Analisis Spasial Penyediaan Fasilitas Pendidikan Pada Sekolah Menengah Pertama Di Kabupaten Boyolali Tahun 2011

ANALISIS SPASIAL PENYEDIAAN FASILITAS PENDIDIKAN PADA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2011

Oleh :

Ratih Puspita Dewi NIM K 5407039

Skripsi

Disusun Oleh: RATIH PUSPITA DEWI K5407039 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

commit to user

ANALISIS SPASIAL PENYEDIAAN FASILITAS PENDIDIKAN PADA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2011

Disusun Oleh:

RATIH PUSPITA DEWI

K5407039

Skripsi

Disusun dan Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Geografi

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

commit to user

PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji

Skripsi Program Studi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret.

Persetujuan Pembimbing

Pembimbing I

Drs. Wakino, M.S NIP. 19521103 197603 1 003

Pembimbing II

Singgih Prihadi, S.Pd, M.Pd. NIP. 19820908 200604 1 002

commit to user

commit to user

ABSTRAK

Ratih Puspita Dewi, ANALISIS SPASIAL PENYEDIAAN FASILITAS

PENDIDIKAN PADA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI

KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2011. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret, September 2011.

Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) Mengetahui persebaran, pola, dan jangkauan fasilitas pendidikan pada Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Boyolali Tahun 2011 (2) Mengetahui ketersediaan fasilitas pendidikan pada Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Boyolali Tahun 2011 (3) Mengetahui daya layan fasilitas pendidikan pada Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Boyolali tahun 2011.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif. Populasi penelitian ini adalah seluruh SMP yang ada di Kabupaten Boyolali. Teknik sampling yang digunakan adalah stratified random sampling. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan dokumentasi berupa data alamat SMP, data jumlah SMP, jumlah guru, jumlah murid, jumlah kelas dan jumlah ruang kelas dan observasi berupa data lokasi absolut SMP, data aksesibilitas berupa jenis jalan dan angkutan umum, dan ketersediaan prasarana berdasarkan standar baku. Teknis analisis yang digunakan adalah analisis peta dan analisis tetangga terdekat.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: 1 (a) distribusi SMP paling banyak terdapat di Kecamatan Boyolali dengan jumlah SMP sebanyak 10 SMP (11.1 %) dan jumlah SMP paling sedikit terdapat di Kecamatan Selo dengan jumlah 2 SMP (2.2%). (b) Pola persebaran SMP di Kabupaten Boyolali pada topografi bergunung adalah acak dengan nilai T = 1.04, sedangkan pada topografi dataran rendah pola persebarannya juga acak dengan nilai T = 0.8. (c) Jangkauan SMP di Kabupaten Boyolali dapat dilihat dari unsur aksesibilitas. Aksesibilitas sendiri dibagi menjadi tiga kategori yaitu SMP Mudah terjangkau, SMP cukup terjangkau, dan SMP sulit terjangkau. Terdapat 10 SMP mudah terjangkau, 73 SMP cukup terjangkau, dan 7 SMP sulit terjangkau. 2 Ketersediaan SMP dilihat dari tingkat kecukupan SMP untuk tiap kecamatan. Kecukupan SMP tertinggi terdapat di Kecamatan Ampel, Kecamatan Boyolali, Kecamatan Sawit, Kecamatan Banyudono, Kecamatan Sambi, Kecamatan Simo, Kecamatan Karanggede, Kecamatan Klego, Kecamatan Andong, dan Kecamatan Wonosegoro yaitu semua penduduk terlayani, sedangkan kecukupan terendah terdapat di Kecamatan Cepogo dengan 17.101 penduduk tidak terlayani. Ketersediaan prasarana SMP berdasarkan standar baku untuk SMP negeri sudah lengkap baik untuk SMP negeri dengan akreditasi A, B, maupun belum terakreditasi, sedangkan untuk SMP Swasta belum lengkap baik untuk SMP Swasta dengan akreditasi B, C, maupun belum terakreditasi. 3 Berdasarkan penghitungan variabel daya layan beberapa kecamatan di Kabupaten Boyolali jumlah sekolahnya belum memenuhi kebutuhan meliputi: Kecamatan Selo, Kecamatan Cepogo, Kecamatan Musuk, Kecamatan Mojosongo, Kecamatan Teras, Kecamatan Ngemplak, Kecamatan Nogosari, Kecamatan Kemusu, dan Kecamatan Juwangi.

commit to user

ABSTRACT

Ratih Puspita

Dewi , SPATIAL ANALYSIS OF AVAILABILTY

EDUCATIONAL FACILITIES AT JUNIOR HIGH SCHOOL IN BOYOLALI

DISTRICT AT 2011. Script, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty of Surakarta Sebelas Maret University, September 2011.

The Purpose of the research are: (1) to find out spatial distribution, distribution pattern and educational facilities reach at junior high school in Boyolali District at 20011(2) to find out the availability of junior high school in Boyolali District at 2011 (3) to find out the function of availability of educational facilities at junior high school in Boyolali District at 2011.

This research used descriptive research method. The population of the research are all junior high schools in Boyolali District. The sampling technique is stratified random sampling. The technique of collecting data are documentation like data of address, number of junior high schools, number of teachers, number of students, number of classes, and number of classrooms, and observation like data of absolute location of junior high school, data of accessibility that is road and the public transportation. The technique of data analysis are map analysis and nearest neighbour analysis.

