BOOK Umbu Tagela Manajemen dan perencanaan pendidikan Bab IX

(1)

97

BAB IX

EFEKTIVITAS, EFISIENSI, RELEVANSI

Efektivitas

Makna kebahasaan dari efektif adalah berhasil guna, termasuk hasil yang memuaskan. Menurut Kemp (1977) efektivitas dapat diukur dengan membandingkan antara jumlah siswa (peserta) dengan tujuan yang hendak dicapai melalui tes dengan menggunakan angka prosentase. Hal ini bisa diamati pada siswa mulai dari tahun pertama, apakah ia aktif hingga menyelesaikan studi.

Menurut Diamond (1975) efektivitas dapat diukur dengan cara: Pertama, efektif, bila ditinjau dari segi mahasiswa misalnya: dengan biaya yang sama, tetapi hasil belajar meningkat dan dengan biaya yang kurang tapi hasil belajar sama. Demikian

juga jika jumlah mahasiswa yang gagal makin sedikit. Kedua

efektif, bila ditinjau dari segi penyelenggara yakni; jumlah siswa bertambah, tapi beban cost yang ditanggung penyelenggara tidak bertambah. Waktu mengajar atau melatih tidak banyak, tapi siswa punya kesempatan mengambil spesialisasi. Ketiga efektif dari segi ruangan. misalnya jumlah ruangan terbatas atau

berkurang tapi semua aktivitas tertampung. Keempat efektif dari

segi sumber belajar yakni: makin banyak Guru dan siswa yang memanfaatkan sumber belajar, dan cara penggunaan sumber

belajar yang efsien. Kelima efektif dari segi masyarakat,

masyarakat makin menghargai penyelengara, calon siswa makin bertambah dan Animo masyarakat dan orang tua mengikutsertakan anaknya untuk belajar di sekolah makin meningkat.


(2)

98

Dalam tautan yang sama Soedijarto (1990) mengatakan bahwa efektivitas berkaitan dengan perkiraan tingkat instrumentalitas suatu proses untuk mencapai tujuan. Sampai seberapa jauh proses belajar mengajar yang dipilih akan dapat

mencapai tujuan yang ditetapkan. Ada hubungan antara proses

dan hasil. Untuk itu perlu dilakukan task analysis terhadap setiap tujuan yang ditetapkan. Misalnya:

a. Apakah para siswa telah mempelajari hal-hal yang

merupakan persyaratan dari dapat dicapainya tujuan.

b. Apakah cara belajar yang dialami siswa sesuai dengan

persyaratan untuk mencapai tujuan?

c. Apakah proses belajar mengajar cukup menggairahkan

peserta didik untuk mencapai tujuan yang ditetapkan? Efisiensi

Efisiensi dapat berarti berdaya guna atau keberdaya gunaan. Efisiensi hasil proses belajar biasanya dihitung dengan indeks prestasi. Indeks prestasi yang dicapai berasal dari tujuan dalam waktu yang telah ditentukan. Efisiensi bisa dihitung dari ativitas dan kepandaian siswa atau juga dari program yang didisain. Ada juga yang mengukur efisiensi dengan Instructional cost indeks. Tingkat efisiensi dari suatu proses berkaitan erat dengan prinsip ekonomi, yaitu mengukur perbandingan antara upaya dan hasil. Misalnya sesuatu itu efisien jika hasil lebih besar dari upaya atau usaha.

Indikatornya:

a. Apakah proses belajar mengajar yang direncanakan

memungkinkan dapat mencapai banyak tujuan


(3)

99

c. Apakah strategi belajar mengajar sederhana dan mudah

dipahami atau tidak? Relevansi

Soediarto (1990) mengatakan, mengukur sesuatu penad (relevan) atau tidak, kriterianya sebagai berikut:

1.Relevansi epistemologi

Relevansi berkaitan dengan hakikat ilmu pengetahuan sebagai kumpulan teori dan cara memandang terhadap fenomena adalah hasil suatu proses. Proses observasi, klasifikasi, generalisasi dengan menggunakan teori untuk memahami kenyataan melalui proses ilmu. Ilmu pengetahuan memperkaya kandungan teori bahkan metodologi, karena melalui serangkaian pengujian suatu unsur teori atau metodologi menjadi usang. Menyadari hakikat ilmu pengetahuan yang demikian proses belajar dipandang secara epistemologi kurang relevan kalau hanya mengutamakan penguasaan ilmu pengetahuan sebagai hasil. Kalau itu terjadi ilmu pengetahuan akan menjadi mitos lantaran kebenarannya tidak pernah dipersoalkan . Oleh karena itu hampiran proses dalam mempelajari suatu bahan ajaran yang bersumber dari disiplin ilmu perlu ditempuh. Karena itu untuk mengukur kepenadan suatu proses belajar mengajar, indikatornya adalah:

