Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dengan Stres Kerja Pada Guru SD Di Kecamatan Kedungjati Grobogan T1 132008027 BAB IV
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1.Subyek Penelitian
Dari 30 SDNegeriyang berada di wilayah Kecamatan Kedungjati diambil sampel total secara dimana semua guru yang mengajar di 30 SD tersebut dijadikan sampel penelitian.
4.2.Persiapan Penelitian 4.2.1. Perijinan penelitian
Dalam penelitian ini, salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah mendapatkan ijin dari pihak-pihak yang terkait. Pertama peneliti mengajukan surat permohonan ijin penelitian Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling UKSW Salatiga yang disetujui oleh pembimbing 1, pembimbing 2 dan dekan FKIP pada tanggal 18 Februari 2013. Setelah mendapatkan permohonan ijin dari Fakultas, kemudian peneliti mengajukan permohonan ijin kepada UPTD di Kecamatan Kedungjati dan peneliti diberikan surat ijin penelitian pada tanggal 18 Februari 2013. Setelah itu peneliti memberikan surat ijin tersebut kepada SD-SD yang sudah dtentukan. Kemudian peneliti melaksanakan penelitian ini dari tanggal 19 Februari 2003 sampai 22 Februari 2013.
(2)
4.2.2. Tahap pengambilan data
Penelitian ini dilakukan dengan cara menyebar angket kecerdasan emosional dengan stres kerja yang dilaksanakan dari tanggal 19-22 Februari 2013 di 30 SD Negeri Kecamatan Kidungjati, Grobogan.
Hari pertama yaitu tanggal 19 Februari 2013 pukul 07.00 - selesai di SD N 1 Deras, SDN 2 Deras, SDN 1 Kalimaro, SDN 2 Kalimaro, SDN 3 Kalimaro, SDN 1 Padas, SDN 2 Padas, SDN 4 Padas, SDN 1 Jumo, SDN 2 Jumo, SDN 3 Jumo, SDN 1 Wates, SDN 2 Wates, SDN 1 Prigi, SDN 2 Prigi, SDN 3 Prigi.Supaya tidak mengganggu kegiatan belajar mengajar disekolah tersebut, maka pengambilan skala dikoordinir oleh masing-masing kepala sekolah untuk diberikan kepada para guru. Kepala Sekolah meminta waktu kepada peneliti 2 hari untuk mengisi skala tersebut, sehingga skala yang sudah terisi baru dapat diambil pada tanggal 20 Februari 2013.
Hari kedua yaitu tanggal 20 Februari 2013 pukul 07.00 - selesai di SDN 1 Kedungjati, SDN 2 Kedungjati, SDN 3 Kedungjati, SDN 5 Kedungjati, SDN 1 Kentengsari, SDN 3 Kentengsari, SDN 1 Panimbo, SDN 2 Panimbo, SDN 1 Karanglangu, SDN 2 Karanglangu, SDN 3 Karanglangu, SDN 1 Ngombak, SDN 2 Ngombak, SDN Klitikan. Supaya tidak mengganggu kegiatan belajar mengajar disekolah tersebut, maka pengambilan skala dikoordinir oleh masing-masing kepala sekolah untuk diberikan kepada para guru. Kepala Sekolah meminta waktu kepada peneliti 2 hari untuk mengisi skala tersebut, sehingga skala yang sudah terisi baru dapat diambil pada tanggal 21 Februari 2013.
(3)
4.2.3. Tahap analisis data
Setelah melakukan pengambilan data dilapangan, selanjutnya data yang telah diperoleh perlu untuk dianalisis dengan menggunakan tahapan sebagai berikut:
a. Pengecekan data dari skala yang telah terkumpul. b. Pemberian skor pada setiap jawaban.
c. Data yang telah terkumpul diproses dengan menggunakan program SPSS 16 for Windows.
4.3.Analisis Data
Analisis data dilakukan dalam 2 tahap yaitu deskripstif sebagai tahap pertama dan inferensial sebagai tahap kedua. Tahap deskriptif bertujuan mendeskripsikan hasil pengukuran dari variabel stres kerja dan variabel kecerdasan emosional. Selanjutnya tahap inferensial digunakan untuk pengujian hipotesis tentang hubungan kedua variabel tersebut. Dalam melakukan analisis terhadap kedua variabel tersebut digunakan dari Karl Pearson’s Product Moment
dengan SPSS 16 For Windows.
