T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Relevansi Sistem Wajib Militer Korea Selatan sebagai Alat Pertahanan Nasional Korea Selatan T1 BAB II

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KERANGKA TEORI
2.1.1 NEOREALISME
Neorealisme percaya bahwa struktur sistem internasional bersifat anarki, yang
berarti tidak ada kekuasaan di atas kekuasaan dan pemerintah di atas pemerintahan. Struktur
sistem internasional ini membentuk kebijakan luar negeri suatu negara, tidak aneh jika negara
yang mempunyai power yang lebih banyak memiliki pengaruh yang lebih besar (Waltz, 1979).
Neorealisme berbeda dengan perspektif realisme yang berfokus pada sifat alamiah
dasar manusia. Para pemikir realisme klasik, kekuasaan merupakan objek utama sehingga
perlu diutamakan dan dimaksimalkan oleh suatu negara atau individu. Meskipun dalam
realisme klasik, sumber daya ekonomi dan teknologi juga dianggap sebagai salah satu elemen
dari kekuasaan suatu negara, namun kekuatan militerlah yang tetap menjadi elemen
terpenting bagi pembentukan kekuasaan sebuah negara. Neorealisme menyetujui beberapa
hal yang sama, bahwa kekuatan militer adalah penting dalam kekuasaan. Namun, bagi
neorealisme, kekuasaan dianggap sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu. Maka,
kekuasaan menjadi instrumen yang menuntun serta membatasi sesuatu hal kepada negaranegara lain. Daripada kekusaan itu sendiri, lebih difokuskan pada kemampuan penggunaan
kekuasaan sebagai pertahanan negara (Baylis, 2012).
Neorealisme dapat dipahami lebih lanjut dengan beberapa konsep atau asumsi dasar,
sebagai berikut:
I.


Sistem internasional bersifat anarki. Keadaan anarki bukan berarti kekacauan.
Keadaan anarki berarti tidak ada otoritas pusat yang mengatur tindakan
negara-negara lain.

II.

Sistem internasional menjadi faktor penting dalam menentukan perlakuan
aktor.

III.

Negara yang memiliki kedaulatan berusaha untuk meningkatkan kekuatan
militer untuk melindungi dirinya dan meluaskan kekuatan nasional.

IV.

Negara adalah aktor yang rasional maka selalu mengejar strategi yang
meminimalkan kerugian dan memaksimalkan keuntungan.
9


V.

Ciri yang dapat ditemukan di sistem internasional adalah bahwa
ketidakpastian menyebabkan kurangnya kepercayaan. Ketidaktauan atas
motivasi dari negara lain membuat negara saling mengawasi satu dengan
yang lain.

VI.

Ketidaktauan tersebut kadang kala dapat menyebabkan kekeliruan dalam
mengambil kebijakan nasional.

VII.

Sebab negara-negara ingin mempertahankan kedaulatan dan kemerdekaan
maka kelangsungan hidup negara menjadi motivasi yang paling dasar atas
perlakuan suatu negara.

Neorealisme percaya bahwa kekuatan merupakan sebuah alat untuk mencapai

pertahanan negara (survival), dalam hal ini terbagi menjadi dua pemahaman yakni defensive
structural realism dan offensive structural realism. Offensive structural realism beranggapan

bahwa diperlukan peningkatan kekuatan supaya meraih posisi hegemoni dalam sistem
internasional. Dengan menjadi hegemon, negara dapat memastikan posisi amannya untuk
bertahan dalam sistem yang anarki. Menurut Mearsheimer dari bukunya yang berjudul
“Offensive structural realism mengandung 5 anggapan sebagai asumsi dasarnya, kebanyakan
pemikir neorealis menyetujui asumsi dasar tersebut, 5 asumsi dasar realisme ofensif adalah
yang berikut di bawah ini, (Mearsheimer, 2007)
1. Sistem internasional adalah anarki.
2. Negara yang memiliki Great Power pastinya memiliki kekuatan militer yang
agresif.
3. Negara manapun tidak dapat memperkirakan sepenuhnya maksud dan keinginan
oposisi.
4. Sasaran negara yang memiliki Great Power adalah kelangsung hidup negara itu
sendiri.
5. Negara adalah aktor rasional.
Jika, 5 asumsi tersebut bersatu, negara yang memiliki Great Power mendapat
10


