Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dengan Stres Kerja Pada Guru SD Di Kecamatan Kedungjati Grobogan T1 132008027 BAB II

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.StresKerja

2.1.1. Definisi stres kerja

Menurut (Selye, dalam Beehr, et al., 1992)

“Work stres is an individual’s response to work related environmental stresors. Stres as the reaction of organism, which can be physiological, psychological, or behavioural reaction”

Berdasarkan definisi di atas, stres kerja dapat diartikan sebagai sumber atau stresor kerja yang menyebabkan reaksi individu berupa reaksi fisiologis, psikologis, dan perilaku. Seperti yang telah diungkapkan di atas, lingkungan pekerjaan berpotensi sebagai stresor kerja. Stresor kerja merupakan segala kondisi pekerjaan yang dipersepsikan karyawan sebagai suatu tuntutan dan dapat menimbulkan stres kerja.

Menurut (Beehr and Newman, 1978 ).

“a condition wherein job related factors interact with the worker to change( disrupt or enhance) his or her psychological condition such that the person is forced to deviate from normal fuctioning”

Definisi tersebut melihat stres kerja adalah kondisi dimana tuntutan pekerjaan melebihi kemampuan pekerja menghadapinya sehingga menyebabkan tergganggunya fungsi normal fisik maupun psikologis sang pekerja.


(2)

Bunk etal. (1998) mengatakan bahwa stres kerja adalah suatu hasil dari ketidaksesuaian antara apa yang diinginkan individu dan apa yang disediakan oleh pekerjaannya, atau ketidaksesuaian antara tuntutan pekerjaan dan kemampuan pekerja. Ross dan Altmaeier (1994) mengatakan bahwa stres kerja adalah interaksi antara kondisi kerja dan karakteristik pekerja, dimana tuntutan dari pekerjaan melebihi kemampuan yang dimiliki oleh pekerja untuk menghadapinya. Dari keempat definisi stres kerja diatas dapat diambil kesimpulan bahwastres kerja adalah sumber dari hasil ketidaksesuaian individu dengan lingkungannya dikarenakan kondisi dimana tuntutan pekerjaan melebihi kemampuan pekerja menghadapinya.

2.1.2. Definisi stres kerja guru

Tim penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005) mengungkapkan guru adalah orang yang pekerjaanya mengajar. Kyriacou (dalam Alunpah, 2005) mendefinisikan stres guru sebagai pengalaman seorang guru yang tidak menyenangkan, seperti ketegangan, frustasi, cemas, marah, dan depresi, sebagai akibat dari aspek pekerjaan seorang guru.

Seamon dan Kendrick (dalam Yulianti, 2000) mengatakan bahwa besarnya tanggung jawab, beban dan tuntutan kerja yang harus ditanggung oleh guru tidak sebanding dengan pandangan masyarakat terhadap profesi guru dan gaji yang diterimanya. Keadaan inilah yang menyebabkan guru memiliki kemungkinan lebih rentan terhadap stres kerja dibandingkan dengan profesi lainnya.


(3)

Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa stres kerja guru adalah tekanan yang terjadi di bidang pekerjaan sebagai akibat dari ketidakseimbangan antara karakteristik seorang guru dengan tuntutan pekerjaan dan lingkungan yang dianggap mengancam kesejahteraan guru, yang bisa merubah kondisi fisiologis dan psikologis.

2.1.3. Aspek stres kerja

Behr dan Newman (dalam Sihombing, 2007) menempatkan stres kerja ada tiga aspek, yaitu

a) Aspek Psikologis

Aspek yang terdiri dari kecemasan, ketegangan, menurunnya harga diri dan rasa percaya diri, mengalami kebosanan, depresi, dan kehilangan semangat hidup.

b) Aspek fisiologis

Yaitu meningkatnya detak jantung, tekanan darah, mudah lelah secara fisik, kematian, gangguan pernafasan, sering berkeringat, kepala pusing, migrain, ketegangan otot dan problem tidur.

c) Aspek perilaku

Aspek perilaku yang tampak dari menunda atau menghindari pekerjaan, meningkatnya frekuensi absensi, menurunya produktivitas kerja, meningkatnya agresivitas dan kriminalitas, penurunan hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman.


