Pengaruh karakteristik keluarga dan dukungan sosial terhadap pemberian makan pada balita di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Balita

Balita atau anak bawah umur lima tahun adalah anak usia kurang dari lima tahun sehingga bagi usia di bawah satu tahun juga termasuk dalam golongan ini. Namun faal (kerja alat tubuh semestinya) bagi usia di bawah satu tahun berbeda dengan anak usia di atas satu tahun, maka anak dibawah satu tahun tidak termasuk kedalam dolongan yang dikatakan balita. Anak usia 1-5 tahun dapat pula dikatakan mulai di sapih atau selepas menyusu sampai dengan pra-sekolah. Sesuai dengan pertumbuhan badan dan perkembangan kecerdasannya, faal tubuhnya juga mengalami perkembanagan sehingga jenis makanan dan cara pemberiannya pun harus disesuaikan dengan keadaanya.

Bedasarkan karakteristiknya balita 1-5 tahun dapat dibedakan menjadi dua, yaitu anak berumur 1-3 tahun yang dikenal dengan Batita merupakan kosumen pasif. Sedangkan usia prasekolah lebih dikenal sebagai konsumen aktif (Uripi,2004).

2.1.1.Karakteristik Balita

Anak usia 0-6 tahun merupaakan konsumen pasif, yang arinya anak menerima makanan dari apa yang disediakan ibunya. Laju pertumbuhan masa balita lebih besar dari msa usia pra-sekolah sehingga diperlukan jumlah makanan yang relatif besar.


(2)

Namun perut yang masih lebih kecil menyebabkan jumlah makanan yang mampu diterimanaya dalam sekali makan lebih kecil dari anak yang usianya lebih besar. Olah karena itu, pola makan yang diberikan adalah porsi kecil dengan frekuensi sering.

2.1.2. Kerakteristik Usia Pra-Sekolah

Pada usia pra-sekolah anak menjadi konsumen aktif. Mereka sudah dapat memilih makanan yang disukainya. Pada usia ini anak mulai begaul dengan lingkungannya atau besekolah playgroup sehingga anak mengalami beberapa perubahan dalam perilaku. Pada masa ini anak akan mencapai perilaku gemar memprotes sehingga mereka akan mengatakan “tidak” untuk setiap ajakan.

Karakteristik anak pra-sekolah ini mencakup perkembangan fisik dan kemampuan motorik serta emosional anak. Perkembangan fisik yaitu hasil tumbuh kembang fisik adalah bertambah besarnya ukuran-ukuran antropometrik dan gejala/tanda lain pada rambut, gigi-giligi, otot, jaringan lemak, darah dan lainnya. Sedangkan kemampuan motorik dan emosional anak mencakup sikap anak dalam lingkungan, gerakan anggota badan, serta kemampuan intelektual anak seperti menyebutkan nama dan bercerita lainnya.

2.2.Penyediaan Menu Seimbang untuk Balita

Pada dasarnya makanan balita harus bersifat lengkap artinya kualitas dari makanan harus baik dan kualitas makanan pun harus cukup, dan bergizi artinya makanan mengandung semua zat gizi yang dibutuhkan dengan memperhitungkan:


(3)

1. Pada periode ini dibutuhkan penambahan komsumsi zat pembagun karena tubuh anak sedang berkembang pesat.

2. Bertambahnya aktivitas membutuhkan penambahan bahan makanan sebagai sumber energi.

3. Untuk perkembangan mentalnya naka membutuhkan lebih banyak lagi zat pembangun terutama untuk pertumbuhan jaringan otak yang mempengaruhi kecerdasan walaupun tak secara signifikan.

2.2.1. Pola Makan Sehat dan Seimbang

Menurut Harper (1986), pola makan (dietary pattern) adalah cara seseorang atau sekelompok orang dalam memilih pangan dan makanannya serta mengkomsumsinya sebagai tanggapan terhadap pengaruh fisiologi, psikologi, budaya dan sosial. Pola makan dinamakan pula kebiasaan makan, kebiasaan pangan atau pola pangan (Suhardjo,2003).

Menu seimbang adalah menu yang terdiri dari beraneka ragam makanan dalam jumlah proporsi yang sesuai, sehingga memenuhi kebutuhan gizi seseorang guna pemeliharaan dan perbaikan sel-sel tubuh dan proses kehidupan serta pertumbuhan dan perkembangan (Almatsier, 2004). Pola menu seimbang adalah pengaturan makanan yang sehat dengan susunan hidangan menu sesuai dengan kebutuhan gizi esensial dalam jumlah yang ideal serta disesuaikan dengan daya toleran si anak. Dengan kata lain menu seimbang adalah menu yang kebutuhan gizinya sudah disesuikan dengan golongan usia balita.


(4)

Ciri khas pola menu Indonesia ialah Empat Sehat Lima Sempurna yaitu menu lengkap terdiri dari nasi atau makanan pokok, lauk, sayur, buah dan agar menjadi sempurna ditambahkan dengan susu (Santoso, 2004).

2.2.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Pola Makan

Dalam hal pola makan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: 1. Pengetahuan Gizi Ibu

Bila pengetahuan tentang bahan makanan yang bergizi masih kurang maka pemberian makanan untuk keluarga biasa dipilih bahan-bahan yang hanya dapat mengenyangkan perut saja tanpa memikirkan apakah makanan itu bergizi atau tidak tercukupi (Sapoetra,1997).

Menurut Suhardjo (1989), bila ibu rumah tangga memiliki pengetahuan gizi yang baik ia akan mampu untuk memilih makanan-makanan yang bergizi untuk dikomsumsi.

2. Pendidikan Ibu

Peranan ibu sangat penting dalam penyediaan makanan bagi anak balitanya, pengetahuan yang diperoleh baik formal maupun non formal sangat menentukan untuk ditetapkan dalam hal pemilihan dan penentuan jenis makanan yang dikomsumsi oleh balita dan anggota keluarga lainnya.

