Pengaruh karakteristik keluarga dan dukungan sosial terhadap pemberian makan pada balita di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan

(1)

PENGARUH KARAKTERISTIK KELUARGA DAN DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP PEMBERIAN MAKAN PADA BALITA

DI KECAMATAN MEDAN HELVETIA KOTA MEDAN

TESIS Oleh

BUDI SANTOSO SITEPU 097032094/IKM

PROGRAM STUDI S2 MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2013


(2)

INFLUENCES OF FAMILY CHARACTERISTICS AND SOCIAL SUPPORT ON CHILDREN UNDER FIVE YEARS OLD FEEDING AT HELVETIA

SUB-DICTRICT MEDAN

THESIS

By

BUDI SANTOSO SITEPU 097032094/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH


(3)

PENGARUH KARAKTERISTIK KELUARGA DAN DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP PEMBERIAN MAKAN PADA BALITA

DI KECAMATAN MEDAN HELVETIA KOTA MEDAN

TESIS

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

BUDI SANTOSO SITEPU 097032094/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Judul Tesis : PENGARUH KARAKTERISTIK KELUARGA DAN DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP PEMBERIAN MAKAN PADA BALITA DI KECAMATAN MEDAN HELVETIA KOTA MEDAN

Nama Mahasiswa : Budi Santoso Sitepu Nomor Induk Mahasiswa : 097032094

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes) (Dra. Jumirah, Apt, M.Kes) Ketua Anggota

Dekan


(5)

Telah diuji

Pada Tanggal : 26 Agustus 2013

KETUA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes Anggota : 1. Dra. Jumirah, Apt, M.Kes

2. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.KM 3. Ernawati Nasution, S.K.M, M.Kes


(6)

PERNYATAAN

PENGARUH KARAKTERISTIK KELUARGA DAN DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP PEMBERIAN MAKAN PADA BALITA

DI KECAMATAN MEDAN HELVETIA KOTA MEDAN

TESIS

Dengan ini menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2013 Penulis

Budi Santoso Sitepu


(7)

ABSTRAK

Balita membutuhkan makanan dengan cukup gizi demi masa depan mereka agar tidak terkena penyakit-penyakit yang berhubungan gizi. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Medan ditemukan 2650 penderita gizi kurang dan 154 penderita gizi buruk. Kecamatan Medan Helvetia merupakan tingkat persentase terbesar di Kota Medan yaitu 13,7 % dan memiliki 7 kasus gizi buruk.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh karakteristik keluarga (pendidikan orang tua, pendapatan keluarga, pekerjaan orang tua, besar keluarga) dan dukungan sosial (dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan informasional, dukungan penghargaan) terhadap pemberian makanan balita Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan jenis eksplanatory reaserch populasi sebesar 4985 dan sampel sebesar 118 ibu yang memiliki balita. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dan dianalisis dengan regresi logistik berganda

Hasil penelitian menunjukkan faktor pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dukungan informasional dan dukungan emosional secara statistik memiliki pengaruh terhadap pemberian makan pada balita dengan faktor yang paling dominan adalah dukungan informasional.

Perlunya peningkatan dukungan sosial dari semua elemen masyarakat dalam pemberian makan balita di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan. Meningkatkan peran para petugas, khususnya di bagian kesehatan ibu dan anak, dalam pelayanan agar lebih memberi dukungan secara emosional dan menyampaikan informasi yang lebih jelas kepada ibu yang memiliki balita tentang pemberian makan pada balita


(8)

ABSTRACT

Children under five years old need food with sufficient nutrition for the sake of their future so that they will not be affected by diseases related to nutrition. Based on the data of the Health Office, Medan, it is found 2650 children under five years old were malnutrition and 154 children under five years old were severe malnutrition. Medan Helvetia Subdistrict has the highest percentage of malnutrition in Medan (13.7%) and has seven cases of severe malnutrition.

The objective of the research was to analyze the influence of family

characteristics (parents’ education, family income, parents’ occupation, and family

size) and social support (emotional support, instrumental support, informational support, and rewarding support) on feeding children under five years old. The research was observational with an explanatory research method. The population was 4985 mothers who had children under five years old, and 118 of them were used as the samples. The data were gathered by conducting interviews with questionnaires and analyzed by using multiple logistic regression tests.

The result of the research showed that the factors of parents’ education, parents’ occupation, informational support, and emotional support statistically had

influence on feeding children under five years old; the most dominant factor was informational support.

It is recommended that social support from all elements of community in feeding children under five years old in Medan Helvetia Subdistrict, Medan. It is also recommended that the role of health workers, especially those who were concerned with mother and child health, should be improved, emotional support in providing the service should be increased, and information about feeding children under five years old to their mothers should be clear.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahuwata`ala, karena atas segala karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul ” pengaruh karakteristik keluarga dan dukungan sosial terhadap pemberian makan pada balita di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan”.

Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakulatas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak dapat terlaksana dengan baik tanpa bantuan, dukungan, bimbingan, dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan yang baik ini izinkanlah penulis untuk mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu. D.T.M&H., M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(10)

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan masukan dan saran dalam penulisan tesis ini.

5. Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes selaku Ketua Komisi Pembimbing yang penuh perhatian, kesabaran, ketelitian dalam memberikan bimbingan dan arahan serta meluangkan waktu sejak penyusunan proposal hingga selesai tesis ini.

6. Dra. Jumirah, Apt, M.Kes selaku Anggota Komisi Pembimbing yang penuh perhatian, kesabaran, ketelitian dalam memberikan bimbingan dan arahan serta meluangkan waktu sejak penyusunan proposal hingga selesai tesis ini.

7. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M dan Drs. Amru Nasution, M.Kes selaku Ketua Komisi Penguji yang telah memberikan masukan dan saran demi kesempurnaan tesis ini.

8. Ernawati Nasution, S.K.M, M.Kes selaku Anggota Komisi Penguji yang telah memberikan masukan dan saran demi kesempurnaan tesis ini.

9. Seluruh dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu yang sangat berarti selama penulis mengikuti pendidikan. 10.Kedua orang tua tercinta, Budiman Sitepu dan Sorma Siregar yang telah

memberikan dukungan serta doanya kepada saya.

11.Kedua adik saya Okdivina ST dan Latersia Makarona yang selalu memberikan dukungan semangat kepada saya dalam penulisan tesis ini.


(11)

12.Rekan-rekan mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Angkatan 2009, yang telah membantu penulis dalam penyusunan tesis ini hingga selesai.

Hanya Allah SWT yang senantiasa dapat memberikan balasan atas kebaikan yang telah diperbuat. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini.

Medan, Oktober 2013 Penulis

Budi Santoso Sitepu


(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Budi Santoso Sitepu, lahir di Simpang Empat pada tanggal 15 Januari 1985, anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Budiman Sitepu dan ibu Sorma Siregar.

Penulis memulai pendidikan Sekolah Dasar di SDN 2 Tiga Serangkai pada tahun 1990 - 1996, selanjutnya Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Simpang Empat pada tahun 1996 - 1999, kemudian melanjutkan SMA Negeri 1 Kabanjahe pada tahun 1999 - 2002, tahun 2002 melanjutkan pendidikan di Universitas Sumatera Utara. Tahun 2009 penulis melanjutkan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Balita . ... 8

2.1.1.Karakteristik Balita ... 8

2.1.2. Kerakteristik Usia Pra-Sekolah ... 9

2.2.Penyediaan Menu Seimbang untuk Balita ... 10

2.2.1. Pola Makan Sehat dan Seimbang ... 10

2.2.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Pola Makan ... 11

2.2.3. Porsi Makanan ... 12

2.2.4. Bahan Makanan ... 13

2.2.5. Pengaturan Makanan untuk Balita ... 15

2.2.6. Kebutuhan Zat Gizi pada Balita ... 17

2.3. Karakteristik Keluarga ... 18

2.4. Dukungan Sosial ... 21

2.4.1. Klasifikasi Dukungan Sosial ... 23

2.4.2. Cakupan Dukungan sosial ... 25

2.4.3. Sumber-sumber Dukungan Sosial ... 26

2.4.4. Komponen-Komponen dalam Dukungan Sosial ... 30

2.4.5. Bentuk Dukungan Sosial ... 33

2.5. Landasan Teori ... 33

2.6. Kerangka Konsep ... 36


(14)

BAB 3. METODE PENELITIAN ……….... 38

3.1. Jenis Penelitian... 38

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 38

3.3. Populasi dan Sampel ... 38

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 40

3.4.1. Alat Pengumpulan Data ... 40

3.4.2. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 40

3.5. Veriabel dan Defenisi Operasional ... 42

3.5.1. Variabel Bebas ... 42

3.5.2. Variabel Terikat ... 43

3.6. Metode Pengukuran ... 44

3.6.1. Metode Pengukuran Variabel Bebas ... 44

3.6.2. Metode Pengukuran Variabel Terikat ... 46

3.7. Metode Analisis Data ... 47

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 48

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 48

4.2. Analisis Univariat ... 50

4.2.1. Karakteristik Responden ... 50

4.2.2. Dukungan Sosial ... 52

4.2.3. Pemberian Makan pada Balita ... 60

4.3 Hubungan Karakteristik Keluarga dan Dukungan Sosial terhadap Pemberian Makan pada Balita ... 64

4.3.1 Hubungan Pendidikan dengan Pemberian Makan pada Balita di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan ... 64

4.3.2 Hubungan Pekerjaan dengan Pemberian Makan pada Balita di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan ... 65

4.3.3 Hubungan Penghasilan dengan Pemberian Makan pada Balita di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan ... 66

4.3.4 Hubungan Besar Keluarga dengan Pemberian Makan pada Balita di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan ... 67

4.3.5 Hubungan Dukungan Informasional dengan Pemberian Makan pada Balita di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan ... 68

4.3.6 Hubungan Dukungan Penghargaan dengan Pemberian Makan pada Balita di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan ... 69

4.3.7 Hubungan Dukungan Instrumental dengan Pemberian Makanan pada Balita di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan ... 70

4.3.8 Hubungan Dukungan Emosional dengan Pemberian Makan pada Balita di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan ... 70

4.4 Pengaruh Karakteristik Keluarga dan Dukungan Keluarga terhadap Pemberian Makan pada Balita ... 71


(15)