The result of the research are: 1(a) junior high school spasial distribution mostly located in Subdistrict Boyolali with 10 junior high school (11.1%) and the least in Subdistrict Selo with 2 junior high schools (2.2%). (b) The distribution pattern of Junor High School in Boyolali District at mountainous topography is random with T = 1.04, whereas the distribution pattern at lowland topography also random with T = 0.8. (c) The reach of junior high school in Boyolali District seen at accessibility side, accessibility divided in three categories that is easy to reach, quite easy to reach, and difficult to reach. There are 10 junior high schools (11.1%) are easy to reach, 73 junior high schools are quite easy to reach, and 7 junior high schools are difficult to reach. 2 junior high school availability shown in junior high school adequacy level for each subdistrict. The highest junior high school adequate is in Ampel Subdistrict, Boyolali Subdistrict, Sawit Subdistrict, Banyudono Subdistrict, Sambi Subdistrict, Simo Subdistrict, Karanggede Subdistrict, Klego Subdistrict, Klego Subdistrict, Andong Subdistrict, and Wonosegoro Subdistrict where all of the populations can be serviced, whereas the least junior high school adequate is in Cepogo Subdistrict with 17.101 people can not be serviced. The Junior High School infrastructure based on standart rules for government junior high schools are already complete include for government junior high schools which accreditation A, B, even not accreditation yet, whereas for private junior high schools are not complete yet include for private junior high schools which accreditation B, C, or not accreditation yet. 3 based on calculation of the function of service variable some of Subdistrict in Boyolali District number of schools are not enough, the Subdistrict are Selo Subdistrict, Cepogo Subdistrict, Musuk Subdistrict, Ngemplak Subdistrict, Nogosari Subdistrict, Kemusu Subdistrict, and Juwangi Subdistrict.

commit to user

MOTTO

Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah)dengan sabar dan (mengerjakan shalat), sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS Al Baqoroh: 153)

commit to user

PERSEMBAHAN

Karya ini dipersembahkan kepada: Ibu dan Bapak yang selalu memberikan doa dan kasih sayangnya Ibu maryam semoga selalu diberi kesehatan Keempat kakakku widy, hendra, ervy, dan bambang Adikku Callula Bayu Saputro Almamater

commit to user

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayahNya sehingga penulisan skripsi dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi sebagian persyaratan dalam mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Dalam penulisan ditemukan hambatan namun demikian dengan bantuan dari berbagai pihak hambatan tersebut dapat diatasi, untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis megucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan ijin penelitian untuk menyusun skripsi ini.

2. Bapak Drs. Syaiful Bachri, M.Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret.

3. Bapak Dr. Moh. Gamal Rindarjono, M.Si selaku Ketua Program Studi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret.

4. Bapak Drs. Wakino, MS. selaku Pembimbing I yang telah memberikan banyak bimbingan dan pengarahan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

5. Bapak Singgih Prihadi, S.Pd, M.Pd selaku Pembimbing II yang dengan sabar memberikan banyak bimbingan dan pengarahan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

6. Bapak Drs. Partoso Hadi, M.Si selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan selama ini.

7. Bapak / Ibu dosen Program Studi Pendidikan Geografi yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan, sehingga mampu menyelesaikan perkuliahan dan penyususnan skripsi ini.

8. Sahabat- sahabat Geografi angkatan 2007 yang selalu memberikan semangat dan persahabatan yang tak terlupakan.

9. Berbagai pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.

commit to user

Saran dan kritik sangat diharapkan demi perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Surakarta, September 2011 Penulis,

Ratih Puspita Dewi K5407039

commit to user

DAFTAR TABEL

Hal Tabel 1.

24 Tabel 2.

28 Tabel 3.

31 Tabel 4. Pedoman Skor Aksesibilitas

Tabel 7. Luas, Jumlah Penduduk, Kepadatan Penduduk tiap Kecamatan di

Kabupaten

Tabel 8. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin Tiap Kecamatan di

49 Tabel 9.

Tabel 10. Penduduk Kabupaten Boyolali Usia Lima Tahun Keatas Menurut Tingkat

Tabel 11. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian Tiap Kecamatan di

53 Tabel 12.

Tabel 14. Jarak Tetangga Terdekat antar SMP pada Topografi Pegunungan di

Tabel 15. Jarak Tetangga Terdekat Antar SMP pada Topografi Dataran Rendah di

64 Tabel 16.

66 Tabel 17.

67 Tabel 19. Persebaran SMP di Kabupaten

72 Tabel 20.

Tabel 21. Jumlah Murid Menurut Jenis Kelamin dan Umur di Kabupaten Boyolali

Tabel 26. Jumlah Sekolah, Ruang Kelas, Guru, Ruang Kelas, dan Murid di

commit to user

Tabel 27. Daya Layan Fasilitas Pendidikan Jenjang SMP di Kabupaten Boyolali

commit to user

DAFTAR PETA

Hal Peta 1.

43 Peta 2.

58 Peta 3.

65 Peta 4. Jangkauan SMP di

commit to user

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 1. Pola-pola Penyebaran Berdasarkan Konsep Tetangga Terdekat

9 Gambar 2.

30 Gambar 3. Diagram alir pengambilan sampel

35 Gambar 4.

39 Gambar 5. Grafik Prosentase Luas Kecamatan Boyolali Tahun

44 Gambar 6.

Grafik Jumlah Penduduk Kecamatan Boyolali Tahun

46 Gambar 7.

Grafik Komposisi Penduduk menurut Umur Kecamatan Boyolali Tahun

51 Gambar 8.

Grafik Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan Boyolali Tahun

54 Gambar 9.

Grafik Distribusi

commit to user

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Tabel 11. Persebaran SMP di Kabupaten Boyolali Tahun 2011 Lampiran 2. Tabel 16. Data Tingkat Jangkauan SMP di Kabupaten Boyolali Tahun

Lampiran 3. Tabel 22. Data Akreditasi SMP Negeri Kabupaten Boyolali Tahun

Lampiran 4. Tabel 23 Akreditasi SMP Swasta di Kabupaten Boyolali Tahun 2011 Lampiran 5. Tabel 24. Ketersediaan Prasarana Berdasarkan Standar Baku Pada

SMP Negeri di Kabupaten Boyolali Tahun 2011

Lampiran 6. Tabel 25. Ketersediaan Prasarana Berdasarkan Standar Baku Pada

SMP Swasta di Kabupaten Boyolali Tahun 2011

Lampiran 7. Perhitungan Daya Layan SMP di Kabupaten Boyolali Tahun 2011 Lampiran 8. Foto-foto Penelitian

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sistem pendidikan nasional harus ma1mpu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan (UU RI No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional).

