Analisis Kandungan Kalsium, Kalium, dan Magnesium pada Daun Kelor (Moringa oleifera Lam.) Segar dan Direbus Secara Spektrofotometri Serapan Atom

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Sampel

2.1.1 Sejarah Daun Kelor

Lowell Fuglie adalah seorang warga negara Prancis yang tinggal dan bekerja di Senegal. Ia menjadi orang yang pertama kali meneliti kandungan nutrisi pada daun kelor dan menemukan bukti bahwa ibu-ibu hamil yang mengalami gizi buruk sekalipun masih bisa dibantu untuk memiliki bayi yang sehat dengan cara mengonsumsi daun kelor (Pradana, 2013).

Hasil penelitian Lowell kemudian banyak dimanfaatkan oleh berbagai negara untuk memerangi gizi buruk, terutama negara-negara berkembang di Semenanjung Afrika. Program penggalakan penanaman daun kelor di Afrika merupakan kampanye intensif melalui lembaga-lembaga pendidikan dan swadaya masyarakat. Bahkan waktu itu Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa -bangsa (PBB) Kofi Annan mendukung sosialisasi penggunaan daun kelor untuk memerangi gizi buruk (Pradana, 2013).

2.1.2 Deskripsi Tanaman

Tanaman kelor (Moringa oleifera L.) dapat berupa semak atau pohon dengan tinggi 12 m dan diameter 30 cm. Kayunya merupakan jenis kayu lunak dan memiliki kualitas rendah (Pradana, 2013).

Menurut Tejas et al. (2012), klasifikasi taksonomi kelor adalah :

Kerajaan : Plantae

Sub-Kerajaan : Tracheobionta Super-Divisi : Spermatophyta


(2)

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Sub-Kelas : Dilleniidae

Ordo : Capparales

Famili : Moringaceae

Genus : Moringa

Spesies : Moringa oleifera Lam

Ada sekitar 13 (tiga belas) spesies dari moringa dengan famili Moringaceae yaitu Moringa oleifera, Moringa arborea, Moringa borziana , Moringa concanensis, Moringa drouha rdii, Moringa hildebrandtii, Moringa longituba, Moringa ovalifolia , Moringa peregrina , Moringa pygmaea, Moringa riva e, Moringa ruspoliana , Moringa stenopetala (Mahmood et al., 2010). Perbedaan antara satu spesies dengan lainnya adalah bentuk batang, dan geografis tempat tumbuh. Untuk daratan Asia, termasuk India dan Indonesia tanaman kelor yang tumbuh masuk dalam spesies Moringaoleifera. Hal ini disebabkan ciri-ciri fisik dan tempat tanaman tumbuh pada suhu dan lingkungan tropis di Benua Asia (Luthfiyah, 2012).

Di Indonesia, tanaman kelor dikenal dengan berbagai nama. Masyarakat Sulawesi menyebutnya kero, wori, kelo, atau keloro. Orang-orang Madura menyebutnya maronggih. Di Sunda dan Melayu disebut kelor. Di Aceh disebut murong. Di Ternate dikenal sebagai kelo. Di Sumbawa disebut ka wona . Sedangkan orang-orang Minang mengenalnya dengan nama munggai (Pradana, 2013).


(3)

Kelor termasuk jenis tumbuhan perdu yang dapat memiliki ketinggian batang 7 - 12 meter. Merupakan tumbuhan yang berbatang dan termasuk jenis batang berkayu, sehingga batangnya keras dan kuat. Bentuknya sendiri adalah bulat (teres) dan permukaannya kasar. Akar tunggang, berwarna putih. Kulit akar berasa pedas dan berbau tajam, dari dalam berwarna kuning pucat, bergaris halus tapi terang dan melintang. Daun majemuk, bertangkai panjang, tersusun berseling (alternate), beranak daun gasal (imparipinnatus), helai daun saat muda berwarna hijau muda - setelah dewasa hijau tua, bentuk helai daun bulat telur, panjang 1 - 2 cm, lebar 1 - 2 cm, tipis lemas, ujung dan pangkal tumpul (obtusus), tepi rata, susunan pertulangan menyirip (pinnate), permukaan atas dan bawah halus. Bunga muncul di ketiak daun (axillaris), bertangkai panjang, kelopak berwarna putih agak krem, menebar aroma khas. Kelor berbuah setelah berumur 12 - 18 bulan. Buah atau polong Kelor berbentuk segi tiga memanjang yang disebut klentang (Jawa) dengan panjang 20 - 60 cm, ketika muda berwarna hijau - setelah tua menjadi cokelat, biji didalam polong berbentuk bulat, ketika muda berwarna hijau terang dan berubah berwarna coklat kehitaman ketika polong matang dan kering. Biji berbentuk bulat dengan lambung semi-permeabel berwarna kecoklatan. Lambung sendiri memiliki tiga sayap putih yang menjalar dari atas ke bawah (Krisnadi, 2015).

