BOOK Umbu Tagela Manajemen dan perencanaan pendidikan Bab VIII
BAB VIII
MANAGEMEN SEKOLAH DALAM MENGHADAPI
TANTANGAN DAN PERUBAHAN
Potret Sekolah di Indonesia
Secara umum kondisi sekolah-sekolah di Indonesia cukup
memprihatinkan. Populasi anak usia sekolah yang melaju
memberikan tekanan yang kuat agar sekolah meningkatkan daya
tampungnya di atas kapasitas yang telah ditentukan. Karena itu
enrollment pada setiap jenjang sekolah tampak membengkak
dengan ditandai oleh berdesak-desaknya jumlah murid untuk
setiap kelas.
Peledakan usia sekolah ini menyebabkan orang tua
menghadapi kesulitan dalam mencari kesempatan pendidikan
bagi putra-putrinya. Sementara itu kemampuan ekonomi negara
semakin terbatas dengan adanya harga minyak dewasa ini.
Keterbatasan ekonomi ini memperlambat pertumbuhan
sekolah dalam usaha pemerataan pendidikan bagi setiap warga
negara yang memerlukan pendidikan. Hal ini sangat terasa pada
pertumbuhan sekolah-sekolah swasta.
Raka Joni (1991) mengatakan untuk jenjang Sekolah
Dasar, indeks partisipasi kasar telah mencapai 100 %. Akan tetapi
gambaran yang diperoleh akan berbeda, apabila kita mendlaami
lebih jauh permasalahannya.
“Equality of access” yang ditampilkan sebagai indeks
partisipasi kasar 100 % itu, masih belum diikuti oelh “Equality of
Survival” karena masih terdapat angka putus sekolah yang cukup
tinggi. Bahkan bagi mereka yang beruntung dapat menyelesaikan
87
pelajarannya. “Equality of out put” masih lebih merupakan
keinginan daripada kenyataan, karena pada umumnya para guru
masih menyikapi tugas-tugas kependidikannya sebagai lebih
berfungsi “menyaring” peserta didik yang semakin hiterogen
akibat masalisasi kesempatan itu, dari pada memberikan layanan
ahli sesuai dengan kebutuhan individual peserta didik.
Kurikulum sekolah acapkali
mengalami perubahan
walaupun perubahan itu mempunyai maksudpositif namun
dalam pelaksanaannya banyak menimbulkan kesulitan karena
kurangnya persiapan yang dilakukan sebelum pelaksanaan
dimulai. Sifat kurikulum itu uniform, dalam arti bentuk, struktur,
isi dan metode penyampaian. Uniformitas kurikulum ini
dirasakan oelh daerah-daerah terpencil dan kurang maju, terlalu
berat dan diluar jangkauan fasilitas yang tersedia.
Guru yang merupakan ujung tombak pelaksanaan
pendidikan di sekolah terdiri dari berbagai kategori menurut
kewenangannya yakni: guru yang telah mempunyai kompetensi,
guru yang baru sebagian saja memiliki kompetensi, dan guru
yang belum mempunyai kompetensi. Beban mengajar para guru
itu cukup berat, diukur dalam jumlah jam per minggu. Beban itu
makin membesar karena guru itu mengajar di sekolah yang lain
sebagai usaha untuk menambah penghasilannnya, karena gaji
guru belum memenuhi tuntutan belanja keluarga.
Fasilitas pendidikan yang tersedia di sekolah- sekolah
sudah jauh meningkat baik secara kuantitatif maupun kualitatif,
bila dibandingkan dengan keadaan fasilitas pendidikan beberapa
tahun lalu. Namun bila dibandingkan dengan kebutuhan jumlah
yang tersedia masih jauh dari mencukupi.
Managemen sekolah masih amat tradisonal karena itu
tidak heran bila pengembangan managemen sekolah mengalami
kesulitan. Data persekolahan yang akurat dan dapat diandalkan
88
amat sulit diperoleh. Disiplin personal dalam pelaksanaan tugas
administrasi masih perlu diperbaiki.
Partisipasi orang tua dan masyarakat dalam menjadikan
sekolah sebagai pusat belajar masyarakat belum terwujud,
walaupun secara sporadis sudah terlihat berbagai usaha rintisan.
