Pelaksanaan Pendidikan Nilai Toleransi Di Sekolah Menengah Pertama (Studi Kasus Pada Smp Negeri 3 Salatiga Tahun 2018). - Test Repository
PELAKSANAAN PENDIDIKAN NILAI TOLERANSI
DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
(STUDI KASUS PADA SMP NEGERI 3 SALATIGA TAHUN 2018)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
Oleh:
Anis Mustiya Sari
NIM. 11114146
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2018
PELAKSANAAN PENDIDIKAN NILAI TOLERANSI
DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
(STUDI KASUS PADA SMP NEGERI 3 SALATIGA TAHUN 2018)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
Oleh:
Anis Mustiya Sari
NIM. 11114146
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2018
MOTTO
Artinya: “Dan Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman sem uanya ?” (QS. Yunus: 99).
PERSEMBAHAN
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat serta karunia-Nya, dengan segala kerendahan hati, skripsi ini penulis persembahkan kepada:
1. Orang tuaku tercinta bapak Muslih dan ibu Jemi yang senantiasa mencurahkan kasih sayang, dukungan moril maupun materil dan do‟a. yang menjadi perantaraku untuk memperoleh tujuan hidup, ilmu, iman, dan ridho Allah SWT.
2. Untuk saudara kandungku adik-adikku tercinta, M. Bagus Fajar Putra dan M.
Kholil Mustajab, yang selalu memberi senyuman kecil dan candaan yang luar biasa ketika saya lelah.
KATA PENGANTAR
ِمْيِحَّرلا ِنمْحَّرلا ِللها ِمْسِب
Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Pelaksanaan Pendidikan Nilai Toleransi Di Sekolah Menengah Pertama (Studi Kasus Pada SMP Negeri 3 Salatiga)”. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarga, dan para sahabat.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan di Institut Agama Islam Negeri Salatiga (IAIN Salatiga).
Penulis menyadari bahwa kemampuan yang penulis miliki sangatlah terbatas, sehingga dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan.
Arahan dan bimbingan dari berbagai pihak sangatlah membantu terselesainya skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan sangat kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1.
Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M. Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M. Pd, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.
3. Ibu Siti Rukhayati, M. Ag, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam.
4. Ibu Dra. Nur Hasanah, M.Pd, selaku Dosen Pembimbing Akademik.
5. Bapak Dr. Miftahuddin, M.Ag, selaku Dosen Pembimbing Skripsi.
6. Bapak dan Ibu dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah membekali ilmu pengetahuan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan jenjang pendidikan S1.
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DAFTAR TABEL
1. Tabel 2.1 Bentuk-Bentuk Toleransi .................................................................. 21
2. Table 4.2 Kondisi Fisik Sekolah SMP Negeri 3 Salatiga tahun ajaran 2018 ......................................................................................................................... 43
3. Table 4.3 Bangunan Yang Mengelilingi Sekolah SMP Negeri 3 Salatiga tahun ajaran 2018 ............................................................................................................. 45
4. Table 4.4 Daftar Siswa SMP Negeri 3 Salatiga tahun ajaran 2018 ................... 46
5. Tabel 4.5 Daftar Agama Siswa SMP Negeri 3 Salatiga tahun pelajaran 2018 ........................................................................................................................ 46
6. Tabel 4.6 Daftar Pendidikan Dan Tenaga Kependidikan SMP Negeri 3 Salatiga tahun pelajaran 2018 ....................................................................................... 47
7. Tabel 4.7 Daftar Prasarana SMP Negeri 3 Salatiga tahun pelajaran 2018 ........................................................................................................................ 48
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Daftar Pustaka Lampiran 2 Catatan Lapangan Lampiran 3 Surat Tugas Pembimbing Lampiran 4 Lembar Bimbingan Skripsi Lampiran 5 Surat keterangan Penelitian Lampiran 6 Daftar Nilai SKK Lampiran 7 Riwayat Hidup Penulis Lampiran 8 Foto-foto Hasil Observasi SMP Negeri 3 Salatiga
ABSTRAK
Sari, Anis Mustiya. 2018. Pelaksanaan Pendidikan Nilai Toleransi Di Sekolah Menengah Pertama (Studi Kasus Pada Smp Negeri 3 Salatiga Tahun 2018).
Skripsi, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr. Miftahuddin, M.Ag.
Kata Kunci: Pelaksanaan, Pendidikan, Toleransi.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pelaksanaan pendidikan nilai toleransi di SMP Negeri 3 Salatiga. Fokus masalah yang akan dikaji adalah 1) Apa bentuk-bentuk nilai toleransi yang diajarkan secara intrakurikuler maupun ekstrakurikuler di SMP Negeri 3 Salatiga. 2) Apa faktor-faktor yang mendukung dan faktor-faktor yang menghambat pendidikan nilai toleransi di SMP Negeri 3 Salatiga.
Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian lapangan (field research) dan bersifat deskritif kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara untuk mengetahui pandangan warga sekolah mengenai pelaksanaan pendidikan nilai toleransi, sedangkan data tambahan berupa dokumentasi dan observasi.