2.1.3 Kandungan Kimia

Kandungan senyawa Kelor telah diteliti dan dilaporkan oleh While Gopalan, et al. (Krisnadi, 2015). Senyawa tersebut meliputi Nutrisi, Mineral, Vitamin dan Asam Amino. Menurut Krisnadi (2015), kandungan senyawa dari Kelor dapat dilihat pada tabel di bawah ini.


(4)

Tabel 2.1 Kandungan Nutrisi Polong, Daun Segar dan Serbuk Daun Kelor Nutritional Analysis Satuan per 100 gram bahan

Polong Daun Segar

Serbuk Daun NUTRISI

Kandungan Air (%) 86.9 75.0 7.50

Kalori Cal 26.0 92.0 205.0

Protein gram 2.5 6.7 27.1

Lemak gram 0.1 1.7 2.3

Karbohidrat gram 3.7 13.4 38.2

Serat gram 4.8 0.9 19.2

Mineral gram 2.0 2.3 -

Kalsium (Ca) mg 30.0 440.0 2003.0

Magnesium (Mg) mg 24.0 24.0 368.0

Fospor (P) mg 110.0 70.0 204.0

Potassium (K) mg 259.0 259.0 1324.0

Copper (Cu) mg 3.1 1.1 0.6

Zat Besi (Fe) mg 5.3 0.7 28.2

Asam Oksalat mg 10.0 101.0 0.0

Sulphur (S) mg 137 137.0 870.0

VITAMIN

Vitamin A - B carotene mg 0.10 6.80 16.3

Vitamin B - Choline mg 423.00 423.00 -

Vitamin B1- Thiamin mg 0.05 0.21 2.6

Vitamin B2 - Riboflavin mg 0.07 0.05 20.5

Vitamin B3 - Nicotinic Acid mg 0.20 0.80 8.2

Vitamin C - Ascorbic Acid mg 120.00 220.00 17.3

Vitamin E - Tocopherols Acetate mg - - 113.0

ASAM AMINO *)

Arginine mg 360 406.6 1325

Histidine mg 110 149.8 613

Lysine mg 150 342.4 1325

Tryptophan mg 80 107 425

Phenylanaline mg 430 310.3 1388

Methionine mg 140 117.7 350

Threonine mg 390 117.7 1188

Leucine mg 650 492.2 1950

Isoleucine mg 440 299.6 825

Valine mg 540 374.5 1063

*While Gopalan, et al. Melaporkan kandungan asam amino dalam satuan per gram N (nitrogen), tabel ini telah dikonversi ke mg per 100 gram daun untuk memudahkan.


(5)

2.1.4 Kegunaan

Daun kelor dapat bermanfaat sebagai antibakteri, infeksi, infeksi saluran kemih, virus Ebstein Barr (EBV), virus herpes simplek (HSV-1), HIV/AIDS, cacingan, bronkhitis, luka eksternal/tukak, demam, gangguan hati, antitumor, kanker prostat, radioprotektif, antianemia, antihipertensi, diabetes, diuretik, hipokolestemia, tiroid, hepatorenal, radang usus besar, diare, disentri, gastritis, rematik, sakit kepala, antioksidan, defisiensi karotenoid, zat besi, protein, vitamin/mineral, laktasi, antiseptik, dan tonik (Tejas et al., 2012).

2.1.5 Pemanfaatan Kelor

Di Indonesia, khususnya di kampung atau pedesaaan, pohon kelor banyak ditanam sebagai pagar hidup, berfungsi selain sebagai tanaman penghijau juga sebagai tanda batas tanah atau ladang kepemilikan seseorang. Selama ini, daun kelor muda banyak dimanfaatkan sebagai bahan sayuran oleh sebagian besar penduduk kampung atau desa (Simbolon et al., 2008).