Analisis kolerasi digunakan untuk menunjukan seberapa besar hubungan kedua vriabel tersebut. Pada dasarnya dapat tiga macam sifat hubungan antara dua variabel ini, yakni : 1) hubungan searah atau hubungan positif, 2) hubungan bersifat kebalikan atau hubungan negatif, dan 3) hubungan tidak ada. Jadi koefisien kolerasi yang dinyatakan dengan “r” menunjukan ar h hubungan antar variabel X dan Y. Pada hubungan searah positif, maka nilai “r” akan terletak
(4)
antara 0 dan +1, sedangkan hubungan pada hubungankebalikan atau negatif, maka nilai “r” akan terletak antara 0 dan -1. Selanjutnya untuk melihat tingkat keeratan hubungan antara variabel, harga “r” akan dikonsultasikan dengan tabel nilai “r” dibawah ini:
Tabel 4.1
Interprestasi Koefisien Kolerasi Nilai r Interversal koefisien Tingkat hubungan
0,00-0,199 Sangat rendah 0,20-0,399 Rendah 0,40-0,599 Cukup kuat 0,60-0,799 Kuat 0,80-1,000 Sangat kuat Sumber: Sugiono, 2005
4.3.1. Analisis deskriptif
Hasil pengukuran deskriptf masing-masing variabel ditunjukan pada tebel berikut:
a. Stres Kerja
Untuk menentukan tinggi rendahnya hasil pengukuran variabel stres kerja digunakan 4 kategori, oleh jumlah valid sebanyak 35 item, banyaknya pilihan 4 maka skor tertinggi adalah 4 X 35 = 140 dan skor terendah adalah 1 X 35 = 35. Lebar interval dapat dihitung sebagai berikut:
p = –
(5)
dengan demikian tinggi rendahnya hasil pengukuran frekuensi variabel stres kerja dapat dikategorikan sebagai berikut.
Tabel 4.2
Statistik Deskriptif Kategorisasi Hasil Skala Stres Kerja Kategori Interval Frekuensi %
Rendah 24-33 80 34,3 %
Sedang 34-42 149 65,7 %
Agak Tinggi 43-51 0 0
Tinggi 52-60 0 0
Total 229 100%
Mean 1,657
SD 0,47781
Min 24
Max 60
Keterangan : X = skor stres kerja
Dari tabel diatas menunjukan bahwa sebagian besar guru mempunyai stres kerja pada kategori sedang. Hal ini terlihat bahwa kategori stres guru sebesar 65,7 %. Dari Tabel 4 tersebut juga dapat dibaca kecenderungan guru mengalami stres kerja kearah yang lebih tinggi tidak ada. Hal tersebut juga diperkuat dengan besaran rata-rata yang jatuh pada kategori rendah memiliki standar deviasi sebesar 0,48157, sedangakan skor minimum sebanyak 24 dan skor maksimum sebesar 60.
b. Kecerdasan Emosional
Untuk menentukan tinggi rendahnya hasil pengukuran variabel kecerdasan emosional digunakan 4 kategori, dengan jumblah valid sebanyak 40 item, banyaknya pilihan 4 maka skor tertinggi adalah 4 X 40 = 160 dan skor
(6)
p = –
p = = 24
dengan demikian tinggi rendahnya hasil pengukuran variabel kecerdasan emosionaldapat dikategorikan sebagai berikut :
Tabel 4.3
Statistik Deskriptif Kategori Hasil Skala Kecerdasan Emosional Kategori Interval Frekuensi %
Rendah 40-55 0 20 %
Sedang 56-70 43 0
Agak Tinggi 71-85 0 0
Tinggi 86-100 186 80 %
Total 229 100
Mean 2.8122
SD 0,39139
Min 40
Max 100
Keterangan : X = Skor kecerdasan emosional
Dari tabel diatas menunjukan bahwa sebagian besar guru mempunyai kecerdasan emosional yang tinggi. Hal ini terlihat bahwa kategori tinggi terdapat kecerdasan emosionalguru sebesar 80 %. Dari tabel diatas juga dapat dibaca kecenderungan guru mempunyai kecerdasa emosional yang lebih rendah tidak ada.
