Analisis Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung No: 124k Tun 2013, Tentang Terbitnya Izin Mendirikan Bangunan Di Atas Tanah Yang Masih Dalam Sengketa Di Pengadilan Tata Usaha Negara Medan

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
SF. Marbun menjelaskan “Pemerintah wajib meningkatkan seluruh kepentingan
masyarakat, untuk itu pemerintah aktif berperan mencampuri bidang kehidupan sosial
ekonomi masyarakat dilimpahkan bestuurszorg (kesejahteraan umum) suatu public
service.”1 Perizinan merupakan suatu bentuk manisfestasi yang melintasi aspek-aspek
tersebut. Dimana perizinan menjadi instrumen kebijakan Pemerintah untuk menciptakan
kesejahteraan umum dan perizinan untuk menjaga ketertiban perbuatan hukum dalam
kegiatan atau usaha yang dilakukan seseorang/ badan hukum di tengah-tengah
masyarakat.2 Posisi perizinan sebagai pelayanan publik tujuannya tidak lepas dari tujuan
Negara Indonesia yaitu untuk menciptakan kesejahteraan bangsa, sebagai mana yang
tercantum dalam pembukan UUD 1945 alinea IV.
Hukum perizinan bagian dari hukum publik yaitu Hukum Administrasi Negara.
Dimana izin adalah kewenangan dari Pejabat Administrasi Negara atau izin diterbitkan
Pejabat Tata Usaha Negara. Kualitas pelayanan publik menjadi sesuatu yang sangat
penting dalam upaya mengujudkan cita-cita bangsa dan Negara Indonesia.3 Kualitas
Hukum Publik adalah hukum yang berkenaan dengan kesejahteraan negara dan
kesejahteraan masyarakat.4 Maka tujuan perizinan adalah untuk menciptakan

1


S.F. Marbun Dkk, Dimensi-dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara, (Yogyakarta: UII
Press, 2004, hlm. 73.
2
Adrian Sutedi, Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik,(Jakarta : Sinar Grafika,
2010), hlm. 190
3
Ibid., hlm. 4.
4
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta : Raja Grafindo, 2006), hlm. 73.

xiv
Universitas Sumatera Utara

kesejahteraan masyarakat.5 Namun realitanya perizinan di tengah-tengah masyarakat,
masih kerap jadi objek gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara.6 Sebagaimana contoh,
kasus dalam Putusan Mahkamah Agung No. 124 K/TUN/2013, tentang terbitnya Surat
Izin Mendirikan Bangunan, di atas tanah yang masih dalam sengketa di PTUN Medan.
Menurut Peraturan Daerah Kota Medan No. 5 Tahun 2012 Tentang Retribusi Izin
Mendirikan Bangunan, Pasal 13 huruf (b); Permohonan IMB ditunda, bila ada laporan

secara tertulis maupun lisan dari masyarakat tentang keadaan tanah dalam sengketa
maupun adanya proses hukum.7 Sejalan dengan Peraturan Daerah Kota Medan, sebelum
terbit IMB No. 648/ 1441/ 21.06/ 2011, dan No. 648/1363 K Penggugat telah lebih
dahulu melaporkan status tanah kepada Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan Kota
Medan.8 Penggugat mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Dinas Tata
Ruang dan Tata Bangunan Kota Medan agar tidak memproses penerbitan Izin
Mendirikan Bangunan di atas lahan sengketa, di jalan Platina (Sudut Platina VII)
Kecamatan Medan Deli karena dalam proses hukum. Tetapi Tergugat I ( Kepala Dinas
Tata Ruang Dan Tata Bangunan Kota Medan) tidak menanggapi permohonan Penggugat,
sebagaimana adanya surat dari Law Firm Fachruddin Rifai, SH.,M.Hum & Associates
tertanggal 27 Juli 2011 No.199/LF-FR/MTMI/ VIII/2011. Di samping itu Penggugat juga
membuat Pengumuman di Media, meminta kepada instansi terkait agar tidak melayani
5

Ali Mufliz, Materi Pokok Pengantar Administrasi Negara, (Jakarta : Karunika,1998), hlm. 177
Hery Kelana, Pelaksana harian Dinas Penataan dan Pengawasan Bangunan Jakarta Utara,
“setiap tahunnya terdapat lebih dari seribu kasus pelanggaran izin mendirikan bangunan (IMB)”. Tempo,
Rabu, 15 Juni 2014.
7
Peraturan Daerah Kota Medan No. 5 Tahun 2012 Tentang Retribusi Mendirikan Bangunan, Pasal

13 Permohonan IMB ditunda; butir(b)adanya keberatan masyarakat dan/ sengketa maupun adanya proses
hukum yang sedang berlangsung pada bangunan maupun tanah yang dimohon secara tertulis maupun lisan
8
Peraturan Walikota Medan No. 16 Tahun 2014 Tetang Rincian Tugas dan Fungsi Dinas TR dan
TB, dalam Pasal 31:c. Pelaksanaan proses penerbitan Izin Mendirikan Bangunan. Menjadi tugas DTRTB
6

xv
Universitas Sumatera Utara

urusan lainnya bidang tanah dimaksud terkait pengalihan bidang tanah sebagaimana
adanya Iklan Pengumuman di Harian Analisa Edisi Kamis, 14 Juli 2011. Oleh karena
perbuatan Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan yang telah menerbitkan IMB di atas
tanah yang dimohon Penggugat menimbulkan ketidak adilan dan kerugian bagi
penggugat, dimana penggugat sedang memproses kepastian hukum atas kepemilikan
tanah di PTUN Medan.
Jawaban Tergugat; Surat izin Mendirikan Bangunan No. 648/ 1441/ 21.06/ 2011
tanggal 14 Juni 2011, dan No. 648/1363 K tertanggal 1 Agustus 2011 yang ada di plank
adalah nomor agenda penerimaan surat permohonan IMB dari Tergugat II Intervensi.
DTRTB tidak pernah menerbitkan IMB sebanyak dua kali pada satu lokasi tanah yang

dimohonkan, tetapi hanya menerbitkan IMB No. 648/1363 K tanggal 28 Juli 2011.9
Pengadilan Tata Usaha Negara Medan memberi putusan No. 22/G/2012/PTUNMDN tanggal 19 Juli 2012 yang amarnya sebagai berikut :
1. Dalam Eksepsi : Menolak Eksepsi Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat II Intervensi
untuk seluruhnya ;
2. Dalam Pokok Perkara :
a. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebahagian.

