Respons Pertumbuhan Dan Produksi Beberapa Varietas Tomat (Lycopersicum esculentum L.) Dataran Rendah Terhadap Pemberian Pupuk Organik

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tomat merupakan salah satu kebutuhan yang sangat penting bagi
manusia. Sehingga dari tahun ke tahun Indonesia selalu berusaha untuk
meningkatkan produksi tomat dengan cara perluasan wilayah budidaya tomat.
Namun Indonesia masih mengimpor tomat baik dalam bentuk buah segar maupun
dalam bentuk olahan yang berasal dari berbagai negara (Simamora, 2009).
Kelezatan cita rasa masakan seolah-olah kurang sempurna tanpa
kehadiran tomat, baik berupa buah segar maupun saos. Demikian juga tomat
sebagai minuman, jus tomat semakin digemari orang. Bahkan tanpa susah payah
pun, sebenarnya tomat sudah dapat dinikmati dengan lezat sebab enak dimakan
segar. Bentuk buahnya yang bulat dengan warna merah merekah serta rasanya
yang manis-manis asam merupakan daya tarik tersendiri yang tidak dimiliki oleh
buah yang lainnya. Tidak hanya terbatas di lingkungan rumah tangga, penggunaan
tomat sebagai bahan baku industri juga telah dikembangkan. Apabila buah tomat
merupakan bahan baku industri, maka nilai komersial buah akan meningkat.
Banyak industri kecil (industri rumah tangga) dan industri besar yang mengelola
menjadi

macam-macam


olahan

seperti

sari

buah,

saos

dan

sirup

(Trisnawati dan Setiawan, 2001).
Pada saat ini, buah tomat mempunyai peranan yang penting dalam
kehidupan sehari-hari walaupun belum merata dalam menu atau gizi masyarakat.
Walaupun buah tomat indah dan dikenal oleh masyarakat, tapi penanamannya
sebagian besar masih terbatas dataran tinggi. Keadaan tersebut kemungkinan
besar disebabkan oleh hasilnya yang kurang, atau kultur teknis yang belum

memadai. Jenis-jenis tomat untuk dataran rendah kini mulai dikembangkan.

Universitas Sumatera Utara

Perkembangan ilmu pertanian yang kini telah digalakkan, diharapkan varietasvarietas baru hasil penelitian dalam negeri akan bermunculan dan disebarluaskan
di dataran rendah maupun di dataran tinggi (Rismunandar, 2001).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun (2011), produksi tomat di
Indonesia tiap tahun mengalami peningkatan, pada tahun 2008 mencapai
725.973 ton kemudian tahun 2009 mencapai 853.061 ton selanjutnya pada tahun
2010 mencapai 891.616 ton dan angka ramalan menunjukkan produksi tomat pada
tahun 2011 mencapai 950.385 ton.
Salah satu usaha yang dilakukan untuk peningkatan kualitas dan
kuantitas tomat adalah dengan penambahan bahan organik dalam tanah yang
dapat memperbaiki struktur tanah sehingga menjadi gembur dan akar tanaman
lebih mudah menembus tanah dan menyerap unsur hara yang ada di dalam tanah
dengan baik hal ini akan menunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman
(Rismunandar, 2001).
Walaupun pupuk kimia dan pestisida pada kenyataannya memang dapat
meningkatkan produksi pertanian, namun hal ini hanya berlangsung dalam jangka
pendek, sedangkan dalam jangka panjang bahan-bahan tersebut dapat menurunkan

hasil pertanian baik secara kualitas maupun kuantitas. Dampak yang lebih parah
adalah mengakibatkan kerusakan pada tanah hingga tidak dapat lagi dipergunakan
untuk kehidupan tanaman sebagai akumulasi residu kimia dalam tanah, serta
timbulnya hama dan penyakit baru yang menyerang tanaman.

Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari kotoran padat, kotoran cair
dari hewan ternak yang dikandangkan yang dapat bercampur dengan alas kandang
dan sisa-sisa makanan. Sifat dan ciri pupuk kandang ditentukan oleh berbagai