Hasil penelitian ini adalah 1) Bentuk-bentuk nilai toleransi yang diajarkan secara intrakurikuler maupun ekstrakurikuler antara lain: a) Mengingatkan untuk beribadah dan berdoa menurut agama masing-masing, b) Menumbuhkan sikap saling kerjasama antar sama lain, c) Mengucapkan selamat hari raya kepada pemeluk agama lain, d) Mengingatkan untuk berpuasa bagi siswa yang muslim di bulan ramadhan dan menghormati siswa yang sedang menjalankan ibadah puasa, e) Memberiikan kesempatan beribadah kepada pemeluk agama lain,
f) Mengingatkan untuk saling menghargai dan menghormati antar sesama teman yang beda agama, g) Saling tolong menolong dan peduli terhadap teman yang berbeda agama. 2) Faktor yang mendukung antara lain: a) Pemahaman atas Bhineka Tungal Ika dan Pancasila, b) Pengenalan toleransi, c) Dorongan pendidik, d) Kebijakan sekolah, e) Kepedulian siswa terhadap hari besar umat beragama. Faktor-faktor yang menghambat pendidikan nilai toleransi antara lain: a) Peraturan sekolah, b) Kurangnya waktu dalam pembelajaran, c) Perbedaan pendapat antar siswa, d) Kurang dukungan dari orang tua, e) Sarana ibadah.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia merupakan bangsa majemuk yang terdiri dari
berbagai suku bangsa, agama, dan bahasa. Kemajemukan ini terjalin dalam satu ikatan bangsa Indonesia sebagai satu kesatuan bangsa yang utuh dan berdaulat. Selain didasari oleh latar belakang sosial budaya, geografis dan sejarah yang sama, kesatuan bangsa Indonesia juga didasari oleh kesatuan pandangan. Ideologi dan falsafah hidup bangsa Indonesia secara holistic tercemin dalam sila-sila Pancasila yang menjadi dasar Negara Indonesia.
Sedangkan kesatuan pandangan ideologi dan falsafah hidup bangsa Indonesia secara eksplisit tercantum dalam lambing Negara yang bertuliskan “Bhineka Tunggal Ika”, yang mengandung makna “beraneka ragam (suku bangsa, agama, bahasa) namun tetap satu (Indonesia)”.
Kemajemukan bangsa Indonesia tidak hanya terlihat dari beragamnya jenis suku bangsa, namun juga dari beragamnya agama yang dianut penduduk.
Suasana kehidupan beragama yang harmonis di lingkungan masyarakat heterogen dengan berbagai latar belakang agama terbangun karena toleransi masyarakat yang saling menghargai adanya perbedaan. Berbagai kegiatan sosial budaya dalam suatu masyarakat seperti kegiatan gotong royong dilakukan bersama-sama oleh semua anggota masyarakat tanpa melihat golongan, suku bangsa, dan agama.
Dilain pihak, suasana harmonis tersebut juga didukung oleh komitmen pemerintah yang menjamin kebebasan setiap warga Negara untuk memeluk agama sesuai dengan keyakinan masing-masing. Komitmen pemerintah tersebut secara eksplisit tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 29 Ayat 2 yang berbunyi: “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu” (Na‟im dan Hendry, 2010:1-10).
Di negara Indonesia, meskipun mayoritas bangsa beragama Islam, namun sikap toleransi tetap menjadi agenda utama. Pemerintah mencanangkan “tri kerukunan hidup beragama”, yaitu kerukunan internal umat beragama, kerukunan antar umat beragama, dan kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah. Tiap-tiap warga Negara di berikan kebebasan untuk memeluk agama sesuai dengan keyakinan masing-masing, yang penting tetap menjaga kerukunan umat beragama (Humaidy dan Masnun, 2007:120-121).
Indonesia adalah Negara yang di dalamnya terdapat kota kecil yang terkenal sangat toleran. Kota Salatiga hanyalah sebuah kota kecil yang terletak di tengah-tengah antara Kota Semarang dengan Surakarta, kendati begitu, Setara Institute menobatkannya sebagai kota paling toleran sepulau Jawa. Kota yang dihuni sekitar 190.000 jiwa dengan populasi agama Islam 75 persen, namun, kedewasaan cara berfikir masyarakatnya layak diacungi jempol. Kota ini berdiam 23 suku yang tentunya memiliki beragam karakter.
Di Salatiga, ada ritual rutin tahunan yang digelar oleh umat Muslim dan Nasrani. Di mana, setiap hari raya Idhul Fitri serta hari raya Idhul Adha, warga yang beragama Islam menggelar sholat Ied di lapangan Pancasila. Sebaliknya, di hari Paskah mau pun Natal, pemeluk agama Nasrani melaksanakan kebaktian bersama di lapangan yang sama. Kebaktian yang sudah dimulai sejak tahun 1970 tersebut, praktis belum pernah menimbulkan persoalan. Padahal, kebaktian berlangsung di depan Masjid Raya Darul Amal yang satu kompleks dengan IAIN.
Inilah kota dimana SMP Negeri 3 Salatiga berdiri, ketolerannya terhadap masyarakat dan menerima warga yang beragama beda, ini yang membuat SMP Negeri 3 Salatiga juga melakukannya dengan menerima siswa yang masuk bukan hanya siswa Islam yang diterima tetapi juga siswa Kristen, Katholik, dan Budha.
