Tinjauan Yuridis Pemberian Izin Mendirikan Bangunan Yang Beralaskan Hak Pengelolaan Dari Pemerintah Kota Medan Kepada Pengusaha Pengembang Mall Centre Point Medan Berdasarkan Putusan MA RI Nomor 1040K/Pdt/2012

(1)

TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN YANG BERALASKAN HAK PENGELOLAAN DARI PEMERINTAH

KOTA MEDAN KEPADA PENGUSAHA PENGEMBANG MALL CENTRE POINT MEDAN BERDASARKAN PUTUSAN

MA RI NOMOR 1040K/PDT/2012

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

AQMAL HAMZAH HARAHAP NIM. 100200017

DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

AQMAL HAMZAH HARAHAP NIM. 100200017

DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

Disetujui Oleh:

Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara

Suria Ningsih, SH. M. Hum NIP. 196002141987032002

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Suria Ningsih, SH. M. Hum Erna Herlinda, SH. M. Hum NIP. 196002141987032002 NIP. 196705091993032001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kekuatan, kesabaran, dan kesehatan sehingga skripsi ini dapat selesai dikerjakan.Dalam penulisan ini penulis mengambil judul “Tinjauan Yuridis Pemberian Izin Mendirikan Bangunan Yang Beralaskan Hak Pengelolaan Dari Pemerintah Kota Medan Kepada Pengusaha Pengembang Mall Centre Point Medan Berdasarkan Putusan MA RI Nomor 1040K/Pdt/2012”. Adapun maksud dan tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi kewajiban dan syarat untuk meraih gelar Sarjana Hukum dalam Ilmu Hukum Departemen Hukum Administrasi Negara pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini dengan rasa hormat dan bahagia penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini maupun kepada semua pihak yang menjadi bagian penting selama penulis menjalankan perkuliahan di Fakultas Hukum USU Medan, yaitu :

1. Bapak Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH.M.Hum.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH.M.Hum selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH.M.Hum selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(4)

4. Bapak Dr.O.K. Saidin, SH.M.Hum selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Suria Ningsih, SH.M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Ibu Suria Ningsih, SH.M.Hum dan Ibu Erna Herlinda, selaku Dosen Pembimbing Skripsi, yang telah banyak memberikan sumbangan baik

bimbingan, waktu, kesabaran, ketenangan, nasehat, dan ilmu sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisannya.

7. Bapak Prof. Syamsul Arifin, SH.MH selaku dosen Pembimbing Akademik yang telah banyak memberikan nasehat serta bimbingannya dalam hal akademik selama penulisan menjalani pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik, mengasuh, dan membimbing penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

9. Seluruh Pengawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atas pelayanan dan bantuannya selama penulis menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

10. Ayah (DRS. Nuamir Harahap), Mama (Deli Asni Sari Daulay), Abang Ardiansyah Harahap, S.Sos, Alfan Bachtar Harahap, S.P, Kakak Nurhasana Harahap, S.Pd , Efrida Hanum Harahap, S.Pd.M.Pd, Adikku Rosdiana Harahap beserta keluarga besarku, yang telah memberikan banyak bantuan, doa, kasih sayang, dorongan serta semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.


(5)

iii

11. Seluruh rekan, sahabatku serta kekasihku (Intan Parwati Pane) yang telah banyak memberikan bantuan, doa, kasih sayang, dorongan serta semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

12. Seluruh pihak yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan satu persatu penulis ucapkan banyak terima kasih.

Semonga amal dan kebaikan saudara- saudara mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah S.W.T

Akhirnya, penulis menyadari penulisan skripsi yang sederhana ini terdapat banyak kekurangan dan tidak sempurna. Dengan segala kerendahan hati penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun guna perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini. Semonga ini dapat bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan, Amin.

Medan, Juli 2015 Hormat Saya

AQMAL HAMZAH HARAHAP NIM : 100200017


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR--- i

DAFTAR ISI---

iv

ABSTRAK---

vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang--- 1

B. Perumusan Masalah--- 6

C. Tujuan Penulisan Dan Manfaat Penulisan--- 6

D. Keaslian Penulisan--- 7

E. Tinjauan Kepustakaa--- 8

F. Metode Penelitian--- 12

G. Sistematika Penulisan--- 16

BAB II TINJAUAN UMUM HAK PENGELOLAAN ATAS TANAH NEGARA A. Dasar Hukum Hak Pengelolaan--- 18

B. Subjek Dan Objek Hak Pengelolaan--- 24

C. Tanggung Jawab Atas Penggunaan Hak Pengelolaan--- 28

BAB III KEWENANGAN PEMERINTAH DALAM PEMBERIAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN YANG BERALASKAN HAK PENGELOLAAN A. Syarat Dalam Mendapatkan Izin Mendirikan Bangunan Yang Berdasarkan Hak Pengelolaan--- 34

B. Prosedur Dalam Mendapatkan Izin Mendirikan Bangunan Yang Berdasarkan Hak Pengelolaan--- 45

C. Layanan Dan Fasilitas Izin Mendirikan Bangunan Yang Berdasarkan Hak Pengelolaan--- 50


(7)

v

BAB IV TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN IZIN MENDIRIKAN

BANGUNAN YANG BERALASKAN HAK PENGELOLAAN

DARI PEMERINTAH KOTA MEDAN KEPADA

PENGUSAHA PENGEMBANG MALL CENTRE POINT MEDAN BERDASARKAN PUTUSAN MA RI NOMOR 1040K/PDT/2012

A. Alas Hak Atas Tanah Yang Digunakan Dalam Pendirian Bangunan Mall Centre Point Medan--- 57 B. Kekuatan Hukum Atas Hak Pengelolaan Yang Dikeluarkan

Oleh Pemerintah Kota Medan Kepada Pengembang Mall Centre Point Medan--- 66 C. Kekuatan Yuridis Atas Pemberian Izin Mendirikan Bangunan

Diatas Tanah Hak Pengeloaan Yang Bersengketa Berdasarkan Putusan MA RI Nomor 1040K/Pdt/2012--- 70

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan--- 83 B. Saran--- 85

DAFTAR PUSTAKA--- 87


(8)

TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN YANG BERALASKAN HAK PENGELOLAAN DARI PEMERINTAH

KOTA MEDAN KEPADA PENGUSAHA PENGEMBANG MALL CENTRE POINT MEDAN BERDASARKAN PUTUSAN MA RI

NOMOR 1040K/PDT/2012 Aqmal Hamzah Harahap

Suria Ningsih∗∗ Erna Herlinda∗∗∗

ABSTRAK

Hak menguasai negara membuat timbulnya hak pengelolaan yang diberikan kepada lembaga-lembaga pemerintah dimana pemberian itu adalah untuk pelaksanaan tugasnya maka berdasarkan hal tersebut timbullah kewenangan pada instansi tersebut untuk mengadakan kebijaksanaan-kebijaksanaan sepanjang kebijaksanaan itu tidak bertentangan dengan kepentingan nasional. Permasalahan yang dibahas adalah bagaimana pengaturan hak pengelolaan atas harta kekayaan negara yang berupa tanah negara,dan pemberian izin mendirikan bangunan yang beralaskan hak pengelolaan dari Pemerintah Kota Medan kepada pengusaha pengembang Mall Centre Point Medan berdasarkan Putusan MA RI Nomor 1040K/Pdt/2012.

Metode penelitian yang dipergunakan dalam menyusun skripsi ini adalah jenis penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif yaitu metode atau cara meneliti bahan pustaka yang ada. Sifat penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yakni suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia.

Kesimpulan dari skripsi ini adalah, pihak ketiga yang mendapatkan hak guna bangunan atau hak pakai atas tanah hak pengelolaan ditempuh melalui perjanjian penggunaan tanah. Perjanjian penggunaan tanah diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999. Pengawasan pemerintah daerah terhadap kegiatan membangun bangunan dilaksanakan melalui pemberian izin mendirikan bangunan yang dimohonkan oleh anggota masyarakat yang memberikan gambaran bangunan yang akan didirikan lengkap dengan gambar dan perhitungan struktur konstruksi, apabila memenuhi syarat maka ijin tersebut dikeluarkan. Pengembang Mall Centre Point Medan mengajukan permohonan uji materil dimana Mahkamah Agung menerima permohonan uji materil peraturan tersebut. Berdasarkan putusan pengadilan inilah pengembang Mall Centre Point Medan memohonkan izin mendirikan bangunan kepada Dinas Tata Ruang Dan Tata Bangunan Kota Medan.

Kata Kunci: Izin Mendirikan Bangunan, Alas Hak, Hak Pengelolaan

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ∗∗

Dosen Pembimbing I ∗∗∗


(9)

vi

TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN YANG BERALASKAN HAK PENGELOLAAN DARI PEMERINTAH

KOTA MEDAN KEPADA PENGUSAHA PENGEMBANG MALL CENTRE POINT MEDAN BERDASARKAN PUTUSAN MA RI

NOMOR 1040K/PDT/2012 Aqmal Hamzah Harahap

Suria Ningsih∗∗ Erna Herlinda∗∗∗

ABSTRAK

Hak menguasai negara membuat timbulnya hak pengelolaan yang diberikan kepada lembaga-lembaga pemerintah dimana pemberian itu adalah untuk pelaksanaan tugasnya maka berdasarkan hal tersebut timbullah kewenangan pada instansi tersebut untuk mengadakan kebijaksanaan-kebijaksanaan sepanjang kebijaksanaan itu tidak bertentangan dengan kepentingan nasional. Permasalahan yang dibahas adalah bagaimana pengaturan hak pengelolaan atas harta kekayaan negara yang berupa tanah negara,dan pemberian izin mendirikan bangunan yang beralaskan hak pengelolaan dari Pemerintah Kota Medan kepada pengusaha pengembang Mall Centre Point Medan berdasarkan Putusan MA RI Nomor 1040K/Pdt/2012.

Metode penelitian yang dipergunakan dalam menyusun skripsi ini adalah jenis penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif yaitu metode atau cara meneliti bahan pustaka yang ada. Sifat penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yakni suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia.

Kesimpulan dari skripsi ini adalah, pihak ketiga yang mendapatkan hak guna bangunan atau hak pakai atas tanah hak pengelolaan ditempuh melalui perjanjian penggunaan tanah. Perjanjian penggunaan tanah diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999. Pengawasan pemerintah daerah terhadap kegiatan membangun bangunan dilaksanakan melalui pemberian izin mendirikan bangunan yang dimohonkan oleh anggota masyarakat yang memberikan gambaran bangunan yang akan didirikan lengkap dengan gambar dan perhitungan struktur konstruksi, apabila memenuhi syarat maka ijin tersebut dikeluarkan. Pengembang Mall Centre Point Medan mengajukan permohonan uji materil dimana Mahkamah Agung menerima permohonan uji materil peraturan tersebut. Berdasarkan putusan pengadilan inilah pengembang Mall Centre Point Medan memohonkan izin mendirikan bangunan kepada Dinas Tata Ruang Dan Tata Bangunan Kota Medan.

Kata Kunci: Izin Mendirikan Bangunan, Alas Hak, Hak Pengelolaan

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ∗∗

Dosen Pembimbing I ∗∗∗


(10)

H. Latar Belakang

Tanah merupakan karunia Tuhan, dengan demikian selain memiliki nilai fisik, tanah juga mempunyai nilai kerohanian. Sebagai titipan Tuhan, perolehan dan pemanfaatannya harus sedemikian rupa sehingga dirasakan adil bagi semua pihak. 1

1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut.