BAB 5. PEMBAHASAN ... 73

5.1 Pengaruh Karakteristik Keluarga dengan Pemberian Makan pada Balita di Kecamatan Medan Helvetia ... 73

5.2 Pengaruh Dukungan Sosial dengan Pemberian Makan pada Balita di Kecamatan Helvetia Kota Medan ... 74

5.3. Pengaruh Dukungan Informasional terhadap Pemberian Makan Pada Balita di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan ... 75

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 78

6.1 Kesimpulan ... 78

6.2 Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 80 LAMPIRAN


(16)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman 2.1. Daftar Pemberian Makanan Anak Balita ... 17 2.2. Kebutuhan Konsumsi Energi dan Protein Balita Berdasarkan Angka ... 18 3.1. Metode Pengukuran Variabel Penelitian ... 46 4.1. Distribusi Jumlah Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia

Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2011 ... 49 4.2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Kecamatan

Medan Helvetia Tahun 2012 ... 49 4.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan ... 50 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan di Kecamatan

Medan Helvetia Kota Medan ... 50 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Penghasilan di Kecamatan

Medan Helvetia Kota Medan ... 51 4.6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jumlah Anggota

Keluarga di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan ... 51 4.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Dukungan

Informasional di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan ... 52 4.8 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat

Dukungan Informasional di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan .... 53 4.9 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Dukungan

Penghargaan di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan ... 54 4.10 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Dukungan


(17)

4.12 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Dukungan

Instrumental di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan ... 57 4.13 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Dukungan

Emosional di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan ... 58 4.14 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Dukungan

Emosional di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan ... 60 4.15 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pemberian

Makan pada Balita ... 62 4.16 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pemberian

Makan pada Balita ... 64 4.17 Hubungan Pendidikan dengan Pemberian Makan pada Balita

di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan ... 65 4.18 Hubungan Pekerjaan dengan Pemberian Makan pada Balita

di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan ... 66 4.19 Hubungan Penghasilan dengan Pemberian Makan pada Balita

di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan ... 67 4.20 Hubungan Besar Keluarga dengan Pemberian Makan pada Balita

di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan ... 68 4.21 Hubungan Dukungan Informasional dengan Pemberian Makan

pada Balita di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan ... 69 4.22 Hubungan Dukungan Penghargaan dengan Pemberian Makan

pada Balita di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan ... 69 4.23 Hubungan Dukungan Instrumental dengan Pemberian Makan

pada Balita di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan ... 70 4.24 Hubungan Dukungan Emosional dengan Pemberian Makan

pada Balita di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan ... 71 4.25 Pengaruh Karakteristik Keluarga dan Dukungan Keluarga

terhadap Pemberian Makan pada Balita di Kecamatan


(18)

DAFTAR GAMBAR

No Judul ... Halaman 2.1. Model modifikasi Penyebab Gizi kurang Menurut UNICEF

(United Nation Children’s Fund) (1998) dan Toeri Lawrence Green

Dikutip oleh Notoadmojo ... 34 2.2. Kerangka Konsep Penelitian ... 36


(19)

ABSTRAK

Balita membutuhkan makanan dengan cukup gizi demi masa depan mereka agar tidak terkena penyakit-penyakit yang berhubungan gizi. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Medan ditemukan 2650 penderita gizi kurang dan 154 penderita gizi buruk. Kecamatan Medan Helvetia merupakan tingkat persentase terbesar di Kota Medan yaitu 13,7 % dan memiliki 7 kasus gizi buruk.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh karakteristik keluarga (pendidikan orang tua, pendapatan keluarga, pekerjaan orang tua, besar keluarga) dan dukungan sosial (dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan informasional, dukungan penghargaan) terhadap pemberian makanan balita Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan jenis eksplanatory reaserch populasi sebesar 4985 dan sampel sebesar 118 ibu yang memiliki balita. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dan dianalisis dengan regresi logistik berganda

Hasil penelitian menunjukkan faktor pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dukungan informasional dan dukungan emosional secara statistik memiliki pengaruh terhadap pemberian makan pada balita dengan faktor yang paling dominan adalah dukungan informasional.

Perlunya peningkatan dukungan sosial dari semua elemen masyarakat dalam pemberian makan balita di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan. Meningkatkan peran para petugas, khususnya di bagian kesehatan ibu dan anak, dalam pelayanan agar lebih memberi dukungan secara emosional dan menyampaikan informasi yang lebih jelas kepada ibu yang memiliki balita tentang pemberian makan pada balita


(20)

ABSTRACT

Children under five years old need food with sufficient nutrition for the sake of their future so that they will not be affected by diseases related to nutrition. Based on the data of the Health Office, Medan, it is found 2650 children under five years old were malnutrition and 154 children under five years old were severe malnutrition. Medan Helvetia Subdistrict has the highest percentage of malnutrition in Medan (13.7%) and has seven cases of severe malnutrition.

The objective of the research was to analyze the influence of family

characteristics (parents’ education, family income, parents’ occupation, and family

size) and social support (emotional support, instrumental support, informational support, and rewarding support) on feeding children under five years old. The research was observational with an explanatory research method. The population was 4985 mothers who had children under five years old, and 118 of them were used as the samples. The data were gathered by conducting interviews with questionnaires and analyzed by using multiple logistic regression tests.

The result of the research showed that the factors of parents’ education, parents’ occupation, informational support, and emotional support statistically had

influence on feeding children under five years old; the most dominant factor was informational support.

It is recommended that social support from all elements of community in feeding children under five years old in Medan Helvetia Subdistrict, Medan. It is also recommended that the role of health workers, especially those who were concerned with mother and child health, should be improved, emotional support in providing the service should be increased, and information about feeding children under five years old to their mothers should be clear.


(21)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Tujuan pembangunan nasional adalah peningkatan sumber daya manusia yang dilakukan secara berkelanjutan. Visi pembangunan gizi adalah untuk mewujudkan keluarga mandiri sadar gizi untuk mencapai status gizi keluarga yang optimal. Pembangunan suatu bangsa bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat. Peningkatan kemajuan dan kesejahteraan bangsa sangat tergantung pada kemampuan dan kualitas sumber daya manusia (Dinkes Sumut, 2006).

Keadaan gizi masyarakat Indonesia saat ini masih memperihatinkan, walaupun berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasinya. Masalah gizi terjadi di setiap siklus kehidupan dimulai sejak dalam kandungan (janin), bayi, balita, anak, dewasa, dan usia lanjut. Periode dua tahun pertama merupakan masa kritis, karena pada masa ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Gangguan gizi yang terjadi pada masa ini bersifat permanen, tidak dapat dipulihkan walaupun kebutuhan gizi pada masa selanjutnya terpenuhi. Dampak kekurangan gizi yang paling ditakutkan adalah gagal tumbuh, terutama gagal tumbuh kembang otak. Anak yang menderita kekurangan gizi tidak saja menurunkan kecerdasan otaknya, tetapi menyimpan potensi terkena penyakit degeneratif ketika memasuki usia dewasa.


(22)

Dampak gizi buruk dalam jangka pendek menyebabkan kesakitan dan kematian karena kekurangan gizi membuat daya tahan tubuh berkurang.

Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2002 meyebutkan penyebab kematian balita urutan pertama disebabkan oleh gizi buruk sebesar 54%. Pengelompokan wilayah berdasarkan prevalensi gizi kurang ke dalam empat kelompok yaitu rendah (dibawah 10%), sedang(10-19%), tinggi(20-29%) dan sangat tinggi (diatas 30%). Indonesia tahun 2004 tergolong dalam wilayah kelompok gizi kurang katagori tinggi yaitu sebesar 28,47% atau sebanyak 5.119.935 balita dari 17.983.244 balita yang ada di Indonesia ada pada kelompok gizi kurang dan buruk.

Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan, awal Maret 2008, jumlah balita malnutrisi pada tahun 2007 di Indonesia adalah 4,1 juta jiwa. Sebayak 3,38 juta jiwa bersatatus gizi kurang dan 775 ribu termasuk katgori resiko gizi buruk (Safawi,2009).

Hasil survei pemantauan staus gizi tahun 2009 Provinsi Sumatera Utara memiliki prevalensi gizi kurang dan gizi buruk sebesar 20,2 %, yang secara standar WHO masih dalam katagori tinggi. Jumlah balita yang memiliki gizi buruk dan gizi kurang sebanyak 44.574 balita dari 1.337.008 balita yang ditimbang atau sebesar 3,33%. Ini menunjukkan banyak kasus yang tidak dijangkau oleh pelayanan kesehatan, dilain pihak fenomena obesitas juga sudah naik ke permukaan, ditemukan 1,42% atau 18.980 balita mengalami gizi lebih (Dinkes Sumut,2010).

Kondisi ini akan berpengaruh terhadap sumber daya manusia kedepannya. Kecukupan gizi dan pangan merupakan salah satu faktor terpenting dalam


(23)

mengembangkan kualitas sumber daya manusia, hal ini merupakan kunci keberhasilan dalam pembangunan suatu bangsa (Almatsier,2003).

Akibat kurang gizi terhadap proses tubuh tergantung pada zat gizi apa yang kurang. Kekurangan zat gizi secara umum adalah (makanan kurang dalam kualitas maupun kuantitas menyebabkan gangguan pada proses pertumbuhan, produksi tenaga, pertahanan tubuh, struktur dan fungsi otak dan perilaku anak yang mengalami kurang gizi tersebut (Alamtsier,2003).

Upaya penanggulangan gizi kurang yang sudah dilakukan adalah peningkatan pelayanan gizi terpadu dan sistem rujukan dimulai dari tingkat pos pelayanan terpadu, hingga pusat kesehatan masyarakat dan rumah sakit, peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi dibidang pangan dan gizi masyarakat dan intervensi langsung kepada sasaran melalui pemberian makanan tambahan (Almatsier,2003)

Masyarakat harus mengerti bahwa anak mereka membutuhkan makanan dengan cukup gizi demi masa depan mereka sehingga anak tersebut tidak terkena penyakit-penyakit yang berhubungan gizi. Anak balita merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi (Sediaoetama,2000).