Hak mendapat pelayanan pendidikan tanpa diskriminasi setiap Warga Negara Indonesia telah dijamin dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 5, artinya setiap Warga Negara Indonesia, dimana saja, harus memiliki kesempatan yang sama dalam mengakses pendidikan. Untuk menjamin pemerataan kesempatan pendidikan tersebut, maka pemerintah diantaranya harus mampu menyediakan fasilitas pendidikan yang dapat melayani kebutuhan seluruh penduduk dan tentunya bisa diakses dengan mudah oleh penduduk untuk memanfaatkannya.

Pada kenyataannya, kebutuhan akan sarana dan prasarana pendidikan tidak selalu terpenuhi dengan baik dikarenakan jumlah, luasan atau lokasi dari sarana dan prasarana pendidikan. Pada suatu daerah dapat dijumpai prasarana dan sarana

commit to user

pendidikan yang lengkap dengan tingkat pelayanan yang tinggi, sedangkan pada daerah lain ketersediaannya tidak memenuhi ketentuan, sehingga tingkat pelayanannya menjadi rendah. Kecenderungan tingkat perbedaan tingkat pelayananan pada umumnya terjadi antar daerah perkotaan dan pedesaan. Kota merupakan pusat dari segala pelayanan prasarana dan sarana pendidikan, sedangkan desa pada umunnya terabaikan, meskipun sebenarnya kebutuhan masyarakatnya sama hanya dengan jumlah yang berbeda. Adanya kecenderungan pembangunan prasarana dan sarana pendidikan yang tidak memperhatikan kebutuhan juga merupakan salah satu sebab mengapa tingkat pelayanan menjadi tidak efektif. Penempatan fasilitas-fasilitas pendukung dalam memperbaiki kualitas hidup manusia khususnya di dalam penelitian ini adalah fasilitas pendidikan, dalam penyebarannya harus sesuai dengan jangkauan penduduk sebagai pengguna.

Hal ini tentunya berlaku untuk seluruh wilayah yang ada di negara ini salah satunya adalah Kabupaten Boyolali. Sebagai salah satu kabupaten di wilayah administrasi pemerintahan Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Boyolali memiliki kewajiban untuk meningkatkan kualitas masyarakat melalui pendidikan, maka penyediaan fasilitas pendidikan yang berkualitas dan merata dipandang sebagai suatu kewajiban mutlak yang harus dipenuhi pemerintah kabupaten ini. Pelayanan pendidikan yang baik tentunya harus didukung oleh penyediaan fasilitas pendidikan yang bisa menjangkau dan melayani seluruh penduduk dengan merata.

Masalah persebaran lokasi fasilitas pendidikan menjadi sangatlah penting untuk diperhatikan di Kabupaten Boyolali. Untuk itu maka diperlukan kajian mengenai persebaran lokasi fasilitas pendidikan yang diharapkan bisa menjadi salah satu acuan dalam peningkatan pelayanan pendidikan kepada masyarakat. Penyebaran lokasi sekolah erat hubungannya dengan perluasan kesempatan kepada masyarakat. Hambatan dalam memperolah kesempatan belajar merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi hasrat mendapatkan pendidikan, disamping masalah sosial dan ekonomi. Sejalan dengan pertumbuhan penduduk yang pesat, beban tanggung jawab pemerintah untuk menyediakan prasarana

commit to user commit to user

Penyediaan fasilitas pendidikan diantaranya dengan membangun sekolah mulai dari jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah hingga perguruan tinggi. Pendidikan dasar meliputi SD (Sekolah Dasar) dan MI (Madrasah Ibtidaiyah) atau bentuk lain yang sederajat serta SMP (Sekolah Menengah Pertama) dan MTs (Madrasah Tsanawiyah) atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan menengah meliputi SMA (Sekolah Menengah Pertama), MA (Madrasah Aliyah), SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) dan MAK (Madrasah Aliyah Kejuruan) , atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi. Mengingat pendidikan sangat luas cakupannya maka dalam penelitian ini akan dibatasi pada pendidikan dasar khususnya SMP.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Boyolali (2009: 79) menyebutkan bahwa Kabupaten Boyolali memiliki 19 kecamatan dengan jumlah sekolah sekolah menengah pertama sebanyak kurang lebih 90 SMP. Jumlah sekolah yang berstatus RSBI 2 Sekolah, 19 sekolah berstatus SSN, dan kurang lebih 10 sekolah yang berstatus calon rintisan SSN. Sejalan dengan hal tersebut menurut Bappeda Kabupaten Boyolali (2003-2013: 17) dilihat dari segi persentase tingkat pendidikannya, persentase penduduk dengan tingkat pendidikan dasar tertinggi atau setingkat SMP (Pendididan Dasar 9 tahun) ada di Kecamatan Selo dengan jumlah 97,47 persen, disusul Kecamatan Kemusu dengan 96,62 persen, Kecamatan Wonosegoro dengan 95,05 persen, Kecamatan Cepogo dengan 93,48 persen, dan Kecamatan Klego dengan 93,04 persen. Rata-rata pada tingkat Kabupaten adalah 86,82 persen. Salah satu kecamatan di Kabupaten Boyolali yaitu Kecamatan Boyolali memiliki 10 SMP dengan jumlah penduduk sekitar 51.330 jiwa, sedangkan di Kecamatan Kemusu memiliki 3 SMP dengan jumlah penduduk sekitar 46.310 jiwa. Perbedaan penyediaan fasilitas disebabkan karena Kecamatan Boyolali terletak di Ibukota Kabupaten Boyolali, sehingga Kecamatan

commit to user

Boyolali merupakan pusat dari segala macam kegiatan pelayanan pemerintahan, ekonomi, dan pendidikan. Jumlah fasilitas pendidikan yang ada di Kecamatan Boyolali ketersediaannya melebihi jumlah kebutuhan yang seharusnya ada, sedangkan di Kecamatan Kemusu yang memiliki jumlah penduduk yang cukup besar fasilitas pendidikan yang tersedia hanya 3 SMP saja belum mencukupi dari kebutuhan minimal yang seharusnya ada, sehingga terdapat perbedaan penyediaan fasilitas pendidikan antara daerah perkotaan dan pedesaan.