9

Lihat, Pasal 23 ayat (2) huruf (e), Peraturan Walikota Medan No. 16 Tahun 2014 Tentang
Perubahan atas Peraturan Walikota Medan No. 19 Tahun 2010 Tentang Rincian Tugas Pokok dan Fungsi
Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan kota Medan. Dalam melaksanakan tugas Pokok bidang Tata Ruang
menyelenggarakan Fungsi: e. mengadakan Penelitian kelayakan site plank (tata letak) pada permohonan
Izin mendirikan Bangunan (IMB); Melihat fakta perbedan pada tanggal penerbitan IMB di Plank, dengan
jawaban Tergugat menyatakan izin diterbitkan tanggal 28 Juli 2011sedangkan di plank tgl 1 Agustus 2011.
Hal ini menjelaskan bahwa pemeriksaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan IMB yang telah terbit tidak
dilakukan oleh Dinas Tata Ruangan dan Tata Bangunan.

xvi
Universitas Sumatera Utara


b. Menyatakan Batal Surat Izin Mendirikan Bangunan (SIMB) Nomor : 648/13.63 K
tanggal 1 Agustus 2011 atas nama Charles Tigor Silalahi.
c. Mewajibkan kepada Tergugat II untuk mencabut Surat Izin Mendirikan Bangunan
(SIMB) Nomor : 648/13.63 K tanggal 1 Agustus 2011, atas nama Charles Tigor
Silalahi.
Putusan

Pengadilan

Tinggi

Tata

Usaha

Negara

Medan


N0.

137/B/2012/PT.TUN.MDN. tanggal 16 Oktober 2012 ; Mengkuatkan putusan PTUN
Medan N0. 22/G/2012/PTUN.MDN.
Pihak Tergugat II (intervensi) mengajukan Kasasi (pemohon),10 dan Tergugat I,
Tergugat II, Penggugat sebagai yang termohon. Alasan Pemohon Kasasi dalam memori
kasasi pada pokoknya menyatakan bahwa Judex Facti pada tingkat banding salah
menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku, kurang tepat dan tidak berdasar
hukum.
Pertimbangan Hukum. Menimbang, bahwa terlepas dari alasan-alasan kasasi
tersebut Mahkamah Agung berpendapat : Bahwa Judex Facti telah salah menerapkan
hukum dengan pertimbangan.
Mahkamah Agung; Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima ;
Membatalkan

Putusan

Pengadilan

Tinggi


Tata

Usaha

Negara

Medan

No.

10

Suparto Wijoyo, Karakteristik Hukum Acara Peradilan Administrasi, (Surabaya ; Airlangga
University Press, 1997), hlm.181. Melihat penjelasan pasal 83 butir (3) UU N0 5 Tahun 1986; Permohonan
banding terhadap putusan Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat(2) tidak dapat diajukan tersendiri
oleh pihak ketiga, tetapi harus bersama-sama dengan permohonan banding terhadap putusan akhir dalan
pokok sengketa. Komentar Suparto Wijoyo; kasasi tidak dapat diajukan tersendiri, artinya bahwa sebagai
pihak ketiga tidak dapat mengajukan upaya hukum secara sendiri dalam proses perkara yang sedang
berjalan, kecuali membuat suatu pengaduan baru. Tetapi dalam pengajuan kasasi terlihat sebagai pemohon

adalah pribadi tergugat intervensi.

xvii
Universitas Sumatera Utara

137/B/2012/PT.TUN-MDN tanggal 16 Oktober 2012 yang menguatkan Putusan
Pengadilan Tata Usaha Negara Medan No. 22/G/2012/ PTUN-MDN. tanggal 19 Juli
2012. Menolak gugatan Penggugat dan menghukum Termohon Kasasi untuk membayar
biaya perkara dalam semua tingkat peradilan yang dalam tingkat kasasi.
Uraian di atas memaparkan bahwa dalam setiap tingkat Pengadilan memberikan
putusan yang berbeda terhadap permasalahan yang sama. Tentu Putusan yang membuat
perbedaan itu menjadi suatu masalah yang perlu diteliti dan dianalisis dalam aspek
hukum perundang-undangan Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN) serta
dihubungankan dengan Hukum Perizinan secara khusus Peraturan proses Izin Mendirikan
Bagunan Kota Medan, guna menemukan nilai kebenaran dalam perbedaan itu.
Perizinan yang mengakibatkan isu hukum penting untuk dikaji adalah untuk
menemukan hukum yang benar karena perizinan telah memiliki peraturan tersendiri.
Contoh; Membangunan gedung diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung,11maka setiap permasalahan bangunan dalam hukumnya bisa dilihat di
undang-undang tersebut.

Izin adalah keputusan administratif yang lazim disebut Keputusan Tata Usaha
Negara. Keputusan Tata Usaha Negara berisi pengaturan mengenai kegiatan yang dapat
atau tidak dapat dilakukan oleh Badan Hukum/masyarakat.12 Bagir Manan mengatakan :
“Izin dalam arti luas berarti suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan

11

Lihat, Republik Indonesia,Undang-undang RI Nomor. 28 Tahun 2002 tentang Bagunan Gedung.
Bagian Keenam. Hak dan Kewajiban Pemilik Bangunan Gedung, huruf (b) melaksanakan pembangunan
gedung sesuai dengan perizinan yang telah ditetapkan oleh Pemerintahan Daerah.
12
Adrian Sutedi, op. cit., hlm.v.

xviii
Universitas Sumatera Utara

perundang-undangan untuk memperbolehkan melakukan tindakan atau perbuatan tertentu
yang secara umum dilarang.”13
Penegakan hukum perizinan diperlukan pengawasan, agar dalam menjalankan
aktivitas izin sesuai dengan norma-norma hukum sebagai suatu upaya bersifat preventif

(pencegahan), dan juga dimaksudkan untuk mengembalikan pada situasi sebelum
terjadinya pelanggaran norma-norma hukum sebagai upaya represif.14 Dalam
pengawasan sebagai sarana penegakan hukum perizinan terdapat juga sanksi. Sanksi
merupakan bagian penting dalam setiap peraturan perundang-undangan. Sanksi biasanya
diletakkan pada bagian akhir setiap peraturan (bahasa latin : cauda venenum, artinya di
ujung suatu kaidah hukum terdapat sanksi).15 Arti sanksi adalah reaksi tentang tingkah
laku, dibolehkan atau tidak dibolehkan atau reaksi terhadap pelanggaran norma. Dalam
Hukum Administrasi Negara dikenal beberapa macam sanksi, yaitu: 16
a. Paksaan Pemerintah (Bestuursdwang)
b. Penarikan kembali keputusan (ketetapan) yang menguntungkan;
c. Pengenaan denda administratif
d. Pengenaan uang paksa oleh pemerintah (dwangsom)
Salah satu sanksi dalam Hukum Administrasi Negara adalah pencabutan atau
penarikan Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) yang menguntungkan. Pencabutan ini
dilakukan dengan mengeluarkan suatu ketetapan baru yang isinya menarik kembali

