Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Pendidikan Inklusi di SD Negeri 1 Panimbo Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan Tahun 2016 T2 92014052 BAB II

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

Kajian teori atau kajian pustaka dalam penelitian evaluasi program pendidikan inklusi ini dijabarkan dalam beberapa sub teori yaitu:

2.1.1 Manajemen Pendidikan 2.1.1.1 Definisi Manajemen

Berbicara masalah manajemen tentu kita harus tahu terlebih dahulu apa itu manajemen. Banyak teori yang menjelaskan tentang manajemen yang dinyatakan oleh para pakar dengan teori yang berbeda-beda tetapi pada hakekatnya mempunyai tujan yang sama.

Manajemen berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata manus yang berarti tangan dan agere (melakukan). Kata tersebut bila digabung menjadi managere yang artinya menangani. Managere diterjemahkan ke Bahasa Inggris to manage (kata kerja), management (kata kerja), dan manager untuk orang yang melakukan. Bila diter-jemahkan ke Bahasa Indonesia menjadi manajemen (pengelolaan).

Manajemen menurut Parker (Stoner dan Freeman, 2000) dalam Husaini Usman (2014:6) adalah seni melaksanakan pekerjaan melalui orang-orang (the art of getting things done throng people). Spare (2002) dalam Husaini Usman (2014:6) juga menyatakan bahwa


(2)

mana-jemen adalah serangkaian kegiatan yang diarahkan langsung untuk penggunaan sumber daya organisasi secara efesien dan efektif untuk mencapai maksud lembaga/organisasi. Banyak definisi manajemen yang telah diungkapkan tokoh-tokoh sesuai pendekatan dan pandangannya masing-masing, seperti Barnard (1938), Terry (1960), Gray ( 1982) dan lain-lain, tapi belum ada yang memuaskan. Meskipun demikian, esensi manajemen dapat dipandang, baik sebagai proses (fungsi) yang meliputi POLC.

Manajemen dalam arti umum adalah perencana-an, pelaksanaperencana-an, dan pengawasan (P3) sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Manajemen dalam arti sempit adalah manajemen sekolah/madarasah yang meliputi: perencanaan sekolah /madarasa meliputi perencanaan program sekolah/ madarasah, pelaksanaan program sekolah/madarasah, kepemimpinan kepala sekolah/madarasah, pegawai /eva-luasi, dan sistem informasikan sekolah/ madarasah.

Robin and Coulter (2009), menyatakan bahwa

management is universally needed in all organi zations .

Manajemen diperlukan semua organisasi dan bersifat universal. Manajemen bisa diterapkan pada: 1. semua organisasi, kecil maupun besar, 2. Semua tipe organisasi, financial dan non financial, 3. Semua tingkatan


(3)

organi-sasi, 4. Semua area organisasi (manufaktur, pemasaran, SDM, dan lain-lain).

Fungsi manajemen menurut (Chung and Megginson 1981) adalah perencanaan, pengorganisasian, pengkoor-dinasian, pengendalian. Tery (1986), perencanaan, peng-organisasian, pelaksanaan, pengendalian. Robin and Coulter (2009), perencanaan, pengorganisasian, kepemim-pinan, pengendalian.

Kegiatan manajer secara deskriptif sebagai berikut: 1. Personal Activities, 2. Interactional Activities, 3. Adminis-trative Activities, 4. Technical Activities. Manajemen dipan-dang sebagai profesi, ilmu dan seni.

Manajemen adalah koordinasi dan pengawasan terhadap pekerjaan orang lain, sehingga tujuan pekerjaan betul-betul tercapai efektif dan efisien(Stephen P Robbins, May Coulter, 2009). Dengan manajemen berarti program atau pekerjan yang telah ditetapkan bisa dikontrol sehingga hasilnya akan lebih baik bila dibandingkan dengan lembaga yang tidak menerapkan manajemen.

Manajemen dapat didefinisikan sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, pengisian staf, kepe mimpinan, dan pengontrolan untuk optimalisasi peng-gunaan sumber-sumber dan pelaksanaan tugas-tugas dalam mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien . Manajemen merupakan suatu proses dalam


(4)

rangka mencapai tujuan dengan bekerja bersama melalui orang-orang dan sumber daya organisasi lainnya.

Ricky W. Griffin dalam George dan Jones mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses peren-canaan (planning), pengorganisasian (organizing), peng-arahan (leading), dan pengontrolan (controlling) sumber daya untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal (NUGRAHA, WIDARMA,2015).

Dari penjelasan definisi tentang manajemen para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa manajemen yaitu suatu kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan dan mengawasi dalam mengelola sumber daya yang berupa manusia, uang, material, cara, waktu dan informasi untuk mencapai tujuan yang efektif dan efisien.

Telah disebutkan bahwa manajemen bisa dilaku-kan dimana saja (organisasi) baik dalam lingkup kecil maupun lingkup besar.Tidak ketinggalan juga di lem-baga pendidikan (sekolah) juga butuh yang namanya manajemen. Manajemen yang dilaksanakan dalam dunia pendidikan disebut manajemen pendidikan.


(5)

2.1.1.2 Definisi Pendidikan

Disebutkan dalam UU Sisdiknas Pasal 1 ayat 1 bahwa Pendidikan adalah usaha sadar untuk mewujud kan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengen-dalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Menurut M.J. Langeveld (Husaini Usman, 2014:13) pendidikan adalah memanusiakan manusia . Menurut Ki Hajar Dewantara (Husaini Usman, 2014:13) bahwa pendidikan yaitu terutama di dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Selanjutnya menurut Ki Hajar Dewantara, Pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak. Pendidikan merupakan upaya manusia dewasa membimbing manusia yang belum dewasa kepada kedewasaan. Pendidikan ialah usaha menolong anak untuk melaksanakan tugas-tugas hidup-nya, agar bisa mandiri, akil-baliq, dan bertanggung jawab secara susila. Pendidikan adalah usaha mencapai penen-tuan diri, susila dan tanggung jawab.

Menurut John Dewey, Education is all one with growing; it has no end beyond itself . Pendidikan adalah segala sesuatu bersamaan dengan pertumbuhan;


(6)

pen-didikan sendiri tidak punya tujuan akhir di balik dirinya. Hal ini menunjukkan bahwa manusia dalam belajar itu tidak ada batasnya. Jadi pendidikan itu dibutuhkan sampai kapanpun selagi manusia masih hidup masih butuh pendidikan (long life education).

Carter V. Good Pendidikan adalah proses perkembangan kecakapan seseorang dalam bentuk sikap dan prilaku yang berlaku dalam masyarakatnya. Proses sosial diri seseorang bisa dipengaruhi oleh sesuatu ling-kungan yang terpimpin (khususnya di sekolah) sehingga ia dapat mencapai kecakapan sosial dan ketrampilan yang berguna untuk bergaul dengan ling- kungan (teman-temannya).

Dari beberapa penjelasan baik dalan UU Sisdiknas maupun pendapat para pakar di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan terprogram guna mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar para siswa mampu meningkatkan bakat dalam dirinya untuk memiliki kekua tan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepri badian, kecerdasan, aklak mulia, serta ketrampilan yang diperlu-kan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Agar bisa terwujud pemerintah telah menyediakan pendidikan yang dikelompokkan dalam tiga katagori yaitu pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi (universitas). Karena pendidikan adalah salah satu alat


(7)

yang tepat untuk mewujudkan agar peserta didik bisa berkembang sesuai tingkat perkembangannya.