Menurut suhardjo (1996), klasifikasi keadaan berat badan balita di bawah garis merah yang paling sederhana dan umum dipakai adalah ukuran berat menurut umur yang kemudian dibandingkan terhadap berat baku, karena berat badan anak merupakan indikator yang baik bagi penentuan status gizinya. Khususnya untuk mereka yang berumur dibawah lima tahun, dimana keadaan seperti ini disebabkan oleh faktor-faktor tertentu seperti : tingkat pendidikan orang tua, tingkat ekonomi


(24)

keluarga, latar belakang sosial budaya keluarga yang dilihat dari pantangan makan, besar keluarga, keadaan fisiologi, sehingga faktor-faktor tersebut, ikut menentukan besarnya persentase balita dengan keadaan gizi kurang.

Hasil penelitian Suranadi (2007) meyatakan bahwa karakteristik keluarga dan pola asuh sangat berperan terhadap status gizi balita. Pada anak yang mengalami gizi kurang dan gizi buruk, umur istri, besar pengeluaran untuk makanan, pekerjaan kepala keluarga serta besar keluarga berpengaruh secara signifikan.

Green (1991) menjelaskan bahwa perilaku dilatarbelakangi oleh tiga faktor pokok, yakni faktor-faktor predisposisi (predisposing factors) yang meliputi pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, tradisi, dan nilai. Faktor pendukung (enabling factors) yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi dan jamban. Faktor-faktor pendorong (renforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat (Notoatmodjo,2007).

Pola pengasuhan anak berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat, kebersihan, memberi kasih sayang dan sebagainya. Semuanya berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal kesehatan (fisik dan mental), status gizi, pendidikan umum, pengetahuan dan keterampilan tentang pengasuhan anak yang baik, peran dalam keluarga atau di masyarakat, sifat pekerjaan sehari-hari, adat kebiasaan keluarga dan masyarakat, dan


(25)

keterjangkauan anak dan keluarga terhadap upaya pencegahan penyakit dan pemeliharaan kesehatan seperti imunisasi, pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, penimbangan anak, penyuluhan kesehatan dan gizi serta sarana kesehatan yang baik seperti posyandu, puskesmas, praktek bidan atau dokter, rumah sakit dan persediaan air bersih. Tidak terjangkaunya pelayanan kesehatan (karena jauh dan atau tidak mampu membayar), kurangnya pendidikan dan pengetahuan merupakan kendala masyarakat dan keluarga memanfaatkan dengan baik pelayanan kesehatan yang tersedia. Hal ini berdampak juga pada status gizi anak. (Thaha, 1999).

Menghadapi setiap permasalahan dan krisis yang terjadi sehari-hari dalam kehidupan termasuk masalah pemberian makan balita diperlukan dukungan sosial sebagai sumber emosional, informasional atau pendampingan yang diberikan oleh orang-orang disekitar individu menurut Pierce (dalam Kail dan Cavanaug, 2000). Diamtteo (1991) mendefinisikan dukungan sosial sebagai dukungan atau bantuan yang berasal orang lain seperti teman, tetangga, teman kerja dan orang-orang lainnya.

Hasil penelitiuan Theresiana (2002), tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian makanan pada balita di Kabupaten Tangerang, menyatakan bahwa ada pengaruh petugas kesehatan terhadap perilaku pemberian makanan pada balita senada dengan penelitana Hayati, (2011) dalam pengaruh pengetahuan dan sikap ibu serta dukungan tenaga kesehatan terhadap pemberian makanan pada balita di Puskesmas Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai, dukungan tenaga kesehatan terhadap pemberian makanan pada balita merupakan faktor yang dominan memengaruhi pemberian makanan pada balita.


(26)

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Medan gambaran keadaan gizi, masyarakat ditemukan 2650 penderita gizi kurang dan 154 penderita gizi buruk. Di wilayah Medan Helvetia jumlah balita dengan 363 gizi kurang (13,70%) dan 7 gizi buruk yang merupakan tingkat persentase terbesar di Kota Medan.(Dinkes Medan, 2011)

Hasil observasi awal peneliti petugas kesehatam masih sulit untuk mengajak para ibu rumah tangga agar datang ke posyandu. Padahal dengan datang ke posyandu mereka dapat mengetahui status gizi balitanya dan juga dapat mengetahui cara merawat balita. Mereka merasa kegiatan menimbang balita di posyandu tidak ada manfaatnya. Banyak juga ibu-ibu yang menolak imunisasi dengan alasan bayi atau balita menjadi demam setelah imunisasi dan anaknya takut kalau disuntik. Ibu-ibu yang menolak balitanya diimunisasi takut bila balitanya demam karena efek samping imunisasi tersebut mereka akan dimarahi mertua dan suaminya. Selain itu ibu-ibu lebih menuruti kemauan anaknya agar bisa makan, tidak jarang anak hanya mau makanan ringan dan waktu pemberian makanan balita sering tidak teratur.

Berdasarkan keadaan tersebut penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang karakteristik keluarga (pendidikan orang tua, pendapatan keluarga, pekerjaan orang tua, besar keluarga) dan dukungan sosial (dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan informasional, dukungan penghargaan) terhadap pemberian makanan balita di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan.


(27)

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh karakteristik keluarga (pendidikan orang tua, pendapatan keluarga, pekerjaan orang tua, besar keluarga) dan dukungan sosial (dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan informasional, dukungan penghargaan) terhadap pemberian makanan balita di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh karakteristik keluarga (pendidikan orang tua, pendapatan keluarga, pekerjaan orang tua, besar keluarga) dan dukungan sosial (dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan informasional, dukungan penghargaan) terhadap pemberian makanan balita di Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Memberikan masukan bagi keluarga di Kecamatan Medan Helvetia dalam penyediaan menu seimbang bagi balita sehingga meningkatkan status gizi balita.

2. Bagi Dinas Kesehatan Koata Medan sebagai bahan masukan dalam perencanaan progaram peningkatan gizi di Kota Medan.

3. Bagi Puskesmas Hasil Penelitian dapat digunakan sebagai masukan dalam rangka meningkatkan program pelayanan kesehatan.


(28)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Balita

Balita atau anak bawah umur lima tahun adalah anak usia kurang dari lima tahun sehingga bagi usia di bawah satu tahun juga termasuk dalam golongan ini. Namun faal (kerja alat tubuh semestinya) bagi usia di bawah satu tahun berbeda dengan anak usia di atas satu tahun, maka anak dibawah satu tahun tidak termasuk kedalam dolongan yang dikatakan balita. Anak usia 1-5 tahun dapat pula dikatakan mulai di sapih atau selepas menyusu sampai dengan pra-sekolah. Sesuai dengan pertumbuhan badan dan perkembangan kecerdasannya, faal tubuhnya juga mengalami perkembanagan sehingga jenis makanan dan cara pemberiannya pun harus disesuaikan dengan keadaanya.

Bedasarkan karakteristiknya balita 1-5 tahun dapat dibedakan menjadi dua, yaitu anak berumur 1-3 tahun yang dikenal dengan Batita merupakan kosumen pasif. Sedangkan usia prasekolah lebih dikenal sebagai konsumen aktif (Uripi,2004).

2.1.1.Karakteristik Balita

Anak usia 0-6 tahun merupaakan konsumen pasif, yang arinya anak menerima makanan dari apa yang disediakan ibunya. Laju pertumbuhan masa balita lebih besar dari msa usia pra-sekolah sehingga diperlukan jumlah makanan yang relatif besar.


(29)

Namun perut yang masih lebih kecil menyebabkan jumlah makanan yang mampu diterimanaya dalam sekali makan lebih kecil dari anak yang usianya lebih besar. Olah karena itu, pola makan yang diberikan adalah porsi kecil dengan frekuensi sering.

2.1.2. Kerakteristik Usia Pra-Sekolah

Pada usia pra-sekolah anak menjadi konsumen aktif. Mereka sudah dapat memilih makanan yang disukainya. Pada usia ini anak mulai begaul dengan lingkungannya atau besekolah playgroup sehingga anak mengalami beberapa perubahan dalam perilaku. Pada masa ini anak akan mencapai perilaku gemar memprotes sehingga mereka akan mengatakan “tidak” untuk setiap ajakan.

Karakteristik anak pra-sekolah ini mencakup perkembangan fisik dan kemampuan motorik serta emosional anak. Perkembangan fisik yaitu hasil tumbuh kembang fisik adalah bertambah besarnya ukuran-ukuran antropometrik dan gejala/tanda lain pada rambut, gigi-giligi, otot, jaringan lemak, darah dan lainnya. Sedangkan kemampuan motorik dan emosional anak mencakup sikap anak dalam lingkungan, gerakan anggota badan, serta kemampuan intelektual anak seperti menyebutkan nama dan bercerita lainnya.

2.2.Penyediaan Menu Seimbang untuk Balita

Pada dasarnya makanan balita harus bersifat lengkap artinya kualitas dari makanan harus baik dan kualitas makanan pun harus cukup, dan bergizi artinya makanan mengandung semua zat gizi yang dibutuhkan dengan memperhitungkan:


(30)

1. Pada periode ini dibutuhkan penambahan komsumsi zat pembagun karena tubuh anak sedang berkembang pesat.

2. Bertambahnya aktivitas membutuhkan penambahan bahan makanan sebagai sumber energi.

3. Untuk perkembangan mentalnya naka membutuhkan lebih banyak lagi zat pembangun terutama untuk pertumbuhan jaringan otak yang mempengaruhi kecerdasan walaupun tak secara signifikan.

2.2.1. Pola Makan Sehat dan Seimbang

Menurut Harper (1986), pola makan (dietary pattern) adalah cara seseorang atau sekelompok orang dalam memilih pangan dan makanannya serta mengkomsumsinya sebagai tanggapan terhadap pengaruh fisiologi, psikologi, budaya dan sosial. Pola makan dinamakan pula kebiasaan makan, kebiasaan pangan atau pola pangan (Suhardjo,2003).

Menu seimbang adalah menu yang terdiri dari beraneka ragam makanan dalam jumlah proporsi yang sesuai, sehingga memenuhi kebutuhan gizi seseorang guna pemeliharaan dan perbaikan sel-sel tubuh dan proses kehidupan serta pertumbuhan dan perkembangan (Almatsier, 2004). Pola menu seimbang adalah pengaturan makanan yang sehat dengan susunan hidangan menu sesuai dengan kebutuhan gizi esensial dalam jumlah yang ideal serta disesuaikan dengan daya toleran si anak. Dengan kata lain menu seimbang adalah menu yang kebutuhan gizinya sudah disesuikan dengan golongan usia balita.


