Penyelidikan geologi Massepe

PROCEEDING PEMAPARAN HASIL-HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN TAHUN
2008, PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI

PENYELIDIKAN GEOLOGI DAERAH PANAS BUMI MASSEPE,
KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG, SULAWESI SELATAN
Dikdik Risdianto, Soetoyo, Freddy N

Kelompok Program Penelitian Panas Bumi
Pusat Sumber Daya Geologi
SARI
Daerah panas bumi Massepe secara administratif berada di Kabupaten Sidenreng Rappang
(Sidrap), Provinsi Sulawesi Selatan atau secara geografis terletak 119o 44’ 15,5” - 119o 51’
17,25” BT dan 3o 56’ 41” – 4o 4’ 30,6 ” LS.
Secara regional daerah ini terletak di tepi zone depresi Walanae (Sidenreng) berbentuk terban
(graben) akibat aktivitas sesar normal Walanae yang memanjang berarah baratlaut-tenggara.
Morfologi tersusun oleh perbukitan bergelombang lemah-sedang, perbukitan terjal, kubah, dan
pedataran.
Komponen stratigrafi terdiri dari sedimen Formasi Walanae yang berumur Tersier, batuan
vulkanik yang berumur Tersier hingga Kuarter Atas, Endapan permukaan berupa endapan danau
dan aluvial yang berumur Resen. Dari hasil analisis pentarikhan (dating) pada batuan vulkanik
termuda menunjukan umur 1,8 ± 0,6 juta tahun.

Struktur geologi utama berupa sesar normal Walanae berarah baratlaut-tenggara serta sesar lain
yang merupakan sesar-sesar penyerta.
Manifestasi panas bumi berupa mata air panas, dengan temperatur 29-68 °C, bualan gas serta
batuan ubahan, terbentuk karena dikontrol oleh struktur-struktur sesar.
Sumber panas (heat-source) dalam sistem panas bumi ini diperkirakan adalah sisa panas dari
tubuh-tubuh intrusi yang berasosiasi dengan kubah lava termuda.
Dari jenis manifestasi, hidrologi serta bentuk bentang alamnya, diperkirakan sistem panas bumi
di daerah ini adalah sistem panas bumi dominasi air (water dominated) yang terjadi pada
morfologi relief rendah.
PENDAHULUAN
Secara geografis daerah panas bumi Massepe
terletak antara 119o 44’ 15,5” - 119o 51’ 17,25”
BT dan 3o 56’ 41” – 4o 4’ 30,6 ” LS yang secara
administratif termasuk Kabupaten Sidenreng
Rappang (Sidrap), Provinsi Sulawesi Selatan,
berjarak sekitar 194 km dari ibu kota provinsi,
yaitu Kota Makassar yang mencakup empat
wilayah kecamatan yaitu Tellu Limpoe, Panca
Lautang, Watang Pulu dan Maritengae (gambar
1), dengan elevasi antara 18 – 450 m diatas

permukaan laut.
Tataguna wilayah daerah penyelidikan menurut
data departemen kehutanan, yaitu Tataguna
Hutan Kesepakatan, 1999, terbagi menjadi hutan
lindung, hutan produksi terbatas serta areal
penggunaan lain.

GEOLOGI
Geologi Regional

Secara regional daerah panas bumi massepe
terletak di zone depresi walanae (Sidenreng)
yang memanjang arah baratlaut-tenggara.
Depresi ini terbentuk oleh sesar normal
Walanae yang terjadi sejak Miosen tengah
hingga Pliosin, akibat pembentukan sesar
normal ini blok bagian timurlaut mengalami
penurunan dan terisi oleh material
membentuk batuan sedimen Formasi
Walanae. Batuan tertua adalah Batuan

vulkanik Soppeng yang berumur Miosen
Tengah (Rab Sukamto dkk, 1982). Selain
sesar normal berkembang juga sesar-sesar
geser serta lipatan-lipatan yang berarah
sejajar
dengan
arah
sesar
utama.

bidang kontak yang memperlihatkan efek
bakar (baking effect). Pada umumnya kondisi
satuan ini sudah mengalami deformasi, hal ini
ditandai oleh kekar-kekar yang intensif, sesarsesar mikro dan offset-offset kecil.
Berdasarkan analisa fosil foraminifera satuan
ini diperkirakan berumur Miosen-Pliosen.