Selain itu, tanaman kelor juga dikenal luas di lingkungan pedesaan sebagai tanaman obat berkhasiat; dengan memanfaatkan seluruh bagian tanaman ini, mulai dari daun, kulit batang, biji hingga akarnya. Akar kelor dicampur dengan kulit akar pepaya digiling dan dihancurkan; campuran ini banyak digunakan sebagai obat luar (balur) untuk penyakit beri-beri dan sejenisnya. Daunnya ditambah dengan kapur sirih, merupakan obat kulit seperti kurap, yang digunakan dengan cara digosokkan. Sementara sebagai obat oral (diminum), rebusan akar dan daun kelor ampuh sebagai obat rematik, epilepsi (ayan), skorbut (kekurangan vitamin C), gangguan atau infeksi saluran kemih (melancarkan buang air kecil),


(6)

kulit jeruk dan buah pala, akan dapat dicampur sebagai “spiritus moringa e compositus” yang digunakan sebagai stimulans (obat perangsang), stoma chikum (obat sakit perut), hingga diuretikum (Simbolon et al., 2008).

2.2 Mineral

Mineral merupakan salah satu unsur yang memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh baik pada tingkat sel, jaringan, organ, maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Mineral digolongkan ke dalam mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro adalah unsur yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg/hari, sedangkan mineral mikro adalah unsur yang dibutuhkan kurang dari 100 mg/hari. Yang termasuk mineral makro adalah natrium, kalium, kalsium, fosfor, dan magnesium, sedangkan yang termasuk mineral mikro, seperti besi (Almatsier, 2004).

2.2.1 Kalsium

Tubuh kita mengandung lebih banyak kalsium daripada mineral lain. Diperkirakan 2% berat badan orang dewasa atau sekitar 1,0-1,4 kg terdiri dari kalsium. Meskipun pada bayi kalsium hanya sedikit (25-30 g), setelah usia 20 tahun secara normal akan terjadi penempatan sekitar 1.200 g kalsium dalam tubuhnya. Sebagian besar terkonsentrasi dalam tulang rawan dan gigi, sisanya terdapat dalam cairan tubuh dan jaringan lunak (Winarno, 1992). Peningkatan kebutuhan akan kalsium terjadi pada masa pertumbuhan, kehamilan, dan menyusui. Jumlah kalsium yang dianjurkan per hari untuk anak-anak adalah 300-400 mg, remaja 600-700 mg, dewasa 500-800 mg, dan ibu hamil dan menyusui sebesar 1200 mg (Almatsier, 2004).


(7)

Peranan kalsium dalam tubuh pada umumnya dapat dibagi dua, yaitu membantu membentuk tulang dan gigi serta mengukur proses biologis dalam tubuh. Kalsium yang berada dalam sirkulasi darah dan jaringan tubuh berperan dalam berbagai kegiatan, di antaranya untuk transmisi impuls syaraf, kontraksi otot, penggumpalan darah, pengaturan permeabilitas membran sel, serta keaktifan enzim (Winarno, 1992).

2.2.2 Kalium

Kalium merupakan salah satu mineral makro yang berperan dalam pengaturan keseimbangan cairan tubuh. Sebanyak 95% kalium berada di dalam cairan intraseluler. Kalium merupakan bagian essensial semua sel hidup, sehingga banyak terdapat daam bahan makanan. Kekurangan kalium karena makanan jarang terjadi, sepanjang seseorang cukup makan sayuran dan buah segar (Almatsier, 2004).

Kalium penting bagi sistem saraf, kontraksi otot, ikut dalam pelepasan insulin, dan dapat menurunkan tekanan darah tinggi. Anjuran konsumsi kalsium adalah 2000 mg/hari. Kekurangan kalium dapat menyebabkan lemah otot, kembung, dan detak jantung tidak normal (Murdiati dan Amaliah, 2013).

2.2.3 Magnesium

Hampir 60% magnesium dalam tubuh terdapat pada tulang, 26% dalam otot, dan sisanya ada dalam jaringan lunak serta cairan tubuh. Magnesium memegang peranan penting dalam lebih dari tiga ratus sistem enzim di dalam tubuh (Almatsier, 2004). Tubuh manusia mengandung kurang lebih 25 g magnesium, 50-60% daripadanya dalam kerangka, sedangkan sisanya terdapat dalam cairan intraseluler (Tan dan Rahardja, 2008).


