Pengaruh Merokok Terhadap Konversi Sputum Pada Penderita Tb Paru Kategori I Di Kota Medan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis) dan masih menjadi masalah utama
di dunia. Jumlah penderita TB di seluruh dunia pada tahun 2012 yaitu 8,6 juta
kasus baru dan 1,3 juta kematian yang disebabkan oleh TB. Indonesia merupakan
salah satu negara dengan beban TB yang tinggi dan berada pada urutan ke 4
negara dengan jumlah penderita TB terbanyak di dunia (WHO, 2013).
Merokok dan tuberkulosis merupakan dua masalah besar kesehatan di
dunia, walaupun TB lebih banyak ditemukan di negara berkembang. Penggunaan
tembakau khususnya merokok, telah diakui sebagai masalah kesehatan
masyarakat yang utama dan menjadi penyebab kematian yang penting di dunia,
yaitu sekitar 1,7 juta pada tahun 1985, 3 juta pada tahun 1990 dan telah
diproyeksikan meningkat menjadi 8,4 juta pada 2020 (Wijaya, 2012) dan setengah
dari jumlah tersebut berasal dari benua Asia (Aditama, 2009; PDPI, 2011). Data
World Health Organization (WHO) menunjukan Indonesia sebagai negara dengan
konsumsi rokok terbesar ke-3 setelah Cina dan India dan diikuti Rusia dan
Amerika (Wijaya, 2012).
Merokok menyebabkan terjadinya patofisiologi di sistem pernapasan

termasuk sistem kekebalan tubuh dan mekanisme pembersihan patogen yang
terinhalasi (Feng et al, 2011). Hal ini disebabkan karena rokok mengandung lebih
dari 4.500 bahan kimia yang memiliki berbagai efek racun, mutagenik dan
karsinogenik seperti, tar, amonia, karbonmonoksida, karbondioksida, nitrogen
oksida dan lain-lain (Wijaya, 2012).
Konversi sputum atau perubahan basil tahan asam (BTA) positif menjadi
BTA negatif digunakan sebagai salah satu indikator untuk memantau dan menilai

1

2

pengobatan. Angka konversi yang tinggi akan diikuti dengan angka kesembuhan
yang tinggi pula. Sementara itu, angka konversi yang rendah mempunyai risiko
untuk resistensi ganda obat anti tuberkulosis (OAT) atau multidrug resistant
tuberculosis (MDR TB/TB MDR) dan gagal berobat (Oktia et al, 2014). Menurut
data Dinas Kesehatan Kota Medan pada tahun 2007 dalam Nainggolan (2013),
menunjukkan dari 2.367 pasien TB yang diobati hanya 1.172 yang sembuh
(49,51%) sedangkan pada tahun 2008 dari triwulan I hingga triwulan III,
ditemukan 162 penderita TB paru, serta terdapat 70 penderita yang mengalami

konversi.
Hasil penelitian yang dilakukan Pefira-Yone et al di Kamerun (2014)
menunjukkan bahwa merokok berhubungan dengan gagal konversi. Hasil
penelitian yang dilakukan Nijenbandring de Boer et al (2014) di RS Brazil juga
menunjukkan adanya hubungan antara merokok dengan gagal konversi dan kultur
positif M. tuberculosis pada fase intensif. Hasil penelitian Nijenbandring de Boer
et al juga menunjukkan adanya hubungan kejadian konversi dengan jumlah rokok
yang dihisap perhari.
Penelitian di Kamerun menunjukkan lebih kurang 6-13% penderita TB
dengan hasil pemeriksaan BTA positif dan tetap positif setelah pengobatan fase
intensif atau gagal konversi (Pefura-Yone et al, 2014). Penelitian lain
menunjukkan bahwa 5-30% penderita dengan BTA positif, menunjukkan hasil
BTA tetap positif setelah dua bulan pengobatan. Hal ini didukung oleh hipotesis
bahwa merokok mempengaruhi pengobatan TB karena menyebabkan sistem imun
berubah (Singh et al, 2013; Nijenbandring de Boer, 2014) dan adanya bukti
histopatologi kerusakan paru-paru pada perokok serta meningkatkan terjadinya
infeksi paru-paru yang lebih berat (Singh et al, 2013).
Efek merokok terhadap gagalnya konversi setelah 2 bulan pengobatan
menyebabkan infeksi yang berkelanjutan, meningkatkan resiko transmisi kepada
yang lain (Fitzwater et al, 2010; Wallis et al, 2010; Nijenbandring et al, 2014) dan

dapat sebagai prediksi kasus kambuh TB (Wallis et al, 2010). Menurut Basu et al
tujuan utama pemberantasan TB tidak bisa dicapai pada negara dengan resiko
tinggi tuberkulosis (Afrika, Asia Tenggara, Wilayah Pasifik Barat) apabila tanpa
usaha yang kuat untuk menurunkan jumlah perokok (Singh et al, 2013).

3

Masih rendahnya angka cakupan konversi penderita TB paru pada fase
intensif yang bisa berdampak negatif dan mengingat Indonesia termasuk salah
satu negara dengan masalah besar TB atau beban TB tinggi serta merupakan salah
satu negara dengan konsumsi rokok terbanyak di dunia maka perlu dilakukan
penelitian pengaruh rokok terhadap konversi pada penderita TB paru kategori I di
Kota Medan dengan subjek penelitian penderita TB paru kategori I dengan BTA
sputum positif di Kota Medan.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka diteliti bagaimana
pengaruh merokok terhadap konversi sputum TB paru kategori I di Kota Medan?

1.3 Hipotesis

Hipotesis penelitian ini :
Ada hubungan pengaruh merokok terhadap konversi sputum TB paru kategori I di
Kota Medan.

1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh merokok terhadap konversi sputum pada TB
paru kategori I di Kota Medan.
1.4.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui hubungan kebiasaan merokok (lama, jenis, jumlah
rokok) pada penderita TB paru kategori I perokok di Kota Medan terhadap
konversi sputum.
b. Untuk mengetahui hubungan umur penderita TB paru kategori I perokok
di Kota Medan terhadap konversi sputum.
c. Untuk mengetahui hubungan pendidikan penderita TB paru kategori I
perokok di Kota Medan terhadap konversi sputum.
d. Untuk mengetahui hubungan pendapatan penderita TB paru kategori I
perokok di kota Medan terhadap konversi sputum.

4


e. Untuk mengetahui hubungan pekerjaan penderita TB paru kategori I
perokok di Kota Medan terhadap konversi sputum.
f. Untuk mengetahui hubungan status gizi berdasaskan Index Massa Tubuh
(IMT) penderita TB Paru kategori I perokok di Kota Medan terhadap
konversi sputum.
g. Untuk mengetahui gambaran penderita yang gagal konversi dengan
pemeriksaan GeneXpert.

1.5 Manfaat Penelitian
a. Untuk memberikan informasi adanya pengaruh merokok terhadap gagal
konversi pada penderita TB Paru kategori I di Kota Medan.
b. Sebagai motivasi penderita TB paru perokok untuk berhenti merokok agar
penderita cepat sembuh.
c. Sebagai masukan bagi penyelenggara pelayanan kesehatan di Kota Medan
dalam penanganan bagi penderita TB paru perokok.