Pendidikan adalah proses untuk memberikan manusia berbagai macam situasi yang bertujuan memberdayakan diri. Berbagai teori dan konsep pendidikan arti yang berbeda tentang konsep tersebut. Mereka mendiskusikan apa dan bagaimana tindakan yang paling efektif mengubah manusia agar terbedayakan, tercerahkan, tersadarkan, dan menjadikan manusia sebagaimana mestinya manusia (Lamsuri, 2013:105).
Ada juga yang berpendapat bahwa Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian. Pendidikan sering terjadi di bawah bimbingan orang lain, tetapi juga memungkinkan secara otodidak. Setiap pengalaman yang memiliki efek formatif pada cara orang berpikir, merasa, atau tindakan dapat dianggap pendidikan. Pendidikan umumnya dibagi menjadi tahap seperti prasekolah, sekolah dasar, sekolah menengah dan kemudian perguruan tinggi, universitas atau magang.
Berdasarkan beberapa pendapat tentang pengertian pendidikan di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, pendidikan mengandung tujuan yang ingin dicapai, yaitu aktualisasi potensi-potensi manusia agar bermanfaat bagi kepentingan hidupnya baik sebagai individu maupun sebagai warga masyarakat, warga negara, dan warga dunia. Kedua, untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan perlu melakukan usaha yang disengaja dan diprogramkan untuk memilih materi pembelajaran, strategi kegiatan, dan teknik penilaian yang sesuai. Ketiga, kegiatan tersebut dapat diberikan di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat berupa pendidikan jalur sekolah formal, dan pendidikan jalur luar sekolah informal dan nonformal (Hariyadi, dkk. 2009:8).
Dalam bahasa arab tasamuh memiliki arti toleran, tasamuh berakar dari kata samhan yang memiliki arti mudah. Semetara itu, Kamus Besar Bahasa Indonesia memaknai toleran sebagai berikut: bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dsb) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri.
Jadi, toleransi secara bahasa adalah sikap menghargai pendirian orang lain. Dan menghargai bukan berarti membenarkan apalagi mengikuti. Adapun toleransi dalam terminologi syariat, Nabi bersabda sebagai berikut :
ُّبَحَأ ِناَيْدَ ْلْا ُّيَأ َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُالله ىَّلَص ِالله ِلوُسَرِل َليِق َلاَق ٍساَّبَع ِهْبا ِهَع ُةَحْمَّسْلا ُةَيِفْيِنَحْلا َلاَق ِالله ىَلِإ
Dari Ibnu „Abbas, ia berkata; ditanyakan kepada Rasulullah saw “Agama
manakah yang paling dicintai oleh Allah?” maka beliau bersabda: “Al-
Hanifiyyah As-Samhah (yang lurus lagi mudah/ toleran)”Sikap toleran dalam implemetasinya tidak hanya dilakukan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan aspek spiritual dan moral yang berbeda, tetapi juga harus dilakukan terhadap aspek yang luas, termasuk aspek ideologi dan politik yang berbeda. Menurut Cak Nur, Memahami realitas kemajukan seharusnya tidak hanya sebatas dalam tataran wacana, tetapi juga harus diwujudkan dalam kehidupan dalam bentuk sikap dan perilaku yang toleran.
Toleransi (tasâmuh) berarti sikap membolehkan atau membiarkan ketidaksepakatan dan tidak menolak pendapat, sikap, dan gaya hidup sendiri (Naim, 2014:182).
Penanaman nilai adalah suatu tindakan, perilaku atau proses menanamkan suatu tipe kepercayaan dimana seseorang bertindak atau menghindari suatu tindakan, atau mengenai sesuatu yang pantas atau tidak pantas dikerjakan (Thoha, 1996:61).
Guru sebagai vasilitator yang memegang kunci keberhasilan tujuan pembelajaran. Menurut (Suprijono, 2013:12) Guru memperhatikan pendekatan yang mampu menstimulus setiap siswa dalam mengaitkan toleransi dengan kehidupan sehari-hari karena pada hakikatnya toleransi berhubungan dengan kehidupan manusia secara umum, yang tidak bisa lepas dari kehidupan dalam masyarakat.
Dalam konteks kehidupan pada masa sekarang harus mengedepankan sikap toleransi, menghormati, dan menerima perbedaan yag ada di lingkungan sekitar. Penanaman nilai toleransi bisa dilakukan dari kecil maupun dalam dunia pendidikan, penanaman nilai toleransi bisa dilakukan seseorang atau seorang guru dalam menanamkan atau menekankan suatu tindakan yang yang pantas atau tidak pantas dikerjakan.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di sekolah SMP Negeri 3 Salatiga yaitu kurangnya pemahaman siswa tentang makna toleransi yang mereka lakukan, siswa hanya melakukan kebiasaan yang diturunkan keluarga tentang toleransi. Masalah yang telah disebutkan di atas maka akibat yang tampak yaitu pada siswa kurang menguasai makna toleransi (masih terdapat siswa yang memandang sebelah mata nonmuslim). Dari permasalahan yang timbul di SMP Negeri 3 Salatiga maka perlu solusi yang sesuai dengan permaslahan yang telah terjadi.
