3.1 RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) NASIONAL - DOCRPIJM 1504157072BAB 3 ARAHAN STRATEGIS NASIONAL BIDANG CK UNTUK KAB PATI

3.1 RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) NASIONAL

  Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, kebijaksanaan pembangunan nasional memuat arahan pengembangan wilayah (Regional Development Policies) yang secara umum merupakan arahan untuk menyeimbangkan pembangunan antar wilayah melalui upaya penyebaran kegiatan ekonomi, sosial budaya, penduduk, dan pusat-pusat kegiatan. Arahan pengembangan wilayah secara nasional dimaksudkan untuk merumuskan strategi pemanfaatan ruang dan struktur ruang nasional yang didasarkan pada aspek-aspek efisiensi dan efektifitas penggunaan investasi dan sumberdaya dalam mewujudkan tujuan pembangunan.

  3.1.1 VISI RUANG WILAYAH NASIONAL

  Secara umum, visi ruang nasional yang diinginkan pada tahun 2018 adalah sebagai berikut :

  1. Perkembangan kegiatan ekonomi antar pulau semakin seimbang dan semakin terkait untuk mendorong terwujudnya pemerataan pembangunan dan kesatuan wilayah nasional;

  2. Sektor industri akan semakin menyebar di luar Pulau Jawa dan Pulau Sumatera sesuai dengan potensi untuk mempercepat perkembangan ekonomi wilayah;

  3. Penyebaran kegiatan ekonomi sesuai dengan potensi kawasan di wilayah nasional membentuk keterkaitan yang mewujudkan penguatan struktur ekonomi secara sektoral dan regional;

  4. Indutsri di Pulau Jawa tetap berkembang akan tetapi perlu memberi perhatian khusus pada ketersediaan air dan kondisi lingkungan;

  5. Lahan pertanian di Pulau Jawa tetap dipertahankan untuk menjaga kemandirian di bidang produksi pangan;

  6. Perubahan fungsi lahan pertanian yang ada di Pulau Jawa terhadap permukiman dan kawasan industri harus diganti dengan pembukaan sawah baru di luar Pulau Jawa;

  7. Penyebaran kegiatan ekonomi di KTI sesuai dengan potensi sumberdaya alam, saling menguatkan dengan pengembangan pusat-pusat permukiman dan dapat menciptakan kesempatan kerja sehingga dapat menarik penduduk dari daerah padat.

  3.1.2 POLA DAN STRUKTUR PEMANFAATAN RUANG NASIONAL

  Pola ruang nasional menggambarkan secara indikatif sebaran kegiatan pelestarian alam dan cagar budaya, kegiatan produksi serta persebaran permukiman. Pola ini secara spasial dapat memperlihatkan pola kawasan lindung, pola pengembangan kawasan budidaya, dan pola pengembangan sistem permukiman.

  Pola kawasan lindung menggambarkan kawasan yang berfungsi lindung secara indikatif dalam ruang wilayah nasional, baik di darat, laut, dan udara. Pola ini memperlihatkan keterkaitan kawasan-kawasan lindung dengan lokasi-lokasi kawasan permukiman dan indikasi lokasi pengembangan kawasan budidaya dengan sektor produksi di dalamnya. Pola kawasan lindung yang ada dalam RTRWN akan dijabarkan dalam Arahan Pengelolaan Kawasan Lindung dalam RTRWP dan selanjutnya menjadi pengelolaan kawasan lindung dalam RTRWK dengan menggunakan kriteria dan pola pengelolaan kawasan lindung. Sedangkan pola kawasan budidaya pada tingkat nasional memperlihatkan indikasi sebaran kawasan dengan sektor-sektor produksi dan jasa di dalamnya yang perlu dikembangkan dalam PJP II untuk mewujudkan perkembangan ekonomi nasional dan pengembangan ekonomi propinsi yang direncanakan.

3.1.3 POLA PENGEMBANGAN KAWASAN DAN HIRARKI FUNGSIONAL KOTA DALAM RUANG NASIONAL

  Dengan memperhatikan kondisi geografis, sistem administrasi pembangunan dan konsep pengembangan kawasan andalan, ditentukan suatu hirarki fungsional kota dalam ruang nasional adalah sebagai berikut :

  1. Pusat Kegiatan Nasional (PKN), dengan kriteria penentuan :

  a. Pusat yang mempunyai potensi sebagai pintu gerbang ke kawasan- kawasan internasional dan mempunyai potensi untuk mendorong daerah sekitarnya;

  b. Pusat jasa-jasa pelayanan keuangan/Bank yang melayani nasional/beberapa provinsi; c. Pusat pengolahan/pengumpul barang secara nasional/beberapa provinsi;

  d. Simpul transportasi secara nasional/beberapa provinsi ; e. Pusat jasa-jasa publik yang lain untuk nasional/beberapa provinsi.

  2. Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), dengan kriteria penentuan:

  a. Pusat jasa-jasa pelayanan keuangan/Bank yang melayani beberapa kabupaten; b. Pusat pengolahan/pengumpul barang yang melayani beberapa kabupaten; c. Simpul transportasi untuk beberapa kabupaten;

  d. Pusat jasa pemerintahan untuk beberapa kabupaten; e. Pusat jasa-jasa yang lain untuk beberapa kabupaten.

  3. Pusat Kegiatan Lokal (PKL), dengan kriteria penentuan :

  a. Pusat jasa-jasa keuangan/bank yang melayani satu kabupaten atau beberapa kecamatan; b. Pusat pengolahan/pengumpul barang untuk beberapa kecamatan;

  c. Simpul transportasi untuk beberapa kecamatan;

  d. Pusat Jasa Pemerintahan untuk beberapa kecamatan;

  e. Bersifat khusus karena mendorong perkembangan strategis atau kegiatan khusus lainnya. Fungsional kota Kabupaten Pati dalam ruang nasional merupakan Pusat Kegiatan Lokal (PKL) dimana kota yang akan dikembangkan menjadi PKL adalah kota-kota yang wilayah pelayanannya telah berkembang lebih dari 1 administrasi kecamatan. Skala fasilitas/ kegiatan yang dikembangkan di kota ini memiliki pelayanan sebagian wilayah Kabupaten. Kawasan perkotaan di Kabupaten Pati meliputi: Kawasan Perkotaan Pati, Kawasan Perkotaan Juwana, Kawasan Perkotaan Tayu.

3.2 RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) PULAU JAWA-BALI

  Rencana Tata Ruang Pulau Jawa-Bali berperan sebagai perangkat operasional dari RTRWN serta alat koordinasi dan sinkronisasi program pembangunan wilayah Pulau Jawa-Bali.