(4)

2.1.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi

Stres dapat disebabkan oleh banyak faktor. Menurut Luthans (2008: 298 – 302), sumber-sumber stres kerja meliputi :

a. Sumber stres diluar organisasi, terdiri dari: adanya perubahan sosial dan teknologi, keadaan ekonomi, pindah rumah, perbedaan ras dan keadaan masyarakat.

b. Sumber stres dari organisasi, yaitu:

1) Kebijakan organisasi yang meliputi penilaian kinerja kerja yang tidak adil, sistem penggajian yang tidak adil, peraturan yang kaku, prosedur yang tidak jelas, sering berpindah pekerjaan, serta deskripsi pekerjaan yang tidak realistis.

2) Struktur yang berupa kurangnya kesempatan mengembangkan diri, kurangnya partisipasi dalam pengambilan keputusan, situasi yang sangat formal, departemen yang tidak memiliki otoritas, konflik atasan terhadap bawahan.

3) Kondisi fisik, seperti: kurangnya privasi, cuaca yang tidak baik, kebisingan bahaya radiasi, situasi kerja yang berbahaya, pencahayaan yang kurang.

c. Sumber stres kelompok seperti kurangnya dukungan sosial, konflik interpersonal, dan konflik kelompok dan

d. Sumber stres kerja individual, seperti: konflik peran, ambiguitas, perubahan, kehidupan dan karier.


(5)

Stessor kerja bisa datang dari tempat kerja, stresor tersebut adalah: 1. Kondisi kerja, yang termasuk dalam kondisi kerja adalah:

a) Beban kerja yang berlebihan yaitu beban kerja dapat bersifat kuantitatif, beban dapat muncul ketika tuntutan fisik dari pekerjaan melebihi kemampuan yang dimiliki oleh pekerja. Secara kualitatif, beban muncul ketika pekerjaan terlalu kompleks atau sulit dan kemampuan teknis atau ketrampilan yang dimiliki oleh pekerja tidak dapat memenuhi tuntutan tersebut.

b) Work underload, yaitu suatu kondisi dimana pekerjaan dinilai tidak menantang dan tidak menarik minat ataupun perhatian pekerja. Hal ini dapat terjadi karena pekerjaantidak menuntut digunakannya seluruh kemampuan yang dimiliki oleh individu. Pengulangan pekerjaan, dimana pekerjaan harus melakukan pekerjaan yang sama berulang-ulang kali dapat menimbulkan kebosanan dan lama-kelamaan menyebabkan stres kerja. Keadaan ini sering disebut dengan asembly-line hysteriadan sering kali terjadi pada orang yang bekerja dibidang perakitan atau di suatu organisasi dengan birokrasi yang rumit.

c) Kondisi lingkungan kerja yang tidak mendukung. Kondisi kerja yang berbahaya juga dapat memenuhi stres kerja. Tempat kerja yang bising adalah salah satu contoh keadaan yang dapat memicu stres kerja. Selainitu penggunaan teknologi yang terbatasjuga dapat memicu stres kerja (Ross & Altmaeier, 1994).


(6)

2. Ambiguitas peran merupakan suatu hal yang sering dikatakan berkaitan dengan stres kerja (Rice, 1999). Rice mengatakan bahwa ambiguitas peran terjadi ketika individu tidak mengetahui apa yang diharapkan oleh perusahaan dan dirinya. Selain itu ambiguitas peran dapat dialami ketika terdapat ketidakjelasan tujuan dari suatu pekerjaan atau batasdialami ketika terdapat ketidakjelasan tujuan dari suatu pekerjaan atau batas-batas yang dimiliki oleh pekerja.

3. Hubungan interpersonal ditempat kerja merupakan suatu bagian penting dari kepuasan kerja. Hubungan interpersonal dapat membantu individu dalam menghadapi stres (Rice, 1999).