(31)

Ciri khas pola menu Indonesia ialah Empat Sehat Lima Sempurna yaitu menu lengkap terdiri dari nasi atau makanan pokok, lauk, sayur, buah dan agar menjadi sempurna ditambahkan dengan susu (Santoso, 2004).

2.2.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Pola Makan

Dalam hal pola makan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: 1. Pengetahuan Gizi Ibu

Bila pengetahuan tentang bahan makanan yang bergizi masih kurang maka pemberian makanan untuk keluarga biasa dipilih bahan-bahan yang hanya dapat mengenyangkan perut saja tanpa memikirkan apakah makanan itu bergizi atau tidak tercukupi (Sapoetra,1997).

Menurut Suhardjo (1989), bila ibu rumah tangga memiliki pengetahuan gizi yang baik ia akan mampu untuk memilih makanan-makanan yang bergizi untuk dikomsumsi.

2. Pendidikan Ibu

Peranan ibu sangat penting dalam penyediaan makanan bagi anak balitanya, pengetahuan yang diperoleh baik formal maupun non formal sangat menentukan untuk ditetapkan dalam hal pemilihan dan penentuan jenis makanan yang dikomsumsi oleh balita dan anggota keluarga lainnya.

Pendidikan gizi ibu bertujuan untuk meningkatkan penggunaan sumber daya makanan yang tersedia. Dari hal tersebut dapat diasumsikan bahwa tingkat kecukupan dan zat gizi pada balita relatif tinggi bila pendidikan ibu tinggi (Depkes RI,2010)


(32)

3. Pendapatan Keluarga

Pendapatan merupakan salah satu faktor yang menetukan kualitas dan kuantitas makanan. Tetapi perlu disadari bahwa pendapatan tidak selalu membawa perbaikan susunan makanan. Tingkat pendapatan juga ikut menentukan jenis pangan yang akan dibeli dengan tambahan uang tersebut. Orang miskin membelanjakan sebagian besar pendapatan tambahan tersebut untuk makanan, sedangkan orang kaya jauh lebih rendah. Semakin tinggi pendapatan semakin besar pula persentase dari pendapatan tersebut dipergunakan untuk membeli buah, sayur, dan berbagai jenis bahan pangan lain (Berg,A & Sajogyo,1986). 2.2.3. Porsi Makanan

Menurut Amalia yang dikutip oleh Komsatiningrum (2009), porsi makanan bagi orang dewasa dan balita sangatlah jauh berbeda, porsi makan anak balita lebih sedikit karena kebutuhan jumlah gizi esensial jumlahnya lebih sedikit yang harus dipenuhi. Selain itu karakteristik pertumbuhan dan aktivitasnya juga berbeda. Porsi makan bagi anak balita harus mempunyai kandungan air dan serat sesuai dengan daya toleransi, tekstur makanan agak lunak agar mudah dicerna dan memberikan rasa kenyang.

Makan selingan perlu diberikan kepada balita terutama jika porsi makan utama yang dikomsumsi belum mencukupi. Pemberian makanan selingan tidak boleh berlebihan karena akan mengakibatkan berkurangnya nafsu makan akibat terlalu kenyang makan makanan selingan. Pemilihan makanan selingan disesuaikan dengan


(33)

1. Mencukupi asupan nutrisi yang mungkin kurang pada saat pemberian makan pagi, siang dan sore.

2. Memperkenalkan aneka ragam jenis makanan yang terdapat dalam makanan selingan.

3. Mengatasi masalah anak sulit makan nasi.

4. Untuk mencukupi kebutuhan kalori terutama pada anak yang banyak melakukan aktivitas.

2.2.4. Bahan Makanan

Bahan makanan untuk anak balita harus dipilih yang tidak merangsang, rendah serat, dan tidak mengandung gas. Penggunaan rempah yang merangsang seperti cabai dan asam sebaiknya dihindari, penambahan vetsiun sebaiknya dihindari dan sebaiknya menggunakan garam dan gula yang tidak membahayakan tubuh. Menu Empat Sehat Lima Sempurna sangat baik diberikan kepada balita, di dalam menu ini digunakan berbagai jenis bahan makanan yang terdiri atas:

1. Bahan Makanan Pokok

Bahan makanan pokok yang memegang peranan penting, biasa dihidangkan pada waktu makan pagi, siang dan malam. Pada umumnya bahan makanan pokok jumlahnya (kuantitas/volume) lebih banyak dibanding bahan makanan lainnya. Bahan makanan pokok merupakan sumber energi dan mengandung banyak kerbohidrat. Jenis bahan makanan pokok yang biasa dikonsumsi adalah beras, jagung, gandum, sagu dan umbi-umbian.


(34)

2. Bahan Makanan Lauk Pauk

Bahan makanan lauk pauk biasa digunakan sebagai teman makanan pokok yang memberikan rasa enak dan merupakan sumber protein. Sebagai sumbernya dikenal bahan makanan yang bersal dari hewan yang disebut protein hewani seperti daging, ikan dan telur sedangkan yang berasal dari tumbuhan disebut protein nabati yaitu kacang-kacangan serta hasil olahannya seperti tahu dan tempe.

3. Bahan Makanan Sayur Mayur

Dalam hidangan orang Indonesia sayur mayur sebagai teman makanan pokok, pemberi serat dalam hidangan. Bahan makanan sayuran biasa berasal dari berbagai jenis tumbuhan seperti batang, daun, bunga, umbi dan buah muda. Bagi balita sebaiknya diberikan sayuran yang kadar seratnya tidak terlalu tinggi. Sayur-mayur merupakan sumber vitamin dan mineral. Namun jika mengalami pemanasan maka zat gizi yang terdapat di dalamnya dapat rusak atau berkurang.

4. Bahan Makanan Buah-buahan

Buah biasanya di hidangkan dan disantap terakhir kali dalam suatu acara makan, umumnya buah yang dipilih buah yang matang dan berasa manis. Buah – buahan merupakan sumber vitamin bagi tubuh dan zat pengatur. 5. Susu


(35)

manusia adalah air susu ibu (ASI) dan susu yang bukan berasal dari manusia disebut pengganti air susu ibu (PASI) yang biasa berasal dari hewan ternak seperti sapi, kambing dan kuda. Susu merupakan minuman yang baik bagi balita, selain itu air putih juga baik diberikan. Susu dapat diperoleh dalam berbagi bentuk yaitu bubuk dan cair (Santoso, 2004).

2.2.5. Pengaturan Makanan untuk Balita

Dalam merencanakan pengetahuan makanan makan untuk balita, jika kita hendak menentukan makanan yang tepat untuk seorang bayi atau anak, maka perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Menentukan kebutuhan zat gizi dengan menggunakan data tentang kebutuhan zat gizi.

2. Mentukan jenis makanan yang dipilih untuk menterjemahkan zat gizi yang diperlukan dengan menggunakan daftar komposisi zat gizi dari berbagai macam bahan makanan.

3. Menentukan jadwal waktu makan dan menentukan hidangan. Perlu pula ditentukan cara pemberian makan.

4. Memperhatikan masukan yang tejadi terhadap hidangan tersebut. Perlu dipertimbangkan kemungkinan faktor kesukaan dan ketidaksukaan terhadap suatu makanan. Perhatikan pula bila ia betul-betul terjadi keadaan anoreksia. Bila tidak terdapat sisa makanan, mungkin makanan yang diberikan jumlahnya kurang. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk pengaturan makanan yang tepat adalah umur, berat badan, keadaan mulut sebagai alat penerima makanan,


(36)

kebiasaan makan, kesukaan dan ketidaksukaan, akseptabilitas dari makanan dan toleransi anak terhadap makanan yang diberikan.

Dengan memperhatikan dan memperhitungkan faktor-faktor tersebut diatas, umumnya tidak akan banyak terjadi kekeliruan dalam mengatur makan untuk seorang anak balita. Pada umumnya kepada anak balita telah dapat diberikan jadwal waktu makan yang serupa, yaitu tiga kali makan dan diantaranya dapat diberikan makanan kecil (snack).

Pemberian makanan yang sesuai dengan umur dan pengaturan jam pemberian makanan dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1. Daftar Pemberian Makanan Anak Balita Umur Balita Macam Makanan Pemberian dalam

Sehari (Kali)

Jam Pemberian 12 bulan Keatas ASI*

Buah Nasi tim atau

makanan keluarga** Makanan kecil***

1 atau 3 1 3 1 06.00,14.00,21.00 16.00 08.00,12.00,18.00 10.00 Keterangan :

*kalau ASI berkurang dapat diberikan 4 sendok makan peres susu bubuk dalam air matang menjadi 200ml dan dapat ditambahkan 1 sendok the gula.

*Makanan keluarga yang lembek, mudah dicerna dan tidak pedas *Makanan kecil berupa biskuit, bubur kacang hijau dan lain-lain.

Sebaliknya jangan diberikan makanan yang terlalu manis (coklat, permen, dan lain-lain) atau yag terlalu gurih atau yang berlemak(Husani, Yayah,1999).

2.2.6. Kebutuhan Zat Gizi pada Balita

Menurut Uripi (2004) kebutuhan zat gizi pada balita adalah jumlah yang diperkirakan cukup untuk memelihara kesehatan. Kebutuhan gizi ditentukan oleh usia, jenis kelamin, berat badan, aktivitas dan tinggi badan.Kebutuhan zat gizi pada


(37)

balita harus cukup dan seimbang karena anak balita sedang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Kebutuhan energi dan protein balita berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) rata-rata per hari yang dianjurkan oleh Widyakarya Pangan dan Gizi (1998) dapat dilihat pada tabel 2.2. Kebutuhan Komsumsi Energi dan Protein Balita Berdasarkan Angka.

Tabel 2.2. Kebutuhan Komsumsi Energi dan Protein Balita

No Golongan

Umur

Berat Badan(Kg)

Tinggi Badan (cm)

Energi (kkal)

Protein (gr)

1 1-3 12 90 1.250 23

2 4-5 18 110 1.750 32

Fungsi utama energi sebagai zat tenaga yang menunjang aktivitas sehari-hari dan fungsi utama protein sebagai zat pembangunan bagi jaringan baru mempertahankan jaringan yang telah ada. Makan makanan yang beraneka ragam menunjang terpenuhinya kecukupan sumber zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur bagi kebutuhan gizi balita. Konsumsi pangan yang cukup dan seimbang merupakan salah satu faktor yang menentukan agar proses tumbuh kembang anak balita menjadi optimal dan memilki daya tahan tubuh yang kuat (Depkes RI,2000).

