Isolasi dan identifikasi tanin pada herba krokot [Portulaca oleracea L.] - USD Repository

  ISOLASI DAN IDENTIFIKASI TANIN PADA HERBA KROKOT ( Portulaca oleracea L. ) SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

  Program Studi Ilmu Farmasi

  Oleh : Prima Esteti NIM : 028114077 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2008

HALAMAN PERSEMBAHAN

  Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan. Yeremia 29 : 11 Kupersembahkan untuk : Tuhan Yesus Kristus Juru Selamatku

  Papa dan Mamaku yang tercinta Adik-adikku tersayang : Clara, Bintang, dan Bagus Almamaterku

  

INTISARI

  Krokot (Portulaca oleracea L) merupakan gulma yang dapat dimanfaatkan sebagai tumbuhan sayuran dan dapat digunakan sebagai tumbuhan obat. Tumbuhan krokot mengandung tanin, saponin, asam nikotinat, dan lain sebagainya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui jenis kandungan tanin pada herba krokot sehingga dapat diketahui manfaat herba krokot sebagai tumbuhan obat yang tepat berkhasiat.

  Penelitian ini termasuk penelitian non eksperimental. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengisolasi tanin pada herba krokot dengan KLT preparatif dan mengidentifikasi jenis tanin yang terdapat pada isolat herba krokot. Sebagai langkah awal dilakukan determinasi tumbuhan krokot, pengumpulan bahan, uji pendahuluan, uji pengendapan, identitas jenis tanin. Penyarian dengan menggunakan pelarut air-aseton (3:7), kemudian pemeriksaan KLT menggunakan fase diam silika gel GF dan fase gerak n-butanol, asam asetat, air (4:1:5)v/v dan

  254

  pembanding asam tanat. Isolasi tanin dengan metode KLT preparatif, pemeriksaan kemurnian isolat dengan KLT multi eluen, dan identifikasi isolat dengan reaksi warna dan reaksi pengendapan. Reaksi warna dengan cara merebus herba dengan larutan HCl, sedangkan reaksi pengendapan dengan penambahan Pb asetat 10%, penambahan asam asetat : Pb asetat (2:1) dan penambahan putih telur.

  Hasil penelitian yang didapat dari uji yang dilakukan menunjukkan bahwa herba krokot mengandung tanin jenis terkondensasi.

  Kata kunci : krokot, tanin terkondensasi, kromatografi lapis tipis (KLT)

  

ABSTRACT

  Purslane (Portulaca oleracea L) was weeds which could be used as vegetale plants and could be used as drug plants. Purslane contained tannin, saponin, nicotinic acid, etc. This research aimed to know kinds of tannin content on purslane herb until can know the benefit of purslane herbs as therapeutic drugs.

  This research was non-experimental research. The objectives of the research were to isolate and to identify kinds of tannin on purslane herb. As the first step, the researcher did determinating of purslane, collecting the material, introduction test, detecting condensated tanin. Then she extracted purslane with water-acetone (3:7), after that she controlled thin layer chromatography using adsorbent silica gel GF and eluent n-butanol, acetic acid, water (4:1:5)v/v and

  254

  standardized the comparison of tanat acid. Next, she isolated tannin with preparative thin layer chromatography method, controlled isolate purity with multi eluent TLC, and identified isolate with color reaction and precipitate reaction. Color reaction was done by steeping herb into boiled HCl, whereas precipitation reaction was done by adding Pb(CH COO) (mine) and albumin(protein). That

  3

  2 test was to differ hidrolyzed tannin and condensated tannin.

  The result of research showed that purslane herb contained condensated tannin.

  Key words : purslane, condensated tannin, thin layer chromatography (TLC)

KATA PENGANTAR

  Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat, kasih, dan pertolonganNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ISOLASI DAN IDENTIFIKASI TANIN PADA HERBA KROKOT ( Portulaca oleracea L. ). Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm).

  Penyusunan skripsi ini banyak didukung oleh berbagai pihak dalam hal doa, materi, motivasi, semangat, saran, kritik, dan bimbingan. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini, terutama kepada :

  1. Yesus Kristus sumber kekuatanku.

  2. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

  3. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dengan kesabarannya, memberikan saran, dan pengetahuan selama penelitian dan penulisan skripsi ini.

  4. Bapak Ign. Y. Kristio Budiasmoro, M.Si., selaku dosen penguji yang telah bersedia menguji, memberikan saran dan masukan yang sangat berguna dalam penyelesaian skripsi ini.

  5. Ibu Erna Tri Wulandari, M.Si, Apt., selaku dosen penguji yang telah bersedia menguji, memberikan saran dan masukan yang sangat berguna dalam penyelesaian skripsi ini.

  6. Papa dan Mamaku, terima kasih untuk doa, dukungan, kasih sayang dan semangat yang telah diberikan kepadaku hingga saat ini.

  7. Adik-adikku, Clara, Bintang, dan Bagus yang selalu mendoakanku dan menghiburku.

  8. Iik Yat, Tio Sin dan semua saudaraku yang sudah mendoakanku dan mendukungku.

  9. Teman seperjuanganku : Ayu dan Shinta, terima kasih untuk bantuan,

  10. Sahabat-sahabatku : Yiyin, Ulin, Puri, Rika, Adit, Asti, Lena, Leni, Arinawa, Elly, Via, Nana, Duma, terima kasih sudah membantu, mendukung dan mengingatkanku dalam skripsi ini.

  11. Teman-teman se-Lab. FF : Vivi, Wira, Kristin, Yuni, Titin, Rosa, Devi, Mita, Nia, Yohana, Rinto, Novi, terimakasih untuk kebersamaannya, dan untuk info- info yang sudah dibagikan.