4. Pengembangan karir yakni, harapan pekerja terhadap pekerjaannya namun terkadang hal tersebut tidak dapat dicapai oleh sebagian pekerja sehingga menimbulkan stres kerja (Rice,1999).

5. Struktur organisasi yakni, keluhan pekerja tentang adanya struktur organisasi yang kaku, politik yang berlaku ditempat kerja, atau pengawasan yang kurang memadai dari manajemen sehingga dapat menimbulkan stres kerja (Rice, 1999) Sejalan dengan faktor di atas dikemukakan juga oleh Sarafino, Sutherland & Coper (1990: 72) yang mengidentifikasi sumber stres, lima diantaranya berasal langsung dari pekerjaan, sedangkan yang keenam berasal dari interaksi antara lingkungan sosial dengan pekerjaan.


(7)

Stresor kerja meliputi :

1. Stresor yang ada dalam pekerjaan itu sendiri, meliputi : beban kerja, fasilitas kerja yang kurang, proses pengambilan keputusan yang lama. 2. Konflik peran: peran didalam kerja yang tidak jelas, tanggung jawab yang

tidak jelas.

3. Masalah dalam hubungan dengan orang lain adalah stresor yang potensial, seperti : hubungan dengan atasan, rekan sejawat, dan pola hubungan atasan-bawahan.

4. Perkembangan karier: under/over-promotion, juga keselamatan kerja 5. Iklim dan struktur organisasi, adanya pembatasan-pembatasa perilaku

bagaimana iklim budaya didalam organisasi dan

6. Adanya konflik antara tuntutan kerja dengan tuntutan keluarga.

2.1.5. Dampak stres kerja

Cox (dalam Gibson, 1992) mengkatagorikan dampak stres sebagai berikut: a. Dampak subyektif

Kecemasan, agresi, acuh, kebosanan, depresi, keletihan, frustasi, kehilangan kesabaran, rendah diri, gugup dan merasa kesepian.

b. Dampak perilaku

Kecenderungan mendapat kecelakan, alkoholik, penyalahgunaan obat-obatan, emosi yang tiba-tiba meledak, makan berlebihan, merokok berlebih.


(8)

c. Dampak kognitif

Ketidakmampuan mengambil keputusan yang jelas, kosentrasi buruk, rentang perhatian pendek, sangat peka terhadap kritik.

d. Dampak fisiologi

Meningkatkan kadar gula, meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah, kekeringan mulut, tubuh panas dingin.

e. Dampak organisasi

Tingginya absen, rendahnya prokduktivitas, ketersaingan dengan rekan sekerjanya, ketidakpuasan kerja, menurunnya keterikatan dan kesetiaan terhadap organisasi

2.2.Kecerdasan Emosional

2.2.1. Definisi kecerdasan emosional

Steiner (1997) menjelaskan pengertian kecerdasan emosionaladalah suatu kemampuan yang dapat mengerti emosi diri sendiri dan orang lain, serta mengetahui bagaimana emosi diri sendiri terekspresikan untuk meningkatkan maksimal etis sebagai kekuatan pribadi.

Senada dengan definisi tersebut, Mayer dan Solovey (Goleman, 1999; Davies, Stankov, dan Roberts, 1998) mengungkapkan kecerdasan emosi sebagai kemampuan untuk memantau dan mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain, dan menggunakan perasaan-perasaan itu untuk memadu pikiran dan tindakan.

Berbedadengan pendapat sebelumnya, Patton (1998) mengemukakan kecerdasan emosi sebagai kemampuan untuk mengetahui emosi secara efektif


(9)

guna mencapai tujuan, dan membangun hubungan yang produktif dan dapat meraih keberhasilan.Sementara itu Bar-On (2000) menyebutkan bahwa kecerdasan emosiadalah suatu rangkaian emosi, pengetahuan emosi dan kemampuan-kemampuan yang mempengaruhi kemampuan keseluruhan individu untuk mengatasi masalah tuntutan lingkungan secara efektif.

Dari beberapa pengertian tersebut ada kecenderungan arti bahwa kecerdasan emosionaladalah kemampuan mengenali perasaan sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, kemampuan mengolah emosi dengan baik pada diri sendiri dan orang lain.