Pendidikan gizi ibu bertujuan untuk meningkatkan penggunaan sumber daya makanan yang tersedia. Dari hal tersebut dapat diasumsikan bahwa tingkat kecukupan dan zat gizi pada balita relatif tinggi bila pendidikan ibu tinggi (Depkes RI,2010)


(5)

3. Pendapatan Keluarga

Pendapatan merupakan salah satu faktor yang menetukan kualitas dan kuantitas makanan. Tetapi perlu disadari bahwa pendapatan tidak selalu membawa perbaikan susunan makanan. Tingkat pendapatan juga ikut menentukan jenis pangan yang akan dibeli dengan tambahan uang tersebut. Orang miskin membelanjakan sebagian besar pendapatan tambahan tersebut untuk makanan, sedangkan orang kaya jauh lebih rendah. Semakin tinggi pendapatan semakin besar pula persentase dari pendapatan tersebut dipergunakan untuk membeli buah, sayur, dan berbagai jenis bahan pangan lain (Berg,A & Sajogyo,1986). 2.2.3. Porsi Makanan

Menurut Amalia yang dikutip oleh Komsatiningrum (2009), porsi makanan bagi orang dewasa dan balita sangatlah jauh berbeda, porsi makan anak balita lebih sedikit karena kebutuhan jumlah gizi esensial jumlahnya lebih sedikit yang harus dipenuhi. Selain itu karakteristik pertumbuhan dan aktivitasnya juga berbeda. Porsi makan bagi anak balita harus mempunyai kandungan air dan serat sesuai dengan daya toleransi, tekstur makanan agak lunak agar mudah dicerna dan memberikan rasa kenyang.

Makan selingan perlu diberikan kepada balita terutama jika porsi makan utama yang dikomsumsi belum mencukupi. Pemberian makanan selingan tidak boleh berlebihan karena akan mengakibatkan berkurangnya nafsu makan akibat terlalu kenyang makan makanan selingan. Pemilihan makanan selingan disesuaikan dengan fungsinya yaitu:


(6)

1. Mencukupi asupan nutrisi yang mungkin kurang pada saat pemberian makan pagi, siang dan sore.

2. Memperkenalkan aneka ragam jenis makanan yang terdapat dalam makanan selingan.

3. Mengatasi masalah anak sulit makan nasi.

4. Untuk mencukupi kebutuhan kalori terutama pada anak yang banyak melakukan aktivitas.

2.2.4. Bahan Makanan

Bahan makanan untuk anak balita harus dipilih yang tidak merangsang, rendah serat, dan tidak mengandung gas. Penggunaan rempah yang merangsang seperti cabai dan asam sebaiknya dihindari, penambahan vetsiun sebaiknya dihindari dan sebaiknya menggunakan garam dan gula yang tidak membahayakan tubuh. Menu Empat Sehat Lima Sempurna sangat baik diberikan kepada balita, di dalam menu ini digunakan berbagai jenis bahan makanan yang terdiri atas:

1. Bahan Makanan Pokok

Bahan makanan pokok yang memegang peranan penting, biasa dihidangkan pada waktu makan pagi, siang dan malam. Pada umumnya bahan makanan pokok jumlahnya (kuantitas/volume) lebih banyak dibanding bahan makanan lainnya. Bahan makanan pokok merupakan sumber energi dan mengandung banyak kerbohidrat. Jenis bahan makanan pokok yang biasa dikonsumsi adalah beras, jagung, gandum, sagu dan umbi-umbian.


(7)

2. Bahan Makanan Lauk Pauk

Bahan makanan lauk pauk biasa digunakan sebagai teman makanan pokok yang memberikan rasa enak dan merupakan sumber protein. Sebagai sumbernya dikenal bahan makanan yang bersal dari hewan yang disebut protein hewani seperti daging, ikan dan telur sedangkan yang berasal dari tumbuhan disebut protein nabati yaitu kacang-kacangan serta hasil olahannya seperti tahu dan tempe.

3. Bahan Makanan Sayur Mayur

Dalam hidangan orang Indonesia sayur mayur sebagai teman makanan pokok, pemberi serat dalam hidangan. Bahan makanan sayuran biasa berasal dari berbagai jenis tumbuhan seperti batang, daun, bunga, umbi dan buah muda. Bagi balita sebaiknya diberikan sayuran yang kadar seratnya tidak terlalu tinggi. Sayur-mayur merupakan sumber vitamin dan mineral. Namun jika mengalami pemanasan maka zat gizi yang terdapat di dalamnya dapat rusak atau berkurang.

4. Bahan Makanan Buah-buahan

Buah biasanya di hidangkan dan disantap terakhir kali dalam suatu acara makan, umumnya buah yang dipilih buah yang matang dan berasa manis. Buah – buahan merupakan sumber vitamin bagi tubuh dan zat pengatur. 5. Susu

Susu adalah cairan berwarna putih yang dikeluarkan oleh kelenjar susu. Susu merupakan makanan alami yang hampir sempurna. Istilah untuk air susu


(8)

manusia adalah air susu ibu (ASI) dan susu yang bukan berasal dari manusia disebut pengganti air susu ibu (PASI) yang biasa berasal dari hewan ternak seperti sapi, kambing dan kuda. Susu merupakan minuman yang baik bagi balita, selain itu air putih juga baik diberikan. Susu dapat diperoleh dalam berbagi bentuk yaitu bubuk dan cair (Santoso, 2004).

2.2.5. Pengaturan Makanan untuk Balita

Dalam merencanakan pengetahuan makanan makan untuk balita, jika kita hendak menentukan makanan yang tepat untuk seorang bayi atau anak, maka perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Menentukan kebutuhan zat gizi dengan menggunakan data tentang kebutuhan zat gizi.

2. Mentukan jenis makanan yang dipilih untuk menterjemahkan zat gizi yang diperlukan dengan menggunakan daftar komposisi zat gizi dari berbagai macam bahan makanan.

3. Menentukan jadwal waktu makan dan menentukan hidangan. Perlu pula ditentukan cara pemberian makan.

4. Memperhatikan masukan yang tejadi terhadap hidangan tersebut. Perlu dipertimbangkan kemungkinan faktor kesukaan dan ketidaksukaan terhadap suatu makanan. Perhatikan pula bila ia betul-betul terjadi keadaan anoreksia. Bila tidak terdapat sisa makanan, mungkin makanan yang diberikan jumlahnya kurang. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk pengaturan makanan yang tepat adalah umur, berat badan, keadaan mulut sebagai alat penerima makanan,


(9)

kebiasaan makan, kesukaan dan ketidaksukaan, akseptabilitas dari makanan dan toleransi anak terhadap makanan yang diberikan.