(8)

Magnesium mengaktivasi banyak sistem enzim (misalnya alkali fosfatase, leusin aminopeptidase) dan merupakan kofaktor yang penting pada fosforilasi oksidatif, pengaturan suhu tubuh, kontraktilitas otot, dan kepekaan saraf (Dewoto, 2011). Di samping itu, magnesium berperanan penting pada metabolisme kalsium dan juga diperlukan untuk sintesa protein yang terdapat dalam tulang. Penting pula bagi absorpsi kalsium dan kalium. Kebutuhan seharinya diperkirakan 450-500 mg (WHO), yag diperoleh dari makanan (Tan dan Rahardja, 2008).

2.3 Spektrofotometri Serapan Atom

Metode Spektroskopi Serapan Atom (SSA) mendasarkan pada prinsip absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Cahaya pada panjang gelombang ini mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom yang mana transisi elektronik suatu atom bersifat spesifik. Dengan menyerap suatu energi, maka atom akan memperoleh energi sehingga suatu atom pada keadaaan dasar dapat ditingkatkan energinya ke tingkat eksitasi (Gandjar dan Rohman, 2007).

Spektroskopi serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif unsur-unsur logam dalam jumlah sekelumit (trace) dan sangat kelumit (ultratrace). Cara analisis ini memberikan kadar total unsur logam dalam suatu sampel dan tidak tergantung pada bentuk molekul dari logam dalam sampel tersebut. Cara ini cocok untuk analisis kelumit logam karena mempunyai kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm), pelaksanaannya relatif sederhana, dan interferensinya sedikit. Spektroskopi serapan atom didasarkan pada penyerapan energi sinar oleh atom-atom netral, dan sinar yang diserap biasanya sinar tampak atau ultraviolet.


(9)

Dalam garis besarnya prinsip spektroskopi serapan atom sama saja dengan spektrofotometri sinar tampak dan ultraviolet. Perbedaannya terletak pada bentuk spektrum, cara pengerjaan sampel, dan peralatannya (Gandjar dan Rohman, 2007).

Menurut Harris (2007), sistem peralatan spektrofotometer serapan atom dapat dilihat pada gambar berikut ini :

Gambar 2.1 Komponen Spektrofotometer Serapan Atom 1. Sumber sinar

Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga (hollow ca thode la mp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung suatu katoda dan anoda. Katoda sendiri berbentuk silinder berongga yang terbuat dari logam atau dilapisi dengan logam tertentu (Gandjar dan Rohman, 2007).

2. Tempat sampel

Dalam analisis dengan spektrofotometri serapan atom, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan asas. Ada berbagai macam alat yang dapat digunakan untuk mengubah suatu

Lampu Katoda Berongga

Nyala

Monokromator Detektor Amplifier

Readout

Analit Sampel dalam beaker

Gas pembakar


(10)

sampel menjadi uap atom-atom yaitu : dengan nyala (flame) dan dengan tanpa nyala (flameless) (Gandjar dan Rohman, 2007).

a. Nyala (Flame)

Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau cairan menjadi bentuk uap atomnya, dan juga berfungsi untuk atomisasi. Pada cara spektrofotometri emisi atom, nyala ini berfungsi untuk mengeksitasikan atom dari tingkat dasar ke tingkat yang lebih tinggi (Gandjar dan Rohman, 2007).

Suhu yang dapat dicapai oleh nyala tergantung pada gas-gas yang digunakan, misalkan untuk gas batubara-udara, suhunya kira-kira sebesar 1800oC; gas alam-udara 1700oC; asetilen-udara 2200oC; dan gas asetilen-dinitrogen oksida (N2O) sebesar 3000oC. Sumber nyala yang paling banyak digunakan adalah campuran asetilen sebagai bahan pembakar dan udara sebagai pengoksidasi (Gandjar dan Rohman, 2007).

b. Tanpa nyala (Flameless)

Pengatoman dapat dilakukan dalam tungku dari grafit seperti tungku yang dikembangkan oleh Masmann. Sejumlah sampel diambil sedikit (untuk sampel cair diambil hanya beberapa µL, sementara sampel padat diambil beberapa mg), lalu diletakkan dalam tabung grafit, kemudian tabung tersebut dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara melewatkan arus listrik pada grafit. Akibat pemanasan ini, maka zat yang akan dianalisis berubah menjadi atom-atom netral dan pada fraksi atom ini dilewatkan suatu sinar yang berasal dari lampu katoda berongga sehingga terjadilah proses penyerapan energi sinar yang memenuhi kaidah analisis kuantitatif (Gandjar dan Rohman, 2007).