2.3. Karakteristik Keluarga

Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat dan merupakan tempat paling utama bagi pembentukan kepribadian anak. Dalam teori Brofenbrener seorang pakar ekologi keluarga menyebutkan bahwa keluarga merupakan lingkungan meso bagi anakatau lingkungan paling terdekat bagi anak yang mempengaruhi tumbuh


(38)

kembangnya (Berns 1997). Selain itu menurut teori struktural fungsional keluarga merupakan sebuah sistem yang terkait anggota dalam keluarganya. Dalam hal ini setiap anggota keluarga memilki peran dan tugas yang harus dijalankan oleh anggota keluarga (Megawangi, 1999). Fungsi dan peran tersebut dimiliki oleh setiap anggota keluarga. Tanpa pembagian peran dan tugas yang jelas maka fungsi keluarga akan terganggu dan akan mempengaruhi sistem yang lebih besar.

Dalam teori struktural fungsional terdapat dua aspek yang saling berkaitan yaitu aspek struktural adan aspek fungsional. Megawangi (1999) menjelaskan bahwa aspek struktural melihat keseimbangan yang diciptakan oleh sistem sosial yang tertib. Ketertiban tersebut dapat tercipta bila keluarga memilki struktur sehingga mengetahui posisi dan patuh pada sistem yang berlaku dalam keluarga.

Terdapat tiga elemen dalam struktur keluarga yaitu status sosial, fungsi sosial, dan norma sosial (Megawangi 1999). Aspek yang kedua adalah aspek fungsional, aspek fungsional dapat diartikan sebagai bagaimana subsistem dalam keluarga dapat berhubungan dan dapat menjadi sebuah kesatuan (Megawangi 1999).

Salah satu subsistem yang menjadi sebuah kesatuan adalah karakteristik keluarga yang mendukung untuk perkembangan anak dikeluarga tersebut. Karakteristik keluarga tersebut diantaranya adalah tingkat pendidikan orangtua, pendapatan keluarga, jenis pekerjaan orangtua dan besar keluarga.

1. Tingkat Pendidikan Orangtua


(39)

tidak langsung akan mempengaruhi komunikasi antara orangtua dan anak dalam lingkungan keluarga (Gunarsa dan Gunarsa 2004). Hasil penelitian menunjukkan bahwa oraang yang memilki pendidikan formal yang rendah dan tidak bekerja memiliki partisipasi yang sedikit pada segala sesuatu yang berhubungan dengan aktivitas sekolah anaknya dibandingkan dengan orangtua yang berpendidikan tinggi. Hal ini terjadi karena orangtua berperan sebagai pengetahuan, pengembangan karir dan memberikan fasilitas belajar.

2. Pendapatan Keluarga

Keadaan sosial ekonomi merupakan salah satu faktor penting kehidupan keluarga. Ekonomi keluarga akan digunakan sebagai salah satu pemelihara anak dalam keluarga. Gunarsa dan Gunarsa (2004) menyatakan kondisi keluarga yang memilki tingkat pendapatan rendah menyebabkan orangtua memperlakukan anak dengan kurang perhatian, penghargaan, pujian untuk berbuat baik dan mengikuti peraturan, kurangnya latihan dari penanaman nilai moral.

3. Jenis Pekerjaan Orangtua

Salah satu yang mempengaruhi pengasuhan terhadap anak adalah peran orangtua. Untuk membimbing anak sebaiknya tidak hanya dilakukan oleh ibu saja tetapi ayah sebaliknya juga mengambil peranan. Ibu masa kini banyak yang tidak hanya bekerja sebagai ibu rumah tangga saja namun bekerja di sektor publik ataupun di organisasi tertentu menambah pendapatan keluarga.


(40)

4. Besar Keluarga

Interaksi interpersonal yang semakin kompleks disebabkan disebabkan oleh semakin banyaknya jumlah anggota keluarga (Hasturi 2008). Adanya kepadatan dalam keluarga akan mempengaruhi pola hubungan antar anggota keluarga sehingga komunikasi antar anggota keluarga tidak berjalan sebagaimana mestinya.

2.4. Dukungan Sosial

Pierce dalam Kail dan Cavanaug, (2000) mendefinikan dukungan sosial sebagai sumber emosional, informasional atau pendampingan yang diberikan oleh orang-orang disekitar individu untuk menghadapi setiap permasalahan dan krisis yang terjadi sehari-hari dalam kehidupan. Diamtteo (1991) mendefinisikan dukungan sosial sebagai dukungan atau bantuan yang berasal orang lain seperti teman, tetangga, teman kerja dan orang-orang lainnya.

Gottlieb (dalam Smet, 1994) menyatakan dukungan sosial terdiri dari atau nasehat verbal maupun non verbal, bantuan nyata, atau tindakan yang didapatkan karena kehadiran orang lain dan mempunyai manfaat emosional atau efek bagi pihak penerima. Sarafino (2006) menyatakan bahwa dukungan sosial mengacu pada memberikan kenyamanan pada orang lain, merawatnya atau menghargainya. Pendapat senada juga dikemukana oleh Soronson (dalam Smet, 1994) yang menyataka bahwa dukungan sosial adalah adanya trensaksi interpersonal yang


(41)

umumnya diperoleh dari orang yang berarti bagi individu yang bersangkutan. Dukungan sosial dapat berupa pemberian informasi, bantuan tingkah laku ataupun materi yang didapat dari hubungan sosial akrab yang dapat membuat individu merasa diperhatikan, bernilai dan dicintai.

Rook (1985, dalam Smet) mendefenisikan dukungan sosial sebagai salah satu fungsi pertalian yang menggabarkan tingkat dan kualitas umum dari hubungan interpersonal yang akan melindungi individu dari konsekuensi stres. Dukungan sosial yang diterima dapat membuat individu merasa tenang, diperhatikan, timbul rasa percaya diri dan kompeten. Tersedianya dukungan sosial akan mebuat individu merasa dicintai, dihargai dan menjadi bagian dari kelompok. Senada dengan pendapat diatas, beberapa ahli Cobb, 1976; Gentry and Kobasa, 1984; Wallston, Alagna and Davellis,1983; Wills,1984; dalam Sarafino, 1998) menyatan bahwa individu yang memperoleh dukungan sosial akan meyakini individu dicintai, dirawat, dihargai, berharga dan merupakan bagian dari lingkungan sosialnya. Menurut Schwarzer and Leppin 1990 dalam Smet, 1994; dukungan sosial dapat dilihat sebagai fakta sosial atas dukungan yang sebenarnya terjadi atau diberikan oleh orang lain kepada individu (percieved support) dan sebagai kognisi individu yang mengacu pada persepsi terhadap dukungan yang diterima (received support).

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial adalah dukungan atau bantuan yang berasl dari orang yang memilki hubungan sosial akrab dengan individu yang menerima bantuan. Bentuk dukungan ini dapat berupa


(42)

informasi tingkah laku tertentu ataupun materi yang dapat menjadikan individu yang menerima bantuan merasa disayangi, diperhatikan dan bernilai.

2.4.1. Klasifikasi Dukungan Sosial

Menurut Cohen & Syne (1985), mengklasifikasikan dukungan sosial dalam 4 katagori yaitu:

1. Dukungan informasi, yaitu memberikan penjelasan tentang situasi dan segala sesuatu yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi individu. Dukungan ini, meliputi memberikan nasehat, petunjuk, masukan atau penjelasn bagaimana seseorang bersikap.

2. Dukungan emosional, yang meliputi ekspresi empati misalnyya mendengarkan, bersikap terbuka, menunjukkan sikap percaya terhadap apa yang dikeluhkan, mau memahami, ekspresi kasih sayang dan perhatian. Dukungan emosional akan membuat si penerima merasa berharga, nyaman, aman, terjamin, dan disayangi.

3. Dukungan instrumental adalah bantuan yang diberikan secara langsung bersifat fasilitas atau materi misalnya menyediakan fasilitas yang diperlukan, meminjamkan uang, memberikan makanan, permainan atau bantuan yang lain.

4. Dukungan appraisal atau penilaian, dukungan ini membentuk penilaian yang positif, penguatan (pembenaran) untuk melakukan sesuatu, maupun umpan balik atau menunjukkan perbandingan sosial yang membuka wawasan


(43)

Menurut Sheridan & Radmancer (1992) menyatakan bahwa dukungan sosial merupakan transaksi interpersonal yang melibatkan aspek-aspekinformasi, perhatian emosi, penilaian dan bantuan instrumental. Ciri-ciri setiap aspek tersebut oleh Smet (1994) dan Taylor (1995), dijelaskan sebagai berikut:

1. Informasi dapat berupa saran-saran, nasihat dan petunjuk yang dapat dipergunakan korban dalam memncari jalan keluar untuk pemecahan masalahnya.

2. Perhatian emosi berupa kehangatan, kepedulian dan empati dapat yang dapt meyakinkan korban bahwa dirinya diperhatikan orang lain.

3. Penilaian berupa penghargaan positif, dorongan untuk maju atau persetujuan terhadap gagasan atau perasaan individu lain.

4. Bantuan instrumental berupa meteri seperti benda atau barang yang dibutuhkan oleh korban dan bantuan finansial untuk baiya pengobatan, pemulihan maupun biaya hidup sehari-hari selama korban belum dapat menolong dirinya sendiri.

Munurut Wangmuba (2009) dukungan sosial mencakup dukungan informasi berupa saran nasehat, dukungan perhatian atau emosi berupa kehangatan, kepedulian dan empati, dukungan instrumental berupa bantuan materi atau finansial dan penilaian berupa penghargaan positif terhadap gagasan atau perasaan orang lain.

Menurut House dan Depkes (2002) yang dikutip oleh ninuk (2007), dukungan sosial diklasifikasikan menjadi empat jenis yaitu:


(44)

1. Dukungan Emosional

Dukungan ungkapan empati, kepedulian, dan perhatian terhadap orang yang bersangkutan.

2. Dukungan Penghargaan

Terjadi lewat ungkapan hormat atau penghargaan positif untuk orang lain itu, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan perasaan individu dan perbandingan positif orang dengan orang lain misalnya orang itu kurang mampu atau lebih buruk keadaanya atau menambah harga diri.