  12. Teman-teman satu angkatan (2002), terutama kelompok C. Terima kasih sudah mengukir kenangan indah semasa kuliah ini bersama kalian.

  13. Mas Wagiran, mas Sigit, mas Sarwanto, mas Andre dan Pak Mukmin, terima kasih atas semua bantuan dan informasi yang diberikan selama penelitian.

  14. Teman-teman sepelayanan : Semua tim DFJ, tante Beppy, Stevanny, tante Rida, oma Rosy, cik Ratna, Hengky, K’Betty, K’Otie, K’Siska, Papi Tedjo, Linda, bi Ithien, Elce, Willy, Hero, Rina, Osa, Awin, Lola, Ko Unt, K’Din2, K’Rin2, Cik Yo2, Elyn, Edo, Rifa, Titis, Lisa, KP dan KR GKI Gejayan yang tak bisa kusebutkan satu persatu, terima kasih untuk share dan dukungan doanya.

  15. Teman KKN yang terus mendukungku mas Sumantri, Danu, Aning, Agnes, Aray, K’Unie, Louis, dan Tony.

  16. Inoph, Nana, dan semua teman lamaku terima kasih untuk doa dan semangatnya.

  17. Petra dan sekontrakannya atas bantuan ngeprintnya.

  18. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan bantuan, dukungan, dan doanya selama ini.

  Akhirnya, penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena keterbatasan pikiran, waktu dan tenaga. Maka dari itu, penulis menerima segala saran maupun kritik yang bersifat membangun, dan yang dapat membantu dan mendukung skripsi ini agar dapat menjadi lebih sempurna. Semoga Tuhan Yesus melimpahkan berkat dan kasihNya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsinya.

  Yogyakarta, 29 Mei 2008

  DAFTAR ISI

  Halaman HALAMAN JUDUL............................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................... ii

  

HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................ iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................ v

  INTISARI . ........................................................................................................ vi

ABSTRACT ......................................................................................................... vii

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI......................................................... viii

KATA PENGANTAR ....................................................................................... ix

DAFTAR ISI...................................................................................................... xi

DAFTAR TABEL.............................................................................................. xiv

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xv

DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... xvii

  BAB I . PENGANTAR .................................................................................. 1 A. Latar Belakang .................................................................................... 1

  1. Permasalahan ......................................................................... 4

  2. Keaslian penelitian ................................................................ 4

  3. Manfaat penelitian ................................................................. 4

  B. Tujuan Penelitian ................................................................................ 4

  BAB II PENELAAHAN PUSTAKA .......................................................... 6 A. Krokot .................................................................................................. 6

  2. Deskripsi ................................................................................. 6

  .............................................................. 23 3.

  8. Isolasi senyawa dengan KLT preparatif ............................. 25

  24

  6. Penyarian ................................................................................ 24 7. Pemeriksaan tanin dengan KLT………………………...

  24

  .................................................................... 23 5. Deteksi tanin terkondensasi (proantosianidin).........................

  Uji pengendapan

  .................................................................... 23 4.

  Uji pendahuluan

  Pengumpulan bahan

  3. Ekologi .................................................................................... 6

  ................................................ 22 2.

  BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 21 A. Jenis dan Rancangan Penelitian ....................................................... 21 B. Definisi Operasional .......................................................................... 21 C. Alat dan Bahan penelitian ................................................................. 22 D. Tahapan Penelitian ............................................................................. 22 1. Determinasi tanaman krokot

  F. Keterangan Empiris ........................................................................... 20

  E. Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP) ................................. 18

  D. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ...................................................... 16

  C. Penyarian. ............................................................................................ 13

  B. Tanin .................................................................................................... 7

  5. Kandungan kimia .................................................................. 7

  4. Khasiat dan kegunaan ........................................................... 7

  9. Uji identifikasi Tanin ............................................................ 25

  E. Tata Cara Analisis Hasil .................................................................... 26

  BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 27 A. Determinasi Tumbuhan Krokot ........................................................ 27 B. Pengumpulan Bahan .......................................................................... 27 C. Uji Pendahuluan ................................................................................. 29 D. Uji Pengendapan ................................................................................. 29 E. Deteksi Tanin Terkondensasi (proantosianidin) ............................ 30 F. Penyarian ............................................................................................. 31 G. Pemeriksaan Tanin dengan KLT ...................................................... 32 H. Isolasi Senyawa dengan KLT Preparatif ......................................... 37 I. Uji Identifikasi Tanin………………………………………………... .

  40 1. Penambahan Pb asetat 10%...................................................... ..

  40

  2. Uji pengendapan ………………………………………….... .... 42

  3. Uji untuk membedakan tanin terhidrolisis dan tanin terkondensasi ……………………………………………… 43

  BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 45 A. Kesimpulan ......................................................................................... 45 B. Saran .................................................................................................... 45 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 46 LAMPIRAN ..................................................................................................... 48 BIOGRAFI PENULIS .................................................................................... 52

  DAFTAR TABEL

  Tabel I . Penggolongan tanin tumbuhan ................................................... 12 Tabel II . Hasil organoleptik herba krokot .................................................

  28 Tabel III . Hasil kromatogram KLT dengan menggunakan fase diam

  silika gel GF dan fase gerak n-butanol, asam asetat, air

  254 (4:1:5) v/v ....................................................................................

  35 Tabel IV . Hasil kromatogram KLTP dengan menggunakan fase diam

  silika gel GF dan fase gerak n-butanol, asam asetat, air

  254 (4:1:5) v/v ....................................................................................