(11)

Sistem pemanasan dengan tanpa nyala ini dapat melalui 3 tahap yaitu : pengeringan (drying) yang membutuhkan suhu yang relatif rendah; pengabuan (ashing) yang membutuhkan suhu yang lebih tinggi karena untuk menghilangkan matriks kimia dengan mekanisme volatilasi atau pirolisis; dan pengatoman (atomising) (Gandjar dan Rohman, 2007).

3. Monokromator

Pada SSA, monokromator dimaksudkan untuk memisahkan dan memilih panjang gelombang yang digunakan dalam analisis. Di samping sistem optik, dalam monokromator juga terdapat suatu alat yang digunakan untuk memisahkan radiasi resonansi dan kontinyu yang disebut dengan chopper (Gandjar dan Rohman, 2007).

4. Detektor

Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat pengatoman. Biasanya digunakan tabung penggandaan foton (photomultiplier tube). Ada 2 cara yang dapat digunakan dalam sistem deteksi yaitu : (a) yang memberikan respon terhadap radiasi resonansi dan radiasi kontinyu; dan (b) yang hanya memberikan respon terhadap radiasi resonansi (Gandjar dan Rohman, 2007).

5. Rea dout

Rea dout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai sistem pencatatan hasil. Pencatatan hasil dilakukan dengan suatu alat yang telah terkalibrasi untuk pembacaan suatu transmisi atau absorbsi. Hasil pembacaan


(12)

dapat berupa angka atau berupa kurva dari suatu recorder yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi (Gandjar dan Rohman, 2007).

Gangguan-gangguan yang dapat terjadi dalam SSA adalah sebagai berikut: 1. Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang mana dapat mempengaruhi

banyaknya sampel yang mencapai nyala (Gandjar dan Rohman, 2007).

Sifat-sifat tertentu matriks sampel dapat mengganggu analisis yakni matriks tersebut dapat berpengaruh terhadap laju aliran bahan bakar/gas pengoksidasi. Sifat-sifat tersebut adalah : viskositas, tegangan permukaan, berat jenis, dan tekanan uap (Gandjar dan Rohman, 2007).

2. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah/banyaknya atom yang terjadi di dalam nyala (Gandjar dan Rohman, 2007).

Terbentuknya atom-atom netral yang masih dalam keadaan azas di dalam nyala sering terganggu oleh dua peristiwa kimia yaitu :

a. Disosiasi senyawa-senyawa yang tidak sempurna disebabkan terbentuknya senyawa-senyawa yang bersifat refraktorik (sukar diuraikan di dalam nyala api) (Gandjar dan Rohman, 2007).

b. Ionisasi atom-atom di dalam nyala dapat terjadi jika suhu yang digunakan untuk atomisasi terlalu tinggi. Prinsip analisis dengan SSA adalah mengukur absorbansi atom-atom netral yang berada dalam keadaan azas. Jika terbentuk ion maka akan mengganggu pengukuran absorbansi atom netral karena spektrum absorbansi atom-atom yang mengalami ionisasi tidak sama dengan spektrum atom dalam keadaan netral (Gandjar dan Rohman, 2007).


(13)

3. Gangguan oleh absorbansi yang disebabkan bukan oleh absorbansi atom yang dianalisis; yakni absorbansi molekul-molekul yang tidak terdisosiasi di dalam nyala (Gandjar dan Rohman, 2007).

4. Gangguan oleh penyerapan non-atomik (non-atomic absorption)

Penyerapan non-atomik dapat disebabkan adanya penyerapan cahaya oleh partikel-partikel padat yang berada di dalam nyala (Gandjar dan Rohman, 2007).