13

Ibid., hlm. 170.
H. Syamsul Arifin, Aspek Hukum Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, (Medan :

Medan Area University Press, 2014), hlm. 111.
15
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta : Rajagrafindo Persada, 2006), hlm. 319.
16
Juniarso Ridwan dan Ahmad Sodik Sudraja, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan
Pelayanan Publik, (Bandung : Nuansa, 2010), hlm.99.
14

xix
Universitas Sumatera Utara

dan/atau menyatakan tidak berlaku lagi ketetapan terdahulu.17 Penarikan kembali
ketetapan yang menguntungkan berarti meniadakan hak-hak yang terdapat dalam
ketetapan itu oleh organ pemerintahan. Sanksi ini termasuk sanksi berlaku ke belakang,
yaitu sanksi yang mengembalikan pada situasi sebelum ketetapan itu dibuat. Dengan kata
lain, hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang timbul setelah terbitnya ketetapan tersebut
menjadi hapus atau tidak ada sebagaimana sebelum terbitnya ketetapan itu, dan sanksi ini
dilakukan reaksi terhadap tindakan yang bertentangan dengan hukum.18
Pencabutan suatu keputusan yang menguntungkan adalah merupakan sanksi yang
situatif, maksudnya dikeluarkan bukan dengan maksud sebagai reaksi terhadap perbuatan
yang tercelah dari segi moral, melainkan dimaksudkan untuk mengakhiri keadaankeadaan yang secara objektif tidak dapat dibenarkan lagi.19 Penarikan ketetapan sebagai
sanksi ini berkaitan erat dengan sifat dari ketetapan itu sendiri. Terhadap ketetapan yang
bersifat terikat, harus ditarik oleh organ pemerintahan yang mengeluarkan ketetapan
tersebut, dan hanya mungkin dilakukan sepanjang peraturan menjadi dasar ketetapan.20
Penarikan kembali ketetapan itu menimbulkan persoalan yuridis, karena dalam
Hukum Administrasi Negara (HAN) terdapat azas hetvermoeden van rechmatigheid atau
premsutiojusteacausa, yaitu bahwa pada azasnya setiap ketetapanya yang dikeluarkan

17

Mandiri Hadjon Philipus, Pengantar Hukum Perizinan, (Surabaya : Yuridika, 1993), hlm. 69.

18

Lihat, H.D.Van Wijk/Willem Konijnenbelt. Hoodfdstukken, hlm. 379. Diedit kembali oleh Ridwan HR,
Prinsip Tanggung Jawab, hlm. 233. menyebutkan: “Hakim Administrasi dalam memutuskan perkara gugatan
pembatalan keputusan akan mengunakan kriteria: 1) Bertentangan dengan peraturan yang mengikat umum atau
peraturan perundang-undangan (Strijd met een algmeen verbindend voorshrift). 2)Penyalah gunaan wewenang (
Detournement de pouvoir). 3) (Het administratieve organ heft bij afweging van de betrokken belangen niet in
redelijkheid tot de beschikking kunnen komen). 4) Organ pemerintah dalam mempertimbangkan berbagai kepentingan
terkait untuk mengambil keputusan tidak berdasarkan pada alasan yang rasional (Strijd anderzins met enig in het
algemeen). 5) bertentangan dengan apa yang dalam kesadaran hukum umum merupakan asas-asas yang hidup/berlaku
tentang pemerintahan yang baik (rechtsbewustzijn levebd beginsel van behoorlijk berstuur),
19
20

Mandiri Hadjon Philipus, op. cit., hlm. 69.
Ibid.

xx
Universitas Sumatera Utara

oleh badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dianggap benar menurut hukum.21 Maka
Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) yang sudah dikeluarkan itu pada dasarnya tidak
untuk dicabut kembali, sampai dibuktikan sebaliknya oleh Hakim di Pengadilan.22
Meskipun pada dasarnya KTUN yang telah dikeluarkan tersebut tidak untuk dicabut
kembali sejalan dengan azas praduga (rechmatig) dan asas kepastian hukum, tetapi
tidaklah berarti menghilangkan kemungkinan untuk mencabut KTUN tersebut. Kaidah
HAN memberikan kemungkinan untuk mencabut KTUN yang menguntungkan sebagai
akibat dari kesalahan si penerima KTUN sehingga pencabutanya merupakan sanksi
baginya.23
Penegakan hukum tidak lepas dari azas-azas dalam Hukum Administrasi Negara
yang biasa disebut Azas-azas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB), dan menjadi
pedoman dalam penyelenggaraan Pemerintahan termasuk dalam Pemerintahan Daerah.
Hal ini sejalan dengan Pasal 58 ayat (1)24; yang mengatur penyelenggaraan Pemerintahan
berpedoman pada Azas Umum Penyelenggaraan Negara yang terdiri atas: azas kepastian
hukum, azas tertib penyelenggaraan Negara, azas kepentingan umum, azas keterbukaan,
azas proporsionalitas, azas profesionalitas, azas akuntabilitas, azas efisiensi dan azas
efektivitas.25

21

H. A. Muin Fahmal: Peran Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Layak Dalam Mewujudkan
Pemerintahan Yang Bersih, ( Yogyakarta : Kreasi Total Media, 2008), hal. 290.
22
C. S.T. Kansil dan Chirtine S.T. Kansil, Modul Hukum Administrasi Negara,(Jakarta : Pradnya
Paramita, 2005), hlm. 29.
23
Adrian Sutedi, op. cit.,hlm. 191.
24
Republik Indonesia, Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
25
Bandingkan, Rebuplik Indonesia, Undang-undang RI Nomor. 28 Tahun 1999, Tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme,Pasal 3:
“menyebutkan Azas-Azas Umum Penyelenggaraan Negara meliputi : Azas Kepastian Hukum ; Azas Tertib

