Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Merokok Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN

DENGAN PERILAKU MEROKOK SISWA

SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 3

KOTA TANGERANG SELATAN

TAHUN 2012

Skripsi Diajukan Sebagai Tugas Akhir Strata-1 (S-1) pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Oleh :

Ade Sulistyawan

108104000015

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1433 H / 2012 M


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

v

Nama : ADE SULISTYAWAN

Tempat, Tanggal Lahir : Kebumen, 14 Maret 1990

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Alamat : Persada Raya, Blok H.3 no.20, RT 06 RW 08 Kel. Gembor, Kec. Periuk, Kota Tangerang

Anak ke : 1 dari 2 bersaudara

Telepon : 085692322305

E-mail : ade.sulistyawan@gmail.com Riwayat Pendidikan :

1. TK Al - Hikmah Kota Tangerang 2. SD Negeri Gebang Raya I

3. SMP Negeri 12 Tangerang 4. SMA Negeri 8 Tangerang

5. S1 Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pengalaman Organisasi :

1. Staff Ahli Divisi Infokom BEMJ Ilmu Keperawatan tahun 2009-2010. 2. Ketua Departemen Kesenian dan Olahraga BEMF Kedokteran dan Ilmu


(7)

vi

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb

Alhamdulillahi rabbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat, berkah serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Merokok Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012”.

Shalawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW yang telah menjadi suri tauladan sehingga penulis tetap semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis sadar bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. DR (hc). Dr. Muhammad Kamil Tadjuddin, Sp. And, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. dr. H.M. Djauhari W, AIF., PFK, selaku Pembantu Dekan Bidang Akademik Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Drs. H. Achmad Ghalib, MA, selaku Pembantu Dekan Bidang Administrasi Umum Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.


(8)

vii

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Ibu Tien Gartinah, MN, selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK).

6. Bapak Waras Budi Utomo, S. Kep, Ns., MKM, selaku pembimbing akademik penulis yang selalu memotivasi penulis untuk selalu bersemangat dalam perkuliahan dan penyusunan skripsi ini.

7. Ibu Nia Damiati, S. Kp, MSN, selaku pembimbing I yang telah meluangkan waktu dan mencurahkan pikirannya untuk memberikan masukan, nasihat, petunjuk dan arahan serta motivasi kepada penulis dalam menyusun skripsi ini, terutama dalam hal konsep, gagasan dasar dan teori yang menunjang penelitian ini.

8. Ibu Yuli Amran, SKM, MKM, selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan mencurahkan pikirannya untuk memberikan masukan, nasihat, petunjuk dan arahan serta motivasi kepada penulis dalam menyusun skripsi ini terutama dalam hal metode penelitian dan konsep statistika.

9. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mengajarkan dan membimbing penulis, serta staff akademik (Bapak Azib Rosyidi S. Psi dan Ibu Syamsiah) atas bantuannya yang telah memudahkan penulis dalam proses belajar di PSIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(9)

viii

10.Segenap jajaran staf dan karyawan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN.

11.Kepala Sekolah SMPN 3 Kota Tangerang Selatan yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut. 12.Orang tua tercinta (Bapak Suyadi dan Ibu Turyati), serta Adik (Nurul

Istiqomah) yang telah memberikan perhatian, kasih sayang tulus dan selalu mendoakan serta memberikan motivasi tiada hentinya kepada penulis.

13.Sri Fitdiyah Ningsih yang telah banyak membantu dan menjadi teman berdiskusi serta tukar pikiran yang baik selama proses perkuliahan dan pembuatan skripsi ini.

14.Teman-teman di semua jurusan di FKIK yang telah banyak membantu penulis selama proses perkuliahan di kampus.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu, penulis menerima segala bentuk kritik, saran, dan masukan yang membangun demi perbaikan di masa mendatang.

Wassalamu’alaikum wr.wb

Jakarta, Oktober 2012


(10)

ix

Ade Sulistyawan, NIM : 108104000015

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Merokok Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012

xxvii + 138 halaman, 21 tabel, 3 gambar, 4 lampiran Abstrak

Data menunjukkan perilaku merokok remaja saat ini cenderung meningkat, usia mulai merokokpun semakin bergeser ke usia yang lebih muda. Studi pendahuluan yang dilakukan di SMPN 3 Kota Tangerang Selatan pada bulan Maret 2012 menunjukkan 35% siswa SMPN 3 Tangerang Selatan usia 11-14 tahun sudah mulai menjadi perokok. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat faktor apa saja yang berhubungan dengan perilaku merokok siswa SMPN 3 Tangerang Selatan. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2012 di SMPN 3 Kota Tangerang Selatan. Sampel penelitian berjumlah 288 siswa. Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Data yang diperoleh kemudian diolah dengan uji statistik chi square. Hasil penelitian menunjukan bahwa siswa yang merokok sebanyak 64 siswa (22,2%). Berdasarkan hasil analisa uji statistik didapatkan variabel yang berhubungan dengan perilaku merokok siswa adalah jenis kelamin (p=0,000), pengetahuan (p=0,000), sikap (p=0,000), tindakan (p=0,000), merasa kesulitan dalam pelajaran (p=0,000), ingin terlihat keren (p=0,000), ingin diterima dalam pergaulan (p=0,015), ingin mencoba merokok (p=0,000), orang tua yang merokok (p=0,000), saudara serumah yang merokok (p=0,001), teman yang merokok (p=0,006), dan pengaruh iklan rokok (p=0,000). Sedangkan variabel yang tidak berhubungan adalah sarana dan prasarana (p=0,428). Guna menurunkan angka remaja yang merokok perlu dilakukan beberapa usaha oleh pihak terkait, seperti pembuatan regulasi yang mengatur reklame iklan rokok di tempat umum, penjualan rokok kepada anak dibawah umur, edukasi sejak dini dan berkelanjutan tentang rokok serta bahaya yang ditimbulkannya dan membentuk grup diskusi untuk membicarakan masalah yang dialami siswa sehingga berguna mengurangi angka merokok karena alasan psikologis.

Kata kunci : Merokok, Remaja Daftar bacaan : 39 (1988 – 2012)


(11)

x

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES DEPARTMENT OF NURSING

Undergraduated Thesis, October 2012 Ade Sulistyawan, NIM : 108104000015

Factors Associated With Student’s Smoking Behavior At Public Junior High

School (SMPN) 3 South Tangerang City Year 2012 xxvii + 138 pages, 21 tables, 3 images, 4 attachments

Abstract

Nowadays adolescent’s smoking behavior tends to increase, and smokers behavior shifted from older age of smoker to a younger one. Preliminary studies conducted in SMPN 3 South Tangerang City on March 2012 showed that 35% of students ages 11-14 years has started to become smokers. This research’s purpose

to see factors associated with student’s smoking behavior at SMPN 3 South Tangerang City. The design is a quantitative study, with cross sectional approach. The research was conducted on June 2012 at SMPN 3 South Tangerang City. The number of samples in this study were 288 students. The data was collected using self-questionnaires. The data obtained and processed with statistical chi square test. The results of study showed that students who smoked as many as 64 students (22.2%). Based on the analysis of statistical tests known variables associated with smoking behavior of students are gender (p=0.000), knowledge (p=0.000), attitude (p=0.000), action to people’s smoking behavior around them (p=0.000), feel difficulty in learning (p=0.000), wants to look cool (p=0.000), wants to be accepted socially (p=0.015), wants to try smoking (p=0.000), parents smoking behavior (p=0.000), siblings smoking behavior (p=0.001), friends smoking behavior (p=0.006), and the influence of tobacco advertising (p=0,000). Variable that not related is the availability of facilities (0.428). In order to reduce the number of teens smoker, all relevant parties have to do some effort, such as tighten the regulations of tobacco advertising billboards in public areas, cigarettes selling, early and continuum education about cigarette and it dangers, in addition developing groups’ discussion to talk about the problems experienced by students will also useful to reduce smoking rates caused by psychological reasons.

Keywords : Smoking, Adolescent Reference : 39 (1988 - 2012)


(12)

xi

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xx

DAFTAR GAMBAR ... xxii

DAFTAR LAMPIRAN ...xxiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Pertanyaan Penelitian ... 10

D. Tujuan Penelitian ... 10

1. Tujuan Umum ... 10

2. Tujuan Khusus ... 11

E. Manfaat Penelitian... 11


(13)

xii

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 13

A. Remaja ... 13

1. Definisi ... 13

2. Klasifikasi dan Pembagian Usia ... 14

3. Tahap Perkembangan Remaja ... 16

4. Karakteristik Masa Remaja ... 19

5. Perubahan Sosial pada Masa Remaja ... 24

B. Merokok ... 26

1. Perilaku Merokok ... 26

2. Tahapan Perilaku Merokok ... 29

3. Klasifikasi Perilaku Merokok ... 32

4. Jenis Rokok ... 33

5. Motif Perilaku Merokok... 34

6. Dampak Perilaku Merokok ... 36

7. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Merokok pada Remaja ... 37

C. Penelitian Terkait ... 47

D. Kerangka Teori ... 49

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 52

A. Kerangka Konsep ... 52

B. Hipotesis ... 53

C. Definisi Operasional dan Metode Pengukuran ... 55

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 61


(14)

xiii

D. Teknik Pengambilan Sampel (Sampling) ... 64

E. Teknik Pengambilan Data... 65

F. Instrumen Penelitian ... 65

G. Proses Pengambilan Data ... 70

H. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ... 71

I. Rancangan Analisa Data ... 72

1. Analisis Univariat ... 72

2. Analisis Bivariat ... 72

J. Pengolahan Data... 73

1. Editing ... 73

2. Coding ... 73

3. Data Entry ... 74

4. Cleaning ... 74

K. Etika Penelitian ... 74

1. Prinsip Etik ... 74

2. Informed Consent ... 75

BAB V HASIL PENELITIAN ... 77

A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 77

1. Gambaran Umum SMPN 3 Kota Tangerang Selatan ... 77

2. Gambaran Umum Individu... 78

B. Analisis Statistik... 79


(15)

xiv

a) Gambaran Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 79 b) Gambaran Karakteristik Siswa yang Merokok di SMPN 3 Kota

Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 79 c) Gambaran Karakteristik Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan

Tahun 2012 ... 83 1) Gambaran Jenis Kelamin Siswa SMPN 3 Kota Tangerang

Selatan Tahun 2012 ... 84 2) Gambaran Tingkat Pengetahuan Siswa SMPN 3 Kota

Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 85 3) Gambaran Tingkat Sikap Siswa SMPN 3 Kota Tangerang

Selatan Tahun 2012 ... 85 4) Gambaran Tingkat Tindakan Siswa SMPN 3 Kota Tangerang

Selatan Tahun 2012 ... 86 5) Gambaran Karakteristik Siswa SMPN 3 Kota Tangerang

Selatan Tahun 2012 Berdasarkan Alasan Psikologis : Merasa Kesulitan dalam Pelajaran ... 86 6) Gambaran Karakteristik Siswa SMPN 3 Kota Tangerang

Selatan Tahun 2012 Berdasarkan Alasan Psikologis : Ingin Mencoba Merokok ... 87 7) Gambaran Karakteristik Siswa SMPN 3 Kota Tangerang

Selatan Tahun 2012 Berdasarkan Alasan Psikologis : Ingin Terlihat Keren ... 87


(16)

xv

Diterima dalam Semua Pergaulan ... 87 9) Gambaran Karakteristik Sarana dan Prasarana Siswa SMPN 3

Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 88 10)Gambaran Karakteristik Siswa SMPN 3 Kota Tangerang

Selatan Tahun 2012 Berdasarkan Pengaruh Lingkungan Sosial : Orang Tua yang Merokok ... 88 11)Gambaran Karakteristik Siswa SMPN 3 Kota Tangerang

Selatan Tahun 2012 Berdasarkan Pengaruh Lingkungan Sosial : Saudara Serumah yang Merokok... 89 12)Gambaran Karakteristik Siswa SMPN 3 Kota Tangerang

Selatan Tahun 2012 Berdasarkan Pengaruh Lingkungan Sosial : Teman yang Merokok ... 89 13)Gambaran Karakteristik Siswa SMPN 3 Kota Tangerang

Selatan Tahun 2012 Berdasarkan Pengaruh Lingkungan Sosial : Pengaruh Iklan Rokok ... 90 2. Analisis Bivariat ... 90 a) Hubungan Jenis Kelamin dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN

3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 90 b) Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3

Kota Tangerang Selatan Tahun 2012... 91 c) Hubungan Sikap dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota


(17)

xvi

d) Hubungan Tindakan dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012... 94 e) Hubungan Alasan Psikologis : Merasa Kesulitan dalam Pelajaran

dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 96 f) Hubungan Alasan Psikologis : Ingin Mencoba Merokok dengan

Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 97 g) Hubungan Alasan Psikologis : Ingin Terlihat Keren dengan

Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 98 h) Hubungan Alasan Psikologis : Ingin Diterima dalam Semua

Pergaulan dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 100 i) Hubungan Sarana dan Prasarana dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 101 j) Hubungan Pengaruh Lingkungan Sosial : Orang Tua yang Merokok dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 102 k) Hubungan Pengaruh Lingkungan Sosial : Saudara Serumah yang Merokok dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 104


(18)

xvii

Tahun 2012 ... 105

m) Hubungan Pengaruh Lingkungan Sosial : Pengaruh Iklan Rokok dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 107

BAB VI PEMBAHASAN ... 110

A. Keterbatasan Penelitian ... 110

B. Analisis Univariat ... 110

1. Perilaku Merokok ... 110

C. Analisis Bivariat ... 112

1. Hubungan Jenis Kelamin dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 112

2. Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012... 114

3. Hubungan Sikap dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 115

4. Hubungan Tindakan dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012... 117

5. Hubungan Alasan Psikologis : Merasa Kesulitan dalam Pelajaran dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 119


(19)

xviii

6. Hubungan Alasan Psikologis : Ingin Mencoba Merokok dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 121 7. Hubungan Alasan Psikologis : Ingin Terlihat Keren dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 123 8. Hubungan Alasan Psikologis : Ingin Diterima dalam Semua Pergaulan dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 125 9. Hubungan Sarana dan Prasarana dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 127 10.Hubungan Pengaruh Lingkungan Sosial : Orang Tua yang Merokok dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 128 11.Hubungan Pengaruh Lingkungan Sosial : Saudara Serumah yang Merokok dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 130 12.Hubungan Pengaruh Lingkungan Sosial : Teman yang Merokok dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 131 13.Hubungan Pengaruh Lingkungan Sosial : Pengaruh Iklan Rokok dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 133


(20)

xix

B. Saran ... 138

1. Bagi SMPN 3 Kota Tangerang Selatan ... 138

2. Bagi Instansi Pemerintahan Kota Tangerang Selatan ... 138

3. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 138

DAFTAR PUSTAKA ...xxiv LAMPIRAN


(21)

xx

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1Definisi Operasional dan Metode Pengukuran ... 55 Tabel 5.1 Distribusi Proporsi Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota Tangerang

Selatan Tahun 2012 ... 79 Tabel 5.2 Karakteristik Siswa yang Merokok berdasarkan Lama Merokok ... 80 Tabel 5.3 Karakteristik Siswa yang Merokok berdasarkan Jumlah Rokok yang

Dihisap Perhari ... 80 Tabel 5.4 Karakteristik Siswa yang Merokok berdasarkan Tempat untuk

Merokok ... 81 Tabel 5.5 Karakteristik Siswa yang Merokok berdasarkan Jenis Rokok yang

Dihisap ... 81 Tabel 5.6 Karakteristik Siswa yang Merokok berdasarkan Merek Rokok yang

Dihisap ... 82 Tabel 5.7 Distribusi Proporsi Karakterisik Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan

Tahun 2012 ... 83 Tabel 5.8 Hubungan Jenis Kelamin dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3

Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 90 Tabel 5.9 Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota

Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 92 Tabel 5.10 Hubungan Sikap dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota

Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 93 Tabel 5.11 Hubungan Tindakan dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota


(22)

xxi

Tabel 5.13 Hubungan Mencoba Merokok dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 97 Tabel 5.14 Hubungan Ingin Terlihat Keren dengan Perilaku Merokok Siswa

SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 99 Tabel 5.15 Hubungan Ingin Diterima dalam Semua Pergaulan dengan Perilaku

Merokok Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 100 Tabel 5.16 Hubungan Sarana dan Prasarana dengan Perilaku Merokok Siswa

SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 101 Tabel 5.17 Hubungan Orang Tua yang Merokok dengan Perilaku Merokok Siswa

SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 103 Tabel 5.18 Hubungan Saudara Serumah yang Merokok dengan Perilaku Merokok

Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 104 Tabel 5.19 Hubungan Teman yang Merokok dengan Perilaku Merokok Siswa

SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 106 Tabel 5.20 Hubungan Pengaruh Iklan Rokok dengan Perilaku Merokok Siswa


(23)

xxii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Teori Precede-Proceed (Green, 1991) ... 27 Gambar 2.2 Kerangka Teori Penelitian... 51 Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian ... 52


(24)

xxiii

Lampiran 1. Surat Perizinan Lampiran 2. Informed Consent Lampiran 3. Kuesioner Penelitian Lampiran 4. Hasil Pengolahan Data


(25)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak dua dekade yang lalu WHO telah menetapkan tanggal 31 Mei 1988 sebagai Hari Bebas Tembakau Sedunia. Hal ini menunjukkan semakin meningkatnya perhatian dunia, terutama kalangan kesehatan terhadap akibat negatif rokok bagi kesehatan dan kesejahteraan manusia. Meningkatnya perhatian ini juga disebabkan oleh tren yang menunjukkan perilaku merokok di beberapa negara berkembang termasuk Indonesia cukup tinggi, bahkan ada kecenderungan semakin meningkat (Aditama dan Bernida, 1995).

Tren peningkatan perilaku merokok ini diperkuat oleh data yang menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki tingkat konsumsi dan produksi rokok yang tinggi. Menurut Bank Dunia yang dikutip Depkes RI tahun 2002, konsumsi rokok di Indonesia sekitar 6,6% dari konsumsi rokok di seluruh dunia (Alamsyah, 2009). Data United States Department of Agriculture (USDA) tahun 2002 juga menyebutkan Indonesia mengkonsumsi rokok sebanyak 182 miliar batang rokok per tahunnya. Angka ini menempatkan Indonesia di posisi kelima dunia dalam jumlah konsumsi rokok per tahun, sesudah Cina (1.697,3 miliar batang), Amerika Serikat (463,5 miliar batang), Rusia (375,0 miliar batang) dan Jepang (299,1 miliar batang). Jika dilihat secara aggregate, konsumsi rokok di Indonesia meningkat 7 kali lipat selama periode


(26)

1970-2000, dari 33 milyar batang pada tahun 1970 menjadi 217 milyar batang pada tahun 2000 (Depkes, 2004). Lebih dari separuh (52,3%) perokok rata-rata menghisap 1-10 batang rokok per hari dan sekitar 20% sebanyak 11-20 batang per hari (Depkes 2010).

Tingginya angka konsumsi rokok diperkirakan dapat membunuh 500 juta orang setiap tahunnya di dunia, dan lebih dari setengahnya adalah anak-anak dan remaja (Alamsyah, 2009). Fakta ini sebenarnya tidak mengejutkan, karena sejumlah studi juga menyebutkan sebagian besar perilaku merokok dimulai di usia remaja (Doe dan DeSanto, 2009). Menurut data Global Youth Tobacco Survey (GYTS) hampir sebanyak 24% remaja di mempunyai akses terhadap rokok sejak usia di bawah 10 tahun (GYTS, 2002). Perilaku merokok pada remaja umumnya semakin lama akan semakin meningkat sesuai dengan tahap perkembangannya yang ditandai dengan meningkatnya frekuensi dan intensitas merokok, sehingga mengakibatkan mereka mengalami ketergantungan nikotin (Leventhal dan Cleary, 1980 dalam Nasution, 2007).