Dengan memperhatikan dan memperhitungkan faktor-faktor tersebut diatas, umumnya tidak akan banyak terjadi kekeliruan dalam mengatur makan untuk seorang anak balita. Pada umumnya kepada anak balita telah dapat diberikan jadwal waktu makan yang serupa, yaitu tiga kali makan dan diantaranya dapat diberikan makanan kecil (snack).

Pemberian makanan yang sesuai dengan umur dan pengaturan jam pemberian makanan dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1. Daftar Pemberian Makanan Anak Balita Umur Balita Macam Makanan Pemberian dalam

Sehari (Kali)

Jam Pemberian

12 bulan Keatas ASI* Buah Nasi tim atau

makanan keluarga** Makanan kecil***

1 atau 3 1 3 1 06.00,14.00,21.00 16.00 08.00,12.00,18.00 10.00 Keterangan :

*kalau ASI berkurang dapat diberikan 4 sendok makan peres susu bubuk dalam air matang menjadi 200ml dan dapat ditambahkan 1 sendok the gula.

*Makanan keluarga yang lembek, mudah dicerna dan tidak pedas *Makanan kecil berupa biskuit, bubur kacang hijau dan lain-lain.

Sebaliknya jangan diberikan makanan yang terlalu manis (coklat, permen, dan lain-lain) atau yag terlalu gurih atau yang berlemak(Husani, Yayah,1999).

2.2.6. Kebutuhan Zat Gizi pada Balita

Menurut Uripi (2004) kebutuhan zat gizi pada balita adalah jumlah yang diperkirakan cukup untuk memelihara kesehatan. Kebutuhan gizi ditentukan oleh usia, jenis kelamin, berat badan, aktivitas dan tinggi badan.Kebutuhan zat gizi pada


(10)

balita harus cukup dan seimbang karena anak balita sedang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Kebutuhan energi dan protein balita berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) rata-rata per hari yang dianjurkan oleh Widyakarya Pangan dan Gizi (1998) dapat dilihat pada tabel 2.2. Kebutuhan Komsumsi Energi dan Protein Balita Berdasarkan Angka.

Tabel 2.2. Kebutuhan Komsumsi Energi dan Protein Balita

No Golongan

Umur

Berat Badan(Kg)

Tinggi Badan (cm)

Energi (kkal)

Protein (gr)

1 1-3 12 90 1.250 23

2 4-5 18 110 1.750 32

Fungsi utama energi sebagai zat tenaga yang menunjang aktivitas sehari-hari dan fungsi utama protein sebagai zat pembangunan bagi jaringan baru mempertahankan jaringan yang telah ada. Makan makanan yang beraneka ragam menunjang terpenuhinya kecukupan sumber zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur bagi kebutuhan gizi balita. Konsumsi pangan yang cukup dan seimbang merupakan salah satu faktor yang menentukan agar proses tumbuh kembang anak balita menjadi optimal dan memilki daya tahan tubuh yang kuat (Depkes RI,2000).

2.3. Karakteristik Keluarga

Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat dan merupakan tempat paling utama bagi pembentukan kepribadian anak. Dalam teori Brofenbrener seorang pakar ekologi keluarga menyebutkan bahwa keluarga merupakan lingkungan meso bagi anakatau lingkungan paling terdekat bagi anak yang mempengaruhi tumbuh


(11)

kembangnya (Berns 1997). Selain itu menurut teori struktural fungsional keluarga merupakan sebuah sistem yang terkait anggota dalam keluarganya. Dalam hal ini setiap anggota keluarga memilki peran dan tugas yang harus dijalankan oleh anggota keluarga (Megawangi, 1999). Fungsi dan peran tersebut dimiliki oleh setiap anggota keluarga. Tanpa pembagian peran dan tugas yang jelas maka fungsi keluarga akan terganggu dan akan mempengaruhi sistem yang lebih besar.

Dalam teori struktural fungsional terdapat dua aspek yang saling berkaitan yaitu aspek struktural adan aspek fungsional. Megawangi (1999) menjelaskan bahwa aspek struktural melihat keseimbangan yang diciptakan oleh sistem sosial yang tertib. Ketertiban tersebut dapat tercipta bila keluarga memilki struktur sehingga mengetahui posisi dan patuh pada sistem yang berlaku dalam keluarga.

Terdapat tiga elemen dalam struktur keluarga yaitu status sosial, fungsi sosial, dan norma sosial (Megawangi 1999). Aspek yang kedua adalah aspek fungsional, aspek fungsional dapat diartikan sebagai bagaimana subsistem dalam keluarga dapat berhubungan dan dapat menjadi sebuah kesatuan (Megawangi 1999).

Salah satu subsistem yang menjadi sebuah kesatuan adalah karakteristik keluarga yang mendukung untuk perkembangan anak dikeluarga tersebut. Karakteristik keluarga tersebut diantaranya adalah tingkat pendidikan orangtua, pendapatan keluarga, jenis pekerjaan orangtua dan besar keluarga.

1. Tingkat Pendidikan Orangtua

Dari segi jenis dan kualitas, setiap orang memilki tingkat pendidikan yang berbeda-beda. Tingkat pendidikan orangtua baik secara langsung ataupun


(12)

tidak langsung akan mempengaruhi komunikasi antara orangtua dan anak dalam lingkungan keluarga (Gunarsa dan Gunarsa 2004). Hasil penelitian menunjukkan bahwa oraang yang memilki pendidikan formal yang rendah dan tidak bekerja memiliki partisipasi yang sedikit pada segala sesuatu yang berhubungan dengan aktivitas sekolah anaknya dibandingkan dengan orangtua yang berpendidikan tinggi. Hal ini terjadi karena orangtua berperan sebagai pengetahuan, pengembangan karir dan memberikan fasilitas belajar.

2. Pendapatan Keluarga

Keadaan sosial ekonomi merupakan salah satu faktor penting kehidupan keluarga. Ekonomi keluarga akan digunakan sebagai salah satu pemelihara anak dalam keluarga. Gunarsa dan Gunarsa (2004) menyatakan kondisi keluarga yang memilki tingkat pendapatan rendah menyebabkan orangtua memperlakukan anak dengan kurang perhatian, penghargaan, pujian untuk berbuat baik dan mengikuti peraturan, kurangnya latihan dari penanaman nilai moral.