xxi
Universitas Sumatera Utara

Kurang atau tidak dipenuhinya azas - azas tersebut dalam suatu tindakan
keputusan dapat menyebabkan timbulnya suatu masalah. Artinya keputusan Pejabat Tata
Usaha Negara dapat digugat bila bertentangan dengan azas - azas tersebut. Hal ini
dimuat dalam UU No. 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 5
Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, khususnya Pasal 53 ayat (2) huruf (b)
menyebutkan: Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan azasazas pemerintahan yang baik. Kurang atau tidak dilaksanakannya azas-azas tersebut oleh
Pejabat Adiministrasi/ Pejabat Tata Usaha Negara dalam mengambil suatu keputusan
atau bilamana terindikasi ada penyalahgunaan wewenang, dapat menimbulkan suatu
konsekuensi hukum yakni pembatalan keputusan.26
Majelis Hakim di Peradilan Tata Usaha Negara, dalam memeriksa dan mengadili
suatu perkara juga dituntut untuk berpedoman kepada UU No. 14 Tahun 1970
sebagaimana direvisi menjadi UU No. 4 Tahun 2004, dan perubahan menjadi Undangundang No. 48 Tahun 2009; tentang Kekuasaan Kehakiman, yang di dalamnya diatur
tentang Azas – azas Umum Pemerintahan yang Layak (AAUPL).27
Menurut hasil penelitian Jazim Hamidi, defenisi AAUPL antara lain :28
a. AAUPL merupakan nilai-nilai etik yang hidup dan berkembang dalam lingkungan
hukum Administrasi Negara.
Penyelenggaran Pemerintahan ; Azas Kepentingan Umum ; Azas Keterbukaan ;Azas Proporsionalitas;Azas
Profesionalitas; Azas Akuntabilitas
26
Nomensen Sinamo, Hukum Administrasi Negara,(Jakarta : Jala Permata Aksara, 2010), hlm.
142.
27
Lihat, Pasal 14 ayat (1) UU No. 14/1970 tentang Kekuasaan Pokok Kehakiman: “Pengadilan
tidak boleh menolak menolak untuk memeriksa dan mengadili sesuatu perkara yang diajukan dengan dalih
bahwa hukum tidak atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.” Dalam Pasal
27 ayat (1) UU No. 14/1970 ditegaskan; “Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib mengadili,
mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.” Dengan ketentuan pasal ini,
asas-asas ini memiliki peluang untuk digunakan dalam proses peradilan administrasi di Indonesia.
28
Lihat, Juniarso Ridwan dan Ahmad Sodik Sudraja,op. cit., hlm.178.

xxii
Universitas Sumatera Utara

b. AAUPL berfungsi sebagai pegangan bagi para pejabat administrasi negara dalam
menjalankan fungsinya, merupakan alat uji bagi hakim administrasi dalam
menilai tindakan administrasi negara (yang berwujud penetapan atau beschikking)
dan sebagai dasar pengajuan gugatan bagi pihak penggugat.
c. Sebagian besar dari AAUPL masih merupakan azas - azas yang tidak tertulis,
masih abstrak, dan dapat digali dalam praktik kehidupan di masyarakat.
d. Sebagian azas yang lain sudah menjadi kaidah hukum tertulis dan terpencar dalam
berbagai peraturan hukum positif. Meskipun sebagian dari azas itu berubah
menjadi kaida hukum tertulis, namun sifatnya tetap sebagai azas hukum.
AAUPL tersebut pada prinsipinya memuat azas kepastian hukum, azas
keseimbangan, azas kesamaan dalam mengambil keputusan, azas bertindak cermat, azas
motivasi untuk setiap keputusan, azas tidak boleh mencampuradukkan kewenangan, azas
permainan yang layak (fair play), azas keadilan atau kewajaran, azas kepercayaan dan
penanggapi pengharapan yang wajar, azas meniadakan akibat-akibat suatu keputusan
yang batal, azas perlindungan atas pandangan hidup (cara hidup) pribadi, azas kebijakan,
azas

penyelenggaraan

kepentingan

hukum.29Betapa

pentingnya

memperlakukan

ketentuan azas-azas hukum dalam penyelenggaraan Pemerintahan yang baik dan
peradilan yang layak, karena sedikit banyaknya bila azas-azas itu tidak diperhatikan akan
menimbulkan masalah hukum yang serius. Sebagaimana melatarbelakangi gugatan dalam
kasus Putusan Mahkamah Agung N0.124 K/TUN/2013 dan menjadi penelitian penting
guna mendapatkan kebenaran dalam pertimbangan hukumnya.
Memulai penelitian ini Penulis menyimpulkan judul tulisan sebagai berikut;
“Analisis Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung N0. 124 K/TUN/2013
Tentang Terbitnya Izin Mendirikan Bangunan di atas Tanah yang Masih Dalam
Sengketa di Pengadilan Tata Usaha Negara Medan”

29

Ridwan HR, op. cit., hlm. 247.

xxiii
Universitas Sumatera Utara

B. Rumusan Masalah
Untuk menemukan identifikasi masalah dalam penelitian, perlu dipertanyakan
apakah yang menjadi masalah dalam penelitian yang akan dikaji lebih lanjut,30 maka
dapat dirumuskan pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana Keberadaan IMB No. 648/1363 K dalam Hukum Administrasi Negara
(HAN) ?
2. Permasalahan apa yang terjadi dalam IMB No. 648/1363 K hingga menjadi objek
sengketa di PTUN?
3. Bagaimana pertimbangan hukum dalam putusan Mahkamah Agung terhadap
terbitnya IMB No. 648/1363 K di atas tanah yang masih sengketa di Pengadilan?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada rumusan permasalahan sebagaimana diuraikan di atas, maka
tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian tesis ini sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui dasar hukum materil yang berkaitan penerbitan Izin Mendirikan
Bangunan.
2. Untuk mengetahui dan menganalisa faktor kaidah-kaidah yang mengakibatkan
sengketa Izin Mendirikan Bangunan.
3. Untuk mengetahui dan menganalisa dasar pertimbangan hukum dalam menetapkan
putusan terhadap sengketa Izin Mendirikan Bangunan di atas tanah yang masih
sengketa di PTUN (kasus perkara No. 124 K/TUN/2013).

30

Ronny Kountur, Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, (Jakarta : Permata Muda,
2003), hlm. 35.

xxiv
Universitas Sumatera Utara

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik bagi pengembangan
secara teori maupun praktik.31
1.

Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan kontribusi

teoritis dalam rangka menambah pengetahuan dalam bidang Ilmu Hukum Administrasi
Negara dan penetapan Keputusan Tata Usaha Negara tentang Izin Mendirikan Bangunan,
sekaligus sebagai bahan wacana dan acuan bagi pengembangan penelitian yang sejenis di
masa yang akan datang.
2.

Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan gambaran

secara jelas kepada para praktisi, instansi yang terkait dan aparat penegak hukum
mengenai prosedural hukum acara serta melakukan pengujian (judicial review) terhadap
suatu putusan perizinan.

E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan informasi, pemeriksaan dan penelusuran yang telah dilakukan
terhadap hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya di perpustakaan
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, maka belum ada penelitian yang sama dengan
apa yang menjadi bidang dan ruang lingkup penelitian ini, yaitu “Analisis Yuridis

USU, Pedoman Penulisan Tesis, , “ Manfaat teoritis atau akademis akan berkaitan dengan
pengembangan doktrin-doktrin hukum pada bidang hukum yang relevan dengan permasalahan yang diteliti.
Sementara mafaat praktis akan lebih berkaitan pada manfaat pada tataran operasional dalam pembangunan
hukum nasional atau pada lembaga instansi terkait atau pihak-pihak lain yang berkepentingan,” hlm, 11.
31

xxv
Universitas Sumatera Utara

Terhadap Putusan Mahkamah Agung N0. 124 K/TUN/2013 Tentang Terbitnya Izin
Mendirikan Bangunan di atas Tanah yang Masih Dalam Sengketa di Pengadilan Tata
Usaha Negara”.
Terkait dengan judul penelitian penulis, selanjutnya penulis juga pemeriksaan dan
penelusuran pada beberapa tulisan, penulis hanya menemukan:
1. Tesis, dengan judul “Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Mengenai Izin
Mendirikan Bangunan (IMB) dalam rangka mewujudkan Good Governance (studi di
kota Medan),” oleh pengarang Hj. Zuraidah dan pembimbing Muhamad Abduh,
Bismar Nasution, Pendastaren Tarigan.
2. Tesis, dengan judul “Implementasi Pengawasan Pemerintahan Kota Medan terhadap
Izin Mendirikan Bangunan,” oleh pengarang Kasman Siburian dan pembimbing
Muhamad Abduh, Alvi Syahrin, Pendestaren Taringan.
3. Tesis, dengan judul, “Penerapan Azas-azas umum pemerintahan yang baik dalam
proses pemberian izin mendirikan Bangunan (Studi pada Dinas Tata Ruang dan Tata
Bangunan Kota Medan),” oleh pengarang Yuke Dwi Hidayat dan pembimbing
Jusmadi Sikumbang, Budiman Ginting, Pendasteran Taringan.
Penulis berkeyakinan bahwa penelitian yang Penulis lakukan ini dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah, karena senantiasa memperhatikan ketentuanketentuan atau etika penelitian yang harus dijungjung tinggi bagi peneliti atau akademisi.

F.

Kerangka Teori dan Landasan Konsepsi

1.

Kerangka Teori

xxvi
Universitas Sumatera Utara

Pentingnya kerangka teori menurut Ronny Hanitijo adalah setiap penelitian
haruslah selalu disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis. Hal ini, disebabkan adanya
hubungan timbal balik antara teori dengan kegiatan-kegiatan pengumpulan data,
konstruksi data, pengolahan data dan analisis data32. Sebagai mana juga dinyatakan M.
Solly Lubis bahwa, “landasan teori adalah suatu kerangka pemikiran butir-butir pendapat,
teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang dijadikan bahan
perbandingan, pegangan teoritis yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui yang
dijadikan masukan dalam membuat kerangka berpikir dalam penulisan”33
Kerangka teori yang relevan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini adalah
Teori Negara Hukum dan Teori Kepastian Hukum.
a.

Teori Hukum Negara.
Secara teoritis Mokhtar Kusumaatmadja, mengemukakan Teori Negara Hukum

adalah kekuasaan tumbuh pada hukum dan semua orang tunduk kepada hukum. Hukum
menjadi dasar kebijakan.34 Negara hukum pertama kali dikemukakan oleh Plato. Menurut
Plato penyelenggaraan pemerintahan yang baik ialah diatur oleh hukum.35 Sementara D.
Mutiara memberikan defenisi teori Negara Hukum sebagai berikut:36
“Negara Hukum adalah Negara yang susunannya diatur dengan sebaik-baiknya
dalam undang-undang sehingga segala kekuasaan dari alat-alat pemerintahannya
didasarkan hukum. Rakyat tidak boleh bertindak sendiri-sendiri menurut semuannya
yang bertentangan dengan hukum. Negara hukum itu ialah Negara yang diperintah
32

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri,(Jakarta : Ghalia
Indonesia, 2009.),hlm.41
33
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian,(Bandung : Mandar Maju, 1994.), hlm. 80.
34
Mokhtar Kusumaatmaja, Fungsi dan Perkembangan Hukum Dalam Pembangunan Nasional
(Bandung : Bina Cipta, 2000), hlm. 2.
35
Lihat, H. Nukthoh Arfawie Kurde, Telaah Kritis Teori Negara Hukum, (Yokyakarta : Pustaka
Pelajar, 2005), hlm. 1.
36
D. Mutiara, Hukum Tata Negara, (Jakarta : Pustaka Islam, 1999), hlm. 20.

xxvii
Universitas Sumatera Utara

bukan oleh orang-orang, tetapi oleh undang-undang. Karena itu, di dalam Negara
hukum, hak-hak rakyat dijamin sepenuhnya, kewajiban-kewajiban rakyat harus
dipenuhi seluruhnya dengan tunduk dan taat kepada segala peraturan pemerintah dan
undang-undang Negara.”
Penjelasan teori Negara Hukum ini kembali lagi ditegaskan Muhammad Yamin,
yang menyatakan Indonesia adalah Negara Hukum (rechstaat, government of law) tempat
keadilan Hukum tertulis berlaku.37 Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar
Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan, bahwa “Negara
Indonesia negara hukum.” Negara Hukum dimaksud adalah negara yang menegakan
supermasi hukum yang menegakan kebenaran dan keadilan dan tidak ada kekuasaan yang
tidak dipertanggungjawabkan.38
Secara umum, dalam setiap Negara yang menganut paham Negara Hukum, selalu
berlaku tiga prinsip dasar, yakni supermasi hukum (supremacy of law), kesetaraan di
hadapan hukum (equality before the law), dan penegakan hukum dengan cara tidak
bertentangan dengan hukum (due process of law).39
Berkaitan dengan keberadaan Peradilan Tata Usaha Negara dengan konsep negara
hukum (rechtstaat), PERATUN lahir dalam landasan Negara Hukum.40 Berdasarkan
konsep Negara Hukum atau Negara berdasarkan atas hukum (rechtstaat atau the rule of
law) yang mengandung prinsip-prinsip azas legalitas, azas pemisahan kekuasaan, dan
37