Menurut hasil survey yang dilaksanakan oleh GYTS di Jakarta, Bekasi, dan Medan, didapatkan bahwa di Jakarta sebanyak 34,2 % murid sekolah usia SMP pernah merokok dan sebanyak 16,6 % saat ini masih merokok. Terdapat 33,4 % murid sekolah usia SMP di Bekasi pernah merokok dan sebanyak 17,1 % saat ini masih merokok. Demikian halnya di Medan, sebanyak 39,7 % murid sekolah usia SMP pernah merokok dan sebanyak 20,9 % saat ini masih merokok (Aditama, 2004).


(27)

3

Data Riskesdas tahun 2010 juga menunjukkan bagaimana pola kebiasaan merokok yang ada di Indonesia, dimana usia pertama kali mulai merokok yang paling banyak adalah usia 15-19 tahun (43,3%) disusul usia 10-14 tahun (17,5%), dan rata-rata umur mulai merokok secara nasional adalah 17,6 tahun (Depkes, 2010). Data ini menunjukkan peningkatan yang cukup tinggi jika dibandingkan data Riskesdas tahun 2007. Salah satu peningkatan data yang signifikan adalah data usia pertama kali mulai merokok, pada tahun 2007 rata-rata masyarakat Indonesia yang mulai merokok sejak usia 10-14 tahun adalah 10,5%, sedangkan pada tahun 2010 meningkat menjadi 17,5%.

Kecenderungan peningkatan jumlah perokok remaja dan semakin mudanya usia mulai merokok tersebut menjadi keprihatinan tersendiri karena membawa konsekuensi jangka panjang yang nyata yakni dampak negatif rokok itu sendiri terhadap kesehatan. Dampak negatif konsumsi rokok bagi kesehatan telah diketahui sejak dahulu. Ada ribuan artikel yang membuktikan adanya hubungan kausal antara penggunaan rokok dengan terjadinya berbagai penyakit kanker, penyakit jantung, penyakit sistem saluran pernapasan, penyakit gangguan reproduksi dan kehamilan. Hal ini tidak mengherankan karena asap tembakau mengandung lebih dari 4000 bahan kimia toksik dan 43 bahan penyebab kanker (karsinogenik). Saat ini semakin banyak generasi muda yang terpapar dengan asap rokok tanpa disadari terus menumpuk zat toksik dan karsinogenik tersebut (Depkes, 2011).


(28)

Dibalik tinginya angka remaja yang terpapar asap rokok, kita juga dihadapkan pada kenyataan yang lebih memprihatinkan lagi adalah dimana banyak remaja berpikir bahwa merokok tidak akan menimbulkan efek pada tubuh mereka sampai mereka mencapai usia middle age. Padahal faktanya hampir 90 persen remaja yang merokok secara reguler dilaporkan sudah mulai merasakan efek negatif jangka pendek dari rokok (Doe dan DeSanto, 2009).

Beberapa penelitian mengatakan efek negatif yang ditimbulkan oleh rokok tidak hanya efek jangka panjang berupa penyakit kronis, tapi juga efek jangka pendek yang dapat berupa peningkatan stress, bronkospasme, batuk, peningkatan denyut jantung, peningkatan tekanan darah (hipertensi), penyakit periodontal (rongga mulut), hingga ulkus peptikum (Doe dan DeSanto, 2009). Seseorang yang pertama kali mengkonsumsi rokok mengalami gejala-gejala seperti batuk-batuk, lidah terasa getir dan perut mual, namun demikian, sebagian dari pemula yang mengabaikan gejala-gejala tersebut biasanya berlanjut menjadi kebiasaan dan akhirnya menjadi ketergantungan. Ketergantungan ini dipersepsikan sebagai kenikmatan yang memberikan kepuasan psikologis. Gejala ini dapat dijelaskan dari konsep tobacco depency (ketergantungan tembakau). Artinya, perilaku merokok merupakan perilaku yang menyenangkan dan bergeser menjadi aktivitas yang bersifat obsesif. Hal ini disebabkan oleh sifat nikotin yang adiktif, jika dihentikan secara tiba-tiba akan menimbulkan stres (Tandra, 2003 dalam Nasution, 2007).


(29)

5

Penelitian lain juga menyebutkan bahwa satu dari dua perokok yang merokok pada usia muda dan terus merokok seumur hidup, akhirnya akan meninggal karena penyakit yang berkaitan dengan rokok. Rata-rata perokok yang memulai merokok pada usia remaja akan meninggal pada usia setengah baya, sebelum 70 tahun, atau kehilangan sekitar 22 tahun harapan hidup normal. Para perokok yang terus merokok dalam jangka waktu panjang akan menghadapi kemungkinan kematian tiga kali lebih tinggi daripada mereka yang bukan perokok (Nasution, 2007).

Berbagai efek negatif yang diakibatkan oleh rokok ini secara langsung dan tidak langsung sudah terbukti dapat mengganggu perkembangan & pertumbuhan remaja. Hal ini disadari oleh pemerintah, sehingga semakin meningkatkan usaha yang dilakukan pemerintah untuk mencegah peredaran rokok pada remaja. Salah satu usaha terhadap pembatasan rokok di kalangan remaja tercantum dalam sasaran Riskesdas 2010, yaitu menurunnya prevalensi perokok serta meningkatnya lingkungan sehat bebas rokok di sekolah, tempat kerja dan tempat umum (Depkes, 2010). Selain tercantum dalam sasaran umum Riskesdas, saat ini sudah banyak pemerintah daerah yang mulai merintis peraturan daerah mengenai Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di wilayahnya, salah satunya adalah pemerintah daerah Kota Tangerang Selatan.

Diberlakukannya kebijakan dan peraturan yang tegas terhadap rokok ini seharusnya membuat perilaku merokok di kalangan remaja, dalam hal ini adalah siswa SMP dan SMA semakin berkurang, namun kenyataannya tidak demikian dan cenderung sebaliknya. Kenyataan di lapangan peneliti


(30)

melihat langsung masih banyak siswa SMP dan SMA di wilayah Kota Tangerang Selatan, khususnya Kecamatan Ciputat yang merokok di sekitar wilayah sekolah, bahkan saat masih menggunakan seragam sekolahnya. Seperti pada studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 15 Maret 2012 terhadap 14 siswa laki-laki SMPN 3 Kota Tangerang Selatan yang dipilih secara acak, menunjukkan 5 dari 14 siswa atau sekitar 35,71% mengaku sudah mulai merokok aktif. Baik sebagai perokok regular maupun kadang-kadang, dengan rata-rata 3 batang per hari.

Perilaku siswa yang sudah mulai aktif merokok ini dipengaruhi oleh banyak faktor. Kebiasaan merokok dimulai dengan adanya rokok pertama. Studi Mirnet (Tuakli dkk, 1990) menemukan bahwa perilaku merokok diawali oleh rasa ingin tahu dan pengaruh teman sebaya. Remaja mulai merokok terjadi akibat pengaruh lingkungan sosial. Modelling (meniru perilaku orang lain) menjadi salah satu determinan dalam memulai perilaku merokok (Sarafino, 1994 dalam Nasution, 2007). Oskamp (1984) dalam Nasution (2007) menyatakan bahwa setelah mencoba rokok pertama, seorang individu menjadi ketagihan merokok, dengan alasan-alasan seperti kebiasaan, menurunkan kecemasan, dan mendapatkan penerimaan. Graham dalam Ogden (2000) menyatakan bahwa efek positif dari merokok adalah menghasilkan efek mood yang positif dan membantu individu dalam menghadapi masalah yang sulit (Nasution, 2007). Studi Mirnet (Tuakli dkk, 1990) juga menambahkan bahwa dari survei terhadap para perokok, dilaporkan bahwa orang tua dan saudara yang merokok, rasa


(31)

7

bosan, stres dan kecemasan, perilaku teman sebaya merupakan faktor yang menyebabkan keterlanjutan perilaku merokok pada remaja. Sedangkan di Indonesia, jenis kelamin juga merupakan faktor penting terhadap perilaku merokok. Suhardi (1997) menyatakan bahwa perilaku merokok lebih dominan pada laki-laki dan sedikit perempuan yang merokok terkait dengan kultur yang kurang menerima perempuan yang berperilaku merokok.

Alamsyah (2009) dalam penelitiannya menyebutkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku merokok pada remaja diantaranya adalah pengetahuan remaja terhadap rokok, pengaruh lingkungan sosial, sarana dan prasarana yang tersedia dan alasan psikologis. Faktor-faktor ini mampu mempengaruhi perilaku merokok pada remaja karena menurut Alamsyah (2009) masa remaja adalah masa yang rawan oleh pengaruh-pengaruh negatif. Remaja lebih meniru kepada apa yang dia lihat atau dia dengar dari orang lain. Pada masa ini remaja menghadapi konflik tentang apa yang mereka lihat dan apa yang mereka pandang tentang struktur tubuh yang ideal (Wong, dkk, 2009).

Melihat berbagai fenomena diatas, peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku merokok pada remaja dalam hal ini adalah siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan. Alasan dipilihnya SMPN 3 Kota Tangerang Selatan karena lokasinya berada di wilayah yang banyak terdapat kos-kosan mahasiswa dan karyawan. Dimana perilaku merokok mahasiswa dan karyawan diperkirakan juga dapat menjadi “referensi” siswa SMPN 3


(32)

Kota Tangerang Selatan untuk mulai mencoba rokok. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Wong, dkk (2009) bahwa remaja lebih meniru kepada apa yang dia lihat atau dia dengar dari orang lain.