a. Apakah para siswa berkesempatan melakukan dan

menghayati proses pertemuan atau perumusan suatu kesimpulan. Dalam bentuk lain dapat dikatakan apakah siswa memperoleh kesempatan mengamati langsung fenomena di lingkungannya yang merupakan sumber suatu pengetahuan?


(4)

100

b. Apakah seluruh proses belajar mengajar yang dihayati

siswa mengandung nilai yang menghargai proses ilmu pengetahuan dan tidak sekedar menguasai ilmu pengetahuan sebagai hasil? Atau apakah tolok ukur keberhasilan belajar meliputi juga kemampuan proses? 2. Relevansi psikologis

Interpretasi kepenadan secara psikologis berhubungan dengan proses belajar mengajar sebagai sarana untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Dari segi ini suatu proses belajar mengajar dianggap secara psikologis tidak penad kalau selama proses belajar mengajar siswa tidak memperoleh cukup tantangan untuk berpikir. Hakikat berpikir sebenarnya selalu berorientasi pada pemecahan masalah. Tanpa adanya masalah yang dipecahkan kemampuan berpikir peserta sukar untuk berkembang. Wong (1974) mengatakan bahwa secara evolusioner berpikir adalah sarana penyesuaian untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi di lingkungannya. Bentuk yang

sesuai untuk dikembangkan dari berpikir adalah scientific inquiry

suatu bentuk reaksi manusia yang paling mangkus untuk menghadapi kesulitan dan berorientasi pada pemecahan masalah. Suatu proses pembinaan dianggap penad secara psikologis kalau siswa dihadapkan pada pemecahan masalah dengan menggunakan paradigma ilmu pengetahuan. Untuk mengukur penad tidaknya suatu program secara spikologis, indikatornya adalah sebagai berikut:

a. Apakah siswa dalam proses belajar mengajar selalu

dihadapkan pada masalah yang harus dipelajari?

b. Apakah kemampuan memecahkan masalah secara sistematis


(5)

101

c. Apakah cara guru menyajikan bahan ajar berorientasi

kepada masalah atau berorientasi pada jawaban? 3. Relevansi sosial

Dimensi ketiga ini berkaitan dengan implementasi kedudukan dan fungsi penyelenggara sebagai lembaga sosial. Sebagai lembaga sosial Yayasan/ pimpinan PT berfungsi mensosialisasikan nilai-nilai yang merupakan cita-cita masyarakat. Proses belajar mengajar dipandang penad jika siswa memperoleh kesempatan menghayati nilai-nilai yang dicita-citakan dalam proses pembinaan. Untuk mengukur penad tidaknya program secara sosial, indikatornya adalah:

a. Apakah nilai-nilai sosial yang dicita-citakan terkandung

dalam situasi belajar mengajar?.

b. Apakah perilaku siswa dalam kaitan dengan nilai-nilai,

termasuk interaksi dengan rekan dan dosen terliput dalam unsur-unsur yang dinilai?

c. Apakah siswa memperoleh kesempatan untuk secara aktif

terlibat dalam menghayati nilai-nilai tersebut? Menghitung Efisiensi Pendidikan

Kesangkilan atau efisiensi merupakan suatu konsep yang berasal dari dunia tehnik. Pada setiap proses tehnik, efisiensi terjadi kalau: (1) Hasil dapat dimaksimalkan dengan menggunakan sejumlah bahan/ masukan yang telah ditentukan, (2). Input diperlukan dapat diminimalkan untuk memperoleh hasil yang dikehendaki atau, (3). Hasil dapat dimaksimalkan dengan menggunakan sejumlah bahan/ masukan yang minimal. Dalam pemahaman yang demikian, efisiensi adalah perbandingan antara masukan dan hasil.


(6)

102

Efisiensi tidak harus sama dengan berbiaya rendah karena dalam konsep efisiensi telah terkandung konsep efektif. Dalam arti (1) pilihan yang efisien adalah pilihan yang sama efektifnya, tetapi berbiaya lebih rendah atau pilihan yang sama biayanya tetapi lebih efektif (2). pilihan yang sekedar berbiaya lebih rendah tetapi tidak efektif tidak dapat dianggap sebagai pilihan yang efisien.