Masalah dan Perubahan Yang dihadapi
1.
2.
3.
4.
Masalah pokok yang dihadapi adalah:
Apakah yang perlu diajarkan kepada anak-anak yang dapat
membangun mereka menjadi warga negara yang dapat
membangun dirinya dan membangun bangsanya di masa
datang?
Bagaimanakah memberikan pelayanan pendidikan kepada
anak-anak hingga sekolah berfungsi optimal?
Bagaimanakah kita mempersiapkan tenaga guru yang
berkualitas dan dengan apa yang diperlukan sekolah?
Dalam kondisi ekonomi yang terbatas ini, bagaimanakah
mempersempit jurang antara beaya pendidikan yang tinggi
dengan kemampuan/ daya bayar orang tua, tanpa
memperkecil kesempatan pendidikan bagi putra putri
mereka?
Perubahan yang dilakukan adalah:
1.
Kurikulum
Masalah ini menyangkut konten dan cara penyajian.
Dalam educational content dipermasalahkan secara nasional
tentang sejauh manakah kurikulum di sekolah harus seragam/
unifrom. Keseragaman kurikulum dan educational content
dirasakan sangat sulit dilaksanakan karena ciri bangsa Indonesia
adalah
sangat
demografis.
hiterogen, baik
secara geografis
maupun
89
Dengan keseragaman, kebutuhan individual anak dan
kekhususan daerah sulit diakomodasi. Namun dengan hadirnya
desentralisasi kurikulum, permasalahan ini secara perlahan tapi
pasti akan teratasi.
Demikian halnya dengan cara penyajian, ada trend yang
kuat untuk menerapkan metodologi termasuk lisson plan yang
seragam. Hal ini sangat membatasi kreativitas profesional guru
dalam menemukan dan mengembangkan strategi mengajar yang
sesuai dengan kondisi belajar yang dihadapi.
2.
Pemberian Pelayanan Profesional.
Fungsi sekolah secara umum adalah memberikan
kesempatan pendidikan pada setiap anak dengan sebaik-baiknya,
menciptakan situasi belajar yang menyenangkan agar anak dapat
belajar, dan membantu anak memecahkan kesulitan belajar yang
dihadapi, sehingga pertumbuhan potensi anak tidak terhambat.
Pelayanan profesional dituntut dalam mewujudkan ketiga
fungsi di atas secara optimal. Permasalahan pokok tentang hal ini
adalah kemampuan profesional personal sekolah yang belum
memadai,
sehingga
kesulitan
seringkali
muncul
karena
ketidaktahuan tentang cara menghadapi persoalan itu. Pelayanan
profesional bukan hanya menuntut pengetahuan dan ketrampilan
serta pengalaman, tapi juga keikhlasan dan dedikasi kepada tugas
profesi guru yang dipikulkan.
3.
Demand dan Supply Tenaga guru.
Persoalan menjadi issue nasional adalah ketepatgunaan
LPTK sebagai lembaga pendidikan yang diberi tugas untuk
mempersiapkan tenaga guru dan tenaga kependidikan lainnya
bagi sekolah-sekolah di Indonesia. Hal yang sangat esensial
adalah ketepatan program LPTK dengan tuntutan sekolah.
90
Ketepatan ini dapat berbentuk kuantitatif artinya ketepatan
jumlah, dan kualitas artinya kesesuaian program dengan
kurikulum sekolah.
Walaupun secara teoritis sulit mempertemukan hal
tersebut, tapi bila LPTK dan sekolah dapat bekerjasama dengan
baik kemungkinan jurang yang terlalu besar dapat dieliminasi.
4.
Beaya Pendidikan yang tinggi dan daya bayar yang rendah
Persoalan ini merupakan persoalan nasional, yang mesti
mendapat perhatian serius dari pemerintah. Demikian pula
halnya para penyelenggara sekolah swasta mesti memberi
pumpunan perhatian pada persoalan ini, terutama sekolah
Kristen. Untuk itu sekolah perlu meningkatkan efisiensi
penggunaan dana, dan berusaha menciptakan cara-cara lain
dalam menghimpun dana dengan mengurangi pengutan dari para
orang tua, tanpa mengorbankan misi, mutu dan kesempatan
bersekolah.