Tujuan Pendidikan dalam (UU Sisdiknas Pasal 3) menyatakan bahwa Pendidikan Nasional bertujuan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, krea-tif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Tujuan Pendidikan menurut Langeveld, pendewa-saan diri, dengan ciri-cirinya yaitu: kematangan berpikir, kematangan emosional, memiliki harga diri, sikap dan tingkah laku yang dapat diteladani serta kemampuan pengevaluasian diri. Kecakapan atau sikap mandiri, yaitu dapat ditandai dengan adanya kemapuan berdiri sendiri dan tidak tergantung pada orang lain sehingga berusaha mencari sesuatu tanpa melihat orang lain.

Dengan kata lain tujuan pendidikan secara umum adalah menjadikan seseorang yang berkualitas dan berkarakter sehingga mempunyai pandangan lebih luas kedepan untuk mencapai suatu cita-cita yang di harap-kan dan mampu beradaptasi secara cepat dan tepat di dalam berbagai lingkungan. Sebab dengan pendidikan


(8)

bisa memotivasi diri kita untuk menjadi lebih baik dalam segala aspek kehidupan.

2.1.1.3 Manajemen Pendidikan

Suatu sekolah bisa berjalan dengan baik bila dalam pelaksanaannya dikelola oleh pimpinan yang tahu tentang manajemen pendidikan. Karena dengan pengelolaan yang baik segala sesuatu yang timbul dari sekolah tersebut akan cepat dideteksi akar permasalahannya. Menurut Rohiat (2008:15) seorang kepala sekolah yang tidak mempelajari teori manajemen dalam mengelola sekolah-nya tidak akan dapat mencapai tujuan secara efektif, karena apa yang diusahakn dalam mencapai tujuan harus berpijak pada perilaku yang sistematis dan berhubungan dengan konsep, asumsi maupun teori manajemen.

Pentingnya manajemen perlu dipahami dan diprak-tekan oleh personil sekolah dalam memberdayakan potensi yang ada di sekolah. Terlebih kepala sekolah sebagai pimpinan di sekolah yang membuat kebijakan atau keputusan di sekolah, kepemimpinan tidak akan berhasil tanpa manajemen yang baik, oleh sebab itu antara prilaku kepemimpinan dan perilaku manajemen harus bersinergi agar organisasi berkembang dan tujuan dicapai dengan optimal.

Banyak tokoh yang menyatakan teori mengenai manajemen pendidikan ada beberapa definisi, tetapi


(9)

dengan versi yang berbeda-beda dan mempunyai maksud dan tujauan yang hampir sama. Adapun teori maupun pengertian mengenai manajemen diantaranya seperti penjelasan berikut ini.

Manajemen pendidikan adalah seni dan ilmu mengelola sumber daya pendidikan untuk mewujudkan proses dan hasil belajar peserta didik secara aktif, kreatif, inovatif, dan menyenangkan dalam mengembangkan po-tensi dirinya (Husaini Usman 2014:13). Sharma (Husaini Usman, 2014:14) mendefinisikan Educational mana-gement is a field of study and practice concern with the

operational of educational organization . Maksudnya

manajemen pendidikan adalah suatu bidang studi dan praktik yang menaruh perhatian pada pelaksanaan organisasi pendidikan.

Demi terlaksananya layanan pendidikan yang bermutu bagi siswa dalam konteks MBS maka diperlukan manajemen dalam pendidikan, sebagai suatu proses manajemen dalam pelaksanaan tugas pendidikan dengan mendayagunakan segala sumber daya secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan. Manajemen pendidikan ditujukan untuk mengelola sesuatu yang dikembangkan dalam sistem pendidikan meliputi peserta didik, tenaga kependidikan, kurikulum, sarana prasarana, keuangan, kemitraan dengan masyarakat, serta bimbingan dan pelayananan khusus (Engkoswara & Komariah, 2010:88).


(10)

2.1.1.4 Manajemen Kurikulum

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan yang mencakup tujuan, isi dan bahan penga-jaran serta metoda yang digunakan sebagai bahan pengajaran yang akan diselenggarakan dalam sebuah kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pen-didikan tertentu.

Sama halnya dengan manajemen menurut pendapat Rusman (2009:3) manajemen kurikulum adalah sebagai suatu sistem pengelolaan kurikulum yang kooperatif, komprehensif, dan sistemik dalam rangka mewujudkan ketercapaian tujuan kurikulum. Lunenberg & Orstein (2000:44-445) menyebutkan bahwa pengembangan kuri-kulum terdiri dari tiga proses yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kurikulum. Kemudian dijelas-kan secara lebih rinci melalui model manajerial dari Saylor bahwa proses mengelola kurikulum diawali dengan mengidentifikasi kekuatan-kekuatan eksternal dan dasar-dasar kurikulum yang mempengaruhi tujuan dan sasaran kurikulum untuk diwujudkan dalam desain kurikulum, implementasi, dan evaluasi kurikulum. Manajemen kuri-kulum adalah sebuah proses atau sistem pengelolaan kurikulum yang kooperatif, komprehensif, sistemik, dan sistematik untuk mengacu ketercapaian tujuan kuriku-lum yang sudah dirumuskan.


(11)

2.1.1.5 Manajemen Kesiswaan Pengertian Manajemen Kesiswaan

Manajemen Kesiswaan merupakan proses peng-urusan segala hal berhubungan dengan peserta didik, meliputi pembinaan sekolah baik dari penerimaan siswa, pembinaan siswa berada di sekolah, sampai dengan siswa menamatkan pendidikannya mulai penciptaan suasana yang kondusif terhadap berlangsungnya proses belajar mengajar yang efektif dan efisien.

Mulyono mengemukakan bahwa manajemen kesiswaan adalah seluruh proses kegiatan yang di renca-nakan dan di usahakan secara sengaja serta pembinaan secara kontinyu terhadap seluruh siswa (dalam lembaga pendidikan yang bersangkutan) agar dapat mengikuti proses PBM secara efektif dan efisien.

Manajemen kesiswaan juga berarti seluruh proses kegiatan yang direncanakan dan disengaja maupun pembinaan kontinyu terhadap seluruh peserta didik (dalam lembaga pendidikan yang bersangkutan) agar dapat mengikuti proses belajar mengajar secara efektif dan efisien mulai dari penerimaan peserta didik hingga keluarnya peserta didik dari suatu sekolah.

Dari beberapa pengertian di atas menjelaskan bahwa manajemen kesiswaan adalah sebagai proses segala hal pengurusan yang berkaitan dengan siswa mulai dari penerimaan peserta didik hingga keluarnya peserta


(12)

didik dari suatu sekolah. W.Manja, Profesionalisme Tenaga Kependidikan, (Malang: Elang Mas, 2007:35) Mulyono, Manajemen Administrasi dan Organisasi Pen-didikan, (Jogjakarta: AR-Ruzz Media Groups, 2008:78).

