BOOK Umbu Tagela Manajemen dan perencanaan pendidikan Bab I

BAB I
RENCANA DAN PERENCANAAN
PENDIDIKAN

Apakah Perencanaan Pendidikan itu?
Mengapa Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Amerika Serikat

dan negara-negara Eropa Barat lebih maju dari kita? Negara-

negara ini memiliki perencanaan yang baik. Perencanaan secara
substantif berhubungan dengan dimensi waktu keakanan. Hal

yang akan datang itu, mesti diproyeksikan, diestimasi, diprediksi
dan diantisipasi dengan baik. Untuk dapat melakukan semua

aktivitas tersebut, kita mesti memahami apa yang ada pada
dimensi waktu kesilaman dan

dimensi waktu

kekinian.


Kemampuan untuk menganalisis akan dimensi waktu kesilaman
dan kekinian akan sangat membantu kita untuk melakukan
perencanaan atau memotret masa depan. Misalnya, seorang
mahasiswa sebelum merencanakan untuk kuliah, ia harus

menganalisis berbagai aspek yang ada pada dimensi kesilaman
(prestasi belajar, NEM, kebiasaan, bakat, minat, IQ, latar belakang

sosial ekonomi keluarga, kesehatan dan sebagainya). Ia juga

harus menganalisis berbagai aspek yang ada pada kurun waktu
dimensi kekinian (peraturan perundang-undangan tentang
pendidikan tinggi, keadaan ekonomi saat ini, keadaan perguruan

tinggi yang dituju dan sebagainya). Kemampuan menganalisis apa
yang ada pada dimensi waktu kesilaman dan dimensi waktu
kekinian untuk kemudian diramu dalam suatu bentuk keputusan
untuk


berbuat

sesuatu

pada

dimensi

waktu

keakanan,

dibutuhkan suatu ilmu perencanaan. Jika kita sudah melakukan
proses dan prosedur perencanaan dengan baik, itu tidak lantas
berarti, kita tidak akan gagal. Kegagalan dan kesuksesan

1

merupakan aspek yang senantiasa inheren dalam kehidupan
manusia. Manusia boleh berusaha tetapi Tuhanlah yang


menentukan intensitas kegagalan dan kesuksesan, implikasi dan
konsekuensinya sangat ditentukan oleh kualitas perencanaan itu
sendiri. Semua rencana dibuat untuk meraih kesuksesan. Tetapi

kita juga harus sadar sepenuhnya akan kuasa Tuhan. Karena itu
kitapun harus menyediakan batas toleransi kegagalan. Misalnya,

dalam premis controllable. Si Kaledi adalah mahasiswa FKIP

semester VI. Ayahnya yang selama ini membiayainya adalah
seorang PNS golongan III/D. Usia ayahnya saat ini 55 tahun,

berarti tahun depan ayahnya pensiun. Kaledi harus berjuang

menyelesaikan studinya yang juga tinggal satu tahun. Jika tidak,
Kaledi harus menerima kenyataan jika pada akhirnya ia
menerima kiriman uang yang sedikit dari biasanya, sebab

ayahnya sudah pensiun. Dalam premis yang semi controllable.


Kaledi adalah seorang mahasiswa FKIP. Selama ini ia dibiayai

oleh orang tuanya yang bermata pencaharian sebagai petani
tradisional. Biasanya kiriman uang akan lancar jika hasil
pertanian lancar. Hasil pertanian biasanya dipanen pada bulan

Juli setiap tahun. Tetapi kebiasaan ini, bisa saja tidak terjadi,
karena hama belalang, tikus atau harga hasil pertanian di pasar
jatuh. Kalau sudah begini, Kaledi harus sadar bahwa memang
kenyataannya begitu. Hal yang di luar dugaan manusia adalah

premis non controllable. Dalam perencanaannya, Kaledi tidak

menyangka kalau ayahnya telah dipanggil Tuhan sebelum ia

lulus. Biasanya hal yang bersifat non controllable ini sangat
menyakitkan atau membuat orang frustrasi.