3. Dukungan Instrumental

Mencakup bantuan langsung misalnya dengan memberi pinjaman uang kepada orang yang membutuhkan atau menolong dengan memberi pekerjaan pada orang yang tidak punya pekerjaan.

4. Dukungan Informatif

Mencakup pemberian nasihat, saran, pengetahuan, informasi serta petunjuk. 2.4.2. Cakupan Dukungan Sosial

Menurut Saranson (1983) yang dikutip oleh Kuntjoro (2002), dukungan sosial itu selalu mencakup dua hal yaitu:

1. Jumlah Sumber Dukungan Sosial yang Tersedia

Merupakan persepsi individu terhadap sejuamlah orang yang dapat diharapkan saat individu membutuhkan bantuan (pendekatan berdasarkan kuantitas).


(45)

2. Tingkat Kepuasan Akan Dukungan Sosial yang Diterima

Tingkat kepuasan akan dukungan sosial yang diterima berkaitan dngan persepsi individu bahwa kebutuhannya akan terpenuhi (pendekatan berdasarkan kualitas).

2.4.3. Sumber-sumber Dukungan Sosial

Menurut Rook dan Dootey (1985) yang dikutip oleh Kuntjoro (2002), ada dua sumber dukungan sosial yaitu sumber artifisial dan sumber natural.

1. Dukungan Artifisial

Dukungan sosial artifisial adalah dukungan sosial yang dirancang ke dalam kebutuhan primer seseorang, misalnya dukungan sossial akibat bencana alam melalui berbagai sumbangan sosial.

2. Dukungan Sosial Natural

Dukungan sosial yang natural yang diterima seseorang melalui interaksi sosial dalam kehidupannya secara spontan dengan orang-orang yang berada di sekitarnya, misalnya anggota keluarga (anak, istri, suami dan kerabat), teman dekat atau relasi. Dukungan sosial ini bersifat non-formal.

Sumber dukungan sosial yang bersifat natural berbeda dengan sumber dukungan yang bersifat artifisial dalam sejumlah hal. Perbedaan tersebut terletak dalam hal sebagai berikut:

1. Keberadaan sumber dukungan sosial natural bersifat apa adanya tanpa dibuat-buat sehingga lebih mudah diperoleh dan bersifat spontan.


(46)

2. Sumber dukungan sosial yang natural memiliki kesesuaian dengan norma yang berlaku tentang kapan sesuatu harus diberikan.

3. Sumber dukungan sosial yang natural berakar dari hubungan yang telah berakar lama.

4. Sumber dukungan sosial yang natural memiliki keragaman dalam penyampaian dukungan sosial, mulai dari pemberian barang-barang nyata hingga sekedar menemui seseorang dengan penyampaian salam.

5. Sumber dukungan sosial yang natural terbebas dari beban dan lebel psikologis.

Menurut Wangmuba (2009), sumber dukungan sosial yang natural terbebas dari beban label psikologis terbagi atas:

1. Dukungan Sosial Utama Bersumber dari Keluarga

Meraka adalah oeang-orang terdekat yang mempunyai potensi sebagai sumber dukungan dan senantiasa bersedia untuk memberikan bantuan dan dukungannya ketika individu membutuhkan. Keluarga sebagai suatu sistem sosial, mempunyai fungsi-fungsi yang dapat menjadi sumber dukungan utama bagi individu, seperti membangkitkan perasaan memilki antara anggota keluarga, memastikan persahabatan yang berkelanjutan dan memberikan rasa aman bagi anggota-anggotanya.

Menurut Argyle (dalam Veiel & Baumann, 1992), bila individu dihadapkan pada suatu stresor maka hubungan intim yang muncul karena adanya sistem


(47)

negatif stresor karena ikatan dalam keluarga dapat menimbulkan efek buffering (penagkal) terhadap dampak stresor. Munculnya efek ini dimungkinkan karena keluarga selalu siap dan bersedia untuk membantu individu ketika dibutuhkan serta hubungan antar bahwa anggota keluarga memunculkan perasaan dicintai dan mencintai. Intinya adalah bahwa anggota keluarga merupakan orang-orang yang penting dalam memberikan dukungan instrumental, emosional dan kebersamaan dalam menghadapi berbagai peristiwa menekan dalam kehidupan.

2. Dukungan Sosial dapat Bersumber dari Teman atau Sahabat

Suatu studi yang dilakukan oleh Argyle & Furnham (dalam Veiel & Baumann, 1992) menemukan tiga proses utama dimana sahabat atau teman dapat berperan dalam memberikan dukungan sosial. Proses yang pertama adalah membantu material dan instrumental. Stres yang dialami individu dapat dikurangi bila individu mendapatkan pertolongan untuk memecahkan masalahnya. Pertolongan ini dapat berupa informasi tentang cara mengatasi masalah atau pertolongan berupa uang. Proses kedua adalah dukungan emosional. Perasaan tertekan dapat dikurangi dengan membicarakannya dengan teman yang simpatik. Harga diri dapat meningkat, depresi dan kecemasan dapat dihilangkan dengan penerimaan yang tulus dari sahabat karib. Proses yang ketiga adalah integrasi sosial. Menjadi bagian dalam suatu aktivitas waktu luang yang koorperatif dan diterimanya seseorang dalam suatu


(48)

kelompok sosial dapat menghilangkan perasaan kesepian dan menghasilkan perasaan sejahtera serat memperkuat ikatan sosial.

3. Dukungan Sosial dari Masyarakat, misalnya yang peduli terhadap korban kekerasan.

Dukungan ini mewakili anggota masyrakat pada umumnya, yang dikenal dengan nama Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan dilakukan secara profesional sesuai dengan kompetensi yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Hal ini berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas dukungan sosial yaitu pemberi dukungan sosial. Dukungan yang diterima melalui sumber yang sama akan lebih mempunyai arti dan berkaitan dengan berkesinambungan dukungan yang diberikan, yang akan mempengaruhi keakraban dan tingkat kepercayaan penerima dukungan. Proses yang terjadi dalam pemberian dan penerimaan dukungan ini dipengaruhi oleh kemampuan penerima dukungan untuk mempertahankan dukungan yang diperoleh. Para peneliti menemukan bahwa dukungan sosial ada kaitannya dengan pengaruh-pengaruh positif bagi seseorang yang mempunyai sumber-sumber personal yang kuat. Kesehatan fisik individu yang memiliki hubungan dekat dengan orang lain akan lebih cepat sembuh dibandingkan dengan individu terisolasi.

2.4.4. Komponen-komponen dalam Dukungan Sosial


(49)

dikutip oleh kuntjoro (2002), mengemukakan adanya enam komponen dukungan sosial yang disebut sebagai “The social provision scale” , dimana masing-masing komponen dapat berdiri sendiri-sendiri, namun satu sama lain saling berhubungan. Adapun komponen-komponen tersebut adalah:

1. Kerekatan Emosional (Emotional Attechment)

Merupakan perasaan akan kedekatan emosional dan rasa aman. Jenis dukungan sosial semacam ini memungkinkan seseorang memperoleh kerekatan emosional sehingga menimbulkan rasa aman bagi yang menerima. Sumber dukungan sosial semacam ini yang paling sering dan umum adalah diperoleh dari pasangan hidup atau anggota keluarga atau teman dekat atau sanak saudara yang akrab dan memilki hubungan yang harmonis.

2. Integrasi Sosial (Social Integration)

Merupakan perasaanmenjadi bagian dari keluarga, tempat seseorang berada dan tempat bebagi minat dan aktivitas. Jenis dukungan sosial semacam ini memungkinkan seseorang untuk memperoleh perasaan memilki suatu keluarga yang sifatnya rekreatif atau secara bersamaan. Sumber dukungan semacam ini memungkinkan mendapat rasa aman, nyaman serta memiliki dan dimilki dalam kelompok.

3. Adanya Pengakuan (Reanssurance of worth)

Meliputi pengakuan akan kompetensi dan kemampuan seseorang dalam keluarga. Pada dukungan sosial jenis ini seseorang akan mendapat pengakuan atas kemampuan dan keahlianya serta mendapat penghargaan dari orang lain


(50)

atau lembaga. Sumber dukungan semcam ini dapat berasal dari keluarga atau lembaga atau instansi atau perusahaan dimana seseorang bekerja.

4. Keterangan yang Dapat Diandalkan (Reliabel Alliace)

Meliputi kepastian atau jaminan bahwa seseorang dapat mengharapkan keluarga untuk membantu semua keadaan. Dalam dukungan sosial jenis ini, seseorang akan mendapatkan dukungan sosial berupa jaminan bahwa ada orang yang dapat diandalkan bantuannya ketika seseorang membutuhkan bantuan tersebut. Jenis dukungan sosial ini umumnya berasal dari keluarga. 5. Bimbingan (Guidance)

Dukungan sosial jenis ini adalah adanya hubungan kerja maupun hubungan sosial yang dapat memmungkinkan seseorang mendapat informasi, saran, atau nasehat yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhan dan mengatasi permasalahan yang dihadapi. Jenis dukungan sosial ini bersumber daru guru, alim ulama, pamong dalam masyarakat dan juga figur yang dituakan dalam keluarga.

6. Kesempatan untuk Mengasuh (Opportunity for Nurturance)

Suatu aspek penting dalam hubungan interpersonal akan perasaan yang dibutuhkan oleh orang lain. Jenis dukungan sosial ini memungkinkan seseorang untuk memperoleh perasaan bahwa orang lain tergantung padanya untuk memperolah kesejahteraan. Sumber dukungan sosial ini adalah keturunan (anak-anaknya) dan pasangan hidup.


(51)

7. Aspek Hubungan Sosial pada Pasien

Seseorang yang hubungannya dekat dengan keluarganya akan mempunyai kecendrungan lebih sedikit untuk stres dibandingkan seseorang yang hubungannya jauh dengan keluarga (Stanley, 2007).

Haller dkk (1986) mengemukakan ada dua komponen dukungan sosial, yaitu: 1. Penilaian yang Mempertinggi Penghargaan

Komponen penilaian yang mempertinggi penghargaan mengacu pada penilaian seseorang terhadap orang lain kepada dirinya. Seseorang menilai seksama evaluasi seseorang terhadap dirinya dan percaya dirinya berharga bagi orang lain. Tindakan lain yang menyokong harga diri seseorang, semangat juang dan kehidupan yang baik.