5.
Perubahan Kurikulum.
Setiap perubahan kurikulum tentu mengandung maksud
yang positif seperti meningkatkan mutu pendidikan. Namun
kalau tidak dirancang dengan matang maka akan terjadi berbagai
kesulitan dan kekacauan, karena perubagan bagaimanapun
kecilnya juga akan menyeret ribuan bahkan jutaan orang
didalamnya.
Perubahan dapat diartikan sebagai suatu proses dinamis
untuk memenuhi tantangan sebagai akibat proses perubahan
sosial yang terjadi dimasyarakat. Dalam dunia pendidikan
perubahan merupakan suatu keharusan sebagai suatu akibat
terjadinya pertukaran informasi antara sistem yang lebih kecil
dengan sistem yang lebih besar .
91
Dalam sejarah pendidikan di Indonesia perubahan secara
“full scale” terjadi pertama pada tahun 1975, kemudian pada
tahun 1984, 1994 dan kurikulum 2004 dan 2013.
Ditinjau
dari
kajian
menagemen
perubahan
menimbulkan dampak managemen yang amat
ini
luas karena
komponen dan unsur persekolahan yang mendasar turut
tergoncang. Guncangan mestinya tidak terlalu keras seandainya
proses kebijakan penerapannya disiapkan sehingga aparat
pelaksanaan siap mengoperasionalkan.
Adaptabilitas Manajemen
Yang dimaksud adaptabilitas disini adalah tingkat
efektifitas yang ditunjukkan managemen dalam menghadapi
berbagai tantangan dan dalam merespons terhadap berbagai
perubahan yang harus dilaksanakan.
Adaptabilitas
adalah
daya/
force/
kemampuan
managemen dalam menggerakkan seluruh potensi yang ada
sehingga fungsi
berbagai
unsur dalam organisasi dapat
dimunculkan. Dengan demikian adaptabilitas ini menyangkut
fungsi menagemen secara keseluruhan.
Untuk mengkaji adaptabilitas managemen sekolah
secara menyeluruh, diperlukan pemahaman yeng jelas tentang
managemen sekolah dengan berbagai unsurnya, antara lain:
1.
2.
3.
4.
92
Murid yang merupakan target setiap perubahan,
Guru sebagai ujung tombak yang melakukan perubahan
dalam proses belajar murid;
Kurikulum yang merupakan substansi perubahan dan harus
diterapkan dalam proses belajar;
Fasilitas pengajaran, pendukung terjadinya perubahan
dalam belajar,
5.
6.
7.
8.
Pimpinan, pelaksana dan penanggung jawab perubahan
pada tingkat lembaga;
Dana, motor terjadinya perubahan;
Kendali mutu, yang merupakan filter kualitatif dalam setiap
yahap proses pendidikan di lembaga;
Evaluasi yang memberikan feed back tentang tingkat
keberhasilan suatu perubahan dalam belajar.
Keseluruhan
unsur-unsur
tersebut
mempunyai
ketergantungan yang amat erat serta dalam proses menegemen
selalu terjadi interaksi fungsional yang melahirkan adaptabilitas
performance
managemen.
Adaptabilitas
performance
managemen ini tergantung pada efisiensi dan efektifitas interaksi
fungsional setiap unsur yang digerakkan oleh pimpinan sekolah
sebagai manager, artinya kualitas kepemimpinan kepala sekolah
merupakan ukuran adaptabilitas managemen.
Selanjutnya
dapat
disebutkan
beberapa
upaya
meningkatkan adaptabilitas managemen sekolah sebagai berikut:
1.
Kemampuan membuat keputusan. Kemampuan ini sangat
2.
Kemampuan profesional guru.
penting dimiliki seorang kepala sekolah. Keberanian dan
kemampuan membuat keputusan merupakan salah satu
syarat untuk kemandirian seorang pemimpin pendidikan.
Guru yang profesional akan mampu mempengaruhi
perilaku belajar anak dengan lebih efektif. Fungsi guru yang
langsung menangani proses belajar di kelas amatlah
strategis
dalam
upaya
meningkatkan
adaptabilitas
menegemen sekolah terutama dalam kaitan dengan belajar
anak. Peningkatan kemampuan profesional guru ini dpat
ditempuh melalui berbagai cara antara lain : pemberian
kesempatan
untuk
mengikuti
in
service
trainning,
93
3.
penyediaan perpustakaan jabatan, penyediaan program
yang teratur, dan menciptakan forum akademik guru.