Dalam pengertian yang luas perencanaan ditakrifkan


sebagai “planning is a process of preparing for action in the future
“(Lancaster,1988). Dari rumusan sederhana ini jelas bahwa pada
hakekatnya rencana itu merupakan aktivitas manusia yang
2

dilakukan secara sadar untuk mencapai tujuan di masa datang.
Sedangkan dalam arti sempit perencanaan dikaitkan dengan
bidang yang menjadi obyek kajian, misalnya, dalam bidang

ekonomi ada perencanaan ekonomi, dalam bidang pendidikan
ada perencanaan pendidikan dan sebagainya. Sebagai yang

demikian perencanaan pendidikan tidak lain adalah perencanaan

dalam bidang pendidikan, yaitu suatu proses penentuan tujuan,
penciptaan lingkungan serta prasyarat untuk mencapai tujuan

yang telah ditetapkan dengan cara yang paling efektif dan efisien


dalam rangka pembentukan manusia yang memiliki kompetensi
individual, sosial, dan profesional secara optimal. Secara

sederhana perencanaan pendidikan itu diartikan sebagai proses

penentuan tujuan pendidikan serta cara-cara mencapai tujuan itu
secara efektif dan efisien.

Dari pengertian yang sederhana itu dapat dicatat paling

sedikit empat pokok pikiran yang terkandung di dalamnya yaitu:
1.

Seperti perencanaan yang lain, perencanaan pendidikan itu

2.

Dengan membandingkan kondisi ideal masa depan dan

3.


Cara-cara yang ditempuh itu haruslah cara-cara yang

4.

mengarah kepada tujuan, yaitu kondisi ideal yang
diharapkan dimasa depan;

kondisi masa kini ditetapkan cara-cara yang ditempuh
untuk mengatasi kesenjangan antara kedua kondisi itu;
terbaik dibandingkan dengan cara-cara lain yang tidak
dipilih;

Cara terbaik itu diukur dari kadar efektivitas dan
efisiensinya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Perlunya Perencanaan Pendidikan

Kalau hasil pendidikan dilihat sebagai hasil dari sebuah


proses maka upaya pendidikan itu adalah sebuah investasi
3

(human investment) yang berjangka panjang. Dengan usia kerja
(produktif) 15 tahun dan dengan wajib belajar pendidikan dasar

sembilan tahun, berarti 15 tahun lamanya termasuk pendidikan
di dalam keluarga dan pra sekolah investasi itu baru

menghasilkan. Kalau diinginkan produktivitas keluaran itu lebih
tinggi lagi maka diperlukan pendidikan dan latihan sekian tahun

lagi sesudah pendidikan dasar. Hasil investasi itu tidaklah statis

melainkan kumulatif dan ekselaratif, tidak hanya di dalam dirinya
tetapi juga tertular kepada orang lain melalui interaksi sosialnya.

Oleh sebab itu, kesalahan dalam pendidikan tidak hanya

merugikan sasaran didik itu sendiri seumur hidupnya tetapi juga

orang lain yang berinteraksi dengannya.

Sebagai investasi, pendidikan itu tidak boleh dilakukan

dengan coba-coba salah (trial and error) karena sasarannya
adalah manusia yang sedang dan selalu dalam proses perubahan.

Lebih celaka lagi kesalahan itu baru disadari setelah sekian tahun

kemudian. Dan hampir tidak ada kesempatan untuk mengadakan

perbaikan pada sasaran yang sama. Seperti halnya investasi di
dunia industri, investasi di dunia pendidikan ini tidak bisa ditarik

kembali tanpa resiko. Sementara itu sumber yang tersedia sangat

terbatas.
Oleh sebab itu, resiko harus ditekan serendah mungkin,
dan hal ini dapat dilakukan melalui perencanaan yang baik.