Merujuk pada makna substantif dari efisien di atas, para pakar mencoba menerapkannya dalam bidang pendidikan. Implementasi pandangan tersebut, didasarkan pada andaian bahwa proses pendidikan merupakan suatu fungsi produksi. Biasanya pada suatu fungsi produksi, input dalam komposisi tertentu diproses dengan cara tertentu dan akan menghasilkan hasil jangka pendek dan hasil jangka panjang. Input pendidikan adalah karakteristik peserta didik karakteristik Pendidik, karakteristik sarana, karakteristik kurikulum, karakteristik dana, karakteristik lingkungan sosial budaya dan sebagainya yang mesti dipahami secara tepat agar dapat memberi kontribusi yang juga tepat dalam suatu proses pendidikan. Proses pendidikan merupakan suatu kegiatan belajar mengajar. Proses pendidikan menjadi sangat penting, karena di dalamnya terjadi salingtindak (interaction) fungsional antara pendidik dan peserta didik dalam bingkai transformasi tingkah laku. Kemudian ada hasil jangka pendek pendidikan berupa peserta didik (siswa/ mahasiswa) yang lulus ujian catur wulan/ semester, siswa/ mahasiswa yang lulus, prestasi belajar, dan hasil jangka panjang pendidikan yakni manusia Indonesia seutuhnya, lulusan yang dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya, lulusan yang bekerja dan sebagainya. Untuk jelasnya dilukiskan dalam bagan dibawah ini:


(7)

103 Input proses output outcome

Masukan hasil jangka hasil jangka (bahan) pendek panjang

Dalam proses produksi terdapat dua macam hasil, maka terdapat dua ukuran kesangkilan. Keduanya adalah kesangkilan dakhil (internal) dan kesangkilan eksternal. Efisiensi dakhil dihitung dengan menggunakan input dan hasil jangka pendek . Hasil jangka pendek yang biasa digunakan adalah siswa yang naik kelas, sisiwa yang lulus, mahasiswa yang lulus ujian semester, mahasiswa lulus dan sebagainya. Sedangkan efisiensi eksternal dihitung dengan menggunakan input dan hasil jangka panjang. Hasil jangka panjang yang sering digunakan adalah lulusan yang melanjutkan, lulusan yang bekerja dan sebagainya. Pada tulisan ini akan dibahas secara khusus tentang kesangkilan dakhil. Sementara kesangkilan eksternal dibahas secara umum.

Input proses output outcome

Kesangkilan dakhil

Kesangkilan eksternal

Indikator Efisiensi Dakhil Pendidikan

Efisiensi (kesangkilan) dakhil diukur dengan

menggunakan pengukur-pengukur masukan dan hasil jangka pendek. Pengukur masukan yang sering digunakan adalah jumlah peserta didik. Pengukur hasil jangka pendek yang sering digunakan adalah jumlah peserta didik yang lulus ujian caturwulan/ semester, atau sebaliknya jumlah peserta didik yang tidak lulus ujian cawu/ semester, jumlah peserta didik yang tidak


(8)

104

lulus dan jumlah yang drop out. Indikator kesangkilan (efisiensi) dakhil yang biasa digunakan adalah angka putus Sekolah (APS), angka mengulang kelas (AMK), dan angka kelulusan (AK).

Jika ada peserta didik yang putus sekolah proses pendidikan dianggap tidak sangkil, karena input yang digunakan ternyata menghasilkan output yang lebih sedikit jumlahnya. Karena peserta didik yang putus sekolah, menyebabkan jumlah lulusan yang dihasilkan berkurang. Dengan demikian, makin tinggi angka putus sekolah (APS) makin tidak sangkil. Jika ada peserta didik yang mengulang kelas, dianggap tidak sangkil, karena untuk menghasilkan output yang sama banyaknya (yaitu lulusnya peserta didik) diperlukan input lebih banyak. Input yang lebih banyak ini berupa pengajaran kepada peserta didik yang mengulang pada kelas yang sama satu semester/ tahun lebih panjang. Semakin tinggi AMK semakin tidak sangkil. Jika ada peserta didik yang tidak lulus juga dianggap tidak sangkil, karena dua kemungkinan, yakni; pertama, kalau peserta didik yang tidak lulus tersebut berhenti sekolah (mungkin karena malu) maka ketidak sangkilan terjadi karena berkurangnya output (sama dengan kejadian siswa putus sekolah), kedua, kalau peserta didik yang tidak lulus mengulang belajar di kelas yang sama untuk ikut ujian lagi semester/ tahun berikutnya, maka ketidak sangkilan yang terjadi disebabkan oleh digunakannya input yang lebih banyak dari output (sama dengan kejadian peserta didik mengulang kelas).