motivasi yang kuat untuk bertindak dan berpikir agresif terhadap oposisi. Dalam kondisi
anarki demikian, masing-masing negara tidak dapat memahami sepenuhnya maksud masingmasing sehingga timbul kecurigaan terhadap negara yang memiliki kemampuan ofensif.
Sebagai akibat, negara berusaha untuk mengekspansi kekuatan negaranya serta memberikan
kerugian terhadap negara yang berpotensial menjadi musuh atau saingan untuk menurunkan
kekuatannya. Inti dalam hal ini, negara yang memiliki Great Power bertindak agresif
(Mearsheimer, 2007).
Tindakan-tindakan yang bercenderung mengekspansi kekuatan negara akan berakhir,
setelah negara tersebut menjadi hegemon. Sehingga, hendaknya negara-negara yang memiliki
Great Power selalu ingin menjadi satu-satunya hegemon di dunia namun hal tersebut tidak

akan dapat tercapai kecuali negara memiliki kekuasaan nuklir yang mutlak yang negaranegara lain tidak dapat menerkam. Akan tetapi, objek utama negara-negara yang memiliki
Great Power , tetap saja menjadi hegemon, terutama hegemon di regionalnya. Setelah

menjadi hegemon di regionalnya, mereka mengintervensi di wilayah lain supaya menjaga
Balance of Power , dengan kata lain berefek sebagai Offshore Balancer (Mearsheimer, 2007)

Sedangkan, Defensive structural realism beranggapan bahwa memaksimalkan
kekuatan dengan menyerang dapat merugikan atau membahayakan keamanan suatu negara.
Dengan pengembangan kekuatan secara agresif dianggap kurang bijak, karena akan membuat
sistem internasional menghukumnya. Pemahaman ini memandang kekuatan sebagai alat

untuk bertahan dari ancaman yang muncul dalam sistem internasional yang anarki. (Waltz,
1979)
Para pemikir defensif realis yang merujuk pada pemikiran Waltz beranggapan bahwa
negara-negara yang memiliki Great Power yang tujuan akhirnya memaksimalkan keamanan
(security maximize), lebih berfokus menjaga Balance of Power saat itu daripada mengejar
ekspansi kekuatan negaranya. Waltz mengatakan bahwa perhatian yang paling utama dari
negara-negara adalah menjaga status quo terhadap posisi negara dalam sistem internasional.
(Waltz, 1979) Setelah itu, para pemikir defensif realis utama menuruti pandangan yang
demikian (Grieco 1988). Negara-negara yang memiliki Great Power malah harus berhati-hati
merekrut kekuatan yang terlalu banyak, oleh karena mekanisme Balance of Power yang
berefek di sistem internasional. Provokasi seperti mengejar kekuasaan hegemoni, merupakan
‘bunuh diri’ bagi suatu negara. Karena bukan hanya satu negara saja yang mengejar hal
11

tersebut namun negara-negara lainpun mengejar hegemoni tersebut (security dilemma) (Waltz,
1979) sehingga negara-negara dapat menjadi semakin kuat namun di sisi lain dapat
menempatkan mereka di zona yang lebih berbahaya (Glaser, 1997).
Penelitian ini berfokus menggunakan perspektif defensive stuctural realism dalam
mengkaji relevansi pentingnya wajib militer di Korea Selatan sebagai bentuk pertahanan
negara. Konsep deterrence menjelaskan lebih lanjut bahwa lebih mudah untuk bertahan untuk

mencegah terjadinya kehilangan yang lebih besar. Dalam hal ini, negara melakukan aliansi
dengan negara lain serta penangkisan serangan dan penguatan kekuatan militer bertujuan
untuk melindungi situasi damai yang ada (Waltz, 1979).