  38

  DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Tanin terkondensasi (flavonoid trimer)...............................

  31 Gambar 12. Komplek logam Fe dengan senyawa fenol ........................

  2

  3 COO)

  40 Gambar 17. Reaksi dengan penambahan Pb (CH

  38 Gambar 16. Hasil KLT multi eluen.........................................................

  36 Gambar 15. Hasil KLTP dengan fase gerak n-butanol, asam asetat, air (4:1:5)v/v.............................................................................

  34 Gambar 14. Hasil KLT dengan fase gerak n-butanol, asam asetat, air (4:1:5)v/v.............................................................................

  33 Gambar 13. Hasil KLT dengan tiga fase gerak yang berbeda ...............

  30 Gambar 11. Foto deteksi tanin terkondensasi .........................................

  9 Gambar 2. Tanin terhidrolisis (trigalloyl glucose)................................

  11 Gambar 10. Reaksi pembentukan antosianidin untuk flavan-3,4-diol....

  11 Gambar 9. Asam elagitanin...................................................................

  11 Gambar 8. Asam heksahidroksidifenat .................................................

  11 Gambar 7. Galotanin .............................................................................

  10 Gambar 6 . Asam galat..........................................................................

  10 Gambar 5. Oligomer proantosianidin....................................................

  10 Gambar 4. Galokatekin .........................................................................

  9 Gambar 3. Katekin ................................................................................

  ...................... 41 Gambar 18. Foto terbentuknya endapan pada penambahan Pb asetat 10% 41

  Gambar 20. Reaksi penambahan CH COOH dan Pb(CH COO) (2:1) .

  43

  3

  3

  2 Gambar 21. Foto penambahan asam asetat 10% dan timbal asetat 10% (2:1) ke dalam larutan tanin 0,4%..... ..................................

  44

  DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 . Surat determinasi .............................................................

  48 Lampiran 2 . Foto krokot ......................................................................

  49 Lampiran 3 . Uji pendahuluan...............................................................

  50 Lampiran 4 . Uji pengendapan ..............................................................

  51

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Perkembangan obat tradisional semakin meningkat seiring dengan

  kesadaran masyarakat tentang manfaat tanaman sebagai obat tradisional. Hal ini juga didukung oleh adanya berbagai jenis tanaman yang tumbuh di Indonesia.

  Krokot adalah salah satu jenis tumbuhan di Indonesia. Krokot merupakan tumbuhan pengganggu yang biasanya diberantas. Namun ternyata krokot juga dapat digunakan sebagai obat tradisional. Maka dari itu perlu dilakukan penelitian kandungan fitokimia krokot agar didapat informasi ada tidaknya zat berkhasiat pada tumbuhan tersebut kemudian diteliti aktivitas farmakologi dan toksisitasnya, sehingga krokot tersebut dapat digunakan sebagai tumbuhan obat yang aman dan manjur bila digunakan sebagai obat tradisional.

  Krokot dapat digunakan sebagai obat karena salah satu faktornya yaitu krokot mengandung metabolit sekunder. Metabolit sekunder didefinisikan sebagai suatu senyawa yang hanya ditemukan secara terbatas pada kelompok tumbuhan tertentu, atau ditemukan dalam konsentrasi yang lebih tinggi dari kelompok tumbuhan yang lain, dan tidak merupakan sumber makanan yang penting bagi herbivora (Widarto,2008). Senyawa-senyawa metabolit sekunder itu, meskipun tidak sangat penting bagi eksistensi suatu individu, tetapi sering berperan bagi kelangsungan hidup suatu spesies dalam perjuangan menghadapi spesies-spesies digunakan sebagai senjata penangkal serangan hama dan penyakit. Sedangkan pada hewan, senyawa metabolit sekunder seperti feromon digunakan sebagai zat penarik sex lawan jenis (Putra,2005).

  Krokot (Portulaca oleracea L) adalah salah satu jenis gulma yang tumbuh liar yang banyak dijumpai sebagai tumbuhan pengganggu tanaman sayuran, palawija, maupun tanaman perkebunan. Krokot biasanya digunakan dalam pengobatan pada beberapa penyakit, seperti disentri, radang usus buntu, sakit perut, radang gusi, demam, digigit binatang berbisa, eksim, jantung berdebar, kencing darah, dan bisul. Cara penggunaannya bisa dengan dimakan langsung ataupun dengan cara direbus dengan campuran bahan lainnya. Krokot merupakan tanaman liar yang tumbuh di tempat terbuka, tempat agak terlindung, dan pada tanah agak lembab seperti di pekarangan, pinggiran kampung, pinggiran selokan, dan pinggir jalan. Selain sebagai gulma, tanaman ini kadang-kadang ditanam sebagai sayuran (Djauhariya & Hernani,2004).