4.3.2. Analisis Korelasi
Hasil kolerasi antara kecerdasan emosional dengan stres kerja guru dapat dilihat pada tabel 4. Berikut ini:
(7)
Tabel 4.4
Kolerasi antara kecerdasan emosional dengan stres kerja guru Correlations
Skerja Kemosional
skerja Pearson Correlation 1 .023
Sig. (2-tailed) .730
N 229 229
kemosional Pearson Correlation .023 1
Sig. (2-tailed) .730
N 229 229
Hasil analisis menunjukan bahwatidak ada hubungan yang signifikan antra kecerdasan emosional dengan stres kerja guru. P = 0,730(p>0,05) rxy = 0,023 artinyatidak terbukti empirik koefisien kolerasi sebesar 0,023 antara kecerdasan emosional dengan stres kerja pada guru SD N di Kecamatan Kedungjati
4.3.3. Uji Hipotesis
Hipotesis yang diajukan penulis dalam penelitian ini yang akan diuji adalah “ada hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan stres kerja pada guru SDN di Kecamatan Kedungjati”
Hasil analisis menunjukan bahwa koefisien korelasi antara kecerdasan emosional dengan sters kerja guru rxy 0,023. Pada taraf signifikan 0,730berartitidak ada hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan stres kerja pada guru SDN di Kecamatan Kedungjati membuktikan secara empirik hipotesis ditolak.
(8)
Berdasarkan penelitian tentang hubungan antara kecerdasan emosional dengan stres kerja pada guru SD N di Kecamatan Kedungjati, Grobogan, didapatkan hasil perhitungan korelasi sebesar r=-0,023 dengan p= 0,730 (p>0,05), hal ini menunjukantidak ada hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan stres kerja guru. Dengan demikian hipotesis yang diajukan dinyatakan ditolak. Hasil korelasi tersebut mempunyai makna bahwa semakin tinggi kecerdasan emosional yang dimiliki seorang guru atau semakin tinggi stres kerja seorang guru tidak mempengaruhi keduanya, karena hasil hipotesisnya menunjukkantidak ada hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan stres kerja guru, maka dapat diambil kesimpulan jika skor kecerdasan emosional tinggi atau rendah dan skor stres kerja menunjukan tinggi atau rendah maka tidak ada hubungannya. Hasil ini tidak sejalan dengan penelitiannya Anitasari (2009) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan negatif dan tidak signifikan antara kecerdasan emosional dengan stres kerja guru, dan tidak sejalan dengan penelitiannya Rokhayati (2010) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara kecerdasan emosional dengan stres kerja guru.
Seorang guru tidak lepas dari masalah-masalah pekerjaan yang terus menjadi tekanan yang menghambat pekerjaan. Salah satunya adalah menghadapi murid-murid yang susah diatur dan susah menerima pelajaran. Salah satu ciri orang mempunyai kecerdasn emosional yang tinggi adalah mampu memotivasi dirinya (Goleman, 2003). Apabila seorang guru mempunyai kecerdasan emosional yang tinggi, maka ia akan dapat memotivasi dirinya supaya lebih mampu
(9)
berinisiatif dalam memberikan pelajaran kepada muridnya serta bertindak efektif ketika menghadapi kegagalan, sehingga ia akan mengalami stres kerja. Sebaliknya apabila seorang guru mempunyai kecerdasan emosional yang rendah maka ia tidak akan memotivasi dirinya serta tidak mampu mengambil inisiatif dan bertindak efektif ketika menghadapi kegagalan sehingga pada akhirnya akan menimbulkan stres kerja.
Menurut Goleman (2003) terdapat lima komponen kecerdasan emosional yaitu kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati, dan ketrempilan sosial. Seorang guru yang dapat menerapkan komponen-komponen tersebut kedalam diri mereka, maka dapat dikatakan bahwa guru tersebut memiliki kecerdasan emosional yang baik, sehingga emosi yang ada pada diri mereka juga dapat terkontrol dengan baik dan kecil kemungkinan bagi guru yang mempunyai kecerdeasan emosi yang tinggi memiliki sters kerja yang tinggi.