Universitas Sumatera Utara

faktor antara lain: jenis ternak dan umurnya, makanan hewan ternak, hasil hewan
ternak, jumlah dan macam alas kandang, bentuk atau struktur kandang dan tempat
penyimpanan pupuk. Dalam dunia pupuk kandang, dikenal istilah pupuk panas
dan pupuk dingin. Pupuk panas adalah pupuk kandang yang proses penguraiannya
berlangsung cepat sehingga terbentuk panas, misalnya pupuk kandang kuda,
kambing dan ayam. Pupuk dingin lebih lama terurai, misalnya pada sapi dan
kerbau (Hasibuan, 2006).
Peningkatan produktivitas tanaman dengan menggunakan pupuk
anorganik bukan merupakan langkah yang bijaksana mengingat akhir-akhir ini

terjadi peningkatan konsumen yang menghendaki produk pertanian yang bebas
residu pestisida dan pupuk buatan agar produk tersebut aman dikonsumsi dan
terciptanya lingkungan hidup yang sehat (Desiana dan Rahmah, 2011).
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian untuk mengetahui respons pertumbuhan dan produksi beberapa varietas
tomat dataran rendah terhadap pemberian pupuk organik.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui respons pertumbuhan dan produksi beberapa varietas
tomat dataran rendah terhadap pemberian pupuk organik.
Hipotesis Penelitian
Ada perbedaan respons beberapa varietas tomat dataran rendah terhadap
beberapa taraf pemberian pupuk organik.
Kegunaan Penelitian
Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di
Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,
Medan dan bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.

Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman
Menurut Wiryanta (2002) tanaman tomat dapat diklasifikasikan dalam
divisio Spermatophyta, subdivisio Angiospermae, kelas Dicotyledoneae, ordo
Solanales, genus Lycopersicum, spesies Lycopersicum esculentum Mill.
Tanaman tomat memiliki akar tunggang, akar cabang, serta akar serabut
yang berwarna keputih–putihan dan berbau khas. Perakaran tanaman tidak terlalu
dalam, menyebar ke semua arah hingga kedalaman rata-rata 30–40 cm, namun
dapat mencapai kedalaman 60–70 cm. Akar tanaman tomat berfungsi untuk
menopang berdirinya tanaman serta menyerap air dan unsur hara dari dalam
tanah. Oleh jarena itu tingkat kesuburan tanah dilapisan atas sangat berpengaruh
terhadap pertumbuhan tanaman dan produksi buah (Pitojo, 2005).
Batang tomat walaupun tidak sekeras tanaman tahunan, tetapi cukup
kuat. Warna batang hijau dan berbentuk persegi sampai bulat. Pada permukaan
batangnya ditumbuhi banyak rambut halus terutama bagian yang berwarna hijau.
Di antara rambut-rambut tersebut biasanya terdapat rambut kelenjar. Pada bagian
buku-bukunya terjadi penebalan dan kadang-kadang pada buku bagian bawah
terdapat akar-akar pendek. Jika dibiarkan (tidak dipangkas), tanaman tomat akan
mempunyai banyak cabang yang menyebar merata (Yani dan Ade, 2004).
Daun tanaman tomat berbentuk lemas, bulat telur memanjang dan
meruncing, bergerigi sedang hingga menyirip kasar dan berbulu. Daunnya

majemuk ganjil dengan jumlah daun lima sampai tujuh. Ukuran daun 15 cm
sampai 30 cm x 10 cm sampai 25 cm. Diantara pasangan daun besar terdapat
1–2 daun kecil. Daun majemuk tersusun spiral mengelilingi batangnya.
Bunga tomat tumbuh dari batang (cabang) yang masih muda, membentuk jurai

Universitas Sumatera Utara

yang terdiri atas dua baris bunga. Tiap – tiap jurai terdiri atas 5 hingga 12 bunga.
Mahkota bunganya berwarna kuning muda, bentuk bakal buahnya ada yang bulat
panjang, berbentuk bola atau jorong melintang (Rismunandar, 2001).
Buah tomat muda terasa getir dan berbau tidak enak karena mengandung
likopersikin. Senyawa ini berupa lendir yang dikeluarkan dari 2-9 kantong lendir.
Pada buah matang likopersikin lambat lambat laun hilang sehingga baunya dan
rasanya enak, asam–asam manis. Proses pematangan, buah dari hijau menjadi
kuning. Ketika buahnya matang, warnanya merah. Ukuran buahnya bervariasi,
berdiameter 2cm–15cm tergantung varietas (Gould, 1983).
Biji tomat pipih, berbulu, ringan dan diselimti daging buah, warna bijinya
putih kekuningan dan kecoklatan. Biji tomat umumnya digunakan untuk
perbanyakan tanaman. Setiap gram berisi antara 200–500 biji, tergantung
varietasnya. Biji berkecambah setelah ditanam 5–10 hari, keping terangkat ke atas

(tipe epigeal) langsung memanjang dan berwarna hijau (Gould, 1983).
Syarat Tumbuh
Iklim
Tanaman tomat merupakan tanaman yang dapat tumbuh di semua
tempat, dari dataran rendah sampai dataran tinggi (pegunungan). Hanya di daerah
yang bertanah basah dan banyak curah hujan pertumbuhannya agak kurang baik.
Di samping buahnya sering rusak atau pecah–pecah, tanaman tomat di musim
penghujan sering diserang penyakit, seperti penyakit cendawan Phytophthora
infestans dan sebangsanya. Sehingga untuk daerah yang bertanah basah dan
berudara

lembab

dianjurkan

menanam

tomat

pada


musim

kemarau

(Tugiyono, 2001).