Untuk itu peneliti akan mengulas proses pembelajaran tentang penerapan atau penanaman nilai toleransi yang ada di sekolah tersebut, dari bentuk-bentuk toleransi yang diajarkan di sekolahan, faktor yang mendorong dan faktor yang mengambat dalam proses pelaksanaan pendidikan toleransi.
Kegiatan tersebut dilakukan untuk mempermudah kegiatan siswa dalam memahami dan mempratekkan makna toleransi yang tidak bisa lepas dari kehidupan dalam masyarakat. Meskipun mereka berada dalam satu lembaga pendidikan yang terdapat berbagai macam keyakinan beragama dari warga sekolah, tetapi dalam pembelajaran agama siswa Islam melakukan di ruang kelas sedangkan siswa yang nonmuslim keluar di tempat yang khusus.
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang sudah di paparkan, penulis ingin mengadakan penelitian yang berkaitan dengan hal tersebut. Dari uraian tersebut penulis ingin meneliti masalah dengan judul :
PELAKSANAAN PENDIDIKAN NILAI TOLERANSI DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (STUDI KASUS PADA SMP NEGERI 3 SALATIGA TAHUN 2018).
B. Fokus Penelitian 1.
Apa bentuk-bentuk nilai toleransi yang diajarkan secara intrakurikuler maupun ekstrakurikuler di SMP Negeri 3 Salatiga?
2. Apa faktor-faktor yang mendukung dan faktor-faktor yang menghambat pendidikan nilai toleransi di SMP Negeri 3 Salatiga?
C. Tujuan Penelitian 1.
Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat mengetahui tentang bentuk- bentuk nilai toleransi yang diajarkan secara intrakurikuler maupun ekstrakurikuler di SMP 3 Negeri Salatiga.
2. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat mengetahui faktor-faktor yang mendukung dan faktor-faktor yang menghambat pendidikan nilai toleransi.
D. Manfaat Penelitian
Adapun beberapa manfaat yang dapat dipetik dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoretis Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan serta untuk mengembangkan pengetahuan dan keilmuan dalam pelaksanaan pendidikan nilai toleransi, sehingga dari hasil penelitian ini mendapatkan informasi dan refrensi khususnya dalam pelaksanaan pendidikan nilai toleransi pada siswa.
2. Manfaat Praksis a.
Bagi Siswa Penelitian ini diharapkan dapat membuat para siswa mengerti, menghargai dan menerapkan pendidikan nilai toleransi di lingkungan sekolah ataupun lingkungan sekitar.
b.
Bagi Guru Adanya penelitian ini dapat digunakan guru untuk bahan ajar dan mengajarkan pendidikan nilai toleransi melalui mata pelajaran, ekstrakurikuler agar membuat lingkugan sekolah yang damai dan menghargai satu sama lain.
c.
Bagi Peneliti Semoga dapat menambahkan wawasan dan pengetahuan peneliti dalam mengaplikasikan pendidikan nilai toleransi di sekolah yang akan diajar nanti dan mengaplikasikan sikap toleran di lingkunan sekitar.
E. Penegasan Istilah
Untuk menghindari kesalahan dalam mengartikan istilah maka perlu ditegaskan beberapa istilah sebagai berikut:
1. Pelaksanaan Menurut KBBI pelaksanaan adalah cara perbuatan melaksanakan atau rancangan, keputusan (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2007:627).
2. Pendidikan Pendidikan adalah proses untuk memberikan manusia berbagai macam situasi yang bertujuan memberdayakan diri. Berbagai teori dan konsep pendidikan arti yang berbeda tentang konsep tersebut. Mereka mendiskusikan apa dan bagaimana tindakan yang paling efektif mengubah manusia agar terbedayakan, tercerahkan, tersadarkan, dan menjadikan manusia sebagaimana mestinya manusia (Lamsuri, 2013:105).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan menurut peneliti Pendidikan adalah pendidikan yang mengembangkan atau membimbing anak didik, agar anak didik dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari untuk meningkatkan akhlak.
3. Nilai Toleransi Dalam Ensiklopedia Indonesia menjelaskan bahwa nilai merupakan kebutuhan 13 dasar manusia. Dalam arti, sebuah rasa yang menuntut pada pemenuhan dan pemuasan dalam berbagai hal yang menjadi bernilai bagi manusia. Nilai merupakan sesuatu yang dianggap berharga dan menjadi tujuan yang hendak dicapai (Hoeve, 1980: 2390).
Makna nilai adalah berupa norma, etika, peraturan, undang-undang, adat kebiasaan, aturan agama dan rujukan lainnya yang memiliki harga dan dirasakan berharga bagi seseorang dalam menjalani kehidupannya (TIM Pengembangan Ilmu Pendidikan UPI, 2007:45).
Sedangkan menurut kamus besar besar bahasa Indonesia memaknai toleran sebagai berikut: bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dsb) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri.
Jadi toleransi secara bahasa adalah sikap menghargai pendirian orang lain. Dan menghargai bukan berarti membenarkan apalagi mengikuti.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan menurut peneliti nilai toleransi adalah etika seseorang atau sarana untuk menghargai pendirian orang lain bukan berarti membenarkan apalagi mengikuti suatu keyakinan yang dianutnya.