3. Jenis Pekerjaan Orangtua

Salah satu yang mempengaruhi pengasuhan terhadap anak adalah peran orangtua. Untuk membimbing anak sebaiknya tidak hanya dilakukan oleh ibu saja tetapi ayah sebaliknya juga mengambil peranan. Ibu masa kini banyak yang tidak hanya bekerja sebagai ibu rumah tangga saja namun bekerja di sektor publik ataupun di organisasi tertentu menambah pendapatan keluarga.


(13)

4. Besar Keluarga

Interaksi interpersonal yang semakin kompleks disebabkan disebabkan oleh semakin banyaknya jumlah anggota keluarga (Hasturi 2008). Adanya kepadatan dalam keluarga akan mempengaruhi pola hubungan antar anggota keluarga sehingga komunikasi antar anggota keluarga tidak berjalan sebagaimana mestinya.

2.4. Dukungan Sosial

Pierce dalam Kail dan Cavanaug, (2000) mendefinikan dukungan sosial sebagai sumber emosional, informasional atau pendampingan yang diberikan oleh orang-orang disekitar individu untuk menghadapi setiap permasalahan dan krisis yang terjadi sehari-hari dalam kehidupan. Diamtteo (1991) mendefinisikan dukungan sosial sebagai dukungan atau bantuan yang berasal orang lain seperti teman, tetangga, teman kerja dan orang-orang lainnya.

Gottlieb (dalam Smet, 1994) menyatakan dukungan sosial terdiri dari atau nasehat verbal maupun non verbal, bantuan nyata, atau tindakan yang didapatkan karena kehadiran orang lain dan mempunyai manfaat emosional atau efek bagi pihak penerima. Sarafino (2006) menyatakan bahwa dukungan sosial mengacu pada memberikan kenyamanan pada orang lain, merawatnya atau menghargainya. Pendapat senada juga dikemukana oleh Soronson (dalam Smet, 1994) yang menyataka bahwa dukungan sosial adalah adanya trensaksi interpersonal yang ditunjukkan dengan memberikan bantuan pada individu lain, dimana bantuan itu


(14)

umumnya diperoleh dari orang yang berarti bagi individu yang bersangkutan. Dukungan sosial dapat berupa pemberian informasi, bantuan tingkah laku ataupun materi yang didapat dari hubungan sosial akrab yang dapat membuat individu merasa diperhatikan, bernilai dan dicintai.

Rook (1985, dalam Smet) mendefenisikan dukungan sosial sebagai salah satu fungsi pertalian yang menggabarkan tingkat dan kualitas umum dari hubungan interpersonal yang akan melindungi individu dari konsekuensi stres. Dukungan sosial yang diterima dapat membuat individu merasa tenang, diperhatikan, timbul rasa percaya diri dan kompeten. Tersedianya dukungan sosial akan mebuat individu merasa dicintai, dihargai dan menjadi bagian dari kelompok. Senada dengan pendapat diatas, beberapa ahli Cobb, 1976; Gentry and Kobasa, 1984; Wallston, Alagna and

Davellis,1983; Wills,1984; dalam Sarafino, 1998) menyatan bahwa individu yang memperoleh dukungan sosial akan meyakini individu dicintai, dirawat, dihargai, berharga dan merupakan bagian dari lingkungan sosialnya. Menurut Schwarzer and

Leppin 1990 dalam Smet, 1994; dukungan sosial dapat dilihat sebagai fakta sosial atas dukungan yang sebenarnya terjadi atau diberikan oleh orang lain kepada individu (percieved support) dan sebagai kognisi individu yang mengacu pada persepsi terhadap dukungan yang diterima (received support).

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial adalah dukungan atau bantuan yang berasl dari orang yang memilki hubungan sosial akrab dengan individu yang menerima bantuan. Bentuk dukungan ini dapat berupa


(15)

informasi tingkah laku tertentu ataupun materi yang dapat menjadikan individu yang menerima bantuan merasa disayangi, diperhatikan dan bernilai.

2.4.1. Klasifikasi Dukungan Sosial

Menurut Cohen & Syne (1985), mengklasifikasikan dukungan sosial dalam 4 katagori yaitu:

1. Dukungan informasi, yaitu memberikan penjelasan tentang situasi dan segala sesuatu yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi individu. Dukungan ini, meliputi memberikan nasehat, petunjuk, masukan atau penjelasn bagaimana seseorang bersikap.

2. Dukungan emosional, yang meliputi ekspresi empati misalnyya mendengarkan, bersikap terbuka, menunjukkan sikap percaya terhadap apa yang dikeluhkan, mau memahami, ekspresi kasih sayang dan perhatian. Dukungan emosional akan membuat si penerima merasa berharga, nyaman, aman, terjamin, dan disayangi.

3. Dukungan instrumental adalah bantuan yang diberikan secara langsung bersifat fasilitas atau materi misalnya menyediakan fasilitas yang diperlukan, meminjamkan uang, memberikan makanan, permainan atau bantuan yang lain.

4. Dukungan appraisal atau penilaian, dukungan ini membentuk penilaian yang positif, penguatan (pembenaran) untuk melakukan sesuatu, maupun umpan balik atau menunjukkan perbandingan sosial yang membuka wawasan seseorang yang sedang dalam keadaan sters.


(16)

Menurut Sheridan & Radmancer (1992) menyatakan bahwa dukungan sosial merupakan transaksi interpersonal yang melibatkan aspek-aspekinformasi, perhatian emosi, penilaian dan bantuan instrumental. Ciri-ciri setiap aspek tersebut oleh Smet (1994) dan Taylor (1995), dijelaskan sebagai berikut:

1. Informasi dapat berupa saran-saran, nasihat dan petunjuk yang dapat dipergunakan korban dalam memncari jalan keluar untuk pemecahan masalahnya.

2. Perhatian emosi berupa kehangatan, kepedulian dan empati dapat yang dapt meyakinkan korban bahwa dirinya diperhatikan orang lain.

3. Penilaian berupa penghargaan positif, dorongan untuk maju atau persetujuan terhadap gagasan atau perasaan individu lain.

4. Bantuan instrumental berupa meteri seperti benda atau barang yang dibutuhkan oleh korban dan bantuan finansial untuk baiya pengobatan, pemulihan maupun biaya hidup sehari-hari selama korban belum dapat menolong dirinya sendiri.