3.2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG PULAU JAWA-BALI

  10. Jaringan transportasi antarmoda yang dapat meningkatkan daya saing. Untuk mendukung tujuan tersebut maka disusun kebijakan penataan ruang yang masing-masing memiliki tujuan sebagai berikut : 1) Kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang wilayah bertujuan untuk mendorong proses pertumbuhan pada wilayah yang mempunyai potensi untuk berkembang serta untuk memacu pertumbuhan wilayah tersebut sesuai dengan karakteristik masing-masing wilayah. 2) Kebijakan dan strategi pengembangan pola ruang wilayah bertujuan untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya dengan tetap mempertahankan kelestarian lingkungan guna mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan.

  7. Mengembangkan PKN dan PKW untuk kegiatan industri kreatif yang berdaya saing dan ramah lingkungan;

  6. Mengendalikan perkembangan PKN dan PKW di kawasan rawan bencana;

  5. Mengendalikan perkembangan PKN dan PKW yang berdekatan dengan kawasan lindung;

  4. Mengendalikan perkembangan PKN dan PKW melalui optimalisasi pemanfaatan ruang secara kompak dan vertikal sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;

  3. Mengembangkan PKN dan PKW sebagai pusat penelitian dan pengembangan pertanian tanaman pangan;

  2. Mengembangkan PKN dan PKW melalui peningkatan fungsi industri pengolahan dan industri jasa hasil pertanian tanaman pangan;

  1. Mengendalikan perkembangan fisik PKN dan PKW untuk menjaga keutuhan lahan pertanian tanaman pangan;

  Strategi operasionalisasi perwujudan struktur ruang dalam perwujudan sistem perkotaan nasional yaitu:

  9. Pulau jawa bagian selatan dan pulau bali bagian utara yang berkembang dengan memperhatikan keberadaan kawasan lindung dan kawasan rawan bencana; dan

  Penataan ruang Pulau Jawa-Bali bertujuan untuk mewujudkan:

  8. Kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup yang memadai untuk pembangunan;

  Exhibition/MICE);

  7. Pusat pariwisata berdaya saing internasional berbasis cagar budaya dan ilmu pengetahuan, bahari, ekowisata, serta penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan pameran (Meeting, Incentive, Convention And

  6. Pusat perdagangan dan jasa yang berskala internasional;

  5. Pemanfaatan potensi perikanan, perkebunan, dan kehutanan secara berkelanjutan;

  4. Pemanfaatan potensi sumber daya mineral, minyak dan gas bumi, serta panas bumi secara berkelanjutan;

  3. Pusat industri yang berdaya saing dan ramah lingkungan;

  2. Kawasan perkotaan nasional yang kompak berbasis mitigasi dan adaptasi bencana;

  1. Lumbung pangan utama nasional;

  • Kebijakan dan strategi pengembangan kawasan lindung;
  • Kebijakan dan strategi pengembangan kawasan budidaya;
  • Kebijakan dan strategi pengembangan kawasan strategis provinsi.

  8. Mengembangkan PKN dan PKW sebagai pusat industri pengolahan dan industri jasa hasil pertambangan minyak dan gas bumi yang ramah lingkungan;

  9. Mengembangkan PKN dan PKW melalui peningkatan fungsi industri pengolahan dan industri jasa hasil perikanan yang ramah lingkungan;

  10. Mengembangkan PKN dan PKW melalui peningkatan fungsi industri pengolahan dan industri jasa hasil perkebunan yang bernilai tambah tinggi dan ramah lingkungan;

  11. Mengembangkan PKW melalui peningkatan fungsi industri pengolahan dan industri jasa hasil hutan yang bernilai tambah tinggi dan ramah lingkungan;

  12. Mengembangkan PKN sebagai pusat perdagangan dan jasa yang berskala internasional sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;

  13. Mengembangkan PKN dan PKW sebagai pusat pariwisata cagar budaya dan ilmu pengetahuan, bahari, serta penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan pameran;

  14. Meningkatkan keterkaitan antarpkn sebagai pusat pariwisata di Pulau Jawa-Bali dalam kesatuan tujuan pariwisata; dan

  15. Mengembangkan PKN dan PKW dengan konsep kota hijau yang hemat energi, air, lahan, dan minim limbah.

3.2.2 PENGEMBANGAN KAWASAN DAN FUNGSI KOTA RUANG PULAU JAWA-BALI

  Berdasarkan RTR Pulau Jawa - Bali tentang pengembangan kawasan dan fungsi kota, wilayah Kabupaten Pati termasuk ke dalam beberapa pengembangan kawasan fungsi kota diantaranya: 1) Pemantapan jaringan jalan arteri primer dan jaringan jalan kolektor primer pada

  Jaringan Jalan Lintas Utara Pulau Jawa dan Jaringan Jalan Lintas Tengah Pulau Jawa untuk mendorong daya saing perekonomian di Pulau Jawa-Bali yang dilakukan pada: jaringan jalan arteri primer pada Jaringan Jalan Lintas Utara Pulau Jawa yang menghubungkan Merak-Cilegon-Serang- Tangerang-Jakarta- Bekasi-Karawang-Cikampek-Pamanukan- Lohbener-Palimanan-Cirebon-Losari- Brebes-Tegal-Pemalang- Pekalongan-Batang-Kendal-Semarang-Demak-Kudus-

  Pati-Rembang-Bulu-Tuban-Widang-Lamongan-Gresik-Surabaya-Waru-

  Sidoarjo-Pasuruan-Probolinggo-Situbondo-Ketapang-Banyuwangi; 2) Peningkatan fungsi, pengembangan, dan pemeliharaan jaringan irigasi teknis pada DI untuk mempertahankan dan meningkatkan luasan lahan pertanian pangan yang dilakukan: DI Klambu yang melayani kawasan peruntukan pertanian di Kabupaten Demak, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Kudus, Kabupaten Jepara, dan Kabupaten Pati; DI Waduk Gembong dan di Waduk Gunung Rowo yang melayani kawasan peruntukan pertanian di Kabupaten Pati;

  3) Pengembangan pengelolaan, peningkatan fungsi, dan pemertahanan luasan kawasan hutan lindung, pemeliharaan jenis dan kerapatan tanaman hutan yang memiliki fungsi lindung sesuai dengan jenis tanah, kemiringan lereng, ketinggian, intensitas hujan, dan parameter fisik lainnya di kawasan hutan lindung, serta rehabilitasi kawasan hutan lindung yang terdegradasi dengan menggunakan teknologi lingkungan, salah satunya di Kabupaten Pati;