Lebih lanjut dalam Pasal 2 ayat (1) dan (2) UUPA dinyatakan bahwa “atas dasar ketentuan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.” Pasal ini merupakan landasan adanya hubungan hukum antara tanah dan subyek tanah, dimana negara bertindak sebagai subyek yang mempunyai kewenangan tertinggi terhadap segala kepentingan atas tanah yang bertujuan untuk kemakmuran rakyat. Hak menguasai dari negara memberikan wewenang untuk:

2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa.

1

Maria S.W. Sumardjono, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi Dan Implementasi, Edisi Revisi, Kompas, Jakarta, 2005, hlm. 42


(11)

2

3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.2

Penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaannya dan sifat dari pada haknya, hingga bermanfaat baik bagi kesejahteraan dan kebahagiaan yang memilikinya maupun bermanfaat pula bagi masyarakat dan negara. Namun demikian tidak berarti kepentingan perseorangan dikalahkan dengan kepentingan masyarakat. Kepentingan masyarakat dan kepentingan perseorangan haruslah saling seimbang, hingga pada akhirnya akan tercapailah tujuan pokok kemakmuran, keadilan dan kebahagiaan bagi rakyat seluruhnya.

Kecenderungan untuk memandang tanah lebih pada nilai ekonomisnya semata, yakni tanah sebagai barang dagangan yang tentunya lebih mudah dikuasai oleh mereka yang mempunyai kelebihan modal dan mengakibatkan ketimpangan distribusi penguasaan tanah karena perbedaan akses, jelas tidak sesuai dengan jiwa Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA).

Perkembangan dan pertambahan penduduk membawa konsekuensi logis tuntutan kebutuhan manusia akan tanah sebagai tempat tinggalnya, akan tetapi disisi lain keadaan tanah statis tidak bertambah, bahkan dimungkinkan terjadi pengurangan karena proses alam. Kondisi kebutuhan dan tersedianya tanah yang tidak seimbang ini terus berlanjut dan akan menimbulkan masalah-masalah dalam penggunaan tanah, antara lain:

2

Pasal 2 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria


(12)

a. Berkurangnya luas tanah pertanian subur menjadi tanah pemukiman, industri dan keperluan non pertanian lainnya.

b. Terjadinya pembenturan kepentingan berbagai sektor pembangunan (misalnya antara kehutanan dan transmigrasi, pertambangan dengan perkebunan dan sebagainya).

c. Menurunnya kualitas lingkungan pemukiman akibat banjir, kekurangan air bersih baik dari jumlah maupun mutunya.

d. Meluasnya tanah kritis akibat penggunaaan tanah yang tidak sesuai dengan potensinya, terjadinya erosi, banjir, dan sedimentasi.

e. Pengunaan tanah untuk berbagai kegiatan akan menghasilkan limbah yang dapat menimbulkan pencemaran air dan udara.

Untuk mengatasi atau paling tidak mengurangi masalah-masalah pertanahan tersebut di atas bisa dilakukan tindakan-tindakan antara lain:

1) Tidak melakukan perusakan atas tanah, dalam arti melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan kerusakan tanah, yakni menurunnya kualitas tanah sehingga mengganggu peruntukan tanah yang bersangkutan.

2) Tidak menelantarkan tanah, dalam arti tanah terus digarap guna memelihara kesuburan tanah tersebut.

3) Tidak melakukan pemerasan atau pendayagunaan (eksploitasi) tanah yang melebihi batas sehingga menimbulkan kerugian kepada pihak-pihak yang lain juga membutuhkan areal atas tanah tersebut.

4) Tidak menjadikan tanah sebagai alat pemerasan terhadap orang lain.3

Tanah negara adalah tanah yang dikuasai langsung oleh negara, yaitu tanah-tanah yang bebas sama sekali dari hak-hak tertentu yang melekat di atasnya. Bila negara telah memberikan suatu hak tertentu pada sebidang tanah negara pada seseorang atau badan itu ataupun instansi pemerintah, maka kekuasaan negara atas

3

J. Andy Hartanto, Problematika Hukum Jual Beli Tanah Belum Bersertifikat. Laksbang Mediatama, Yogyakarta, 2009, hlm. 1


(13)

4

tanah tersebut dibatasi oleh hak yang melekat di atasnya dan tanah yang bersangkutan disebut sesuai dengan hak yang diberi tadi. Menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu tanah hak milik, tanah hak pakai, tanah hak guna usaha, tanah hak guna bangunan, tanah hak pengelolaan, dan lain-lain.4

Hak menguasai negara membuat timbulnya hak pengelolaan yang diberikan kepada lembaga-lembaga pemerintah dimana pemberian itu adalah untuk pelaksanaan tugasnya maka berdasarkan hal tersebut timbullah kewenangan pada instansi tersebut untuk mengadakan kebijaksanaan-kebijaksanaan sepanjang kebijaksanaan itu tidak bertentangan dengan kepentingan nasional. Bentuk pengelolaan tersebut dapat berupa pengelolaan barang milik negara/daerah meliputi perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan, pemeliharaan, penilaian, pemindah tanganan, pemusnahan, penghapusan, penatausahaan, dan pembinaan, pengawasan serta pengendalian.5

Persengketaan perebutan lahan antara PT. Kereta Api Indonesia dengan PT. Arga Citra Kharisma saat ini menjadi polemik yang tak kunjung selesai, dimana diatas tanah negara tersebut telah didirikan bangunan mall centre point

yang akhirnya menjadi kisruh antara kedua belah pihak sampai saat ini. Tujuh fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Medan menyetujui perubahan peruntukan tanah dari bangunan umum menjadi mix use atau mall

center point yang terletak di Jalan Jawa, Kelurahan Gang Buntu, Kecamatan

4

Marlini Manan, Hak Pengelolaan Tanah Negara, BPHN Departemen Kehakiman, Jakarta, 1988, hlm. 37

5

Pasal 3 Ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah


(14)

Medan Timur. Dari ketujuh fraksi partai yang menyetujui dalam pandangannya menyebutkan alasan persetujuan atas perubahan peruntukan Mall Centre Point oleh pihaknya dikarenakan tiga aspek masing-masing berdasarkan aspek hukum, aspek sosial dan tenaga kerja serta dari aspek ekonomi.

Pertama, dari aspek hukum disebutkan bahwa berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Medan No.314/Pdt.G/2011/PN Mdn yang diperkuat dengan putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 414/Pdt/2011/PT.Mdn, dan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1040 K/PDT/2012, dimana dari ketiga putusan tersebut amar putusannya menyebutkan dan menetapkan pihak PT. Arga Citra Kharisma sebagai pihak yang berhak atas tanah sengketa yang telah didirikan bangunan mall centre point.

Aspek kedua, yakni aspek sosial dan tenaga kerja, dimana dengan berdiri dan beroperasinya mall centre point jumlah tenaga kerja pengangguran yang terserap lebih kurang lima ribu orang tenaga kerja formal. Tentu hal ini menjadi salah satu bahan pertimbangan bagi fraksi dalam menyikapi permasalahan pembangunan bangunan gedung mall centre point tersebut. Sedangkan aspek ketiga, merupakan aspek ekonomi, dimana dengan keberadaan mall centre point

Pemerintah Kota Medan diperhitungkan akan memperoleh pajak dan retribusi lebih kurang empat puluh milliar setiap tahun anggaran. Tentu hal ini secara otomatis akan meningkatkan penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Medan kedepannya. Berdasarkan hal tersebut terdapat beberapa aspek dalam pengelolaan barang milik negara/daerah yakni aspek pengelolaan, penggunaan, pemanfaatan, dan pemindah tanganan yang didalamnya terdapat alih fungsi atas


(15)

6

tanah negara yang merupakan barang milik negara/daerah, maka melihat dari latar belakang tersebut penulisan skripsi ini akan diberi judul “Tinjauan Yuridis Pemberian Izin Mendirikan Bangunan Yang Beralaskan Hak Pengelolaan Dari Pemerintah Kota Medan Kepada Pengusaha Pengembang Mall Centre Point Medan Berdasarkan Putusan MA RI Nomor 1040K/Pdt/2012.”

I. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut diatas, maka dapat diidentifikasi beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan dalam penulisan skripsi ini, yaitu:

1. Bagaimana pengaturan hak pengelolaan atas harta kekayaan negara yang berupa tanah negara?

2. Bagaimana kewenangan pemerintah dalam pemberian izin mendirikan bangunan yang beralaskan hak pengelolaan?

3. Bagaimana pemberian izin mendirikan bangunan yang beralaskan hak pengelolaan dari Pemerintah Kota Medan kepada pengusaha pengembang

Mall Centre Point Medan berdasarkan Putusan MA RI Nomor

1040K/Pdt/2012?

J. Tujuan Penulisan Dan Manfaat Penulisan

Tulisan ini dibuat sebagai tugas akhir dan merupakan sebuah karya ilmiah yang bermanfaat bagi perkembangan hukum di Indonesia khususnya hukum administrasi negara Indonesia. Sesuai permasalahan yang diatas adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah:


(16)

1. Untuk mengetahui pengaturan hak pengelolaan atas harta kekayaan negara yang berupa tanah negara.

2. Untuk mengetahui kewenangan pemerintah dalam pemberian izin mendirikan bangunan yang beralaskan hak pengelolaan.

3. Untuk mengetahui pemberian izin mendirikan bangunan yang beralaskan hak pengelolaan dari Pemerintah Kota Medan kepada pengusaha pengembang Mall Centre Point Medan berdasarkan Putusan MA RI Nomor 1040K/Pdt/2012.

Adapun yang menjadi manfaat penulisan skripsi ini tidak dapat dipisahkan dari tujuan penulisan yang telah diuraikan diatas, yaitu:

a. Manfaat secara teoretis dimana penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dan masukan pemikiran di bidang ilmu pengetahuan hukum, khususnya pengetahuan ilmu hukum administrasi negara di bidang pengelolaan tanah negara. Selain itu, diharapkan juga dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya.

b. Manfaat secara praktis dimana diharapkan agar penulisan skripsi ini dapat menjadi bahan masukan bagi masyarakat dan para pihak yang berperan serta yang diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan perannya dalam memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada subjek hukum dalam setiap proses pemberian pengelolaan tanah negara yang terjadi di Indonesia.

K. Keaslian Penulisan

Penelitian yang berjudul “Tinjauan Yuridis Pemberian Izin Mendirikan Bangunan Yang Beralaskan Hak Pengelolaan Dari Pemerintah Kota Medan


(17)

8

Berdasarkan Putusan MA RI Nomor 1040K/Pdt/2012” merupakan hasil pemikiran sendiri. Penelitian ini menurut sepengetahuan, belum pernah ada yang membuat. Dengan demikian keaslian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan ilmiah. Pengujian tentang kesamaan dan keaslian judul yang diangkat di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara juga telah dilakukan dan dilewati, maka ini juga dapat mendukung tentang keaslian penelitian.

L. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian Hak Pengelolaan

A.P. Parlindungan menyatakan bahwa istilah hak pengelolaan diambil dari Bahasa Belanda, yaitu beheersrecht, yang diterjemahkan menjadi hak penguasaan.6 Sependapat dengan A.P. Parlindungan, Supriadi menyatakan bahwa perkataan hak pengelolaan sebenarnya berasal dari terjemahan Bahasa Belanda yang berasal dari kata beheersrecht berarti hak penguasaan. Hak penguasaan diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 tentang Hak Penguasaan Atas Tanah-tanah Negara.7 Maria S.W. Sumardjono menyatakan bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 mengatur hak penguasaan sebagai terjemahan dari beheersrecht atas tanah-tanah negara. Hak penguasaan yang dimaksud adalah hak penguasaan atas tanah-tanah negara.8

Semenjak Pemerintah Hindia Belanda, khususnya pada tahun 1911, banyak instansi pemerintah diberikan penguasaan atas bidang tanah untuk kepentingan pelaksanaan tugasnya. Dalam tata pemerintahan saat itu

6

A.P. Parlindungan, Hak Pengelolaan Menurut Sistem Undang-Undang Pokok Agraria, Mandar Maju, Bandung, 1994, hlm. 6

7

Supriadi, Hukum Agraria, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hlm. 148 8


(18)

dipergunakan istilah in beheer yang dalam tata hukumnya termasuk hukum publik. Kata in beheer dapat dibaca dalam Staatsblad 1911 No. 110 jo. Staatsblad

1940 No. 430.9

Istilah hak pengelolaan pertama kali muncul pada saat diterbitkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965. Dalam Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 ditetapkan konversi hak penguasaan atas tanah-tanah negara, yaitu:

10

Pasal 1

Jika hak penguasaan atas tanah negara yang diberikan kepada departemen-departemen, direktorat-direktorat, dan daerah-daerah swatantra dipergunakan untuk kepentingan instansi-instansi itu sendiri dikonversi menjadi hak pakai.

Pasal 2

Jika hak penguasaan atas tanah negara yang diberikan kepada departemen-departemen, direktorat-direktorat, dan daerah-daerah swatantra, selain dipergunakan untuk kepentingan instansi-instansi itu sendiri, dimaksudkan juga untuk dapat diberikan dengan sesuatu hak kepada pihak ketiga, maka hak penguasaan atas tanah negara tersebut dikonversi menjadi hak pengelolaan.

Peraturan yang mengatur pelaksanaan konversi hak pengelolaan yang semula berasal dari hak penguasaan atas tanah negara yang dipunyai oleh departemen, direktorat, atau daerah swatantra adalah Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965. Melalui penegasan konversi, hak penguasaan atas tanah

9

Soemardijono, Analisis Hak Pengelolaan, Lembaga Pengkajian Pertanahan, Jakarta, 2006, hlm. 3

10

Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 Tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan Atas Tanah Negara Dan Ketentuan-Ketentuan Tentang Kebijaksanaan Selanjutnya


(19)

10

negara yang dipunyai oleh departemen, direktorat, dan daerah swatantra diubah haknya menjadi hak pengelolaan. Hak pengelolaan ini lahir setelah hak penguasaan atas tanah negara tersebut didaftarkan ke kantor pendaftaran tanah yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan dan diterbitkan sertifikat hak pengelolaan sebagai tanda bukti haknya.

Maria S.W. Sumardjono menyatakan bahwa dalam praktik terdapat berbagai jenis hak pengelolaan, yakni:11

a. HPL Pelabuhan b. HPL Otorita c. HPL Perumahan

d. HPL Pemerintah Daerah e. HPL Transmigrasi f. HPL Instansi Pemerintah

g. HPL Industri, Pertanian, Pariwisata, Perkeretaapian

Tanah hak pengelolaan ada yang dipergunakan untuk kepentingan sendiri oleh pemegang haknya dan ada yang dipergunakan oleh pihak lain atas persetujuan pemegang hak pengelolaan. Hak pengelolaan semakin hari semakin besar perannya dalam pembangunan nasional karena di atas tanah hak pengelolaan tersebut dapat diberikan hak guna bangunan, hak pakai, atau hak milik kepada pihak ketiga yang memerlukannya. Di kalangan para pakar hukum tanah terdapat perbedaan pendapat mengenai kedudukan hak pengelolaan dalam hukum tanah nasional. Ada yang berpendapat bahwa hak pengelolaan merupakan

11

Maria S.W. Sumardjono, Hak Pengelolaan: Perkembangan, Regulasi, dan

Implementasinya, Mimbar Hukum, Edisi Khusus, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada,


(20)

hak menguasai negara atas tanah dan ada pula yang berpendapat bahwa hak pengelolaan merupakan hak atas tanah. Perbedaan pendapat ini disebabkan oleh eksistensi hak pengelolaan yang tidak diatur dalam undang-undang, melainkan diatur dalam peraturan menteri agraria.

2. Izin Mendirikan Bangunan

Izin Mendirikan Bangunan adalah izin yang diberikan oleh Pemerintah Kota kepada orang pribadi atau badan untuk mendirikan suatu bangunan yang dimaksud agar desain, pelaksanaan pembangunan dan bangunan sesuai dengan rencana Tata Ruang yang berlaku, sesuai dengan Garis Sempadan Bangunan (GSB), sesuai Garis Sempadan Sungai (GSS), sesuai Koefisien Dasar Bangunan (KDB), sesuai Koefisien Luas Bangunan (KLB), sesuai dengan syarat-syarat keselamatan yang ditetapkan bagi yang menempati bangunan tersebut.Pemberian IMB dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian, pengawasan atas kegiatan mendirikan bangunan oleh orang pribadi atau badan. Tujuan pemberian IMB adalah untuk melindungi kepentingan umum, memberi kewenangan kepada pemerintah daerah untuk memungut retribusi sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah.

Mendirikan bangunan adalah pekerjaan mengadakan bangunan sebagian atau seluruhnya termasuk pekerjaan menggali, menimbun, atau meratakan tanah yang berhubungan dengan pekerjaan mengadakan bangunan. Retribusi izin mendirikan bangunan adalah pembayaran atas pemberian izin mendirikan bangunan termasuk mengubah/membongkar bangunan oleh pemerintah kepada orang pribadi atau badan.


(21)

12

M. Metode Penelitian

1. Spesifikasi Penelitian

Penelitian dalam pelaksanaannya diperlukan dan ditentukan alat-alatnya, jangka waktu, cara-cara yang dapat ditempuh apabila mendapat kesulitan dalam proses penelitian. Penelitian harus dilakukan secara metodelogis, sistematis, dan konsisten. Metodelogis yang dimaksud berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis adalah berdasarkan pada suatu sistem, dan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dengan suatu kerangka tertentu.12

Berdasarkan perumusan masalah dalam menyusun penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian hukum normatif atau doktriner. Penelitian hukum normatif atau doktriner yaitu metode penelitian hukum yang mempergunakan sumber data sekunder atau dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada.

13

Tahapan pertama penelitian hukum normatif adalah penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan hukum objektif (norma hukum), yaitu dengan mengadakan penelitian terhadap masalah hukum. Tahapan kedua penelitian hukum normatif adalah penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan hukum subjektif (hak dan kewajiban).

Sifat penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriftif yakni suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan

12

Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hlm. 42

13

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktik, Sinar Grafika, Jakarta, 1996, hlm. 13


(22)

manusia. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan sesuatu, misalnya kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang terjadi, serta tentang kecendrungan yang tengah berlangsung dari suatu peristiwa yang terjadi.14

2. Metode Pendekatan

Metode pendekatan adalah penggunaan cara atau metode pendekatan apa yang akan diterapkan dalam penelitian yang akan dilakukan. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode pendekatan normatif

(legal research) yang bertujuan untuk mengerti dan memahami gejala yang di

teliti. Dalam penelitian ini digunakan metode pendekatan normatif yang secara deduktif yang dimulai dari analisis terhadap pasal-pasal yang mengatur hal-hal yang menjadi permasalahan yang diteliti. Metode pendekatan ini digunakan dengan mengingat permasalahan yang diteliti berdasarkan pada peraturan perundang-undangan dalam hal hubungan antara yang satu dengan yang lainnya serta kaitannya dengan penerapannya dalam praktek.

3. Alat Pengumpulan Data

Materi dalam penelitian ini diambil dari data sekunder yang menjadi objek penulisan skripsi. Adapun data sekunder yang dimaksud adalah:

a. Bahan hukum primer yaitu dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Dalam penelitian ini diantaranya, Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria,

14


(23)

14

Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, Putusan Pengadilan Negeri Medan No.314/Pdt.G/2011/PN.Mdn, Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 415/Pdt/2011/PT.Mdn, Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1040 K/PDT/2012.

b. Bahan hukum sekunder yaitu semua dokumen yang merupakan bacaan yang relevan seperti buku-buku, seminar-seminar, jurnal hukum, majalah, koran karya tulis ilmiah, dan beberapa sumber dari internet yang berkaitan dengan materi yang diteliti.

c. Bahan hukum tersier yaitu semua dokumen yang berisi tentang konsep-konsep dan keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus, ensklopedia dan sebagainya.

4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penelitian ini, maka digunakan metode pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan, yaitu mempelajari dan menganalisis secara sistematis digunakan buku-buku, surat kabar, makalah ilmiah, majalah, internet, peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam penelitian ini.15

15

Soerjono Soekanto, Op. Cit., hlm. 24

Studi kepustakaan (library reseacrh) adalah serangkaian usaha untuk memperoleh data dengan jalan membaca, menelaah, mengklarifikasi,


(24)

mengidentifikasi, dan dilakukan pemahaman terhadap bahan-bahan hukum yang berupa peraturan perundang-undangan serta buku-buku literatur yang ada relevansinya dengan permasalahan penelitian.

5. Analisis Data

Pengolahan, analisis dan konstruksi data penelitian hukum normatif dapat dilakukan dengan cara melakukan analisis terhadap kaidah hukum dan kemudian konstruksi dilakukan dengan cara memasukkan pasal-pasal ke dalam kategori-kategori atas dasar pengertian-pengertian dari sistem hukum tersebut.16

a. Mengumpulkan bahan hukum, berupa inventarisasi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pemberian izin mendirikan bangunan yang berdasarkan hak pengelolaan.

Data yang telah dikumpulkan selanjutnya akan dianalisis dengan analisis data kualitatif, yaitu:

b. Memilah-milah bahan hukum yang sudah dikumpulkan dan selanjutnya melakukan sistematisasi bahan hukum sesuai dengan permasalahan.

c. Menganalisis bahan hukum dengan membaca dan menafsirkannya untuk menemukan kaiedah, asas dan konsep yang terkandung di dalam bahan hukum tersebut.

d. Menemukan hubungan konsep, asas dan kaidah tersebut dengan menggunakan teori sebagai pisau analisis.