Dalam penelitian ini ditemukan guru yang mempunyai kecerdasan emosional tingkat cukup atau sedang sebanyak 20 %, dan tingkat tinggi 80%. Dan pada stres kerja guru ditemukan tingkat stres kerja guru 34,3 % pada tingkat rendah dan 65,3 % pada tingkat cukup atau sedang, dengan demikian perubahan skor pada kecerdasan emosional ini tidak ada hubungannya terhadap perubahan skor stres kerja karena tidak ada hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan stres kerja.
(1)
antara 0 dan +1, sedangkan hubungan pada hubungankebalikan atau negatif, maka nilai “r” akan terletak antara 0 dan -1. Selanjutnya untuk melihat tingkat keeratan hubungan antara variabel, harga “r” akan dikonsultasikan dengan tabel nilai “r” dibawah ini:
Tabel 4.1
Interprestasi Koefisien Kolerasi Nilai r
Interversal koefisien Tingkat hubungan
0,00-0,199 Sangat rendah 0,20-0,399 Rendah 0,40-0,599 Cukup kuat
0,60-0,799 Kuat
0,80-1,000 Sangat kuat Sumber: Sugiono, 2005
4.3.1. Analisis deskriptif
Hasil pengukuran deskriptf masing-masing variabel ditunjukan pada tebel berikut:
a. Stres Kerja
Untuk menentukan tinggi rendahnya hasil pengukuran variabel stres kerja digunakan 4 kategori, oleh jumlah valid sebanyak 35 item, banyaknya pilihan 4 maka skor tertinggi adalah 4 X 35 = 140 dan skor terendah adalah 1 X 35 = 35. Lebar interval dapat dihitung sebagai berikut:
p = –
(2)
dengan demikian tinggi rendahnya hasil pengukuran frekuensi variabel stres kerja dapat dikategorikan sebagai berikut.
Tabel 4.2
Statistik Deskriptif Kategorisasi Hasil Skala Stres Kerja
Kategori Interval Frekuensi %
Rendah 24-33 80 34,3 %
Sedang 34-42 149 65,7 %
Agak Tinggi 43-51 0 0
Tinggi 52-60 0 0
Total 229 100%
Mean 1,657
SD 0,47781
Min 24
Max 60
Keterangan : X = skor stres kerja
Dari tabel diatas menunjukan bahwa sebagian besar guru mempunyai stres kerja pada kategori sedang. Hal ini terlihat bahwa kategori stres guru sebesar 65,7 %. Dari Tabel 4 tersebut juga dapat dibaca kecenderungan guru mengalami stres kerja kearah yang lebih tinggi tidak ada. Hal tersebut juga diperkuat dengan besaran rata-rata yang jatuh pada kategori rendah memiliki standar deviasi sebesar 0,48157, sedangakan skor minimum sebanyak 24 dan skor maksimum sebesar 60.
b. Kecerdasan Emosional
Untuk menentukan tinggi rendahnya hasil pengukuran variabel kecerdasan emosional digunakan 4 kategori, dengan jumblah valid sebanyak 40 item, banyaknya pilihan 4 maka skor tertinggi adalah 4 X 40 = 160 dan skor rendahnya adalah 1 X 40 = 40. Lebih interval dihitung sebagai berikut.
(3)
p = –
p = = 24
dengan demikian tinggi rendahnya hasil pengukuran variabel kecerdasan emosionaldapat dikategorikan sebagai berikut :
Tabel 4.3
Statistik Deskriptif Kategori Hasil Skala Kecerdasan Emosional
Kategori Interval Frekuensi %
Rendah 40-55 0 20 %
Sedang 56-70 43 0
Agak Tinggi 71-85 0 0
Tinggi 86-100 186 80 %
Total 229 100
Mean 2.8122
SD 0,39139
Min 40
Max 100
Keterangan : X = Skor kecerdasan emosional
Dari tabel diatas menunjukan bahwa sebagian besar guru mempunyai kecerdasan emosional yang tinggi. Hal ini terlihat bahwa kategori tinggi terdapat kecerdasan emosionalguru sebesar 80 %. Dari tabel diatas juga dapat dibaca kecenderungan guru mempunyai kecerdasa emosional yang lebih rendah tidak ada.