  4) Pengendalian pemanfaatan ruang pada sempadan pantai, sempadan sungai, dan kawasan sekitar danau atau waduk yang berpotensi mengganggu dan/atau merusak fungsi sempadan pantai, sempadan sungai, dan kawasan sekitar danau atau waduk dengan menggunakan teknologi lingkungan, serta pengembangan struktur alami berupa jenis dan kerapatan tanaman dan/atau struktur buatan di sempadan pantai, sempadan sungai, dan kawasan sekitar danau atau waduk untuk mencegah daya rusak air, salah satunya di Kabupaten Pati; 5) Pemertahanan kawasan pantai berhutan bakau untuk perlindungan pantai dari abrasi dan kelestarian biota laut yang dilakukan pada kawasan pantai berhutan bakau di Kabupaten Serang, Kota Jakarta Utara, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Cilacap, Kabupaten Pati, Kabupaten Rembang, dan Kabupaten Tuban;

  6) Penetapan zona-zona rawan bencana alam beserta ketentuan mengenai standar bangunan gedung yang sesuai dengan karakteristik, jenis, dan ancaman bencana, penyelenggaraan upaya mitigasi dan adaptasi bencana melalui penetapan lokasi dan jalur evakuasi bencana serta pembangunan sarana pemantauan bencana, dan pengendalian perkembangan kegiatan budi daya terbangun di kawasan rawan bencana alam, salah satunya kawasan rawan tanah longsor, kawasan rawan gelombang pasang serta abrasi di sepanjang wilayah pesisir dan kawasan rawan banjir di Kabupaten Pati;

  7) Pengembangan pengelolaan guna melestarikan kawasan keunikan batuan dan fosil, kawasan keunikan bentang alam, dan kawasan keunikan proses geologi, rehabilitasi kawasan keunikan batuan dan fosil, kawasan keunikan bentang alam, dan kawasan keunikan proses geologi yang terdegradasi, serta pengendalian perkembangan kawasan budi daya terbangun di sekitar kawasan keunikan batuan dan fosil, kawasan keunikan bentang alam, dan kawasan keunikan proses Geologi, salah satunya kawasan keunikan bentang alam di: kawasan karst di

  Kabupaten Pati;

  8) Pemertahanan luas lahan pertanian pangan berkelanjutan, pengendalian perkembangan kegiatan budi daya pada kawasan pertanian pangan berkelanjutan terutama di sisi kiri dan sisi kanan jalan, pengendalian alih fungsi peruntukan lahan pertanian tanaman pangan, dan pengembangan sentra pertanian tanaman pangan yang didukung peningkatan fungsi industri pengolahan dan industri jasa hasil pertanian tanaman pangan untuk ketahanan pangan nasional, salah satunya di Kabupaten Pati;

  9) Pengembangan sentra perikanan tangkap dan perikanan budi daya yang didukung peningkatan fungsi industri pengolahan hasil perikanan serta prasarana dan sarana yang ramah lingkungan, Rehabilitasi kawasan peruntukan perikanan budi daya untuk menjaga ekosistem sekitarnya, Revitalisasi wilayah penangkapan ikan yang mengalami gejala tingkat penangkapan yang berlebih (overfishing) di Kabupaten Pati.

3.3 RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) PROVINSI JAWA TENGAH

  Tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang merupakan perwujudan visi dan misi pembangunan keruangan jangka panjang Provinsi Jawa Tengah dalam mendukung perwujudan tujuan penataan ruang nasional yang aman, nyaman, produktif, berkelanjutan, berlandaskan wawasan nusantara dan ketahanan nasional. Kebijakan dan strategi pengembangan wilayah ini akan meliputi kebijakan dan strategi pembangunan spasial maupun sektoral di Provinsi Jawa Tengah.

3.3.1 KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG PROVINSI JAWA TENGAH

  Secara umum, untuk mewujudkan misi penataan ruang wilayah Provinsi Jawa Tengah, maka ditetapkan strategi dan kebijakan perencanaan ruang wilayah; serta strategi perencanaan ruang wilayah. Untuk mengakomodasi perkembangan yang terjadi di Provinsi Jawa Tengah serta melaksanakan konsep pembangunan yang berkelanjutan, maka disusunlah Strategi Besar penataan ruang wilayah sebagai berikut:

  1. Mencegah pertumbuhan berpola sprawl dari kota-kota utama;

  2. Mendukung alokasi kesempatan kerja dan kegiatan-kegiatan pada lokasi yang memadai, berdasarkan kriteria lokasi dan sistem tempat pusat;

  3. Mengalokasikan kegiatan-kegiatan ekonomi primer (pertanian, perkebunan, hutan produksi, dan lain-lain) pada ruang-ruang yang paling sesuai secara fisik;

  4. Mendukung pengembangan sistem transportasi wilayah yang terbaik;

  5. Memfasilitasi pemisahan kegiatan-kegiatan polutif dengan kegiatan-kegiatan non-polutif pada semua skala, besar maupun kecil;

  6. Mengaplikasikan pendekatan perintah dan kendali (command and control), yang dilengkapi dengan instrumen-instrumen pasar (market based instruments) dalam menangani polusi dan bentuk-bentuk eksternalitas yang pareto-relevant lainnya;

  7. Mendukung konversi penggunaan lahan yang dapat memperkuat dan/ atau menciptakan keuntungan komparatif wilayah, sejauh efisiensi sosial ekonomi tetap terjaga;

  8. Mendukung usaha-usaha untuk meningkatkan produktifitas penggunaan lahan dalam kondisi efisiensi sosial ekonomi;

  9. Mendukung pemanfaatan lahan secara tradisional atau yang berdasarkan kearifan lokal (indigenous), jika ini lebih bisa membawa keadaan yang optimal secara sosial;

  10. Memfasilitasi pengembangan kegiatan-kegiatan non-pertanian perdesaan (rural

  non-farm);

  11. Memfasilitasi rasio terbaik dari kegiatan-kegiatan padat modal dengan padat karya, terutama jika ekspansi kegiatan padat modal dipandang tidak efisien secara sosial (terjadi pareto-relevant externality).