1. Menghitung Kesangkilan Dakhil Pendidikan Angka Putus Sekolah (APS)

Angka putus sekolah adalah perbandingan jumlah peserta didik yang putus sekolah dibanding dengan jumlah peserta didik seluruhnya. Angka ini dapat dihitung untuk angkatan tertentu,


(9)

105 misalnya angkatan 2011, atau untuk seluruh angkatan (satu kelas).

Angka putus Sekolah Angkatan 2011

jumlah peserta didik angkatan 2011 Yang putus Sekolah

APS angkatan 2011 = --- Jumlah Peserta Didik tahun 2011 Perhitungan ini dilakukan dengan mempertimbangkan satuan wilayahnya. Hal ini dapat berarti satu sekolah misalnya SMA X, tahun 2009/2010, satu Kota, misalnya APK SMA se Kota Salatiga tahun 2009/2010. satu Propinsi misalnya APK SMA se NTT tahun 2009/2010, dan sebagainya.

2. Angka Mengulang Kelas

Angka mengulang kelas adalah perbandingan jumlah peserta didik yang mengulang kelas dibanding jumlah peserta didik seluruhnya. Angka ini dapat dihitung untuk kelas tertentu, misalnya angkatan 2000, atau untuk seluruh angkatan (satu sekolah/ PT)

Angka mengulang kelas

Jumlah Peserta Didik th,09/10 Yang mengulang kelas

AMK angkatan 09/10 = --- Jumlah Peserta Didik th 09/10 Seperti halnya angka putus kuliah, angka mengulang kelas juga dihitung untuk satuan wilayah tertentu.


(10)

106

3. Angka kelulusan (AK)

Angka kelulusan adalah perbandingan jumlah peserta didik yang lulus dibanding dengan jumlah seluruh peserta didik pada semester terakhir.

Angka kelulusan

Jumlah peserta didik semester terakhir

Yang lulus (jumlah lulusan)

AK 09/10 = ---

Jumlah peserta didik semester terakhir

Angka kelulusan juga dapat dihitung untuk suatu satuan wilayah. Indikator Efisiensi Eksternal

Mengukur kesangkilan eksternal digunakan cara membandingkan jumlah output tiap angkatan dengan prosentase yang melanjutkan studi, prosentase yang bekerja, prosentase yang berprestasi dalam bekerja, prosentase yang menjadi tokoh. Jika ada output yang menganggur dalam satu angkatan, pendidikan dianggap tidak sangkil. Demikian juga jika ada yang tidak berprestasi, pendidikan dianggap tidak efisien.

Mengukur efisiensi eksternal adalah merupakan suatu pekerjaan yang sangat rumit, karena banyak peubah dengan status, bebas, gayut, intervening, hingga peubah pengganggu ikut menentukan derajat signifikansi analisis keakuratannya. Output yang melanjutkan studi misalnya, harus dipilah jenjang dan jenis PT yang dimasuki, favorit atau tidak, tempatnya dimana, negeri atau swasta. Demikian pula output yang bekerja, mesti dipilah jenis pekerjaan, besar penghasilan, jabatan dalam pekerjaan, di kota atau di desa, swasta atau negeri, perusahaan asing atau domestik. Yang tidak melanjutkan studi perlu juga di pilah sebabnya, untuk ditempatkan sebagai peubah pengganggu.


(11)

107 Demikian pula output yang mengganggur perlu dipilah sebab-sebabnya dan seterusnya. Dalam keadaan yang demikian para perencana pendidikan akan menghadapi kesulitan lantaran tidak tersedianya data pendukung untuk menganalisis. Sebab data-data seperti dikatakan di atas berada diluar jangkauan birokrasi Institusi Pendidikan.

Itu pula sebabnya analisis yang disajikan secara lebih lengkap pada tulisan ini di pumpunkan (focus) pada aspek kesangkilan dakhil (internal).