Penarikan kesimpulan untuk menjawab permasalahan dilakukan dengan menggunakan logika berfikir deduktif. Metode deduktif dilakukan dengan

16

Soejono Soekonto, Pengantar Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm. 225


(25)

16

membaca, menafsirkan dan membandingkan hubungan-hubungan konsep, asas dan kaidah yang terkait sehingga memperoleh kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penulisan yang dirumuskan.17

N. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan diperlukan untuk memudahkan penulisan sebuah skripsi atau karya ilmiah, maka dalam skripsi ini diperlukan adanya sistematika yang teratur terperinci di dalam penulisanya agar dapat dimengerti dan dipahami maksud dan tujuanya juga saling berkaitan satu sama lain. Skripsi ini terdiri dari lima bab dimana sistematika penulisan skripsi ini adalah:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan tentang latar belakang mengambil judul, perumusan masalah, tujuan penulisan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II PENGATURAN HAK PENGELOLAAN ATAS TANAH NEGARA

Bab ini menguraikan tentang dasar hukum hak pengelolaan, subjek dan objek hak pengelolaan, dan tanggung jawab atas penggunaan hak pengelolaan.

BAB III KEWENANGAN PEMERINTAH DALAM PEMBERIAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN YANG BERALASKAN HAK PENGELOLAAN

17


(26)

Bab ini menguraikan tentang syarat dalam mendapatkan izin mendirikan bangunan yang berdasarkan hak pengelolaan, prosedur dalam mendapatkan izin mendirikan bangunan yang berdasarkan hak pengelolaan, serta layanan dan fasilitas izin mendirikan bangunan yang berdasarkan hak pengelolaan.

BAB IV TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN IZIN

MENDIRIKAN BANGUNAN YANG BERALASKAN HAK PENGELOLAAN DARI PEMERINTAH KOTA MEDAN KEPADA PENGUSAHA PENGEMBANG MALL CENTRE POINT MEDAN BERDASARKAN PUTUSAN MA RI NOMOR 1040K/PDT/2012

Bab ini menguraikan tentang alas hak atas tanah yang digunakan dalam pendirian bangunan Mall Centre Point

Medan, kekuatan hukum atas hak pengelolaan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Medan kepada pengembang Mall Centre Point Medan, dan kekuatan yuridis atas pemberian izin mendirikan bangunan diatas tanah hak pengeloaan yang bersengketa berdasarkan Putusan MA RI Nomor 1040K/Pdt/2012

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bab penutup yang menguraikan tentang kesimpulan dan saran.


(27)

BAB II

PENGATURAN HAK PENGELOLAAN ATAS TANAH NEGARA

D. Dasar Hukum Hak Pengelolaan

Istilah hak pengelolaan pertama kali muncul pada saat diterbitkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965. Dalam Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 ditetapkan konversi hak penguasaan atas tanah-tanah negara, yaitu “jika hak penguasaan atas tanah-tanah negara yang diberikan kepada departemen-departemen, direktorat-direktorat dan daerah-daerah swatantra dipergunakan untuk kepentingan instansi-instansi itu sendiri dikonversi menjadi hak pakai.”18

Pasal 2

“Jika hak penguasaan atas tanah negara yang diberikan kepada departemen-departemen, direktorat-direktorat, dan daerah-daerah swatantra, selain dipergunakan untuk kepentingan instansi-instansi itu sendiri, dimaksudkan juga untuk dapat diberikan dengan sesuatu hak kepada pihak ketiga, maka hak penguasaan atas tanah negara tersebut dikonversi menjadi hak pengelolaan.”

A.P. Parlindungan menyatakan bahwa istilah hak pengelolaan diambil dari Bahasa Belanda, yaitu beheersrecht, yang diterjemahkan menjadi hak penguasaan.19

18

Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan Atas tanah Negara dan Ketentuan-Ketentuan Tentang Kebijaksanaan Selanjutnya.

Sependapat dengan A.P. Parlindungan, Supriadi menyatakan bahwa perkataan hak pengelolaan sebenarnya berasal dari terjemahan Bahasa Belanda yang berasal dari kata beheersrecht berarti hak penguasaan. Hak penguasaan

19

A.P. Parlindungan, Hak Pengelolaan Menurut Sistem Undang-Undang Pokok Agraria, Mandar Maju, Bandung, 1994, hlm. 6


(28)

diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 Tentang Hak Penguasaan Atas Tanah-Tanah Negara.20

Maria S.W. Sumardjono menyatakan bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 mengatur hak penguasaan sebagai terjemahan dari beheersrecht

atas tanah-tanah negara. Hak penguasaan yang dimaksud adalah hak penguasaan atas tanah-tanah negara.

21

Semenjak Pemerintah Hindia Belanda, khususnya pada tahun 1911, banyak instansi pemerintah diberikan penguasaan atas bidang tanah untuk kepentingan pelaksanaan tugasnya. Dalam tata pemerintahan saat itu dipergunakan istilah in beheer yang dalam tata hukumnya termasuk hukum publik. Kata in beheer dapat dibaca dalam Staatsblad 1911 No. 110 juncto Staatsblad 1940 No. 430.22

Peraturan yang mengatur pelaksanaan konversi hak pengelolaan yang semula berasal dari hak penguasaan atas tanah negara yang dipunyai oleh departemen, direktorat, atau daerah swatantra adalah Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965. Melalui penegasan konversi, hak penguasaan atas tanah negara yang dipunyai oleh departemen, direktorat, dan daerah swatantra diubah haknya menjadi hak pengelolaan. Hak pengelolaan ini lahir setelah hak penguasaan atas tanah negara tersebut didaftarkan ke kantor pendaftaran tanah yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan dan diterbitkan sertifikat hak pengelolaan sebagai tanda bukti haknya.

Tata cara perolehan tanah hak pengelolaan yang berasal dari tanah negara diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan

20

Supriadi, Op. Cit., hlm. 148 21

Maria S.W. Sumardjono, Loc. Cit. 22


(29)

20

Nasional Nomor 9 Tahun 1999. Secara garis besar, tahapan-tahapan perolehan hak pengelolaan pemberian hak, yaitu:

a. Calon pemegang hak pengelolaan mengajukan permohonan pemberian hak pengelolaan kepada kepala badan pertanahan nasional republik Indonesia melalui kepala kantor pertanahan kabupaten/kota yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan.

b. Atas permohonan pemberian hak tersebut, kepala badan pertanahan nasional republik Indonesia menerbitkan surat keputusan pemberian hak pengelolaan. c. Surat keputusan pemberian hak pengelolaan didaftarkan oleh pemohon hak

pengelolaan kepada kepala kantor pertanahan kabupaten/kota yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan.

d. Maksud pendaftaran tanah tersebut adalah untuk diterbitkan sertifikat hak pengelolaan sebagai tanda bukti hak oleh kepala kantor pertanahan kabupaten/kota yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan.23

Hak penguasaan atas tanah yang lahir dilekati oleh wewenang, hak, kewajiban, dan larangan bagi pemegang haknya. Demikian juga dengan hak pengelolaan di dalamnya terdapat wewenang, hak, kewajiban, dan larangan bagi pemegang haknya. Dalam berbagai peraturan perundang-undangan ditetapkan wewenang dalam hak pengelolaan, yaitu:

1. Pasal 6 Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965. Wewenang yang diberikan kepada pemegang Hak Pengelolaan, adalah:

23

Urip Santoso, Eksistensi Hak Pengelolaan Dalam Hukum Tanah Nasional, Mimbar Hukum Volume 24, Nomor 2, Surabaya, Juni 2012, hlm. 187-375


(30)

a. Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah tersebut.

b. Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan tugasnya.

c. Menyerahkan bagian-bagian dari tanah tersebut kepada pihak ketiga dengan hak pakai yang berjangka waktu 6 (enam) tahun.

2. Pasal 3 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1974. Hak pengelolaan berisikan wewenang, yaitu:

a. Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah tersebut.

b. Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan tugasnya.

c. Menyerahkan bagian-bagian dari tanah tersebut kepada pihak ketiga menurut persyaratan yang ditentukan oleh perusahaan pemegang hak tersebut, yang meliputi segi-segi peruntukan, penggunaan, jangka waktu, dan keuangannya.

3. Pasal 1 dan Pasal 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 tentang Tata Cara Permohonan dan Penyelesaian Pemberian Hak Atas Bagian-bagian Tanah Hak Pengelolaan serta Pendaftarannya. Hak pengelolaan berisikan kewenangan untuk:

a. Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah tersebut.

b. Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan usahanya. c. Menyerahkan bagian-bagian dari tanah tersebut kepada pihak ketiga dalam

bentuk hak milik, hak guna bangunan atau hak pakai menurut persyaratan yang ditentukan oleh perusahaan pemegang hak tersebut, yang meliputi segi-segi peruntukan, penggunaan, jangka waktu, dan keuangannya, dengan ketentuan bahwa pemberian hak atas tanah kepada pihak ketiga


(31)

22

yang bersangkutan dilakukan oleh pejabat-pejabat yang berwenang, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4. Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 112 Tahun 2000. Hak pengelolaan berisikan kewenangan untuk:

a. Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah tersebut.

b. Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan tugasnya. c. Menyerahkan bagian-bagian dari tanah tersebut kepada pihak ketiga dan

atau bekerja sama dengan pihak ketiga.

Tanah hak pengelolaan yang dikuasai oleh pemegang haknya dapat dipergunakan untuk keperluan pelaksanaan tugas atau usahanya, juga dapat diserahkan kepada pihak ketiga atas persetujuan dari pemegang hak pengelolaan. Boedi Harsono menyatakan bahwa pemegang hak pengelolaan memang mempunyai kewenangan untuk menggunakan tanah yang menjadi haknya bagi keperluan usahanya. Tetapi itu bukan tujuan pemberian hak tersebut kepadanya. Tujuan utamanya adalah tanah yang bersangkutan disediakan bagi penggunaan oleh pihak-pihak lain yang memerlukannya.24

Pada awalnya, di atas tanah hak pengelolaan dapat diberikan hak pakai yang berjangka waktu 6 (enam) tahun. Dalam perkembangannya, dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 dan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1998 tentang Pedoman Penetapan Uang Pemasukan Dalam Pemberian Hak Atas Tanah Negara, di atas tanah hak pengelolaan dapat diberikan hak guna bangunan, hak pakai, atau

24

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang


(32)

hak milik. Pihak ketiga yang mendapatkan hak guna bangunan atau hak pakai atas tanah hak pengelolaan ditempuh melalui perjanjian penggunaan tanah antara pemegang hak pengelolaan dengan pihak ketiga. Pihak ketiga yang mendapatkan hak milik atas tanah hak pengelolaan ditempuh melalui pelepasan tanah hak pengelolaan oleh pemegang hak pengelolaan.

Pihak ketiga yang mendapatkan hak guna bangunan atau hak pakai atas tanah hak pengelolaan ditempuh melalui perjanjian penggunaan tanah. Ketentuan mengenai perjanjian penggunaan tanah semula diatur dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977, kemudian dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Pasal 4 ayat (2) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999, yaitu dalam hal tanah yang dimohon merupakan tanah hak pengelolaan, pemohon harus terlebih dahulu memperoleh penunjukan berupa perjanjian penggunaan tanah dari pemegang hak pengelolaan. dengan telah dibuatnya perjanjian penggunaan tanah, maka tercipta hubungan hukum antara pemegang hak pengelolaan dengan pihak ketiga.

Boedi Harsono menyatakan bahwa hak pengelolaan dalam sistematika hak penguasaan atas tanah tidak dimasukkan dalam golongan hak-hak atas tanah, melainkan merupakan “gempilan” hak menguasai negara atas tanah.25

25

Ibid.