Morfologi
Dari hasil analisa peta DEM (digital elevation
model), peta topografi serta pengamatan di

lapangan, satuan morfologi di daerah
penyelidikan terbagi menjadi tiga, yaitu 1).
Morfologi perbukitan bergelombang lemah sedang, 2). Morfologi perbukitan terjal. 3).
Morfologi kubah dan 4). Morfologi pedataran.
Morfologi perbukitan menempati sekitar 25%
luas daerah penyelidikan, berupa bukit-bukit
bergelombang dengan relief lemah hingga
sedang, kemiringan lereng antara 10o – 40o.
Elevasi morfologi ini antara 30 – 150 m diatas
permukaan laut (dpl). Morfologi perbukitan
terjal menempati sekitar 30% daerah
penyelidikan, tersebar di bagian barat
memanjang arah utara-selatan, lembah-lembah
sungai didominasi oleh bentuk ‘V’akibat erosi
sungai vertikal yang lebih dominan. Ketinggian
satuan morfologi ini lebih dari 150 m diatas
permukaan laut (dpl), dengan kemiringan lereng
diatas 40°. Morfologi kubah tersebar di bagian
tengah dan timurlaut, menempati luas ± 5%
daerah penyelidikan, kemiringan lereng antara

30o - 80o dengan elevasi berkisar antara 18 - 75
m di atas permukaan laut (dpl). Morfologi
pedataran berada di bagian tengah, utara dan
timur daerah, menempati luas ± 40% daerah
penyelidikan, kemiringan lereng antara 0 - 10o .
Lembah sungai lebar dan berbentuk “U”, lereng
sungai datar hingga landai, mulai dijumpai
bentuk aliran sungai meander dengan elevasi
antara 18 - 25 m di atas permukaan laut (dpl).

b. Satuan Lava Tua-1 (Tml1), tersebar di
bagian timurlaut daerah penyelidikan pada
satuan morfologi perbukitan terjal dan
perbukitan bergelombang lemah - sedang.
Singkapan batuannya di beberapa tempat
telah mengalami ubahan kuat berupa
silisifikasi dan argilik. Satuan ini terkena
struktur sesar yang berarah baratlaut-tenggara
dan timurlaut-barat daya, yaitu sesar Walanae
dan Sesar Alakuang.

c. Satuan Lava Tua-2 (Tml2), menempati
bagian barat hingga baratdaya daerah
penyelidikan berupa perbukitan memanjang
yang berlereng terjal yang diwakili oleh Gn.
Bulubaka, tersusun oleh aliran lava andesitik
yang berumur relatif lebih tua dengan satuan
lava tua-1. Batuannya sebagian besar telah
mengalami deformasi yang intensif, berupa
kekar-kekar. Singkapan batuan yang relatif
masih segar dijumpai di bagian lereng timur
Gn. Bulubaka, berwarna abu-abu terang
kehijauan, masif, terkekarkan, banyak
dijumpai urat-urat yang terisi kuarsa dan
kalsit, porfiritik. Satuan batuan ini terpotong
oleh struktur sesar yang berarah relatif
timurlaut-barat daya, yaitu sesar Bulubaka.
Satuan batuan ini diduga berumur Miosen.

Susunan sratigrafi
Secara umum stratigrafi di daerah penyelidikan

terdiri dari batuan vulkanik yang berumur
Tersier hingga Kuarter Awal, sedimen Formasi
Walanea berumur Tersier serta endapan
permukaan aluvial dan endapan danau berumur
Resen.
Adapun urutan stratigrafi dari tertua hingga
muda adalah sebagai berikut :
a. Satuan Sedimen Formasi Walanae (Tms),
tersingkap sebagai jendela-jendela di bawah
endapan danau dan endapan alluvial, terdiri
dari perselingan batupasir, batulempung
dan sisipan batu gamping. Di beberapa
tempat terdapat kedudukan perlapisan yang
jelas dan mempunyai kedudukan N 20o E/
15o. Di sebelah utara daerah penyelidikan
satuan ini diterobos oleh satuan-satuan
kubah lava, hal ini diperkuat oleh adanya