  Krokot mengandung tanin, saponin, KCl, K SO , KNO , asam nikotinat,

  2

  4

  3

  vitamin A, vitamin B, vitamin C, 1-noradrenalin, dopamin, dan dopa (Djauhariya & Hernani,2004). Tanin pada krokot menarik untuk diteliti mengingat khasiat krokot sebagai anti-diare, antiseptik, bahkan untuk obat jantung berdebar. Secara kimia terdapat dua jenis tanin yaitu tanin terhidrolisis dan tanin terkondensasi. Menurut Bruneton (1999) secara umum tanin mempunyai efek antiseptik yang dapat digunakan untuk terapi infeksi diare dan dermatitis. Tanin juga merupakan inhibitor beberapa enzim. Tanin terhidrolisis mempunyai aktivitas antioksidan mencegah penyakit cardiovascular. Salah satu contoh tanin terhidrolisis yaitu acutimissin A yang termasuk golongan polifenol elagitanin, mempunyai khasiat sebagai anti kanker (Anonim,2007). Contoh tanin terkondensasi yaitu katekin yang dapat membantu menyingkirkan radikal bebas sehingga tidak memiliki kesempatan mengoksidasi LDL yang dapat membentuk plak pada dinding arteri yang menjadi penyebab arterosklerosis (melancarkan peredaran darah ke jantung) (Anonim,2003). Kedua jenis tanin ini mempunyai aktivitas terapi yang berbeda sehingga perlu dilakukan penelitian tentang jenis tanin pada herba krokot.

  Metode yang digunakan untuk mengisolasi tanin yang terdapat pada herba krokot adalah kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP), diharapkan dengan menggunakan metode ini dapat memisahkan senyawa-senyawa yang ada sehingga dapat mengisolasi tanin pada herba krokot. Metode ini merupakan metode yang dapat digunakan untuk pemisahan bahan dalam jumlah yang kecil dan menggunakan peralatan yang sederhana. Setelah diisolasi tanin yang terdapat pada herba krokot diidentifikasi jenisnya apakah termasuk tanin terkondensasi atau tanin terhidrolisis. Cara identifikasi yang digunakan adalah dengan reaksi warna dan reaksi pengendapan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi untuk penelitian selanjutnya tentang tanaman krokot, khususnya tentang kandungan senyawa tanin.

  1. Permasalahan

  a. Apakah senyawa tanin yang terdapat pada herba krokot dapat diisolasi dengan KLTP? b. Identitas jenis tanin apakah yang terdapat pada herba krokot dengan reaksi warna dan reaksi pengendapan?

  2. Keaslian penelitian

  Sejauh penelusuran informasi yang dilakukan oleh penulis, penelitian tentang isolasi dan identifikasi tanin pada herba krokot secara khusus belum pernah dilakukan.

  3. Manfaat penelitian Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah :

  a. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan mengenai jenis tanin yang terdapat pada herba krokot.

  b. Manfaat praktis Untuk melengkapi informasi mengenai manfaat herba krokot sebagai tumbuhan obat.

B. Tujuan Penelitian

  Tujuan penelitian ini adalah :

1. Tujuan umum

  Untuk lebih mendalami pengetahuan tentang kandungan tanin pada herba

2. Tujuan khusus

  a. Untuk mengetahui bahwa senyawa tanin pada herba krokot dapat diisolasi menggunakan KLTP.

  b. Untuk memperoleh identitas tanin pada herba krokot dengan cara reaksi warna dan reaksi pengendapan.

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Krokot

  1. Keterangan botani

  Tumbuhan krokot termasuk dalam jenis Portulaca oleracea L. yang merupakan anggota suku Portulacaceae. Krokot mempunyai nama yang berbeda- beda pada setiap daerah. Krokot (Jawa); gelang (Sunda, Jawa, Sumatra); re-serean (Madura); jalu-jalu kiki (Ternate); purslane (Inggris) (Anonim,1995).

  2. Deskripsi

  Krokot merupakan tumbuhan berumur setahun, batang merebah, bentuk bulat, lunak dan berair, tidak berkayu, kulit batang warna kemerahan, panjang batang 10 – 50 cm. Daun tunggal, berbentuk bulat telur, tebal, berdaging, duduk daun tersebar atau berhadapan, tangkai pendek. Ujung daun melekuk ke dalam.

  Pangkal daun meruncing, tepi daun rata, panjang 1-4 cm, lebar 5-35 mm. Permukaan atas daun warna hijau tua sedangkan bagian bawah merah tua. Bunga berkelompok, keluar dari ujung-ujung cabang, mahkota bunga kecil, berjumlah 5, warna kuning. Bunga mekar dari jam 8-10 pagi, layu menjelang sore. Buah berkotak, biji banyak, kecil. Buah yang sudah matang bijinya warna hitam.

  Tumbuhan ini berkembang biak dengan biji (Djauhariya & Hernani,2004).

  3. Ekologi

  Krokot adalah tumbuhan liar yang tumbuh di tempat terbuka, tempat agak kampung, pinggiran selokan, dan pinggir jalan. Tumbuh dari dataran rendah sampai ketinggian 1800 m dpl. Tumbuhan ini merupakan gulma pada tanaman semusim, palawija, sayuran, maupun tanaman perkebunan. Selain sebagai gulma, tanaman ini kadang-kadang ditanam sebagai sayuran (Djauhariya & Hernani,2004).

  4. Khasiat dan kegunaan

  Djauhariya dan Hernani (2004) menunjukkan bahwa krokot berkhasiat sebagai obat disentri, radang usus buntu, sakit perut, radang gusi, demam, digigit binatang berbisa, eksim, jantung berdebar, kencing darah, dan bisul. Krokot juga berkhasiat sebagai obat gatal dan dapat memperbaiki pencernaan (Anonim,1995).

  5. Kandungan kimia

  Djauhariya dan Hernani (2004) menyebutkan kandungan kimia yang dimiliki oleh krokot adalah tanin, saponin, KCl, K SO , KNO , asam nikotinat,

  2

  4

  3 vitamin A, vitamin B, vitamin C, 1-noradrenalin, dopamin, dan dopa.