Sependapat dengan Boedi Harsono, Maria S.W. Sumardjono menyatakan bahwa hak pengelolaan merupakan bagian dari hak menguasai negara yang (sebagian) kewenangannya dilimpahkan kepada pemegang hak pengelolaan. Oleh karena itu, hak pengelolaan itu merupakan fungsi atau kewenangan publik, sebagai hak


(33)

24

menguasai negara, dan tidak tepat disamakan dengan hak sebagaimana diatur dalam Pasal 16 UUPA karena hak atas tanah hanya menyangkut aspek keperdataan.26

A.P. Parlindungan menyatakan bahwa hak pengelolaan adalah suatu hak atas tanah yang sama sekali tidak ada istilahnya dalam UUPA dan khusus hak ini demikian pula luasnya terdapat di luar ketentuan UUPA.27 Sependapat dengan A.P. Parlindungan, Effendi Perangin menyatakan bahwa hak pengelolaan termasuk hak atas tanah yang didaftarkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah.28

E. Subjek Dan Objek Hak Pengelolaan

Menurut Pasal 1 ayat (8) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 yang dimaksud dengan pemberian hak atas tanah adalah penetapan pemerintah yang memberikan sesuatu hak atas tanah negara, perpanjangan jangka waktu hak, pembaharuan hak, perubahan hak, termasuk pemberian hak di atas tanah hak pengelolaan. Dalam pemberian hak ini, hak pengelolaan diperoleh dari tanah yang berasal dari tanah negara yang dimohonkan oleh pemegang hak pengelolaan.

Tanah negara adalah tanah yang dikuasai langsung oleh negara, yaitu tanah-tanah yang bebas sama sekali dari hak-hak tertentu yang melekat di atasnya. Bila negara telah memberikan suatu hak tertentu pada sebidang tanah negara pada seseorang atau badan itu ataupun instansi pemerintah, maka kekuasaan negara atas

26

Maria S.W. Sumardjono, Op.Cit., hlm. 204 27

A.P. Parlindungan, Op. Cit., hlm. 1 28

Effendi Perangin, Hukum Agraria Indonesia Suatu Telaah dari Sudut Pandang Praktisi Hukum, Rajawali, Jakarta, 1995, hlm. 312


(34)

tanah tersebut dibatasi oleh hak yang melekat di atasnya dan tanah yang bersangkutan disebut sesuai dengan hak yang diberi tadi. Menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu tanah hak milik, tanah hak pakai, tanah hak guna usaha, tanah hak guna bangunan, tanah hak pengelolaan, dan lain-lain.29

Muhammad Bakri menyatakan bahwa menurut sifat dan pada asasnya, kewenangan negara yang bersumber pada hak menguasai tanah oleh negara berada di tangan pemerintah pusat. Daerah-daerah swatantra (sekarang pemerintah daerah), baru mempunyai wewenang tersebut apabila ada pelimpahan atau pendelegasian wewenang pelaksanaan hak menguasai tanah oleh negara dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.30

Pernyataan ini merupakan penegasan dari ketentuan Pasal 2 ayat (4) UUPA yang menyatakan bahwa hak menguasai dari negara tersebut di atas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan peraturan pemerintah. Dalam realita terdapat hak pengelolaan yang muncul sejak tahun 1965 melalui Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan Atas Tanah Negara dan Kebijaksanaan Selanjutnya. Badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak pengelolaan, antara lain pemerintah kabupaten/kota, Perusahaan Umum (Perum) Pembangunan Perumahan Nasional (Perumnas), PT. Pelabuhan Indonesia (Persero), PT. Kereta Api Indonesia

29

Marlini Manan, Hak Pengelolaan Tanah Negara, BPHN Departemen Kehakiman, Jakarta, 1988, hlm. 37

30

Muhammad Bakri, Hak Menguasai Tanah Oleh Negara (Paradigma Baru Untuk Reformasi Agraria), Citra Media, Jakarta, 2007, hlm. 37


(35)

26

(Persero), PT. Angkasa Pura (Persero), Badan Otorita Batam, PD. Pasar Surya Surabaya, PD. Pasar Jaya DKI Jakarta, PD. Sarana Jaya DKI Jakarta, PT. Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER), PT. Pasuruan Industrial Estate Rembang (PIER).

Dalam melaksanakan alih fungsi tanah milik negara/daerah tentunya terdapat para pihak yang melaksanakan pengalihan tanah milik negara/daerah tersebut dimana antara satu pihak dengan pihak yang lain saling berkaitan. Para pihak dalam pelaksanaan alih fungsi tersebut juga melekat secara otomatis mengenai hak dan kewajiban dalam melaksanakan alih fungsi tersebut, pihak-pihak yang dimaksud yaitu:

1. Dalam ruang lingkup barang milik negara, pejabat pengelola yakni menteri keuangan selaku bendahara umum negara adalah pengelola barang milik negara.

2. Pengguna barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan barang milik negara/daerah. Menteri atau pimpinan lembaga selaku pimpinan kementerian/lembaga adalah pengguna barang milik negara.

3. Kuasa pengguna barang adalah kepala satuan kerja atau pejabat yang ditunjuk oleh pengguna barang untuk menggunakan barang yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya. Kepala kantor dalam lingkungan kementerian/lembaga adalah kuasa pengguna barang milik negara dalam lingkungan kantor yang dipimpinnya.

4. Pengguna barang milik daerah adalah kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD).


(36)

5. Dalam ruang lingkup barang milik daerah pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota. Pengelola barang milik daerah dilaksanakan oleh sekretaris daerah.

6. Badan Hukum 7. Perseroan Terbatas

8. Badan Usaha Milik Negara 9. Badan Usaha Milik Daerah

Maria S.W. Sumardjono menyatakan bahwa dalam praktik terdapat berbagai jenis hak pengelolaan, yakni:31

a. HPL Pelabuhan b. HPL Otorita c. HPL Perumahan

d. HPL Pemerintah Daerah e. HPL Transmigrasi f. HPL Instansi Pemerintah

g. HPL Industri, Pertanian, Pariwisata, Perkeretaapian

Tanah hak pengelolaan ada yang dipergunakan untuk kepentingan sendiri oleh pemegang haknya dan ada yang dipergunakan oleh pihak lain atas persetujuan pemegang hak pengelolaan. Hak pengelolaan semakin hari semakin besar perannya dalam pembangunan nasional karena di atas tanah hak pengelolaan tersebut dapat diberikan hak guna bangunan, hak pakai, atau hak milik kepada pihak ketiga yang memerlukannya. Di kalangan para pakar hukum

31


(37)

28

tanah terdapat perbedaan pendapat mengenai kedudukan hak pengelolaan dalam hukum tanah nasional. Ada yang berpendapat bahwa hak pengelolaan merupakan hak menguasai negara atas tanah dan ada pula yang berpendapat bahwa hak pengelolaan merupakan hak atas tanah. Perbedaan pendapat ini disebabkan oleh eksistensi hak pengelolaan yang tidak diatur dalam undang-undang, melainkan diatur dalam peraturan menteri agraria.

F. Tanggung Jawab Atas Penggunaan Hak Pengelolaan

Maria S.W. Sumardjono menyatakan bahwa hubungan hukum yang menjadi dasar pemberian hak atas tanah oleh pemegang hak pengelolaan kepada pihak ketiga dinyatakan dalam Surat Perjanjian Penggunaan Tanah (SPPT). Dalam praktik, SPPT tersebut dapat disebut dengan nama lain, misalnya perjanjian penyerahan, penggunaan, dan pengurusan hak atas tanah.32

Kewenangan yang terdapat dalam hak pengelolaan ada yang bersifat publik, yaitu kewenangan merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah, mempergunakan tanah untuk keperluan pelaksanaan tugas atau usahanya. Ada kewenangan yang bersifat privat, yaitu kewenangan menyerahkan bagian-bagian tanah hak pengelolaan kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan pihak ketiga. Kewenangan yang terdapat dalam hak pengelolaan ada yang bersifat internal, yaitu kewenangan merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah, mempergunakan tanah untuk keperluan pelaksanaan tugas atau usahanya. Ada kewenangan yang bersifat eksternal, yaitu kewenangan menyerahkan

32

Maria S.W. Sumardjono, Tanah dalam Perspektif Hak Ekonomi Sosial dan Budaya, Kompas, Jakarta, 2008, hlm. 29


(38)

bagian tanah. Hak pengelolaan kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan pihak ketiga.

Alih fungsi tanah merupakan kegiatan perubahan peggunaan tanah dari suatu kegiatan yang menjadi kegiatan lainnya. Alih fungsi tanah muncul sebagai akibat pembangunan dan peningkatan jumlah penduduk. Pertambahan penduduk dan peningkatan kebutuhan tanah untuk kegiatan pembangunan telah merubah strukur pemilikan dan penggunaan tanah secara terus menerus. Perkembangan struktur industri yang cukup pesat berakibat terkonversinya tanah secara besar-besaran. Selain untuk memenuhi kebutuhan industri, alih fungsi tanah juga terjadi secara cepat untuk memenuhi kebutuhan perumahan yang jumlahnya jauh lebih besar.33 Tanah tidak dapat dipisahkan dengan manusia karena tanah merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan manusia. Tanah merupakan tempat pemukiman, tempat melakukan kegiatan manusia, bahkan sesudah matipun masih memerlukan tanah.34

Hak menguasai negara menurut Winahyu Erwiningsih harus dilihat dalam konteks hak dan kewajiban negara sebagai pemilik (domein) yang bersifat

publiekrechtelijk, bukan sebagai eigenaar yang bersifat privaatrechtelijk. Makna dari pemahaman tersebut adalah negara memiliki kewenangan sebagai pengatur, perencanaan, pelaksanaan, dan sekaligus sebagai pengawasan pengelolaan, penggunaan, dan pemanfaatan sumber daya alam nasional.

35

33

Ali Sofyan Husein, Ekonomi Politik Penguasaan Tanah, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995, hlm. 13

Hak menguasai

34

Achmad Chulaemi, Pengadaan Tanah Untuk Keperluan Tertentu Dalam Rangka

Pembangunan, Majalah Masalah-Masalah Hukum Nomor 1 FH UNDIP, Semarang, 1992, hlm. 9

35

Winahyu Erwiningsih, Hak Menguasai Negara Atas Tanah, Universitas Islam Indonesia, Total Media, Yogyakarta, 2009, hlm. 101


(39)

30

negara atas tanah berisikan wewenang yang ditetapkan dalam Pasal 2 ayat (2) UUPA, yaitu:36

a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa.

b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa.

c. Menentukan dan mengatur hubunganhubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang angkasa.

Pasal 4 ayat (1) UUPA menegaskan bahwa hak atas tanah bersumber dari hak menguasai negara atas tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum. Selanjutnya Pasal 4 ayat (2) UUPA mengatur wewenang dalam hak atas tanah yaitu mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air dan ruang yang ada di atasnya sekadar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut UUPA dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi.