2.1.2Konsep Keseimbangan Kekuatan

(Balance of Power)

Masih berkaitan dengan asumsi neorealisme, berdasar asumsi ketiga, bahwa
negara tak dapat memastikan intensi dari negara lain, membawa negara- negara dalam
kecemasan memprediksi siapakah lawan yang sesungguhnya mengancam mereka. Hal
ini yang menghantarkan kepada pengertian security dilemma , yang menjelaskan bahwa
tiap langkah great power dalam meningkatkan keamanan mereka mengurangi
keamanan dari negara lain. Sifat zero sum game tersebutlah yang membuat negara
saling menyeimbangkan posisi power nya, sehingga mau tidak mau harus saling
menyerang atau berkompetisi untuk mendapatkan posisi aman. Hal tersebut dijuluki
dengan istilah Balance of Power (Paul, 2004).
Dalam melakukan penyeimbangan kekuatan terdapat lima tipe yang dapat
dilakukan, antara lain:
a. Internal Balancing ialah penyeimbangan kekuatan dengan cara menambah

kemampuan

internal

yang

dimiliki

negara,

seperti

memperkuat

pembangunan ekonomi, menambah cadangan senjata, dan lain sebagainya.
b. External Balancing ialah penyeimbangan kekuatan dengan cara mencari
kekuatan di luar negara. Disini aliansi merupakan alat kunci bagi negara
untuk menjamin keamanannya. (aliansi perdagangan maupun keamanan tanpa
mengajak lawan)


12

c. Bandwagoning ialah membangun ikatan dengan Power dominan saat ini , dan
menunggu saat yang tepat di masa depan.
d. Buck-Passing ialah free ride atau bertindak sebagai pengikut sehingga dengan
cara cepat dapat meraih keuntungan (ekonomi maupun ketahanan) walau tak
mendapat power besar.
e. Appeasement ialah membuat konsesi seraya membangun diri untuk berlari
melejit.
Melalui konsep keseimbangan kekuatan ini , dapat dijelaskan bagaimanan Korea
Selatan menyiapkan diri dalam keseimbangan kekuatan dengan Korea Utara. Korea
Utara dalam tujuan meningkatkan kekuatan secara maksimal dan Korea Selatan dalam
tujuan meningkatkan pertahanan secara maksimal, kedua negara ini saling membalancing kekuatan masing-masing dalam tujuan yang berbeda. Korea Selatan

melakukan kerjasama militer dengan AS agar menahan Korea Utara dalam menyerang
Korea Selatan, dan sistem wajib militer menjadi fondasi dalam pertahanan nasional
Korea Selatan, dalam kerjasama dengan pasukan AS.
Berdasarkan perspektif neorealisme dapat dilihat bahwa Korea Selatan menyadari
situasi sistem internasional yang anarki. Situasi ini menimbulkan beberapa ancaman bagi
Korea Selatan, salah satunya ancaman yang datang dari status perang di antara Korea Selatan

dan Korea Utara yang masih belum usai, hal ini selalu menjadi ancaman bagi Korea Selatan.
Maka untuk bertahan, Korea Selatan meningkatkan kekuatannya sebagai cara untuk
melindungi diri. Wajib militer dapat menjadi strategi bagi Korea Selatan untuk
meminimalkan resiko dan memaksimalkan pertahanan negara dibidang militer dan juga
dilihat dari segi balance of power, Korea Selatan menjalin hubungan kerjasama militer
dengan AS untuk mempertahankan status quo dan balance of power.