Untuk mengetahui keadaan penyediaan fasilitas pendidikan di Kabupaten Boyolali penggunaan media peta sangat tepat digunakan. Peta memberikan gambaran yang lebih mudah dipahami daripada penyajian gambar dengan tulisan, dalam hal ini ilmu geografi memberikan kemudahan bagi dalam penyajian data dengan menggunakan peta. Dalam penelitian ini akan mencoba memecahkan masalah sebaran lokasi fasilitas pendidikan dengan mengevaluasi sebaran lokasi fasilitas pendidikan serta tingkat pelayanan dari fasilitas pendidikan yang terdapat di Kabupaten Boyolali. Penelitian ini memfokuskan pada fasilitas pelayanan pendidikan dasar khususnya SMP, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul :

Penyediaan Fasilitas Pendidikan pada Sekolah Menengah Pertama d

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah disampaikan maka identifikasi masalahnya sebagai berikut:

1. Data mengenai sekolah di Kabupaten Boyolali saat ini belum disajikan dalam bentuk peta untuk mengetahui distribusi spasialnya, umumnya data sekolah hanya ditampilkan dalam bentuk tabel maupun angka-angka, maka untuk mempermudah mengetahui lokasi sekolah maupun keterangan lain mengenai sekolah data sekolah dapat disajikan dalam bentuk peta.

2. Berdasarkan UU RI No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 5 bahwa setiap warga negara Indonesia berhak mendapatkan pendidikan sehingga pemerintah wajib menyediakan fasilitas pendidikan yang dapat menjangkau seluruh penduduk di Indonesia, oleh karena itu maka perlu

commit to user commit to user

3. Tingkat pelayanan fasilitas pendidikan memiliki perbedaan antara satu tempat dengan tempat lain, maka perlu diketahui tingkat pelayanan fasilitas pendidikannya, sehingga dapat dibandingkan perbedaan tingkat pelayanan yang terdapat dalam suatu wilayah.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, agar masalah dapat dikaji dengan mendalam peneliti memandang perlu untuk membatasi masalah yaitu :

1. Pemetaan persebaran dan pola fasilitas pendidikan hanya meliputi prasarana pendidikan yaitu gedung sekolah.

2. Variabel yang digunakan dalam penentuan daya layan adalah rasio antara ketersediaan fasilitas yang ada dengan kebutuhan minimal fasilitas pendidikan.

3. Jenjang pendidikan yang diteliti dalam penelitian ini adalah Sekolah Menengah Pertama baik negeri maupun swasta.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana persebaran, pola, dan jangkauan fasilitas pendidikan pada Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Boyolali tahun 2011?

2. Bagaimana ketersediaan fasilitas pendidikan pada Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Boyolali tahun 2011?

3. Bagaimana daya layan fasilitas pendidikan pada Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Boyolali tahun 2011?

E. Tujuan Penelitian

Dari perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, dapat diketahui tujuan dari penelitian sebagai berikut:

1. Mengetahui persebaran, pola, dan jangkauan fasilitas pendidikan pada Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Boyolali tahun 2011.

commit to user

2. Mengetahui ketersediaan fasilitas pendidikan pada Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Boyolali tahun 2011.

3. Mengetahui daya layan fasilitas pendidikan pada Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Boyolali tahun 2011.

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dalam bidang geografi khususnya pemetaan dan mengkaji secara spasial keberadaan fasilitas pendidikan.

b. Sebagai bahan referensi bagi peneliti dalam ilmu geografi yang lain di masa yang akan datang.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Boyolali dalam penentuan pendirian sekolah menengah pertama.

b. Bagi Masyarakat

1) Dapat memberikan informasi mengenai jarak, lokasi, dan daya layan sekolah menengah pertama bagi masyarakat di Kabupaten Boyolali.

2) Sebagai bahan pertimbangan dalam memilih sekolah menengah pertama bagi masyarakat di Kabupaten Boyolali.

c. Bagi pendidikan Skripsi ini dapat digunakan sebagai media pembelajaran di SMA pada kompetensi dasar pendekatan geografi materi pokok metode pendekatan geografi (khususnya pendekatan keruangan).

d. Bagi penulis Untuk menerapkan pengetahuan antara teori yang didapat dengan kenyataan di lapangan.

commit to user

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Analisis Spasial

Menurut Bintarto dan Surastopo Hadisumarno (1979: 74) pada hakekatnya analisis keruangan adalah analisis lokasi yang menitikberatkan kepada tiga unsur topografi yaitu jarak (distance), kaitan (interaction), dan gerakan (movement). Dalam analisis keruangan dapat dikumpulkan data lokasi yang terdiri dari titik (point data) dan data bidang (area data). Data titik dapat berupa data ketinggian tempat, data sampel batuan dan sebagainya. Data bidang dapat berupa data luas hutan, data luas daerah pertanian, data luas permukiman dan sebagainya.

Di sisi lain ketidakpuasan orang membicarakan pola permukiman (settlement) secara deskriptif menimbulkan gagasan untuk membincangkannya secara kuantitatif. Pola permukiman yang dikatakan seragam (uniform), random, mengelompok (cluster) dan lain sebagainya dapat diberi ukuran yang bersifat kuantitatif. Dengan cara sedemikian ini, perbandingan antara pola permukiman dapat dilakukan dengan lebih baik, bukan saja dari segi waktu tetapi juga dari segi ruang (space). Pendekatan sedemikian ini disebut analisis tetangga-terdekat (nearest-neighbour analysis). Analisis seperti ini memerlukan data tentang jarak antara satu permukiman dengan permukiman yang paling dekat yaitu permukiman tetangganya yang terdekat. Sehubungan dengan hal ini tiap permukiman dianggap sebagai sebuah titik dalam ruang. Meskipun demikian analisis tetangga terdekat ini dapat pula digunakan untuk menilai pola penyebaran tanah longsor, pola penyebaran puskesmas, pola penyebaran sumber-sumber air dan lain sebagainya.