Tujuan manajemen kesiswaan secara umum adalah untuk mengatur berbagai kegiatan dalam bidang kesiswaan agar kegiatan belajar mengajar di sekolah bisa terlaksana secara tertib, teratur, lancar, serta dapat mencapai tujuan pendidikan sekolah

2.1.1.6 Manajemen Pendidik

Pendidik dan tenaga kependidikan disebut juga personel, pegawai atau karyawan. Hal tersebut menun-jukkan bahwa kesemuanya mempunyai maksud sama, sehingga kata itu bisa digunakan dalam istilah-istilah secara bergantian.

a. Pendidik

Menurut UU No.20 Tahun 2003 pasal 39 ayat 2, pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembela jaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembim-bingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pen-didik pada perguruan tinggi.

Sedangkan menurut Ahmad Tafsir yang dikemukan oleh Sulistiyorini di dalam bukunya, pendidik dalam Islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab


(13)

terhadap perkembangan anak didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi anak didik, baik potensi afektif, potensi kognitif, maupun potensi psikomotorik.

b. Tenaga kependidikan

Tenaga kependidikan adalah tenaga atau personil yang andil dalam organisasi atau lembaga pendidikan yang memiliki wawasan pendidikan (memahami falsa fah dan ilmu pendidikan), dan melakukan kegiatan pelaksanaan pendidikan (mikro atau makro) atau penyelenggaraan pendidikan.

Menurut Hasbulloh, yang dimaksud personel adalah orang-orang yang melaksanakan sesuatu tugas untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Dalam kon-teks lembaga pendidikan atau sekolah dibatasi dengan sebutan pegawai.

c. Manajemen Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Manajemen pendidik dan tenaga kependidikan merupakan kegiatan yang mencakup penetapan norma, standar, prosedur, pengangkatan, pembinaan, penata-laksanaan, kesejahteraan dan pemberhentian tenaga kependidikan sekolah agar dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dalam mencapai tujuan sekolah.

Manajemen tenaga kependidikan atau manajemen personalia pendidikan bertujuan untuk mendayagunakan tenaga kependidikan secara efektif dan efisien agar


(14)

tercapai hasil yang optimal, namun tetap dalam kondisi yang menyenangkan. Untuk mewujudkan keseragaman perlakuan dan kepastian hukum bagi tenaga kepen-didikan sekolah dasar dalam melaksanakan tugas dan fungsi, wewenang dan tanggung jawabnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

2.1.1.7 Manajemen Sarana Prasarana

Sejalan dengan kebijakan pemerintah yang mem-berikan kewenangan penuh kepada pihak sekolah /perguruan tinggi selaku industri jasa untuk menye-lenggarakan layanan pendidikan secara transparan dan akuntable. Oleh karena itu, seluruh proses pengadaan serta mengoptimalkan penyediaan, pendayagunaan, pera-watan dan pengendalian sarana dan prasarana pen-didikan pada setiap jenis dan jenjang penpen-didikan, diperlukan penyesuaian manajemen sarana dan pra-srana. Lembaga dituntut memiliki kemandirian untuk mengatur dan mengurus kepentingan rumah tangga (sekolah) menurut kebutuhan dan kemampuan sendiri serta berdasarkan pada aspirasi dan partisipasi warga sekolah dengan tetap mengacu pada peraturan dan perundang-undangan pendidikan nasional yang berlaku. Hal tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan mutu pendidikan pada semua jenis dan jenjang pendidikan, khususnya pada pendidikan dasar dan menengah.


(15)

Untuk mewujudkan dan mengatur hal tersebut, pemerintah melalui Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tetang Standar Nasional Pendidikan yang menyang-kut standar sarana dan prasarana pendidikan secara nasional pada Bab VII Pasal 42 dengan tegas disebutkan bahwa; Pertama, setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diper-lukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Kedua, setiap satuan pen-didikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolah raga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat bekreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan (Depdiknas, 2007). Adapun dasar manajemen sarana dan prasarana pada pendidikan sebagai berikut: 1. UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional BAB IX Pasal 35 memuat tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). 2. PP 19/2005 tentang Standar Nasional Pendi-dikan termasuk BAB VII tentang Standar Sarana dan Prasarana. 3. Permendiknas. Nomor 24 tahun 2007


(16)

tentang Standar Sarana dan Prasarana Untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/ MTs), dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA). 4. Permen-diknas Nomor 33 tahun 2008 tentang standar sarana dan prasarana untuk sekolah dasar luar biasa (SDLB), sekolah menengah pertama luar biasa (SMPLB), dan sekolah menengah atas luar biasa (SMALB).

Manajemen sarana dan prasaran yang berlaku pada pendidikan tinggi hampir sama dengan proses manajemen sarana dan prasarana pendidikan pada persekolah dari tingkat dasar sampai tingkat menengah atas. Berdasar-kan buku yang dikeluarBerdasar-kan oleh Depdiknas tentang Penjaminan Mutu yang di dalamnya terdapat Buku V tentang Prasarana dan Sarana pada Pendidikan Tinggi, disebutkan ada proses yang dinamakan dengan meka-nisme penetapan standar prasarana dan sarana, pemenuhan standar prasarana dan sarana serta pengen-dalian standar prasarana-sarana (Dwiantara, Lukas, and Rumsari Hadi Sumarto."Manajemen Logistik).

2.1.2 Evaluasi Program

Ada beberapa pendapat tentang evaluasi program antar lain: Menurut Ralph Tyler (Tayibnapis 2008:5) Evaluasi program adalah proses untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan sudah dapat terealisasikan .


(17)

Definisi lain dari Cronbach dan Stufflebeam (Arikunto dan Jabar, 2014:5) bahwa evaluasi program adalah upaya menyediakan informasi untuk disampaikan kepada pengambil keputusan. Lain halnya, Evaluasi program menurut Sukardi (2014:3) merupakan evaluasi yang berkaitan erat dengan suatu program atau kegiatan pendidikan, ter- masuk diantaranya tentang kurikulum, sumber daya manusia, penyelengaraan program, proyek penelitian dalam suatu lembaga. Sedangkan Spaulding dalam Sukardi, Program evaluation is conducted for

decision making porpuse . Artinya evaluasi program

dilakukan untuk tujuan pengambilan keputusan.

Sementara itu menurut David dan Hawthorn (Sukardi, 2014:3) evaluasi dipandang : as a structured proces that creates and synthesizes information intended to reduce uncertainty for steakholders about given program or policy artinya evaluasi program sebagai proses terstruk-tur yang menciptakan dan menyatukan informasi bertujuan untuk mengurangi ketidakpastian para pe-mangku kepentingan tentang program dan kebijakan yang ditentukan.

Patton (2009:53) menyatakan bahwa evaluasi program artinya mengukur pencapain suatu tujuan, berdasarkan perangkat yang dibuat sebelumnya secara hati-hati dari tujuan yang dapat diukur. Jadi evaluasi program menurut Patton adalah suatu alat yang


(18)

diguna-kan untuk mengukur tujuan yang telah ditetapdiguna-kan apakah berhasil atau tidak tujuan yang kita laksanakan.

Pada intinya evaluasi adalah proses menyatukan informasi untuk mengambil keputusan atau kebijakan dan mengukur tujuan (Stufflebean, Ralph Tyler, Cronbach, Sukardi, Spaulding, David dan Hawthorn). Persamaannya terletak pada tujuan pengambilan kepu-tusan sedangkan perbedaannya pada pendapat Patton yaitu lebih spesifik karena pencapaian tujuan berdasar-kan perangkat yang dibuat sebelumnya.