d. Satuan Lava Tua-3 (Tml3), menempati bagian
selatan daerah penyelidikan, tersingkap baik di

sekitar lokasi tepian danau yang berada di
sebelah baratdaya Biloka, membentuk
punggungan memanjang berlereng lemahsedang, relatif segar (fresh), terkekarkan,
keras, di beberapa tempat dijumpai kekarkekar dan pelapukan yang cukup kuat. Satuan
ini terkena struktur sesar normal Walanae
yang berarah barat laut-tenggara yang diduga
merupakan dinding barat zona depresi. Pusat
erupsi tidak diketahui secara pasti, dan diduga
berumur Miosen.
e. Satuan Batuan Piroklastik Jatuhan (Tmjp),
menyebar merata di semua daerah
penyelidikan, akan tetapi karena sebagian
besar sudah tertutup oleh satuan yang lebih

2

muda, maka ditemukan hanya berupa
jendela-jendela saja. Singkapan yang jelas
terdapat di lereng selatan Gn. Kalampee
dan di lokasi galian batu Alakuang di utara

daerah penyelidikan. Kondisi singkapan
relatif segar dan di beberapa tempat telah
mengalami pelapukan cukup kuat serta
terkekarkan. Berdasarkan pengamatan
batuan di lapangan litologinya berupa tuff
hingga tuff lapilli, berwarna putih, kompak,
setempat terdapat laminasi-laminasi. Satuan
ini diperkirakan hasil erupsi gunung api
Bulu Maraja, yang terletak sekitar 60 km di
selatan
daerah
penyelidikan,
yang
memperlihatkan bentuk morfologi kaldera
dan diperkirakan berumur Miosen.
f. Satuan Lava Tua-4 (Tml4), Satuan batuan
tersebar bagian selatan daerah penyelidikan
dan menempati morfologi perbukitan
bergelombang
lemah-sedang,

litologi
berupa aliran lava yang berkomposisi
andesitik, berwarna abu-abu, porfiritik
sedang, fenokris terdiri dari piroksen,
plagioklas yang tertanam dalam massa
dasar mikrokristalin dan gelas vulkanik,
setempat mengalami deformasi berupa
kekar-kekar gerus, serta pelapukan yang
intensif. Satuan ini diperkirakan hasil erupsi
Gn. Sendana yang terletak di luar daerah
penyelidikan dan diperkirakan berumur
Miosen.
g. Satuan Aliran Lava Kalampee-1 (Tplk1),
tersebar
di
bagian
barat
daerah
penyelidikan, yaitu di sekeliling kerucut
Gn. Kalampee, membentuk morfologi

perbukitan terjal. Satuan ini berupa aliran
lava yang berkomposisi andesitik, berwarna
abu-abu kehijauan, porfiritik halus-sedang,
fenokris terdiri dari plagioklas, piroksen,
euhedral-subhedral.
Dibeberapa tempat
satuan ini telah mengalami ubahan berupa
pembentukan mineral sekunder lempung
(argilitisasi).
Dari
hasil
analisis
menggunakan portable infrared mineral
analyzer (PIMA), mineral lempung yang
mendominasi zona ubahan ini adalah
halloysite dan montmorilonite. Zona ubahan
ini termasuk zona ubahan fosil karena tidak
berasosiasi dengan manifestasi yang masih
aktif, diperkirakan sebagai hasil erupsi
Gunung Kalampee yang bersifat efusif dan
diduga berumur Pliosen.

