Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial (Social Information Disclosure) Dalam Laporan Tahunan Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (Bei)

(1)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis

2.1.1. Bank

Pengertian bank menurut UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 tahun 1998 adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya, dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak. Definisi ini mencerminkan dua peran utama bank sebagai financial intermediate maupun institute of development, atau memberi tekanan bahwa usaha utama bank adalah menghimpun dana dalam bentuk simpanan, yang merupakan sumber dana bank dan dari segi penyalurannya, bank tidak semata-mata memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya bagi pemilik, tapi juga kegiatannya itu diarahkan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Sedangkan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 31 disebutkan sebagai berikut:

Bank adalah lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan (financial intermediary) antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang memerlukan dana, serta sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar lalu lintas pembayaran. Falsafah yang mendasari kegiatan usaha bank adalah kepercayaan masyarakat. Hal tersebut tampak dalam kegiatan pokok bank yang menerima simpanan dari masyarakat dalam bentuk giro, tabungan, dan deposito berjangka serta memberikan kredit kepada pihak yang memerlukan dana.


(2)

8 Pada saat pelaksanaannya, lembaga keuangan bank terdiri dari:

1) bank sentral, 2) bank umum,

3) bank perkreditan rakyat.

Bank sentral di Indonesia dilaksanakan oleh Bank Indonesia dan memegang fungsi sebagai bank sirkulasi, bank to bank dan lender of the last resort. Biasanya pelayanan yang diberikan oleh Bank Indonesia lebih banyak kepada pemerintah dan dunia perbankan. Bank umum merupakan bank yang bertugas melayani seluruh jasa-jasa perbankan dan melayani segenap lapisan masyarakat, baik masyarakat perorangan maupun lembaga-lembaga lainnya.

Bank umum juga dikenal dengan bank komersil dan dikelompokkan dalam dua jenis bank yaitu bank devisa dan bank non devisa. Bank umum yang berstatus devisa memiliki produk yang lebih luas daripada bank yang berstaus non devisa, antara lain dapat melaksanakan jasa yang berhubungan dengan seluruh mata uang asing.

Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank khusus yang melayani masyarakat kecil di kecamatan dan pedesaan. BPR berasal dari Bank Desa, Bank Pasar, Lumbung Desa, Bank Pegawai dan bank lainnya yang kemudian dilebur menjadi Bank Perkreditan Rakyat. Jenis produk yang ditawarkan bank perkreditan rakyat relative sempit dibandingkan bank umum bahkan ada jenis jasa bank yang tidak boleh diselenggarakan bank perkreditan rakyat, seperti pembukaan rekening giro dan ikut kliring.


(3)

9 Bank secara sederhana menurut Kashmir (2004:11) didefinisikan sebagai “lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat serta memberikan jasa bank lainnya”.

2.1.2. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Dalam konteks global, istilah CSR mulai digunakan sejak tahun 1970an dan semakin popular setelah kehadiran buku Cannibals With Forks: The Triple Botton line in 21st Century Business (1998), karya John Elkington. Mengembangkan tiga komponen penting sustainable development, yakni economic growth, environmental protection, dan social equity, yang digagas The world Commission on environment and Development (WCED) dalam Brundtland Report (1987), Elkington mengemas CSR ke dalam tiga fokus, yaitu: 3P, singkatan dari Profit, Planet, and People.

Pengertian tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility) menurut Suharto (2007) adalah “operasi bisnis yang berkomitmen tidak hanya untuk meningkatkan keuntungan perusahaan secara finansial, melainkan pula untuk pembangunan sosial-ekonomi kawasan secara holistik, melembaga dan berkelanjutan”. Sedangkan menurut Pearce dan Robinson (2007, 70) “tanggung jawab sosial perusahaan adalah gagasan bahwa suatu perusahaan memiliki tugas untuk melayani masyarakat sekaligus kepentingan keuangan pemegang sahamnya”. Dari penjelasan tersebut, kepedulian terhadap masyarakat harus diutamakan karena masyarakat adalah


(4)

10 pihak yang akan menikmati produk yang akan dihasilkan perusahaan. Selain itu, masyarakat juga yang akan menilai mengenai kepedulian perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Oleh sebab itu, pihak luar sering kali menuntut agar klaim pihak dalam diletakkan di bawah kepentingan masyarakat; atau dengan kata lain, kepentingan pihak luar harus lebih diutamakan.

Tamam Achda (2007) mengartikan CSR sebagai “komitmen perusahaan untuk mempertanggungjawabkan dampak operasinya dalam dimensi sosial, ekonomi, dan lingkungan, serta terus menerus menjaga agar dampak tersebut menyumbang manfaat kepada masyarakat dan lingkungan hidupnya”. Apabila operasi perusahaan memberikan dampak yang negatif

terhadap masyarakat dan lingkungan, perusahaan wajib

mempertanggungjawabkan dampak tersebut dan menjadi tanggunjawab hukum bagi peusahaan. Namun, jika operasi perusahaan memberikan dampak yang positif, maka perusahaan harus mempertahankannya.

Menurut Suharto (2007) dalam pelaksanaan Corporate Social Responsibility, perusahaan bisa dikelompokkan ke dalam beberapa kategori. Dengan menggunakan dua pendekatan, sedikitnya ada delapan kategori perusahaan, yaitu:

A. Berdasarkan proporsi keuntungan perusahaan dan besarnya anggaran CSR:

a) Perusahaan Minimalis. Perusahaan yang memiliki profit dan

anggaran CSR yang rendah. Perusahaan kecil dan lemah biasanya termasuk kategori ini.