Selain itu, peneliti merasa tertarik melakukan penelitian terhadap siswa SMP karena melihat beberapa penilitian sebelumnya yang terkait mengenai perilaku merokok pada remaja rata-rata dilakukan terhadap siswa SMA dan mahasiswa. Padahal menurut statistik dan fenomena di lapangan, usia remaja yang mulai merokok cenderung semakin bergeser menjadi lebih muda. Sehingga menimbulkan pertanyaan mengenai apa saja faktor-faktor yang berhubungan dengan fenomena ini.

Beberapa penelitian yang terkait dengan penelitian ini adalah penelitian tesis yang dilakukan oleh Rika Mayasari Alamsyah, yang

berjudul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebiasaan Merokok Dan Hubungannya Dengan Status Penyakit Periodontal Remaja Di Kota Medan Tahun 2007”. Subjek remaja pada penelitian ini adalah siswa SMA. Hasil dari penelitian ini menunjukkan pengetahuan remaja tentang bahaya rokok terhadap kesehatan, serta zat berbahaya dalam rokok tidak menyebabkan remaja memutuskan untuk tidak merokok, namun faktor lingkungan sosial yaitu pengaruh teman merokok, orang tua merokok, saudara serumah merokok dan iklan rokok mendorong remaja untuk merokok. Semua faktor-faktor yang mempengaruhi kebiasaan merokok secara statistik menunjukkan hubungan yang signifikan.

Hasil studi diatas selaras dengan hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti terhadap 14 siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan,


(33)

9

diketahui faktor dominan yang membuat mereka ingin merokok adalah faktor lingkungan sosial, terutama ajakan teman.

B. Rumusan Masalah

Data menunjukkan perilaku merokok remaja saat ini cenderung meningkat, usia mulai merokokpun semakin bergeser ke usia yang lebih muda. Studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 15 Maret 2012 menunjukkan 35% siswa SMPN 3 Tangerang usia 11-14 tahun sudah mulai menjadi perokok. Perilaku merokok remaja ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Penelitian sebelumnya menunjukkan faktor utama yang mempengaruhi adalah faktor lingkungan sosial, seperti pengaruh keluarga yang merokok, teman yang merokok dan pengaruh iklan rokok. Hal ini menjadi keprihatinan tersendiri karena banyak penilitian yang membuktikkan bahwa rokok dapat menimbulkan berbagai dampak negatif terhadap kesehatan.

Sebelumnya sudah banyak ditemukan penelitian yang membahas perilaku merokok remaja dan faktor-faktor yang berhubungan dengannya. Namun rata-rata penelitian tersebut meneliti siswa SMA & mahasiswa, sementara menurut statistik dan fenomena di lapangan, usia remaja yang mulai merokok cenderung semakin bergeser menjadi lebih muda. Hal ini menimbulkan pertanyaan dan ketertarikan peneliti untuk meneliti mengenai apa saja faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku merokok pada remaja, dalam hal ini adalah siswa SMP.


(34)

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran perilaku merokok siswa di SMPN 3 Kota Tangerang Selatan ?

2. Bagaimana hubungan antara faktor predisposisi (predisposing factors) yaitu jenis kelamin, pengetahuan, sikap, dan tindakan remaja tentang rokok dan alasan psikologis dengan perilaku merokok siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan ?

3. Bagaimana hubungan antara faktor penguat (reinforcing factors), yaitu pengaruh lingkungan sosial seperti orang tua yang merokok, saudara serumah yang merokok, teman yang merokok dan pengaruh iklan rokok dengan perilaku merokok siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan ?

4. Bagaimana hubungan antara faktor pendukung/pemungkin (enabling factors), yaitu adanya sarana & prasarana, seperti uang saku untuk membeli rokok dan adanya tempat untuk membeli rokok dengan perilaku merokok siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan ?

D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku merokok pada siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan.


(35)

11

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran siswa yang merokok di SMPN 3 Kota Tangerang Selatan.

b. Mengetahui hubungan antara faktor predisposisi (predisposing factors) yaitu jenis kelamin, pengetahuan, sikap, dan tindakan remaja tentang rokok dan alasan psikologis dengan perilaku merokok siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan.

c. Mengetahui hubungan antara faktor penguat (reinforcing factors), yaitu pengaruh lingkungan sosial seperti orang tua yang merokok, saudara serumah yang merokok, teman yang merokok dan pengaruh iklan rokok terhadap perilaku merokok siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan.

d. Mengetahui hubungan antara faktor pendukung/pemungkin (enabling factors), yaitu adanya sarana & prasarana, seperti uang saku untuk membeli rokok dan adanya tempat untuk membeli rokok terhadap perilaku merokok siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi pemerintah dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk menyusun cara yang lebih efektif untuk penyuluhan kesehatan tentang merokok pada siswa SMP.


(36)

2. Bagi masyarakat, khususnya guru dan orang tua yang memiliki anak remaja dapat dijadikan bahan masukan dan pengetahuan dalam pencegahan dan atau pengawasan perilaku merokok remaja.

3. Bagi peneliti untuk mengembangkan kemampuan menulis serta masukan untuk penelitian selanjutnya.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan antara beberapa faktor predisposisi, penguat dan pemungkin dengan perilaku merokok remaja, dalam hal ini adalah siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan. Penelitian ini merupakan jenis penelitian dengan metodologi penelitian cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan yang berusia 11-14 tahun. Sampel yang menjadi responden dalam penelitian berjumlah 288 siswa, yang memenuhi kriteria inklusi penelitian. Data primer dikumpulkan dengan cara penyebaran kuesioner terkait perilaku merokok remaja dan faktor-faktor yang berhubungan dengannya.


(37)

13 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Remaja 1. Definisi

Kata “remaja” merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu adolescence dan berasal dari kata Latin, adolescere yang berarti tumbuh menjadi dewasa atau perkembangan menuju kematangan (Sebald, 1992 dalam Kintoko, 2004). Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan biologik, perubahan psikologik, dan perubahan sosial. Menurut sebagian besar masyakat dan budaya masa remaja pada umumnya dimulai pada usia 10-13 tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun (Notoatmodjo, 2007).

Piaget (1969) dalam Hurlock (1999), mengatakan bahwa secara psikologis masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua, melainkan berada di dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak (Nasution, 2007). Hurlock (1999) dalam Nasution (2007) juga menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, di mulai saat anak secara seksual matang dan berakhir saat ia mencapai usia matang secara hukum.


(38)

Alamsyah (2009) juga menyebutkan bahwa masa remaja adalah masa yang rawan oleh pengaruh-pengaruh negatif, seperti merokok, narkoba, kriminal dan kejahatan seks.

Menurut Soetjiningsih (2004) masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak yang dimulai saat terjadinya kematangan seksual yaitu antara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun, yaitu masa menjelang dewasa muda.

Menurut World Health Organization (WHO) remaja adalah suatu masa ketika individu berkembang dari saat pertama kali menunjukkan tanda-tanda seksual sekunder sampai saat mencapai kematangan seksual (Sarwono, 2006).

Disimpulkan dari beberapa definisi di atas bahwa masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa dan dalam prosesnya terjadi perkembangan kematangan fisik, psikis dan sosial serta bertambahnya tuntutan masyarakat.

2. Klasifikasi dan Pembagian Usia

Berbagai batasan usia dan pembagian masa remaja yang telah dikemukakan para ahli. Stone dan Church (1973) dalam Alamsyah (2009) membagi masa remaja menjadi remaja awal, remaja akhir dan dewasa muda. Remaja awal adalah suatu periode dari mulainya masa pubertas hingga kurang lebih satu tahun sesudah pubertas yaitu pada saat pola fisiologis berfungsi dengan stabil. Remaja akhir adalah periode sesudahnya dari remaja awal hingga usia yang dibolehkan


(39)

15

untuk ikut pemilu, menyetir kendaraan atau saat mulai masuk kuliah. Dewasa muda adalah periode dari permulaan kuliah hingga usia awal dua puluhan.

Menurut Hurlock (1999) dalam Nasution (2007) secara umum masa remaja dibagi menjadi dua bagian yaitu awal masa remaja dan akhir masa remaja. Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari 13 tahun hingga 16 tahun atau 17 tahun, dan akhir masa remaja bermula dari usia 16 tahun atau 17 tahun hingga usia 18 tahun, yaitu usia matang secara hukum.

Masa remaja menurut WHO adalah antara 10-19 tahun (WHO, 2009). Sedangkan menurut Monks (1992) dalam Nurhayati (2009) masa remaja berlangsung pada umur 12 sampai 21 tahun dengan pembagian masa remaja awal (12-15 tahun), masa remaja pertengahan (15-18 tahun) dan masa remaja akhir (18-21 tahun).

Sarwono (2006) menyatakan definisi remaja untuk masyarakat Indonesia adalah menggunakan batasan usia 11-24 tahun dan belum menikah dengan pertimbangan sebagai berikut :

a. Usia 11 tahun adalah usia di mana pada umumnya tanda-tanda seksual sekunder mulai tampak (kriteria fisik).

b. Banyak masyarakat Indonesia menganggap usia 11 tahun sudah dianggap akhil balik, baik menurut adat maupun agama, sehingga masyarakat tidak lagi memperlakukan mereka sebagai anak-anak (kriteria seksual).


(40)

c. Usia 11 tahun dianggap remaja karena mulai ada tanda-tanda penyempurnaan perkembangan jiwa seperti tercapainya identitas diri (ego identity) (Erikson, 1963 dalam Muscari, 2005), tercapainya fase genital dari perkembangan psikoseksual (Freud, 1905 dalam Wong, 2009), dan tercapainya puncak perkembangan kognitif (Piaget, 1969 dalam Atherton, 2011) maupun moral (Kohlberg, 1968 dalam Wong, 2009). d. Batas usia 24 tahun merupakan batas maksimal, yaitu untuk

memberi peluang bagi mereka yang sampai batas usia tersebut masih menggantungkan diri pada orang tua.