2. Transaksi Interpersonal yang Berhubungan dengan Kecemasan

Komponen transaksi interpersonal yang berhubungan dengan kecemasab mengau pada adanya seseorang yang memberikan bantuan ketika ada masalah. Seseorang memberikan bantuan untuk memecahkan masalah dengan menyediakan informasi untuk menjelaskan situasi yang berhubungan dengan kecemasan. Bantuan ini berupa dukungan emosional, kognitif yang distruktur ulang dan bantuan instrumental.

2.4.5. Bentuk Dukungan Sosial

Menurut Kaplan dan Saddock (1998), adapun bentuk dukungan sosial adalah sebagai berikut:


(52)

1. Tindakan atau Perbuatan

Bentuk nyata dukungan sosial berupa tindakan yang diberikan oleh orang disekitar pasien, baik dari keluarga, teman dan keluarga.

2. Aspek Religius atau Fisik

Semakin bertambahnya usia maka perasaan religius semakin tinggi. Oleh karena itu aktivitas religius dapat diberikan untuk mendekatkan diri pada Tuhan.

3. Interaksi atau Bertukar Pendapat

Dukungan sosial dapat dilakukan dengan interaksi antara pasien dengan orang-orang terdekat atau di sekitarnya, diharapkan dengan berinteraksi dapat memberikan masukan sehingga merasa diperhatikan oleh orang sekitarnya.

2.5. Landasan Teori

Menurut UNICEF (United Nation Children’s Fund) (1998), gizi kurang disebabkan oleh berbagai faktor baik langsung (makanan tidak seimbang dan penyakit infeksi) maupun tidak langsung meliputi pola asuh (pola asuh makan dan pola asuh kesehatan), dalam bentuk skema, dapat dilihat dalm Gambar 2.1. (Engle et.al,1997).


(53)

STATUS GIZI

MAKANAN TIDAK SEIMBANG PENYAKIT/INFEKSI

DAMPAK

PENYEBAN LANGSUNG

TIDAK CUKUP PERSEDIAAN

PANGAN

POLA ASUH ANAK TIDAK MEMADAI FAKTOR PREDISPOSI(PENGETAH UAN, SIKAP, KEYAKINAN, KEPERCAYAAN)

SANITASI DAN AIR BERSIH/ PELAYANAN KESEHATAN DASAR

BELUM MEMADAI

PENYEBAB TIDAK LANGSUNG

PENGUAT(DUKUNGAN PETUGAS KESEHATAN, TOKOH MASYARAKAT) PEMUNGKIN (FASILITAS DAN SARANA) DUKUNGAN INFORMASI DUKUNGAN PENILAIAN DUKUNAN INSTRUMEN DUKUNGAN EMOSIONAL

Gambar 2.1. Model modifikasi Penyebab Gizi kurang Menurut UNICEF (United Nation Children’s Fund) (1998) dan toeri Lawrence Green Dikutip oleh

Notoadmojo

Sebagai bagian dari bentuk perilaku, pola asuh juga dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Lawrance Green yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), sebuah perilaku kesehatan timbul karena dipengruhi oleh tiga faktor yaitu:

1. Faktor Predisposisi (Predisposing Factors), faktor ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa setiap individu mempunyai kecendrungan menggunakan pelayannan kesehatan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh karena adanya ciri-ciri individu yang digolongkan ke dalam ciri-ciri:


(54)

a. Demografi (umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah anggota keluarga)

b. Struktur sosial (tingkat pendidikan, jumlah pendapatan pekerjaan, ras, kesukuan, tempat tinggal)

c. Sikap, keyakinan, persepsi, pandangan individu terhadap pelayanan kesehatan.

2. Faktor Pemungkin (Enabling Factors) adalah faktor anteseden terhdap perilaku yang memungkinkan suatu motivasi atau aspirasi terlaksana. Termasuk di dalam faktor pemungkin adalah keterampilan dan sumber daya pribadi atau komuniti, seperti tersedianya pelayanan kesehatan, keterjangkauan, kebijakan, peraturan perundangan.

3. Faktor Penguat (Reinforcing Factors), adalah konsekuensi dari perilaku yang ditentukan apakah pelaku menerima unpan balik yang positif atau negatif dan mendapatkan dukungan sosial setelah perilaku dilakukan. Faktor penguat mencakup :dukungan sosial dari tenaga kesehatan. Menurut House (dalam Smet Bart, 1999) bentuk dukungan sosial tenaga kesehatan di klasifikasikan menjadi empat jenis yaitu: dukungan informasi, dukungan penilaian, dukungan instrument dan dukungan emosional.


(55)

2.6. Kerangka Konsep

Kerangka konsep dari penelitian ini adalah untuk mencari pengaruh dari daktor independen yaitu karakteristik keluarga dan dukungan sosial terhadap pemberian makanan gizi seimbang pada balita.

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep menggambarkan bahwa variabel bebas karakteristik keluarga (pendidikan orangtua, pendapatan keluarga, pekerjaan orangtua, besar keluarga) dan dukungan sosial (dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan informasional, dukungan penghargaan) terhadap variabel terikat pemberian makanan balita.

Variabel Bebas Variabel Terikat

Karakteristik Keluarga: 1.Pendidikan Orangtua 2.Pendapatan Keluarga 3.Pekerjaan Orangtua 4. Besar Keluarga

Dukungan Sosial: 1. Dukungan Emosional 2. Dukungan Instrumental 3. Dukungan Informasional 4. Dukungan Penghargaan

Pemberian Makanan pada Balita


(56)

2.7. Hipotesa Penelitian

Berdasrkan landasan teori yang sudah diuraikan, maka diajukan hipotesis untuk diuji sebagai berikut:

1. Ada pengaruh pendidikan orang tua terhadap pemberian makan balita 2. Ada pengaruh pendapatan keluarga terhadap pemberian makan balita 3. Ada pengaruh pekerjaan orang tua terhadap pemberian makan balita 4. Ada pengaruh besar keluarga terhadap pemberian makan balita 5. Ada pengaruh dukungan emosional terhadap pemberian makan balita 6. Ada pengaruh dukungan instrumental terhadap pemberian makan balita 7. Ada pengaruh dukungan informasional terhadap pemberian makan balita 8. Ada pengaruh dukungan penghargaan terhadap pemberian makan balita


(57)

BAB 3

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan jenis eksplanatory reaserch yang bertujuan untuk menganalisis adanya pengaruh dukungan sosial dan karakteristik keluarga terhadap perilaku pemberian makan kepada balita.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di wilayah kerja puskesmas Helvetia Kota Medan, karena dari gambaran keadaan gizi masyarakat Kota Medan yang ditemukan 2650 balita penderita gizi kurang dan 154 penderita gizi buruk terdapat sejumlah 363 balita penderita gizi kurang atau sebesar 13,70% di wilayah Medan Helvetia yang merupakan tingkat persentase terbesar di Kota Medan. Penelitian ini dilaksanakan bulan Juni sampai dengan Desember 2012

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah sebesar 4985 orang sesuai dengan jumlah balita, dimana 1 (satu) orang balita dianggap mewakili satu keluarga dan yang menjadi responden adalah orang tua balita tersebut.


(58)

Sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan persamaan Slovin (Sugiyono, 2001) yaitu:

�= �

1 +�(�2) Dimana:

N= Besar populasi n = Besar sampel

d = Tingkat kesalahan yang masih ditolerir

� = 4895 1 + 4985(0,12) � = 4895

1 + 4985(0,01) � = 4895

1 + 49,85 � = 4895

50,85 n = 98,033 n = 98

Setelah dilakukan perhitungan seperti diatas, maka didapatlah besar sampel sebanyak 98 orang balita, untuk mengindari bias sampel ditambahkan sebanyak 20% menjadi 118 orang dan yang menjadi responden adalah orang tua dari balita tersebut. Untuk masing-masing sampel diambil secara simple ramdom sampling dengan mengundi dari seluruh anggota populasi, jika balita yang terpilih ternyata masih


(59)

dalam satu keluarga maka akan diacak lagi sehingga satu balita akan mewakili satu keluarga.

3.4. Metode Pengumpulan Data

3.4.1. Jenis dan cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode :

a. Data primer yaitu data berupa pendidikan orang tua, pendapatan orang keluarga, pekerjaan orang tua, besar keluarga, dukungan emosional, dukungan informasional, dukungan instrumental, dukungan penghargaan, jumlah makanan, bentuk makanan dan frekuensi pemberian makanan yang dikumpulkan melalui wawancara dengan menggunakan kuesoner kepada orang tua balita.

b. Data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui dokumentasi, laporan Dinas kesehatan Kota Medan, dan Puskesmas Helvetia serta data-data pendukung lainnya.

3.4.2. Uji Validitas dan Reliabilitas

Kuesioner karakteristik keluarga, dukungan sosial dan pemberian makan pada balita yang telah disusun terlebih dahulu dilakukan uji coba sebelum dijadikan sebagai alat ukur penelitian yang bertujuan untuk mengetahui validitas dan reliabilitas alat ukur. Uji coba kuesioner dilakukan terhadap 30 ibu yang memiliki balita di Kecamatan Medan Sunggal. Hasil uji validitas dan reabilitas dapat dilihat pada lampiran 2


(60)

Untuk menghitung validitas suatu instrumen dilakukan dengan cara menghitung korelasi antar skor hitung masing-masing pertanyaan dalam suatu variabel menggunakan korelasi pearson Product Moment Corelation (Situmorang 2010), dengan ketentuan jika nilai r-hitung > r-tabel, maka dinyatakan valid dan sebaliknya. Ketentuan kuesioner dikatakan valid pada penelitian ini, jika :

1. Nilai r-hitung variabel ≥ 0,361 dikatakan valid. 2. Nilai r-hitung variabel < 0,361 dikatakan tidak valid.

Setelah semua pertanyaan valid, analisis dilanjutkan dengan uji reliabilitas. Reabilitas data merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat menunjukkan ketepatan dan dapat dipercaya dengan menggunakan metode Cronbach’s Alpha yaitu menganalisis alat ukur satu kali pengukuran (Situmorang,2010), dengan ketentuan, jika nilai r-Alpha > r-tabel, maka dinyatakan relialibel. Nilai r-Alpha untuk penentuan reliabilitas adalah :

1. Nilai r-Alpha ≥ r-tabel dikatakan reliabel 2. Nilai r-Alpha < r-tabel dikatakan tidak reliabel.

Uji validitas daan reliabilitas (kesahihan dan keandalan) alat ukur penelitian berupa kuisoner dilakukan sebelum digunakan untuk mengukur karakteristik umur orang tua, besar keluarga, pendapatan orang tua, pengetahuan orang tua, dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan informasi, dukungan penghargaan dan pemberian makan pada balita. Hal ini dimaksudkan agar alat ukur yang digunakan benar-benar tepat dan cermat dalam melakukan fungsi ukurnya serta dapat dipercaya.