Pada hakekatnya analisis tetangga terdekat ini adalah sesuai untuk daerah dimana antara satu permukiman dengan permukiman lain tidak ada hambatan- hambatan alamiah yang belum dapat teratasi misalnya jarak antara permukiman yang relatif dekat tetapi dipisahkan oleh suatu jurang. Oleh karena itu untuk daerah-daerah yang merupakan suatu dataran dimana hubungan antara satu permukiman dengan permukiman yang lain tidak ada hambatan ilmiah yang

commit to user commit to user

Menurut Bintarto dan Surastopo Hadisumarno (1979: 75) dalam menggunakan analisis tetangga-terdekat harus diperhatikan beberapa langkah berikut :

a. Tentukan batas wilayah yang akan diselidiki.

b. Ubahlah pola penyebaran permukiman seperti terdapat dalam peta peta topografi menjadi pola penyebaran titik.

c. Berikan nomor urut bagi tiap titik untuk mempermudah cara menganalisisnya.

d. Ukurlah jarak terdekat yaitu jarak pada garis lurus antara satu titik dengan titik yang lain yang merupakan tetangga terdekatnya dan catatlah ukuran jarak ini.

e. Hitunglah besar parameter tetangga terdekat (nearest-neighbour statistic) T dengan menggunakan formula :

T = Ju/Jh (Bintarto dan Surastopo Hadisumarno, 1979: 75) Keterangan ; T

= indeks penyebaran tetangga-terdekat Ju = jarak rata-rata yang diukur antara satu titik dengan titik

tetangganya yang terdekat Jh = jarak rata-rata yang diperoleh andaikata semua titik mempunyai

pola random

p = Kepadatan titik dalam tiap kilometer persegi yaitu jumlah titik (N)

dibagi luas wilayah (A). Parameter tetangga terdekat adalah suatu rumus yang penerapannya mendasarkan pada analisis jarak dengan bantuan peta. Pada rumus tersebut yang dimaksudkan jarak adalah jarak di peta, sehingga data jarak (Ju dan Jh) didapatkan dari pengukuran antara titik satu dengan titik lain di peta. Setelah

commit to user commit to user

T=0

T=1

T = 2,15 Mengelompok

Random

Seragam

Sumber: Bintarto dan Surastopo Hadisumarno (1979: 76) Gambar 1. Pola-pola Penyebaran Berdasarkan Konsep Tetangga Terdekat

Analisis spasial dapat diketahui dengan menggunakan peta. Dalam perkembangan teknologi pemetaan, pembuatan peta dipermudah dengan adanya SIG. Menurut Dahdouh (2004: 12) Remote sensing offers multitemporal repetitive data for identification and quantification of land surface changes, and therefore, greatly enhances capability of a GIS in updating map information on a regular basis. SIG telah mengganti penginderaan jauh untuk mengidentifikasi perubahan permukaan bumi dan dapat memperbarui informasi peta secara teratur. Di sisi lain Menurut Suroso (2004: 40) salah satu kelebihan sistem informasi geografis adalah kemampuannya dalam melakukan permodelan terhadap suatu kasus berdasarkan data spasial. SIG dirancang untuk menganalisis dan mengolah data dalam jumlah besar sehingga memudahkan dalam penuangan data tersebut ke base map yang manghasilkan peta tematik. Menurut Dahdouh (2002: 97) GIS are widely used as tools to digitise remotely sensed or cartographic data complemented with various ground-truth data, which are geocoded using a global positioning system (GPS). SIG banyak digunakan untuk mendigitasi berbagai kenampakan di permukaan bumi dilengkapai dengan data lokasi yang tepat menggunakan Global Positioning System ( GPS).

commit to user

2. Peta

Batasan peta menurut ICA (International Cartographic Assosiation) tahun 1973 dalam Sinaga (1995: 5) adalah suatu representasi/gambaran unsur-unsur atau kenampakan-kenampakan abstrak, yang dipilih dari permukaan bumi, atau yang ada kaitannya dengan permukaan bumi atau benda-benda angkasa, dan umumnya digambarkan dalam suatu bidang datar dan diperkecil atau diskalakan. Peta menggunakan simbol dua dimensi untuk mencerminkan fenomena geografikal atau dengan suatu cara yang sistematis, dan hal ini memerlukan kecakapan untuk membuatnya dan membacanya. Peta merupakan teknik komunikasi yang tergolong dalam cara grafis, dan untuk efisiensinya kita harus mempelajari dengan baik atribut-atribut/elemen-elemen dasarnya, seperti juga pada cara komunikasi yang lain. Kita harus mempelajari bagaimana fungsi peta itu.

Menurut Sinaga (1995: 7) fungsi peta dalam perencanaan suatu kegiatan adalah sebagai berikut:

a. Fungsi peta untuk perencanaan regional, sebagai berikut :

1) memberikan informasi pokok dari aspek keruangan tentang karakter dari suatu daerah.

2) Sebagai alat untuk menjelaskan penemuan-penemuan penelitian yang dilakukan.

3) Sebagai suatu alat menganalisis dalam mendapatkan suatu kesimpulan.

4) Sebagai alat untuk menjelaskan rencana-rencana yang diajukan.

b. Fungsi peta dalam kegiatan penelitian, sebagai berikut :

1) Alat bantu sebelum melakukan survei untuk mendapatkan gambaran tentang daerah yang akan diteliti.

2) Sebagai alat yang digunakan selama penelitian, misalnya memasukkan data yang ditemukan dilapangan.