Merujuk definisi di atas, status perkawinan sangat menentukan karena arti perkawinan masih sangat penting di masyarakat kita secara menyeluruh. Seorang yang sudah menikah, pada usia berapapun dianggap dan diperlakukan sebagai orang dewasa penuh, baik secara hukum maupun kehidupan bermasyarakat dan keluarga. Oleh karena itu defenisi remaja di sini dibatasi khusus untuk orang yang belum menikah.

3. Tahap Perkembangan Remaja

Sesuai dengan pembagian usia remaja menurut Monks (1999) dalam Nasution (2007) maka terdapat tiga tahap proses perkembangan yang dilalui remaja dalam proses menuju kedewasaan, disertai dengan karakteristiknya, yaitu :


(41)

17

a. Remaja awal (12-15 tahun)

Tahap ini remaja masih merasa heran terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan tersebut. Mereka mulai mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis dan mudah terangsang secara erotis. Kepekaan yang berlebihan ini ditambah dengan berkurangnya pengendalian terhadap ego dan menyebabkan remaja sulit mengerti dan dimengerti oleh orang dewasa.

b. Remaja madya (15-18 tahun)

Tahap ini remaja sangat membutuhkan teman-teman. Ada kecenderungan narsistik yaitu mencintai dirinya sendiri, dengan cara lebih menyukai teman-teman yang mempunyai sifat-sifat yang sama dengan dirinya. Pada tahap ini remaja berada dalam kondisi kebingungan karena masih ragu harus memilih yang mana, peka atau peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis, dan sebagainya.

c. Remaja akhir (18-21 tahun)

Tahap ini adalah masa mendekati kedewasaan yang ditandai dengan pencapaian :

1) Minat yang semakin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.


(42)

2) Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan mendapatkan pengalaman-pengalaman baru.

3) Terbentuknya identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.

4) Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain.

5) Tumbuh dinding pemisah antara diri sendiri dengan masyarakat umum.

Havighurst (1948) dalam Hurlock (1999) menyatakan tugas-tugas perkembangan pada masa remaja adalah (Nasution, 2007):

a. Mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya baik laki-laki maupun perempuan.

b. Mencapai peran sosial pria dan wanita.

c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif.

d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab.

e. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya.

f. Mempersiapkan karir ekonomi.


(43)

19

4. Karakteristik Masa Remaja

Masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya. Hurlock (1999) dalam Nasution (2007) menerangkan beberapa ciri masa remaja adalah sebagai berikut :

a. Masa remaja sebagai periode yang penting

Disebut periode yang penting karena akibat fisik dan karena akibat psikologis. Sebagian besar anak muda, usia antara 12 tahun dan 16 tahun merupakan tahun yang penuh kejadian yang menyangkut pertumbuhan dan perkembangan. Perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya perkembangan mental yang terjadi terutama pada awal masa remaja. Semua perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap, nilai dan minat baru.

b. Masa remaja sebagai periode transisi

Dalam setiap adanya transisi suatu perubahan, status individu menjadi tidak jelas karena terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukan. Masa remaja individu bukan lagi seorang anak-anak dan juga bukan orang dewasa. Di sisi lain, status remaja yang tidak jelas ini memberikan keuntungan karena status tersebut memberi ruang dan waktu kepada seorang remaja untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan


(44)

menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai bagi dirinya.

c. Masa remaja sebagai periode perubahan

Perubahan fisik yang terjadi pada masa remaja akan seiring dengan perubahan sikap dan perilaku. Hal ini berarti saat perubahan sifat berlangsung dengan cepat maka akan terjadi juga perubahan sikap dan perilaku dengan cepat dan sebaliknya. Hurlock (1999) dalam Nasution (2007) menjelaskan ada beberapa perubahan yang pada umumnya terjadi pada masa remaja, yaitu:

1) Peningkatan emosional, intensitasnya tergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi. Peningkatan emosi lebih menonjol pada masa awal periode masa remaja.

2) Perubahan fisiologis tubuh, perubahan pada proses pematangan seksual membuat individu remaja menjadi tidak percaya diri terhadap kemampuan dan minat mereka.

3) Perubahan minat dan peran, perubahan yang diharapkan oleh lingkungan sosial dapat menimbulkan masalah baru dan lebih banyak dibandingkan masa sebelumnya. Hal ini akan terjadi terus hingga individu itu sendiri yang menyelesaikan menurut keinginannya.


(45)

21

4) Perubahan terhadap nilai-nilai, beberapa nilai-nilai yang dianggap penting pada masa sebelumnya menjadi tidak penting lagi di masa remaja. Masa ini mulai dipahami bahwa kualitas lebih penting dibandingkan kuantitas. 5) Ambivalen terhadap perubahan, pada masa remaja

individu menginginkan dan menuntut kebebasan tetapi sering takut bertanggung jawab akan akibat yang terjadi.

d. Masa remaja sebagai masa bermasalah

Berbagai masalah yang terjadi di masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi. Ada dua alasan yang menyebabkan hal ini terjadi, yaitu: (i) pada masa kanak-kanak segala masalah diselesaikan oleh orang tua ataupun para guru sehingga remaja tidak mempunyai pengalaman terhadap masalah yang terjadi; (ii) para remaja merasa telah mandiri sehingga menolak bantuan orang tua ataupun para guru dengan alasan ingin mengatasi masalahnya sendiri.

Ketidakmampuan ini banyak kegagalan yang seringkali disertai dengan akibat yang tragis. Kegagalan ini bukan karena ketidakmampuan individu tetapi karena tuntutan yang diajukan pada remaja terjadi di kala tenaganya telah dihabiskan untuk mengatasi masalah pokok yang disebabkan oleh pertumbuhan dan perkembangan seksual yang normal.


(46)

e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas

Identitas diri yang dicari remaja adalah usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa peranannya dalam masyarakat. Tahun-tahun awal masa remaja, penyesuaian diri dengan kelompok menjadi penting. Tiap penyimpangan dari standar kelompok dapat mengancam keanggotaannya dalam kelompok. Lambat laun individu remaja mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi dengan menjadi sama dengan teman-temannya dalam segala hal.

Salah satu cara memunculkan identitas diri adalah dengan menggunakan simbol status yang mudah terlihat seperti model pakaian, gaya, jenis kendaraan dan lain-lain. Cara ini dimaksudkan agar menarik perhatian dan dipandang oleh orang lain. Saat yang sama individu juga tetap mempertahankan identitas dirinya sebagai anggota dari suatu kelompok sebaya. f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan

Stereotip yang telah dibangun masyarakat dalam menggambarkan citra diri remaja, lambat laun dianggap sebagai gambaran asli dan membuat para remaja membentuk perilakunya sesuai gambaran tersebut. Ada anggapan bahwa masa remaja adalah masa yang sangat bernilai, tetapi sangat disayangkan banyak yang menjadikannya menjadi sesuatu yang bernilai negatif.


(47)

23

Stereotip yang mengatakan remaja adalah anak-anak yang tidak rapih, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung berperilaku merusak menyebabkan banyak kalangan dewasa takut bertanggung jawab dan bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja walaupun dilakukan dengan normal.

g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik

Remaja melihat dirinya dan orang lain seperti yang diinginkannya dan bukan sebagaimana adanya, terlebih lagi dalam hal cita-cita. Hal ini semakin menyebabkan meningginya emosi terutama di awal masa remaja. Semakin cita-citanya tidak realistis maka individu tersebut semakin menjadi pemarah.

Remaja tersebut akan sakit hati dan kecewa apabila ada orang lain yang mengecewakannya dan ia tidak berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkannya. Cita-cita yang tidak realistik ini bukan hanya kepada dirinya semata tetapi juga terhadap teman-teman dan keluarganya.

h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa

Remaja akan menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip belasan tahun dan untuk menciptakan kesan bahwa mereka akan beranjak dewasa. Gaya berpakaian dan bertindak seperti dewasa dirasakan belum memadai. Oleh sebab itu remaja mulai memusatkan pada perilaku yang dihubungkan pada status dewasa, seperti merokok, minum-minuman keras,


(48)

menggunakan obat-obatan terlarang dan terlibat dalam perbuatan seks.

5. Perubahan Sosial Pada Masa Remaja

Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam hubungan yang sebelumnya belum pernah ada dan harus menyesuaikan diri dengan orang dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolah. Remaja lebih banyak menghabiskan waktunya bersama dengan teman-teman sebaya, maka pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku lebih besar daripada pengaruh keluarga. Misalnya, sebagian besar remaja mengetahui bahwa bila mereka memakai model pakaian yang sama dengan anggota kelompok yang popular, maka kesempatan untuk diterima menjadi anggota kelompok lebih besar (Hurlock, 1999 dalam Nasution, 2007). Kelompok sosial yang paling sering terjadi pada masa remaja adalah (Hurlock, 1999 dalam Nasution, 2007) :

a. Teman dekat

Remaja biasanya mempunyai dua atau tiga orang teman dekat, atau sahabat karib. Mereka terdiri dari jenis kelamin yang sama, mempunyai minat dan kemampuan yang sama. Teman dekat saling mempengaruhi satu sama lain.


(49)

25

b. Kelompok kecil

Kelompok ini terdiri dari kelompok teman-teman dekat. Pada mulanya, terdiri dari jenis kelamin yang sama, tetapi kemudian meliputi kedua jenis kelamin.

c. Kelompok besar

Kelompok ini terdiri dari beberapa kelompok kecil dan kelompok teman dekat, berkembang dengan meningkatnya minat pesta dan berkencan. Kelompok ini besar sehingga penyesuaian minat berkurang di antara anggota-anggotanya. Terdapat jarak sosial yang lebih besar di antara mereka.

d. Kelompok yang terorganisasi

Kelompok ini adalah kelompok yang dibina oleh orang dewasa, dibentuk oleh sekolah dan organisasi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sosial para remaja yang tidak mempunyai klik atau kelompok besar.

e. Kelompok geng

Remaja yang tidak termasuk kelompok atau kelompok besar dan merasa tidak puas dengan kelompok yang terorganisasi akan mengikuti kelompok geng. Anggotanya biasanya terdiri dari anak-anak sejenis dan minat utama mereka adalah untuk menghadapi penolakan teman-teman melalui perilaku anti sosial.