(5)

11 b) Perusahaan Ekonomis. Perusahaan yang memiliki keuntungan tinggi,

namun anggaran CSR rendah.

c) Perusahaan Humanis. Meskipun profit perusahaan rendah, proporsi anggaran CSR relatif tinggi.

d) Perusahaan Reformis. Perusahaan yang memiliki profit dan anggaran CSR yang tinggi. Perusahaan seperti ini memandang CSR bukan sebagai beban, melainkan sebagai peluang untuk lebih maju.

B. Berdasarkan tujuan CSR, apakah untuk promosi atau pemberdayaan

masyarakat:

a) Perusahaan Pasif. Perusahaan yang menerapkan CSR tanpa tujuan jelas: bukan untuk promosi, bukan pula untuk pemberdayaan. Perusahaan seperti ini melihat promosi dan CSR sebagai hal yang kurang bermanfaat bagi perusahaan.

b) Perusahaan Impresif. CSR lebih diutamakan untuk promosi daripada untuk pemberdayaan.

c) Perusahaan Agresif. CSR lebih ditujukan untuk pemberdayaan

daripada promosi. Perusahaan seperti ini lebih mementingkan karya nyata.

d) Perusahaan Progresif. Perusahaan menerapkan CSR untuk tujuan promosi dan sekaligus pemberdayaan. Promosi dan CSR dipandang sebagai kegiatan yang bermanfaat dan menunjang satu sama lain bagi kemajuan perusahaan.

Pada akhirnya, tanggungjawab sosial perusahaan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari perusahaan. Perusahaan-perusahaan manufaktur dan perbankan serta perusahaan lainnya membutuhkan tanggungjawab social perusahaan bukan hanya sebagai bentuk kepedulian terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar, tetapi juga menjadi alat promosi yang dapat membuat nama perusahaan menjadi lebih baik bagi masyarakat.


(6)

12 2.1.3. Pengungkapan Informasi Sosial

Pengungkapan (disclosure) menurut Hendriksen (1996) didefinisikan

sebagai “penyediaan sejumlah informasi yang dibutuhkan untuk

pengoperasian optimal pasar modal secara efisien”. Dalam interpretasi yang lebih luas, pengungkapan terkait dengan informasi yang baik yang terdapat dalam laporan keuangan maupun komunikasi tambahan (Supplementary Communication) yang terdiri dari catatan kaki, informasi tentang kejadian setelah tanggal laporan, analisis laporan atas operasi perusahaan di masa mendatang, perkiraan keuangan operasi, serta informasi lain (Wolk dan Tearney dalam widiastuti, 2000).

Menurut Murtanto (2006) dalam Media Akuntansi, “pengungkapan kinerja perusahaan seringkali dilakukan secara sukarela (voluntary disclosure) oleh perusahaan”. Adapun alasan-alasan perusahaan mengungkapkan kinerja sosial secara sukarela antara lain:

a) Internal Decision Making : Manajemen membutuhkan informasi untuk

menentukan efektivitas informasi sosial tertentu dalam mencapai tujuan sosial perusahaan. Walaupun hal ini sulit diidentifikasi dan diukur, namun analisis secara sederhana lebih baik daripada tidak sama sekali.

b) Product Differentiation : Manajer perusahaan memiliki insentif untuk

membedakan diri dari pesaing yang tidak bertanggung jawab secara sosial kepada masyarakat. Akuntansi kontemporer tidak memisahkan pencatatan biaya dan manfaat aktivitas sosial perusahaan dalam laporan keuangan, sehingga perusahaan yang tidak peduli sosial akan terlihat lebih sukses


(7)

13 daripada perusahaan yang peduli. Hal ini mendorong perusahaan yang peduli sosial untuk mengungkapkan informasi tersebut sehingga masyarakat dapat membedakan mereka dari perusahaan lain.

c) Enlightened Self Interest : perusahaan melakukan pengungkapan untuk

menjaga keselarasan sosialnya dengan para stakeholder karena mereka dapat mempengaruhi pendapatan penjualan dan harga saham perusahaan.

Pelaporan pengungkapan sosial dalam laporan tahunan merupakan voluntary disclosure, artinya pengungkapan ini bersifat sukarela dan belum diatur secara tegas dalam PSAK. Menurut Belkaoui & Karpik (1989), “perusahaan melakukan pengungkapan informasi sosial dengan tujuan untuk membangun image pada perusahaan dan mendapatkan perhatian dari masyarakat. Namun dengan kondisi saat ini, stakeholder mulai menganggap pengungkapan tanggung jawab sosial itu menjadi salah satu yang penting”. Perusahaan memerlukan biaya untuk memberikan informasi sosial, sehingga laba yang dilaporkan dalam tahun berjalan menjadi lebih rendah. Perusahaan cenderung meningkatkan informasi sosial apabila biaya kontrak dan biaya pengawasan rendah dan visibilitas politis tinggi. Jadi pengungkapan informasi sosial berhubungan positif dengan kinerja sosial, kinerja ekonomi dan visibilitas politis. Sedangkan biaya kontrak dan pengawasan berhubungan negatif terhadap pengungkapan informasi sosial.

