai dengan
faktor-faktor pendukungnya.

Universitas Sumatera Utara

20

2.2.2

Faktor-faktor yang Memengaruhi Produktivitas
Pada dasarnya produktivitas dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu beban kerja,

kapasitas kerja, dan beban tambahan akibat lingkungan kerja. Beban kerja
berhubungan dengan beban fisik, mental maupun sosial yang memengaruhi tenaga
kerja. Kapasitas kerja berkaitan dengan kemampuan untuk menyelesaikan
pekerjaan pada waktu tertentu sedangkan beban tambahan akibat lingkungan kerja
meliputi faktor fisik, kimia, dan faktor pada pekerja sendiri yang meliputi faktor
biologi, fisiologis, dan psikologis. Banyak faktor yang memengaruhi produktivitas
baik terhadap pekerja itu sendiri maupun terhadap lingkungan pekerjaannya.
Menurut Hariandja (2002), faktor–faktor yang memengaruhi produktivitas adalah:
a. kemampuan; kecakapan yang dimiliki berdasarkan pengetahuan, lingkungan
kerja yang menyenangkan menambah kemampuan pekerja.
b. sikap; yang menyangkut perangai pekerja yang banyak dihubungkan dengan
moral dan semangat kerja.
c. situasi dan keadaan lingkungan; faktor ini menyangkut fasilitas dan keadaan
dimana semua pekerja dapat bekerja dengan tenang serta sistem kompensasi
yang ada.
d. motivasi; tiap pekerja perlu diberikan dorongan dalam usaha meningkatkan
produktivitas.
e. upah; upah atau gaji minimum yang tidak sesuai dengan peraturan pemerintah
dapat menyebabkan penurunan produktivitas kerja.

Universitas Sumatera Utara

21

Menurut Muchdarsyah Sinungun (2005) tinggi rendahnya produktivitas
seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain; manusia, modal, metode
(proses), lingkungan organisasi (internal), lingkungan produksi, lingkungan
negara (eksternal), lingkungan internal maupun regional dan umpan balik.
Menurut Suma’mur P.K. (2009) selain faktor kesehatan, ada beberapa
faktor yang juga memengaruhi tingkat produktivitas yaitu motivasi kerja, latar
belakang pendidikan, keterampilan tenaga kerja, profesionalitas, pengalaman,
kompetensi kerja, tingkat kesejahteraan, jaminan kontiniutas kerja, jaminan sosial,
adanya apresiasi, hubungan kerja dan hubungan industrial, citra perusahaan, serta
lingkungan sosial budaya. Untuk itu, kesehatan bukanlah faktor utama yang
menentukan produktivitas, namun tanpa kesehatan tidak mungkin produktivitas
yang baik dapat diwujudkan.
2.2.3

Pengukuran Produktivitas
Menurut Yuniasih dan Suwanto (2008) bahwa produktivitas dapat diukur

dengan dua standar utama yaitu produktivitas fisik dan produktivitas nilai.
Produktivitas fisik dapat diukur dari aspek kuantitas dan kualitas produk yang
dihasilkan, sedangkan produktivitas nilai dapat diukur atas dasar nilai-nilai
kemampuan sikap, perilaku, disiplin, motivasi, kerjasama dan komitmen terhadap
pekerjaannya.
Pengukuran produktivitas merupakan suatu alat manajemen yang penting
di semua tingkatan ekonomi. Pada perusahaan pengukuran produktivitas terutama
digunakan sebagai sarana manajemen untuk menganalisa dan mendorong efisiensi
produksi. Manfaat lain yang diperoleh dari pengukuran produktivitas terlihat pada

Universitas Sumatera Utara

22

penempatan perusahaan yang tetap seperti dalam menentukan target atau sasaran
tujuan yang nyata dan pertukaran informasi antara pekerja dan manajemen secara
periodik terhadap masalah-masalah yang saling berkaitan (Muchdarsyah
Sinungan, 2003).
Menurut (Muchdarsyah Sinungan, 2003) terdapat beberapa hal yang
memengaruhi kelayakan produktivitas pekerja yang kemudian dijadikan indikator
dalam pengukuran produktivitas, yaitu:
1.