2.2 Penelitian Terdahulu
Judul
: 북한 핵위협 대두 이후 한국의 바람직한 군사력 증강방향
(terjemahan judul : Langkah yang baik untuk diambil oleh Korea Selatan untuk
meningkatkan kekuatan militer pasca gencarnya ancaman nuklir Korea Utara)
Penulis
: Park Hwee-Rak
Tahun terbit
: 2014
13

Dalam penelitian ini, dibahas mengenai langkah apa saja yang relevan untuk
dilakukan Korea Selatan untuk menghadapi konflik ataupun ancaman yang dibawa dari

Korea Utara ataupun aktor-aktor eksternal lain. Pertama-tama Park menjelaskan mengenai
standar penguatan kekuatan militer sebab negara sulit untuk membedakan siapa itu musuh
dan siapa yang berpotensial menjadi musuh sehingga negara harus menyiapkan setiap situasi
dan kemungkinan. Menurutnya, Asumsi tersebut harus diterapkan di situasi Korea Selatan.
Kedua, dilanjutkan dengan self-defense dan aliansi. Park menekankan pentingnya self-defense
dan aliansinya dengan Amerika Serikat, ia menjelaskan mengenai korelasi diantara ekonomi
dan kekuatan nasional suatu negara dan membahas lebih jauh lagi mengenai strategi-strategi
yang dapat meningkatkan self-defense. Kesadaran masyarakat Korea Selatan mengenai
keamanan nasional timbul setelah kondisi ekonomi nasional mulai stabil. Park melanjutkan
pembahasan dengan menerjemahkan situasi yang Korea Selatan alami secara realis seperti
yang terlihat dari alasan Korea Selatan beraliansi dengan Amerika Serikat.
Park, dalam penulisannya, berusaha untuk menyusun ancaman-ancaman yang paling
gencar. Ia mendefinisikan bahwa ancaman terbesar bagi Korea Selatan adalah Korea Utara. Ia
membagi ancaman dari Korut sebagai dua, yaitu ancaman konvensional dan ancaman nuklir.
Selama ini, Korea Selatan menaruh semua konsentrasi untuk melawan ancaman regular
warfare, yaitu ancaman konvensional. Sebab pada tahun 1950 pun, Korea Utara mencetuskan

perang dengan Korea Selatan, dan saat ini pun statusnya adalah status pemberhentian perang
dengan perjanjian yang dibuat di pararel ke 38 di antara Korea Utara dan Korea Selatan
sehingga Park menggunakan perbandingan kekuatan militer antar Korea Selatan dan Korea

Utara dalam segi jumlah pasukan aktif, cadangan militer, jumlah senjata yang dimiliki
masing-masing dan kualitas senjata yang saling berbeda. Ancaman yang paling menakutkan
adalah ancaman nuklir. Park membahas mengenai situasi Asia Timur, sebab negara-negara
seperti Cina dan Jepang juga adalah salah satu elemen penting dalam situasi yang Korea
Selatan hadapi. Park memprediksi Cina dan Jepang juga kapanpun dapat menjadi musuh bagi
Korea Selatan. Ia menggunakan perbandingan kekuatan militer Korea Selatan dengan Jepang
juga. Sebab, Jepang juga mempunyai riwayat yang ganas dan potensi yang terlihat dari
pengembangan kekuatan militer yang terus-menerus dilakukan. Park berusaha untuk menaruh
contoh persiapan yang paling pantas untuk melawan serangan nuklir dari Korea Utara.
14

Judul
: Implementasi kerjasama pertahanan keamanan antara Amerika Serikat dan
Korea Selatan dalam kerangka Proliferation Security Initiative (PSI) 2009
Penulis