3.3.2 STRUKTUR PERKOTAAN DAN POLA RUANG PROVINSI JAWA TENGAH

  Tujuan kebijakan struktur ruang wilayah adalah untuk mendorong proses pertumbuhan pada wilayah yang mempunyai potensi untuk berkembang serta untuk memacu pertumbuhan wilayah tersebut sesuai dengan karakteristik masing-masing wilayah, dengan tetap menjaga keberlanjutan pembangunannya. Kebijakan pengembangan struktur ruang wilayah Provinsi Jawa Tengah memuat aspek-aspek berikut: sistem perdesaan; sistem perkotaan; penetapan fungsi kawasan perkotaan; serta pengembangan prasarana wilayah. Sedangkan tujuan kebijakan pola ruang wilayah adalah untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya dengan tetap mempertahankan kelestarian lingkungan guna mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Kebijakan penetapan pola ruang wilayah Provinsi Jawa Tengah memuat kebijakan pemantapan kawasan lindung dan kebijakan pengembangan kawasan budidaya serta kebijakan yang lebih khusus mengenai penetapan fungsi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dan kebijakan penetapan kawasan strategis provinsi Untuk Kabupaten Pati (Kawasan Juwana – Tayu) sebagai salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah termasuk dalam Pelayanan Kegiatan Lokal (PKL) dalam sistem pusat kegiatan perkotaan di Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Pati menjadi sistem perwilayahan (regionalisasi) dengan Kudus dan Jepara. Penetapan sistem perwilayahan utamanya adalah sebagai arahan umum bagi para pelaku pembangunan di Provinsi Jawa Tengah tentang keterkaitan fungsional kota-kota dan hinterland yang ada di Jawa Tengah. Jadi, suatu satuan wilayah dapat dipandang sebagai suatu subsistem kota- kota dan hinterland-nya dalam kesatuan sistem kota-kota dan hinterland lingkup Jawa

  Tengah. Perencanaan sarana dan prasarana, misalnya, terutama yang terkait dengan pelayanan lebih dari satu kabupaten/ kota, akan memerlukan pertimbangan keterkaitan fungsional pada tingkat subsistem ini. Salah satu fungsi pengembangan pusat-pusat pelayanan yaitu Kudus-Pati-Jepara

  (Wanarakuti) yang berpusat di Kudus, dengan fungsi pengembangan sebagai Pusat

  Pelayanan Lokal, Provinsi dan Nasional. Untuk skala provinsi dan nasional, pengembangan fasilitas diarahkan pada fasilitas perhubungan laut (Pelabuhan) dan darat (Terminal Tipe A), kawasan industri dan pergudangan, fasilitas pendidikan tinggi, serta jasa-jasa keuangan (perbankan). Wanarakuti mempunyai potensi unggulan utama, meliputi industri besar, menengah dan kecil yang menghasilkan berbagai jenis produk, utamanya rokok, meubel dan produk elektronika; pertanian, perkebunan, kayu, perikanan dan hasil kelautan, pertambangan (trass dan kwarsa); perdagangan dan jasa-jasa, terutama pariwisata, dan pendidikan tinggi. Arahan pengembangan sistem sarana dan prasarana wilayah di Kabupaten Pati di dalam RTRW Provinsi Jawa Tengah yaitu: a. Transportasi

  Penyusunan sistem transportasi di Provinsi Jawa Tengah memerlukan beberapa skenario pengembangan transportasi untuk jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang dengan mempertimbangkan faktor-faktor seperti jaringan transportasi yang ada, letak atau pola produksi dan konsumsi propinsi, regional, dan nasional serta penataan fasilitas transportasi yang mengacu kepada tata ruang. Pembangunan transportasi untuk jangka pendek diprioritaskan untuk meningkatkan kemampuan pelayanan melalui optimalisasi kemampuan infrastruktur yang ada serta rehabilitasi dan peningkatan fasilitas yang dianggap sudah tidak mampu melayani kebutuhan masyarakat. Sedang untuk jangka menengah dan jangka panjang prioritas pembangunan diarahkan untuk mengadakan fasilitas baru di samping mengadakan operasi pemeliharaan dengan tetap mengacu kepada pertumbuhan ekonomi dan industri sehingga konsep pengembangan akan sesuai dengan kebutuhan yang ada. Berdasarkan RTRWP Jawa Tengah, untuk transportasi darat wilayah Kabupaten Pati diarahkan pengembangan jalan lingkar Bumiayu dan Pati, restrukturisasi dan pemantapan fungsi terminal penumpang di Jawa Tengah yaitu Terminal Tipe A kecil (bukan pusat penyebaran), serta revitalisasi stasiun lama dan pengadaan stasiun baru untuk memfasilitasi rencana pengoperasian kereta komuter dan antar kota. Sedangkan untuk transportasi/perhubungan Laut yang berupa peningkatan fungsi Pelabuhan Juwana sebagai pelabuhan nasional merupakan pelabuhan utama tersier di Kabupaten Pati.

  b. Telekomunikasi Arahan pengembangan sistem jaringan telekomunikasi yang akan dilakukan tentunya tidak terlepas dari strategi pengembangan wilayahnya. Hal-hal yang mendasari strategi penawaran suatu kawasan/wilayah adalah karakteristik kawasan itu sendiri. Beberapa hal yang dapat dilihat antara lain: karakteristik kependudukan, perekonomian, pengembangan wilayah, teknologi, dan aspek politis. Dengan melihat prediksi permintaan jaringan telekomunikasi yang ada dilakukan rencana pemenuhan kebutuhan telekomunikasi tersebut. c. Energi Sejalan dengan perkembangan kegiatan di Provinsi Jawa Tengah, perlu ditetapkan arahan-arahan yang merupakan strategi bagi sistem pengembangan sarana prasarana energi, dalam hal ini khususnya energi listrik, untuk dapat memberikan supply yang cukup bagi segenap aktivitas/ kegiatan. Salah satunya rencana pengadaan PLTS di Kabupaten-Kabupaten di sekitar Pantai Utara dan Pantai Selatan Jawa Tengah, yaitu di Kabupaten Pati.

  d. Pengairan Arahan pengembangan sistem pengairan di Jawa Tengah diarahkan untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan, kualitas, dan keterjangkauan pelayanannya. Hal ini dilakukan dengan mengembangkan sistem operasi dan pemeliharaan, termasuk meningkatkan partisipasi masyarakat untuk memelihara prasarana pengairan, membantu mencegah pengalih fungsian lahan pertanian produktif untuk pemanfaatan lainnya, menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mampu memberikan nilai tambah air yang tinggi, mencegah menurunnya mutu air dan menjaga kelestarian sumber air.