Wewenang dalam hal atas tanah berupa menggunakan tanah untuk keperluan mendirikan bangunan, atau bukan mendirikan bangunan, menggunakan tubuh bumi misalnya penggunaan ruang bawah tanah, diambil sumber airnya,

36

Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria


(40)

penggunaan ruang di atas tanah, misalnya di atas tanah didirikan pemancar.37

Dalam ketentuan Pasal 55 dinyatakan bahwa pemindahtanganan barang milik negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 untuk tanah dan/atau bangunan, atau selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai lebih dari seratus miliar rupiah dilakukan setelah mendapat persetujuan dewan perwakilan rakyat. Pemindahtanganan barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 untuk tanah dan/atau bangunan atau selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai lebih dari lima miliar rupiah dilakukan setelah mendapat persetujuan dewan perwakilan rakyat daerah. Pemindahtanganan barang milik negara/daerah berupa tanah dan/atau bangunan tidak memerlukan persetujuan dewan perwakilan rakyat/dewan perwakilan rakyat daerah, apabila:

Syarat dalam pelaksanaan alih fungsi tanah milik negara/daerah sebagai objek dari barang milik negara/daerah diatur dalam ketentuan Pasal 55, Pasal 57, Pasal 58 dan, Pasal 59 PP Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.

1. Sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota.

2. Harus dihapuskan karena anggaran untuk bangunan pengganti sudah disediakan dalam dokumen penganggaran.

3. Diperuntukkan bagi pegawai negeri.

4. Diperuntukkan bagi kepentingan umum, atau

5. Dikuasai negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dan/atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, yang jika status kepemilikannya dipertahankan tidak layak secara ekonomis.

Pemindahtanganan barang milik negara berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (3) dilaksanakan dengan ketentuan:

37

Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Prenada Media, Jakarta, 2010, hlm. 48


(41)

32

a. Untuk tanah dan/atau bangunan yang berada pada pengelola barang dengan nilai lebih dari sepuluh miliar rupiah dilakukan oleh pengelola barang setelah mendapat persetujuan presiden.

b. Untuk tanah dan/atau bangunan yang berada pada pengguna barang dengan nilai lebih dari sepuluh miliar rupiah dilakukan oleh pengguna barang setelah mendapat persetujuan presiden.

c. Untuk tanah dan/atau bangunan yang berada pada pengelola barang dengan nilai sampai dengan sepuluh miliar rupiah dilakukan oleh pengelola barang, atau

d. Untuk tanah dan/atau bangunan yang berada pada pengguna barang dengan nilai sampai dengan sepuluh miliar rupiah dilakukan oleh pengguna barang setelah mendapat persetujuan pengelola barang.

Pemindahtanganan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (3) dilakukan oleh pengelola barang setelah mendapat persetujuan gubernur/bupati/walikota. Usul untuk memperoleh persetujuan presiden diajukan oleh pengelola barang. Dalam ketentuan Pasal 58 dinyatakan bahwa pemindahtanganan barang milik negara selain tanah dan/atau bangunan dilaksanakan dengan ketentuan:

1. Untuk barang milik negara yang berada pada pengelola barang dengan nilai lebih dari seratus miliar rupiah dilakukan oleh pengelola barang setelah mendapat persetujuan dewan perwakilan rakyat.

2. Untuk barang milik negara yang berada pada pengguna barang dengan nilai lebih dari seratus miliar rupiah dilakukan oleh pengguna barang setelah mendapat persetujuan dewan perwakilan rakyat.

3. Untuk barang milik negara yang berada pada pengelola barang dengan nilai lebih dari sepuluh miliar rupiah sampai dengan seratus miliar rupiah dilakukan oleh pengelola barang setelah mendapat persetujuan presiden.


(42)

4. Untuk barang milik negara yang berada pada pengguna barang dengan nilai lebih dari sepuluh miliar rupiah sampai dengan seratus miliar rupiah dilakukan oleh pengguna barang setelah mendapat persetujuan presiden.

5. Untuk barang milik negara yang berada pada pengelola barang dengan nilai sampai dengan sepuluh miliar rupiah dilakukan oleh pengelola barang, atau 6. Untuk barang milik negara yang berada pada pengguna barang dengan nilai

sampai dengan sepuluh miliar rupiah dilakukan oleh pengguna barang setelah mendapat persetujuan pengelola barang.

7. Usul untuk memperoleh persetujuan presiden diajukan oleh pengelola barang. Persyaratan lainnya dimuat dalam ketentuan Pasal 59, dinyatakan bahwa pemindahtanganan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai sampai dengan lima miliar rupiah dilakukan oleh pengelola barang setelah mendapat persetujuan Gubernur, Bupati, Walikota. Pemindahtanganan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai lebih dari lima miliar rupiah dilakukan oleh pengelola barang setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dimana usul untuk memperoleh persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah diajukan oleh Gubernur, Bupati, Walikota sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.


(43)

BAB III

KEWENANGAN PEMERINTAH DALAM PEMBERIAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN YANG BERALASKAN HAK

PENGELOLAAN

D. Syarat Dalam Mendapatkan Izin Mendirikan Bangunan Yang

Berdasarkan Hak Pengelolaan

Pada dasarnya mendirikan bangunan adalah sebuah perbuatan yang berbahaya, hal ini karena bangunan merupakan tempat sentral bagi manusia beraktifitas sehari-hari, baik ketika di rumah maupun di kantor. Kriteria bahaya tersebut muncul ketika bangunan tersebut memiliki syarat tertentu agar tidak rubuh dan mencelakai orang di dalam atau di sekitarnya. Bangunan didirikan dengan syarat pertimbangan dan perhitungan yang matang mengenai bentuk struktur dan kekuatan struktur serta kekuatan bahan yang digunakan, dengan demikian bangunan tersebut akan kuat dan tidak rusak atau roboh mencelakai orang didalamnya, maka diperlukan izin untuk mendirikan sebuah bangunan

Secara teori verguning atau ijin didefinisikan sebagai suatu perbuatan administrasi negara yang memperkenankan perbuatan yang secara umum tidak dilarang dalam peraturan perundang-undangan asalkan dilakukan sesuai dengan syarat-syarat tertentu yang ditentukan dalam peraturan hukum yang berlaku.38

38

SF Marbun & Mahfud MD, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty, Yogyakarta, 2006, hlm. 95

Sedangkan perbuatan hukum publik itu sendiri memiliki pengertian suatu perbuatan yang dilakukan oleh pejabat administrasi negara yang tindakannya tersebut didasarkan pada peraturan perundang-undangan dan hukum publik.


(44)

Menurut kamus istilah hukum, izin (vergunning) dijelaskan bahwa izin adalah “overheidstoestemming door wet of verordening vereist gesteld voor tal van handeling waarop in het algemeen belang speciaal toezicht vereist is, maar die, in het algemeen, niet als on wenselijk worden beschowd.” Perkenaan atau izin dari pemerintah berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah yang disyaratkan untuk perbuatan yang pada umumnya memerlukan pengawasan khusus tetapi yang pada umumnya tidaklah di anggap hal-hal yang sama sekali tidak dikehendaki).39

Sjachran Basah mengartikan izin sebagai perbuatan hukum administrasi negara bersegi satu yang menghasilkan peraturan dalam hal concreto berdasarkan persyaratan dan prosedursebagaimana ditetapkan oleh perundang-undangan yang berlaku.40Izin juga diartikan sebagai suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan perundangan. Selain itu izin merupakan suatu penetapan yang merupakan dispensasi daripada suatu larangan oleh undang-undang.41

1. Unsur-unsur perizinan: a. instrumen yuridis

b. peraturan perundang-undangan c. organ pemerintah

d. peristiwa konkret

e. prosedur dan persyaratan 2. Fungsi dan Tujuan Perizinan:

a. Fungsi sebagai pengarah, perekayasa dan perancang masyarakat adil dan makmur itu diwujudkan

39

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Rajawali Pers, Jakarta, 2011, hlm. 152 40

Juniarso Ridwan & Ahmad Sodik Sudrajat, Hukum Administrasi Negara Dan

Kebijakan Pelayanan Publik, Nuansa, Bandung, 2010, hlm. 92

41

S. Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983, hlm. 94


(45)

36

b. Tujuan mengarahkan, mencegah bahaya, melindungi objek, membagi benda yang terbatas, pemberi pengarahan.

3. Bentuk dan isi izin: a. Organ yang berwenang b. Yang dialamatkan c. Diktum

d. Ketentuan-ketentuan, pembatasan-pembatasan dan syarat-syarat e. Pemberian alasan

f. Pemberitahuan-pemberitahuan tambahan.

Ateng Syafrudin mengatakan bahwa izin bertujuan dan berarti menghilangkan halangan, hal yang dilarang menjadi boleh, atau “als opheffing van een algemen verbodsregel in het conrete geval, (sebagai peniadaan ketentuan larangan umum dalam peristiwa konkret).42 E. Utrecht, mengatakan bahwa bilamana pembuat peraturan umumnya tidak melarang suatu perbuatan, tetapi masih juga memperkenankannya asal saja diadakan secara yang ditentukan untuk masing-masing hal konkret, maka keputusan administrasi negara yang memperkenankan perbuatan tersebut bersifat suatu izin (vergunning).43

Bagir Manan menyebutkan bahwa izin dalam arti luas berarti suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk memperolehkan melakukan tindakan atau perbuatan tertentu yang secara umum dilarang.

44

N.M. Spelt, J.B.J.M Ten Berge membagi pengertian izin dalam arti luas dan sempit, yaitu sebagai berikut:45

“Izin adalah salah satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum administrasi. Pemerintah mengunnakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengemudikan tingkah laku para warga. Izin ialah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah

42

Ridwan HR, Op. Cit., hlm. 196 43

Adrian Sutedi, Op.Cit., hlm. 167 44

Bagir Manan, Ketentuan-Ketentuan Mengenai Pengaturan Penyelenggaraan Hak

Kemerdekaan Berkumpul Ditinjau Dari Perspektif UUD 1945, Makalah, Jakarta, 1995, hlm. 8

45

N.M. Spelt & J.B.J.M Ten Berge, Pengantar Hukum Perizinan, Oleh Philipus M. Hadjon, Yuridika, Surabaya, 1993, hlm. 2-3


(46)

untuk dalam kedaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan perundangan, dimana dengan memberikan izin, penguasa memperkenankan orang yang memohonnya untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang. Ini menyangkut perkenan bagi suatu tindakan yang demi kepentingan umum mengharuskan pengawasan khusus atasnya. Izin (dalam arti sempit) adalah peningkatan-peningkatan pada suatu peraturan izin pada umumnya didasarkan pada keinginan pembuat undang-undang untuk mencapai suatu tantanan tertentu atau untuk menghalangi keadaan-keadaan yang buruk. Tujuanya ialah mengatur tindakan-tindakan yang oleh pembuat undanag-undang tidak seluruhnya dianggap tercela, namun di mana ia menginginkan dapat melakukan pengawasan sekadarnya.