Ihalau (2006) yang mengutip dari buku terbitan PBB

“Planning for Economic Development” (1998) mengatakan bahwa

dilihat dari segi suatu alat atau cara untuk mencapai tujuan maka
ada beberapa alasan untuk melakukan perencanaan, yaitu antara
lain:

4

1.

Dengan adanya perencanaan maka ada suatu arahan
kegiatan atau pedoman pelaksanaan untuk mencapai
tujuan.

2.

Dengan perencanaan maka dilakukan suatu perkiraan hal-


3.

Perencanaan

4.

hal yang akan dilalui, potensi-potensi dan prospek
perkembangan, serta resiko yang bakal dihadapi.

memberi kesempatan memilih alternatif

terbaik dari berbagai pilihan yang tersedia.

Dengan rencana maka tersedia alat ukur atau standar yang
obyektif untuk melakukan pengawasan, penilaian, dan

pengendalian agar tujuan dapat dicapai secara efektif dan
efisien.

Ciri-Ciri Rencana yang Baik
Apabila dikatakan bahwa semua kegiatan yang dilakukan

secara sadar selalu didahului dengan rencana maka itu tidak
berarti bahwa semua kegiatan itu akan berhasil dengan baik.
Mutu keluaran kecuali ditentukan oleh pelaksana dan proses
pelaksanaannya, juga tergantung pada mutu rencana itu sendiri.

Sebuah rencana dapat dikatakan baik kalau memenuhi

syarat atau menampakkan ciri-ciri dan ditentukan berdasarkan
pertimbangan rasional dan dipilih dari beberapa kemungkinan
(alternatif) dengan kriteria:
a.

Rencana itu mengarah pada keadaan yang paling diinginkan

b.

Semua aspek atau unsur dari rencana itu harus sinkron dan

c.

d.

oleh sebagian besar kelompok sasaran atau pengguna yang
berkepentingan dengan rencana itu.

saling berkaitan secara integral atau terpadu.

Rencana itu secara operasional dapat dilaksanakan.

Sasaran yang telah ditetapkan dapat dicapai secara optimal.
5

Seandainya sebagian besar warga dari suatu masyarakat
menginginkan agar semua anggota atau warganya menjadi orang

yang cerdas maka tetapkanlah itu sebagai tujuan pendidikan dan
rumuskanlah itu dalam bahasa perencanaan. Untuk mencapai

tujuan itu maka upaya yang dilakukan tidak terbatas pada
pengadaan gedung sekolah saja tetapi juga pengadaan guru,
pengadaan

buku,

persebaran

sekolah

secara

geografis,

persebaran sekolah menurut jenis dan jenjangnya, perpustakaan
sekolah, pengkajian, dan sebagainya. Semua aspek atau

komponen harus berada dalam kesatuan yang serasi. Kalau
pertumbuhan

penduduk

usia

sekolah

menunjukan

kecenderungan meningkat maka pertumbuhan jumlah gedung

sekolah, guru, dan lain-lain pada setiap jenjang pendidikan harus
mengikuti pola seperti itu, karena dalam pola itu tidak mungkin
permintaan masuk ke sekolah menengah sama banyak (apalagi
kalau melebihi) permintaan masuk ke pendidikan dasar. Dan

sekalipun hasrat hati begitu kuat untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa tetapi tidaklah realistik untuk mencapai itu dalam waktu
“sekejap” jika kondisi sebagian besar penduduk usia sekolah

masih buta huruf. Juga tidak realistik kalau sebagian besar
masyarakat masih bergumul dengan pemenuhan kebutuhan
pokok. Tetapi juga tidak ada artinya sebagai rencana kalau tidak

ada batas waktunya. Karena itu pentahapan pencapaian tujuan

itu perlu ditetapkan sehingga tampak bahwa tujuan itu secara
operasional dapat dilaksanakan dan dicapai secara optimal
dengan potensi dan kendala yang ada. Dan akhirnya untuk

mencapai tujuan itu harus jelas siapa atau badan mana yang
terlibat dan mana batas wewenang dan tanggungjawab masingmasing.

6