Teori Stakeholder menyatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingannya sendiri, namun juga harus member manfaat bagi Stakeholder lainnya (pemegang saham, kreditur,


(8)

14 konsumen, supplier, pemerintah, masyarakat, analisis, dan pihak lain). Para stakeholder mulai melihat perusahaan, apakah bertanggungjawab atau tidak atas operasi usahanya. Pengungkapan sosial pun mulai jadi bahan pertimbangan bagi investor untuk berinvestasi di suatu perusahaan. Investor perlu mengetahui tanggungjawab sosial yang dilakukan perusahaan untuk menghindari dampak yang timbul dikemudian hari sebagai akibat kurangnya tanggungjaab sosial terhadap lingkungan disekitarnya. Gray, Kouhy dan Adams (1994 P.53) dalam Chairiri menyatakan:

Kelangsungan hidup perusahaan tergantung pada stakeholder, dan dukungan itu harus dicari, sehingga aktivitas perusahaan adalah untuk mencari dukungan tersebut. Semakin powerfull stakeholder semakin besar usaha perusahaan untuk berdaptasi. Pengungkapan sosial dianggap sebagai media komunikasi antara perusahaan dengan stakeholdernya.

Tujuan pengungkapan menurut Securities Exchange Commision (SEC) dikategorikan menjadi dua yaitu propective disclosure yang dimaksudkan sebagai upaya perlindungan terhadap investor dan informative disclosure, yang bertujuan memberikan informasi yang layak kepada pengguna laporan (Wolk, Francis, Dan Tearay dalam Sitepu, 2008). Sedangkan Belkaoui (2006) mengemukakan ada enam tujuan pengungkapan, yaitu:

1. Untuk menguraikan hal-hal yang diakui dan memberikan pengukuran

yang relevan atas hal-hal tersebut di luar pengukuran yang digunakan dalam laporan keuangan.


(9)

15

2. Untuk menguraikan hal-hal yang diakui dan untuk memberikan

pengukuran yang bermanfaat bagi hal-hal tersebut.

3. Untuk memberikan informasi yang akan membantu investor dan kreditor menilai resiko dan potensial dari hal-hal yang diakui dan tidak diakui. 4. Untuk menyediakan informasi yang penting yang memungkinkan para

pengguna laporan keuangan untuk melakukan perbandingan dalam satu tahun dan di antara beberapa tahun.

5. Untuk memberikan informasi mengenai arus kas masuk atau keluar di masa depan.

6. Untuk membantu para investor menilai pengembalian dari investasi mereka.

2.1.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial

Dalam penelitian ini karakteristik perusahaan yang mempengaruhi pengungkapan informasi sosial diproksikan dalam ukuran dewan komisaris, financial leverage, ukuran perusahaan, profitabilitas dan umur perusahaan.

1. Ukuran Dewan Komisaris

Ukuran dewan komisaris adalah jumlah anggota dewan komisaris. Berkaitan dengan ukuran dewan komisaris, Coller dan Gregory (1999) dalam Sitepu (2008) menyatakan bahwa “semakin besar jumlah anggota dewan komisaris, maka akan semakin mudah untuk mengendalikan CEO dan monitoring yang dilakukan akan semakin efektif. Dikaitkan dengan


(10)

16 pengungkapan tanggung jawab sosial, maka tekanan terhadap manajemen juga akan semakin besar untuk mengungkapkannya”.

Dewan komisaris merupakan wakil shareholder dalam entitas bisnis yang berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT) yang berfungsi mengawasi pengelolaan perusahaan yang dilaksanakan oleh manajemen (direksi), dan bertanggung-jawab untuk menentukan apakah manajemen memenuhi tanggung jawab mereka dalam mengembangkan dan menyelenggarakan pengendalian intern perusahaan (Mulyadi, 2002).

Dengan wewenang yang dimiliki, dewan komisaris dapat memberikan pengaruh yang cukup kuat untuk menekan manajemen agar mengungkapkan informasi Sosial lebih banyak, sehingga dapat dijelaskan bahwa perusahaan yang memiliki ukuran dewan komisaris yang lebih besar akan lebih banyak mengungkapkan sosial . Sebagai wakil dari prinsipal di dalam perusahaan, dewan komisaris dapat mempengaruhi luasnya pengungkapan tanggung jawab sosial, karena dewan komisaris merupakan pelaksana tertinggi didalam entitas. Dengan mengungkapkan tanggung jawab sosial perusahaan, maka image perusahaan akan semakin baik (Gray et al., 1988 dalam Marzully 2012)

2. Financial Leverage

Leverage adalah perbandingan antara dana-dana yang dipakai untuk membelanjai perusahaan atau perbandingan antara dana yang diperoleh dari ekstern perusahaan (dari kreditur-kreditur) dengan dana yang disediakan pemilik perusahaan (Makmun, 2002) dalam Felicia dan Supatmi (2011).


(11)

17 “Rasio leverage merupakan proporsi total utang terhadap ekuitas pemegang saham. Rasio tersebut digunakan untuk memberikan gambaran mengenai struktur modal yang dimiliki perusahaan, sehingga dapat dilihat tingkat resiko tak tertagihnya suatu utang” (Sitepu, 2008). Financial Leverage digunakan untuk melihat kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya terhadap pihak lain.