B. Tanin

  Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh terdapat khusus dalam jaringan kayu. Menurut batasannya, tanin dapat bereaksi dengan protein membentuk kopolimer mantap yang tak larut dalam air. Dalam industri, tanin adalah senyawa yang berasal dari tumbuhan, yang mampu mengubah kulit hewan yang mentah menjadi kulit siap pakai karena kemampuannya menyambung silang protein (Harborne,1987). Tanin adalah sejenis kandungan tumbuhan yang bersifat ini larut, setidak-tidaknya sampai batas tertentu, dalam pelarut organik yang polar, tetapi tak larut dalam pelarut organik nonpolar seperti benzena atau kloroform.

  Larutan tanin dalam air dapat diendapkan dengan penambahan asam mineral atau garam. Kemampuan tanin untuk bereaksi dengan protein dan mengendapkannya menimbulkan masalah pada penyiapan enzim atau protein lain dari beberapa tumbuhan. Kadar tanin yang tinggi mungkin mempunyai arti pertahanan bagi tumbuhan yaitu untuk membantu mengusir hewan pemangsa tumbuhan (Robinson,1995). Beberapa tanin terbukti mempunyai aktifitas antioksidan, menghambat pertumbuhan tumor, dan menghambat enzim seperti reverse transkriptase dan DNA topoisomerase (Robinson, 1995).

  Tanin dapat dijumpai dalam bagian yang berbeda-beda pada tumbuhan, khususnya dalam daun, periderm, jaringan pembuluh, buah muda, dan kulit biji.

  Di dalam sel, tanin dijumpai dalam vakuola atau dalam sitoplasma dengan bentuk tetesan yang sangat halus, dan kadang-kadang menembus ke dalam dinding sel, seperti misalnya dalam jaringan gabus. Tanin diduga berfungsi untuk melindungi tumbuhan terhadap dehidrasi, proses pembusukan, serta perusakkan oleh hewan (Fahn,1995).

  Secara kimiawi tanin dalam tumbuhan dibagi menjadi dua golongan, yaitu tanin terkondensasi dan tanin terhidrolisis. Tanin terkodensasi terjadi karena reaksi polimerisasi (kondensasi) antar flavonoid, sedangkan tanin terhidrolisis dibentuk dari reaksi esterifikasi asam fenolat dan gula (glukosa) (Heinrich, Barnes,Gibbons, and Williamson, 2004).

  OH HO O OH OH OH OH OH O O OH OH HO HO OH OH O O OH OH OH OH OH OH HO HO OH OH OH OH Gambar 1. Tanin terkondensasi (flavonoid trimer) (Heinrich et al,2004) HO O OH HO HO HO OH C 2 O O OH OH HO O O O HO OH OH

  Gambar 2. Tanin terhidrolisis (trigalloyl glucose) (Heinrich et al,2004)

  Tanin terkondensasi atau flavolan secara biosintesis dapat dianggap terbentuk dengan cara kondensasi katekin tunggal (atau galokatekin) yang membentuk senyawa dimer dan kemudian oligomer yang lebih tinggi. Nama lain tanin terkondensasi adalah proantosianidin, karena bila direaksikan dengan asam dan dipanaskan, beberapa ikatan karbon-karbon penghubung satuan terputus dan menghasilkan monomer antosianidin. Kebanyakan proantosianidin adalah prosianidin, dan bila direaksikan dengan asam akan menghasilkan sianidin (Harborne,1987).

  OH HO O OH H OH OH Gambar 3. Katekin (Mills,2000)

  OH HO O OH H OH OH OH Gambar 4. Galokatekin (Robinson,1995) O OH HO OH OH OH OH OH O HO OH OH OH OH O OH OH HO

  Gambar 5. Oligomer proantosianidin (Robbers, Speedie, and Tyler, 1996)

  Tanin terhidrolisis mengandung ikatan ester yang dapat terhidrolisis jika dididihkan dalam asam klorida encer. Tanin terhidrolisis biasanya berupa senyawa amorf, higroskopis, berwarna coklat kuning yang larut dalam air (Robinson,1995). Contoh tanin terhidrolisis adalah asam galat dan asam heksahidroksidifenat serta derivatnya, hasil esterifikasi dengan glukosa (Robbers et al ,1996). Galotanin adalah ester asam galat dengan glukosa, sedangkan ester asam heksahidroksidifenat dengan glukosa adalah elagitanin (Puspitasari,2007)

  HO HO COOH HO Gambar 6. Asam galat (Robinson,1995) Gambar 7. Galotanin (Puspitasari,2007)

  OH HO HO COOH OH HOOC OH OH Gambar 8. Asam heksahidroksidifenat (Mills,2000)

  Tabel I. Penggolongan tanin tumbuhan (Harborne,1987)

  Jangka Endapan

  Tata nama Struktur bobot protein molekul

  Tanin-terkondensasi

  Proantosianidin (atau Oligomer katekin dan flavan- 1000-3000 + + + + flavolan) 3,4-diol

  Tanin terhidrolisiskan

  Galotanin Ester asam galat dan glukosa 1000-1500 + + + + + Elagitanin Ester asam heksahidroksidifenat dan 1000-3000 + + + + + glukosa

  Prototanin

  Prazat tanin Katekin (dan galokatekin) 200-600 ± Flavan-3,4-diol

  Salah satu uji tanin yang paling dikenal adalah uji pengendapan gelatin, yaitu dengan menambahkan larutan gelatin 0,5% ke dalam larutan tanin 0,5% yang volumenya sama. Semua tanin menghasilkan endapan walaupun jumlah endapan beragam. Kepekaan reaksi dapat ditingkatkan dengan menyesuaikan pH menjadi sekitar 4 dengan menambahkan natrium klorida sedikit, hal ini diperlukan karena senyawa fenol lain dapat memberikan hasil positif pada uji pengendapan gelatin. Reaksi endapan lain dengan amina atau ion logam sering dipakai untuk identifikasi tanin, misalnya besi (III) klorida menghasilkan warna violet-biru (Robinson,1995).