2.4 Validasi Metode Analisis

Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004). Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis adalah sebagai berikut :

a. Kecermatan

Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan (Harmita, 2004). Kecermatan ditentukan dengan dua cara, yaitu :

- Metode simulasi

Metode simulasi (Spiked-placebo recovery) merupakan metode yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit bahan murni ke dalam suatu bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo), lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya) (Harmita, 2004).


(14)

- Metode penambahan baku

Metode penambahan baku (standard addition method) merupakan metode yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah baku dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode yang akan divalidasi. Hasilnya dibandingkan dengan sampel yang dianalisis tanpa penambahan sejumlah baku. Persen perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen baku yang ditambahkan ke dalam sampel dapat ditemukan kembali (Harmita, 2004). Menurut Ermer dan Miller (2005), suatu metode dikatakan teliti jika nilai recoverynya antara 80-120%. Recovery dapat ditentukan dengan menggunakan metode standar adisi.

b. Keseksamaan (presisi)

Keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau koefisien variasi. Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan secara berulang untuk sampel yang homogen. Nilai simpangan baku relatif yang memenuhi persyaratan menunjukkan adanya keseksamaan metode yang dilakukan. Nilai simpangan baku relatif dikatakan memenuhi kriteria seksama dan teliti jika RSDnya tidak lebih dari 2% (Harmita, 2004).

c. Selektivitas (Spesifisitas)

Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya mengukur zat tertentu secara cermat dan seksama dengan adanya kmponen lain yang ada di dalam sampel (Harmita, 2004).


(15)

d. Linearitas dan rentang

Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon baik secara langsung maupun dengan bantuan transformasi matematika, menghasilkan suatu hubungan yang proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang merupakan batas terendah dan batas tertinggi analit yang dapat ditetapkan secara cermat, seksama, dan dalam linearitas yang dapat diterima (Harmita, 2004).

e. Batas deteksi dan batas kuantitasi

Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan, sedangkan batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004).

f. Ketangguhan metode (ruggedness)

Ketangguhan metode adalah derajat ketertiruan hasil uji yang diperoleh dari analisis sampel yang sama dalam berbagai kondisi uji normal, seperti laboratorium, analisis, instrumen, bahan pereaksi, suhu, hari yang berbeda, dll. Ketangguhan metode ditentukandengan menganalisis beningan suatu lot sampel yang homogen dalam lab yang berbeda oleh analis yang berbeda menggunakan kondisi operasi yang berbeda, dan lingkungan yang berbeda tetapi menggunakan prosedur dan parameter uji yang sama (Harmita, 2004).

g. Kekuatan (Robustness)

Untuk memvalidasi kekuatan suatu metode perlu dibuat perubahanmetodologi yang kecil dan terus menerus dan mengevaluasi respon analitik dan efek presisi dan akurasi (Harmita, 2004).


(1)

sampel menjadi uap atom-atom yaitu : dengan nyala (flame) dan dengan tanpa nyala (flameless) (Gandjar dan Rohman, 2007).

a. Nyala (Flame)

Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau cairan menjadi bentuk uap atomnya, dan juga berfungsi untuk atomisasi. Pada cara spektrofotometri emisi atom, nyala ini berfungsi untuk mengeksitasikan atom dari tingkat dasar ke tingkat yang lebih tinggi (Gandjar dan Rohman, 2007).

Suhu yang dapat dicapai oleh nyala tergantung pada gas-gas yang digunakan, misalkan untuk gas batubara-udara, suhunya kira-kira sebesar 1800oC; gas alam-udara 1700oC; asetilen-udara 2200oC; dan gas asetilen-dinitrogen oksida (N2O) sebesar 3000oC. Sumber nyala yang paling banyak digunakan adalah campuran asetilen sebagai bahan pembakar dan udara sebagai pengoksidasi (Gandjar dan Rohman, 2007).

b. Tanpa nyala (Flameless)

Pengatoman dapat dilakukan dalam tungku dari grafit seperti tungku yang dikembangkan oleh Masmann. Sejumlah sampel diambil sedikit (untuk sampel cair diambil hanya beberapa µL, sementara sampel padat diambil beberapa mg), lalu diletakkan dalam tabung grafit, kemudian tabung tersebut dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara melewatkan arus listrik pada grafit. Akibat pemanasan ini, maka zat yang akan dianalisis berubah menjadi atom-atom netral dan pada fraksi atom ini dilewatkan suatu sinar yang berasal dari lampu katoda berongga sehingga terjadilah proses penyerapan energi sinar yang memenuhi kaidah analisis kuantitatif (Gandjar dan Rohman, 2007).