Semakin tinggi financial leverage, kemungkinan akan membuat perusahaan mengalami pelanggaran terhadap kontrak utang, maka manajer akan berusaha untuk melaporkan laba sekarang lebih besar dibandingkan laba di masa depan. Menurut Belkaoui & Karpik (1989), “dengan semakin tinggi financial leverage (rasio utang/ekuitas) semakin besar kemungkinan perusahaan akan melanggar perjanjian kredit sehingga perusahaan akan berusaha untuk melaporkan laba sekarang lebih tinggi”. Supaya laba yang dilaporkan tinggi maka manajer harus mengurangi biaya-biaya termasuk biaya untuk mengungkapkan informasi sosial.

3. Ukuran perusahaan

Ukuran perusahaan dapat diartikan sebagai suatu skala dimana dapat diklasifikasikan bersar kecil perusahaan dengan berbagai cara antara lain dinyatakan dalam total aktiva, nilai pasar saham dan lain-lain.

Ukuran perusahaan merupakan variabel yang banyak digunakan untuk menjelaskan pengungkapan sosial yang dilakukan perusahaan dalam laporan tahunan. Perusahaan yang lebih besar mungkin akan memiliki lebih banyak pemegang saham, berarti juga memerlukan lebih banyak pengungkapan yang


(12)

18 dikarenakan tuntutan dari para pemegang saham dan para analis pasar modal (Gunawan, 2000).

Jensen dan Meckling (1976), dalam agency theory menyatakan bahwa perusahaan besar memiliki biaya keagenan yang lebih besar daripada perusahaan kecil, sehingga konsekuensinya, perusahaan besar didorong untuk mengungkapkan lebih banyak tentang informasi voluntary, seperti intellectual capital, untuk mengurangi biaya keagenan yang dikeluarkan.

Ukuran perusahaan yang besar menunjukkan perusahaan mengalami perkembangan sehingga investor akan merespon positif dan nilai perusahaan akan meningkat (Sujoko dan Soebiantoro, 2007) dalam Felicia dan Supatmi, di samping itu juga mendapat sorotan publik yang lebih disbanding perusahan kecil (Cooke, 1992), sehingga perusahaan besar dimungkinkan lebih banyak memiliki intellectual capital dan akan lebih banyak mengungkapkan informasi mengenai intellectual capital di dalam laporan tahunan.

Menurut Marpaung (2009), “secara umum perusahaan besar akan mengungkapkan informasi lebih banyak daripada perusahaan kecil. Hal ini karena perusahaan besar akan menghadapi resiko politis yang lebih besar dibanding perusahaan kecil”. Perusahaan besar pasti akan menghadapi persaingan ketat dari perusahaan besar lainnya. Hal tersebut menekan perusahaan untuk menghasilkan produk yang lebih berkualitas, inovatif, dan sesuai dengan kebutuhan konsumen. Selain itu, untuk mendukung peningkatan produk tersebut perusahaan juga harus meningkatkan


(13)

19 tanggungjawab sosialnya agar kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan tetap terjaga.

Ukuran perusahaan ikut menentukan tingkat kepercayaan investor. Semakin besar perusahaan, semakin dikenal masyarakat yang berarti semakin mudah untuk mendapatkan informasi mengenai perusahaan, karena perusahaan yang berukuran lebih besar cenderung mendapat pengawasan dari masyarakat dan memiliki public demand akan informasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan kecil sehingga akan mengungkapkan lebih banyak informasi. Kemudahan dalam mendapatkan informasi akan meningkatkan kepercayaan investor dan mengurangi faktor ketidakpastian. 4. Profitabilitas

Menurut Marpaung (2009) “profitabilitas yaitu mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba”. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menghitung rasio profitabilitas, antara lain rasio margin laba kotor; rasio margin laba bersih; rasio pengembalian aktiva; rasio pengembalian atas ekuitas; earning per share ; basic earning power ; contribution margin ; dan productivity ratio.

Hackston & Milne (1996) menemukan tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat profitabilitas dengan pengungkapan informasi sosial, sedangkan Belkaoui & Karpik (1989) mengatakan bahwa dengan kepeduliannya terhadap masyarakat (sosial) manajemen menghendaki untuk membuat perusahaan menjadi profitable. Apabila perusahaan semakin menunjukkan kepeduliannya kepada masyarakat kemungkinan kepercayaan


(14)

20 masyarakat terhadap perusahaan akan semakin meningkat. Oleh sebab itu, masyarakat yang menjadi konsumen yang akan membeli maupun menggunakan produk yang dihasilkan perusahaan menjadi lebih percaya kepada perusahaan sehingga dapat meningkatkan laba perusahaan apabila konsumen juga bertambah.

Menurut Sembiring (2005) dalam Sirait (2011):

Penelitian ilmiah terhadap hubungan profitabilitas dan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan memperlihatkan hasil yang sangat beragam. Akan tetapi Donovan dan Gibson (2000) menyatakan bahwa berdasarkan teori legitimasi, salah satu argumen dalam hubungan antara profitabilitas dan tingkat pengungkapan tanggung jawab social adalah bahwa ketika perusahaan memiliki tingkat laba yang tinggi, perusahaan (manajemen) menganggap tidak perlu melaporkan hal-hal yang dapat mengganggu informasi tentang sukses keuangan perusahaan. Sebaliknya, pada saat tingkat profitabilitas rendah, mereka berharap para pengguna laporan akan membaca ”good news” kinerja perusahaan, misalnya dalam lingkup sosial, dan dengan demikian investor akan tetap berinvestasi di perusahaan tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa profitabilitas mempunyai hubungan yang negatif terhadap tingkat pengungkapan tanggung jawab social perusahaan.