  Uji untuk membedakan tanin terhidrolisis dan tanin terkondensasi. Penambahan asam asetat 10% dan larutan timbal asetat 10% (2:1)v/v ke dalam larutan tanin 0,4% yang sudah disaring, tanin terhidrolisis akan menimbulkan endapan dalam 5 menit, sedangkan tanin terkondensasi tetap berupa larutan. Selain itu juga dapat menggunakan kromatografi lapis tipis, bercak dapat penyemprotan memakai FeCl (Robinson,1995). Penyemprotan FeCl pada tanin

  3

  3

  terhidrolisis menampakkan bercak berwarna biru-kehitaman dan pada tanin terkodensasi menampakkan bercak berwarna hijau-kecoklatan (Bruneton,1999).

  Proantosianidin dapat dideteksi langsung dalam jaringan tumbuhan hijau dengan mencelupkannya ke dalam HCl 2 M mendidih selama 30 menit. Bila terbentuk warna merah yang dapat diekstraksi dengan amil atau butil alkohol, maka ini merupakan bukti adanya senyawa tersebut (Harborne,1987).

C. Penyarian

  Penyarian merupakan peristiwa pemindahan zat aktif yang semula berada di dalam sel, ditarik oleh cairan penyari sehingga cairan penyari tersebut menjadi larutan zat aktif. Pada umumnya penyarian akan bertambah baik bila permukaan serbuk simplisia yang bersentuhan dengan cairan penyari makin luas. Cairan penyari harus dapat mencapai seluruh serbuk dan secara terus menerus mendesak larutan yang memiliki konsentrasi yang lebih tinggi keluar (Anonim,1986).

  Pemilihan cairan penyari harus mempertimbangkan banyak faktor. Cairan penyari yang baik harus memenuhi kriteria : murah dan mudah diperoleh, stabil secara fisika dan kimia, bereaksi netral, tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar, selektif yaitu hanya menarik zat berkhasiat yang dikehendaki, tidak mempengaruhi zat berkhasiat, dan diperbolehkan oleh peraturan. Pelarut organik kurang digunakan dalam penyarian, kecuali dalam proses penyarian tertentu.

  Salah satu contoh eter minyak tanah yang digunakan untuk menarik lemak dari

  Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol dan pelarut lain. Air dipertimbangkan sebagai penyari karena murah dan mudah diperoleh, stabil, tidak mudah menguap, dan tidak mudah terbakar, tidak beracun, dan alamiah. Kerugian penggunaan penyari air adalah tidak selektif, sari dapat ditumbuhi kapang dan kuman serta cepat rusak, dan untuk pengeringan diperlukan waktu yang lama (Anonim,1986).

  Metode penyarian menurut buku sediaan galenik (Anonim,1986) antara lain infundasi, maserasi, perkolasi, dan penyarian berkesinambungan.

  1. Infudasi adalah proses menyari simplisia dengan air pada suhu 90ºC selama 15 menit. Infudasi umumnya digunakan untuk menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Penyarian ini menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang. Maka dari itu, sari yang diperoleh tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam.

  2. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan diluar sel dan di dalam sel. Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol dan pelarut lain. Bila cairan penyari digunakan air maka untuk mencegah timbulnya kapang, dapat ditambahkan bahan pengawet, yang diberikan pada awal penyarian.

  Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Cara penyarian ini juga mempunyai kerugian yaitu pengerjaannya lama dan penyariannya kurang sempurna.

  Maserasi dapat dilakukan modifikasi, misalnya:

  a. Digesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan lemah, yaitu pada suhu 40°-50°C.

  b. Maserasi dengan mesin penggaduk. Penggunaan mesin pengaduk yang berputar terus menerus sewaktu proses maserasi dapat dipersingkat menjadi 6- 24jam.

  c. Remaserasi yaitu cairan penyarinya dibagi dua. Seluruh serbuk simplisia dimaserasi dengan cairan penyari pertama, sesudah dienap tuangkan dan diperas, ampas dimaserasi lagi dengan cairan penyari yang kedua.

  3. Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Prinsip perkolasi adalah serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder, yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh. Gerak ke bawah disebabkan oleh kekuatan gaya berat sendiri dan cairan diatasnya, dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung untuk menahan.

  4. Penyarian berkesinambungan menggabungkan antara proses menghasilkan uap penyari akan naik keatas melalui serbuk simplisia. Uap penyari mengembun karena didinginkan oleh pendingin balik. Embun turun melalui serbuk simplisia sambil melarutkan zat aktifnya dan kembali ke labu. Cairan akan menguap kembali dan prosesnya akan berulang (Anonim,1986).

D. Kromatografi Lapis Tipis

  Kromatografi lapis tipis (KLT) digunakan untuk memisahkan senyawa yang berbeda, seperti senyawa organik alam dan senyawa organik sintetik, kompleks anorganik-organik, dan bahkan ion anorganik. KLT dapat dilakukan dengan waktu yang relatif singkat dengan alat yang sederhana dan harganya tidak terlalu mahal. Kelebihan KLT yang lain ialah pemakaian pelarut dan cuplikan dalam jumlah sedikit (Gritter, Bobbit, and Scwharting, 1991).