Kondisi Organisasi
Kondisi organisasi adalah pertimbangan-pertimbangan rasional dalam

lingkungan

kerja

yang

ditimbulkan

oleh

pekerjaan-pekerjaan

dalam

pengorganisasian baik secara emosi maupun bawah sadar yang kemudian
berpengaruh pada tingkah laku pekerja.
2.

Kelelahan yang dipaksakan
Kelelahan dapat mengurangi aktivitas yang akhirnya mengakibatkan

ketidakmampuan meneruskan pekerjaan secara maksimal. Jika didorong
keinginan yang kuat seseorang akan dapat bekerja cukup lama tanpa merasa letih,
padahal sebenarnya mereka merasakan kelelahan pikiran.
3.

Kejenuhan
Perasaan jenuh ini

berkaitan dengan kecerdasan individu, tingkat

keterampilan keahlian, kepandaian, dan usia. Beberapa dampak dari kejenuhan
antara lain: stress, depresi, malas bekerja, dan canggung meneruskan pekerjaan.

Universitas Sumatera Utara

23

4.

Peristiwa Kerja
Peristiwa-peristiwa kerja yang di maksud adalah situasi yang tidak terkontrol

yang dapat menyebabkan hal-hal yang tidak diinginkan.
5.

Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja biasanya diakibatkan oleh sebab-sebab yang beragam dan

saling berhubungan yaitu sebab intrinsik, antara lain: kondisi tubuh, usia,
pengalaman, dan psikologis serta sebab ekstrinsik berkaitan dengan lingkungan
kerja, antara lain: alat yang digunakan, jenis pekerjaan, dan tempat kerja.
Dapat disimpulkan bahwa seseorang sudah bekerja dengan produktif
apabila sudah menunjukkan output kerja yang sudah mencapai ketentuan minimal
hingga maksimal. Ketentuan ini berdasarkan hasil besaran keluaran yang
dihasilkan secara normal dan diselesaikan dalam jangka waktu yang sesuai dan
layak di dalam suatu perusahaan.
2.3

Pemanen Kelapa Sawit
Hasil panen utama dari tanaman kelapa sawit adalah buah kelapa sawit

yang disebut tandan buah segar (TBS). Tanaman kelapa sawit mulai berbunga dan
membentuk buah pada umur 2-3 tahun. Panen harus dilakukan pada saat
kematangan buah optimum, agar diperoleh tingkat kandungan minyak dalam
daging buah yang maksimum dan dengan mutu yang baik. Tandan buah
dinyatakan matang jika brondolannya telah lepas atau jatuh secara alami dari
tandannya (Mangoensoekarjo , 2003).

Universitas Sumatera Utara

24

Panen dilakukan 6 hari dalam seminggu, 1 hari untuk pemeliharaan alat.
Tingkat produksi dipengaruhi kualitas tanaman, kesuburan tanah, keadaan iklim,
umur tanaman, pemeliharaan tanaman dan serangan hama penyakit. Panen
memerlukan teknik tertentu agar mendapatkan hasil panen yang berkualitas. Cara
yang tepat akan memengaruhi kuantitas produksi, sedangkan waktu yang tepat
akan memengaruhi kualitas produksi, kegiatan panen kelapa sawit meliputi :
1.

Persiapan panen.
Persiapan panen merupakan pekerjaan yang mutlak dilakukan untuk

memutuskan

tanaman

belum

menghasilkan

(TBM)

menjadi

tanaman

menghasilkan (TM). Persiapan panen yang baik akan menjamin tercapainya target
produksi dengan biaya yang seminimal mungkin, kegiatan persiapan tediri dari
kesiapan kondisi areal, penyediaan tenaga panen, pembagian seksi potong buah,
penyediaan alat- alat kerja. Kegiatan persiapan panen kelapa sawit yang dilakukan
adalah :
a. tanaman kelapa sawit mencapai ketinggian

8 meter 60% pohon telah

menghasilkan tandan matang panen
b. berat TBS rata-rata ≥ 22,15 kg
c. membuat jalan pikul
d. membuat tempat pengumpulan hasil (TPH).
e. menyiapkan peralatan panen diantaranya egrek yang terbuat dari fiber (2
batang), kampak, tojok, keranjang atau karung goni, gancu, ember, dan
angkong.