h. Satuan Lava Gn. Kalampee-2 (Tplk2),
tersebar di bagian barat daerah penyelidikan,
berlokasi di puncak Gn. Kalampee
membentuk kubah, diperkirakan menindih
secara selaras satuan Lava Gn. Kalampee-1
dan merupakan produk akhir dari kerucut Gn.
Kalampee.
Satuan
ini
berupa
lava
berkomposisi andesitik Secara megaskopis
batuan disusun oleh lava, berwarna abu-abu
tua hingga abu-abu kehijauan, struktur
berlapis (sheeting joint), setempat terdapat
kekar kolom (columnar joints dan
diperkirakan berumur Pliosen.
i. Satuan Lava Trakhitik Gn. Malocci
(Tmpm), tersebar di bagian barat laut daerah
penyelidikan dengan penyebaran yang cukup
luas hingga keluar areal penyelidikan,
membentuk morfologi perbukitan terjal.
Dijumpai di sekitar kaki hingga ke puncak
Gn. Malocci. Secara megaskopis satuan ini
tersusun oleh lava, andesitik, berwarna abuabu hingga abu-abu kehijauan, bertekstur
trakitik, ditandai dengan adanya fenokris
felspar yang berbentuk euhedral berukuran
mencapai 2 cm serta memperlihatkan ada
adanya orentasi dari arah sumbu panjang
fenokris atau (trachytic), porfiritik, Satuan
batuan ini diperkirakan produk efusif Gn.
Malocci yang berada disebelah barat laut
daerah penyelidikan dan diperkirakan
berumur Miosen-Pliosen.
j. Satuan Kubah Lava-1 (Tpld1), terdapat di
sebelah utara daerah penyelidikan, hadir
berupa bukit-bukit terisolasi yang muncul dan
menerobos satuan batuan sedimen dan batuan
vulkanik yang lebih tua. Ketinggian
maksimum satuan ini antara 50 – 100 m,
dengan diameter maksimum mencapai 500 m.
Singkapan yang teramati jelas terdapat di
areal penambangan batu di daerah Alakuang,
Secara megaskopis batuannya berupa lava
dasitik, berwarna putih hingga abu-abu muda,
porfiritik. Di lokasi ini juga terdapat kontak
antara satuan ini dengan satuan batuan
sedimen dimana batas kontaknya sangat jelas,
ditandai oleh adanya efek bakar (baking
effect) yang berwarna coklat tua akibat proses
oksidasi yang intensif. Struktur primer yang
paling dominan pada tubuh satuan satuan ini
adalah adanya kekar kolom (columnar joints),
di beberapa tempat terdapat xenolith yang
berukuran mencapai 30 cm, berkomposisi

3

basaltik. Tubuh satuan batuan ini
diperkirakan terbentuk sebagai tubuh kubah
lava. Berdasarkan hubungan relatif dengan
satuan
batuan
lainya,
satuan
ini
diperkirakan berumur Pliosen.
k. Satuan Kubah Lava-2 (Tpld2), terdapat di
bagian tengah hingga barat laut daerah
penyelidikan, yang membentuk satuan
morfologi perbukitan kubah, membentuk
bukit-bukit terisolir yang menerobos satuan
batuan yang lebih tua yang terdiri dari
batuan sedimen dan vulkanik. Ketinggian
perbukitan kubah ini berketinggian antara
30 – 110 m, bentuknya menyerupai kerucut,
diameter maksimum perbukitan ini
mencapai 700 m. Tersusun oleh batuan
beku berkomposisi andesitik di beberapa
tempat memperlihatkan struktur kekar
berlembar (sheeting joints) dan sedikit
columnar joints. Dari hasil pentarikhan
(dating) menggunakan metode jejak belah
(fission track) menunjukkan bahwa umur
satuan ini adalah 1,8 ± 0,6 juta tahun atau
pada Kala Pliosin – Plistosin dan
merupakan batuan vulkanik termuda di
daerah penyelidikan.
l. Satuan Endapan Danau (Qd), menempati
bagian tengah hingga ke timur daerah
penyelidikan dan membentuk morfologi
pedataran yang sangat luas, berupa endapan
sedimen berukuran lempung hingga pasir
sedang, berwarna hitam, kaya bahan-bahan
organik
dan
tidak
terkonsolidasi.
Berdasarkan hubungan serta kedudukannya
dalam stratigrafi, satuan ini terbentuk
setelah proses depresi akibat pembentukan
Sesar Normal Walanae yang ada di bagian
barat
daerah
penyelidikan.
Proses
pembentukannya sudah dimulai sejak
Pliosen dan menerus hingga sekarang
(Resen).
m. Satuan Aluvial (Qa), merupakan endapan
sekunder hasil rombakan batuan yang lebih
tua, terdiri dari material lempung, pasir,
bongkah-bongkah lava, yang bersifat lepaslepas
dengan
tingkat
kebundaran
membundar-membundar tanggung, tersebar
di sepanjang tepi-tepi sungai dan dasar
sungai. Satuan aluvial ini berumur Resen.