Dari beberapa pendapat tersebut di atas dapat disimpulan bahwa evaluasi program adalah merupakan proses secara terstruktur untuk menyampaikan informasi dalam rangka mengukur suatu tujuan kemudian disampaikan kepada pengambil keputusan. Atas dasar teori-teori dan kesimpulan maka pada penelitian ini mempunyai alasan dilaksanakannya evaluasi program adalah untuk mengukur evektifitas dan pelaksanaan program yang akan diteliti.

2.1.2.1 Tujuan Evaluasi Program

Suatu kegiatan dievaluasi untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan program yang telah direncanakan tercapai. Semua kegiatan tentunya mempunyai tujuan yang ingin dicapai, begitu juga dengan evaluasi. Arikunto dan Jabar (2014:18) mendefinisikan bahwa evaluasi program bertujuan untuk mengetahui pencapaian tujuan


(19)

program dengan langkah mengetahui keterlaksaan kegia-tan program yang telah ditentukan, karena evaluator ingin mengetahui bagian mana dari komponen dan sub komponen program yang belum terlaksana.

Menurut Worten dkk (Tayibnapis, 2008:3) evaluasi program bertujuan: a. membuat kebijakan dan keputus-an; b. menilai hasil yang dicapai para pelajar; c. menilai kurikulum; d. memberi kepercayaan kepada sekolah; e. memonitor dana; f. memperbaiki materi dan program. Dari beberapa komponen tersebut antara komponen satu dengan komponen lainnya saling berkaitan. Setelah adanya evalusai program tujuannya untuk mengetahui hasil yang sudah dicapai dan memperbaiki kekurangan atau tujuan yang belum tercapai.

Secara lebih rinci tujuan evaluasi program menurut

Sukmadinata (2010:121) adalah:

a) membantu perencanaan untuk melaksana kan program; b) membantu dalam penentuan keputusan, penyempurnaan

atau perubahan program;

c) membantu dalam penentuan keputusan keberlanjutan atau penghentian program;

d) menentukan fakta-fakta dukungan dan penolakan terhadap program;

e) memberikan sumbangan dalam pemahaman proses psikologis, social, politik, dalam pelaksanaan program serta faktor yang mempengaruhi program.

Secara umum evaluasi program adalah untuk mengetahui keterlaksaan program, memperbaiki dan dila kukannya penyempurnaan program (Worten dan


(20)

Sukmadinata Arikunto dan Jabar). Persamaanya dari pendapat tokoh di atas adalah untuk mengetahui keter-laksanaan program yang sudah dilakukan.

Dari uraian di atas bisa disimpulkan sebagai berikut: evaluasi program adalah suatu kegiatan untuk mengetahui keberhasilan program dan kelemahanya yang selanjutnya dapat diadakan tindakan demi kesempurnaan pelaksanaan sebuah program untuk menentukan kebija-kan atau keputusan.

2.1.2.2 Manfaat Evaluasi

Sukmadinata (2010:127) menyatakan bahwa kre-teria atau standar yang digunakan dalam evaluasi program adalah apakah hasil evaluasi dapat digunakan untuk menentukan kebijkan secara tepat atau tidak. Pengguna hasil evaluasi dapat bertahap, dari penentu kebijakan tertinggi sampai terendah. Disisi lain Sukardi (2014:10) mengatakan bahwa evaluasi program mem-punyai empat manfaat sebagai berikut:

a) melihat secara kotinu dan terus menerus suatu program atau proyewk jika dileng kapi dengan fungsi monitor; b) mengontrol agar program tetap berada dalam koridor mutu dan memiliki kewenangan untuk mengendaklikan dalam tingkat penja minan layanan atau servis baik pada para pengguna maupun pemangku kepen tingan; c) sebagai umpan balik terhadap proses penyelenggaraan lembaga; d) mengevaluasi semua komponen dalam kinerja program.


(21)

Inti pendapat dari Sukmadinata dan Sukardi man-faat evaluasi untuk menentukan kebijakan secara tepat dilengkapi fungsi monitor. Dari penjelasan kedua tokoh tesebut dapat disimpulkan bahwa manfaat evaluasi program adalah untuk mengontrol, mengevaluasi kinerja, umpan balik (feed back)yang berguna sebagai penjamin layanan dan mengambil kebijakan di suatu organisasi /lembaga.

2.1.2.3 Model Evaluasi Context, input, Process dan Product (CIPP)

Penelitian evaluasi program pendidikan inklusi di SD Negeri 1Panimbo menggunakan model evaluasi Context, Input, Process, dan Product (CIPP). Adapun pengertian model evaluasi adalah desain evaluasi yang dibuat oleh ahli-ahli atau pakar-pakar evaluasi yang biasanya dinamakan sama dengan pembuatnya atau tahap pembuatannya (Tayibnapis, 2008:13)

Stufflebeam (Sukmadinata, 2010:127) mengembang kan model evaluasi pendidikan yang bersifat kompre hensif mencakup konteks (context), masukan (input),

proses (process) dan hasil (product) yang disingkat men-jadi CIPP.

1. Context evaluation: evaluasi terhadap konteks 2. Input evaluation: evaluasi terhadap input 3. Process evaluation: evaluasi terhadap proses 4. Product evaluation: evaluasi terhadap hasil


(22)

Stufflebeam (Wirawan, 2011:92) menjelaskan model evaluasi CIPP merupakan kerangka komprehensif untuk mengarahkan pelaksanaan evaluatif dan evaluasi sumatif terhadap objek program, proyek, personalia, hasil, institusi, dan sistem. Model evaluasi ini dikonfi gurasi untuk dipakai oleh evaluator internal yang dilakukan oleh organisasi evaluator, evaluasi diri yang dilakukan oleh tim proyek atau penyedia layanan individual yang dikontrak atau evaluator eksternal. Jenis evaluasi ini digunakan secara luas di seluruh dunia dan dipakai untuk mengevaluasi berbagai disiplin dan layanan misalnya pendidikan, perumahan, transformasi, pengembangan masyarakat, dan sistem evaluasi perso-nalia militer. Model CIPP dapat diuraikan pada gambar 2.1

Sumber wirawan (2011:93)

Gambar 2.1 Model CIPP ContextEvaluation

Berupaya untuk mencari jawaban atas pertanyaan: apa yang perlu dilakukan Waktu: pelaksanaan sebelum program diterima Keputusan: perencanaan program Input Evaluation Berupaya mencari jawaban atas pertanyaan: apa yang harus dilakukan Waktu: pelaksanaan sebelum program dimulai Keputusan: perstrukturan program Process Evaluation Berupaya mencari jawaban atas pertanyaan: apakah sedang di dilakukan? Waktu: pelaksanaan ketika program dilaksanakan Keputusan: pelaksanaan Product Evaluation Berupaya mencari jawaban atas pertanyaan: apakah program sukses? Waktu: pelaksanaan ketika program selesai Keputusan: resikel ya atau tidak program


(23)

Evaluasi kontek menurut Daniel Stufflebeam adalah untuk menjawab pertanyaan apa yang akan dilakukan?