  Kawasan fungsi pengairan Provinsi Jawa Tengah yang terkait dengan wilayah Kabupaten Pati adalah ditetapkan Kawasan Pengairan Pantura Jawa Tengah. Sedangkan untuk arahan pemanfaatan kawasan lindung di Kabupaten Pati di dalam RTRW Provinsi Jawa Tengah yaitu:

  a. Arahan pengelolaan kawasan hutan lindung, khususnya yang berkaitan dengan pemanfaatan kawasan budidaya; b. Kawasan lindung di luar kawasan hutan yang mempunyai kriteria fisiografi seperti hutan lindung; c. Kawasan Karst merupakan kawasan yang membentang di permukaan dan perut bumi yang secara khas berkembang menjadi batu kapur dan dolomit sebagai akibat proses pelarutan dan peresapan air. Kawasan ini merupakan suatu kawasan batu kapur yang ditandai oleh adanya cekungan, lereng terjal, tonjolan bukit berbatu kapur tak beraturan, bergua dan mempunyai sistem aliran air bawah tanah. Batu kapur yang berada di kawasan ini merupakan bahan tambang yang dimanfaatkan oleh berbagai industri, dan pada beberapa tempat telah dilakukan eksploitasi oleh masyarakat. Sebagai bahan tambang, kapur yang dieksploitasi untuk berbagai kepentingan harus dibatasi untuk menghindari terjadinya kerusakan lingkungan dan dapat menyebabkan intrusi air laut ke darat. Kawasan bukit kapur di Provinsi Jawa Tengah terletak di bagian selatan dan timur Provinsi Jawa Tengah merupakan kawasan karst kelas I dan berfungsi sebagai perlindungan hidrologi dan ekologi;

  d. Kawasan perlindungan setempat diperuntukkan bagi kegiatan pemanfaatan lahan yang dapat menjaga kelestarian jumlah, kualitas dan penyediaan tata air dan kelancaran serta ketertiban pengaturan dan pemanfaatan air dari sumber- sumber air. Salah satunya yaitu kawasan sempadan pantai; e. Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan diperuntukkan bagi kegiatan yang bertujuan untuk melindungi atau melestarikan budaya dan kegiatan pengembangan ilmu pengetahuan;

  f. Daerah Perlindungan Plasma Nutfah adalah kawasan yang memiliki jenis plasma nuttah tertentu yang belum terdapat dikawasan konservasi yang telah ditetapkan; g. Kawasan perlindungan plasma nutfah perairan adalah kawasan di perairan laut maupun perairan daratan berupa gugusan karang/atol, kawasan pesisir, muara sungai (estuari), danau, dan jenis perairan lainnya;

  h. Kawasan Perlindungan Hutan Bakau, dilakukan untuk melestarikan hutan bakau sebagai pembentuk ekosistem hutan bakau dan tempat berkembangbiaknya berbagai biota laut, disamping sebagai pelindung pantai dan pengikisan air laut (abrasi) serta sebagai pelindung usaha budidaya di belakangnya; i. Kawasan rawan bencana banjir adalah tempat-tempat yang secara rutin setiap musim hujan mengalami genangan lebih dari enam jam pada saat hujan turun dalam keadaan musim hujan normal; j. Kawasan rawan bencana alam rawan longsor merupakan wilayah yang kondisi permukaan tanahnya mudah longsor karena terdapat zona yang bergerak akibat adanya patahan atau pergeseran batuan induk pembentuk tanah, di daerah G. Muria terutama bagian lereng timur-selatan; k. Kawasan rawan bencana lainnya seperti rawan abrasi dan rawan gelombang pasang Kemudian untuk arahan pemanfaatan kawasan budidaya di Kabupaten Pati di dalam RTRW Provinsi Jawa Tengah yaitu:

  a. Kawasan hutan produksi untuk memanfaatkan ruang beserta sumberdaya hutan, baik dengan cara tebang pilih maupun tebang habis, dan tanam untuk menghasilkan hasil-hasil hutan bagi kepentingan negara, masyarakat, dan industri dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan; b. Kawasan hutan rakyat yang berisi vegetasi jati, mahoni dan sengon, dll;

  c. Pengembangan kawasan pertanian di Jawa Tengah dalam rangka menjaga ketahanan pangan nasional pada umumnya dan provinsi khususnya. Wujud dari pengembangan kawasan pertanian tersebut dilaksanakan dengan pengembangan Kawasan Sawah Lestari; d. Kawasan perkebunan dengan tujuan untuk memanfaatkan potensi lahan yang sesuai untuk kegiatan perkebunan dalam meningkatkan produksi perkebunan, dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan.Kawasan perkebunan merupakan kawasan penyangga bagi kawasan hutan lindung; e. Kawasan peternakan untuk memanfaatkan lahan yang sesuai untuk kegiatan peternakan dalam menghasilkan produksi peternakan seperti ternak dan hasil ternak lainnya dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan.

  f. Kawasan perikanan yang difungsikan untuk kegiatan perikanan dan segala kegiatan penunjangnya dengan tujuan pengelolaan untuk memanfaatkan potensi lahan untuk perikanan dalam meningkatkan produksi perikanan, dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan. Kawasan perikanan yang dialokasikan dibedakan menjadi kawasan perikanan budidaya air tawar, kawasan perikanan budidaya air payau, kawasan perikanan budidaya laut, dan kawasan perikanan tangkap baik di perairan umum dan laut;

  g. Kawasan pertambangan masih tetap memperhatikan kecenderungan yang ada yakni berbentuk pertambangan rakyat yang memanfaatkan pertambangan galian C, pertambangan bahan galian A dan bahan galian B, salah satunya yaitu Kawasan Gunung Muria;

  h. Kawasan Cekungan Air Bawah Tanah yang dibatasi oleh batas-batas hidrogeologi dimana semua kejadian hidrogeologi seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air bawah tanah berlangsung, salah satunya Cekungan Pati – Rembang; i. Kawasan ini peruntukan industri untuk meningkatkan nilai tambah pemanfaatan ruang dalam memenuhi kebutuhan ruang untuk pengembangan kegiatan industri, dengan tetap mempertahankan kelestarian lingkungan, salah satunya sentra kerajinan kuningan terbesar di Kabupaten Pati (Desa Sukolilo Kecamatan Margorejo); j. Selain kawasan industri, di wilayah Provinsi Jawa Tengah juga dikembangkan beberapa wilayah industri. Wilayah industri ini dikembangkan untuk menampung kegiatan industri yang tidak atau belum tertampung dalam kawasan industri. Wilayah industri ini dikembangkan pada kawasan perkotaan, khususnya pada wilayah pantai utara (Pantura), yang selama ini sudah berkembang menjadi kantong-kantong industri;

  Disamping arahan pemanfaatan kawasan lindung dan kawasan budidaya di dalam RTRW Provinsi Jawa Tengah juga ditetapkan Kawasan Strategis Provinsi Jawa Tengah, dan Kabupaten Pati menjadi Kawasan Andalan Nasional yang merupakan bagian dari kawasan budidaya, baik di darat dan di laut yang pengembangannya diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan tersebut dan kawasan di sekitarnya yang ditetapkan di Kawasan Juwana, Jepara, Kudus, Pati, Rembang dan Blora (Wanarakuti) dengan sektor unggulan industri, kehutanan, perikanan dan pertanian.