Munurut Wangmuba (2009) dukungan sosial mencakup dukungan informasi berupa saran nasehat, dukungan perhatian atau emosi berupa kehangatan, kepedulian dan empati, dukungan instrumental berupa bantuan materi atau finansial dan penilaian berupa penghargaan positif terhadap gagasan atau perasaan orang lain.

Menurut House dan Depkes (2002) yang dikutip oleh ninuk (2007), dukungan sosial diklasifikasikan menjadi empat jenis yaitu:


(17)

1. Dukungan Emosional

Dukungan ungkapan empati, kepedulian, dan perhatian terhadap orang yang bersangkutan.

2. Dukungan Penghargaan

Terjadi lewat ungkapan hormat atau penghargaan positif untuk orang lain itu, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan perasaan individu dan perbandingan positif orang dengan orang lain misalnya orang itu kurang mampu atau lebih buruk keadaanya atau menambah harga diri.

3. Dukungan Instrumental

Mencakup bantuan langsung misalnya dengan memberi pinjaman uang kepada orang yang membutuhkan atau menolong dengan memberi pekerjaan pada orang yang tidak punya pekerjaan.

4. Dukungan Informatif

Mencakup pemberian nasihat, saran, pengetahuan, informasi serta petunjuk. 2.4.2. Cakupan Dukungan Sosial

Menurut Saranson (1983) yang dikutip oleh Kuntjoro (2002), dukungan sosial itu selalu mencakup dua hal yaitu:

1. Jumlah Sumber Dukungan Sosial yang Tersedia

Merupakan persepsi individu terhadap sejuamlah orang yang dapat diharapkan saat individu membutuhkan bantuan (pendekatan berdasarkan kuantitas).


(18)

2. Tingkat Kepuasan Akan Dukungan Sosial yang Diterima

Tingkat kepuasan akan dukungan sosial yang diterima berkaitan dngan persepsi individu bahwa kebutuhannya akan terpenuhi (pendekatan berdasarkan kualitas).

2.4.3. Sumber-sumber Dukungan Sosial

Menurut Rook dan Dootey (1985) yang dikutip oleh Kuntjoro (2002), ada dua sumber dukungan sosial yaitu sumber artifisial dan sumber natural.

1. Dukungan Artifisial

Dukungan sosial artifisial adalah dukungan sosial yang dirancang ke dalam kebutuhan primer seseorang, misalnya dukungan sossial akibat bencana alam melalui berbagai sumbangan sosial.

2. Dukungan Sosial Natural

Dukungan sosial yang natural yang diterima seseorang melalui interaksi sosial dalam kehidupannya secara spontan dengan orang-orang yang berada di sekitarnya, misalnya anggota keluarga (anak, istri, suami dan kerabat), teman dekat atau relasi. Dukungan sosial ini bersifat non-formal.

Sumber dukungan sosial yang bersifat natural berbeda dengan sumber dukungan yang bersifat artifisial dalam sejumlah hal. Perbedaan tersebut terletak dalam hal sebagai berikut:

1. Keberadaan sumber dukungan sosial natural bersifat apa adanya tanpa dibuat-buat sehingga lebih mudah diperoleh dan bersifat spontan.


(19)

2. Sumber dukungan sosial yang natural memiliki kesesuaian dengan norma yang berlaku tentang kapan sesuatu harus diberikan.

3. Sumber dukungan sosial yang natural berakar dari hubungan yang telah berakar lama.

4. Sumber dukungan sosial yang natural memiliki keragaman dalam penyampaian dukungan sosial, mulai dari pemberian barang-barang nyata hingga sekedar menemui seseorang dengan penyampaian salam.

5. Sumber dukungan sosial yang natural terbebas dari beban dan lebel psikologis.

Menurut Wangmuba (2009), sumber dukungan sosial yang natural terbebas dari beban label psikologis terbagi atas:

1. Dukungan Sosial Utama Bersumber dari Keluarga

Meraka adalah oeang-orang terdekat yang mempunyai potensi sebagai sumber dukungan dan senantiasa bersedia untuk memberikan bantuan dan dukungannya ketika individu membutuhkan. Keluarga sebagai suatu sistem sosial, mempunyai fungsi-fungsi yang dapat menjadi sumber dukungan utama bagi individu, seperti membangkitkan perasaan memilki antara anggota keluarga, memastikan persahabatan yang berkelanjutan dan memberikan rasa aman bagi anggota-anggotanya.

Menurut Argyle (dalam Veiel & Baumann, 1992), bila individu dihadapkan pada suatu stresor maka hubungan intim yang muncul karena adanya sistem keluarga dapat menghambat, mengurangi, bahkan mencegah timbulnya efek


(20)

negatif stresor karena ikatan dalam keluarga dapat menimbulkan efek

buffering (penagkal) terhadap dampak stresor. Munculnya efek ini

dimungkinkan karena keluarga selalu siap dan bersedia untuk membantu individu ketika dibutuhkan serta hubungan antar bahwa anggota keluarga memunculkan perasaan dicintai dan mencintai. Intinya adalah bahwa anggota keluarga merupakan orang-orang yang penting dalam memberikan dukungan instrumental, emosional dan kebersamaan dalam menghadapi berbagai peristiwa menekan dalam kehidupan.

2. Dukungan Sosial dapat Bersumber dari Teman atau Sahabat

Suatu studi yang dilakukan oleh Argyle & Furnham (dalam Veiel & Baumann, 1992) menemukan tiga proses utama dimana sahabat atau teman dapat berperan dalam memberikan dukungan sosial. Proses yang pertama adalah membantu material dan instrumental. Stres yang dialami individu dapat dikurangi bila individu mendapatkan pertolongan untuk memecahkan masalahnya. Pertolongan ini dapat berupa informasi tentang cara mengatasi masalah atau pertolongan berupa uang. Proses kedua adalah dukungan emosional. Perasaan tertekan dapat dikurangi dengan membicarakannya dengan teman yang simpatik. Harga diri dapat meningkat, depresi dan kecemasan dapat dihilangkan dengan penerimaan yang tulus dari sahabat karib. Proses yang ketiga adalah integrasi sosial. Menjadi bagian dalam suatu aktivitas waktu luang yang koorperatif dan diterimanya seseorang dalam suatu


(21)

kelompok sosial dapat menghilangkan perasaan kesepian dan menghasilkan perasaan sejahtera serat memperkuat ikatan sosial.