  Metode pemisahan pada dasarnya menggunakan dua fase yaitu fase gerak dan fase diam. Fase gerak bergerak terhadap fase diam pada bidang datar sedangkan fase diam ditempatkan pada penyangga berupa gelas yang cocok. Campuran senyawa (ekstrak) yang akan dipisahkan ditotolkan pada fase diam dan dikembangkan dalam bejana berisi fase gerak yang tertutup rapat (Stahl,1985).

  Kelebihan khas KLT ialah keserbagunaan, kecepatan, dan kepekaannya. Keserbagunaan KLT disebabkan karena sejumlah fase diam yang berbeda-beda dapat disaputkan pada pelat kaca atau penyangga lain dan digunakan untuk kromatografi. Walaupun silika gel paling banyak digunakan, lapisan dapat pula dibuat dari selulosa, alumunium oksida, kalsium hidroksida, damar penukar ion, bahan di atas atau lebih. Kepekaan KLT bila diperlukan dapat memisahkan bahan yang jumlahnya lebih sedikit dari ukuran µg (Harborne,1987).

  Lapisan penjerap dapat terikat dan melekat pada pelat kaca karena adanya berbagai pengikat. Pengikat yang paling umum digunakan adalah kalsium sulfat (CaSO ) yang ditambahkan ke dalam penjerap sampai 10-15%. Maka nama dari

  4

  penjerap biasanya diberi tanda G, misal silica gel G (Redja, 1980). Lapisan penjerap sering mengandung indikator fluoresensi yang ditambahkan untuk membantu penampakan bercak tidak berwarna pada lapisan yang telah dikembangkan. Indikator fluoresensi adalah senyawa yang memancarkan sinar tampak jika disinari dengan sinar berpanjang gelombang lain, biasanya sinar ultraviolet. Dan biasanya penjerap yang dicampur dengan indikator fluoresensi diberi tanda F, misalnya silika gel GF. Jika senyawa pada bercak yang ditampakkan mengandung ikatan rangkap terkonjugasi atau cincin aromatis, maka sinar UV yang mengeksitasi tidak dapat mencapai indikator fluoresensi sehingga tidak ada cahaya yang dipancarkan. Dengan demikian hasilnya ialah bercak gelap dengan latar belakang yang bersinar. Cara ini sangat peka dan tidak merusak senyawa yang ditampakkan. Indikator fluoresensi yang paling sering digunakan adalah sulfida anorganik, yang dapat memancarkan cahaya jika disinari pada 254 nm (Gritter et al, 1991).

  Jika semua senyawa yang dikromatografi berwarna, dapat dengan mudah dilihat apakah campuran terpisah dan seberapa jauh pemisahan itu. Jika beberapa atau semua senyawa tak berwarna, bercak harus ditampakkan dengan beberapa pada pelat kecil ialah uap iodium, pemakaian sinar UV pada senyawa yang berfluoresensi, dan pemakaian sinar UV pada lapisan yang mengandung indikator fluoresensi (Gritter et al, 1991).

  Identifikasi dari senyawa-senyawa yang terpisah pada lapisan tipis lebih baik dikerjakan dengan pereaksi kimia dan reaksi-reaksi warna. Tetapi lazimnya untuk identifikasi menggunakan harga R , harga R didefinisikan sebagai berikut:

  f f Jarak dari totolan sampai titik tengah bercak

  Harga R =

  f Jarak pengembangan

  Harga-harga R untuk senyawa-senyawa murni dapat dibandingkan dengan harga-

  f

  harga R standar. Harga-harga R untuk berbagai campuran dari fase gerak dan

  f f

  fase diam juga dapat diperoleh dan dibandingkan dengan harga standar untuk senyawa yang campuran (Sastrohamidjojo,2002).

  Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan bercak dalam KLT yang juga mempengaruhi harga R adalah struktur kimia dari senyawa yang sedang

  f

  dipisahkan, sifat dari penjerap dan derajat aktifitasnya, tebal dan kerataan dari lapisan penjerap, pelarut (dan derajat kemurnian) fase gerak, derajat kejenuhan dari uap dalam bejana pengembangan yang digunakan, teknik percobaan, jumlah cuplikan yang digunakan, suhu, kesetimbangan antara atmosfer dalam bejana jenuh dengan uap pelarut (Sastrohamidjojo, 2002).

E. Kromatografi Lapis Tipis Preparatif

  Kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP) merupakan salah satu metode pemisahan yang memerlukan biaya yang murah dan memakai peralatan yang sederhana. Walaupun KLTP dapat memisahkan bahan dalam jumlah gram, sebagian besar pemakaian hanya dalam jumlah miligram (Hostettmann, Hostettmann, and Marston, 1995).

  Berbagai penelitian telah dilakukan untuk memeriksa pengaruh ketebalan fase diam terhadap kualitas pemisahan (Stahl,1985) tetapi ketebalan yang sering dipakai ialah 0,5-2 mm. Ukuran pelat kromatografi biasanya 20x20cm atau 20x40cm. Pembatasan ketebalan lapisan dan ukuran pelat sudah tentu mengurangi jumlah bahan yang dapat dipisahkan dengan KLTP. Fase diam yang paling umum ialah silika gel dan dipakai untuk pemisahan campuran senyawa lipofil maupun campuran senyawa hidrofil (Hostettmann et al,1995).