Universitas Sumatera Utara

Intensitas cahaya matahari yang dibutuhkan tanaman tomat sekurang–
kurangnya 10–12 jam setiap hari. Cahaya matahari tersebut digunakan untuk
proses fotosintesis, pembentukan bunga, pembentukkan buah, dan pemasakan
buah. Jika tanaman ternaungi alias kekurangan cahaya matahari akan berdampak
negatif, misalnya umur panen menjadi lemas, tanaman tumbuh meninggi, dan
tanaman lebih gampang terkena cendawan (Wiryanta, 2002).
Tanaman tomat pada fase vegetatif memerlukan curah hujan yang cukup.
Sebaliknya pada fase generatif memerlukan curah hujan yang sedikit. Curah hujan
yang tinggi pada fase pemasakan buah dapat menyebabkan daya tumbuh yang
lebih rendah.curah hujan yang ideal selama pertumbuhan tanaman tomat berkisar
antara 750 – 1250 mm/tahun. Curah hujan tidak menjadi factor penghambat dalam

penangkaran benih tomat, dimusim kemarau jika kebutuhan air dapat dicukupi
dari air irigasi (Pitojo, 2005).
Tanah
Tanaman tomat tidak memilih–milih jenis tanah. Di tanah yang ringan
dan banyak mengandung pasir hingga tanah yang berat pun dapat tumbuh dan
menghasilkan, yang penting kesuburan tanahnya cukup mengandung zat hara
yang dibutuhkan (Rismunandar, 2001).
Derajat keasaman tanah dan pH tanah ideal untuk tanaman tomat berkisar
6–7. Pengapuran dilakukan jika pH terlalu asam (kurang dari 6). Karena tanah
yang terlalu asam akan menghambat penyerapan unsur hara oleh tanaman
(terutama unsur P, K, S, Mg, dan Mo yang diikat unsur Al, Mn, atau Fe) dan bisa
merangsang pertumbuhan cendawan Rhizoctonia sp. Sebaiknya digunakan kapur
dolomit (CaCO3MgCO3) untuk menetralkan pH tanah. Sebaliknya pH tanah
bersifat basa (alkalis) diberi belerang untuk menurunkannya (Wiryanta, 2002).

Universitas Sumatera Utara

Untuk pertumbuhannya yang baik, tanaman tomat membutuhkan tanah
yang gembur, kadar keasaman (pH) antara 5-6, tanah sedikit mengandung pasir,
dan banyak mengandung humus, serta pengairan yang teratur dan cukup mulai

tanam sampai waktu tanaman mulai dapat di panen (Tugiyono, 2001).
Pupuk Kandang Ayam
Pupuk kandang mengandung unsur hara lengkap yang dibutuhkan bagi
pertumbuhan tanaman karena mengandung unsur hara makro seperti nitrogen,
fosfor, serta kalium, dan unsur mikro seperti kalsium, magnesium, dan sulfur. juga
akan menyumbangkan unsur hara bagi tanaman serta meningkatkan serapan unsur
hara oleh tanaman. Disamping itu pemberian pupuk kandang juga dapat
memperbaiki sifat fisika tanah, yaitu kapasitas tanah menahan air, kerapatan
massa tanah, dan porositas total, memperbaiki stabilitas agregat tanah dan
meningkatkan kandungan humus tanah, serta meningkatkan kesuburan tanah
(Wigati et al., 2006).
Pupuk organik yang banyak digunakan adalah pupuk kandang ayam,
karena selain mudah didapat pupuk kandang ayam mengandung unsur hara N total
(%) 0,28, P total (% ) 1,06, K total (%) 2,26, C- total (%) 6,8, Kadar air (%) 52,57
dan unsur hara mikro seperti Cu dan Mn (Syarif, 1986).
Beberapa hasil penelitian aplikasi pukan ayam selalu memberikan respon
tanaman yang terbaik pada musim pertama. Hal ini terjadi karena pukan ayam
relatif lebih cepat terdekomposisi serta mempunyai kadar hara yang cukup pula
jika dibandingkan dengan jumlah unit yang sama dengan pukan lainnya
(Mulat, 2003).