5. Umur perusahaan

Widiastuti (2002) dalam Felicia dan Supatmi (2011) menyatakan bahwa umur perusahaan dapat menunjukkan bahwa perusahaan tetap eksis dan mampu bersaing. Umur perusahaan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah lamanya perusahaan mulai listing (first issue) di Bursa Efek Indonesia (BEI) hingga tahun terjadi penelitian.

Menurut Marwata (2001), perusahaan yang berumur lebih tua memiliki pengetahuan yang lebih mendalam tentang kebutuhan konstituennya akan


(15)

21 informasi mengenai perusahaan. Oleh karena itu, older firms akan cenderung mengungkapkan informasi yang lebih lengkap, termasuk intellectual capital disclosure, karena pengungkapan informasi yang rinci dapat memberikan nilai tambah bagi perusahaan sehingga dapat menarik perhatian masyarakat luas. Namun sebaliknya, menurut Barnes dan Walker, 2006 (dalam Felicia dan Supatmi, 2011) perusahaan yang umur listing-nya di bursa efek lebih muda akan berupaya untuk mendapatkan tambahan modal dengan semakin banyak mengungkapkan informasi perusahaan termasuk intellectual capital. Pernyataan ini membuktikan bahwa salah satu manfaat yang didapatkan dari mengungkapkan informasi intellectual capital adalah biaya modal yang rendah.

Penelitian Suhardjanto dan Wardhani (2009) menyatakan bahwa umur perusahaan bukanlah merupakan variabel prediktor yang baik dalam pengungkapan intellectual capital. Begitu juga dengan penelitian Amalia (2005), yang menyatakan bahwa umur perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap luas pengungkapan informasi sukarela yang dilakukan. Namun penelitian Susanto (dalam Amalia, 2005) terhadap 98 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta tahun 1990 menemukan bahwa umur perusahaan berpengaruh signifikan terhadap luas pengungkapan informasi sukarela yang dilakukan.


(16)

22 2.2. Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1

Tinjauan Penelitian Terdahulu

Nama Penelitian

Judul Penelitian Variabel Peneltian Hasil Penelitian Marpaung (2009) Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan sosial (social disclosure) dalam laporan keuangan tahunan. Variabel Independen:

- Kepemiliki Saham - Financial Leverage. - Profitabilitas. - Ukuran Perusahaan. - Umur Perusahaan.

Variabel Dependen: Pengungkapan Sosial.

- Kepemilikan saham,

Profitabilitas, Ukuran perusahaan, Umur perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan sosial. - Financial leverage berpengaruh

signifikan terhadap pengungkapan sosial.

Sitepu (2009) Faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan informasi sosial dalam laporan tahunan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta

Variabel Independen:

- Ukuran Dewan

Komisaris

- Tingkat Leverage

- Ukuran

Perusahaan - Profitabilitas Variabel Dependen: Pengungkapan Informasi Sosial

- Variabel ukuran dewan

komisaris dan profitabilitas memiliki pengaruh signifikan terhadap jumlah informasi sosial yang diungkapkan.

- Sedangkan tingkat leverage dan ukuran perusahaan tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap jumlah informasi sosial yang diungkapkan

Sirait (2011) Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi pengungkapan informasi sosial dalam laporan tahunan perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

Variabel Independen: - Ukuran dewan

komisaris.

- Financial Leverage. - Ukuran Perusahaan. - Profitabiltas.

Variabel Dependen: Pengungkapan informasi sosial.

- Ukuran dewan komisaris,

Financial leverage,

Profitabilitas perusahaan tidak berpengaruhi signifikan terhadap pengungkapan informasi sosial perusahaan.

- Ukuran perusahaan

berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan informasi sosial perusahaan.


(17)

23 Marpaung (2009) melakukan penelitian yang mempengaruhi pengungkapan sosial dalam laporan keuangan perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial kepemilikan saham, profitabilitas, ukuran perusahaan dan umur perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan sosial, sementara financial leverage berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan social. Dan secara simultan, kepemilkan saham, financial leverage, profitabilitas, ukuran perusahaan dan umur perusahaan secara bersama-sama tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan sosial.

Penelitian yang dilakukan Sitepu (2009) berusaha meneliti yang mempengaruhi pengungkapan informasi sosial dalam laporan keuangan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial ukuran dewan komisaris dan profitabilitas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap informasi sosial yang diungkapkan, sedangkan tingkat leverage dan ukuran perusahaan tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap informasi sosial yang diungkapankan. Dan secara simultan, ukuran dewan komisaris, profitabilitas, tingkat leverage dan ukuran perusahaan memilki kemampuan mempengaruhi jumlah informasi sosial yang diungkapkan dalam laporan tahunan perusahaan manufaktur.