Struktur Geologi
a. Sesar Walanae, berarah relatif barat lauttengara, bersifat regional karena membentang
mulai dari Watan Soppeng di sebelah tenggara
hingga ke Pangkajene. Sesar ini berjenis sesar
normal, dengan bagian turun berada di sebelah
timurlaut, terjadi akibat gaya yang bersifat tarikan
(extension) yang berarah timurlaut-baratdaya,
sebagai akibat aktivitas pergerakan dua sesar
geser.
b. Sesar Kalampee, berarah relatif sama dengan
sesar Walanae, yaitu baratlaut-tenggara dan
merupakan sesar geser menganan (dextral).
Indikasi di lapangan adalah adanya zona hancuran
di lereng tenggara Gn. Kalampee yang berupa
kekar-kekar tektonik serta gores garis yang
membentuk sesar mikro, selain itu didukung juga
oleh kelurusan lembah Sungai Kalampee.
c. Sesar Bulu Baka, berada di bagian baratdaya,
dengan arah timurlaut-baratdaya, berupa sesar
geser mengiri (sinistral), dengan pergerakan blok
bagian baratlaut bergerak relatif ke sebelah
baratdaya terhadap blok lainnya. dijumpai berupa
zona hancuran batuan, kekar-kekar, kelurusan
lembah sungai serta kelurusan pegunungan. Sesar
ini membentuk pasangan sesar geser dengan Sesar
Gn. Kalampee yang diperkirakan merupakan polapola struktur tua yang terbentuk pada awal
tektonik di daerah ini.
d. Sesar Alakuang, relatif berarah utara-selatan,
berada di bagian tengah daerah penyelidikan,
diperkirakan berupa sesar normal dengan blok
timur relatif bergerak turun terhadap blok sebelah
barat. Dicirikan oleh adanya zona hancuran, kekarkekar gerus serta sesar-sesar mikro di sepanjang
Sungai Pajalele, selain itu ditunjang juga oleh
adanya kelurusan lembah sungai di sebelah barat
lereng Gn. Kalampee.
e. Sesar Massepe, berarah relatif utara-selatan,
menempati bagian tengah daerah penyelidikan.
Indikasi ditunjang oleh adanya manifestasi panas
bumi yang berupa mata air panas Pajalele dan
Alakuang, selain itu ditunjang pula oleh adanya
zona hancuran di sekitar mata air panas Pajalele.
Sesar ini diperkirakan mengontrol keluarnya mata
air panas Pajalele dan mata air panas Alakuang
(gambar 2).
MANIFESTASI PANAS BUMI
Terdiri dari mata air panas, bualan gas serta batuan
ubahan. Mata air panas lebih mendominasi
manifestasi yang terjadi di daerah penyelidikan.