(50)

B. Merokok

1. Perilaku Merokok

Walgito (1994) mendefinisikan perilaku atau aktivitas ke dalam pengertian yang luas yaitu perilaku yang tampak (overt behavior) dan perilaku yang tidak tampak (innert behavior), demikian pula aktivitas-aktivitas tersebut disamping aktivitas-aktivitas motoris juga termasuk aktivitas-aktivitas emosional dan kognitif. Chaplin (1999) dalam Nasution (2007) memberikan pengertian perilaku dalam dua arti. Pertama perilaku dalam arti luas didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dialami seseorang. Pengertian yang kedua, perilaku didefinisikan dalam arti sempit yaitu segala sesuatu yang mencakup reaksi yang dapat diamati.

Lawrence Green (1991) dalam Herawani (2001) mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku (behavior causes) dan faktor luar lingkungan (nonbehavior causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor.

a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), merupakan faktor internal yang ada pada diri individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat yang mempermudah individu untuk berperilaku yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, tindakan, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya (Herawani, 2001).


(51)

27

b. Faktor-faktor pendukung atau pemungkin (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan (Herawani, 2001).

c. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors) merupakan faktor yang menguatkan perilaku, yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan, teman sebaya, orang tua, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat (Herawani, 2001).

Lawrence Green (1991) mengemukakan teori yang menggambarkan hubungan pendidikan kesehatan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan seperti pada gambar di bawah ini :

Gambar 2.1. Teori Precede-Proceed

(Green, Health Promotion Planning and Education and Environment Approach, Institute of Health Promotion Research University of British Columbia, 1991)

Fase 9 : Evaluasi Hasil Fase 8 :

Evaluasi Dampak Fase 7 :

Evaluasi Proses Fase 6 :

Implementasi Proceed

Promosi

Kesehatan

Fase 1 : Diagnosis Sosial Fase 2 :

Diagnosis Epidemiologi Fase 3 :

Perilaku & Diagnosis Lingkungan

Fase 4 :

Edukasi & Diagnosis Organisasi

Precede Fase 5 :

Adiministrasi & Diagnosis Peraturan Pendidikan Kesehatan Peraturan Kebijakan Organisasi Faktor Predisposisi (Predisposing Factors) Faktor Pendorong (Reinforcing Factors) Faktor Pemungkin (Enabling Factors) Perilaku & Cara Hidup Lingkungan


(52)

Menurut bagan diatas, kualitas hidup seseorang dipengaruhi oleh predisposing, reinforcing dan enabling factors, dimana ketiga faktor ini dibentuk dari adanya pendidikan kesehatan.

Bermacam-macam bentuk perilaku yang dilakukan manusia dalam menanggapi stimulus yang diterimanya, salah satu bentuk perilaku manusia yang dapat diamati adalah perilaku merokok. Merokok telah banyak dilakukan pada zaman tiongkok kuno dan romawi, pada saat itu orang sudah menggunakan suatu ramuan yang mengeluarkan asap dan menimbulkan kenikmatan dengan jalan dihisap melalui hidung dan mulut (Danusantoso, 1991 dalam Nasution, 2007).

Masa sekarang, perilaku merokok merupakan perilaku yang telah umum dijumpai. Perokok berasal dari berbagai kelas sosial, status, serta kelompok umur yang berbeda, hal ini mungkin dapat disebabkan karena rokok bisa didapatkan dengan mudah dan dapat diperoleh dimana pun juga. Poerwadarminta (1995) dalam Nasution (2007) mendefinisikan merokok sebagai menghisap rokok, sedangkan rokok sendiri adalah gulungan tembakau yang berbalut daun nipah atau kertas.

Merokok adalah menghisap asap tembakau yang dibakar ke dalam tubuh dan menghembuskannya kembali keluar (Armstrong, 1990 dalam Nasution, 2007). Pendapat lain menyatakan bahwa perilaku merokok adalah sesuatu yang dilakukan seseorang berupa membakar dan menghisapnya serta dapat menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang-orang disekitarnya (Levy, 1984 dalam Nasution, 2007).


(53)

29

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku merokok adalah suatu kegiatan atau aktivitas membakar rokok dan kemudian menghisapnya dan menghembuskannya keluar dan dapat menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang-orang disekitarnya, perilaku ini secara umum dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu faktor predisposisi, faktor pemungkin atau pendukung dan faktor pendorong.

2. Tahapan Perilaku Merokok

Perilaku merokok tidak terjadi secara kebetulan, karena ada beberapa tahap yang dilalui seseorang perokok sebelum ia menjadi perokok reguler yaitu seseorang yang telah menganggap rokok telah menjadi bagian dari hidupnya. Menurut Leventhal dan Cleary (1980) dalam Kintoko (2004), ada beberapa tahapan dalam perkembangan perilaku merokok, yaitu :

a. Tahap Persiapan

Tahap ini berlangsung saat seorang individu belum pernah merokok. Tahap ini terjadi pembentukan opini pada diri individu terhadap perilaku merokok. Hal ini disebabkan adanya pengaruh perkembangan sikap dan intensi mengenai rokok serta citra yang diperoleh dari perilaku merokok. Informasi rokok dan perilaku merokok diperoleh dari observasi terhadap orang tua atau orang lain seperti kerabat ataupun lewat berbagai media. Salah satu pengaruh lewat media adalah melalui berbagai iklan yang berkaitan dengan rokok yang


(54)

menggunakan para artis terkenal sebagai model, sehingga rokok dianggap sesuatu yang berkaitan dengan keglamoran. Ada juga anggapan merokok berkaitan dengan bentuk kedewasaan di kalangan remaja sehingga diasumsikan sebagai bentuk untuk menunjukkan sikap kemandirian. Merokok juga dianggap sebagai sesuatu yang prestis, simbol pemberontakan dan salah satu upaya menenangkan diri dalam situasi yang menegangkan. Pembentukan opini dan sikap terhadap rokok ini merupakan awal dari suatu kebiasaan merokok.

b. Tahap Inisiasi

Merupakan tahapan yang kritis pada seorang individu karena merupakan tahap coba-coba dimana ia beranggapan bahwa dengan merokok ia akan terlihat dewasa sehingga ia akan memulai dengan mencoba beberapa batang rokok. Apabila seorang remaja hanya mencoba merokok 1-2 batang saja maka besar kemudian tidak akan menjadi perokok. Akan tetapi apabila ia telah mencoba 10 batang atau lebih, maka ia memiliki kemungkinan untuk menjadi seorang perokok sebesar 80%. Leventhal dan Cleary (1980 dalam Kintoko, 2004) juga berpendapat seseorang yang telah merokok empat batang rokok pada awalnya akan cenderung menjadi perokok reguler. Perokok reguler seringkali terjadi secara perlahan dan kadangkala membutuhkan waktu satu tahun atau lebih.


(55)

31

c. Tahap Menjadi Seorang Perokok

Pada tahap ini seorang individu mulai memberikan label pada dirinya sebagai seorang perokok dan ia mulai mengalami ketergantungan kepada rokok. Beberapa studi menyebutkan bahwa biasanya dibutuhkan waktu selama dua tahun bagi individu untuk menjadi perokok reguler. Pada tahap ketiga ini merupakan tahap pembentukan konsep, belajar tentang kapan dan bagaimana berperilaku merokok serta menyatakan peran perokok pada konsep dirinya. Pada umumnya remaja percaya bahwa rokok berbahaya bagi orang lain terutama bagi kesehatan orang tua tapi tidak bagi dirinya.

d. Tahap Tetap Menjadi Perokok

Tahap ini faktor psikologis dan mekanisme biologis digabungkan menjadi suatu pola perilaku merokok. Faktor-faktor psikologis seperti kebiasaan, kecanduan, penurunan kecemasan dan ketegangan, relaksasi yang menyenangkan, cara berteman dan memperoleh penghargaan sosial, dan stimulasi. Ada dua faktor mekanisme biologis yang memperoleh perhatian paling banyak dalam mempertahankan perilaku merokok, yaitu efek penguat nikotin dan level nikotin yang dibutuhkan dalam aliran darah.


(56)

3. Klasifikasi Perilaku Merokok

Bustan (2007) mengelompokkan perokok menjadi 3 kategori berdasarkan jumlah rokok yang dihisap, yaitu :

a. Perokok ringan, adalah seseorang yang mengkonsumsi rokok kurang dari 10 batang perhari.

b. Perokok sedang, adalah seseorang yang mengkonsumsi rokok antara 10-20 batang perhari.

c. Perokok berat, adalah seseorang yang mengkonsumsi rokok lebih dari 20 batang perhari.

Menurut Tomkins (1962) dalam Mu’tadin (2002) ada empat tipe perilaku merokok berdasarkan Management of Affect Theory, yaitu (Nasution, 2007) :

a. Tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif.

1) Pleasure relaxation, perilaku merokok hanya untuk menambah atau meningkatkan kenikmatan yang sudah didapat, misalnya merokok setelah minum kopi atau makan.

2) Simulation to pick them up, perilaku merokok hanya dilakukan sekedarnya untuk menyenangkan perasaan. 3) Pleasure of handling the cigarette, kenikmatan yang

diperoleh dari memegang rokok.

b. Perilaku merokok yang dipengaruhi perasaan negatif.

Banyak orang yang merokok untuk mengurangi perasaan negatif dalam dirinya. Misalnya merokok bila marah, cemas,


(57)

33

gelisah, rokok dianggap sebagai penyelamat. Mereka menggunakan rokok bila perasaan tidak enak terjadi, sehingga terhindar dari perasaan yang lebih tidak enak.

c. Perilaku merokok yang adiktif.