3. Dukungan Sosial dari Masyarakat, misalnya yang peduli terhadap korban kekerasan.

Dukungan ini mewakili anggota masyrakat pada umumnya, yang dikenal dengan nama Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan dilakukan secara profesional sesuai dengan kompetensi yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Hal ini berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas dukungan sosial yaitu pemberi dukungan sosial. Dukungan yang diterima melalui sumber yang sama akan lebih mempunyai arti dan berkaitan dengan berkesinambungan dukungan yang diberikan, yang akan mempengaruhi keakraban dan tingkat kepercayaan penerima dukungan. Proses yang terjadi dalam pemberian dan penerimaan dukungan ini dipengaruhi oleh kemampuan penerima dukungan untuk mempertahankan dukungan yang diperoleh. Para peneliti menemukan bahwa dukungan sosial ada kaitannya dengan pengaruh-pengaruh positif bagi seseorang yang mempunyai sumber-sumber personal yang kuat. Kesehatan fisik individu yang memiliki hubungan dekat dengan orang lain akan lebih cepat sembuh dibandingkan dengan individu terisolasi.

2.4.4. Komponen-komponen dalam Dukungan Sosial

Para ahli berpendapat bahwa dukungan sosial dapat dibagi kedalam berbagai komponen yang berbeda-beda. Misalnya menurut Weiss Cutrona dkk (1994) yang


(22)

dikutip oleh kuntjoro (2002), mengemukakan adanya enam komponen dukungan

sosial yang disebut sebagai “The social provision scale” , dimana masing-masing komponen dapat berdiri sendiri-sendiri, namun satu sama lain saling berhubungan. Adapun komponen-komponen tersebut adalah:

1. Kerekatan Emosional (Emotional Attechment)

Merupakan perasaan akan kedekatan emosional dan rasa aman. Jenis dukungan sosial semacam ini memungkinkan seseorang memperoleh kerekatan emosional sehingga menimbulkan rasa aman bagi yang menerima. Sumber dukungan sosial semacam ini yang paling sering dan umum adalah diperoleh dari pasangan hidup atau anggota keluarga atau teman dekat atau sanak saudara yang akrab dan memilki hubungan yang harmonis.

2. Integrasi Sosial (Social Integration)

Merupakan perasaanmenjadi bagian dari keluarga, tempat seseorang berada dan tempat bebagi minat dan aktivitas. Jenis dukungan sosial semacam ini memungkinkan seseorang untuk memperoleh perasaan memilki suatu keluarga yang sifatnya rekreatif atau secara bersamaan. Sumber dukungan semacam ini memungkinkan mendapat rasa aman, nyaman serta memiliki dan dimilki dalam kelompok.

3. Adanya Pengakuan (Reanssurance of worth)

Meliputi pengakuan akan kompetensi dan kemampuan seseorang dalam keluarga. Pada dukungan sosial jenis ini seseorang akan mendapat pengakuan atas kemampuan dan keahlianya serta mendapat penghargaan dari orang lain


(23)

atau lembaga. Sumber dukungan semcam ini dapat berasal dari keluarga atau lembaga atau instansi atau perusahaan dimana seseorang bekerja.

4. Keterangan yang Dapat Diandalkan (Reliabel Alliace)

Meliputi kepastian atau jaminan bahwa seseorang dapat mengharapkan keluarga untuk membantu semua keadaan. Dalam dukungan sosial jenis ini, seseorang akan mendapatkan dukungan sosial berupa jaminan bahwa ada orang yang dapat diandalkan bantuannya ketika seseorang membutuhkan bantuan tersebut. Jenis dukungan sosial ini umumnya berasal dari keluarga. 5. Bimbingan (Guidance)

Dukungan sosial jenis ini adalah adanya hubungan kerja maupun hubungan sosial yang dapat memmungkinkan seseorang mendapat informasi, saran, atau nasehat yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhan dan mengatasi permasalahan yang dihadapi. Jenis dukungan sosial ini bersumber daru guru, alim ulama, pamong dalam masyarakat dan juga figur yang dituakan dalam keluarga.

6. Kesempatan untuk Mengasuh (Opportunity for Nurturance)

Suatu aspek penting dalam hubungan interpersonal akan perasaan yang dibutuhkan oleh orang lain. Jenis dukungan sosial ini memungkinkan seseorang untuk memperoleh perasaan bahwa orang lain tergantung padanya untuk memperolah kesejahteraan. Sumber dukungan sosial ini adalah keturunan (anak-anaknya) dan pasangan hidup.


(24)

7. Aspek Hubungan Sosial pada Pasien

Seseorang yang hubungannya dekat dengan keluarganya akan mempunyai kecendrungan lebih sedikit untuk stres dibandingkan seseorang yang hubungannya jauh dengan keluarga (Stanley, 2007).

Haller dkk (1986) mengemukakan ada dua komponen dukungan sosial, yaitu: 1. Penilaian yang Mempertinggi Penghargaan

Komponen penilaian yang mempertinggi penghargaan mengacu pada penilaian seseorang terhadap orang lain kepada dirinya. Seseorang menilai seksama evaluasi seseorang terhadap dirinya dan percaya dirinya berharga bagi orang lain. Tindakan lain yang menyokong harga diri seseorang, semangat juang dan kehidupan yang baik.

2. Transaksi Interpersonal yang Berhubungan dengan Kecemasan

Komponen transaksi interpersonal yang berhubungan dengan kecemasab mengau pada adanya seseorang yang memberikan bantuan ketika ada masalah. Seseorang memberikan bantuan untuk memecahkan masalah dengan menyediakan informasi untuk menjelaskan situasi yang berhubungan dengan kecemasan. Bantuan ini berupa dukungan emosional, kognitif yang distruktur ulang dan bantuan instrumental.

2.4.5. Bentuk Dukungan Sosial

Menurut Kaplan dan Saddock (1998), adapun bentuk dukungan sosial adalah sebagai berikut:


(25)

1. Tindakan atau Perbuatan

Bentuk nyata dukungan sosial berupa tindakan yang diberikan oleh orang disekitar pasien, baik dari keluarga, teman dan keluarga.