3) Sebagai alat untuk melaporkan hasil penelitian. Menurut Subagio (2003: 2) peta topografi merupakan gambaran sebagian kecil permukaan bumi di atas bidang datar (atau bidang yang dapat didatarkan) yang dibuat pada skala tertentu, serta dilakukan dengan menggunakan metode tertentu pula. Banyaknya data topografi yang dapat disajikan diatas suatu peta,

commit to user commit to user

Menurut Subagio (2003: 2) berdasarkan sumber datanya, peta dikelompokkan ke dalam dua golongan peta yaitu :

a. Peta Induk (base map) Peta yang dihasilkan dari survei langsung di lapangan dan dilakukan secara sistematis. Untuk melakukan pemetaan secara sistematis, diperlukan adanya pembakuan dalam metode penelitian, sistem datum, sistem proyeksi peta, ukuran lembar peta, tata letak informasi tepi, derajat ketelitian serta kelengkapan isi, serta pembakuan dalam kerangka geometris peta (grid dan graticule ). Berhubungan peta induk ini dapat digunakan sebagai peta dasar pemetaan, topografi, maka peta ini dapat digolongkan pula sebagai peta dasar (base map). Peta dasar adalah peta yang dijadikan acuan dalam pembuatan peta lainnya, khususnya acuan untuk kerangka geometrisnya.

b. Peta Turunan (derived map). Peta turunan adalah peta yang dibuat (diturunkan) berdasarkan acuan peta yang sudah ada, sehingga survey langsung ke lapangan tidak diperlukan disini. Peta turunan ini tidak dapat digunakan sebagai peta dasar untuk pemetaan topografi.

Menurut Subagio (2003: 3) jenis peta berdasarkan jenis data yang disajikan dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu:

a. Peta Topografi (Topographic Map) Peta topografi adalah peta yang menggambarkan semua unsur topografi yang nampak di permukaan bumi, baik unsur alam (seperti sungai, garis pantai,danau, kehutanan, dan gunung, dll.) maupun unsur buatan manusia (seperti jalan, permukiman, pelabuhan, pasar, tempat rekreasi, dll.), serta menggambarkan pula keadaan relief permukaan bumi. Dengan demikian

commit to user commit to user

b. Peta Tematik (Tematic Map) Peta tematik adalah peta yang hanya menyajikan data-data atau informasi dari suatu konsep/tema yang tertentu saja, baik itu berupa data kualitatif, dalam hubungannya dengan detail topografi yang spesifik, terutama yang sesuai dengan tema peta tersebut. Yang dimaksud data kualitatif adalah data yang menyajikan unsur-unsur topografi yang berupa gambar atau keterangan, seperti jalan, sungai, perumahan, nama daerah, dan lain sebagainya. Sedangkan data kuantitatif adalah data yang menyajikan unsur- unsur topografi yang menyatakan bersaran tertentu, seperti ketinggian titik, nilai kontur, jumlah penduduk, presentase pemeluk agama tertentu, dan lain sebagainya. Contoh peta tematik, yaitu peta geologi, peta anomali gaya berat, peta anomali magnet, peta tata guna lahan, peta pendaftaran tanah, dan lain-lain.

Menurut Subagio (2003: 4) berdasarkan skalanya, peta dikelompokkan menjadi tiga jenis peta, yaitu:

a. Peta skala kecil Skala kecil merupakan skala peta yang hanya dapat menyajikan data dalam ukuran kecil pula, sehingga tingkat penyederhanaan penyajian data sudah semakin besar. Pada skala ini, luas daerah/kota sudah tidak dapat digambarkan secara rinci, sehingga hanya dapat diwakili dengan simbol titik saja. Begitu pula dengan data-data topografi lainnya, hanya dapat disajikan data-data yang besar saja, misalnya jalan protokol, sungai besar, kehutanan dan sebagainya. Contoh skala kecil adalah 1 : 500.000, 1 : 1.000.000, atau skala yang lebih kecil lagi. Skala ini umumnya digunakan untuk atlas.

b. Peta skala sedang Skala sedang merupakan skala peta yang dapat menyajikan gambar dalam ukuan semi rinci, sehingga disini sudah mulai adanya pengelompokan data-

commit to user commit to user

c. Peta skala besar Skala besar merupakan skala peta yang dapat menyajikan gambar dalam ukuran besar sehingga data-data topografi dapat digambarkan secara rinci, misalnya dalam peta skala 1 : 1000, semua batas pekarangan rumah dapat digambarkan dengan jelas. Begitu pula dengan lebar jalan raya dapat digambarkan sesuai ukurannya. Termasuk kedalam kelompok ini adalah skala peta 1 : 10.000, 1 : 5000, 1 : 1000, 1 : 500, dan skala yang lebih besar lagi. Skala besar ini pada umumnya digunakan untuk keperluan teknis, yaitu untuk keperluan perencanaan teknis sipil, perencanaan jaringan telepon/listrik, keperluan tata guna lahan, keperluan pendaftaran tanah, keperluan pajak bumi dan bangunan, dan sebagainya.

3. Skala Peta

Luas peta jauh lebih kecil dibandingkan luas daerah yang dipetakan. Agar terdapat hubungan yang jelas antara peta dengan daerah yang dipetakan, maka perbedaan ukuran peta dengan daerah pemetaan tersebut harus mempunyai bilangan pembanding tertentu. Bilangan pembanding tersebut dikenal dengan istilah skala. Skala peta adalah angka perbandingan antara panjang suatu objek atau jarak antara dua titik di peta, dengan panjang atau jarak antara dua titik tersebut di lapangan.

Menurut Sinaga (1995: 9) ada beberapa cara untuk menyatakan skala peta antara lain :

a. Skala angka atau skala pecahan Skala yang dinyatakan dalam angka dan pecahan.

commit to user

Contoh : Skala angka (numeric scale) = 1 : 50.000 Skala pecahan (representative fraction) = RF 1/50.000 Hal ini menunjukkan bahwa satu satuan jarak pada peta mewakili 50.000 satuan jarak horizontal di permukaan bumi. Jadi 1 cm di peta mewakili 50.000 cm di medan (500 m) atau ½ km.

b. Skala verbal Skala yang dinyatakan dengan kalimat. Pada peta-peta yang tidak menggunakan satuan ukuran metrik (misalnya peta-peta di Inggris dan bekas jajahan Inggris), skala dinyatakan dengan kalimat. Contoh :

1 inchi to one mile = 1 : 63.660 (numeric scale)