Universitas Sumatera Utara

25

2.

Cara pelaksanaan panen
Proses kerja memanen kelapa sawit meliputi pekerja memotong tandan

buah segar (TBS), memungut brondolan, menumpukkan pelepah daun yang di
potong secara teratur dengan cara ditelungkupkan dan mengangkut dari pohon ke
tempat pengumpulan hasil (TPH) serta ke pabrik. Pelaksanaan panen dan
pengangkutan ke pabrik tidak dilakukan secara sembarangan, tetapi perlu
dilakukan dengan baik sehingga diperoleh buah dengan rendemen minyak yang
tinggi dengan kualitas minyak yang baik.
3.

Rotasi dan sistem panen
Rotasi panen adalah waktu yang diperlukan antara panen terakhir sampai

panen berikutnya pada tempat yang sama. Dalam pemanenan kelapa sawit
umumnya menggunakan rotasi 7 hari. Artinya satu areal panen harus dimasuki
(diancak) pemanen tiap 7 hari. Rotasi panen dianggap baik bila buah tidak lewat
matang, yaitu dengan menggunakan sistem 6/7, artinya dalam satu minggu
terdapat 6 hari panen dan masing - masing ancak panen diulang 7 hari berikutnya.
4.

Penanganan buah selepas panen
Penanganan buah selepas panen yang perlu mendapat perhatian adalah

pengangkutan buah dari pohon ke tempat pengumpulan hasil (TPH), selanjutnya
pengangkutan ke pabrik. Penanganan buah yang baik akan dapat menjaga
rendemen minyak tetap tinggi.

Universitas Sumatera Utara

26

5.

Pengangkutan tandan buah segar (TBS) ke pabrik
Tandan buah segar harus segera diangkut ke pabrik untuk diolah. Buah

yang tidak segera diolah akan mengalami kerusakan. Alat angkut yang dapat
digunakan dari kebun ke pabrik diantaranya adalah truk. Setelah tandan buah
segar (TBS) sampai di pabrik, segera dilakukan penimbangan. Penimbangan
penting dilakukan terutama untuk mendapatkan angka-angka yang berkaitan
dengan produksi, pembayaran upah pekerja dan perhitungan rendemen minyak
sawit.
2.4

Hubungan Kelelahan dengan Produktivitas
Kelelahan merupakan kriteria kompleks yang tidak hanya menyangkut

kelelahan fisiologis dan psikologis tetapi dominan hubungannya dengan
penurunan produktivitas. Adapun faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas
adalah pekerja, maka dari itu kondisi pekerja harus selalu dijaga baik fisik
maupun psikologisnya, karena hal tersebut sangat memengaruhi dalam bekerja.
Pekerjan yang terus menerus dilakukan dan bersifat monoton akan berakibat
kelelahan dan kelelahan akan berakibat menurunnya konsentrasi bekerja dan
memengaruhi pada hasil kerja.
Menurut A.M. Sugeng Budiono (2003) terdapat keterkaitan yang erat
antara kelelahan dengan produktivitas, atau lebih tepatnya kelelahan yang dialami
pekerja dengan kinerja perusahaan. Jika tingkat produktivitas seorang pekerja
terganggu dikarenakan adanya faktor kelelahan fisik maupun psikis, maka ini
akan berdampak juga pada perusahaan yang berupa penurunan produktivitas
perusahaan.

Universitas Sumatera Utara

27

2.5

Kerangka Konsep

Kerangka Konsep dalam penelitian ini adalah :
Variabel bebas (X) :

Variabel terikat (Y) :

Kelelahan

Produktivitas

a. Rendah

a. Tidak

b. Sedang

b. Ya

c. Tinggi
d. Sangat Tinggi
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui hubungan kelelahan dengan
produktivitas dimana kerangka konsep dalam penelitian ini adalah kelelahan yang
hasil ukurnya dibagi kedalam empat klasifikasi kelelahan yaitu rendah, sedang,
tinggi, dan sangat tinggi. Produktivitas dibagi menjadi tidak produktif dan
produktif.

Universitas Sumatera Utara