  Selain itu, Kabupaten Pati juga menjadi Kawasan strategis pemacu pertumbuhan ekonomi wilayah di Jawa Tengah yaitu Kudus, Pati dan Jepara yang berpusat di Kudus, Kawasan strategis pendayagunaan sumberdaya alam dan/ atau teknologi tinggi di ditetapkan kawasan Muria di Kab Kudus, Pati, Jepara, serta Kawasan Strategis untuk fungsi dan daya dukung lingkungan hidup di kawasan karst Sukolilo Kabupaten Pati

  

3.4 RENCANA TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS WANARAKUTI (JUWANA-JEPARA-

KUDUS-PATI)

3.4.1 KEBIJAKAN PENATAAN RUANG KAWASAN STRATEGIS WANARAKUTI Pembagian SWP di Kawasan Strategis Wanarakuti meliputi :

  1. SWP I Cakupan Wilayah (Kecamatan)nya adalah Kota Kudus, Bae, Jati, Gebog, dan Kaliwungu. Pusat pertumbuhannya adalah Kota Kudus, sedangkan Potensi Dasarnya adalah Industri, Perdagangan, Komunikasi dan Angkutan;

  2. SWP II Cakupan Wilayah (Kecamatan)nya adalah Dawe, Jekulo, Mejobo. Pusat pertumbuhannya adalah Jekulo, sedangkan untuk Potensi Dasarnya adalah Industri, Perdagangan, Pertambangan dan Penggalian, Komunikasi dan Angkutan;

  3. SWP III Cakupan Wilayah (Kecamatan)nya adalah Undaan, Sukolilo. Pusat pertumbuhannya adalah Undaan, sedangkan untuk Potensi Dasarnya adalah Pertanian, Komunikasi dan Angkutan;

  4. SWP IV Cakupan Wilayah (Kecamatan)nya adalah Kedung, Pecangaan, Nalumsari, Welahan, Mayong, Kalinyamatan. Pusat pertumbuhannya adalah Pecangaan, sedangkan untuk Potensi Dasarnya adalah Industri, Pertanian, Perdagangan;

  5. SWP V Cakupan Wilayah (Kecamatan)nya adalah Jepara, Mlonggo, Tahunan, dan Batealit. Pusat pertumbuhannya adalah Jepara, sedangkan untuk Potensi Dasarnya adalah Industri; 6. SWP VI Cakupan Wilayah (Kecamatan)nya adalah Bangsri, Keling dan Kembang. Pusat pertumbuhannya adalah Bangsri, sedangkan untuk Potensi Dasarnya adalah Pertanian, Industri, dan Kelistrikan;

  7. SWP VII Cakupan Wilayah (Kecamatan)nya adalah Karimunjawa. Pusat pertumbuhannya adalah Karimunjawa, sedangkan untuk Potensi Dasarnya adalah Perikanan dan Pariwisata;

  8. SWP VIII Cakupan Wilayah (Kecamatan)nya adalah Tayu, Cluwak, Margoyoso, Gunungwungkal, dan Dukuhseti. Pusat pertumbuhannya adalah Tayu, sedangkan untuk Potensi Dasarnya adalah Pertanian, Industri;

  9. SWP IX Cakupan Wilayah (Kecamatan)nya adalah Pati, Gebong, Margorejo, Tlogowungu. Pusat pertumbuhannya adalah Pati, sedangkan untuk Potensi Dasarnya adalah Perdagangan, Pertanian;

  10. SWP X Cakupan Wilayah (Kecamatan)nya adalah Trangkil, Juwana, Wedarijaksa, Batangan, dan Jakenan. Pusat pertumbuhannya adalah Juwana, sedangkan untuk Potensi Dasarnya adalah Pertanian, Perikanan dan Industri;

  11. SWP XI Cakupan Wilayah (Kecamatan)nya adalah Gabus, Kayen, dan Tambakromo. Pusat pertumbuhannya adalah Kayen, sedangkan untuk Potensi Dasarnya adalah Pertanian;

  12. SWP XII Cakupan Wilayah (Kecamatan)nya adalah Winong, Pucakwangi, dan Jaken. Pusat pertumbuhannya adalah Pucakwangi, sedangkan untuk Potensi Dasarnya adalah Pertanian.

  

3.4.2 STRUKTUR PEMANFAATAN RUANG PADA KAWASAN STRATEGIS WANARAKUTI

1) Kawasan Lindung

  Kawasan lindung merupakan kawasan yang secara khusus dilindungi dan mempunyai batasan dalam pemanfaatannya, yang termasuk dalam kawasan lindung adalah kawasan hutan lindung, kawasan bergambut, kawasan resapan air, sepadan pantai, sepadan sekitar danau/waduk, sungai, kawasan sekitar mata air, kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya, kawasan pantai berhutan bakau, taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam, kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan dan kawasan rawan bencana alam. Berdasarkan fungsi utama kawasan di kawasan strategis Wanarakuti, kawasan di sekitar puncak sampai lereng Gunung Muria yang memiliki kelerengan curam merupakan wilayah yang berfungsi sebagai Kawasan Lindung. Selain di Kawasan Gunung Muria, kawasan lindung juga terdapat di bagian selatan Kabupaten Pati, yang berbatasan dengan Kabupaten Kabupaten Grobogan dan Blora, serta di bagian utama Kecamatan Keling, yang berupa hutan lindung dan/atau hutan produksi. Pada kedua kawasan tersebut topografi wilayahnya berupa dataran tinggi dengan kelerengan yang curam. Di samping kawasan lindung yang berada di daratan, tersebut juga kawasan lindung di kepulauan, yaitu di Kepulauan Karimunjawa, yaitu di Pulau Menjangan, untuk melindungi berbagai jenis rusa/menjangan dan kumpulan karang bawah laut, di mana keduanya telah dijadikan taman nasional.