F. Sistematika Penulisan
Skripsi ini terdiri dari lima bab, adapun perincian masing-masing bab berisi sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN: Pada bab ini berisi tentang latar belakang masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah dan sistematika penulisan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA: Pada bab ini berisi tentang landasan teori dan kajian pustaka. BAB III METODE PENELITIAN: Pada bab ini berisi tentang pedekatan dan jenis penelitian, lokasi penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data.
BAB IV PAPARAN DAN ANALISIS DATA: Pada bab ini berisi tentang paparan data dan analisis data. BAB V PENUTUP: Pada bab ini berisi tentang simpulan, saran, pada bagian akhir dilengkapi daftar pustaka dan lampiran-lampiran.
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pengertian Toleransi Kata “toleransi” berasal dari bahasa Inggris, yaitu “tolerance”
berarti sikap membiarkan, mengakui, dan menghormati keyakinan orang lain tanpa memerlukan persetujuan. Bahasa Arab menterjemahkan kata toleransi dengan
“tasamuh” yang berarti saling mengizinkan dan saling memudahkan (Humaidy dan Masnun, 2007:115).
Sedangkan toleransi secara bahasa adalah sikap menghargai pendirian orang lain. Dan menghargai bukan berarti membenarkan apalagi mengikuti. Adapun toleransi dalam terminologi syariat, Nabi bersabda sebagai berikut :
ِناَيْدَ ْلْا ُّيَأ َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُالله ىَّلَص ِالله ِلوُسَرِل َليِق َلاَق ٍساَّبَع ِهْبا ِهَع ُةَحْمَّسْلا ُةَيِفْيِنَحْلا َلاَق ِالله ىَلِإ ُّبَحَأ Dari Ibnu „Abbas, ia berkata; ditanyakan kepada Rasulullah saw “Agama manakah yang paling dicintai oleh Allah?” maka beliau bersabda:
“Al-Hanifiyyah As-Samhah (yang lurus lagi mudah/ toleran)”
Mudah disini bukan berarti bebas. Sebab kita sadar bahwa agama adalah sebuah aturan. Itu artinya, toleransi beragama menurut Islam adalah menghormati atau menolelir dengan tanpa melewati batas aturan agama itu sendiri.
Dalam kamus filsafat dijelaskan toleransi adalah sikap seseorang yang bersabar terhadap keyakinan filosofis dan moral orang lain yang dianggap berbeda, dapat disanggah, atau bahkan keliru. Dengan sikap itu ia juga tidak mencoba menghapuskan ungkapan-ungkapan yang sah dari keyakinan-keyakinan orang lain tersebut. Sikap semacam ini tidak berarti setuju terhadap keyakinan-keyakinan tersebut. Selain itu, tidak berarti juga acuh tak acuh terhadap kebenaran dan kebaikan, dan tidak harus didasarkan atas pemahaman ada tidaknya Tuhan (agnotisisme), atau skeptisisme (paham keraguan), melainkan lebih pada sikap hormat terhadap martabat manusia yang bebas (Humaidy dan Masnun, 2007:115).
Dalam Al- Qur‟an juga sudah dijelaskan bahwa tidak ada paksaan kepada seseorang untuk memeluk suatu agama. Allah berfirmaan pada surat
Al Baqarah ayat 256 sebagai berikut:
Artinya : “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam);Sesungguhnya Telah jelas jalan yang benar dari pada jalan yang sesat.
Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada
Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah berpegang kepada buhul tali yang
amat Kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha
Mengetahui.(Al-Baqarah, ayat 256)Memang Allah sengaja melarang kita untuk memaksakan seseorang dalam beragama. Karena hal itu telah menjadi wewenang Allah sendiri untuk menjadikan seseorang sebagai orang kafir atau sebagai orang yang beriman (Ali, 1983:5-6). Karena itulah Allah menerangkan dalam firmannya sebagai berikut:
Artinya: Dia-lah yang menciptakan kamu Maka di antara kamu adayang kafir dan di antaramu ada yang mukmin. dan Allah Maha melihat apa
yang kamu kerjakan.( QS. Taghabun:2)Toleransi dapat diartikan sebagai sikap membiarkan, menenggang dan menghormati pendapat/sikap pihak lain walau yang membiarkannya tidak sependapatnya. Toleransi sangat dibutuhkan dalam kehidupan karena keragaman dan perbedaan adalah keniscayaan. Tanpa toleransi, hidup akan terganggu (Shihab, 2016:183).
Toleransi agama adalah pengakuan adanya kebebasan setiap warga untuk memeluk agama yang menjaga keyakinannya dan kebebasan untuk menjalankan ibadahnya. Toleransi beragama meminta kejujuran, kebesaran jiwa, kebijaksanaan dan tanggung jawab, sehingga menumbuhkan perasaan solidaritas dan mengeleminir egoisme golongan.
Toleransi hidup beragama itu bukan suatu campur aduk, melainkan terwujudnya ketenangan, saling menghargai bahkan sebenarnya lebih dari itu, antar pemeluk agama harus dibina gotong royong di dalam membangun masyarakat sendiri dan demi kebahagiaan bersama.