Muhammad Yamin, Proklamasi dan Konstitusi Republik Indonesia,(Jakarta : Ghalia
Indonesia,1989), hlm. 72
38
Lihat, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Makalah Panduan
Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Sekertaris Jendral MPR RI,
Jakarta, 2009, hlm. 46.
39
Munir Fuady, Teori Negara Hukum Modern, (Bandung : Refika Aditama, 2009), hlm. 207.
40
Muhamad Abduh, Profil Hukum Administrasi Negara Indonesia (HANI) Dikaitkan dengan
Undang-undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN). Pidato Pengukuhan Jabatan Guru
Besar Tetap Dalam Mata Pelajaran Hukum Administrasi Negara pada Fakultas Hukum USU. Medan.1988.
hlm. 5

xxviii
Universitas Sumatera Utara

azas kekuasaan kehakiman yang merdeka, semuanya bertujuan untuk mengendalikan
negara

atau

pemerintah

dari

kemungkinan

bertindak

sewenang-wenang

atau

penyalahgunaan kekuasaan.41 Dalam pengertian konsep hukum, Negara atau Pemerintah
(dalam arti luas) harus menjamin tertib hukum, menjamin tegaknya hukum dan menjamin
tercapainya tujuan hukum.42 Tujuan pokok dari hukum adalah ketertiban. Kebutuhan atas
ketertiban ini syarat pokok untuk suatu masyarakat yang teratur. Untuk mencapai
ketertiban dibutuhkan kepastian hukum dalam pergaulan antar manusia dalam
masyarakat.43 Kepastian hukum dalam masyarakat dibutuhkan demi tegaknya ketertiban
dan keadilan. Ketidakpastian hukum akan menimbulkan kekacauan dalam kehidupan
masyarakat dan setiap anggota masyarakat akan saling berbuat sesuka hati serta bertindak
main hakim sendiri. Keberadaan seperti ini menjadikan kehidupan berada dalam suasana
kekacauan sosial.44
b.

Teori Kepastian Hukum
Teori kepastian hukum ditemukan dalam teori tujuan hukum sebagai mana

dikemukakan Gustav Radbruch; tujuan hukum yaitu keadilan, kepastian dan
kemanfaatan. Teori Kepastian hukum mengandung dua (2) pengertian yaitu :45
1. Adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa
yang boleh atau tidak boleh dilakukan.

41

Sudikno Mertokusomo, Penemuan Hukum,(Yokjakarta : liberty, 2009), hlm. 40.
Tahir Azhary, Negara Hukum, (Jakarta : Bulan Bintang, 2010), hlm. 63.
43
Otje. H.R. Salman dan Eddy Damian, Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan., (Bandung
: Refika Aditama, 2004), hlm. 9.
44
Yahya Harahap, Pembahasan,Permasalahan dan Penerapan KUHAP, (Jakarta : Sinar Grafika,
Edisi Kedua, 2006), hlm.76.
45
Lihat, Bernard L, Teori Hukum: Strategi Tertib Manusia, Lintas Ruang dan Generasi,
(Yogyakarta : Genta Publishing, 2010), hlm. 11.
42

xxix
Universitas Sumatera Utara

2. Berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena
dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui
apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu.
Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam undang-undang
melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim antara putusan hakim yang satu
dengan putusan hakim lainnya untuk kasus yang serupa yang telah di putuskan.
Kepastian Hukum adalah Asas dalam Negara Hukum yang mengutamakan landasan
peraturan perundang-undangan, kepatutan dan keadilan dalam setiap kebijakan
penyelenggaraan Negara.46
PERATUN merupakan tumpuan dan harapan bagi setiap pencari kepastian hukum
yang memuaskan dalam suatu perkara. Dari pengadilan ini diharapkan suatu keputusan
yang tidak berat sebelah, karena itu jalan yang sebaik-baiknya untuk mendapatkan
penyelesaian suatu perkara dalam suatu negara hukum adalah melalui pengadilan.47
Tempat dan kedudukan peradilan dalam negara hukum dan masyarakat demokrasi masih
tetap diandalkan sebagai katup penekan (pressure value) atas segala pelanggaran hukum,
ketertiban masyarakat, dan pelanggaran ketertiban umum, juga peradilan masih tetap
diharapkan berperan sebagai “the last resort” yakni sebagai tempat terakhir mencari
kebenaran dan keadilan, sehingga pengadilan diandalkan sebagai badan yang berfungsi
menegakkan kebenaran dan keadilan dan kepastian hukum.48
Berdasarkan pengertian di atas, bahwa sengketa Izin Mendirikan Bangunan No.
648/1363 K dalam menemukan kepastian hukumnya adalah kewenangan PERATUN.
46

Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Hukum Tata Negara Indonesia, (Sinar Bakti : Jakarta
1988), hlm. 153.
47
Sudikno Mertokusuma, op.cit., hlm. 41.
48
Yahya Harahap, Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian Sengketa, (
Bandung : Citra Aditya Bakti, 2005), hlm. 237.

xxx
Universitas Sumatera Utara

Dimana objek TUN adalah KTUN dan Hakim yang menetapkan kepastian hukum dari
sebuah Surat keputusan Izin Mendirikan Bangunan, adalah Hakim PTUN, dimana
keputusannya berisikan penolakan atau permohonan untuk memperoleh IMB.49
2.

Landasan Konsepsi
Konseptual adalah merupakan definisi operasional dari berbagai istilah yang

dipergunakan dalam tulisan ini. Kerangka konseptual ini dibuat untuk menghindari
pemahaman dan penafsiran yang keliru dan memberikan arah dalam penelitian ini, maka
dirasa perlu untuk memberikan batasan judul penelitian, yaitu sebagai berikut:
a. Kewenangan adalah kekuasaan yang mendapatkan keabsahan atau legitimasi.50
b. Kompetensi Peratun adalah kewenangan Peratun untuk mengadili suatu perkara
menurut objek atau materi atau pokok sengketa yang timbul dalam bidang TUN
antara orang atau Badan Hukum Perdata dengan Badan/Pejabat TUN, baik di pusat
maupun di daerah sebagai akibat dikeluarkannya KTUN.51
c. KTUN adalah keputusan tertulis (Beschikking) yang dikeluarkan oleh Badan/ Pejabat
TUN yang berisi tindakan hukum TUN yang berdasarkan peraturan Perundangundangan yang berlaku, yang bersifat konkrit, individual, dan final yang
menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.52
d. Badan/Pejabat TUN adalah Badan atau Pejabat yang melaksanakan urusan
Pemerintahan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.