4

a. Mata air panas, tersebar di bagian tengah,
utara serta baratdaya lokasi penyelidikan, yaitu
di Kelurahan Pajalele, Desa Alakuang, Desa
Tolere dan di Warede. Temperatur berkisar
antara 40,1 – 68 oC, dengan pH antara 6,76 – 7,2
atau netral, debit aliran berkisar antara 0,2 – 1,5
l/det. Sinter yang terbentuk adalah sinter
karbonat berupa lapisan-lapisan tipis berwarna
putih di tepi manifestasi.
b. Bualan Gas, hanya terbentuk di bagian
tengah daerah penyelidikan, yaitu di Desa
Pajalele, berdekatan dengan lokasi mata air
panas Pajalele 1, bualan gas intensif dan
kontinyu, berbau H2S.
c. Batuan Ubahan, ditemukan di bagian
baratdaya daerah penyelidikan atau lereng
sebelah selatan Gunung Kalampee, di daerah
barat dan baratlaut yaitu di seputaran lereng
Gunung Malocci, berupa silisifikasi dan
argilitisasi. Silisifikasi sangat intesif di sebelah
barat, dengan tingkat ubahan sedang hingga
sangat kuat. Tekstur batuan asal sudah hampir
tidak nampak, tetapi diperkirakan berasal dari
batuan beku berkomposisi andesitik. Sedangkan
argilitisasi lebih dominan di sebelah baratlaut
daerah penyelidikan, dengan tingkat ubahan dari
sedang hingga sangat kuat sekali, sama seperti
silisifikasi, tekstur batuan asal sudah tidak
nampak,
bahkan
dibeberapa
tempat
memperlihatkan bekas manifestasi solfatara
dengan endapan sulfur. Dari hasil analisis PIMA
(portable infrared mineral analyzer) pada
beberapa sampel ubahan ini menunjukkan
bahwa mineral lempung (argilik) didominasi
oleh nontronite, halloysite dan montmorilonite.
Zona-zona ubahan ini berupa fosil karena sudah
tidak memperlihatkan aktivitas hidrotermal yang
aktif.
HEAT LOSS
Nilai heat loss atau hilang panas adalah suatu
nilai yang menyatakan jumlah energi panas yang
dilepaskan secara alami. Nilai ini bisa dijadikan
sebagai acuan untuk assessment atau penilaian
suatu daerah panas bumi. Makin besar nilai ini
makin tinggi potensi panas bumi yang
terkandung. Dari hasil perhitungan pada
manifestasi yang ada di daerah penyelidikan
didapat nilai hilai heat loss 1092,78 ~ 1 MWth
(tabel 1).

penyusun. Daerah penyelidikan terdiri dari
morfologi perbukitan serta pedataran. Morfologi
perbukitan berada di sebelah barat tersusun oleh
batuan vulkanik sedang pedataran tersusun oleh
batuan sedimen dan endapan permukaan.
Zone-zone recharge/resapan berada di morfologi
perbukitan, air meteorik yang jatuh sebagian akan
meresap dan masuk ke zone jenuh air tanah
(aquifer), sebagian lagi akan mangalir melalui
permukaan (run off), arah aliran air tanah
diperkirakan mengalir ke arah elevasi rendah yaitu
Danau Sidenreng yang merupakan zone discharge.
Sistem hidrogeologi ini terbentuk dan berinteraksi
dengan sistem panas bumi membentuk manifestasi
panas bumi. Hal ini didukung oleh hasil analisa
kimia serta isotop air panas dan air dingin.
DISKUSI
Litologi daerah penyelidikan terdiri dari batuan
vulkanik dan sedimen, batuan vulkanik terdiri dari
lava dan piroklastik, berumur Tersier hingga
Plistosin, sedangkan batuan sedimen termasuk
sedimen laut yang berumur Tersier, yang menarik
adalah adanya satuan kerucut-kerucut muda yang
membentuk kubah-kubah lava. Kubah lava ini
berkomposisi andesitik hingga dasitik, menyebar
di bagian tengah hingga barat laut daerah
penyelidikan, dari hasil pentarikhan (dating) pada
salah satu satuan kubah lava ini menunjukkan
umur 1,8 ± 0,6 juta tahun atau Kala Pliosin –
Plistosin.
Satuan kubah lava ini diperkirakan berasosiasi
dengan sumber panas (heat sources) yang
membentuk sistem panas bumi di daerah ini, yaitu
berupa tubuh-tubuh intrusi di bawah permukaan.
Manifestasi panas bumi yang terbentuk berupa
mata air panas, bualan gas serta batuan ubahan.
Mata air panas yang terbentuk sudah dipastikan
telah mengalami interaksi dengan air tanah
setempat, mengingat kondisi hidrogeologi yang
memungkinkan kaya akan air tanah.
Indikasi yang menarik adalah keberadaan bualan
gas yang berlokasi di bagian tengah daerah
penyelidikan. Bualan gas yang terjadi keluar
secara menerus/kontinyu dan berbau gas H2S,
manifestasi ini umumnya terjadi di zone upflow
suatu sistem panas bumi, mengingat material
dengan fase gas pada umumnya lebih mudah
mengalami pergerakan secara vertikal dari pada
secara lateral.
Batuan ubahan merupakan indikasi adanya
interaksi fluida panas bumi dengan litologi. Dari
hasil analisa PIMA (portable infrared mineral