: Isna Hartati

Tahun terbit

: 2013

Penelitian ini dimulai dari pembahasan mengenai kerjasama diantara Korea Selatan
dan Amerika Serikat terhadap ancaman nuklir Korea Utara yang membahayakan keamanan
semenanjung Korea. Dalam hal ini, Amerika menempatkan pasukannya sebanyak puluhan
ribu di tanah Korea Selatan dan juga menyiapkan lima sistem yang berfungsi dalam
menangkal serangan rudal, kapal induk bertenaga nuklir dimiliki oleh Armada ketujuh yang
berada di wilayah Jepang, pesawat yang terdiri dari F/A-18E/F Super hornet, F/A-18A/C
Hornet, pesawat pengintai udara E-2c Hawkeye serta pesawat anti-kapal selam P3-C, dsb,
untuk melindungi keamanan di wilayah semenanjung Korea.
Dalam penelitian ini, difokuskan untuk melihat kemampuan rudal Korea Utara dan
bagaimana kerjasama antara Korea Selatan dan Amerika Serikat dalam menghadapi ancaman
Korea Utara, lebih spesifik lagi tentang masuknya Korea Selatan ke dalam PSI (Proliferation
Security Initiative) pada 26 Mei 2009 yang diajukan oleh Amerika Serikat. Penulis berusaha

untuk menjelaskan kekuatan militer Korea Selatan dan detailnya bantuan militer AS serta
bentuk-bentuk kegiatan PSI tersebut.
Kedua penelitian sebelumnya sama-sama membahas mengenai pertahanan Korea
Selatan dalam menghadapi Korea Utara. Dimana, penulis sebelumnya, menjelaskan bahaya
nuklir dan rencana untuk peningkatan pertahanan di Korea yang berfokus pada kerjasama
dengan negara lain. Namun dari kedua tulisan diatas mereka tidak membahas mengenai wajib
militer yang ada di Korea Selatan padahal wajib militer ini merupakan salah satu alat
pertahanan Korea Selatan. Untuk itu penulis akan meneliti mengenai sistem wajib militer
Korea Selatan. Meneliti sistem wajib militer ini dirasa penulis merupakan hal yang relevan,
dikarenakan militer merupakan salah satu alat pertahanan Korea Selatan saat ini. Untuk itu
kebijakan mengenai sistem didalamnya sangat penting untuk dipelajari. Nantinya penulis
akan meneliti mengapa sistem wajib militer di Korea Selatan menjadi sangat penting dan
masih dipertahankan hingga saat ini, apa saja faktor yang melatar belakangi dan apakah
sistem ini akan mencegah ancaman dari negara lain khususnya Korea Utara.
15

2.3 Kerangka Berpikir

Wajib

militer

Korea

Selatan

Defensive
Structural Realism
Faktor-faktor Pendorong
Sistem Wajib Militer
Korea Selatan

Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Sistem Wajib Militer Korea Selatan
Tetap Dipertahankan

Keterangan Kerangka Berpikir:
Korea Selatan memiliki sistem wajib militer yang masih tetap dipertahankan sampai
saat ini, penelitian ini akan dianalisis menggunakan teori Defensive Structural Realism.
Nantinya penulis akan menjelaskan faktor-faktor yang mendorong kemunculan sistem wajib
16

militer Korea Selatan. kemudian, penulis akan menjelaskan mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi sistem wajib militer Korea Selatan tetap dipertahankan yang dianalisis
melalui neorelism.

17

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Peningkatan keterampilan menyimak melalui penerapan metode bercerita pada siswa kelas II SDN Pamulang Permai Tangerang Selatan Tahun Pelajaran 2013/2014

20 223 100

The Effectiveness of Computer-Assisted Language Learning in Teaching Past Tense to the Tenth Grade Students of SMAN 5 Tangerang Selatan

4 116 138

Hubungan kecerdasan emosional dengan hasil belajar pada mata pelajaran ekonomi di kelas X SMA Darussalam Ciputat Tangerang Selatan

16 134 101

Sistem Informasi Penjualan, Pembelian Dan Persediaan Barang Pada Toko Sejati Bandung

19 106 156

Pengaruh Kerjasama Pertanahan dan keamanan Amerika Serikat-Indonesia Melalui Indonesia-U.S. Security Dialogue (IUSSD) Terhadap Peningkatan Kapabilitas Tentara Nasional Indonesia (TNI)

2 68 157

Perancangan media katalog sebagai sarana meningkatkan penjualan Bananpaper : laporan kerja praktek

8 71 19