(1)

102

Efisiensi tidak harus sama dengan berbiaya rendah karena dalam konsep efisiensi telah terkandung konsep efektif. Dalam arti (1) pilihan yang efisien adalah pilihan yang sama efektifnya, tetapi berbiaya lebih rendah atau pilihan yang sama biayanya tetapi lebih efektif (2). pilihan yang sekedar berbiaya lebih rendah tetapi tidak efektif tidak dapat dianggap sebagai pilihan yang efisien.

Merujuk pada makna substantif dari efisien di atas, para pakar mencoba menerapkannya dalam bidang pendidikan. Implementasi pandangan tersebut, didasarkan pada andaian bahwa proses pendidikan merupakan suatu fungsi produksi. Biasanya pada suatu fungsi produksi, input dalam komposisi tertentu diproses dengan cara tertentu dan akan menghasilkan hasil jangka pendek dan hasil jangka panjang. Input pendidikan adalah karakteristik peserta didik karakteristik Pendidik, karakteristik sarana, karakteristik kurikulum, karakteristik dana, karakteristik lingkungan sosial budaya dan sebagainya yang mesti dipahami secara tepat agar dapat memberi kontribusi yang juga tepat dalam suatu proses pendidikan. Proses pendidikan merupakan suatu kegiatan belajar mengajar. Proses pendidikan menjadi sangat penting, karena di dalamnya terjadi salingtindak (interaction) fungsional antara pendidik dan peserta didik dalam bingkai transformasi tingkah laku. Kemudian ada hasil jangka pendek pendidikan berupa peserta didik (siswa/ mahasiswa) yang lulus ujian catur wulan/ semester, siswa/ mahasiswa yang lulus, prestasi belajar, dan hasil jangka panjang pendidikan yakni manusia Indonesia seutuhnya, lulusan yang dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya, lulusan yang bekerja dan sebagainya. Untuk jelasnya dilukiskan dalam bagan dibawah ini:


(2)

103

Input proses output outcome

Masukan hasil jangka hasil jangka (bahan) pendek panjang

Dalam proses produksi terdapat dua macam hasil, maka terdapat dua ukuran kesangkilan. Keduanya adalah kesangkilan dakhil (internal) dan kesangkilan eksternal. Efisiensi dakhil dihitung dengan menggunakan input dan hasil jangka pendek . Hasil jangka pendek yang biasa digunakan adalah siswa yang naik kelas, sisiwa yang lulus, mahasiswa yang lulus ujian semester, mahasiswa lulus dan sebagainya. Sedangkan efisiensi eksternal dihitung dengan menggunakan input dan hasil jangka panjang. Hasil jangka panjang yang sering digunakan adalah lulusan yang melanjutkan, lulusan yang bekerja dan sebagainya. Pada tulisan ini akan dibahas secara khusus tentang kesangkilan dakhil. Sementara kesangkilan eksternal dibahas secara umum.

Input proses output outcome

Kesangkilan dakhil Kesangkilan eksternal Indikator Efisiensi Dakhil Pendidikan

Efisiensi (kesangkilan) dakhil diukur dengan

menggunakan pengukur-pengukur masukan dan hasil jangka pendek. Pengukur masukan yang sering digunakan adalah jumlah peserta didik. Pengukur hasil jangka pendek yang sering digunakan adalah jumlah peserta didik yang lulus ujian caturwulan/ semester, atau sebaliknya jumlah peserta didik yang tidak lulus ujian cawu/ semester, jumlah peserta didik yang tidak


(3)

104

lulus dan jumlah yang drop out. Indikator kesangkilan (efisiensi) dakhil yang biasa digunakan adalah angka putus Sekolah (APS), angka mengulang kelas (AMK), dan angka kelulusan (AK).

Jika ada peserta didik yang putus sekolah proses pendidikan dianggap tidak sangkil, karena input yang digunakan ternyata menghasilkan output yang lebih sedikit jumlahnya. Karena peserta didik yang putus sekolah, menyebabkan jumlah lulusan yang dihasilkan berkurang. Dengan demikian, makin tinggi angka putus sekolah (APS) makin tidak sangkil. Jika ada peserta didik yang mengulang kelas, dianggap tidak sangkil, karena untuk menghasilkan output yang sama banyaknya (yaitu lulusnya peserta didik) diperlukan input lebih banyak. Input yang lebih banyak ini berupa pengajaran kepada peserta didik yang mengulang pada kelas yang sama satu semester/ tahun lebih panjang. Semakin tinggi AMK semakin tidak sangkil. Jika ada peserta didik yang tidak lulus juga dianggap tidak sangkil, karena dua kemungkinan, yakni; pertama, kalau peserta didik yang tidak lulus tersebut berhenti sekolah (mungkin karena malu) maka ketidak sangkilan terjadi karena berkurangnya output (sama dengan kejadian siswa putus sekolah), kedua, kalau peserta didik yang tidak lulus mengulang belajar di kelas yang sama untuk ikut ujian lagi semester/ tahun berikutnya, maka ketidak sangkilan yang terjadi disebabkan oleh digunakannya input yang lebih banyak dari output (sama dengan kejadian peserta didik mengulang kelas).