HIDROGEOLOGI
Kondisi hidrogeologi sangat dipengaruhi oleh
bentang alam atau morfologi serta batuan

5

DAFTAR PUSTAKA
• Djuri dan Sudjatmiko. 1974. Geologi Lembar
Majene dan Palopo bagian barat , Sulawesi
Selatan. Direktorat Geologi, Bandung

analizer) pada batuan ubahan diperoleh mineral
nontronite, halloysite dan montmorilonite.
Kelompok mineral ubahan ini termasuk kedalam
mineral lempung (clay), terbentuk oleh interaksi
fluida bersifat asam dengan mineral pembentuk
batuan (plagioklas). Akan tetapi batuan ubahan
ini termasuk ubahan fosil, karena tidak ditunjang
oleh sistem yang masih aktif di sekitarnya,
sistem yang membentuk manifestasi ini sudah
mendingin (cooling down), diperkirakan
berasosiasi dengan pembentukan satuan batuan
vulkanik berumur Tersier yang tersebar di
sebelah barat daerah penyelidikan.
Kondisi bentang alam serta litologi membentuk
suatu sistem hidrogeologi yang memungkinkan
kaya akan air tanah, ditunjang oleh curah hujan
yang cukup tinggi yaitu mencapai 7111
mm/tahun. Air tanah ini sangat mempengaruhi
komposisi serta jenis manifestasi yang
terbentuk.
Dari kondisi hidrogeologi serta bentang alam
dan manifestasi yang terbentuk, diperkirakan
sistem panas bumi Massepe adalah sistem
dominasi air yang terbentuk pada bentang alam
pedataran (low relief), dengan sumber panas
(heat souces) berasal dari tubuh-tubuh intrusi
yang berasosiasi dengan satuan kubah-kubah
lava (gambar 3).

• Rab Sukamto. 1982. Geologi Lembar
Pangkajene dan Watampone bagian barat,
Sulawesi Selatan. Departemen Pertambangan
dan Energi, Direktorat Jenderal Pertambangan
Umum, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi.
• Sjaiful Bachri dan Muzil Alzwar. 1975. Laporan
Inventarisasi Kenampakan Gejala Panas Bumi
Daerah
Sulawesi
Selatan,
Direktorat
Vulkanologi, Bandung.

• Tim Survei Terpadu. 2008. Laporan Survei
Terpadu Geologi, Geokimia dan Geofisika
Daerah Panas Bumi Massepe, Kabupaten
Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan. Pusat
Sumber Daya Geologi, Bandung.

UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih kami ucapkan kepada
semua pihak yang membantu dalam pembuatan
tulisan ini, yang telah memberi kemudahan
dalam mengakses data yang diperlukan.

6

Tabel 1. Nilai heat loss manifestasi panas bumi Massepe
No

Manifestasi

Temperatur
o

Heat loss

C

(kW)

1

Pajalele-1

41,8

87,19

2

Pajalele-2

59,3

123,55

3

Pajalele-3

68

557,18

4

Alakuang

45,3

55,96

5

Warede

31,6

242,21

6

Tolere

29

26,69

Total

1092,78 kWth

120o BT

U

4o LS

18 km

LOKASI PENYELIDIKAN

Gambar 1. Peta indek
lokasi penyelidikan

7

Gambar 2. Peta geologi daerah panas bumi Massepe, Sulawesi Selatan

Gambar 3. Model sistem panas bumi Massepe, Sulawesi Selatan

8