Toleransi dalam pergaulan hidup antar umat beragama berpangkal dari penghayatan ajaran agama masing-masing. Demi memelihara kerukunan beragama sikap toleransi harus dikembangkan untuk menghindari konflik. Biasanya konflik antar umat beragama disebabkan oleh sikap merasa paling benar (truth claim) dengan cara mengeliminasi kebenaran dari orang lain (Humaidy dan Masnun, 2007:116).
Di dalam hati, iman seorang muslim tidak boleh luntur, haruslah kokoh dan menutup diri dari keyakinan lain yang sudah barang tentu keliru.
Dan sebetulnya, ini bukan prinsip Islam saja, semua pemeluk agama pasti memiliki prinsip: membenarkan keyakinan diri dengan seyakin-yakinnya, seraya meyakini kekeliruan-kekeliruan keyakinan agama lain. Adapun toleransi adalah bagaimana memelihara keimanan di dalam batin agar tetap suci tanpa terkotori dan tercampuri keyakinan lain, namun secara lahir, seorang harus bisa menghormati dan memberi ruang kepada pemeluk agama lain untuk mengamalkan keyakinan-keyakinan. Menyalahkan keyakinan agama lain memang sudah niscaya, tetapi hatilah tempatnya, bukan lisan dan sikap (Yahya, 2017:5).
Sikap kaum muslim kepada penganut agama lain jelas, sebagaimana ditegaskan dalam Al- Qur‟an yaitu berbuat baik kepada mereka dan tidak menjadikan perbedaan agama sebagai alasan untuk tidak menjalani hubungan kerjasama dengan mereka, lebih-lebih mengambil sikap tidak toleran dengan mereka, lebih-lebih mengambil sikap tidak toleran dengan mereka. Islam sama sekali tidak melarang orang Islam memberikan bantuan kepada siapa pun selama mereka tidak memusuhi orang Islam, tidak melecehkan simbol-simbol keagamaan mereka atau mengusir kaum muslimin dari Negeri mereka (Humaidy dan Masnun, 2007:117).
Dari Uraian di atas toleransi adalah sikap tengang rasa terhadap teman atau masyarakat yang mempunyai keyakinan yang berbeda dengan keyakinan diri sendiri miliki, menghargai apa yang dilakukan, dan tidak menjelek-jelekkan satu sama lain.
2. Bentuk-Bentuk Toleransi
Bentuk-bentuk toleransi yang harus dilaksanakan sebagai berikut: a.
Toleransi Agama Bentuk toleransi ini meliputi toleransi akidah, toleransi ibadah, toleransi muamalah.
1) Toleransi Akidah
Akidah adalah ajaran Islam yang berkaitan dengan kepercayaan yang sifatnya demikian mantap mengikat hati sang muslim sehingga hatinya tidak tergoyahkan oleh apa pun. Kepercayaan yang sedemikian mantap sehingga kalau ia dipaksa mengubahnya, maka kendati lidahnya berucap yang bertentangann dengan akidahnya, hatinya tidak ikut bergerak dan menyimpang (Shihab, 2016:187). para ulama sering menyebut ayat ke 136 dalam surat Al-
Baqarah, sebagai ayat toleransi akidah sebagai berikut:
Artinya : “Katakanlah (hai orang-orang mukmin): "Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. kami tidak membeda-bedakan seorangpun diantara mereka dan kami Hanya tunduk patuh kepada-Nya".
Ayat ini semacam satire atau sindiran baik kepada Yahudi yang mengingkari kenabian Isa dan Muhammad, maupun Nasrani yang mengingkari Muham mad saja. “Kami tidak seperti kalian yang tidak toleran kepada satu atau dua Nabi. Kami iman kepada semua Nabi”. Begitu kandungan ayat tersebut.
Akidah Islam dalam sanubari setiap insan muslim memang harus terpatri secara kokoh. Seorang muslim harus memiliki hati yang meyakini seyakin-yakinnya bahwa kebenaran hanyalah Islam. Tetapi, dalam sikap Islam mengajarkan seorang muslim haruslah menghargai keyakinan agama lain. Untuk itu ayat Al-
Qur‟an yang paling toleran adalah
“Tidak ada paksaan dalam agama.” Artinya,
meski seorang muslim wajib meyakini kebenaran agamanya dan meyakini kebatilan keyakinan lain, tetapi seorang muslim tidak lantas boleh memaksakan keyakinannya untuk diyakini orang lain. Ini toleransi akidah (Yahya, 2017:58-59). 2)
Toleransi Ibadah Dimasa Rasulullah seorang mualaf mengeluh kepada Nabi karena belum bisa meninggalkan maksiat. “wahai Rasulullah, sebenarnya hamba ini selalu saja berbuat dosa dan sulit untuk meninggalkannya,” katanya.
Jawab Rasulullah, “maukah engkau berjanji bahwa engkau tidak akan berkata bohong?”
“Ya saya berjanji,” jawab lelaki itu. Di dalam hati, lelaki itu merasa puas sebab menemukan jawaban dan solusi yang mudah. Ia pun kemudian bermaksud kembali melakukan maksiat, tapi setiap kali ia hendak melakukan maksiat, ia selalu ingat Nabi, dan selalu berpikir bagaimana jika ia ditanya Nabi sedang ia sudah berjanji untuk tidak berbohong. Akhirnya lelaki itu pun tidak lagi melakukan maksiat.