Jika dibandingkan secara sekilas pengertian izin dengan konsesi itu tidak berbeda. Masing-masing berisi perkenan bagi seorang untuk melakukan suatu perbuatan atau perkerjaan tertentu. Dalam pengertian sehari-hari kedua istilah itu digunakan secara sama, seperti disebut M.M Van Praag, “de termen vergunning en concessie beide gebezigd voor een en dezelfed juridike figgur, de houder der

vergunning wordt concessioneris geneomed” (pengertian izin dan konsesi

keduanya digunakan untuk suatu bentuk hukum yang sama, pemegang izin disebut juga konsesionaris). Menurut E. Utrecht, perbedaan antara izin dengan konsesi itu suatu perbedaan nisbi (relatif) saja. Pada hakikatnya antar izin dengan konsesi itu tidak ada suatu perbedaan yuridis.46

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Izin Mendirikan Bangunan, dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa izin mendirikan bangunan gedung adalah perizinan yang diberikan oleh pemerintah kabupaten atau kota kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru,

46


(47)

38

mengubah, memperluas, mengurangi, dan atau merawat bangunan gedung sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku.47

Bangunan yang didirikan tanpa adanya perhitungan mengenai kekuatan struktur dan bahan maka akan mudah roboh dan menimbulkan bahaya bagi orang banyak. Dalam rangka melindungi keselamatan masyarakat banyak dari bahaya roboh atau rusaknya bangunan maka kegiatan pembangunan harus diawasi, boleh dibangun tetapi dengan syarat tertentu. Syarat itu salah satunya adalah harus kuat dari segi konstruksi dan bahan yang digunakan, apabila tidak dipenuhi maka kegiatan mendirikan bangunan itu termasuk kategori membahayakan keselamatan masyarakat sehingga izin mendirikan bangunan tidak diberikan.

Pengawasan pemerintah daerah terhadap kegiatan membangun bangunan dilaksanakan melalui pemberian izin mendirikan bangunan yang dimohonkan oleh anggota masyarakat yang memberikan gambaran bangunan yang akan didirikan lengkap dengan gambar dan perhitungan struktur konstruksi. Kemudian setelah diteliti dan dipertimbangkan dengan cermat, apabila memenuhi syarat maka ijin tersebut dikeluarkan dan pemohon diwajibkan membayar retribusi guna pemasukan keuangan daerah. Jadi, setiap subjek hukum baik orang maupun badan hukum perdata tidak diperkenankan atau diberi izin untuk mendirikan bangunan atau menggunakan tanahnya jika tidak sesuai dengan apa yang telah ditentukan peruntukannya dalam rencana tata ruang.48

47

Pasal 1 Ayat (6) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung

48

Hasni, Hukum Penataan Ruang Dan Penatagunaan Tanah, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008, hlm. 11


(48)

Secara yuridis pengertian mengenai tata ruang dijelaskan dalam ketentuan umum Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya, sedangkan tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.49

Hal yang hampir senada mengenai konsep tata ruang juga dikemukakan oleh Suratman Woro dimana “tata ruang adalah bidang keilmuan yang menyangkut banyak aspek seperti sosial, ekonomi, teknologi dan lingkungan, dimana semua aspek tersebut saling terkait dan mempengaruhi dalam sebuah sistem yang mana sistem inilah yang disebut tata ruang.”

50

Pada dasarnya izin merupakan keputusan pejabat atau badan tata usaha negara yang berwenang, yang isinya atau substansinya mempunyai sifat sebagai berikut:

Sebagai suatu sistem, maka tata ruang mempunyai tiga unsur sistem, yaitu dasar, sistem dan komponen. Ketiga unsur ini menentukan kinerja dari sebuah sistem, oleh karena itu, tata ruang yang baik harus memiliki dasar, sistem (proses) dan komponen yang jelas dan baik.

1. Izin bersifat bebas, adalah izin sebagai keputusan tata usaha negara yang penerbitnya tidak terkait pada aturan dan hukum tertulis serta organ yang berwenang dalam izin memiliki kadar kebebasan yang besar dalam memutuskan pemberian izin.

49

Pasal 1 Ayat (1), (2) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang 50

Suratman Woro, Tata Ruang Dan Perencanaan Lingkungan, Materi Kuliah,


(49)

40

2. Izin bersifat terikat, adalah izin sebagai keputusan tata usaha negara yang penerbitnya terikat pada aturan dan hukum tertulis dan tidak tertulis serta organ yang berwenang dalam izin kadar kebebasannya dan wewenagnya tergantung pada kadar sejauh mana peraturan perundang-undangan mengaturnya.

3. Izin yang bersifat menguntungkan, merupakan izin yang isinya mempunyai sifat menguntungkan pada yang bersangkutan. Izin yang bersifat menguntungkan isi maka keputusan merupakan titik pusat yang memberi anugerah kepada yang bersangkutan.

4. Izin yang bersifat memberatkan, merupakan izin yang izinnya mengandung unsur-unsur memberatkan dalam bentuk ketentuan-ketentuan yang berkaitan kepadanya.

5. Izin yang segera berakhir, merupakan izin yang menyangkut tindakan-tindakan yang akan segera berakhir atau izin yang masa berlakuknya relatif pendek.

6. Izin yang berlangsung lama, merupakan izin yang menyangkut tindakan-tindakan yang berakhirnya atau masa berlakunya relatif lama.

7. Izin yang bersifat kebendaan, merupakan izin yang isinya tergantung pada sifat atau kualitas pribadi dan pemohon izin.

8. Izin yang bersifat kebendaan, merupakan izin yang isinya tergantung pada sifat dan objek izin.51

51


(50)

Sesuai dengan sifatnya, yang merupakan bagian dari keputusan, izin selalu dibuat dalam bentuk tertulis. Sebagai keputusan tertulis, secara umum izin memuat hal-hal sebagai berikut:

a. Organ yang berwenang, dimana dalam izin dinyatakan siapa yang memberikannya, biasanya dari kepala surat dan penandatanganan izin akan nyata organ mana yang memberikan izin. Pada umumnya pembuat aturan akan menunjuk organ berwenang dalam sistem perizinan, organ yang paling bakal mengenai materi dan tugas bersangkutan, dan hampir selalu yang terkait adalah organ pemerintah. Karena itu bila dalam suatu undang-undang tidak dinyatakan dengan tegas organ mana dari lapisan pemerintah tertentu yang berwenang, tetapi misalnya hanya dinyatakan secara umum bahwa

haminte” yang berwenang, maka diduga bahwa yang dimaksud adalah organ

pemerintah, yakni wali hamintegan para anggota pengurus harian. Namun, untuk menghindari keraguan di dalam kebanyakan undang-undang pada permulaannya dicantumkan ketentuan definisi.

b. Yang di alamatkan, dimana izin ditujukan pada pihak yang berkepentingan. Biasanya izin lahir setelah yang berkepentingan mengajukan permohonan untuk itu, keputusan yang memuat izin dialamatkan pula kepada pihak yang memohon izin, dimana hal ini biasanya dialami orang atau badan hukum. Dalam hal-hal tertentu, keputusan tentnag izin juga penting bagi pihak yang berkepentingan. Artinya pihak pemerintah selaku pemberi izin harus pula mempertimbangkan kepentingan pihak ketiga yang mungkin memiliki keterkaitan dengan pengunaan izin tersebut.


(51)

42

c. Diktum, dimana keputusan yang memuat izin, demi alasan kepastian hukum, harus memuat uraian sejelas mungkin untuk apa izin itu diberikan. Bagian keputusan ini, dimana akibat-akibat hukum yang ditimbulkan oleh keputusanm dinamakan diktum, yang merupakan inti dari keputusan.

d. Mengenai ketentuan-ketentuan, pembatasan-pembatasan, serta syarat-syarat sebagaimana kebanyakan keputusan, didalamnya mengandung ketentuan, pembatasan dan syarat-syarat, demikian pula dengan keputusan yang berisi izin ini. Ketentuan-ketentuan ialah kewajiban yang dapat dikaitkan pada keputusan yang menguntungkan. Dalam hal ketentuan-ketentuan tidak dipatuhi, terdapat pelanggaran izin. Tentang sanksi yang diberikan atasnya, pemerintah harus memutuskannya tersendiri. Dalam pembuatan keputusan, termasuk keputusan berisi izin, dimasukkan pembatasan-pembatasan. Pembatasan-pembatsan dibentuk dengan menunjukkan batas-batas dalam waktu, tempat atau dengan cara lain. Disamping itu, dalam keputusan dimuat, syarat-syarat. Dengan menetapkan syarat-syarat, akibat-akibat hukum tertentu digantungkan pada timbulnya suatu peristiwa di kemudian hari yang belum pasti.

e. Pemberian alasan dapat memuat hal-hal seperti penyebutan ketentuan undang-undang, pertimbangan-pertimbangan hukum, dan penetapan fakta. f. Pemberitahuan-pemberitahuan tambahan dapat berisi bahwa kepada yang

dialamatkan ditunjukkan akibat-akibat dari pelanggaran ketentuan dalam izin, seperti sanksi-sanksi yang mungkin diberikan pada ketidakpatuhan.52

52


(52)

Ketentuan tentang pemberian izin mempunyai fungsi yaitu sebagai fungsi penertib dan sebagai fungsi mengatur. Sebagai fungsi penertib, dimaksud agar izin atau setiap izin atau tempat-tempat usaha, bangunan dan bentuk kegiatan masyarakat lainnya tidak bertentangan satu sama lain, sehingga ketertiban dalam setiap segi kehidupan masyarakat dapat terwujud. Sebagai fungsi mengatur dimaksudkan agar perizinan yang ada dapat dilaksanakan sesuai dengan peruntukannya, sehingga terdapat penyalahgunaan izin yang telah diberikan, dengan kata lain fungsi pengaturan ini dapat disebut juga sebagai fungsi yang dimiliki oleh pemerintah.

Secara teoretis, perizinan memiliki beberapa fungsi sebagaimana dijelaskan berikut:

1. Instrumen rekayasa pembangunan, dimana pemerintah dapat membuat regulasi dan keputusan yang memberikan insentif bagi pertumbuhan sosial ekonomi. Demikian juga sebaliknya, regulasi dan keputusan tersebut dapat pula menjadi penghambat (sekaligus sumber korupsi) bagi pembangunan. 2. Budgetering, dimana perizinan memiliki fungsi keuangan (budgetering), yaitu

menjadi sumber pendapatan bagi negara, pemberian lisensi dan izin kepada masyarakat dilakukan dengan kontraprestasi berupa retribusi perizinan.

3. Reguleren, dimana perizinan memiliki fungsi pengaturan (reguleren), yaitu menjadi instrumen pengaturan tindakan dan perilaku masyarakat, sebagaimana juga dalam prinsip pemungutan pajak, maka perizinan dapat mengatur pilihan-pilihan tindakan dan perilaku masyarakat.53

53


(53)

44

Secara umum, tujuan dan fungsi dari perizinan adalah pengendalian dari pada aktivitas pemerintah dalam hal tertentu dimana ketentuannya berisi pedoman-pedoman yang harus dilakukan oleh baik yang berkepentingan ataupun oleh pejabat yang berwenang. Selain itu, tujuan dari perizinan itu dapat dilihat dari dua sisi (tujuan praktis) yaitu:

1. Dari sisi pemeritah tujuan pemberian izin itu adalah untuk melaksanakan peraturan. Apakah ketentuan-ketentuan yang termuat dalam peraturan tersebut sesuai dengan kenyataan dalam praktiknya atau tidak dan sekaligus untuk mengatur ketertiban. Selain itu juga sebagai sumber pendapatan daerah dimana dengan adanya permintaan permohonan izin, maka secara langsung pendapatan pemerintah akan bertambah karena setiap izin yang dikeluarkan permohon harus membayar retribusi terlebih dahulu. Semakin banyak pula pendapatan dibidang retribusi tujuan akhirnya, yaitu untuk membiayai pembangunan.