Penelitian Sirait (2011) meneliti pengaruh ukuran dewan komisaris, financial leverage, ukuran perusahaan dan profitabilitas terhadap pengungkapan informasi sosial dalam laporan keuangan perusahaan perbankan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial, ukuran dewan komisaris, financial leverage, dan profitabilitas tidak berpengaruh terhadap pengungkapan informasi sosial,


(18)

24 sedangkan ukuran perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan informasi sosial. Dan secara simultan, ukuran dewan komisaris, financial leverage, profitabilitas dan ukuran perusahaan memilki kemampuan berpengaruh terhadap pengungkapan informasi sosial.

2.3. Kerangka konseptual

Menurut Erlina (2008:38) ”kerangka teoritis adalah suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor-faktor penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu”. Kerangka konseptual akan menghubungkan variabel independen dengan variabel dependen. Begitu juga apabila ada variabel lain yang menyertai, maka peran variabel tersebut harus dijelaskan.

Kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasikan sebagai masalah penting. Kerangka konseptual merupakan sintesis atau ekstrapolasi dari kejadian teori yang mencerminkan keterkaitan antara variabel yang diteliti dan merupakan tuntuan untuk memecahkan masalah penelitian serta merumuskan hipotesis dan sebagai tempat peneliti untuk memberikan penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan variabel ataupun masalah yang ada dalam penelitian.

Dalam penelitian ini, yang merupakan variabel independen adalah ukuran dewan komisaris, financial leverage, ukuran perusahaan dan umur perusahaan. Sedanagkan yang menjadi variable dependen adalah pengungkapan informasi sosial.


(19)

25 Berdasarkan landasan teori dan timjauan penelitian terdahlu kerangka konseptual dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Menurut Coller dan Gregory dalam Sirait (2011), ada hubungan positif antara ukuran dewan komisaris dengan jumlah informasi sosial yang diungkapkan perusahaan. Tekanan terhadap manajemen untuk mengungkapkan informasi sosial akan bertambah besar dengan semakin besarnya ukuran dewan komisaris. Hal ini terjadi karena dengan semakin banyaknya anggota dewan komisaris, akan semakin mudah untuk mengendalikan CEO dan monitoring yang dilakukan akan semakin efektif.

PENGUNGKAPAN INFORMASI

SOSIAL (Y) Ukuran Dewan Komisaris

Umur Perusahaan Profitabilitas Ukuran Perusahaan Financial Leverage

H1

H3

H4

H5 H2


(20)

26 Teori agensi menyatakan bahwa semakin besar suatu perusahaan, maka biaya keagenan yang muncul juga semakin besar. Untuk mengurangi biaya keagenan tersebut, perusahaan akan cenderung mengungkapkan informasi yang lebih luas (Marpaung, 2009). Penelitian Belkaoui dan Karpik (1989) menemukan hubungan positif antara ukuran perusahaan dengan pengungkapan informasi sosial.

Dalam teori keagenan, diprediksi bahwa perusahaan yang memiliki financial leverage tinggi akan mengungkapkan lebih banyak informasi, karena biaya keagenan perusahaan dengan struktur modal seperti itu lebih tinggi. Semakin tinggi financial leverage maka semakin besar kemungkinan terjadinya pelanggaran perjanjian kredit sehingga manajemen perusahaan akan melaporkan laba sekarang lebih tinggi. Schipper (1981) dalam Sitepu (2008) berpendapat bahwa tambahan informasi diperlukan untuk menghilangkan keraguan pemegang obligasi terhadap dipenuhinya hak-hak mereka sebagai kreditur.

Donovan dan Gibson (2000) dalam Marpaung (2009) menyatakan bahwa dalam teori legitimasi, salah satu argumen dalam hubungan antara profitabilitas dan tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial adalah bahwa ketika perusahaan memiliki tingkat laba yang tinggi, perusahaan (manajemen) menganggap tidak perlu melaporkan hal-hal yang dapat mengganggu informasi tentang sukses keuangan perusahaan. Sebaliknya, pada saat tingkat profitabilitas rendah, mereka berharap para pengguna laporan akan membaca ”good news” kinerja perusahaan, misalnya dalam lingkup sosial. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa


(21)

27 profitabilitas mempunyai hubungan yang negatif terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.

Penelitian Suhardjanto dan Wardhani (2009) menyatakan bahwa umur perusahaan bukanlah merupakan variabel prediktor yang baik dalam pengungkapan intellectual capital. Begitu juga dengan penelitian Amalia (2005), yang menyatakan bahwa umur perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap luas pengungkapan informasi sukarela yang dilakukan. Namun penelitian Susanto (dalam Amalia, 2005) terhadap 98 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta tahun 1990 menemukan bahwa umur perusahaan berpengaruh signifikan terhadap luas pengungkapan informasi sukarela yang dilakukan.

2.4. Hipotesis

Menurut Erlina (2008:49) ”hipotesis adalah proposisi yang dirumuskan dengan maksud untuk diuji secara empiris”. Hipotesis menyatakan hubungan yang diduga secara logis antara dua variabel atau lebih dalam rumusan proposisi yang dapat diuji secara empiris.