49

Djoko Prakoso, Peradilan Tata Usaha Negara,(Yogyakarta : Litbang, 2003), hlm.23.
Juniarso Ridwan dan Ahmad Sodik Sudraja, op. cit.,hlm.134.
51
SF. Marbun, Peradilan Tata Usaha Negara, (Yogyakarta : Liberty, 2006), hlm. 61.
52
Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara, Pasal 1 angka 3.
50

xxxi
Universitas Sumatera Utara

e. Sengketa TUN adalah sengketa yang timbul dalam bidang TUN antara orang dan
Badan hukum perdata dengan Badan/Pejabat TUN baik di Pusat atau pun di Derah
sebagai akibat dikeluarkannya KTUN termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan
perundang-undangan yang berlaku.53
f. IMB adalah izin untuk mendirikan, memperbaiki, mengubah, atau merenovasi
bangunan yang dikeluarkan oleh Walikota atau Pejabat yang berwenang. Berlaku
selama bangunan tersebut berdiri dan tidak terjadi perubahan bentuk atau fungsi.54
G. Metode Penelitian
1. Jenis Metode Penelitian
Jenis metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan Tesis “Analisis
Yuridis Terbitnya Izin Mendirikan Bangunan di atas tanah Tanah yang masih Sengketa di
PTUN” (Studi Putusan PTUN No. 22/G/2012/PTUN-Medan, Putusan Pengadilan Tinggi
Tata Usaha Negara Medan No. 137/B/2012/PT.TUN-Medan, dan Putusan Mahkamah
Agung No. 124 K/TUN./2013, dalam satu perkara)” adalah jenis metode penelitian
hukum normatif. Metode penelitian hukum normatif adalah merupakan prosedur
penelitian untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi
normatifnya.55 Penelitian normatif

mencari pemecahan atas isu hukum serta

permasalahan yang timbul didalamnya,56sehingga hasil yang akan dicapai kemudian
memberikan justifikasi prespektif mengenai apa yang seyogianya atas isu yang
53

Adrian Sutedi, Hukum Pajak Retribusi Dalam Sektor Pelayana Publik. (Bogor : Kurnia, 2008),
hlm 184-185.
54
Rinto Manulang, Segala Hal tentang Tanah, Rumah, dan Perizinannya, (Jakarta : Buku Pintar,
2011), hlm. 60.
55
Andi Prastowo, memahami metode-metode penelitian: suatu Tinjauan Teoristis dan Praksis
(Yogyakarta : Ruzz Media, 2011), hlm. 1.
56
Ibid,. hlm. 12.

xxxii
Universitas Sumatera Utara

dimasalahkan, apakah sesuatu peristiwa sudah benar atau salah serta bagaimana
sebaliknya peristiwa itu menurut hukum.
2.

Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat preskriptif dan terapan. Preskriptif adalah untuk

mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep
hukum dan norma-norma hukum.

57

Terapan merupakan konsekuensi dari sifat

preskriptifnya,58 menerapkan standar prosedur, ketentuan-ketentuan dan rambu-rambu
dalam melaksanakan aturan hukum. Suatu penerapan yang salah akan berpengaruh
terhadap subtansial, misalnya suatu tujuan yang benar tetapi dalam pelaksanaannya tidak
sesuai akan berakibat tidak punya arti.59

3.

Pendekatan Penelitian Hukum
Melihat dari latar belakang masalah dan tujuan penelitian, untuk memperoleh

jawaban atas pokok masalah digunakan pendekatan perundang-undangan (statute
approach) dan pendekatan kasus (case approach), pendekatan konseptual (conceptual
approach).60
Pendekatan perundang-undangan digunakan untuk mengkaji ketentuan hukum
yang bersangkut paut dengan isu hukum dalam penelitian serta guna kesempatan bagi
penulis untuk mempelajari konsistensi dan kesesuaian antara suatu undang-undang
57

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2005),

hlm. 22.
58

Ibid,. hlm. 24.
Ibid,. hlm. 25.
60
Ibid., hlm. 93.
59

xxxiii
Universitas Sumatera Utara

dengan undang-undang lainnya terhadap kewenangan Pengadilan dalam mengadili
perkara,61 serta mempelajari aturan proses terbitnya IMB yang sesuai dengan hukum
yang ditetapkan.
Adapun pendekatan undang-undang yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
1. UU No. 5 tahun 1986 Tentang PERATUN,
2. UU No. 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan UU No. 5 Tahun 1986 Tentang
PERATUN.
3.

UU No. 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung,

4. Undang-undang no. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang
5. PP No. 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang no. 28
tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
6. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 32 Tahun 2010 Tentang Pedoman
Pemberian Izin Mendirikan Bangunan,
7. Peraturan Daerah Kota Medan No. 9 Tahun 2002 Tentang Retribusi IMB
8. Salinan Keputusan Walikota Medan No. 34 Tahun 2002 Tentang Pelaksanaan
Peraturan Daerah Kota Medan No. 9 Tahun 2002 Tentang Retribusi IMB.
9. Peraturan Daerah Kota Medan No. 5 Tahun 2012 Tentang Retribusi IMB
10. Keputusan Pengadilan PTUN No. 22/ G/2012/ PTUN-Medan
11. Keputusan Pengadilan PTTUN No. 137/B/2012/PTTUN-Medan
12. Keputusan Pengadilan MA No. 124 K/TUN/2013

61

Ibid,. hlm. 96

xxxiv
Universitas Sumatera Utara

Pendekatan kasus keputusan Mahkamah Agung No. 124 K/TUN/2013 Tentang
Terbitnya IMB di atas tanah yang masih dalam sengketa dengan mempelajari dan
menelaah

secara

sistematis

dokumen

berkas-berkas

salinan

putusan

No.

22/G/2012/PTUN-Medan, putusan No. 137/B/2012/PT.TUN-Medan, putusan MA No.
124 K/TUN/2013 mengenai sengketa serta literatur yang berkaitan dengan masalah.
Sedangkan pendekatan konseptual digunakan untuk memahami konsep yang berkaitan
dengan pokok masalah yang dibahas melalui pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin
yang berkembang dalam ilmu hukum.62
4.