2) Kawasan Budidaya

  Kawasan budidaya merupakan kawasan yang secara keruangan dapat dimanfaatkan untuk tujuan/kepentingan tertentu; yang termasuk dalam kawasan budidaya adalah kawasan pertanian, kawasan permukiman, kawasan industri, kawasan berikat, kawasan pariwisata, kawasan tempat beribadah, kawasan pendidikan, dan kawasan pertahanan dan keamanan.

  Kawasan budidaya menempati wilayah-wilayah yang memiliki kondisi topografi yang relatif datar, yaitu disebagian besar wilayah Kawasan Strategis Wanarakuti. Wilayah tersebut membentang mengelilingi Gunung Muria, mulai dari Kabupaten Kudus, Jepara hingga Kabupaten Pati. Pada kawasan budidaya tersebut terdapat dua fungsi kawasan yang utama yaitu kawasan perdesaan dan kawasan perkotaan.

3) Kawasan Perdesaan

  Susunan fungsi kawasan yang berwujud kawasan perdesaan meliputi tempat permukiman perdesaan, tempat kegiatan pertanian, kegiatan pemerintahaan, kegiatan pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. Kawasan perdesaan, secara besar luas wilayah, mendominasi sebagian besar wilayah di Kawasan Strategis Wanarakuti. Pada kawasan perdesaan pemanfaatan ruang didominasi oleh aktivitas pertanian, baik pertanian lahan basah, lahan kering/perkebunan maupun perikanan. Kawasan perdesaan yang tersebar di setiap SWP meliputi :

  a. SWP I, pemanfataan ruang bagi aktivitas pertanian lahan basah terdapat di bagian selatan bagian utara Kacamatan Kaliwungu, terutama di sekitar lereng Gunung Muria;

  b. SWP II dan SWP III, pemafaatan ruang bagi aktivitas lahan basah terutama di Kecamatan Dawe, Jekulo, Mejobo, dan Undaan; c. SWP IV, pemanfaatan ruang bagi aktivitas pertanian lahan basah dan perkebunan/pertanian lahan kering didominasi oleh daerah di Kabupaten

  Jepara yang meliputi Kecamatan Mayong, Welahan, Pecangaan, Kalinyamatan, dan Kedung;

  d. SWP V, pemanfaatan lahan bagi aktivitas lahan basah di bagian utara dan tengah Kecamatan Batealit dan perkebunan di Kecamatan Mlonggo; e. SWP VI, pemanfaatan ruang bagi aktivitas lahan basah terdapat di

  Kecamatan Kembang dan Lahan perkebunan di Kecamatan Keling dan Bangsri;

  f. SWP VII, pemanfaatan ruang didominasi oleh aktivitas perikanan dan pariwisata. Pengembangan kedua aktivitas tersebut dapat saling bersinergi sehingga diharapkan dapat tumbuh dengan cepat. Pengembangan Pelabuhan Jepara juga diperlukan untuk mempercepat pertumbuhan aktivitas pariwisata di Kepulauan Karimunjawa; g. SWP VIII, pemanfaatan ruang bagi aktivitas perkebunan terdapat di Kecamatan Cluwak, Dukuhseti, Gunungwungkal, dan Margoyoso.

  Sedangkan pemanfaatan ruang untuk aktivitas lahan basah dan perikanan di Kecamatan Tayu; h. SWP IX, pemanfaaan ruang didominasi oleh aktivitas lahan basah yaitu di

  Kecamatan Margorejo dan Gembong; i. SWP X, pemanfaatan ruangnya didominasi oleh lahan basah dan terdapat juga aktivitas perikanan dan penangkapan ikan. Aktivitas tersebut terdapat di Kecamatan Juwana; j. SWP XI dan XII, pemanfaatan ruang digunakan untuk aktivitas perdesaan terutama aktivitas lahan basah.

4) Kawasan Perkotaan

  Susunan fungsi kawasan yang berwujud kawasan perkotaan meliputi tempat permukiman perkotaan, tempat pemusatan dan pendistribusian kegiatan bukan pertanian seperti kegiatan pelayanan jasa pemerintahan, kegiatan pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Kawasan perkotaan di kawasan strategis Wanarakuti lebih banyak terpusat di kota-kota Kecamatan berordo I dan II, serta di kawasan sekitar koridor jalan yang berstatus jalan negara dan jalan propinsi. Akivitas yang menempati ruang-ruang di kawasan perkotaan, antara lain adalah aktivitas perdagangan, industri, pemerintahan dan jasa (yang menyatu dalam kawasan campuran) serta aktivitas permukiman.

  Di Kabupaten Kudus, kawasan perkotaan mempunyai luasan wilayah yang

  relatif berimbang dengan wilayah perdesaan. Aktivitas industri, perdagangan dan jasa banyak berkembang di sepanjang koridor jalan arteri primer yang menuju ke arah Surabaya, yakni mulai dari Kecamatan Jati sampai ke Kecamatan Cepulo. Selain itu aktivitas perdagangan jasa dan pemerintahan juga berkembang dengan baik di kota Kudus. Sementara aktivitas permukiman berkepadatan sedang-tinggi berkembang di Kecamatan Jati, Kebok, Bae dan sebagian wilayah Cepulo, Mejobo, Kaliwungu, dan Undaan.

  Di Kabupaten Jepara, kawasan campuran yang memiliki aktivitas industri,

  perdagangan dan jasa akan terus berkembang di koridor jalan arteri sekunder yang menghubungkan antara Kabupaten Kudus dan Kabupaten Jepara, mulai dari Kecamatan Mayong sampai Kecamatan Keling. Selain di Kecamatan Jepara dan Tahunan yang besar wilayahnya merupakan lokasi aktivitas permukiman berkepadatan sedang-tinggi, aktivitas permukiman berkepadatan sedang di Kecamatan Welahan, Pecangaan, Nalumsari, Mayong, Kalinyamatan, Bangsari, Kembang, dan Keling cenderung akan tumbuh secara linier mengikuti alur pola jalan, berdekatan dengan aktivitas perdagangan, jasa dan industri yang ada, sedangkan permukiman berkepadatan rendah akan tumbuh secara cluster di berbagai lokasi. Permukiman juga akan tumbuh lebih banyak di Kecamatan Kembang sebagai dampak ikutan dari akan dibangunnya PTLU Tanjung Jati B. Pelabuhan Jepara perlu ditingkatkan guna menunjang aktivitas perdagangan dan ekspor lokal dan hasil-hasil industri manufaktur yang ada. Peningkatan pelabuhan tersebut akan sangat membantu mengurangi tingkat kepadatan jalan yang menghubungkan antara Kabupaten Jepara-kota Semarang dan Jepara- Surabaya. Peningkatan pelabuhan Jepara juga dapat meningkatkan kualitas jalur penghubung antara Kabupaten Jepara dengan Kepulauan Karimunjawa sehingga dapat meningkatkan arus pariwisata ke Kepulauan Karimunjawa. Kawasan campuran yang berkembang di Kabupaten Pati juga tumbuh di koridor jalan arteri primer dan sekunder, baik pada jalan Semarang-Surabaya, mulai dari Kecamatan Margorejo sampai Kecamatan Batangan, maupun pada koridor jalan Propinsi yang menghubungkan antara Kabupaten Pati dan Jepara, mulai dari Kecamatan Pati sampai Kecamatan Tayu. Koridor jalan tersebut merupakan kawasan yang sangat potensial dalam pengembangan kegiatan industri, perdagangan dan jasa karena aksesibilitasnya yang sangat tinggi. Pemanfaatan ruang bagi aktivitas permukiman berkepadatan sedang-tinggi tumbuh di Kecamatan Pati, Juwana,Tayu, Pucakwangi, Batangan, dan