Sementara Menurut Idrus (2009:18), hipotesis adalah dugaan sementara terhadap permasalahan yang sedang diteliti. Hipotesis merupakan saran penelitian ilmiah karena hipotesis adalah instrumen kerja dari suatu teori dan bersifat spesifik yang siap diuji secara empiris (Idrus, 2009:18). Jadi, hipotesis merupakan suatu rumusan yang menyatakan adanya hubungan tertentu antardua variabel atau lebih. Hipotesis ini bersifat sementara, dalam arti dapat diganti dengan hipotesis lain yang lebih tepat dan lebih benar berdasar pengujian. Ada beberapa


(22)

28 persyaratan dalam merumuskan suatu hipotesis menurut Idrus (2009:53) antara lain sebagai berikut :

1. Dirumuskan dalam kalimat berita. 2. Tidak bermakna ganda dan

3. Dirumuskan secara operasional. Dengan pengertian bahwa hipotesis sebaiknya ditulis sealur dengan rumusan masalah yang ada, karena hipotesis merupakan jawaban sementara atas rumusan masalah yang ada diteliti.

Berdasarkan uraian yang dipaparkan diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah :

H1 : Ukuran Dewan Komisaris berpengaruh positif terhadap Pengungkapan Informasi Sosial.

H2 : Financial Leverage berpengaruh positif terhadap Pengungkapan Informasi Sosial.

H3 : Ukuran Perusahaan berpengaruh positif terhadap Pengungkapan Informasi Sosial.

H4 : Profitabilitas berpengaruh positif terhadap Pengungkapan Informasi Sosial. H5 : Umur Perusahaan berpengaruh positif terhadap Pengungkapan Informasi

Sosial.

H6 : Ukuran Dewan Komisaris, Financial Leverage, Ukuran Perusahaan, Profitabilitas dan Umur perusahaan berpengaruh positif secara simultan terhadap Pengungkapan Informasi Sosial.


(1)

23 Marpaung (2009) melakukan penelitian yang mempengaruhi pengungkapan sosial dalam laporan keuangan perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial kepemilikan saham, profitabilitas, ukuran perusahaan dan umur perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan sosial, sementara financial leverage berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan social. Dan secara simultan, kepemilkan saham, financial leverage, profitabilitas, ukuran perusahaan dan umur perusahaan secara bersama-sama tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan sosial.

Penelitian yang dilakukan Sitepu (2009) berusaha meneliti yang mempengaruhi pengungkapan informasi sosial dalam laporan keuangan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial ukuran dewan komisaris dan profitabilitas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap informasi sosial yang diungkapkan, sedangkan tingkat leverage dan ukuran perusahaan tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap informasi sosial yang diungkapankan. Dan secara simultan, ukuran dewan komisaris, profitabilitas, tingkat leverage dan ukuran perusahaan memilki kemampuan mempengaruhi jumlah informasi sosial yang diungkapkan dalam laporan tahunan perusahaan manufaktur.

Penelitian Sirait (2011) meneliti pengaruh ukuran dewan komisaris, financial leverage, ukuran perusahaan dan profitabilitas terhadap pengungkapan informasi sosial dalam laporan keuangan perusahaan perbankan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial, ukuran dewan komisaris, financial leverage, dan profitabilitas tidak berpengaruh terhadap pengungkapan informasi sosial,


(2)

24 sedangkan ukuran perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan informasi sosial. Dan secara simultan, ukuran dewan komisaris, financial leverage, profitabilitas dan ukuran perusahaan memilki kemampuan berpengaruh terhadap pengungkapan informasi sosial.

2.3. Kerangka konseptual

Menurut Erlina (2008:38) ”kerangka teoritis adalah suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor-faktor penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu”. Kerangka konseptual akan menghubungkan variabel independen dengan variabel dependen. Begitu juga apabila ada variabel lain yang menyertai, maka peran variabel tersebut harus dijelaskan.

Kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasikan sebagai masalah penting. Kerangka konseptual merupakan sintesis atau ekstrapolasi dari kejadian teori yang mencerminkan keterkaitan antara variabel yang diteliti dan merupakan tuntuan untuk memecahkan masalah penelitian serta merumuskan hipotesis dan sebagai tempat peneliti untuk memberikan penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan variabel ataupun masalah yang ada dalam penelitian.

Dalam penelitian ini, yang merupakan variabel independen adalah ukuran dewan komisaris, financial leverage, ukuran perusahaan dan umur perusahaan. Sedanagkan yang menjadi variable dependen adalah pengungkapan informasi sosial.


(3)

25 Berdasarkan landasan teori dan timjauan penelitian terdahlu kerangka konseptual dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Menurut Coller dan Gregory dalam Sirait (2011), ada hubungan positif antara ukuran dewan komisaris dengan jumlah informasi sosial yang diungkapkan perusahaan. Tekanan terhadap manajemen untuk mengungkapkan informasi sosial akan bertambah besar dengan semakin besarnya ukuran dewan komisaris. Hal ini terjadi karena dengan semakin banyaknya anggota dewan komisaris, akan semakin mudah untuk mengendalikan CEO dan monitoring yang dilakukan akan semakin efektif.

PENGUNGKAPAN INFORMASI

SOSIAL (Y) Ukuran Dewan Komisaris

Umur Perusahaan

Profitabilitas

Ukuran Perusahaan

Financial Leverage

H1

H3

H4

H5 H2


(4)

26 Teori agensi menyatakan bahwa semakin besar suatu perusahaan, maka biaya keagenan yang muncul juga semakin besar. Untuk mengurangi biaya keagenan tersebut, perusahaan akan cenderung mengungkapkan informasi yang lebih luas (Marpaung, 2009). Penelitian Belkaoui dan Karpik (1989) menemukan hubungan positif antara ukuran perusahaan dengan pengungkapan informasi sosial.