(What, needs, to be done?). Evaluasi ini mengidentifikasi dan menilai kebutuhan-kebutuhan yang mendasari disusunnya suatu program.

Evaluasi masukan untuk mencari jawaban atas pertanyaan: Apa yang harus dilakukan? (What should be done?) evaluasi ini mengidentifikasi dari problem, asset, dan peluang untuk membantu para pengambil keputusan mendefinisikan tujuan, prioritas-prioritas, dan membantu kelompok-kelompok lebih luas pemakai untuk menilai tujuan, prioritas, dan manfaat-manfaat dari program, menilai pendekatan alternative, rencana tindakan, ren-cana staf dan anggaran untuk fleksibilitas dan potensi cost efektiviness untuk memenuhi kebutuhan dan tujuan yang ditargetkan. Para pengambil kebutuhan memakai evaluasi masukan dalam memilih diantara rencana-rencana yang ada, menyusun proposal pendanaan, alokasi sumber-sumber, menempatkan staf, mensekedul pekerjaan, menilai rencana-rencana aktifitas dan pengang garan.

Evaluasi proses berusaha mencari jawaban atas pertanyaan: Apakah program sedang dilaksanakan? (Is this being done?). Evaluasi ini berupaya mengakses pelaksanaan dari rencana untuk membantu staf program melaksanakan aktifitas dan kemudian membantu


(24)

kelompok pemakai yang lebih luas menilai program dan menginterprestasikan manfaat.

Evaluasi produk diarahkan untuk mencari jawaban pertanyaan: Apakah program sukses?(Did it succed?). Evaluasi ini berupaya mengidentifikasi dan mengakses keluaran dan manfaat, baik yang direncanakanatau yang tidak terencana, jangka pendek maupun jangka panjang. Tujuannya membantu staf menjaga upaya memfokuskan pada pencapaian manfaat yang penting dan akhirnya untuk membantu kelompok-kelompok pemakai lebih luas mengukur kesuksesan upaya dalam mencapai kebutuh-an-kebutuhan yang ditargetkan.

Teori ini digunakan untuk meneliti program pen-didikan inklusi di SD Negeri 1 Panimbo dengan alasan bahwa peneliti merasa cocok dengan model evaluasi tersebut. Dalam model ini peneliti harus menganalisa kebutuhan atau konteks, yaitu membuat rencana program, melaksanakan program dan terakhir dapat melihat out put dari program yang sudah terlaksana. Karena dengan menganalisa kebutuhan, merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi (out put) program yang telah dibuat kita bisa mengetahui apakah program tersebut efektif atau tidak.

2.1.2.4 Desain Evaluasi Program

Desain merupakan bentuk kegiatan mengenai bagaimana mengumpulkan informasi yang komplit


(25)

sehingga hasil program yang dievaluasi dapat dipakai untuk menilai manfaat dan besarnya program apakah akan diperlukan atau tidak (Tayibnapis, 2008:64), sedangkan menurut Sukardi (2014:63) desain secara umum merupakan komponen evaluasi program yang mendiskripsikan rencana evaluasi baik dalam kegiatan evaluasi maupun penelitian.

Secara ontology desain program dapat diartikan menjadi dua macam, yaitu arti secara umum dan spesifik atau sempit. Desain evaluasi program secara umum adalah semua proses, termasuk didalamnya persiapan, pelaksanaan, dan penulisan laporan yang dilakukan oleh peneliti untuk memecahkan permasalahan dalam penelitian. Desain secara spesifik dapat diartikan sebagai penggambaran secara jelas tentang pemaparan permasa lahan (Sukardi 2014:64)

Desain bisa dikatakan suatu cara bagaimana menjabarkan secara rinci unsur-unsur program yang akan dievaluasi. Untuk pelaksanaan evaluasi instrmen perlu dipersiapkan sebagai alat pengukuran suatu program sehingga dapat terlaksana dengan baik atau tidak mengalami kesulitan.

Tayibnapis (2008:37) mengatakan evaluasi sumatif dilakukan pada akhir program untuk memberikan infomasi kepada konsumen yang potensial tentang manfaat atau kegunaan program. Sedangkan Sukma dinata (2010:122) mendefinisikan evaluasi sumatif yang diarahkan bagaimana cara mengevaluasi hasil, untuk menilai apakah program cukup efektif dan efesien atau


(26)

belum, atas dasar evaluasi tersebut apakah pogram dilanjutkan atau dihentikan.

Selain menggunakan model CIPP peneliti juga menggunakan desain program evaluasi sumatif. Desain ini digunakan karena peneliti ingin mengetahui keefektif-an program ykeefektif-ang dilakskeefektif-anakkeefektif-an di SD Negeri 1 Pkeefektif-animbo sebagai sekolah pelaksana inklusi.

2.1.2.5 Evaluasi Program Pendidikan Inklusi

Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada tiap jenjang, jalur, dan pendidikan sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan pendidikan sesuai UU No. 20 tahu 2003. Berkaitan dengan UU tersebut maka penting diadakan evaluasi program karena dapat dilihat keterlaksanaannya program sebagai wujud kinerja sekolah (kepala sekolah).

Dalam pelaksanaan evaluasi ini tidak hanya cukup dari sekolah saja tetapi pemerintah pusat dan daerah juga melakukan evaluasi terhadap pengelolaan, satuan, jalur, jenjang dan jenis pendidikan. Evaluasi tersebut bertujuan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagi bentuk akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan pada pihak-pihak yang berkepentingan.

Secara umum evaluasi program pendidikan inklusi menyajikan evaluasi pelaksanaan penyelenggaraan inklusi di sekolah. Evaluasi program berkaitan erat dengan


(27)

kinerja kepala sekolah dan penilaian sekolah. Dengan adanya penilaian sekolah akan diketahui apakah program tersebut layak dalam satuan pendidikan berdasarkan kreteria yang ditetapkan. Penilaian kinerja kepala sekolah digunakan untuk mengetahui keterlaksanaan program yang telah dibuat sebelumnya. Orang-orang yang terlibat dalam penelitian ini semua tenaga pendidik dan kependidikan sekolah serta stakeholder yang terdiri dari, komite sekolah, wali murid dan tokoh masyarakat setem-pat yang mendukung pelaksanaan program.

2.1.3 Program

Program adalah suatu rencana yang sudah dipikir-kan sebelumnya untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Menurut Arikunto dan Jabar (2014:4) program didefinisi-kan sebagai suatu unit atau kesatuan kegiatan yang merupakan realisasi atau implementasi dari suatu kebijakan, berlangsung dalam proses yang terus menerus, dan terjadi pada organisasi yang melibatkan sekelompok orang. Sedangkan Sukardi (2014:4) program merupakan salah satu hasil kebijakan yang penempatannya melalui proses panjang dan disepakati oleh para pengelolanya untuk dilaksanakan baik oleh sivitas akademika maupun tenaga administrasi institusi. Program menurut Sa ud dan Makmum (2009:182) program menyangkut persiapan rencana-rencana yang sepesifik disertai prosedur-pro sedur untuk diterapkan oleh suatu lembaga.