2.2.2. Aspek-aspek kecerdasan emosional

Aspek-aspek kecerdasan emosional menurut Goleman 1992 meliputi: 1) pengelolaan diri, 2) kemampuan untuk memotivasi diri, 3) empati, 4) keterampilan sosial. Lebih lengkapnya adalah sebagai berikut:

a. Pengelolaan diri

Pengelolaan diri selalu perlu mempertimbangkan pemahaman tentang diri yang selalu berada dan berkembang dalam konteks sosial, dimana pengelolaan diri mengandung arti bagaimana seseorang mengelola diri dan perasaan yang dialaminya.

b. Kemampuan untuk memotivasi diri

Kemampuan ini berguna untuk mencapai tujuan jangka panjang, mengatasi setiap kesulitan yang dialami bahkan untuk melegakan kegagalan yang terjadi. Kemampuan ini untuk memotivasi diri tanpa


(10)

memerlukan bantuan orang lain. Menurut sebuah situs memotivasi diri merupakan proses menghilangkan faktor yang melemahkan dorongan seseorang. Rasa tidak berdaya dihilangkan menjadi pribadi yang lebih percaya diri. Sementara harapan dimunculkan kembali dengan membangun keyakinan bahwa apa yang diinginkan bisa dicapai.

c. Empati

Empati ini dibangun dari kesadaran diri dan dengan memposisikan diri senada, serasa dengan emosi orang lain akan membantu seseorang mampu membaca dan memahami perasaan orang lain. Menurut Bullmer dalam sebuah situs menjelaskan bahwa empati merupakan suatu proses ketika seseorang merasakan perasaan orang lain dan menangkap arti perasaan itu, kemudian mengkomunikasikannya dengan kepekaan sedemikian rupa hingga menunjukkan bahwa ia sungguh-sungguh mengerti perasaan orang lain. Empati lebih merupakan pemahaman terhadap orang lain ketimbang suatu diagnosis dan evaluasi terhadap orang lain.

d. Keterampilan sosial

Menurut Combs dan Slaby (1997) dalam sebuah situs menyatakan bahwa keterampilan sosial merupakan kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain dalam konteks sosial dengan cara-cara khusus yang dapat diterima oleh lingkungan dan pada saat bersamaan dapat menguntungkan individu, atau bersifat saling menguntungkan atau menguntungkan orang lain. Keterampilan sosial merupakan bagian dari kompetensi sosial yaitu faktor penting untuk memulai dan memiliki hubungan sosial dan dinilai


(11)

oleh sebaya sebagai anak yang tidak memiliki kompetensi sosial, akan kesulitan dalam memulai dan menjalin hubungan yang positif dengan lingkungannya, bahkan boleh jadi akan ditolak atau diabaikan oleh lingkungan. Individu yang memiliki keterampilan sosial akan lebih efektif karena ia mampu memilih dan melakukan prilaku yang tepat sesuai dengan tuntutan lingkungan.

Cooper dan Slaby (1997) memetakan kecerdasan emosional meliputi lima faktor dengan 21 aspek atau indikator.

a. Situasi saat ini terdiri atas tiga aspek, yaitu: (1) peristiwa dalam hidup.

(2) tekanan pekerjaan. (3) tekanan masalah pribadi.

Tiap peristiwa yang dialami dalam pekerjaan atau dalam kehidupan pribadi antara lain : pernah menjadi korban kejahatan, diberhentikan atau dipecat, pensiun, berpisah dan bercerai, dan kematian seorang teman atau anggota keluarga, sakit atau cedera.

b. Keterampilan emosi. Komponen ini terdiri atas tiga aspek, yaitu: (1) kesadaran diri emosi.

(2) ekspresi emosi.

(3) kesadaran emosi terhadap orang lain.