4.3.2. Analisis Korelasi
Hasil kolerasi antara kecerdasan emosional dengan stres kerja guru dapat dilihat pada tabel 4. Berikut ini:
(4)
Tabel 4.4
Kolerasi antara kecerdasan emosional dengan stres kerja guru
Correlations
Skerja Kemosional
skerja Pearson Correlation 1 .023
Sig. (2-tailed) .730
N 229 229
kemosional Pearson Correlation .023 1
Sig. (2-tailed) .730
N 229 229
Hasil analisis menunjukan bahwatidak ada hubungan yang signifikan antra kecerdasan emosional dengan stres kerja guru. P = 0,730(p>0,05) rxy = 0,023 artinyatidak terbukti empirik koefisien kolerasi sebesar 0,023 antara kecerdasan emosional dengan stres kerja pada guru SD N di Kecamatan Kedungjati
4.3.3. Uji Hipotesis
Hipotesis yang diajukan penulis dalam penelitian ini yang akan diuji adalah “ada hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan stres kerja pada guru SDN di Kecamatan Kedungjati”
Hasil analisis menunjukan bahwa koefisien korelasi antara kecerdasan emosional dengan sters kerja guru rxy 0,023. Pada taraf signifikan 0,730berartitidak ada hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan stres kerja pada guru SDN di Kecamatan Kedungjati membuktikan secara empirik hipotesis ditolak.
(5)
Berdasarkan penelitian tentang hubungan antara kecerdasan emosional dengan stres kerja pada guru SD N di Kecamatan Kedungjati, Grobogan, didapatkan hasil perhitungan korelasi sebesar r=-0,023 dengan p= 0,730 (p>0,05), hal ini menunjukantidak ada hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan stres kerja guru. Dengan demikian hipotesis yang diajukan dinyatakan ditolak. Hasil korelasi tersebut mempunyai makna bahwa semakin tinggi kecerdasan emosional yang dimiliki seorang guru atau semakin tinggi stres kerja seorang guru tidak mempengaruhi keduanya, karena hasil hipotesisnya menunjukkantidak ada hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan stres kerja guru, maka dapat diambil kesimpulan jika skor kecerdasan emosional tinggi atau rendah dan skor stres kerja menunjukan tinggi atau rendah maka tidak ada hubungannya. Hasil ini tidak sejalan dengan penelitiannya Anitasari (2009) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan negatif dan tidak signifikan antara kecerdasan emosional dengan stres kerja guru, dan tidak sejalan dengan penelitiannya Rokhayati (2010) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara kecerdasan emosional dengan stres kerja guru.
Seorang guru tidak lepas dari masalah-masalah pekerjaan yang terus menjadi tekanan yang menghambat pekerjaan. Salah satunya adalah menghadapi murid-murid yang susah diatur dan susah menerima pelajaran. Salah satu ciri orang mempunyai kecerdasn emosional yang tinggi adalah mampu memotivasi dirinya (Goleman, 2003). Apabila seorang guru mempunyai kecerdasan emosional yang tinggi, maka ia akan dapat memotivasi dirinya supaya lebih mampu
(6)
berinisiatif dalam memberikan pelajaran kepada muridnya serta bertindak efektif ketika menghadapi kegagalan, sehingga ia akan mengalami stres kerja. Sebaliknya apabila seorang guru mempunyai kecerdasan emosional yang rendah maka ia tidak akan memotivasi dirinya serta tidak mampu mengambil inisiatif dan bertindak efektif ketika menghadapi kegagalan sehingga pada akhirnya akan menimbulkan stres kerja.
Menurut Goleman (2003) terdapat lima komponen kecerdasan emosional yaitu kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati, dan ketrempilan sosial. Seorang guru yang dapat menerapkan komponen-komponen tersebut kedalam diri mereka, maka dapat dikatakan bahwa guru tersebut memiliki kecerdasan emosional yang baik, sehingga emosi yang ada pada diri mereka juga dapat terkontrol dengan baik dan kecil kemungkinan bagi guru yang mempunyai kecerdeasan emosi yang tinggi memiliki sters kerja yang tinggi.
Dalam penelitian ini ditemukan guru yang mempunyai kecerdasan emosional tingkat cukup atau sedang sebanyak 20 %, dan tingkat tinggi 80%. Dan pada stres kerja guru ditemukan tingkat stres kerja guru 34,3 % pada tingkat rendah dan 65,3 % pada tingkat cukup atau sedang, dengan demikian perubahan skor pada kecerdasan emosional ini tidak ada hubungannya terhadap perubahan skor stres kerja karena tidak ada hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan stres kerja.