1 inchi to two miles = 1 : 126.720 (numeric scale)

c. Skala grafis Dari skala 1 : 50.000, menjadi skala grafis, sebagai berikut :

0.5 0 0.5 1 1.5 2 Km

4. Fasilitas Pendidikan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 275), fasilitas merupakan sarana untuk melancarkan pelaksanaan fungsi. Menurut Jayadinata (1986: 27), pengertian fasilitas lebih luas daripada pengertian prasarana, karena meliputi sarana, yaitu alat-alat yang digunakan pada atau dalam prasarana tersebut. Misalnya dalam fasilitas kesehatan bangunan rumah sakit adalah prasarana, dan ranjang, pemotretan sinar tembus dan sebagainya adalah sarananya. Dalam fasilitas pengangkutan jalan raya adalah prasarana dan mobil sebagai sarananya, dalam fasilitas pendidikan bangunan sekolah adalah prasarana dan guru sebagai sarana. Fasilitas meliputi juga organisasinya, kepegawaian (personalia), dan sebagainya. Fasilitas pendidikan adalah segala sesuatu yang diperlukan untuk mendukung kelancaran berlangsungnya kegiatan pendidikan. Fasilitas disini terdiri dari sarana dan prasarana pendidikan. prasarana meliputi sekolah dan kelas, sarana meliputi ruang kelas dan guru.

commit to user

Sejalan dengan hal tersebut menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 tentang Ketentuan Umum pasal 1 ayat (1), pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara, untuk mewujudkan hal tersebut dalam pasal 11 ayat (1) berbunyi bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga Negara tanpa diskriminasi (2) pemerintah dan pemerintah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga Negara yang berusia tujuh sampai lima belas tahun.

Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) dan madrasah tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat. Sekolah Menengah Pertama yang disingkat dengan SMP merupakan jenjang pendidikan dasar pada pendidikan formal di Indonesia setelah lulus sekolah dasar (atau sederajat). Sekolah menengah pertama ditempuh dalam waktu 3 tahun, mulai dari kelas 7 sampai kelas 9. Saat ini Sekolah Menengah Pertama menjadi program Wajar 9 Tahun (SD, SMP).

Lulusan sekolah menengah pertama dapat melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah atas atau sekolah menengah kejuruan (atau sederajat). Pelajar sekolah menengah pertama umumnya berusia 13-15 tahun. Di Indonesia, setiap warga negara berusia 7-15 tahun tahun wajib mengikuti pendidikan dasar, yakni sekolah dasar (atau sederajat) 6 tahun dan sekolah menengah pertama (atau sederajat) 3 tahun. Sekolah menengah pertama diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta. Sejak diberlakukannya otonomi daerah pada tahun 2001, pengelolaan sekolah menengah pertama negeri di Indonesia yang sebelumnya

commit to user commit to user

Dalam Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007, tentang Standar Sarana dan Prasarana, Sebuah SMP/MTs sekurang- kurangnya memiliki prasarana sebagai berikut:

1. Ruang kelas,

2. Ruang perpustakaan,

3. Ruang laboratorium IPA,

4. Ruang pimpinan,

5. Ruang guru,

6. Ruang tata usaha,

7. Tempat beribadah,

8. Ruang konseling,

9. Ruang uks,

10. Ruang organisasi kesiswaan,

11. Jamban,

12. Gudang,

13. Ruang sirkulasi,

14. Tempat bermain/berolahraga. Ketentuan mengenai ruang-ruang tersebut diatur dalam standar ruang sebagai berikut:

1. Ruang Kelas

a. Fungsi ruang kelas adalah tempat kegiatan pembelajaran teori, praktek yang tidak memerlukan peralatan khusus, atau praktek dengan alat khusus yang mudah dihadirkan.

b. Jumlah minimum ruang kelas sama dengan banyak rombongan belajar.

c. Kapasitas maksimum ruang kelas 32 peserta didik.

commit to user commit to user

kelas 30 m 2 .

e. Lebar minimum ruang kelas 5 m.

f. Ruang kelas memiliki jendela yang memungkinkan pencahayaan yang memadai untuk membaca buku dan untuk memberikan pandangan ke luar ruangan.

g. Ruang kelas memiliki pintu yang memadai agar peserta didik dan guru dapat segera keluar ruangan jika terjadi bahaya, dan dapat dikunci dengan baik saat tidak digunakan.

2. Ruang Perpustakaan

a. Ruang perpustakaan berfungsi sebagai tempat kegiatan peserta didik dan guru memperoleh informasi dari berbagai jenis bahan pustaka dengan membaca, mengamati, mendengar, dan sekaligus tempat petugas mengelola perpustakaan.

b. Luas minimum ruang perpustakaan sama dengan satu setengah kali luas ruang kelas.

c. Lebar minimum ruang perpustakaan 5 m.

d. Ruang perpustakaan dilengkapi jendela untuk memberi pencahayaan yang memadai untuk membaca buku.

e. Ruang perpustakaan terletak di bagian sekolah/madrasah yang mudah dicapai.

3. Ruang Laboratorium IPA

a. Ruang laboratorium IPA berfungsi sebagai tempat berlangsungnya kegiatan pembelajaran IPA secara praktek yang memerlukan peralatan khusus.

b. Ruang laboratorium IPA dapat menampung minimum satu rombongan belajar.

c. Rasio minimum luas ruang laboratorium IPA 2,4 m 2 /peserta didik. Untuk rombongan belajar dengan peserta didik kurang dari 20 orang, luas minimum ruang laboratorium 48 m 2 termasuk luas ruang penyimpanan dan

persiapan 18 m 2 .

commit to user commit to user

e. Ruang laboratorium IPA dilengkapi dengan fasilitas untuk memberi pencahayaan yang memadai untuk membaca buku dan mengamati obyek percobaan.

f. Tersedia air bersih.

4. Ruang Pimpinan

a. Ruang pimpinan berfungsi sebagai tempat melakukan kegiatan pengelolaan sekolah/madrasah, pertemuan dengan sejumlah kecil guru, orang tua murid, unsur komite sekolah/majelis madrasah, petugas dinas pendidikan, atau tamu lainnya.

b. Luas minimum ruang pimpinan 12 m 2 dan lebar minimum 3 m.

c. Ruang pimpinan mudah diakses oleh guru dan tamu sekolah/madrasah, dapat dikunci dengan baik.