Komponen ini memuat pernyataan-pernyataan yang mengambarkan seberapa baik pikiran dan perasaan tentang diri sendiri, seperti kapan bisa marah, jika sedih tahu alasannya, cenderung menghakimi diri sendiri,


(12)

mengungkapkan emosi meskipun emosi tersebut negatif, membiarkan orang lain tahu bila ada perasaan yang tidak enak, dalam berinteraksi dapat merasakan perasaan orang lain.

c. Kecakapan emosi. Komponen ini terdiri dari lima aspek yaitu : (1) intensionalitas, (2) kreatifitas, (3) ketangguhan, (4) hubungan antar pribadi, dan (5) ketidakpuasan konstruktif. Tiap indikator hendak mengungkapkan seberapa baik pekerjaan itu menggambarkan perilaku atau tujuan seperti mudah mengabaikan gangguan-gangguan, tahu cara mengatakan tidak, dapat menyingkirkan imbalan-imbalan jangka pendek dari sasaran jangka panjang, dapat memusatkan perhatian pada satu tugas sampai selesai, dapat menunda kepuasan pribadi demi sasaran yang lebih luas, marah apabila dikritik, sering tidak mengetahui penyebab kemarahan. d. Nilai-nilai emosi dan keyakinan. Komponen ini terdiri dari enam aspek, yaitu : (1) belas kasihan, (2) sudut pandang, (3) intuisi, (4) radius kepercayaan, (5) daya pribadi, dan (6) integritas. Indikator-indikatornya tersusun untuk memberi nilai seberapa baik pernyataan itu menggambarkan perilaku atau hubungan, seperti dapat melihat rasa sakit pada orang lain, meskipun mereka tidak membicarakannya, tidak ragu menimbulkan kesibukan guna menolong orang lain yang kesulitan, dapat menemukan solusi atas masalah-masalah yang sulit, menyukai diri apa adanya, mengikuti kata hati ketika dihadapkan masalah yang sulit, dan bersedia melakukan kesalahan yang dilakukan.


(13)

e. Hasil-hasil emosi. Komponen ini terdiri atas empat aspek yaitu : (1) kesehatan secara umum, (2) kualitas hidup, (3) kecakapan berelasi, dan (4) kinerja optimal.Indikatornya menunjukkan seberapa sering (jika pernah) mengalami gejala-gejala seperti sakit kepala karena tegang, sakit dan nyeri yang sulit dijelaskan, merasa menjadi korban atau dimanfaatkan orang lain, menyalahkan atau melecehkan orang lain, merasa kelebihan beban pekerjaan, pikiran kosong, kesal dan putus asa.

Goleman, 1995 (Salovey) menjelaskan lima faktor yang dapat dipelajari untuk mengembangkan kecerdasan emosional, faktor tersebut adalah sebagai berikut:

a. Mengenali emosi diri. Mengenali perasaan yang dirasakan terjadi merupakan dasar kecerdasan emosional. Kemampuan untuk memantau perasaan dari waktu ke waktu merupakan hal penting bagi pemahaman diri.

b. Mengelola emosi. Menangani perasaan agar dapat terungkap dengan pas adalah kecakapan yang tergantung pada kesadaran diri. Kemampuan untuk menghibur diri, melepaskan kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan, merupakan hal-hal yang terkait dengan keterampilan emosional ini.

c. Memotivasi diri sendiri. Penataan emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan adalah hal yang sangat penting dalam keterkaitan memberi perhatian untuk,memotivasi diri sendiri dan menguasai diri serta mampu melakukan kreasi secara bebas. Pengendalian emosi seperti menahan diri


(14)

terhadap suatu kepuasan dan pengendalian dorongan hati merupakan keberhasilan dalam berbagai bidang.

d. Memahami emosi orang lain. Empati adalah kemampuan yang juga tergantung pada kesadaran diri emosional dan merupakan keterampilan bergaul berinteraksi dengan orang lain. Jika seseorang diberikan kemampuan empati yang tinggi, situasi demikian dapat mengarahkan pekerjaan yang cocok untuk individu tersebut, seperti keperawatan, pendidikan, penjualan dan manajemen.

e. Membina hubungan. Setelah melakukan identifikasi, hal lain yang perlu dilakukan untuk dapat mengembangkan kecerdasan emosional yaitu dorongan memelihara hubungan dan membina hubungan tersebut. Keterampilan memberikan hubungan merupakan bagian dari keterampilan sosisal dan dapat menunjang dalam mengembangkan pergaulan.