Menstabilkan kurikulum.
Menstabilkan
kurikulum
tidak
berarti
membuat
kurikulm itu statis, kurikulum tetap dinamis mengikuti
setiap gerak perubahan sosial yang terjadi di masyarakat
dalam arti isi bukan kerangka dan struktur. Kemampuan
4.
untuk mendinamiskan kurikulum ini sebenarnya berada
pada tingkat sekolah yaitu kepala sekolah dan guru.
Meningkatkan komunikasi.
Kelancaran fungsi dan interaksi fungsional dalam
managemen sekolah ditentukan oelh efektifitas komunikasi
di sekolah itu. Karena itu proses komunikasi dengan policy
dalam komunikasi perlu mendapat perhatian yang utama
dari
kepala sekolah. Sebab bila terjadi
kemacetan
komunikasi kerugiannya amat tinggi dan mahal: proses
belajar terganggu. Komunikasi ini mencakup komunikasi
profesional antar guru, komunikasi edukatif dengan murid
5.
dan komunikasi koordinatif dengan pemimpin masyarakat
dan para orangtua murid.
Menjadikan belajar sebagai fokus managemen.
Hal ini berarti merubah secara konseptual dan
fundamental praktek managemen ke titik yang amat
esensial. Hingga saat ini tidak banyak kepala sekolah yang
berpikir bahwa keseluruhan kegiatan menagemen sekolah
harus digiring untuk menciptakan suatu situasi dimana
anak dapat belajar dengan baik dan dimana anak merasa
sekolah adalah tempat terbaik bagi mereka untuk belajar.
Untuk mewujudkan tujuan itu, kepala sekolah harus
merubah orientasinya, yaitu dengan menggiring semua
94
fungsi sekolah ke arah belajar anak didik. Profesionalisasi
seluruh tenaga duru disertai dedikasi dan komitmen yang
tinggi merupakan prasyarat untuk mewujudkan tugas ini.
95
MANAGEMEN SEKOLAH DALAM MENGHADAPI
TANTANGAN DAN PERUBAHAN
Potret Sekolah di Indonesia
Secara umum kondisi sekolah-sekolah di Indonesia cukup
memprihatinkan. Populasi anak usia sekolah yang melaju
memberikan tekanan yang kuat agar sekolah meningkatkan daya
tampungnya di atas kapasitas yang telah ditentukan. Karena itu
enrollment pada setiap jenjang sekolah tampak membengkak
dengan ditandai oleh berdesak-desaknya jumlah murid untuk
setiap kelas.
Peledakan usia sekolah ini menyebabkan orang tua
menghadapi kesulitan dalam mencari kesempatan pendidikan
bagi putra-putrinya. Sementara itu kemampuan ekonomi negara
semakin terbatas dengan adanya harga minyak dewasa ini.
Keterbatasan ekonomi ini memperlambat pertumbuhan
sekolah dalam usaha pemerataan pendidikan bagi setiap warga
negara yang memerlukan pendidikan. Hal ini sangat terasa pada
pertumbuhan sekolah-sekolah swasta.
Raka Joni (1991) mengatakan untuk jenjang Sekolah
Dasar, indeks partisipasi kasar telah mencapai 100 %. Akan tetapi
gambaran yang diperoleh akan berbeda, apabila kita mendlaami
lebih jauh permasalahannya.
“Equality of access” yang ditampilkan sebagai indeks
partisipasi kasar 100 % itu, masih belum diikuti oelh “Equality of
Survival” karena masih terdapat angka putus sekolah yang cukup
tinggi. Bahkan bagi mereka yang beruntung dapat menyelesaikan
87
pelajarannya. “Equality of out put” masih lebih merupakan
keinginan daripada kenyataan, karena pada umumnya para guru
masih menyikapi tugas-tugas kependidikannya sebagai lebih
berfungsi “menyaring” peserta didik yang semakin hiterogen
akibat masalisasi kesempatan itu, dari pada memberikan layanan
ahli sesuai dengan kebutuhan individual peserta didik.