1. Menghitung Kesangkilan Dakhil Pendidikan Angka

Putus Sekolah (APS)

Angka putus sekolah adalah perbandingan jumlah peserta didik yang putus sekolah dibanding dengan jumlah peserta didik seluruhnya. Angka ini dapat dihitung untuk angkatan tertentu,


(4)

105

misalnya angkatan 2011, atau untuk seluruh angkatan (satu kelas).

Angka putus Sekolah Angkatan 2011

jumlah peserta didik angkatan 2011 Yang putus Sekolah

APS angkatan 2011 = --- Jumlah Peserta Didik tahun 2011 Perhitungan ini dilakukan dengan mempertimbangkan satuan wilayahnya. Hal ini dapat berarti satu sekolah misalnya SMA X, tahun 2009/2010, satu Kota, misalnya APK SMA se Kota Salatiga tahun 2009/2010. satu Propinsi misalnya APK SMA se NTT tahun 2009/2010, dan sebagainya.

2. Angka Mengulang Kelas

Angka mengulang kelas adalah perbandingan jumlah peserta didik yang mengulang kelas dibanding jumlah peserta didik seluruhnya. Angka ini dapat dihitung untuk kelas tertentu, misalnya angkatan 2000, atau untuk seluruh angkatan (satu sekolah/ PT)

Angka mengulang kelas

Jumlah Peserta Didik th,09/10 Yang mengulang kelas

AMK angkatan 09/10 = --- Jumlah Peserta Didik th 09/10 Seperti halnya angka putus kuliah, angka mengulang kelas juga dihitung untuk satuan wilayah tertentu.


(5)

106

3. Angka kelulusan (AK)

Angka kelulusan adalah perbandingan jumlah peserta didik yang lulus dibanding dengan jumlah seluruh peserta didik pada semester terakhir.

Angka kelulusan

Jumlah peserta didik semester terakhir

Yang lulus (jumlah lulusan)

AK 09/10 = ---

Jumlah peserta didik semester terakhir

Angka kelulusan juga dapat dihitung untuk suatu satuan wilayah.

Indikator Efisiensi Eksternal

Mengukur kesangkilan eksternal digunakan cara membandingkan jumlah output tiap angkatan dengan prosentase yang melanjutkan studi, prosentase yang bekerja, prosentase yang berprestasi dalam bekerja, prosentase yang menjadi tokoh. Jika ada output yang menganggur dalam satu angkatan, pendidikan dianggap tidak sangkil. Demikian juga jika ada yang tidak berprestasi, pendidikan dianggap tidak efisien.

Mengukur efisiensi eksternal adalah merupakan suatu pekerjaan yang sangat rumit, karena banyak peubah dengan status, bebas, gayut, intervening, hingga peubah pengganggu ikut menentukan derajat signifikansi analisis keakuratannya. Output yang melanjutkan studi misalnya, harus dipilah jenjang dan jenis PT yang dimasuki, favorit atau tidak, tempatnya dimana, negeri atau swasta. Demikian pula output yang bekerja, mesti dipilah jenis pekerjaan, besar penghasilan, jabatan dalam pekerjaan, di kota atau di desa, swasta atau negeri, perusahaan asing atau domestik. Yang tidak melanjutkan studi perlu juga di pilah sebabnya, untuk ditempatkan sebagai peubah pengganggu.


(6)

107

Demikian pula output yang mengganggur perlu dipilah sebab-sebabnya dan seterusnya. Dalam keadaan yang demikian para perencana pendidikan akan menghadapi kesulitan lantaran tidak tersedianya data pendukung untuk menganalisis. Sebab data-data seperti dikatakan di atas berada diluar jangkauan birokrasi Institusi Pendidikan.

Itu pula sebabnya analisis yang disajikan secara lebih

lengkap pada tulisan ini di pumpunkan (focus) pada aspek