2.2.3. Efek kecerdasan emosional

Menurut Gunawan (dalam Oktiarini, 2004) dalam materi “7 habits” beberapa manfaat kecerdasan emosi dibagi pengembangan diri sendiri, yaitu:

a. Lebih dapat berkembang dan berprestasi. b. Menjadi pribadi yang menyenangkan. c. Dapat memperbaiki prilaku.

d. Dapat mengendalikan diri.

e. Dapat meminimalisasikan pikiran negatif. f. Menjadi rileks.


(15)

Sedangkan manfaat kecerdasan emosional bagi diri sendiri dan orang lain yaitu:

a. Lebih bijaksana dalam berelasi.

b. Dapat membina hubungan dengan baik. c. Dapat mengurangi konflik.

d. Dapat menciptakan iklim organisasi yang nyaman.

e. Memprioritaskan emosi dalam bekomunikasi denganorang lain

Dari beberapa pendapat para ahli diatas dapat dilihat bahwa banyak sekali efek positif dari seseorang yang mempunyai kecerdasan emosional yang tinggi. Di dalam suasana kerja seorang guru yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi akan lebih dapat mengenali emosinya sendiri sehingga mereka dapat mengelola emosinya sendiri mengungkapkan amarah dengan tepat sehingga tidak merugikan rekan kerjanya maupun siswa-siswa yang ada di sekolahnya. Mereka akan lebih dapat berempati terhadap orang lain, dan lebih dapat memikirkan kepentingan sosial daripada kepentingan pribadinya.

2.3.Kajian Penelitian yang Berhubungan

Berkaitan dengan kecerdasan emosional dan stres kerja guru, penelitian yang dilakukan oleh Anitasari (2009) menemukan adanya hubungan yang negatif dan signifikan antara kecerdasan emosional dan stres kerja yang terjadi pada guru-guru SLB di Kota Malang. Subyek penelitian Anitasari adalah guru-guru-guru-guru SLB.

Penelitian oleh Rohkayati (2010) yang berjudul Hubungan kecerdasan emosional dan stres kerja pada pegawai Kecamatan Sidoharjo, Kota Surabaya.


(16)

Menemukan ada hubungan yang positif dan tidak signifikan antara kecerdasan emosional dengan stres kerja yang terjadi di pegawai Kecamatan Sidoharjodi Kota Surabaya.

2.4.Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat ditarik hipotesis.

Ada hubungan yang signifikan antara emosional dengan stres kerja pada guru SD. Makin tinggi kecerdasan emosional yang dimiliki maka makin rendah stres kerjanya. Sebaliknya, makin rendah emosionalnya makin tinggi stres kerjanya.


(1)

oleh sebaya sebagai anak yang tidak memiliki kompetensi sosial, akan kesulitan dalam memulai dan menjalin hubungan yang positif dengan lingkungannya, bahkan boleh jadi akan ditolak atau diabaikan oleh lingkungan. Individu yang memiliki keterampilan sosial akan lebih efektif karena ia mampu memilih dan melakukan prilaku yang tepat sesuai dengan tuntutan lingkungan.

Cooper dan Slaby (1997) memetakan kecerdasan emosional meliputi lima faktor dengan 21 aspek atau indikator.

a. Situasi saat ini terdiri atas tiga aspek, yaitu: (1) peristiwa dalam hidup.

(2) tekanan pekerjaan. (3) tekanan masalah pribadi.

Tiap peristiwa yang dialami dalam pekerjaan atau dalam kehidupan pribadi antara lain : pernah menjadi korban kejahatan, diberhentikan atau dipecat, pensiun, berpisah dan bercerai, dan kematian seorang teman atau anggota keluarga, sakit atau cedera.

b. Keterampilan emosi. Komponen ini terdiri atas tiga aspek, yaitu: (1) kesadaran diri emosi.

(2) ekspresi emosi.

(3) kesadaran emosi terhadap orang lain.