Kurikulum sekolah acapkali
mengalami perubahan
walaupun perubahan itu mempunyai maksudpositif namun
dalam pelaksanaannya banyak menimbulkan kesulitan karena
kurangnya persiapan yang dilakukan sebelum pelaksanaan
dimulai. Sifat kurikulum itu uniform, dalam arti bentuk, struktur,
isi dan metode penyampaian. Uniformitas kurikulum ini
dirasakan oelh daerah-daerah terpencil dan kurang maju, terlalu
berat dan diluar jangkauan fasilitas yang tersedia.
Guru yang merupakan ujung tombak pelaksanaan
pendidikan di sekolah terdiri dari berbagai kategori menurut
kewenangannya yakni: guru yang telah mempunyai kompetensi,
guru yang baru sebagian saja memiliki kompetensi, dan guru
yang belum mempunyai kompetensi. Beban mengajar para guru
itu cukup berat, diukur dalam jumlah jam per minggu. Beban itu
makin membesar karena guru itu mengajar di sekolah yang lain
sebagai usaha untuk menambah penghasilannnya, karena gaji
guru belum memenuhi tuntutan belanja keluarga.
Fasilitas pendidikan yang tersedia di sekolah- sekolah
sudah jauh meningkat baik secara kuantitatif maupun kualitatif,
bila dibandingkan dengan keadaan fasilitas pendidikan beberapa
tahun lalu. Namun bila dibandingkan dengan kebutuhan jumlah
yang tersedia masih jauh dari mencukupi.
Managemen sekolah masih amat tradisonal karena itu
tidak heran bila pengembangan managemen sekolah mengalami
kesulitan. Data persekolahan yang akurat dan dapat diandalkan
88
amat sulit diperoleh. Disiplin personal dalam pelaksanaan tugas
administrasi masih perlu diperbaiki.
Partisipasi orang tua dan masyarakat dalam menjadikan
sekolah sebagai pusat belajar masyarakat belum terwujud,
walaupun secara sporadis sudah terlihat berbagai usaha rintisan.
Masalah dan Perubahan Yang dihadapi
1.
2.
3.
4.
Masalah pokok yang dihadapi adalah:
Apakah yang perlu diajarkan kepada anak-anak yang dapat
membangun mereka menjadi warga negara yang dapat
membangun dirinya dan membangun bangsanya di masa
datang?
Bagaimanakah memberikan pelayanan pendidikan kepada
anak-anak hingga sekolah berfungsi optimal?
Bagaimanakah kita mempersiapkan tenaga guru yang
berkualitas dan dengan apa yang diperlukan sekolah?
Dalam kondisi ekonomi yang terbatas ini, bagaimanakah
mempersempit jurang antara beaya pendidikan yang tinggi
dengan kemampuan/ daya bayar orang tua, tanpa
memperkecil kesempatan pendidikan bagi putra putri
mereka?
Perubahan yang dilakukan adalah:
1.
Kurikulum
Masalah ini menyangkut konten dan cara penyajian.
Dalam educational content dipermasalahkan secara nasional
tentang sejauh manakah kurikulum di sekolah harus seragam/
unifrom. Keseragaman kurikulum dan educational content
dirasakan sangat sulit dilaksanakan karena ciri bangsa Indonesia
adalah
sangat
demografis.
hiterogen, baik
secara geografis
maupun
89
Dengan keseragaman, kebutuhan individual anak dan
kekhususan daerah sulit diakomodasi. Namun dengan hadirnya
desentralisasi kurikulum, permasalahan ini secara perlahan tapi
pasti akan teratasi.
Demikian halnya dengan cara penyajian, ada trend yang
kuat untuk menerapkan metodologi termasuk lisson plan yang
seragam. Hal ini sangat membatasi kreativitas profesional guru
dalam menemukan dan mengembangkan strategi mengajar yang
sesuai dengan kondisi belajar yang dihadapi.
2.
Pemberian Pelayanan Profesional.
Fungsi sekolah secara umum adalah memberikan
kesempatan pendidikan pada setiap anak dengan sebaik-baiknya,
menciptakan situasi belajar yang menyenangkan agar anak dapat
belajar, dan membantu anak memecahkan kesulitan belajar yang
dihadapi, sehingga pertumbuhan potensi anak tidak terhambat.