  Cuplikan dilarutkan dalam sedikit pelarut sebelum ditotolkan pada pelat KLTP. Pelarut yang baik ialah pelarut atsiri (heksana, diklorometana, etil asetat), karena jika pelarut kurang atsiri terjadi pelebaran pita. Konsentrasi cuplikan harus sekitar 5-10%. Cuplikan ditotolkan berupa pita yang harus sesempit mungkin karena pemisahan bergantung pada lebar pita. Penotolan dapat dilakukan dengan tangan (pipet) tetapi lebih baik dengan penotol otomatis (Camag, Desaga, dsb). Untuk pita yang terlalu lebar, dapat dilakukan pemekatan dengan cara pengembangan memakai pelarut polar sampai kira-kira 2 cm di atas tempat penotolan. Kemudian pelat dikeringkan dan dielusi dengan pelarut yang diinginkan (Hostettmann et al,1995).

  Cuplikan yang akan dipisahkan ditotolkan berupa garis pada salah satu sisi pelat lapisan besar dan dikembangkan secara tegak lurus pada garis cuplikan cara yang tidak merusak jika senyawa itu tanpa warna dan fase diam yang mengandung pita dikerok dari pelat kaca. Kemudian cuplikan dielusi dari fase diam dengan pelarut polar. Cara ini berguna untuk memisahkan campuran reaksi sehingga diperoleh senyawa murni (Gritter et al,1991).

F. Keterangan Empiris

  Tanaman krokot diketahui mengandung senyawa tanin. Senyawa tanin terbagi menjadi dua jenis, yaitu tanin terhidrolisis dan tanin terkondensasi. Maka penelitian ini dimaksudkan untuk mengisolasi dan mengidentifikasi jenis senyawa tanin yang terdapat pada herba krokot. Isolasi dilakukan dengan KLTP dan diidentifikasi menggunakan reaksi warna dan reaksi pengendapan.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini tergolong dalam penelitian yang bersifat non eksperimental,

  karena di dalam penelitian ini tidak dilakukan manipulasi atau intervensi terhadap subyek uji.

B. Definisi Operasional

  Definisi yang terdapat dalam penelitian ini adalah :

  1. Krokot yang digunakan adalah krokot yang berbatang kemerahan, bunga berwarna kuning mekar pada jam 8-10 pagi dan layu menjelang sore, daun tunggal dan berbentuk bulat telur, tebal, berdaging, dan permukaan atas berwarna hijau tua sedangkan permukaan bawah merah tua.

  2. Herba krokot yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bagian dari tanaman krokot yang berada di atas permukaan tanah (daun, batang, bunga, dan buah).

  3. Isolasi tanin adalah proses pemisahan senyawa tanin yang terdapat dalam herba krokot dengan metode KLT preparatif.

  4. Identifikasi tanin adalah uji kualitatif keberadaan tanin secara uji pengendapan dan penentuan jenisnya dengan menggunakan metode KLT, uji pengendapan, dan reaksi warna.

  5. Uji pengendapan yang dimaksud adalah uji untuk mengetahui identitas tanin pada krokot dengan penambahan Pb asetat 10%, penambahan asam asetat : Pb asetat (2:1), dan penambahan putih telur.

  6. Uji warna adalah uji ada atau tidaknya proantosianidin yang menghasilkan warna pada penambahan HCl dan dipanaskan.

C. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat penelitian

  Alat-alat gelas (Pyrex), timbangan elektrik (Metler Toledo), pisau stainless

  

steel , peralatan kromatografi lapis tipis, oven, waterbath (Memmert), lampu ultra

TM violet (UV) dengan λ 254 nm dan 365 nm, corong Buchner, shaker (Innova 2100) , sintered glass, dan alat fotografi.

2. Bahan penelitian

  Semua bahan kimia yang digunakan pada penelitian ini berderajat pro analisa (p.a) kecuali disebut khusus.

  a. Bahan yang diteliti : herba krokot.

  b. Bahan yang diperlukan dalam penelitian : KOH, NaCl, tanin, gelatin, HCl, silika gel GF 254, n-butanol, asam asetat, akuades, etil asetat, metanol, asam formiat, etanol, protoleum eter, aseton, dan Pb asetat.

D. Tahapan Penelitian 1. Determinasi tumbuhan

  2. Pengumpulan bahan

  Bahan uji berupa tanaman krokot yang tumbuh liar di daerah pinggir jalan selokan Babarsari, Yogyakarta. Krokot yang diambil mempunyai bunga berwarna kuning, berbatang kemerahan, daunnya berbentuk bulat telur, pada bagian atas berwarna hijau tua sedangkan bagian bawahnya berwarna merah tua.

  Pengumpulan pada bulan Januari dan pengambilannya pukul 9 pagi.

  3. Uji pendahuluan

  Herba krokot (20g) dirajang halus dengan ukuran maksimal 0,5 cm menggunakan pisau stainless steel ditambah air (40ml) dipanaskan selama 30 menit di atas waterbath. Larutan disaring dengan kapas. Bila larutan berwarna kuning sampai merah menunjukkan adanya senyawa yang mengandung kromofor (flavonoida, antrakinon, dan sebagainya), dengan gugus hidrofilik (gula, asam, fenolat, dan sebagainya). Pada penambahan beberapa tetes larutan KOH warna larutan menjadi lebih intensif.

  4. Uji pengendapan

  Sejumlah 15 g herba krokot yang dirajang halus dengan ukuran maksimal 0,5 cm menggunakan pisau stainless steel dipanaskan dengan 30 ml air selama 30 menit di atas penangas air kemudian disaring. Diambil 5 ml filtrat kemudian ditambah larutan NaCl 2%. Bila terjadi suspensi atau endapan disaring melalui kertas saring, kemudian filtrat ditambah gelatin 1% sebanyak 5ml. Terbentuknya endapan menunjukkan adanya tanin.

  5. Deteksi tanin terkondensasi (proantosianidin)