(61)

angka koefisien korelasinya semakin valid dan reliabel alat ukur tersebut. Hasil uji validitas dan reabilitas dapat dilihat pada lampiran 2.

3.5. Veriabel dan Defenisi Operasional 3.5.1. Variabel Bebas

Dukungan sosial adalah bantuan yang berasal dari orang yang memilki hubungan sosial akrab dengan ibu yang menerima bantuan seperti tetangga, kader posyandu, petugas kesehatan, dan tokoh masyarakat. Bentuk dukungan ini dapat berupa informaasi, tingkah laku tertentu, ataupun materi yang dapat menjadikan individu yang menerima merasa disayangi, diperhatikan, dan bernilai. Dalam penelitian ini kenyamanan, perhatian, penghargaan dan bantuan tersebut difokuskan pada dukungan yang diperoleh dari luar keluarga (tetangga, kader posyandu, petugas kesehatan, dan tokoh masyarakat). Dukungan ini dibagi dalam empat bentuk, yaitu:

a) Dukungan emosional adalah yang mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap ibu dalam hal pemberian makan balita dari tetangga, kader posyandu, petugas kesehatan, dan tokoh masyarakat.

b) Dukungan instrumental adalah mencakup material seperti pemberian makanan tambahan (PMT), pemberian taburia, yang berhubungan dengan pola pemberian makan balita dari tetangga, kader posyandu, petugas kesehatan, dan tokoh masyarakat.


(62)

c) Dukungan informasional, adalah yang mencakup pemberian informasi kepada ibu atau pengasuh balita dalam hal pola pemberian makan balita dari tetangga, kader posyandu, petugas kesehatan, dan tokoh masyarakat.

d) Dukungan penghargaan adalah yang mencakup pujian, pernyataan yang menguatkan hal- hal yang telah ibu lakukan adalah benar, pemberian semangat untuk melakukan hal-hal positif baik berupa pernyataan ataupun hadiah, terkait dengan pola pemberian makan pada balita dari tetangga, kader posyandu, petugas kesehatan, dan tokoh masyarakat.

Karakteristik keluarga adalah sifat yang melekat atau terdapat pada sebuah keluarga yang akan mempengaruhi pola pemberian makanan gizi seimbang pada balita meliputi:

1. Pendidikan adalah jenis pendidikan formal yang terakhir diselesaikan oleh ibu balita.

2. Penghasilan adalah jumlah uang yang didapatkan keluarga setiap bulannya. 3. Pekerjaan orang tua balita adalah tempat mereka melakukan kegiatan yang

mendapat uang dan menjadi prioritas dalam penghasilan untuk kehidupan keluarga.

4. Besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah.


(63)

3.5.2. Variabel Terikat

Pemberian makanan balita adalah bentuk pemberian makan pada balita sehari-hari meliputi jumlah makanan, bentuk makanan dan frekuensi makan balita. Penilaian dilakukan sesuai anjuran susunan makanan yang sesuai kebutuhan gizi seseorang/kelompok orang untuk hidup sehat, cerdas, produktif, berdasarkan Pedoman pemberian ASI dan makanan pada balita (Depkes, 2005).

3.6. Metode Pengukuran

3.6.1. Metode Pengukuran Variabel Bebas

1. Pengukuran variabel dukungan emosional didasarkan kepada skala interval dari enam pertanyaan yang diajukan dengan alternatif jawaban “ya” (bobot nilai 1) dan “tidak” (bobot nilai 0) dan dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu: 1. Baik : jika total nilai yang diperoleh ≥ 50% (skor ≥ 7)

2. Tidak Baik : jika total nilai yang diperoleh < 50% (skor < 7)

2. Pengukuran variabel dukungan instrumental didasarkan kepada skala interval dari enam pertanyaan yang diajukan dengan alternatif jawaban “ya” (bobot nilai 1) dan “tidak” (bobot nilai 0) dan dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu: 1. Baik : jika total nilai yang diperoleh ≥ 50% (skor ≥ 3)

2. Tidak Baik : jika total nilai yang diperoleh < 50% (skor < 3)

3. Pengukuran variabel dukungan informasi didasarkan kepada skala interval dari enam pertanyaan yang diajukan dengan alternatif jawaban “ya” (bobot nilai 1) dan “tidak” (bobot nilai 0) dan dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu:


(64)

1. Baik : jika total nilai yang diperoleh ≥ 50% (skor ≥ 8) 2. Tidak Baik : jika total nilai yang diperoleh < 50% (skor < 8)

4. Pengukuran variabel dukungan penghargaan didasarkan kepada skala interval dari enam pertanyaan yang diajukan dengan alternatif jawaban “ya” (bobot nilai 1) dan “tidak” (bobot nilai 0) dan dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu: 1. Baik : jika total nilai yang diperoleh ≥ 50% (skor ≥ 11) 2. Tidak Baik : jika total nilai yang diperoleh < 50% (skor < 11) 5. Pendidikan adalah jenis pendidikan formal yang terakhir yang diselesaikan

oleh responden. Pendidikan dikategorikan menjadi :

1) Pendidikan Dasar : Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama(SMP) 2) Pendidikan Menengah : Sekolah Menengah Atas (SMA)

3) Pendidikan Tinggi : Diploma, Sarjana, Master, Doktor

6. Penghasilan adalah jumlah uang yang didapatkan keluarga setiap bulannya, dikategorikan menjadi 2 yaitu < Rp.1.460.000,- dan >

Rp.1.460.000,- berdasarkan dari angka Upah Minimum Kota Medan.

7. Pekerjaan adalah suatu kegiatan atau aktivitas responden sehari – hari. Pekerjaan dikategorikan menjadi:

1) Ibu Rumah Tangga 2) PNS

3) Wiraswasta 4) Honorer


(1)

Tingkat dukungan Penghargaan * Kategori Pemberian makan

6.833b 1 .009

5.654 1 .017

6.489 1 .011

.017 .010

6.775 1 .009

118 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by -Linear Association N of Valid Cases

Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)

Computed only f or a 2x2 table a.

0 cells (.0%) hav e expected count less than 5. The minimum expected count is 8. 47.

b.

Tingkat dukungan Penghargaan * Kategori Pemberian makan Crosstabulation

12 15 27

44.4% 55.6% 100.0%

25 66 91

27.5% 72.5% 100.0%

37 81 118

31.4% 68.6% 100.0% Count

% within Tingkat dukungan Penghargaan Count

% within Tingkat dukungan Penghargaan Count

% within Tingkat dukungan Penghargaan Baik

Tidak Baik Tingkat dukungan

Penghargaan

Total

Baik Tidak Baik Kategori Pemberian

makan


(2)

Tingkat dukungan Instrumen * Kategori Pemberian makan

Chi-Square Tests

2.787b 1 .095

2.054 1 .152

2.679 1 .102

.104 .078

2.763 1 .096

118 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by -Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asy mp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only f or a 2x2 table a.

0 cells (.0%) hav e expected count less than 5. The minimum expected count is 8. 47.

b.

Tingkat dukungan Instrumen * Kategori Pemberian makan Crosstabulation

14 17 31

45.2% 54.8% 100.0%

23 64 87

26.4% 73.6% 100.0%

37 81 118

31.4% 68.6% 100.0% Count

% within Tingkat dukungan Instrumen Count

% within Tingkat dukungan Instrumen Count

% within Tingkat dukungan Instrumen Baik

Tidak Baik Tingkat dukungan

Instrumen

Total

Baik Tidak Baik Kategori Pemberian

makan


(3)

Tingkat dukungan Emosional * Kategori Pemberian makan

3.723b 1 .054

2.904 1 .088

3.590 1 .058

.071 .046

3.691 1 .055

118 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by -Linear Association N of Valid Cases

Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)

Computed only f or a 2x2 table a.

0 cells (.0%) hav e expected count less than 5. The minimum expected count is 9. 72.

b.

Crosstab

17 16 33

51.5% 48.5% 100.0%

20 65 85

23.5% 76.5% 100.0%

37 81 118

31.4% 68.6% 100.0% Count

% within Tingkat dukungan Emosional Count

% within Tingkat dukungan Emosional Count

% within Tingkat dukungan Emosional Baik

Tidak Baik Tingkat dukungan

Emosional

Total

Baik Tidak Baik Kategori Pemberian

makan


(4)

3. Analisi Multivariat

Block 1: Method = Backward Stepwise (Wald)

Chi-Square Tests

8.650b 1 .003

7.398 1 .007

8.304 1 .004

.004 .004

8.576 1 .003

118 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by -Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asy mp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only f or a 2x2 table a.

0 cells (.0%) hav e expected count less than 5. The minimum expected count is 10. 35.

b.

Omnibus Tests of Model Coefficients

38.283 4 .000

38.283 4 .000

38.283 4 .000

St ep Block Model St ep 1

Chi-square df Sig.

Classification Tablea,b

0 37 .0

0 81 100.0

68.6 Observed Baik Tidak Baik Kategori Pemberian makanan Tambahan Overall Percentage Step 0

Baik Tidak Baik Kategori Pemberian

makan Percentage Correct Predicted

Constant is included in the model. a.

The cut value is .500 b.


(5)

Variables in the Equation

-1.145 .363 9.963 1 .002 .318 .156 .648

.644 .183 12.442 1 .000 1.904 1.331 2.722

1.473 .604 5.943 1 .015 4.362 1.335 14.254

1.285 .562 5.226 1 .022 3.616 1.201 10.885

-.480 .863 .309 1 .578 .619

DIDIK KERJA DI_KAT DE_KAT Constant Step

1a

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper

95.0% C.I.for EXP(B)

Variable(s) entered on step 1: DIDIK, KERJA, DI_KAT, DE_KAT. a.

108.489a .277 .389 St ep

1

likelihood R Square R Square

Estimation terminat ed at iteration number 5 because parameter est imat es changed by less than .001. a.


(6)

Lampiran 3