Pelayanan profesional dituntut dalam mewujudkan ketiga
fungsi di atas secara optimal. Permasalahan pokok tentang hal ini
adalah kemampuan profesional personal sekolah yang belum
memadai,
sehingga
kesulitan
seringkali
muncul
karena
ketidaktahuan tentang cara menghadapi persoalan itu. Pelayanan
profesional bukan hanya menuntut pengetahuan dan ketrampilan
serta pengalaman, tapi juga keikhlasan dan dedikasi kepada tugas
profesi guru yang dipikulkan.
3.
Demand dan Supply Tenaga guru.
Persoalan menjadi issue nasional adalah ketepatgunaan
LPTK sebagai lembaga pendidikan yang diberi tugas untuk
mempersiapkan tenaga guru dan tenaga kependidikan lainnya
bagi sekolah-sekolah di Indonesia. Hal yang sangat esensial
adalah ketepatan program LPTK dengan tuntutan sekolah.
90
Ketepatan ini dapat berbentuk kuantitatif artinya ketepatan
jumlah, dan kualitas artinya kesesuaian program dengan
kurikulum sekolah.
Walaupun secara teoritis sulit mempertemukan hal
tersebut, tapi bila LPTK dan sekolah dapat bekerjasama dengan
baik kemungkinan jurang yang terlalu besar dapat dieliminasi.
4.
Beaya Pendidikan yang tinggi dan daya bayar yang rendah
Persoalan ini merupakan persoalan nasional, yang mesti
mendapat perhatian serius dari pemerintah. Demikian pula
halnya para penyelenggara sekolah swasta mesti memberi
pumpunan perhatian pada persoalan ini, terutama sekolah
Kristen. Untuk itu sekolah perlu meningkatkan efisiensi
penggunaan dana, dan berusaha menciptakan cara-cara lain
dalam menghimpun dana dengan mengurangi pengutan dari para
orang tua, tanpa mengorbankan misi, mutu dan kesempatan
bersekolah.
5.
Perubahan Kurikulum.
Setiap perubahan kurikulum tentu mengandung maksud
yang positif seperti meningkatkan mutu pendidikan. Namun
kalau tidak dirancang dengan matang maka akan terjadi berbagai
kesulitan dan kekacauan, karena perubagan bagaimanapun
kecilnya juga akan menyeret ribuan bahkan jutaan orang
didalamnya.
Perubahan dapat diartikan sebagai suatu proses dinamis
untuk memenuhi tantangan sebagai akibat proses perubahan
sosial yang terjadi dimasyarakat. Dalam dunia pendidikan
perubahan merupakan suatu keharusan sebagai suatu akibat
terjadinya pertukaran informasi antara sistem yang lebih kecil
dengan sistem yang lebih besar .
91
Dalam sejarah pendidikan di Indonesia perubahan secara
“full scale” terjadi pertama pada tahun 1975, kemudian pada
tahun 1984, 1994 dan kurikulum 2004 dan 2013.
Ditinjau
dari
kajian
menagemen
perubahan
menimbulkan dampak managemen yang amat
ini
luas karena
komponen dan unsur persekolahan yang mendasar turut
tergoncang. Guncangan mestinya tidak terlalu keras seandainya
proses kebijakan penerapannya disiapkan sehingga aparat
pelaksanaan siap mengoperasionalkan.
Adaptabilitas Manajemen
Yang dimaksud adaptabilitas disini adalah tingkat
efektifitas yang ditunjukkan managemen dalam menghadapi
berbagai tantangan dan dalam merespons terhadap berbagai
perubahan yang harus dilaksanakan.
Adaptabilitas
adalah
daya/
force/
kemampuan
managemen dalam menggerakkan seluruh potensi yang ada
sehingga fungsi
berbagai
unsur dalam organisasi dapat
dimunculkan. Dengan demikian adaptabilitas ini menyangkut
fungsi menagemen secara keseluruhan.
Untuk mengkaji adaptabilitas managemen sekolah
secara menyeluruh, diperlukan pemahaman yeng jelas tentang
managemen sekolah dengan berbagai unsurnya, antara lain:
1.
2.
3.
4.