Perokok yang sudah adiksi, akan menambah dosis rokok yang digunakan setiap saat setelah efek dari rokok yang dihisapnya berkurang.

d. Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan.

Mereka menggunakan rokok sama sekali bukan karena untuk mengendalikan perasaan mereka, tetapi karena sudah menjadi kebiasaan.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku merokok digolongkan kedalam beberapa tipe yang dapat dilihat dari banyaknya rokok yang dihisap, dan fungsi merokok dalam kehidupan sehari-hari.

4. Jenis Rokok

Rokok umumnya terbagi menjadi 3 kelompok yaitu rokok putih, rokok kretek dan cerutu. Rokok putih mempunyai kandungan 14-15 mg tar dan 5 mg nikotin dimana kandungan tar dan nikotin tersebut lebih rendah dibanding rokok kretek dan hal ini dikontrol dengan baik/dijamin oleh pabriknya, karena kerendahan kadar tar dan nikotin ini justru menjadi nilai jual bagi mereka berkaitan dengan isu kesehatan (Purnama, 1998 dalam Alamsyah, 2009).


(58)

Rokok kretek memiliki sekitar 20 mg tar dan 4-5 mg nikotin, lebih besar kandungan tar dan nikotinnya dari rokok putih. Sedangkan cerutu umumnya berbentuk seperti kapal selam dengan ukuran lebih besar dan panjang dari dua jenis rokok pertama, terdiri atas daun tembakau kering yang digulung-gulung menjadi silinder gemuk, lalu dilem. Akibatnya kandungan tar dan nikotin cerutu paling besar dibanding dengan jenis rokok lain (Purnama, 1998 dalam Alamsyah, 2009).

5. Motif Perilaku Merokok

Leventhal & Cleary (1980 dalam Oskamp, 1984) menyatakan motif seseorang merokok terbagi menjadi dua motif utama, yaitu (Nasution, 2007) :

a. Faktor Psikologis

Pada umumnya faktor-faktor tersebut tentang ke dalam lima bagian, yaitu :

1) Kebiasaan

Perilaku merokok menjadi sebuah perilaku yang harus tetap dilakukan tanpa adanya motif yang bersifat negatif ataupun positif. Seseorang merokok hanya untuk meneruskan perilakunya tanpa tujuan tertentu. 2) Reaksi emosi yang positif

Merokok digunakan untuk menghasilkan emosi yang positif, misalnya rasa senang, relaksasi, dan


(59)

35

kenikmatan rasa. Merokok juga dapat menunjukkan kejantanan (kebanggaan diri) dan menunjukkan kedewasaan.

3) Reaksi untuk penurunan emosi

Merokok ditujukan untuk mengurangi rasa tegang, kecemasan biasa, ataupun kecemasan yang timbul karena adanya interaksi dengan orang lain.

4) Alasan sosial

Merokok ditujukan untuk mengikuti kebiasaan kelompok (umumnya pada remaja dan anak-anak), identifikasi dengan perokok lain, dan untuk menentukan image diri seseorang. Merokok pada anak-anak juga dapat disebabkan adanya paksaan dari teman-temannya. 5) Kecanduan atau ketagihan

Seseorang merokok karena mengaku telah mengalami kecanduan. Kecanduan terjadi karena adanya nikotin yang terkandung di dalam rokok. Semula hanya mencoba-coba rokok, tetapi akhirnya tidak dapat menghentikan perilaku tersebut karena kebutuhan tubuh akan nikotin.

b. Faktor biologis

Faktor ini menekankan pada kandungan nikotin yang ada di dalam rokok yang dapat mempengaruhi ketergantungan seseorang pada rokok secara biologis


(60)

Selain motif-motif diatas, individu juga dapat merokok dengan alasan sebagai alat dalam mengatasi stres (koping) (Sarafino, 1994 dalam Nasution, 2007). Sebuah studi menemukan bahwa bagi kalangan remaja, jumlah rokok yang mereka konsumsi berkaitan dengan stres yang mereka alami, semakin besar stres yang dialami, semakin banyak rokok yang mereka konsumsi (Nasution, 2007).

6. Dampak Perilaku Merokok

Ogden (2000) dalam Nasution (2007) membagi dampak perilaku merokok menjadi dua, yaitu :

a. Dampak Positif

Merokok menimbulkan dampak positif yang sangat sedikit bagi kesehatan. Ogden (2000) dalam Nasution (2007) menyatakan bahwa perokok meyebutkan dengan merokok dapat menghasilkan mood positif dan dapat membantu individu menghadapi keadaan-keadaan yang sulit (Nasution, 2007). Smet (1994) dalam Nasution (2007) menyebutkan keuntungan merokok (terutama bagi perokok) yaitu mengurangi ketegangan, membantu berkonsentrasi, dukungan sosial dan menyenangkan.

b. Dampak negatif

Merokok dapat menimbulkan berbagai dampak negatif yang sangat berpengaruh bagi kesehatan (Ogden, 2000 dalam


(61)

37

Nasution, 2007). Merokok bukanlah penyebab suatu penyakit, tetapi dapat memicu suatu jenis penyakit sehingga boleh dikatakan merokok tidak menyebabkan kematian, tetapi dapat mendorong munculnya jenis penyakit yang dapat mengakibatkan kematian. Berbagai jenis penyakit yang dapat dipicu karena merokok dimulai dari penyakit di kepala sampai dengan penyakit di telapak kaki, antara lain (Sitepoe, 2000) : penyakit kardiolovaskular, neoplasma (kanker), saluran pernafasan, peningkatan tekanan darah, memperpendek umur, penurunan vertilitas (kesuburan) dan nafsu seksual, sakit maag, gondok, gangguan pembuluh darah, penghambat pengeluaran air seni, ambliyopia (penglihatan kabur), kulit menjadi kering, pucat dan keriput, serta polusi udara dalam ruangan (sehingga terjadi iritasi mata, hidung dan tenggorokan).

7. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Merokok pada Remaja

Sejumlah studi menyebutkan sebagian besar perilaku merokok dimulai di usia remaja (Doe dan DeSanto, 2009). Data Global Youth Tobacco Survey (GYTS) hampir sebanyak 25% remaja di GYTS mempunyai akses terhadap rokok sejak usia di bawah 10 tahun (GYTS, 2002). Data Riskesdas 2010 menunjukkan bagaimana pola merokok yang ada di Indonesia, dimana rata-rata umur mulai merokok secara nasional adalah 17,6 tahun dengan persentase penduduk yang


(62)

mulai merokok tiap hari terbanyak pada umur 15-19 tahun (Depkes, 2010).

Beberapa hasil penelitian terhadap perilaku merokok remaja berikut ini didapatkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku merokok remaja. Menurut Alamsyah (2009) ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang mempunyai kebiasaan merokok. Secara umum dapat dibagi dalam 3 bagian:

a. Faktor farmakologis, salah satu zat yang terdapat dalam rokok adalah nikotin yang dapat mempengaruhi perasaan atau kebiasaan

b. Faktor sosial, yaitu jumlah teman yang merokok. Faktor psikososial dari merokok yang dirasakan antara lain lebih diterima dalam lingkungan teman dan merasa lebih nyaman. c. Faktor psikologis, yakni merokok dapat dianggap

meningkatkan konsentrasi atau hanya sekedar untuk menikmati asap rokok (Alamsyah, 2009).

Disamping itu ada faktor lain yang dapat mempengaruhi perilaku merokok, yaitu adalah pengetahuan tentang rokok, pengaruh iklan dan sarana yang mendukung perilaku merokok (Alamsyah, 2009).

Pengetahuan sangat berpengaruh karena pengetahuan menentukan sikap dan tindakan remaja terhadap perilaku merokok orang-orang yang ada di sekitarnya serta upaya pencegahan rokok (Alamsyah, 2009). Berikut ini adalah definisi dari pengetahuan, sikap dan tindakan menurut Notoatmodjo (2007) :


(63)

39

a. Pengetahuan (Knowledge)

Menurut Notoatmodjo (2007), perilaku dikembangkan menjadi tiga tingkat yaitu pengetahuan, sikap, dan tindakan. Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya. Secara garis besar pengetahuan dibagi menjadi enam tingkat, yaitu :

1) Tahu (Know) yang diartikan seseorang itu hanya menggunakan memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.

2) Memahami (Comprehension) diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat mengintrepretasi materi tersebut yang benar.

3) Aplikasi (Application) yang diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya. 4) Analisis (Analysis) adalah suatu kemampuan untuk

menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen - komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5) Sintesis (Synthesis) menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan


(64)

bagian - bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

6) Evaluasi (Evaluation) berkaitan dengan kemapuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

b. Sikap (Attitude)

Sikap adalah merupakan reaksi atau respon sesorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Menurut Notoatmodjo (2007), sikap terdiri dari beberapa tingkatan yaitu:

1) Menerima (Receiving) diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

2) Merespon (Responding) adalah memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

3) Menghargai (Valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4) Bertanggung jawab (Responsible), bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resikop adalah merupakan sikap yang paling tinggi.


(65)

41

c. Tindakan (Practice)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan nyata (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, anatara lain adalah fasilitas. Adapun tingkat praktek / tindakan yaitu :

1) Persepsi (Perception) yaitu mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.

2) Respon terpimpin (Guided Respons) yaitu dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh.

3) Mekanisme (Mechanism) menunjukkan apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis ataupun sesuatu itu sudah menjadi kebiasaan.

4) Adaptasi (Adaptation) yaitu merupakan suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi tindakan tersebut (Notoatmodjo, 2007).