2. Aspek Religius atau Fisik

Semakin bertambahnya usia maka perasaan religius semakin tinggi. Oleh karena itu aktivitas religius dapat diberikan untuk mendekatkan diri pada Tuhan.

3. Interaksi atau Bertukar Pendapat

Dukungan sosial dapat dilakukan dengan interaksi antara pasien dengan orang-orang terdekat atau di sekitarnya, diharapkan dengan berinteraksi dapat memberikan masukan sehingga merasa diperhatikan oleh orang sekitarnya.

2.5. Landasan Teori

Menurut UNICEF (United Nation Children’s Fund) (1998), gizi kurang

disebabkan oleh berbagai faktor baik langsung (makanan tidak seimbang dan penyakit infeksi) maupun tidak langsung meliputi pola asuh (pola asuh makan dan pola asuh kesehatan), dalam bentuk skema, dapat dilihat dalm Gambar 2.1. (Engle et.al,1997).


(26)

STATUS GIZI

MAKANAN TIDAK SEIMBANG PENYAKIT/INFEKSI

DAMPAK

PENYEBAN LANGSUNG

TIDAK CUKUP PERSEDIAAN

PANGAN

POLA ASUH ANAK TIDAK MEMADAI FAKTOR PREDISPOSI(PENGETAH UAN, SIKAP, KEYAKINAN, KEPERCAYAAN)

SANITASI DAN AIR BERSIH/ PELAYANAN KESEHATAN DASAR

BELUM MEMADAI

PENYEBAB TIDAK LANGSUNG

PENGUAT(DUKUNGAN PETUGAS KESEHATAN, TOKOH MASYARAKAT) PEMUNGKIN (FASILITAS DAN SARANA) DUKUNGAN INFORMASI DUKUNGAN PENILAIAN DUKUNAN INSTRUMEN DUKUNGAN EMOSIONAL

Gambar 2.1. Model modifikasi Penyebab Gizi kurang Menurut UNICEF (United Nation Children’s Fund) (1998) dan toeri Lawrence Green Dikutip oleh

Notoadmojo

Sebagai bagian dari bentuk perilaku, pola asuh juga dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Lawrance Green yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), sebuah perilaku kesehatan timbul karena dipengruhi oleh tiga faktor yaitu:

1. Faktor Predisposisi (Predisposing Factors), faktor ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa setiap individu mempunyai kecendrungan menggunakan pelayannan kesehatan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh karena adanya ciri-ciri individu yang digolongkan ke dalam ciri-ciri:


(27)

a. Demografi (umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah anggota keluarga)

b. Struktur sosial (tingkat pendidikan, jumlah pendapatan pekerjaan, ras, kesukuan, tempat tinggal)

c. Sikap, keyakinan, persepsi, pandangan individu terhadap pelayanan kesehatan.

2. Faktor Pemungkin (Enabling Factors) adalah faktor anteseden terhdap perilaku yang memungkinkan suatu motivasi atau aspirasi terlaksana. Termasuk di dalam faktor pemungkin adalah keterampilan dan sumber daya pribadi atau komuniti, seperti tersedianya pelayanan kesehatan, keterjangkauan, kebijakan, peraturan perundangan.

3. Faktor Penguat (Reinforcing Factors), adalah konsekuensi dari perilaku yang ditentukan apakah pelaku menerima unpan balik yang positif atau negatif dan mendapatkan dukungan sosial setelah perilaku dilakukan. Faktor penguat mencakup :dukungan sosial dari tenaga kesehatan. Menurut House (dalam Smet Bart, 1999) bentuk dukungan sosial tenaga kesehatan di klasifikasikan menjadi empat jenis yaitu: dukungan informasi, dukungan penilaian, dukungan instrument dan dukungan emosional.


(28)

2.6. Kerangka Konsep

Kerangka konsep dari penelitian ini adalah untuk mencari pengaruh dari daktor independen yaitu karakteristik keluarga dan dukungan sosial terhadap pemberian makanan gizi seimbang pada balita.

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep menggambarkan bahwa variabel bebas karakteristik keluarga (pendidikan orangtua, pendapatan keluarga, pekerjaan orangtua, besar keluarga) dan dukungan sosial (dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan informasional, dukungan penghargaan) terhadap variabel terikat pemberian makanan balita.

Variabel Bebas Variabel Terikat

Karakteristik Keluarga: 1.Pendidikan Orangtua 2.Pendapatan Keluarga 3.Pekerjaan Orangtua 4. Besar Keluarga

Dukungan Sosial: 1. Dukungan Emosional 2. Dukungan Instrumental 3. Dukungan Informasional 4. Dukungan Penghargaan

Pemberian Makanan pada Balita


(29)

2.7. Hipotesa Penelitian

Berdasrkan landasan teori yang sudah diuraikan, maka diajukan hipotesis untuk diuji sebagai berikut:

1. Ada pengaruh pendidikan orang tua terhadap pemberian makan balita 2. Ada pengaruh pendapatan keluarga terhadap pemberian makan balita 3. Ada pengaruh pekerjaan orang tua terhadap pemberian makan balita 4. Ada pengaruh besar keluarga terhadap pemberian makan balita 5. Ada pengaruh dukungan emosional terhadap pemberian makan balita 6. Ada pengaruh dukungan instrumental terhadap pemberian makan balita 7. Ada pengaruh dukungan informasional terhadap pemberian makan balita 8. Ada pengaruh dukungan penghargaan terhadap pemberian makan balita


(1)

7. Aspek Hubungan Sosial pada Pasien

Seseorang yang hubungannya dekat dengan keluarganya akan mempunyai kecendrungan lebih sedikit untuk stres dibandingkan seseorang yang hubungannya jauh dengan keluarga (Stanley, 2007).

Haller dkk (1986) mengemukakan ada dua komponen dukungan sosial, yaitu: 1. Penilaian yang Mempertinggi Penghargaan

Komponen penilaian yang mempertinggi penghargaan mengacu pada penilaian seseorang terhadap orang lain kepada dirinya. Seseorang menilai seksama evaluasi seseorang terhadap dirinya dan percaya dirinya berharga bagi orang lain. Tindakan lain yang menyokong harga diri seseorang, semangat juang dan kehidupan yang baik.