(28)

Inti dari program menurut Arikunto dan Jabar, Sukardi, Sa ud dan Makmum adalah suatu unit yang merupakan implementasi kebijakan melalui proses pan-jang dan disepakati bersama. Persamaan dari teori para tokoh terdapat pada keterlibatan organisasi atau lembaga dalam pelaksanaannya. Perbedaanya menurut Sa ud dan Makmum lebih rinci karena ada persiapan rencana-rencana yang spesifik disertai prosedur-prosedur pene-rapannya. Pendapat dari ketiga tokoh tersebut bisa disimpulkan bahwa program adalah rencana-rencana yang disusun secara spesifik untuk disepakati suatu orga nisasi selanjutnya untuk dilaksanakan dan diterapkan baik dalam pendidikan maupun tenaga administrasi. 2.1.4 Program Pendidikan Inklusi

Untuk pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah inklusi agar dapat berjalan dengan baik perlu adanya program. Program tersebut perlu disusun, dilaksanakan dan dievaluasi secara ber-kala serta sistematis. Pembuatan program bagi ABK perlu disesuaikan dengan kemampuan individu mereka. Maksudnya, seorang pendidik harus tahu kebutuhan yang apa diperlukan agar dapat membantu mereka untuk mandiri. Patton (Delphie, 2009:69). Program layanan pendidikan inklusi melaui beberapa tahapan-tahapan antara lain: a. Pelaksanaan deteksi diri; b. penentuan sasaran dan tujuan; c. penentuan metode yang tepat; d.


(29)

penyiapan peralatan; e. penentuan kegiatan yang sejalan; f. evaluasi seluruh hasil kerja.

Lebih jelasnya mengenai layanan bagi anak ber-kebutuhan khusus Delphie (2009:70) menyatakan bahwa layanan pendidikan anak berkebutuahan khusus perlu ada modifikasi yang sesuai dengan kebutuhan antara lain kurikulum, lingkungan fisik sekolah, proses hubungan sosial di kelas, media mengajar, sistem evaluasi, dan struktur administrasi .

Intinya dari pendapat Delphie dan Patton mengenai program pendidikan inklusi yaitu proses pemograman berdasarkan kemampuan-kemampuan individu. Ada per-bedaan pendapat dari kedua tokoh tersebut antara lain yaitu menurut Delphie memandang program pendidikan inklusi membutuhkan program yang lebih luas lagi sedang menurut Patton program pendidikan inklusi mem-butuhkan pendidik yang mempunyai pemikiran khusus agar dapat membantu mereka untuk mandiri.

Dari penjelasan dua tokoh di atas dapat disimpul-kan bahwa program layanan bagi anak berkebutuhan khusus harus disusun, dilaksanakan, dievaluasi secara berkala atau sistematis dan pemogramannya harus ditinjau secara khusus serta bertahap. Disamping itu perlu juga adanya modifikasi. Modifikasi yang dilakukan ini contohnya bisa modifikasi kurikulum sekolah,


(30)

modifi-kasi rencana pembelajaran (RPP) yang dibuat guru-guru untuk kepentingan anak ABK di sekolah.

2.1.5 Evaluasi

Secara umum evaluasi adalah kegiatan yang berhubungan dengan penilaian dalam pembelajaran di sekolah atau tes. Namun evaluasi dalam kaitannya dengan penelitian disini adalah suatu kegiatan yang memberi gambaran mengenai terlaksananya suatu pro-gram. Menurut Sukardi (2014:2) evaluasi merupakan suatu proses mencari data atau informasi tentang suatu objek yang dilaksanan untuk tujuan pengambilan kepu-tusan terhadap objek atau subjek tersebut.

Ralph Tyler (Tayibnapis, 2008:3) mengidentifi-kasikan evaluasi adalah proses yang menentukan sejauh mana tujuan pendidikan dapat tercapai. Selanjutnya Arikunto dan Jabar (2014:2) mengatakan bahwa evaluasi merupakan kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerja sesuatu tempat, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alter-natif yang tepat dalam mengambil keputusan.

Stufflebeam (Suparman 2012:301) menyatakan bahwa Evaluation is a systematic investigation of same object s value . Evaluasi adalah suatu investasi, pene-litian, penyelidikan, atau pemeriksaan yang sistematik terhadap nilai suatu objek. Pengertian lain mangenai evaluasi seperti yang diungkapkan Vedung (dalam


(31)

Sukardi 2014:7) Evaluation is the proses of determining worth, menit, value of the things . Evaluasi adalah proses untuk menentukan harga, citra, dan nilai sesuatu. Worth dan Merit dapat diartikan nilai atau harga, tetapi memiliki makna yang berbeda. Suatu program dievaluasi karena akan ditunjukkan harga, citra dan nilainya.

Inti dari pendapat para tokoh di atas mengenai evaluasi adalah suatu kegiatan untuk mencari informasi digunakan untuk memvalidkan data sebagai suatu keputusan. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam pengertian evaluasi yaitu sama-sama untuk mengambil suatu keputusan. Berdasarkan pendapat dari para tokoh dapat ditarik kesimpulan yakni evaluasi merupakan suatu kegiatan secara sitematis dengan maksud untuk mengumpulkan informasi kemudian dijadikan suatu keputusan terhadap suatu objek.

2.2 Penelitian yang Relevan

Penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan dengan yang peneliti lakukan yakni: penelitian oleh David Jonah Sowalsky Kievel: Program Evaluation Of An Inclusion Program At An Overnight Summer Camp (2013) hasil penelitian disimpulkan bahwa rencana evaluasi sudah layak, evaluasi berguna untuk siswa dan

stakeholder, dan diadakan pengembangan lanjutan

dengan implementasinya karena dianggap sudah ber hasil dilaksanakan, dan ada respon positif dari siswa dan


(32)

pemangku kepentingan. Hasil penelitian bahwa evaluasi dan hasilnya sudah jelas, praktis, berguna, dan cocok untuk program tersebut.

Penelitian tersebut ada kaitannya dengan yang peneliti lakukan yaitu perlu adanya kelanjutan program dengan bekerjasama pada pihak-pihak terkait (peme rintah, GPK, psikolog, dan stakeholder) agar program pendidikan inklusi di SD Negeri 1 Panimbo bisa terlak-sana dengan baik dan hasilnya maksimal.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lipsky, Dorothy Kerzner, Gartner, Alan dengan judul: The Evaluatin of InclusiveEducational Programs (1995) dengan hasil penelitian dan evaluasi pada sekolah inklusi menunjukkan kecenderungan yang kuat adanya pening-katan hasil belajar siswa (akademis, perilaku, dan sosial) baik bagi mahasiswa program pendidikan khusus dan mahasiswa pendidikan umum. Kunci keberhasilan program pendidikan inklusi meliputi: kepemimpinan yang visioner, kolaborasi, pengunaan penilaian, dukungan tenaga staf, pendanaan mencukupi, orang tua, dan keterlibatan keluarga serta orang tua yang efektif.

Dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa kunci keberhasilan program pendidikan inklusi yaitu dengan adanya kolaborasi dari pihak lain. Perbedaannya penelitian Lipsky, Dorothy Kerzner, Gartner, Alan terletak pada kegunaan program


(33)

pendidikan inklusi; status pendidikan khusus; dan efek inklusi pada mahasiswa program pendidikan khusus maupun pendidikan umum. Sedangkan peneliti hanya mengevaluasi program pendidikan inklusi di sekolah dasar bagi perkembangan akademik maupun sosial.