Dalam penelitian Silalahi (1996) menjelaskan pupuk organik memberikan
pengaruh yang positif terhadap tinggi tanaman, dimana pupuk organik dapat

Universitas Sumatera Utara

meningkatkan kesuburan tanah. Pupuk kandang ayam banyak mengandung asam
amino yang berasal dari makanannya sehingga mengalami pelapukan karena
keaktifan mikroorganisme pengurai menjadi meningkat, akibatnya ketersediaan
unsur hara meningkat (Yetti dan Elita, 2008)
Varietas
Penggunaan varietas yang dapat beradaptasi dan menghasilkan produksi
yang tinggi merupakan pilihan dalam pengembangan tanaman tomat, karena
tanaman tomat yang diusahakan masih didominasi varietas lokal. Di dataran
rendah pengembangan varietas berdaya hasil tinggi mengalami hambatan karena
tidak tahan terhadap temperatur tinggi dan adanya penyakit layu bakteri. Namun
pada saat ini sudah banyak dihasilkan varietas - varietas yang berdaya hasil tinggi
dan dapat beradaptasi di dataran rendah, baik varietas unggul maupun varietas
hibrida (Fauziati, dkk, 2004).
Peningkatan produksi tomat yang diupayakan petani dalam usaha taninya
adalah untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Penggunaan varietas baru yang
unggul merupakan salah satu cara meningkatkan produktivitas, dimana hasil
varietas tersebut cukup tinggi, kualitas buah baik, tahan terhadap gangguan hama
dan penyakit penting serta mampu beradaptasi pada berbagai lingkungan tumbuh
(Sutapradja, 2007).

Varietas tomat yang ditanam di Indonesia merupakan varietas yang
menyerbuk alami (OP) dan varietas hibrida (F1). Penggunaan varietas hibrida
menunjukkan peningkatan dri tahun ke tahun bersamaan dengan perkembangan
industri perbenihan sayuran. Varietas menyerbuk alami berasal dari produksi
petani atau penangkar benih melalui proses seleksi massa tanaman dilapangan

Universitas Sumatera Utara

sampai setelah panen. Benih yang berasal dari tanaman yang menyerbuk alami
umumnya memiliki keragaman, antara lain penampilan morfologi tanaman, umur
panen, daya hasil, dan kualitas hasil, tetapi memiliki adaptasi spesifik lokasi,
sedangkan dalam era perdagangan bebas diperlukan benih tomat varietas unggul
yang memiliki daya hasil tinggi, kualitas buah baik dan seragam, serta tersedia
secara konyinu. Dalam hal ini varietas hibrida lebih dapat memenuhi permintaan
pasar (Purwati, 2009).
Heritabilitas
Variasi keseluruhan dalam suatu populasi merupakan hasil kombinasi
genotipe dan pengaruh lingkungan. Proporsi variasi merupakan sumber yang
penting dalam program pemuliaan karena dari jumlah variasi genetik ini
diharapkan terjadi kombinasi genetik yang baru. Proporsi dari seluruh variasi yang
disebabkan oleh perubahan genetik disebut heritabilitas. Heritabilitas dalam arti
yang luas adalah semua aksi gen termasuk sifat dominan, aditif, dan epistasis.
Nilai heritabilitas secara teoritis berkisar dari 0 sampai 1. Nilai 0 ialah bila seluruh
variasi yang terjadi disebabkan oleh faktor lingkungan, sedangkan nilai 1 bila
seluruh variasi disebabkan oleh faktor genetik. Dengan demikian nilai heritabilitas
akan terletak antara kedua nilai ekstrim tersebut (Welsh, 2005).
Variasi genetik akan membantu dalam mengefisienkan kegiatan seleksi.
Apabila variasi genetik dalam suatu populasi besar, ini menunjukkan individu
dalam populasi beragam sehingga peluang untuk memperoleh genotip yang
diharapkan akan besar (Bahar dan Zein, 1993). Sedangkan pendugaan nilai
heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa faktor pengaruh genetik lebih besar
terhadap penampilan fenotip bila dibandingkan dengan lingkungan. Untuk itu
informasi sifat tersebut lebih diperankan oleh faktor genetik atau faktor

Universitas Sumatera Utara

lingkungan, sehingga dapat diketahui sejauh mana sifat tersebut dapat diturunkan
pada generasi berikutnya.
Hanson (1963) menyatakan nilai heritabilitas dalam arti luas menunjukkan
genetik total dalam kaitannya keragaman genotip, sedangkan menurut
Poespodarsono (1988), bahwa makin tinggi nilai heritabilitas satu sifat makin
besar pengaruh genetiknya dibanding lingkungan.

Universitas Sumatera Utara