Komponen ini memuat pernyataan-pernyataan yang mengambarkan seberapa baik pikiran dan perasaan tentang diri sendiri, seperti kapan bisa


(2)

mengungkapkan emosi meskipun emosi tersebut negatif, membiarkan orang lain tahu bila ada perasaan yang tidak enak, dalam berinteraksi dapat merasakan perasaan orang lain.

c. Kecakapan emosi. Komponen ini terdiri dari lima aspek yaitu : (1) intensionalitas, (2) kreatifitas, (3) ketangguhan, (4) hubungan antar pribadi, dan (5) ketidakpuasan konstruktif. Tiap indikator hendak mengungkapkan seberapa baik pekerjaan itu menggambarkan perilaku atau tujuan seperti mudah mengabaikan gangguan-gangguan, tahu cara mengatakan tidak, dapat menyingkirkan imbalan-imbalan jangka pendek dari sasaran jangka panjang, dapat memusatkan perhatian pada satu tugas sampai selesai, dapat menunda kepuasan pribadi demi sasaran yang lebih luas, marah apabila dikritik, sering tidak mengetahui penyebab kemarahan. d. Nilai-nilai emosi dan keyakinan. Komponen ini terdiri dari enam aspek, yaitu : (1) belas kasihan, (2) sudut pandang, (3) intuisi, (4) radius kepercayaan, (5) daya pribadi, dan (6) integritas. Indikator-indikatornya tersusun untuk memberi nilai seberapa baik pernyataan itu menggambarkan perilaku atau hubungan, seperti dapat melihat rasa sakit pada orang lain, meskipun mereka tidak membicarakannya, tidak ragu menimbulkan kesibukan guna menolong orang lain yang kesulitan, dapat menemukan solusi atas masalah-masalah yang sulit, menyukai diri apa adanya, mengikuti kata hati ketika dihadapkan masalah yang sulit, dan bersedia melakukan kesalahan yang dilakukan.


(3)

e. Hasil-hasil emosi. Komponen ini terdiri atas empat aspek yaitu : (1) kesehatan secara umum, (2) kualitas hidup, (3) kecakapan berelasi, dan (4) kinerja optimal.Indikatornya menunjukkan seberapa sering (jika pernah) mengalami gejala-gejala seperti sakit kepala karena tegang, sakit dan nyeri yang sulit dijelaskan, merasa menjadi korban atau dimanfaatkan orang lain, menyalahkan atau melecehkan orang lain, merasa kelebihan beban pekerjaan, pikiran kosong, kesal dan putus asa.

Goleman, 1995 (Salovey) menjelaskan lima faktor yang dapat dipelajari untuk mengembangkan kecerdasan emosional, faktor tersebut adalah sebagai berikut:

a. Mengenali emosi diri. Mengenali perasaan yang dirasakan terjadi merupakan dasar kecerdasan emosional. Kemampuan untuk memantau perasaan dari waktu ke waktu merupakan hal penting bagi pemahaman diri.

b. Mengelola emosi. Menangani perasaan agar dapat terungkap dengan pas adalah kecakapan yang tergantung pada kesadaran diri. Kemampuan untuk menghibur diri, melepaskan kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan, merupakan hal-hal yang terkait dengan keterampilan emosional ini.

c. Memotivasi diri sendiri. Penataan emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan adalah hal yang sangat penting dalam keterkaitan memberi perhatian untuk,memotivasi diri sendiri dan menguasai diri serta mampu


(4)

terhadap suatu kepuasan dan pengendalian dorongan hati merupakan keberhasilan dalam berbagai bidang.

d. Memahami emosi orang lain. Empati adalah kemampuan yang juga tergantung pada kesadaran diri emosional dan merupakan keterampilan bergaul berinteraksi dengan orang lain. Jika seseorang diberikan kemampuan empati yang tinggi, situasi demikian dapat mengarahkan pekerjaan yang cocok untuk individu tersebut, seperti keperawatan, pendidikan, penjualan dan manajemen.

e. Membina hubungan. Setelah melakukan identifikasi, hal lain yang perlu dilakukan untuk dapat mengembangkan kecerdasan emosional yaitu dorongan memelihara hubungan dan membina hubungan tersebut. Keterampilan memberikan hubungan merupakan bagian dari keterampilan sosisal dan dapat menunjang dalam mengembangkan pergaulan.