5. Ruang Guru

a. Ruang guru berfungsi sebagai tempat guru bekerja dan istirahat serta menerima tamu, baik peserta didik maupun tamu lainnya.

b. Rasio minimum luas ruang guru 4 m 2 /pendidik dan luas minimum 40 m 2 .

c. Ruang guru mudah dicapai dari halaman sekolah/madrasah ataupun dari luar lingkungan sekolah/madrasah, serta dekat dengan ruang pimpinan.

6. Ruang Tata Usaha

a. Ruang tata usaha berfungsi sebagai tempat kerja petugas untuk mengerjakan administrasi sekolah/madrasah.

b. Rasio minimum luas ruang tata usaha 4 m 2 /petugas dan luas minimum 16 m 2 .

c. Ruang tata usaha mudah dicapai dari halaman sekolah/madrasah ataupun dari luar lingkungan sekolah/madrasah, serta dekat dengan ruang pimpinan.

7. Tempat Beribadah

a. Tempat beribadah berfungsi sebagai tempat warga sekolah/madrasah melakukan ibadah yang diwajibkan oleh agama masing-masing pada waktu sekolah/madrasah.

commit to user commit to user

luas minimum 12 m 2 .

8. Ruang Konseling

a. Ruang konseling berfungsi sebagai tempat peserta didik mendapatkan layanan konseling dari konselor berkaitan dengan pengembangan pribadi, sosial, belajar, dan karir.

b. Luas minimum ruang konseling 9 m 2 .

c. Ruang konseling dapat memberikan kenyamanan suasana dan menjamin privasi peserta didik.

9. Ruang UKS

a. Ruang UKS berfungsi sebagai tempat untuk penanganan dini peserta didik yang mengalami gangguan kesehatan di sekolah/madrasah.

b. Luas minimum ruang UKS 12 m 2 .

10. Ruang Organisasi Kesiswaan

a. Ruang organisasi kesiswaan berfungsi sebagai tempat melakukan kegiatan kesekretariatan pengelolaan organisasi kesiswaan.

b. Luas minimum ruang organisasi kesiswaan 9 m 2 .

11. Jamban

a. Jamban berfungsi sebagai tempat buang air besar dan/atau kecil.

b. Minimum terdapat 1 unit jamban untuk setiap 40 peserta didik pria, 1 unit jamban untuk setiap 30 peserta didik wanita, dan 1 unit jamban untuk guru.

c. Jumlah minimum jamban setiap sekolah/madrasah 3 unit.

d. Luas minimum 1 unit jamban 2 m 2 .

e. Jamban harus berdinding, beratap, dapat dikunci, dan mudah dibersihkan.

f. Tersedia air bersih di setiap unit jamban.

12. Gudang

a. Gudang berfungsi sebagai tempat menyimpan peralatan pembelajaran di luar kelas, tempat menyimpan sementara peralatan sekolah/madrasah yang tidak/belum berfungsi, dan tempat menyimpan arsip sekolah/madrasah yang telah berusia lebih dari 5 tahun.

commit to user commit to user

c. Gudang dapat dikunci.

13. Ruang Sirkulasi

a. Ruang sirkulasi horizontal berfungsi sebagai tempat penghubung antar ruang dalam bangunan sekolah/madrasah dan sebagai tempat berlangsungnya kegiatan bermain dan interaksi sosial peserta didik di luar jam pelajaran, terutama pada saat hujan ketika tidak memungkinkan kegiatan-kegiatan tersebut berlangsung di halaman sekolah/madrasah.

b. Ruang sirkulasi horizontal berupa koridor yang menghubungkan ruang- ruang di dalam bangunan sekolah/madrasah dengan luas minimum 30% dari luas total seluruh ruang pada bangunan, lebar minimum 1,8 m, dan tinggi minimum 2,5 m.

c. Ruang sirkulasi horizontal dapat menghubungkan ruang-ruang dengan baik, beratap, serta mendapat pencahayaan dan penghawaan yang cukup.

d. Koridor tanpa dinding pada lantai atas bangunan bertingkat dilengkapi pagar pengaman dengan tinggi 90-110 cm.

e. Bangunan bertingkat dilengkapi tangga. Bangunan bertingkat dengan panjang lebih dari 30 m dilengkapi minimum dua buah tangga.

f. Jarak tempuh terjauh untuk mencapai tangga pada bangunan bertingkat tidak lebih dari 25 m.

g. Lebar minimum tangga 1,8 m, tinggi maksimum anak tangga 17 cm, lebar anak tangga 25-30 cm, dan dilengkapi pegangan tangan yang kokoh dengan tinggi 85-90 cm.

h. Tangga yang memiliki lebih dari 16 anak tangga harus dilengkapi bordes dengan lebar minimum sama dengan lebar tangga.

i. Ruang sirkulasi vertikal dilengkapi pencahayaan dan penghawaan yang cukup.

14. Tempat Bermain/Berolahraga

a. Tempat bermain/berolahraga berfungsi sebagai area bermain, berolahraga, pendidikan jasmani, upacara, dan kegiatan ekstrakurikuler.

commit to user commit to user

c. Apabila jumlah peserta didik kurang dari 334 orang, luas minimum tempat

bermain/berolahraga adalah 1000 m 2 .

d. Di dalam luas tersebut terdapat tempat berolahraga berukuran minimum 30 m x 20 m yang memiliki permukaan datar, drainase baik, dan tidak terdapat pohon, saluran air, serta benda-benda lain yang mengganggu kegiatan olahraga.

e. Tempat bermain sebagian ditanami pohon penghijauan.

f. Tempat bermain/berolahraga diletakkan di tempat yang paling sedikit mengganggu proses pembelajaran di kelas.

g. Tempat bermain/berolahraga tidak digunakan untuk tempat parkir.

5. Daya Layan