2. Transaksi Interpersonal yang Berhubungan dengan Kecemasan

Komponen transaksi interpersonal yang berhubungan dengan kecemasab mengau pada adanya seseorang yang memberikan bantuan ketika ada masalah. Seseorang memberikan bantuan untuk memecahkan masalah dengan menyediakan informasi untuk menjelaskan situasi yang berhubungan dengan kecemasan. Bantuan ini berupa dukungan emosional, kognitif yang distruktur ulang dan bantuan instrumental.

2.4.5. Bentuk Dukungan Sosial

Menurut Kaplan dan Saddock (1998), adapun bentuk dukungan sosial adalah sebagai berikut:


(2)

1. Tindakan atau Perbuatan

Bentuk nyata dukungan sosial berupa tindakan yang diberikan oleh orang disekitar pasien, baik dari keluarga, teman dan keluarga.

2. Aspek Religius atau Fisik

Semakin bertambahnya usia maka perasaan religius semakin tinggi. Oleh karena itu aktivitas religius dapat diberikan untuk mendekatkan diri pada Tuhan.

3. Interaksi atau Bertukar Pendapat

Dukungan sosial dapat dilakukan dengan interaksi antara pasien dengan orang-orang terdekat atau di sekitarnya, diharapkan dengan berinteraksi dapat memberikan masukan sehingga merasa diperhatikan oleh orang sekitarnya.

2.5. Landasan Teori

Menurut UNICEF (United Nation Children’s Fund) (1998), gizi kurang disebabkan oleh berbagai faktor baik langsung (makanan tidak seimbang dan penyakit infeksi) maupun tidak langsung meliputi pola asuh (pola asuh makan dan pola asuh kesehatan), dalam bentuk skema, dapat dilihat dalm Gambar 2.1. (Engle et.al,1997).


(3)

STATUS GIZI

MAKANAN TIDAK SEIMBANG PENYAKIT/INFEKSI

DAMPAK

PENYEBAN LANGSUNG

TIDAK CUKUP PERSEDIAAN

PANGAN

POLA ASUH ANAK TIDAK MEMADAI FAKTOR PREDISPOSI(PENGETAH UAN, SIKAP, KEYAKINAN, KEPERCAYAAN)

SANITASI DAN AIR BERSIH/ PELAYANAN KESEHATAN DASAR

BELUM MEMADAI

PENYEBAB TIDAK LANGSUNG

PENGUAT(DUKUNGAN PETUGAS KESEHATAN, TOKOH MASYARAKAT) PEMUNGKIN (FASILITAS DAN SARANA) DUKUNGAN INFORMASI DUKUNGAN PENILAIAN DUKUNAN INSTRUMEN DUKUNGAN EMOSIONAL

Gambar 2.1. Model modifikasi Penyebab Gizi kurang Menurut UNICEF (United Nation Children’s Fund) (1998) dan toeri Lawrence Green Dikutip oleh

Notoadmojo

Sebagai bagian dari bentuk perilaku, pola asuh juga dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Lawrance Green yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), sebuah perilaku kesehatan timbul karena dipengruhi oleh tiga faktor yaitu:

1. Faktor Predisposisi (Predisposing Factors), faktor ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa setiap individu mempunyai kecendrungan menggunakan pelayannan kesehatan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh karena adanya ciri-ciri individu yang digolongkan ke dalam ciri-ciri:


(4)

a. Demografi (umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah anggota keluarga)

b. Struktur sosial (tingkat pendidikan, jumlah pendapatan pekerjaan, ras, kesukuan, tempat tinggal)

c. Sikap, keyakinan, persepsi, pandangan individu terhadap pelayanan kesehatan.

2. Faktor Pemungkin (Enabling Factors) adalah faktor anteseden terhdap perilaku yang memungkinkan suatu motivasi atau aspirasi terlaksana. Termasuk di dalam faktor pemungkin adalah keterampilan dan sumber daya pribadi atau komuniti, seperti tersedianya pelayanan kesehatan, keterjangkauan, kebijakan, peraturan perundangan.

3. Faktor Penguat (Reinforcing Factors), adalah konsekuensi dari perilaku yang ditentukan apakah pelaku menerima unpan balik yang positif atau negatif dan mendapatkan dukungan sosial setelah perilaku dilakukan. Faktor penguat mencakup :dukungan sosial dari tenaga kesehatan. Menurut House (dalam Smet Bart, 1999) bentuk dukungan sosial tenaga kesehatan di klasifikasikan menjadi empat jenis yaitu: dukungan informasi, dukungan penilaian, dukungan instrument dan dukungan emosional.


(5)

2.6. Kerangka Konsep

Kerangka konsep dari penelitian ini adalah untuk mencari pengaruh dari daktor independen yaitu karakteristik keluarga dan dukungan sosial terhadap pemberian makanan gizi seimbang pada balita.

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep menggambarkan bahwa variabel bebas karakteristik keluarga (pendidikan orangtua, pendapatan keluarga, pekerjaan orangtua, besar keluarga) dan dukungan sosial (dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan informasional, dukungan penghargaan) terhadap variabel terikat pemberian makanan balita.

Variabel Bebas Variabel Terikat

Karakteristik Keluarga: 1.Pendidikan Orangtua 2.Pendapatan Keluarga 3.Pekerjaan Orangtua 4. Besar Keluarga

Dukungan Sosial: 1. Dukungan Emosional 2. Dukungan Instrumental 3. Dukungan Informasional 4. Dukungan Penghargaan

Pemberian Makanan pada Balita


(6)

2.7. Hipotesa Penelitian

Berdasrkan landasan teori yang sudah diuraikan, maka diajukan hipotesis untuk diuji sebagai berikut:

1. Ada pengaruh pendidikan orang tua terhadap pemberian makan balita 2. Ada pengaruh pendapatan keluarga terhadap pemberian makan balita 3. Ada pengaruh pekerjaan orang tua terhadap pemberian makan balita 4. Ada pengaruh besar keluarga terhadap pemberian makan balita 5. Ada pengaruh dukungan emosional terhadap pemberian makan balita 6. Ada pengaruh dukungan instrumental terhadap pemberian makan balita 7. Ada pengaruh dukungan informasional terhadap pemberian makan balita 8. Ada pengaruh dukungan penghargaan terhadap pemberian makan balita