Antara penelitian yang dilakukan oleh David Jonah Sowalsky Kieval ada kesamaan dengan peneliti. Kesamaannya itu terletak pada sama-sama meneliti evaluasi program inklusi. Hasil penelitian dari David Jonah Sowalsky Kievel evaluasi program sudah layak diimplementasikan kembali karena berhasil dan mendapat umpan balik. Perbedaan pada penelitian ini terletak pada evaluasi program di sekolah sedangkan penelitian David Jonah Sowalsky Kieval pelaksanaan evaluasi program di luar sekolah.

Gusti Nono Haryono, Uray Husna Asmara, Studi Evaluasi program pendidikan inklusif bagi Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Dasar Kabupaten Pontianak (2013) penelitian tersebut menyatakan hasil temuan komponen konteks menunjukkan bahwa landa-san hukum penyelenggaraan pendidikan inklusif secara jelas belum tertuang dan ditemukan dalam UU Sistem Pendidikan Negara kita. Hasil temuan komponen input menunjukkan input ABK yang bersekolah jumlahnya cukup besar dibanding populasi seluruh siswa yang ada. Hasil temuan komponen proses menunjukkan kegiatan


(34)

perencanaan, proses dan evaluasi pembelajaran untuk setiap aspek dinilai masuk dalam katagori baik dan cukup baik. Hasil temuan komponen produk menunjuk-kan produk perkembangan aspek akademik ABK ber dasarkan nilai UAS dan UN dinilai cukup menggem-birakan.

Dari hasil penelitian yang dilakukan Gusti Nono Haryono, Uray Husna Asmara, Herculanus Bahari Sindju mendapat temuan bahwa landasan hukum penyeleng-garaan inklusif secara jelas dan tegas belum tertuang dan ditemukan dalam UU Sistem Pendidikan. Kesamaannya adalah sama-sama menggunakan model CIPP.

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Fitri Nurcahyani berjudul Evaluasi Implementasi Kurikulum di Sekolah Inklusi SDN Mriyunan Sedayu Gresik (2013) dengan hasil penilaian konteks sesuai dengan penyeleng-garaan inklusi, penilaian masukan berjalan dengan baik, penilaian proses ada satu indikator yang belum tercapai yaitu alokasi waktu untuk ABK tidak sesuai dengan teori, penilaian hasil telah sesuai semua indikator dan terpenuhi, modifikasi kurikulum pada salah satu aspek berdampak pada aspekyang lain.

Penelitian yang dilakukan Fitri Nurcahyani di Gresik dari hasil penilaian proses ada salah satu indikator yang belum terpenuhi atau tercapai tapi dari konteks, masukan, dan penilaian hasil mempunyai pengaruh yang


(35)

sangat kuat. Bedanya penelitian Fitri Nurcahyani dengan peneliti yaitu mengevaluasi implementasi kurikulum di sekolah inklusi sedangkan penelitian yang dilakukan peneliti yaitu evaluasiprogram pendidikan inklusi di SD Negeri 1 Panimbo. Persamaannya sama-sama meng-gunakan model CIPP.

Maria J. Wantah dengan judul Evaluasi Program pendidikan Inklusif di SD Negeri Gejayan Kabupaten Sleman Yogyakarta tahun 2016, hasilnya secara keselu ruhan, penyelenggaraan program pendidikan inklusif di SDN Gejayan belum sesuai dengan kriteria yang telah dikeluarkan oleh Direktorat PSLB. Hal ini disebabkan kegiatan tersebut baru di mulai pada tahun 2005 sehingga masih dalam proses pembenahan. Penelitian ini mempunyai kesamaan dengan yang peneliti lakukan yaitu sama-sama mengevaluasi program pendidikan inklusi dan menggunakan model CIPP.

Peneletian yang akan peneliti lakukan yaitu penelitian evaluasi program pendidikan inklusi di SD Negeri 1 Panimbo yang sudah berjalan 9 tahun karena program tersebut berjalan belum maksimal dan selama ini belum ada yang melakukan peneletian program inklusi di SD tersebut.

Dengan diadakan penelitian ini harapannya SD Negeri 1 Panimbo sebagai penyelenggara sekolah inklusi tidak hanya sebatas label sekolah inklusi saja akan tetapi


(36)

dapat berjalan secara baik sesuai tujuan yang diharapkan dan tentunya bisa meningkatkan program-program yang telah dibuat dibandingkan sebelum diteliti karena kekurangan atau kelemahannya sudah diketahui.

2.3 Kerangka Pikir

Sebagai sekolah penyelengara inklusi SD Negeri 1 Panimbo sudah berusaha dan berbenah diri menuju sekolah inklusi. Program-program inklusi mulai dirancang dan sosialisaikan kepada masyarakat. Pemograman sekolah inklusi tentunya tidak terlepas dari peran kepala sekolah sebagai seorang pimpinan atau leader yang profesional. Mulyasa (2009: 90) mengatakan bahwa kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong sekolah untuk dapat mewujudkan program yang tertuang dalam visi, misi, dan tujuan, yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap. Menurut pendapat tersebut ada keterkaitan fungsi kepala sekolah di SD Negeri 1 Panimbo dalam perencanaan program dan pelaksanaan pendidikan inkulsi.

Perencanaan program sekolah inklusi menjadi tanggungjawab guru, kepala sekolah dan pihak-pihak terkait lainnya. Teamwork sekolah yang kompak merupakan karakteristik sekolah yang harus diwujudkan dalam meningkatkan program pendidikan inklusi di SD Negeri 1 Panimbo. Dalam pelaksanaan tentunya tidak


(37)

terlepas dari permasalahan atau hambatan yang dihadapi oleh sekolah apakah itu hambatan datang dari internal sekolah (tenaga kependidikan dan sarpras) atau dari eksternal (masyarakat). Tapi hal ini jangan dijadikan beban justru sebaliknya dijadikan sebagai suatu tantangan agar pendidikan inklusi bisa terlaksana /terwujud sesuai harapan pemerintah dengan cara mencari solusi permasalahannya.


(38)

Gambar 2.2 Kerangka pikir

Sosialisai, Identifikasi

ABK

Whorkshop, Kerjasama

team ahli

Kerjasama dg steak holder, membina life skill, asesmen

PPI

Sarpras GPK, Dana,

Context

EVALUASI

Input Process Product

Hasil Evaluasi

Program berjalan Program tidak

maksimal

Dilanjutkan Diperbaiki

Program Pendidikan Inklusi SD Negeri 1 Panimbo


(1)

pendidikan inklusi; status pendidikan khusus; dan efek inklusi pada mahasiswa program pendidikan khusus maupun pendidikan umum. Sedangkan peneliti hanya mengevaluasi program pendidikan inklusi di sekolah dasar bagi perkembangan akademik maupun sosial.

Antara penelitian yang dilakukan oleh David Jonah Sowalsky Kieval ada kesamaan dengan peneliti. Kesamaannya itu terletak pada sama-sama meneliti evaluasi program inklusi. Hasil penelitian dari David Jonah Sowalsky Kievel evaluasi program sudah layak diimplementasikan kembali karena berhasil dan mendapat umpan balik. Perbedaan pada penelitian ini terletak pada evaluasi program di sekolah sedangkan penelitian David Jonah Sowalsky Kieval pelaksanaan evaluasi program di luar sekolah.