Ini menjadi bukti bahwa yang harus didakwahkan pertama kali kepada nonmuslim adalah iman (keyakinan saja). Sementara Islam (dalam arti pengamalan ibadah) itu bisa menyusul dan memang membutuhkan proses adaptasi (Yahya, 2017:65).
Upaya-upaya membangun toleransi melalui aspek teologis, seperti doa dan ibadah bersama, adalah gagasan yang sudah muncul sejak era jahiliyah dan sejak itu pula telah ditolak oleh Al-
Qur‟an melalui surah Al-Kafirun. penggagas teologi inklusif jahiliyah itu adalah: Al-Aswad bin Muthalib, Walid bin Mughirah, Umayah bin Khalaf, dan Al-Ash bin Wail. Mereka menawarkan secara terang kepada Rasulullah:
“Wahai Muhammad, bagaimana jika kami
menyembah Tuhan-Mu setahun, dan Engkau menyembah Tuhan kami satu tahun?”.
Sekilas, usulan Al-Aswad dan kawan-kawannya adalah baik dan toleran. Sebuah upaya negosiasi yang lahir dari keputusan masyarakat makkah saat itu, saat masyarakat makkah yang homogen, tidak terbiasa dengan sebuah perbedaan. Lalu sikap Rasulullah atas tawaran itu? Tentu Rasulullah menolak. Dan tak lama, turunlah surah Al-Kafirun.
Artinya: Katakanlah (wahai Muhammad: "Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang Aku sembah. Dan Aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang Aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku."
Tegas ayat ini menolak sinkretisme. Sebagai agama yang suci akidah dan syariah, Islam tidak akan mengotorinya dengan mencampur dengan akidah dan syariah lain. Dan ini bukan bentuk toleransi, sebab ranah toleransi adalah menghargai bukan membenarkan dan mengikuti (Yahya, 2017:4-5). 3)
Toleransi Muamalah Dalam masalah muamalah transaksional, Islam sangat toleran dengan tidak melarang seorang muslim melakukan transaksi niaga atau bekerja sama dengan nonmuslim dalam urusan duniawi. Rasulullah saja bermuamalah duniawi dengan orang-orang nonmuslim, seperti riwayat Aisyah: “Rasulullah meninggal, sedang baju besi-Nya tergadaikan pada seorang Yahudi dengan (pinjaman) tiga puluh, tiga puluh
sha‟ jagung.” (Yahya, 2017:73-74).
Hal ini dilakukan untuk mengajarkan kepada umatnya bahwa kerjasama dengan orang-orang nonmuslim adalah sikap dan pandangan Islam.
Meskipun Islam adalah agama misi, namun tetap menekankan sikap toleransi (tasamuh/tepa selira) dalam persebaran Islam. Islam melarang sikap permusuhan dan menebar kebencian diantara manusia. Cara-cara kekerasan dan kebatilan dalam berdakwah justru akan merendahkan citra Islam sebagai agama rahmatan lil alamin (Humaidy dan Masnun, 2007:119-120).
b.
Toleransi Sosial Mengenai toleransi sosial ini dalam masyarakat yang serba beranekaragam, baik ras, tradisi, keyakinan maupun agama, ajaran
Islam menegakkan kedamaian hidup bersama dan melakukan kerjasama dalam batas-batas tertentu. Hal tersebut dilakukan tanpa harus mengorbankan akidah dan ibadah yang telah diatur dan ditentukan secara rinci dan jelas dalam ajaran Islam.
Dalam kehidupan bermasyarakat bentuk-bentuk penerapan sikap toleransi yang harus diterapkan adalah toleransi beragama, meliputi toleransi akidah, toleransi ibadah, toleransi muamalah. kita diperbolehkan Allah untuk melakukan toleransi beragama selama toleransi tidak keluar batas agama dalam Islam.
Begitu pula dengan toleransi sosial, diperbolehkan untuk melakukan bakti sosial kepada nonmuslim, dan tidak memandang rendah mereka karena beda agama. Mungkin kita dengan bertoleransi dengan masyarakat nonmuslim akan memberikan hidayah kepada mereka. Contoh bentuk-bentuk toleransi sebagai berikut:
Tabel 2.1 Toleransi Agama Toleransi Sosial
Akidah Ibadah Muamalah 1.
1.
1.
1. Menghargai Memberikan Melakukan Memberikan dan kesempatan jual beli rasa aman menghormati kepada teman dengan kepada umat perayaan hari nonmuslim nonmuslim. lain yang besar untuk berdoa sedang keagamaan sesuai beribadah. umat lain. agamanya masing-masing.
2.
2.
2.Menerima
2.Mengadakan Tidak Memberikan menghina dan kesempatan jamuan dari silaturahmi menjelek- untuk nonmuslim, dengan tetangga jelekkan ajaran melaksana-kan kalau yang yang berbeda agama lain. ibadah bagi dijamukan agama dan nonmuslim. dalam Islam menolong diperbolehkan. tetangga beda agama yang sedang kesusahan.