2.2.3. Efek kecerdasan emosional

Menurut Gunawan (dalam Oktiarini, 2004) dalam materi “7 habits” beberapa manfaat kecerdasan emosi dibagi pengembangan diri sendiri, yaitu:

a. Lebih dapat berkembang dan berprestasi. b. Menjadi pribadi yang menyenangkan. c. Dapat memperbaiki prilaku.

d. Dapat mengendalikan diri.

e. Dapat meminimalisasikan pikiran negatif. f. Menjadi rileks.


(5)

Sedangkan manfaat kecerdasan emosional bagi diri sendiri dan orang lain yaitu:

a. Lebih bijaksana dalam berelasi.

b. Dapat membina hubungan dengan baik. c. Dapat mengurangi konflik.

d. Dapat menciptakan iklim organisasi yang nyaman.

e. Memprioritaskan emosi dalam bekomunikasi denganorang lain

Dari beberapa pendapat para ahli diatas dapat dilihat bahwa banyak sekali efek positif dari seseorang yang mempunyai kecerdasan emosional yang tinggi. Di dalam suasana kerja seorang guru yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi akan lebih dapat mengenali emosinya sendiri sehingga mereka dapat mengelola emosinya sendiri mengungkapkan amarah dengan tepat sehingga tidak merugikan rekan kerjanya maupun siswa-siswa yang ada di sekolahnya. Mereka akan lebih dapat berempati terhadap orang lain, dan lebih dapat memikirkan kepentingan sosial daripada kepentingan pribadinya.

2.3.Kajian Penelitian yang Berhubungan

Berkaitan dengan kecerdasan emosional dan stres kerja guru, penelitian yang dilakukan oleh Anitasari (2009) menemukan adanya hubungan yang negatif dan signifikan antara kecerdasan emosional dan stres kerja yang terjadi pada guru-guru SLB di Kota Malang. Subyek penelitian Anitasari adalah guru-guru-guru-guru SLB.


(6)

Menemukan ada hubungan yang positif dan tidak signifikan antara kecerdasan emosional dengan stres kerja yang terjadi di pegawai Kecamatan Sidoharjodi Kota Surabaya.

2.4.Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat ditarik hipotesis.

Ada hubungan yang signifikan antara emosional dengan stres kerja pada guru SD. Makin tinggi kecerdasan emosional yang dimiliki maka makin rendah stres kerjanya. Sebaliknya, makin rendah emosionalnya makin tinggi stres kerjanya.


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Pendidikan Inklusi di SD Negeri 1 Panimbo Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan Tahun 2016 T2 92014052 BAB II

0 2 38

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Stres Kerja dengan Produktivitas Kerja pada Karyawan CV. Mahkota Mulya Mandiri Jepara T1 132009082 BAB II

0 0 19

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Manajemen Kesiswaan SD Negeri di Gugus Ki Hajar Dewantara Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan

0 0 9

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Manajemen Kesiswaan SD Negeri di Gugus Ki Hajar Dewantara Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan T2 942011015 BAB II

2 11 34

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dengan Stres Kerja Pada Guru SD Di Kecamatan Kedungjati Grobogan

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dengan Stres Kerja Pada Guru SD Di Kecamatan Kedungjati Grobogan T1 132008027 BAB I

0 0 9

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dengan Stres Kerja Pada Guru SD Di Kecamatan Kedungjati Grobogan T1 132008027 BAB IV

0 0 9

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dengan Stres Kerja Pada Guru SD Di Kecamatan Kedungjati Grobogan T1 132008027 BAB V

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dengan Stres Kerja Pada Guru SD Di Kecamatan Kedungjati Grobogan

0 0 28

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tradisi Apitan dan Nilai Yang Terkandung didalamnya (Studi Pada Desa Prigi Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan) T1 152009027 BAB II

0 0 15