Dalam teori keagenan, diprediksi bahwa perusahaan yang memiliki

financial leverage tinggi akan mengungkapkan lebih banyak informasi, karena

biaya keagenan perusahaan dengan struktur modal seperti itu lebih tinggi. Semakin tinggi financial leverage maka semakin besar kemungkinan terjadinya pelanggaran perjanjian kredit sehingga manajemen perusahaan akan melaporkan laba sekarang lebih tinggi. Schipper (1981) dalam Sitepu (2008) berpendapat bahwa tambahan informasi diperlukan untuk menghilangkan keraguan pemegang obligasi terhadap dipenuhinya hak-hak mereka sebagai kreditur.

Donovan dan Gibson (2000) dalam Marpaung (2009) menyatakan bahwa dalam teori legitimasi, salah satu argumen dalam hubungan antara profitabilitas dan tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial adalah bahwa ketika perusahaan memiliki tingkat laba yang tinggi, perusahaan (manajemen) menganggap tidak perlu melaporkan hal-hal yang dapat mengganggu informasi tentang sukses keuangan perusahaan. Sebaliknya, pada saat tingkat profitabilitas rendah, mereka berharap para pengguna laporan akan membaca ”good news” kinerja perusahaan, misalnya dalam lingkup sosial. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa


(5)

27 profitabilitas mempunyai hubungan yang negatif terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.

Penelitian Suhardjanto dan Wardhani (2009) menyatakan bahwa umur perusahaan bukanlah merupakan variabel prediktor yang baik dalam pengungkapan intellectual capital. Begitu juga dengan penelitian Amalia (2005), yang menyatakan bahwa umur perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap luas pengungkapan informasi sukarela yang dilakukan. Namun penelitian Susanto (dalam Amalia, 2005) terhadap 98 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta tahun 1990 menemukan bahwa umur perusahaan berpengaruh signifikan terhadap luas pengungkapan informasi sukarela yang dilakukan.

2.4. Hipotesis

Menurut Erlina (2008:49) ”hipotesis adalah proposisi yang dirumuskan dengan maksud untuk diuji secara empiris”. Hipotesis menyatakan hubungan yang diduga secara logis antara dua variabel atau lebih dalam rumusan proposisi yang dapat diuji secara empiris.

Sementara Menurut Idrus (2009:18), hipotesis adalah dugaan sementara terhadap permasalahan yang sedang diteliti. Hipotesis merupakan saran penelitian ilmiah karena hipotesis adalah instrumen kerja dari suatu teori dan bersifat spesifik yang siap diuji secara empiris (Idrus, 2009:18). Jadi, hipotesis merupakan suatu rumusan yang menyatakan adanya hubungan tertentu antardua variabel atau lebih. Hipotesis ini bersifat sementara, dalam arti dapat diganti dengan hipotesis lain yang lebih tepat dan lebih benar berdasar pengujian. Ada beberapa


(6)

28 persyaratan dalam merumuskan suatu hipotesis menurut Idrus (2009:53) antara lain sebagai berikut :

1. Dirumuskan dalam kalimat berita. 2. Tidak bermakna ganda dan

3. Dirumuskan secara operasional. Dengan pengertian bahwa hipotesis sebaiknya ditulis sealur dengan rumusan masalah yang ada, karena hipotesis merupakan jawaban sementara atas rumusan masalah yang ada diteliti.

Berdasarkan uraian yang dipaparkan diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah :

H1 : Ukuran Dewan Komisaris berpengaruh positif terhadap Pengungkapan Informasi Sosial.

H2 : Financial Leverage berpengaruh positif terhadap Pengungkapan Informasi Sosial.

H3 : Ukuran Perusahaan berpengaruh positif terhadap Pengungkapan Informasi Sosial.

H4 : Profitabilitas berpengaruh positif terhadap Pengungkapan Informasi Sosial. H5 : Umur Perusahaan berpengaruh positif terhadap Pengungkapan Informasi

Sosial.

H6 : Ukuran Dewan Komisaris, Financial Leverage, Ukuran Perusahaan, Profitabilitas dan Umur perusahaan berpengaruh positif secara simultan terhadap Pengungkapan Informasi Sosial.


Dokumen yang terkait

Faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial Dalam Laporan Tahunan Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 35 83

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial dalam Laporan Tahunan Perusahaan Perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).

0 32 87

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial (Social Information Disclosure) Dalam Laporan Tahunan Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (Bei)

1 36 97

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUNGKAPAN SOSIAL (SOCIAL DISCLOSURE) DALAM LAPORAN KEUANGAN TAHUNAN PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA.

0 1 22

ANALISA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUNGKAPAN SOSIAL (SOCIAL DISCLOSURE) DALAM LAPORAN KEUANGAN TAHUNAN PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA.

0 0 6

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial (Social Information Disclosure) Dalam Laporan Tahunan Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (Bei)

0 0 12

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial (Social Information Disclosure) Dalam Laporan Tahunan Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (Bei)

0 0 2

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial (Social Information Disclosure) Dalam Laporan Tahunan Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (Bei)

0 0 6

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial (Social Information Disclosure) Dalam Laporan Tahunan Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (Bei)

0 0 3

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial (Social Information Disclosure) Dalam Laporan Tahunan Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (Bei)

0 0 14