(2)

Sistem pemanasan dengan tanpa nyala ini dapat melalui 3 tahap yaitu : pengeringan (drying) yang membutuhkan suhu yang relatif rendah; pengabuan (ashing) yang membutuhkan suhu yang lebih tinggi karena untuk menghilangkan matriks kimia dengan mekanisme volatilasi atau pirolisis; dan pengatoman (atomising) (Gandjar dan Rohman, 2007).

3. Monokromator

Pada SSA, monokromator dimaksudkan untuk memisahkan dan memilih panjang gelombang yang digunakan dalam analisis. Di samping sistem optik, dalam monokromator juga terdapat suatu alat yang digunakan untuk memisahkan radiasi resonansi dan kontinyu yang disebut dengan chopper (Gandjar dan Rohman, 2007).

4. Detektor

Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat pengatoman. Biasanya digunakan tabung penggandaan foton (photomultiplier tube). Ada 2 cara yang dapat digunakan dalam sistem deteksi yaitu : (a) yang memberikan respon terhadap radiasi resonansi dan radiasi kontinyu; dan (b) yang hanya memberikan respon terhadap radiasi resonansi (Gandjar dan Rohman, 2007).

5. Rea dout

Rea dout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai sistem pencatatan hasil. Pencatatan hasil dilakukan dengan suatu alat yang telah terkalibrasi untuk pembacaan suatu transmisi atau absorbsi. Hasil pembacaan


(3)

dapat berupa angka atau berupa kurva dari suatu recorder yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi (Gandjar dan Rohman, 2007).

Gangguan-gangguan yang dapat terjadi dalam SSA adalah sebagai berikut: 1. Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang mana dapat mempengaruhi

banyaknya sampel yang mencapai nyala (Gandjar dan Rohman, 2007).

Sifat-sifat tertentu matriks sampel dapat mengganggu analisis yakni matriks tersebut dapat berpengaruh terhadap laju aliran bahan bakar/gas pengoksidasi. Sifat-sifat tersebut adalah : viskositas, tegangan permukaan, berat jenis, dan tekanan uap (Gandjar dan Rohman, 2007).

2. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah/banyaknya atom yang terjadi di dalam nyala (Gandjar dan Rohman, 2007).

Terbentuknya atom-atom netral yang masih dalam keadaan azas di dalam nyala sering terganggu oleh dua peristiwa kimia yaitu :

a. Disosiasi senyawa-senyawa yang tidak sempurna disebabkan terbentuknya senyawa-senyawa yang bersifat refraktorik (sukar diuraikan di dalam nyala api) (Gandjar dan Rohman, 2007).

b. Ionisasi atom-atom di dalam nyala dapat terjadi jika suhu yang digunakan untuk atomisasi terlalu tinggi. Prinsip analisis dengan SSA adalah mengukur absorbansi atom-atom netral yang berada dalam keadaan azas. Jika terbentuk ion maka akan mengganggu pengukuran absorbansi atom netral karena spektrum absorbansi atom-atom yang mengalami ionisasi tidak sama dengan spektrum atom dalam keadaan netral (Gandjar dan Rohman, 2007).


(4)

3. Gangguan oleh absorbansi yang disebabkan bukan oleh absorbansi atom yang dianalisis; yakni absorbansi molekul-molekul yang tidak terdisosiasi di dalam nyala (Gandjar dan Rohman, 2007).

4. Gangguan oleh penyerapan non-atomik (non-atomic absorption)

Penyerapan non-atomik dapat disebabkan adanya penyerapan cahaya oleh partikel-partikel padat yang berada di dalam nyala (Gandjar dan Rohman, 2007).

2.4 Validasi Metode Analisis

Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004). Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis adalah sebagai berikut :

a. Kecermatan

Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan (Harmita, 2004). Kecermatan ditentukan dengan dua cara, yaitu :

- Metode simulasi

Metode simulasi (Spiked-placebo recovery) merupakan metode yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit bahan murni ke dalam suatu bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo), lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya) (Harmita, 2004).