92
Murid yang merupakan target setiap perubahan,
Guru sebagai ujung tombak yang melakukan perubahan
dalam proses belajar murid;
Kurikulum yang merupakan substansi perubahan dan harus
diterapkan dalam proses belajar;
Fasilitas pengajaran, pendukung terjadinya perubahan
dalam belajar,
5.
6.
7.
8.
Pimpinan, pelaksana dan penanggung jawab perubahan
pada tingkat lembaga;
Dana, motor terjadinya perubahan;
Kendali mutu, yang merupakan filter kualitatif dalam setiap
yahap proses pendidikan di lembaga;
Evaluasi yang memberikan feed back tentang tingkat
keberhasilan suatu perubahan dalam belajar.
Keseluruhan
unsur-unsur
tersebut
mempunyai
ketergantungan yang amat erat serta dalam proses menegemen
selalu terjadi interaksi fungsional yang melahirkan adaptabilitas
performance
managemen.
Adaptabilitas
performance
managemen ini tergantung pada efisiensi dan efektifitas interaksi
fungsional setiap unsur yang digerakkan oleh pimpinan sekolah
sebagai manager, artinya kualitas kepemimpinan kepala sekolah
merupakan ukuran adaptabilitas managemen.
Selanjutnya
dapat
disebutkan
beberapa
upaya
meningkatkan adaptabilitas managemen sekolah sebagai berikut:
1.
Kemampuan membuat keputusan. Kemampuan ini sangat
2.
Kemampuan profesional guru.
penting dimiliki seorang kepala sekolah. Keberanian dan
kemampuan membuat keputusan merupakan salah satu
syarat untuk kemandirian seorang pemimpin pendidikan.
Guru yang profesional akan mampu mempengaruhi
perilaku belajar anak dengan lebih efektif. Fungsi guru yang
langsung menangani proses belajar di kelas amatlah
strategis
dalam
upaya
meningkatkan
adaptabilitas
menegemen sekolah terutama dalam kaitan dengan belajar
anak. Peningkatan kemampuan profesional guru ini dpat
ditempuh melalui berbagai cara antara lain : pemberian
kesempatan
untuk
mengikuti
in
service
trainning,
93
3.
penyediaan perpustakaan jabatan, penyediaan program
yang teratur, dan menciptakan forum akademik guru.
Menstabilkan kurikulum.
Menstabilkan
kurikulum
tidak
berarti
membuat
kurikulm itu statis, kurikulum tetap dinamis mengikuti
setiap gerak perubahan sosial yang terjadi di masyarakat
dalam arti isi bukan kerangka dan struktur. Kemampuan
4.
untuk mendinamiskan kurikulum ini sebenarnya berada
pada tingkat sekolah yaitu kepala sekolah dan guru.
Meningkatkan komunikasi.
Kelancaran fungsi dan interaksi fungsional dalam
managemen sekolah ditentukan oelh efektifitas komunikasi
di sekolah itu. Karena itu proses komunikasi dengan policy
dalam komunikasi perlu mendapat perhatian yang utama
dari
kepala sekolah. Sebab bila terjadi
kemacetan
komunikasi kerugiannya amat tinggi dan mahal: proses
belajar terganggu. Komunikasi ini mencakup komunikasi
profesional antar guru, komunikasi edukatif dengan murid
5.
dan komunikasi koordinatif dengan pemimpin masyarakat
dan para orangtua murid.
Menjadikan belajar sebagai fokus managemen.
Hal ini berarti merubah secara konseptual dan
fundamental praktek managemen ke titik yang amat
esensial. Hingga saat ini tidak banyak kepala sekolah yang
berpikir bahwa keseluruhan kegiatan menagemen sekolah
harus digiring untuk menciptakan suatu situasi dimana
anak dapat belajar dengan baik dan dimana anak merasa
sekolah adalah tempat terbaik bagi mereka untuk belajar.
Untuk mewujudkan tujuan itu, kepala sekolah harus
merubah orientasinya, yaitu dengan menggiring semua
94
fungsi sekolah ke arah belajar anak didik. Profesionalisasi
seluruh tenaga duru disertai dedikasi dan komitmen yang
tinggi merupakan prasyarat untuk mewujudkan tugas ini.
95