Sumber Penelitian Hukum
Bahan Hukum untuk menjawab isu hukum dalam penelitian ini dan memberikan

preskripsi terhadap apa yang seyogianya, maka diperlukan bahan-bahan penelitian.
Bahan hukum dalam penelitian ini berupa bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder.63
a. Bahan hukum primer merupakan bahan yang bersifat autoritatif artinya mempunyai
otoritas64, yaitu berupa aturan perundang-undangan yang berhubungan dengan
Peradilan Tata Usaha Negara dan perundang-undangan perizinan khususnya izin
mendirikan bangunan, termasuk Putusan Pengadilan yang terkait dengan penulisan
Tesis ini;

62

Ibid,. hlm. 137.
Ibid., hlm. 141.
64
Ibid., hlm. 142
63

xxxv
Universitas Sumatera Utara

1. Putusan No. 22/G/2012/PTUN-Medan, Tanggal 19 Juli 2012. Oleh Majelis
Hakim Ketua: Ardoyo Wardhana, Hakim Anggota: Fatimah Nur Nasution,
Elfiany. dibantu Panitera Pengganti: Sheilla CH Sirait.
2. Putusan No. 137/B/2012/PT.TUN-Medan, Tanggal 16 Oktober 2012. Oleh
Majelis Hakim Ketua: Maskuri, Hakim Anggota : T. Sjahnur Ansjari, Nurman
Sutrisno.
3. Putusan Makamag Agung No. 124 K/TUN/2013, Tanggal 02 Mei 2013. Oleh
Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis : Marina Sidabutar, Anggota
Majelis: H.Yulius, H.M.Hary Djatmiko.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang mendukung bahan hukum primer
seperti karya ilmiah para pakar, buku-buku teks, artikel dalam berbagai majalah dan
jurnal ilmiah bidang hukum, serta sumber lainnya yang mendukung dengan topik
yang dibahas.65
5.

Pengumpulan Bahan-bahan Hukum
Pengumpulan bahan hukum dilakukan melalui kepustakaan (library research)

megidentifikasi dan inventarisasi bahan-bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan
bahan hukum tersier secara kritis menyeleksi data dan mengklasifikasi data sesuai dengan
permasalahan yang dirumuskan dalam tujuan penelitian.66
Cara mengumpulkan bahan Hukum:
a. Menghimpun perundang-undangan yang berkaitan dengan isu hukum dalam topik,
serta menghimpun literatur-literatur hukum yang relevan dengan topik yang dibahas.

65
66

Ibid., hlm.155.
Ibid., hlm.195.

xxxvi
Universitas Sumatera Utara

b. Menghimpun Putusan-putusan Pengadilan, khususnya dalam perkara yang terbitnya
IMB di atas tanah yang sedang bersengketa di Pengadilan, Putusan- putusan tersebut
berupa: Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Medan No. 22/G/2012/PTUNMedan,

Putusan

Pengadilan

Tinggi

Tata

Usaha

Negara

Medan

No.

137/B/2012/PT.TUN-Medan, dan Putusan Mahkamah Agung No. 124 K/TUN/2013,
dengan memuat resume kasus dan analisis yuridisnya.
6.

Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum
Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang telah dikumpulkan

(inventarisasi), kemudian dikelompokkan dan dikaji dengan pendekatan perundangundangan (Statute Approach) serta pedekatan kasus (Case Approach) guna memperoleh
gambaran sinkronisasi dari semua bahan hukum termasuk keputusan-keputusan.
Selanjutnya dilakukan sistemisasi dan klasifikasi secara kualitatif, kemudian dikaji serta
dibandingkan dengan teori dan prinsip hukum yang dikemukakan oleh para ahli, untuk
akhirnya dianalisis secara normatif.67 Putusan-putusan Pengadilan tersebut dianalisis
dengan cara pengujian, menelaah, mensistemasi, dan mengevaluasi secara kualitatif (data
yang terbentuk atas suatu penilaian atau ukuran secara tidak langsung yang dituangkan
dalam bentuk pernyataan dan tulisan),68 untuk kemudian diolah dengan menggunakan
metode deduktif (cara pengambilan kesimpulan yang bersifat umum ke hal-hal yang
bersifat khusus.69 Dengan demikian kegiatan analisis ini diharapkan untuk memberikan

67

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum,(Jakarta : Rajagrafindo, 1997), hlm.126.
Ronny Hanitijo Soemitro, op. cit., hlm. 51
69
Ibid.
68

xxxvii
Universitas Sumatera Utara

solusi atas permasalahan dalam penelitian ini serta menemukan azas-azas hukum baru
yang dapat memperkaya kajian futuristik untuk menyelesaikan permasalahan yang sama.

xxxviii
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Eksekusi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 609 K/Pdt/2010 Dalam Perkara Perdata Sengketa Tanah Hak Guna Bangunan Dilaksanakan Berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri

3 78 117

Analisis Hukum Terjadinya Pengalihan Hak Atas Tanah Atas Dasar Penguasaan Fisik (Analisis Terhadap Putusan Mahkamah Agung No.475//Pk/Pdt.2010).

5 41 132

Kepatuhan Hukum Pejabat Dalam Mentaati Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Di Medan

0 27 5

Hambatan-Hambatan Eksekusi Putusan Pengadilan Dalam Kasus Tanah Berikut Bangunan Di Atasnya (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan)

1 31 124

Tinjauan Yuridis Pemberian Izin Mendirikan Bangunan Yang Beralaskan Hak Pengelolaan Dari Pemerintah Kota Medan Kepada Pengusaha Pengembang Mall Centre Point Medan Berdasarkan Putusan MA RI Nomor 1040K/Pdt/2012

4 60 99

PERANAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA PADANG DALAM PENYELESAIAN SENGKETA IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN.

0 0 20

Analisis Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung No: 124k Tun 2013, Tentang Terbitnya Izin Mendirikan Bangunan Di Atas Tanah Yang Masih Dalam Sengketa Di Pengadilan Tata Usaha Negara Medan

0 0 13

Analisis Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung No: 124k Tun 2013, Tentang Terbitnya Izin Mendirikan Bangunan Di Atas Tanah Yang Masih Dalam Sengketa Di Pengadilan Tata Usaha Negara Medan

0 0 2

Analisis Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung No: 124k Tun 2013, Tentang Terbitnya Izin Mendirikan Bangunan Di Atas Tanah Yang Masih Dalam Sengketa Di Pengadilan Tata Usaha Negara Medan

0 0 26

Analisis Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung No: 124k Tun 2013, Tentang Terbitnya Izin Mendirikan Bangunan Di Atas Tanah Yang Masih Dalam Sengketa Di Pengadilan Tata Usaha Negara Medan

0 0 6