(5)

- Metode penambahan baku

Metode penambahan baku (standard addition method) merupakan metode yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah baku dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode yang akan divalidasi. Hasilnya dibandingkan dengan sampel yang dianalisis tanpa penambahan sejumlah baku. Persen perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen baku yang ditambahkan ke dalam sampel dapat ditemukan kembali (Harmita, 2004). Menurut Ermer dan Miller (2005), suatu metode dikatakan teliti jika nilai recoverynya antara 80-120%. Recovery dapat ditentukan dengan menggunakan metode standar adisi.

b. Keseksamaan (presisi)

Keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau koefisien variasi. Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan secara berulang untuk sampel yang homogen. Nilai simpangan baku relatif yang memenuhi persyaratan menunjukkan adanya keseksamaan metode yang dilakukan. Nilai simpangan baku relatif dikatakan memenuhi kriteria seksama dan teliti jika RSDnya tidak lebih dari 2% (Harmita, 2004).

c. Selektivitas (Spesifisitas)

Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya mengukur zat tertentu secara cermat dan seksama dengan adanya kmponen lain yang ada di dalam sampel (Harmita, 2004).


(6)

d. Linearitas dan rentang

Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon baik secara langsung maupun dengan bantuan transformasi matematika, menghasilkan suatu hubungan yang proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang merupakan batas terendah dan batas tertinggi analit yang dapat ditetapkan secara cermat, seksama, dan dalam linearitas yang dapat diterima (Harmita, 2004).

e. Batas deteksi dan batas kuantitasi

Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan, sedangkan batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004).

f. Ketangguhan metode (ruggedness)

Ketangguhan metode adalah derajat ketertiruan hasil uji yang diperoleh dari analisis sampel yang sama dalam berbagai kondisi uji normal, seperti laboratorium, analisis, instrumen, bahan pereaksi, suhu, hari yang berbeda, dll. Ketangguhan metode ditentukandengan menganalisis beningan suatu lot sampel yang homogen dalam lab yang berbeda oleh analis yang berbeda menggunakan kondisi operasi yang berbeda, dan lingkungan yang berbeda tetapi menggunakan prosedur dan parameter uji yang sama (Harmita, 2004).

g. Kekuatan (Robustness)

Untuk memvalidasi kekuatan suatu metode perlu dibuat perubahanmetodologi yang kecil dan terus menerus dan mengevaluasi respon analitik dan efek presisi dan akurasi (Harmita, 2004).


Dokumen yang terkait

Analisis Kandungan Kalsium, Kalium, dan Magnesium pada Daun Kelor (Moringa oleifera Lam.) Segar dan Direbus Secara Spektrofotometri Serapan Atom

17 135 131

Karakterisasi Simplisia dan Analisis Kalium, Kalsium, Natrium dan Magnesium pada Serbuk Daun Kelor (Moringa oleifera Lam.) secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 10 115

Analisis Kandungan Kalsium, Kalium, dan Magnesium pada Daun Kelor (Moringa oleifera Lam.) Segar dan Direbus Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 15

Analisis Kandungan Kalsium, Kalium, dan Magnesium pada Daun Kelor (Moringa oleifera Lam.) Segar dan Direbus Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 2

Analisis Kandungan Kalsium, Kalium, dan Magnesium pada Daun Kelor (Moringa oleifera Lam.) Segar dan Direbus Secara Spektrofotometri Serapan Atom

1 2 4

Analisis Kandungan Kalsium, Kalium, dan Magnesium pada Daun Kelor (Moringa oleifera Lam.) Segar dan Direbus Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 2

Analisis Kandungan Kalsium, Kalium, dan Magnesium pada Daun Kelor (Moringa oleifera Lam.) Segar dan Direbus Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 73

Karakterisasi Simplisia dan Analisis Kalium, Kalsium, Natrium dan Magnesium pada Serbuk Daun Kelor (Moringa oleifera Lam.) secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 11

Karakterisasi Simplisia dan Analisis Kalium, Kalsium, Natrium dan Magnesium pada Serbuk Daun Kelor (Moringa oleifera Lam.) secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 2

Karakterisasi Simplisia dan Analisis Kalium, Kalsium, Natrium dan Magnesium pada Serbuk Daun Kelor (Moringa oleifera Lam.) secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 10