Selanjutnya adalah pengaruh iklan. Iklan yang dilakukan oleh industri rokok mempunyai kekuatan finansial yang sangat besar untuk membuat propaganda. Industri rokok dapat memasuki kehidupan


(66)

masyarakat dengan menjadi sponsor utama berbagai tayangan olahraga di televisi, penyelenggaraan acara-acara musik di berbagai kampus dan sekolah yang banyak menarik perhatian kalangan remaja yang menjadi salah satu objek sasaran iklan industri rokok, menawarkan beasiswa bagi pelajar berprestasi. Sungguh suatu ironi yang tidak disadari atau tidak diacuhkan masyarakat Indonesia. Iklan rokok biasanya berisi pemandangan yang menyajikan keindahan alam, kebugaran, kesuksesan. padahal rokok itu sendiri dapat menyebabkan polusi yang mencemarkan lingkungan dan merusak kesehatan (Alamsyah, 2009).

Faktor selanjutnya adalah sarana dan prasarana yang berupa uang saku dan tersedianya tempat membeli rokok. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan remaja dapat dengan bebas memperoleh rokok dan menjadi perokok, maka faktor-faktor ini disebut faktor pendukung atau faktor pemungkin (Alamsyah, 2009). Pendapat ini juga di dukung oleh Hussin dan Mariani (2004) yang mengatakan salah satu faktor remaja merokok adalah karena rokok mudah didapat.

Mu’tadin (2002) dalam Nasution (2007) juga menyebutkan beberapa faktor penyebab yang dapat mempengaruhi perilaku merokok pada remaja meliputi :

a. Pengaruh orang tua

Menurut Baer & Corado, remaja perokok adalah anak-anak yang berasal dari rumah tangga yang tidak bahagia, dimana orang tua tidak begitu memperhatikan anak-anaknya


(67)

43

dibandingkan dengan remaja yang berasal dari lingkungan rumah tangga yang bahagia. Remaja yang berasal dari keluarga konservatif akan lebih sulit untuk terlibat dengan rokok maupun obat-obatan dibandingkan dengan keluarga yang permisif, dan yang paling kuat pengaruhnya adalah bila orang tua sendiri menjadi figur contoh yaitu perokok berat, maka anak-anaknya akan mungkin sekali untuk mencontohnya. b. Pengaruh teman

Berbagai fakta mengungkapkan bahwa semakin banyak remaja merokok, maka semakin besar kemungkinan teman-temannya menjadi perokok juga. Hal ini dapat dilihat dari dua kemungkinan yang terjadi, pertama remaja tersebut terpengaruh oleh teman-temannya sedangkan yang kedua, teman-temannya yang dipengaruhi oleh remaja tersebut sehingga akhirnya semua menjadi perokok. Diantara remaja perokok terdapat 87 % mempunyai sekurang-kurangnya satu atau lebih sahabat yang perokok begitu pula dengan remaja non perokok.

c. Faktor kepribadian

Orang mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu atau ingin melepaskan diri dari rasa sakit dan kebosanan. Satu sifat kepribadian yang bersifat pada pengguna obat-obatan (termasuk rokok) ialah konformitas sosial. Pendapat ini didukung Atkinson (1999) dalam Nasution (2007) yang


(68)

menyatakan bahwa orang yang memiliki skor tinggi pada berbagai tes konformitas sosial lebih menjadi perokok dibandingkan dengan mereka yang memiliki skor yang rendah. d. Pengaruh iklan

Melihat iklan di media massa dan elektronik yang menampilkan bahwa perokok adalah lambang kejantanan atau glamor membuat remaja seringkali terpicu untuk mengikuti perilaku seperti iklan tersebut.

Pendapat selanjutnya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok remaja dikemukakan oleh Sarafino (1994) dalam Nasution (2007) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok, yaitu :

a. Faktor Biologis

Banyak Penelitian menunjukkan bahwa nikotin dalam rokok merupakan salah satu bahan kimia yang berperan penting pada ketergantungan merokok. Pendapat ini didukung Aditama (1995) yang mengatakan nikotin dalam darah perokok cukup tinggi.

b. Faktor Psikologis

Merokok dapat bermakna untuk meningkatkan konsentrasi saat mendapatkan kesulitan dalam belajar, menghalau rasa kantuk, mengakrabkan suasana sehingga timbul rasa persaudaraan, juga dapat memberikan kesan modern dan


(69)

45

berwibawa, sehingga bagi individu yang sering bergaul dengan orang lain, perilaku merokok sulit untuk dihindari.

c. Faktor Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial berpengaruh terhadap sikap, kepercayaan dan perhatian individu pada perokok. Seseorang akan berperilaku merokok dengan memperhatikan lingkungan sosialnya.

d. Faktor Demografis

Faktor ini meliputi umur dan jenis kelamin. Orang yang merokok pada usia dewasa semakin banyak (Smet, 1994 dalam Nasution, 2007). Sedangkan di Indonesia, jenis kelamin merupakan faktor penting terhadap perilaku merokok. Suhardi (1997) dalam majalah dunia kedokteran menyatakan bahwa perilaku merokok lebih dominan pada laki-laki dan sedikit perempuan yang merokok terkait dengan kultur yang kurang menerima perempuan yang berperilaku merokok.

e. Faktor Sosial-Kultural

Kebiasaan budaya, kelas sosial, tingkat pendidikan, penghasilan, dan gengsi pekerjaan akan mempengaruhi perilaku merokok pada individu (Smet, 1994 dalam Nasution, 2007).

f. Faktor Sosial Politik

Merokok menjadi masalah yang bertambah besar di negara-negara berkembang seperti Indonesia, karena di negara-negara maju


(1)

Ingin Diterima dalam Semua Pergaulan * Perilaku Merokok

Siswa

Crosstab

Count

Perilaku Merokok Siswa

Total

Merokok Tidak Merokok

Ingin Diterima dalam Semua Pergaulan

Ya 17 29 46

Tidak 47 195 242

Total 64 224 288

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 6.876a 1 .009

Continuity Correctionb 5.899 1 .015

Likelihood Ratio 6.246 1 .012

Fisher's Exact Test .012 .010

Linear-by-Linear Association 6.852 1 .009

N of Valid Cases 288

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.22. b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Ingin Diterima dalam Semua Pergaulan (Ya / Tidak)

2.432 1.234 4.792

For cohort Perilaku Merokok Siswa = Merokok

1.903 1.206 3.004

For cohort Perilaku Merokok Siswa = Tidak Merokok

.782 .622 .984


(2)

Sarana dan Prasarana * Perilaku Merokok Siswa

Crosstab

Count

Perilaku Merokok Siswa

Total

Merokok Tidak Merokok

Sarana dan Prasarana Tersedia 61 205 266

Kurang Tersedia 3 19 22

Total 64 224 288

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 1.016a 1 .313

Continuity Correctionb .549 1 .459

Likelihood Ratio 1.126 1 .289

Fisher's Exact Test .428 .236

Linear-by-Linear Association 1.012 1 .314

N of Valid Cases 288

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.89. b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Sarana dan Prasarana (Tersedia / Kurang Tersedia)

1.885 .540 6.583

For cohort Perilaku Merokok Siswa = Merokok

1.682 .574 4.925

For cohort Perilaku Merokok Siswa = Tidak Merokok

.892 .746 1.067


(3)

Perilaku Merokok Ortu * Perilaku Merokok Siswa

Crosstab

Count

Perilaku Merokok Siswa

Total

Merokok Tidak Merokok

Perilaku Merokok Ortu Ada 56 131 187

Tidak 8 93 101

Total 64 224 288

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 18.407a 1 .000

Continuity Correctionb 17.155 1 .000

Likelihood Ratio 20.897 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 18.343 1 .000

N of Valid Cases 288

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 22.44. b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Perilaku Merokok Ortu (Ada / Tidak)

4.969 2.262 10.917

For cohort Perilaku Merokok Siswa = Merokok

3.781 1.877 7.615

For cohort Perilaku Merokok Siswa = Tidak Merokok

.761 .682 .849


(4)

Perilaku Merokok Saudara * Perilaku Merokok Siswa

Crosstab

Count

Perilaku Merokok Siswa

Total

Merokok Tidak Merokok

Perilaku Merokok Saudara Ada 48 111 159

Tidak 16 113 129

Total 64 224 288

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 13.034a 1 .000

Continuity Correctionb 12.026 1 .001

Likelihood Ratio 13.631 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 12.989 1 .000

N of Valid Cases 288

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 28.67. b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Perilaku Merokok Saudara (Ada / Tidak)

3.054 1.637 5.697

For cohort Perilaku Merokok Siswa = Merokok

2.434 1.453 4.077

For cohort Perilaku Merokok Siswa = Tidak Merokok

.797 .706 .900


(5)

Perilaku Merokok Teman * Perilaku Merokok Siswa

Crosstab

Count

Perilaku Merokok Siswa

Total

Merokok Tidak Merokok

Perilaku Merokok Teman Ada 61 179 240

Tidak 3 45 48

Total 64 224 288

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 8.502a 1 .004

Continuity Correctionb 7.429 1 .006

Likelihood Ratio 10.571 1 .001

Fisher's Exact Test .002 .001

Linear-by-Linear Association 8.472 1 .004

N of Valid Cases 288

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.67. b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Perilaku Merokok Teman (Ada / Tidak)

5.112 1.533 17.044

For cohort Perilaku Merokok Siswa = Merokok

4.067 1.331 12.425

For cohort Perilaku Merokok Siswa = Tidak Merokok

.796 .717 .883


(6)

Pengaruh Iklan Rokok * Perilaku Merokok Siswa

Crosstab

Count

Perilaku Merokok Siswa

Total

Merokok Tidak Merokok

Pengaruh Iklan Rokok Ada Pengaruh 36 24 60

Tidak 28 200 228

Total 64 224 288

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 62.580a 1 .000

Continuity Correctionb 59.850 1 .000

Likelihood Ratio 54.498 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 62.363 1 .000

N of Valid Cases 288

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.33. b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Pengaruh Iklan Rokok (Ada Pengaruh / Tidak)

10.714 5.590 20.534

For cohort Perilaku Merokok Siswa = Merokok

4.886 3.263 7.316

For cohort Perilaku Merokok Siswa = Tidak Merokok

.456 .333 .624