Gusti Nono Haryono, Uray Husna Asmara, Studi Evaluasi program pendidikan inklusif bagi Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Dasar Kabupaten Pontianak (2013) penelitian tersebut menyatakan hasil temuan komponen konteks menunjukkan bahwa landa-san hukum penyelenggaraan pendidikan inklusif secara jelas belum tertuang dan ditemukan dalam UU Sistem Pendidikan Negara kita. Hasil temuan komponen input menunjukkan input ABK yang bersekolah jumlahnya cukup besar dibanding populasi seluruh siswa yang ada. Hasil temuan komponen proses menunjukkan kegiatan


(2)

perencanaan, proses dan evaluasi pembelajaran untuk setiap aspek dinilai masuk dalam katagori baik dan cukup baik. Hasil temuan komponen produk menunjuk-kan produk perkembangan aspek akademik ABK ber dasarkan nilai UAS dan UN dinilai cukup menggem-birakan.

Dari hasil penelitian yang dilakukan Gusti Nono Haryono, Uray Husna Asmara, Herculanus Bahari Sindju mendapat temuan bahwa landasan hukum penyeleng-garaan inklusif secara jelas dan tegas belum tertuang dan ditemukan dalam UU Sistem Pendidikan. Kesamaannya adalah sama-sama menggunakan model CIPP.

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Fitri Nurcahyani berjudul Evaluasi Implementasi Kurikulum di Sekolah Inklusi SDN Mriyunan Sedayu Gresik (2013) dengan hasil penilaian konteks sesuai dengan penyeleng-garaan inklusi, penilaian masukan berjalan dengan baik, penilaian proses ada satu indikator yang belum tercapai yaitu alokasi waktu untuk ABK tidak sesuai dengan teori, penilaian hasil telah sesuai semua indikator dan terpenuhi, modifikasi kurikulum pada salah satu aspek berdampak pada aspekyang lain.

Penelitian yang dilakukan Fitri Nurcahyani di Gresik dari hasil penilaian proses ada salah satu indikator yang belum terpenuhi atau tercapai tapi dari konteks, masukan, dan penilaian hasil mempunyai pengaruh yang


(3)

sangat kuat. Bedanya penelitian Fitri Nurcahyani dengan peneliti yaitu mengevaluasi implementasi kurikulum di sekolah inklusi sedangkan penelitian yang dilakukan peneliti yaitu evaluasiprogram pendidikan inklusi di SD Negeri 1 Panimbo. Persamaannya sama-sama meng-gunakan model CIPP.

Maria J. Wantah dengan judul Evaluasi Program pendidikan Inklusif di SD Negeri Gejayan Kabupaten Sleman Yogyakarta tahun 2016, hasilnya secara keselu ruhan, penyelenggaraan program pendidikan inklusif di SDN Gejayan belum sesuai dengan kriteria yang telah dikeluarkan oleh Direktorat PSLB. Hal ini disebabkan kegiatan tersebut baru di mulai pada tahun 2005 sehingga masih dalam proses pembenahan. Penelitian ini mempunyai kesamaan dengan yang peneliti lakukan yaitu sama-sama mengevaluasi program pendidikan inklusi dan menggunakan model CIPP.

Peneletian yang akan peneliti lakukan yaitu penelitian evaluasi program pendidikan inklusi di SD Negeri 1 Panimbo yang sudah berjalan 9 tahun karena program tersebut berjalan belum maksimal dan selama ini belum ada yang melakukan peneletian program inklusi di SD tersebut.

Dengan diadakan penelitian ini harapannya SD Negeri 1 Panimbo sebagai penyelenggara sekolah inklusi tidak hanya sebatas label sekolah inklusi saja akan tetapi


(4)

dapat berjalan secara baik sesuai tujuan yang diharapkan dan tentunya bisa meningkatkan program-program yang telah dibuat dibandingkan sebelum diteliti karena kekurangan atau kelemahannya sudah diketahui.

2.3 Kerangka Pikir

Sebagai sekolah penyelengara inklusi SD Negeri 1 Panimbo sudah berusaha dan berbenah diri menuju sekolah inklusi. Program-program inklusi mulai dirancang dan sosialisaikan kepada masyarakat. Pemograman sekolah inklusi tentunya tidak terlepas dari peran kepala sekolah sebagai seorang pimpinan atau leader yang profesional. Mulyasa (2009: 90) mengatakan bahwa kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong sekolah untuk dapat mewujudkan program yang tertuang dalam visi, misi, dan tujuan, yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap. Menurut pendapat tersebut ada keterkaitan fungsi kepala sekolah di SD Negeri 1 Panimbo dalam perencanaan program dan pelaksanaan pendidikan inkulsi.

Perencanaan program sekolah inklusi menjadi tanggungjawab guru, kepala sekolah dan pihak-pihak terkait lainnya. Teamwork sekolah yang kompak merupakan karakteristik sekolah yang harus diwujudkan dalam meningkatkan program pendidikan inklusi di SD Negeri 1 Panimbo. Dalam pelaksanaan tentunya tidak


(5)

terlepas dari permasalahan atau hambatan yang dihadapi oleh sekolah apakah itu hambatan datang dari internal sekolah (tenaga kependidikan dan sarpras) atau dari eksternal (masyarakat). Tapi hal ini jangan dijadikan beban justru sebaliknya dijadikan sebagai suatu tantangan agar pendidikan inklusi bisa terlaksana /terwujud sesuai harapan pemerintah dengan cara mencari solusi permasalahannya.


(6)

Gambar 2.2 Kerangka pikir

Sosialisai, Identifikasi

ABK

Whorkshop, Kerjasama

team ahli

Kerjasama dg steak holder, membina life skill, asesmen

PPI

Sarpras GPK, Dana,

Context

EVALUASI

Input Process Product

Hasil Evaluasi

Program berjalan Program tidak maksimal

Dilanjutkan Diperbaiki

Program Pendidikan Inklusi SD Negeri 1 Panimbo


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Pendidikan Inklusi di SD Negeri 1 Panimbo Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan Tahun 2016 T2 92014052 BAB I

0 0 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Pendidikan Inklusi di SD Negeri 1 Panimbo Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan Tahun 2016 T2 92014052 BAB III

0 0 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Pendidikan Inklusi di SD Negeri 1 Panimbo Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan Tahun 2016 T2 92014052 BAB IV

0 0 71

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Pendidikan Inklusi di SD Negeri 1 Panimbo Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan Tahun 2016 T2 92014052 BAB V

0 0 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Pendidikan Inklusi di SD Negeri 1 Panimbo Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan Tahun 2016

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Pendidikan Inklusi di SD Negeri 1 Panimbo Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan Tahun 2016

0 0 59

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Manajemen Kesiswaan SD Negeri di Gugus Ki Hajar Dewantara Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan T2 942011015 BAB I

0 1 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Manajemen Kesiswaan SD Negeri di Gugus Ki Hajar Dewantara Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan T2 942011015 BAB II

2 11 34

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Manajemen Kesiswaan SD Negeri di Gugus Ki Hajar Dewantara Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan T2 942011015 BAB IV

0 0 20

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Manajemen Kesiswaan SD Negeri di Gugus Ki Hajar Dewantara Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan T2 942011015 BAB V

0 0 3