3. Tingkat Makna dan Praktik Toleransi dalam Sejarah
Dalam perkembangannya, makna dan praktik toleransi mengalami pendalaman. Toleransi bukan hanya sekedar menerima perbedaan. Dalam buku Henry Thomas, dkk. Michael Walzer menunjukkan beberapa tingkat makna dan praktik toleransi dalam sejarah, menurutnya ada beberapa makna dan juga gradasi praktik toleransi.
a.
Tingkat pertama Praktik toleransi yang berlangsung di Eropa sejak abad ke-16 dan ke-17 sebenarnya baru sekedar praktik penerimaan pasif terhadap perbedaan demi lahirnya perdamaian. Sebagaimana diketahui, di masa itu telah terjadi perang antara Katolik dan Protestan yang berlangsung lama sehingga pihak-pihak yang bertikai akhirnya merasa lelah dan mengajukan damai dengan menerima keberadaan masing-masing.
Dalam pandangannya, pengertian ini belum cukup untuk memaknai toleransi yang lebih aktif.
b.
Tingkat kedua . Walzer menyebut tingkat kedua ini sebagai ketidakpedulian yang lunak pada perbedaan. Pada tingkat ini, keberadaan orang lain (the
others) sebenarnya sudah diakui. Hanya saja kehadirannya tidak
memiliki makna apa-apa. Barangkali pengertian ini masih pada tingkat yang minimal dalam relasi antar-yang berbeda. Kita mengetahui bahwa kita punya tetangga yang berbeda, tetapi kita tidak terlalu peduli pada perbedaan itu. Bahkan kita cenderung tidak mau tahu pada perbedaan itu. Hal itu bisa saja karena kekhawatiran akan membuat mereka berselisih paham misalnya. Dalam konteks toleransi pada perbedaan, kondisi seperti ini tentu masih belum ideal untuk menyebutnya sebagai sikap saling toleran. Baru pada tingkat ketiga kita melihat adanya pengakuan (recognition) terhadap yang berbeda. Pada tahap ini kita mengakui orang lain memiliki hak-hak dasar yang tidak bisa dilangkahi meski kita tidak menyetujui isi pandangan pihak lain itu. Toleransi pada tingkat ini tentu saja sudah beranjak lebih jauh dimana perbedaan tidak harus disikapi secara negatif. Secara praktis, jika sebuah masyarakat mampu mencapai level ini, sebenarnya mereka sudah mencapai tingkat hubungan toleransi yang baik atau cukup dalam membangun kehidupan bersama dalam damai (peaceful coexistence). Mereka saling mengakui adanya perbedaan dan tidak mempersoalkan perbedaan itu meski mereka tidak saling bersepakat.
c.
Tingkat ketiga Pada tingkat ini kita tidak hanya mengakui adanya perbedaan tetapi juga bersikap terbuka pada yang lain, kita memang sudah mengakui adanya perbedaan bahkan pada hal yang sangat prinsip, tetapi setiap pihak masih belum membangun sikap saling terbuka dan belum ada upaya saling mengerti (mutual understanding). d.
Tingkat keempat Pada tingkat ini keterbukaan dan upaya membangun saling pengertian terjadi. Tentu saja jika sebuah masyarakat mampu mencapai level ini, mereka sudah mencapai level yang sangat baik.
e.
Tingkat kelima Pada tingkat yang dianggap sebagai capaian tertinggi dalam praktik toleransi, kita tidak hanya mengakui dan terbuka, tetapi juga mendukung, merawat, dan merayakan perbedaan itu (Thomas, dkk. 2017:10-12).
4. Ciri-Ciri Toleran Terhadap Sesama
Dalam melakukan toleransi ada beberapa ciri-ciri toleran menurut Hasyim sebagai berikut: a.
Mengakui hak setiap orang Setiap manusia tentunya mempunyai pandangan berbeda-beda dalam kehidupannya. Percaya hak setiap orang merupakan suatu sikap mental yang mengakui bahwa setiap manusia berhak untuk menentukan tingkah laku dan nasibnya masing-masing. Tentu saja sikap dan perilaku yang dijalankan itu tidak melanggar hak orang lain karena kalau demikian, kehidupan masyarakat akan kacau.
Suatu sikap mental yang mengakui hak setiap orang di dalam menentukan sikap atau tingkah laku dan nasibnya masing-masing.
Tentu saja sikap dan perilaku yang dijalankan itu tidak melanggar hak orang lain karena kalau demikian, kehidupan masyarakat akan kacau. Hak disini menyangkut pertama-tama adalah hak yang dimiliki individu-individu. Negara tidak boleh menghindari atau mengganggu individu dalam mewujudkan hak-hak yang ia miliki. Contoh : hak beragama, hak mengikuti hati nurani, hak mengemukakan pendapat.
b.
Menghormati keyakinan orang lain Menghormati keyakinan orang lain berarti memiliki sikap lapang dada untuk menghormati dan membiarkan pemeluk agama lain melaksanakan ibadah menurut ajaran dan ketentuan agama masing- masing yang diyakininya, tanpa ada yang mengganggu atau memaksakan baik orang lain maupun dari keluarganya sekalipun.
Bila seseorang tidak menghormati keyakinan orang lain, artinya soal perbedaan agama, perbedaan keyakinan dan perbedaan pandangan hidup akan menjadi bahan ejekan atau bahan cemoohan di antara satu orang dengan lainnya.
c.