  Kayen, selain di wilayah-wilayah tersebut permukiman berkepadatan sedang

  tumbuh secara linier di sepanjang jalur-jalur jalan Propinsi, di bagian selatan

  Pelabuhan Juwana

  Kabupaten Pati. Pengembangan diperlukan guna mendukung kegiatan industri dan sekaligus penangkapan ikan di Kecamatan Juwana pada khususnya dan Kabupaten Pati pada umumnya. Pelabuhan Juwana dapat ditingkatkan menjadi pelabuhan niaga antar pulau, yang akan sangat membantu kegiatan perdagangan dan pemasaran hasil-hasil industri yang ada.

3.5 MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI

INDONESIA (MP3EI)

  Kabupaten Pati masuk ke dalam MP3EI dimana Percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia menetapkan sejumlah program utama dan kegiatan ekonomi utama yang menjadi fokus pengembangan strategi dan kebijakan. Fokus pengembangan MP3EI ini diletakkan pada 8 program utama, yaitu pertanian, pertambangan, energi, industri, kelautan, pariwisata, dan telematika, serta pengembangan kawasan strategis. Kedelapan program utama tersebut terdiri dari 22 kegiatan ekonomi utama. MP3EI berisikan arahan pengembangan kegiatan ekonomi utama yang sudah lebih spesifik, lengkap dengan kebutuhan infrastruktur dan rekomendasi perubahan/revisi terhadap peraturan perundang- undangan yang perlu dilakukan maupun pemberlakuan peraturan-perundangan baru yang diperlukan untuk mendorong percepatan dan perluasan investasi. Selanjutnya MP3EI menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. MP3EI bukan dimaksudkan untuk mengganti dokumen perencanaan pembangunan yang telah ada seperti Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005 – 2025 (UU No. 17 Tahun 2007) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, namun menjadi dokumen yang terintegrasi dan komplementer yang penting serta khusus untuk melakukan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi. MP3EI juga dirumuskan dengan memperhatikan Rencana Aksi Nasional Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) karena merupakan komitmen nasional yang berkenaan dengan perubahan iklim global. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) disusun dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip dasar dan prasyarat keberhasilan pembangunan.Prinsip Dasar Keberhasilan Pembangunan sebagai suatu dokumen dengan terobosan baru, keberhasilan MP3EI sangat ditentukan oleh prinsip-prinsip dasar serta prasyarat keberhasilan pembangunan. Adapun prinsip-prinsip dasar percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi menuju negara maju membutuhkan perubahan dalam cara pandang dan perilaku seluruh komponen bangsa, sebagai berikut:

  • Perubahan harus terjadi untuk seluruh komponen bangsa;

  Perubahan pola pikir (mindset)dimulai dari Pemerintah dengan birokrasinya; • Perubahan membutuhkan semangat kerja keras dan keinginan untuk membangun • kerjasama dalam kompetisi yang sehat; Produktivitas, inovasi, dan kreatifitas didorong oleh Ilmu Pengetahuan dan Teknologi • (IPTEK) menjadi salah satu pilar perubahan; Peningkatan jiwa kewirausahaan menjadi faktor utama pendorong perubahan; • Dunia usaha berperan penting dalam pembangunan ekonomi; • Kampanye untuk melaksanakan pembangunan dengan mempertimbangkan prinsip- • prinsip pembangunan yang berkelanjutan;

  • Kampanye untuk perubahan pola pikir untuk memperbaiki kesejahteraan dilakukan secara luas oleh seluruh komponen bangsa.

  MP3EI merupakan rencana besar berjangka waktu panjang bagi pembangunan bangsa Indonesia. Oleh karenanya, implementasi yang bertahap namun berkesinambungan adalah kunci keberhasilan MP3EI. Tema pembangunan koridor ekonomi jawa dalam percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi adalah pembangunan sebagai pendorong industry dan jasa nasional. Pertumbuhan tahunan di Koridor Ekonomi Jawa disesuaikan dengan RPJMN agar tercapai pengurangan dominasi Pulau Jawa dibandingkan dengan pulau-pulau lain pada Tahun 2025. Selain itu, diharapkan juga terjadi kenaikan pertumbuhan ekonomi secara merata untuk koridor-koridor ekonomi di luar Jawa.

  Tujuan awal dilakukannya MP3EI adalah mencapai aspirasi Indonesia 2025, yaitu menjadi negara maju dan sejahtera dengan PDB sekitar USD 4,3 Triliun dan menjadi negara dengan PDB terbesar ke-9 di dunia. Untuk mewujudkan hal tersebut, sekitar 82% atau USD 3,5 Triliun akan ditargetkan sebagai kontribusi PDB dari koridor ekonomi sebagai bagian dari transformasi ekonomi. Dengan diterapkannya koridor ekonomi yang tertuang di dalam MP3EI ini, secara keseluruhan, PDB Indonesia akan bertumbuh lebih cepat dan lebih luas, baik untuk daerah di dalam koridor, maupun untuk di daerah di luar koridor. Pertumbuhan tahunan PDB nasional dengan penerapan MP3EI akan menjadi sekitar 12,7% secara nasional, dengan pertumbuhan wilayah di dalam koridor sebesar 12,9%. Sedangkan pertumbuhan di luar koridor juga akan mengalami peningkatan sebesar 12,1% sebagai hasil dari adanya spillover effect pengembangan kawasan koridor ekonomi.