2. Dari sisi masyarakat dimana dari sisi masyarakat tujuan pemberian izin itu adalah untuk adanya kepastian hukum, untuk adanya kepastian hak, untuk memudahkan mendapatkan fasilitas. Apabila bangunan yang didirikan telah mempunyai izin akan lebih mudah mendapat fasilitas.54

Dengan mengikatnya tindakan-tindakan pada sistem perizinan, pembuat undang-undang dapat mengejar berbagai tujuan dari izin (tujuan secara teoritis): a. Keinginan mengarahkan atau mengendalikan aktivitas-aktivitas tertentu,

misalnya izin mendirikan banguan, dan lain-lain.

54


(54)

b. Mencegah bahaya lingkungan, misalnya izin penebangan, izin usaha industri, dan lain-lain.

c. Melindungi objek-objek tertentu, misalnya izin membongkar monumen-monumen, izin mencari/menemukan barang-barang peninggalan terpendam, dan lain-lain.

d. Membagi beda-beda, lahan atau wilayah terbatas, misalnya izin menghuni di daerah padat penduduk, dan lain-lain.

e. Mengarahkan atau pengarahan dengan menggunakan seleksi terhadap orang dan aktivitas-aktivitas tertentu, misalnya izin bertransmigrasi, dan lain-lain.55

E. Prosedur Dalam Mendapatkan Izin Mendirikan Bangunan Yang Berdasarkan Hak Pengelolaan

Pembangunan Indonesia menuntut eksistensi hak pengelolaan perlu disempurnakan untuk dikoreksi sesuai dengan hakekat dan prinsip-prinsip hukum baik itu segi filosofis, yuridis dan sosiologis. Fakta hukum menunjukkan pembangunan yang tengah berlangsung di Indonesia masih memerlukan keberadaan hak pengelolaan sebagai bagian dari hak menguasai dari negara, segera diatur dengan tepat dalam rangka mengatasi persoalan kemiskinan, ketidakmerataan penduduk, letak geografis, pemusatan pembangunan, dan dampak dari tanah terlantar.

Ketidaksingkronan perundang-undangan mendudukkan eksistensi hak pengelolaan menimbulkan pendapat bahwa telah terjadi pergeseran sifat hak

55


(1)

Bangunan Kota Medan untuk memohonkan Surat Izin Mendirikan Bangunan yang baru dengan alas hak berupa putusan pengadilan, namun permohonan ini ditolak dikarenakan dalam Peraturan Walikota Medan Nomor 41 Tahun 2012 Tentang Petunjuk Teknis Atas Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan mengenai syarat pemberian izin tidak tercantum bahwa putusan pengadilan merupakan alas hak yang benar dalam memohonkan izin mendirikan bangunan.

Kemudian pengembang Mall Centre Point Medan mengajukan permohonan uji materil atas peraturan tersebut kepada Mahkamah Agung, dan dalam amar putusannya Mahkamah Agung menerima permohonan uji materil peraturan tersebut. Berdasarkan putusan pengadilan inilah pengembang Mall Centre Point Medan memohonkan izin mendirikan bangunan kepada Dinas Tata Ruang Dan Tata Bangunan Kota Medan, dengan dimohonkannya dan dilengkapinya syarat mendirikan bangunan, maka secara hukum pendirian Mall Centre Point Medan memiliki alas hak pendirian bangunan yang sah menurut undang-undang.

D. Saran

1. Sebaiknya pengaturan mengenai hak pengelolaan diperbaharui dan dibuat dalam aturan khusus, hal ini diperlukan mengingat perkembangan hak pengelolaan semakin meluas sampai pada pihak ketiga, sehingga aturan hak pengelolaan yang lama perlu direvisi dan diperbaharui.

2. Sebaiknya pemerintah selaku pihak yang berwenang dalam memberikan izin pendirian bangunan harus melihat semua aspek kepentingan baik kepentingan


(2)

86

negara, daerah, pengusaha maupun masyarakat, agar nantinya izin bangunan yang dikeluarkan pemerintah bermanfaat bagi pembangunan kedepannya. 3. Sebaiknya pemerintah tidak mempersulit izin pembangunan yang pada

dasarnya bermanfaat bagi masyarakat, pendapatan daerah dan kepentingan umum lainnya. Dengan dipermudahkannya pemberian izin yang sesuai dengan syarat-syarat yang diatur maka otomatis perkembangan pembangunan suatu daerah akan semakin meningkat.


(3)

1983.

Bakri, Muhammad, Hak Menguasai Tanah Oleh Negara (Paradigma Baru Untuk Reformasi Agraria), Citra Media, Jakarta, 2007.

Chomzah, Ali Achmad, Hukum Agraria (Pertanahan Indonesia), Prestasi Pustakaraya, Jakarta, 2003.

Chulaemi, Achmad, Pengadaan Tanah Untuk Keperluan Tertentu Dalam Rangka Pembangunan, Majalah Masalah-Masalah Hukum Nomor 1 FH UNDIP, Semarang, 1992.

Effendi, Lutfi, Pokok‐Pokok Hukum Administrasi, Bayumedia, Jawa Timur, 2003. Erwiningsih, Winahyu, Hak Menguasai Negara Atas Tanah, Universitas Islam

Indonesia, Total Media, Yogyakarta, 2009.

Harsono, Boedi, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi, dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 2007.

_______, Hukum Agraria Indonesia, Djambatan, Jakarta, 2008.

Hartanto, J. Andy, Problematika Hukum Jual Beli Tanah Belum Bersertifikat. Laksbang Mediatama, Yogyakarta, 2009.

Hasni, Hukum Penataan Ruang Dan Penatagunaan Tanah, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008.

HR, Ridwan, Hukum Administrasi Negara, Rajawali Pers, Jakarta, 2011.

Husein, Ali Sofyan, Ekonomi Politik Penguasaan Tanah, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995.

Hutagalung, Arie Sukanti Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukum Tanah, Lembaga Pemberdayaan Hukum Indonesia, Jakarta, 2005.

Manan, Marlini, Hak Pengelolaan Tanah Negara, BPHN Departemen Kehakiman, Jakarta, 1988.


(4)

88

Marbun, S.F. & MD, Mahfud, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty, Yogyakarta, 2006.

Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Prenada Media, Jakarta, 2005. Mertokusumo, Soedikno, Hukum Dan Politik Agraria, Karunika, Jakarta, 1988. Moelong, Lexi, Metode Penelitian Kualitatif, Rosda Karya, Jakarta, 2008.

Parlindungan, A.P. Hak Pengelolaan Menurut Sistem Undang-Undang Pokok Agraria, Mandar Maju, Bandung, 1994.

Perangin, Effendi, Hukum Agraria Indonesia Suatu Telaah dari Sudut Pandang Praktisi Hukum, Rajawali, Jakarta, 1995.

Ridwan, Juniarso & Sudrajat, Ahmad Sodik, Hukum Administrasi Negara Dan Kebijakan Pelayanan Publik, Nuansa, Bandung, 2010.

Santoso, Urip, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Prenada Media, Jakarta, 2010.

Suhariningsih, Tanah terlantar, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta, 2009.

Sumardjono, Maria S.W. Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi Dan Implementasi, Edisi Revisi, Kompas, Jakarta, 2005.

_______, Tanah dalam Perspektif Hak Ekonomi Sosial dan Budaya, Kompas, Jakarta, 2008.

_______, Hak Pengelolaan: Perkembangan, Regulasi, dan Implementasinya, Mimbar Hukum, Edisi Khusus, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2007.

Soekanto, Soerjono, Penelitian Hukum Normatif, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001.

_______, Pengantar Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006. Soemardijono, Analisis Hak Pengelolaan, Lembaga Pengkajian Pertanahan,

Jakarta, 2006.

Spelt, N.M. & Berge, J.B.J.M Ten, Pengantar Hukum Perizinan, Oleh Philipus M. Hadjon, Yuridika, Surabaya, 1993.


(5)

Syarif, Elza, Menuntaskan Sengketa Tanah Melalui Pengadilan Khusus Pertanahan, Gramedia, Jakarta, 2012.

Waluyo, Bambang, Penelitian Hukum Dalam Praktik, Sinar Grafika, Jakarta, 1996.

B. Artikel , Jurnal, Majalah

Anthony, Farrelius, Izin Mendirikan Bangunan Segala Sesuatu Mengenai IMB, Makalah PLKJ, C Media, Jakarta, 2009.

Eman, Hak Pengelolaan Setelah Berlakunya Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999, Majalah Yuridika, Volume 15 Nomor 3, Mei-Juni, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, 2006.

Hutagalung, Arie S, Kebijakan Pertanahan Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, Jurnal Hukum Dan Pembangunan, Tahun Ke 38 Nomor 3, Juli-September, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2008.

Manan, Bagir, Ketentuan-Ketentuan Mengenai Pengaturan Penyelenggaraan Hak Kemerdekaan Berkumpul Ditinjau Dari Perspektif UUD 1945, Makalah, Jakarta, 1995.

Purwaningsih, Endang, Penegakan Hukum Jabatan Notaris Dalam Pembuatan Perjanjian Berdasarkan Pancasila Dalam Rangka Kepastian Hukum, Jurnal Adil, Volume 2 Nomor 3, Fakultas Hukum Universitas Yarsi, Jakarta, 2011.

Santoso, Urip, Pengaturan Hak Pengelolaan, Jurnal Media Hukum, Volume 15 Nomor 1, Juni 2008, Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah, Yogyakarta, 2008.

_______, Eksistensi Hak Pengelolaan Dalam Hukum Tanah Nasional, Mimbar Hukum Volume 24, Nomor 2, Surabaya, Juni 2012.

Setiawan, Yudhi & Hadiatmodjo, Boedi Djatmiko, Pembatalan Sertifikat Hak Atas Tanah Oleh Pengadilan Tata Usaha Negara Dengan Alasan Cacat Yuridis Dalam Aspek Wewenang, Jurnal Era Hukum, Nomor 3, Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara, Jakarta, 2008.

Woro, Suratman, Tata Ruang Dan Perencanaan Lingkungan, Materi Kuliah, 2 Juni 2015


(6)

90

C. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 Tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan Atas Tanah Negara Dan Ketentuan-Ketentuan Tentang Kebijaksanaan Selanjutnya

Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara Dan Hak Pengelolaan

Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 314/Pdt.G/2011/PN-Mdn


Dokumen yang terkait

Analisis Yuridis Terhadap Pemberian Hak Pengelolaan Kepada Pemerintah Kota Medan

0 34 152

Implementasi Pengawasan Pemerintah Kota Medan Terhadap Izin Mendirikan Bangunan

0 42 45

Tinjauan Yuridis Pemberian Izin Mendirikan Bangunan Yang Beralaskan Hak Pengelolaan Dari Pemerintah Kota Medan Kepada Pengusaha Pengembang Mall Centre Point Medan Berdasarkan Putusan MA RI Nomor 1040K/Pdt/2012

0 15 99

Beberapa Masalah Dalam Pelaksanaan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan

2 39 86

Beberapa Masalah Dalam Pelaksanaan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan

0 0 9

Beberapa Masalah Dalam Pelaksanaan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan

0 0 1

Beberapa Masalah Dalam Pelaksanaan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan

0 0 17

Beberapa Masalah Dalam Pelaksanaan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan

0 0 19

Beberapa Masalah Dalam Pelaksanaan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan

0 0 4

APLIKASI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN TEMPAT

0 1 5