MENCERMATI POLITISI.doc 38KB Jun 13 2011 06:28:09 AM
Al-Biruni
MENCERMATI MANUVER POLITISI
RUCHSOTUL HIMAH
AL-BIRUNI atau lengkapnya Abu ar-Rayhan Muhammad bin Ahmad al-Biruni, berasal
dari keluarga berbangsa Iran. Oleh kalangan orientalis modern, ia disebut sebagai salah
seorang ilmuwan terbesar dan seorang eksperimentalis ilmu alam yang amat tekun pada
Abad-abad pertengahan Islam. Ia pun dikenal sebagai sarjana yang amat dalam ilmunya
dan mempunyai pikiran-pikiran orisinal. Menguasai dengan baik bidang matematika,
kedokteran, farmasi, astronomi, dan fisika. Al-Biruni juga dikatagorikan sebagai seorang
ahli sejarah, geografi, kronologi, bahasa dan seorang pengamat adat-istiadat serta sistem
kepercayaan yang terkenal kejujuran dan obyektivitasnya. Di samping itu namanya juga
masyhur sebagai seorang ustadz, ahli bidang agama. Dengan demikian nampaknya cukup
sulit menemukan seorang yang memiliki pengetahuan selengkap al-Biruni. Boleh dikata
ia menjadi ‘bintang’ di antara orang-orang pandai di zaman keemasan Islam.
Namanya sendiri mulai mencuat ketika sejarah politik Timur Tengah goyah pada awalawal abad ke-11 M pada ,asa itu dunia tntelektual cukup menghirup udara bebas di bawah
Khalifah-khalifah Kerajaan Ghazani yang berasal dari aliran ortodoks Asy’ari.
Al-Biruni lahir pada tahun 362 H/973 M atau tepatnya, menurut al-Ghandanfar, 3
Zulhijah 362 H/ 4 September 973 M, di pinggiran kota Kath, ibukota Khwarizm, daerah
delta Amu Darya, Republik Karakal Pakistan, sebelah selatan pantai laut Aral. Sampai
pada usianya yang ke-24, ia masih tinggal di kampung halamannya tempat ia menerima
studi ilmu pengetahuan dari tokoh-tokoh seperti Abu Nasr Mansur bin Ali bin Irak Jilani,
seorang ahli matematika.
Dari sana, ia mulai menerbitkan karya-tulisnya, termasuk surat-menyurat dengan Ibnu
Sina, seorang jenius dan brilian dari Bukhara yang sekaligus merupakan kawan karibnya
selama kurang lebih tujuh tahun. Setelah itu, ia melakukan pengembaraan untuk bertemu
dengan Samanid Sultan Mansur II bin Nuh pada tahun 997-999 M / 387-389 H, yang ia
puji sebagai seorang dermawan. Kemudian menetap agak lama di Jurja, sebelah tenggara
laut Caspia, yakni ketika Ziyarid Sultan Abu al-Hasan Kabud bin Washmgir Shams alMa’ali kembali dari pengasingan. Dari sana ia melanjutkan pengembaraannya hingga ke
Rayy, dekat Teheran. Sejak itulah al-Biruni menelurkan karya-karya besarnya yang
pertama tentang penanggalan dan tarikh. Begitu pula bidang matematika, astronomi,
meteorologi, dan disiplin ilmu lain yang dikuasainya.
Bersama dengan Ibnu Hubal, al-Maqrizi, Isytakhri, al-Idrisi, dan Abu al-Fida’, ia
mengembangkan segi matematis dari geografi. Al-Biruni pulalah yang memperkenalkan
pengukuran geodetik serta menentukan dengan teliti dan cermat koordinat-koordinat dari
banyak tempat. Al-Biruni pulalah yang berjasa menetapkan arah kiblat dengan bantuan
astronomi dan matematika, serta ikut menentukan jarak keliling bumi. Karyanya sebagian
dipersembahkan kepada Sultan Abu al-Hasan Kbus sekitar tahun 390 H/1000 M. “Kitab
al-Atsar al-Bakiyya ‘an al-Qurun al-Khaliyah” (Tambo bangsa-bangsa Purba, atau
“Kronologis Orientalischer Volker”) diterbitkan oleh Edward Sachan (Leipzig-1878 M)
dan dicetak ulang oleh Helioplan (Leipzig-1923 M). Terjemahan bahasa Inggrisnya juga
dikerjakan oleh Edward Sachan di bawah judul “The Chronology of Ancient Nations”
yang diterbitkan di London pada tahun 1879 M.
Buku tersebut membahas sejarah India yang ditulisnya berdasarkan pengalaman
pengembaraannya di seluruh pelosok benua India dalam rangka mencari ilmu. Dari buku
tersebut dapat diketahui bahwa al-Biruni telah mengembangkan gagasan-gagasan para
ilmuwan Baghdad yang menggantikan pengetahuan orang-orang Hindu yang masih
primitif, dan tidak memiliki ahli astronomi sendiri. Pengaruh astronomi Yunani ternyata
melekat erat pada mereka yang pengetahuan astronominya masih terikat pada dogma.
Mereka justru menjadikan sebagai bahan penelitian yang tidak terpengaruh oleh
keterangan-keterangan yang dogmatis. “Kitab al-Atsar al-Bakiyah…” merupakan
karyanya yang paling utama di antara karangan-karangannya.
Diasuh dibesarkan dalam keluarga Iran yang berdialek Khawarizm, al-Biruni yang
berbahasa Persia justru memilih menggunakan bahasa Arab dalam karya-karya
ilmiahnya. Meskipun karya-karya berikutnya ditulis dalam bahasa Arab dan Persia
sekaligus. Sekembalinya ke negerinya tahun 399 H/1008 M, dan diterima oleh Pangeran
Abu al-Hasan Ali bin Ma’mun, ia sempat bekerja selama 7 tahun pada Khawarizmsyah
Abu al-Abbas Ma’mun bin Ma’mun, saudara sang pangeran. Ia diberi kepercayaan penuh
untuk membaya missi-missi politik yang pelik disebabkan “lidah emas”-nya.
Setelah peristiwa pembunuhan Khawarizmsyah oleh satuan tentaranya yang
memberontak di tahun 407 H/1016-1017 M Dan penaklukan yang dilancarkan oleh
Ghaznawid Mahmud bin Subuktakin, banyak tahanan yang melarikan diri ke Ghazna
Afghanistan pada tahun 408 H/1017 M. Termasuk kaum terpelajar dan intelektual seperti
Abu Nasr serta al-Biruni sendiri dan Abu al-Husain bin Baba al-Khammar al-Baghdadi,
seorang ahli kedokteran. Sedang Ibnu Sina, sebelumnya, yakni tahun 398 H/1008 M.
setelah lebih dulu berangkat ke Jurjan bersama Abi Shal Isa bin Yahya al-Masihi alJurjani, seorang tabib Kristen. Tabib ini pernah bekerjasama dengan al-Biruni, menulois
sebuah karya ilmiah, terdiri dari beberapa seri, seperti yang pernah dilakukan bersama
Abi Nasr.
Ketika berada di India Barat Laut, dalam rangka ekspedisi militer yang disertai oleh
Sultan Mahmud, ia mengajar sains Yunani di sana di samping mempelajari berbagai
macam ilmu pengetahuhan, dalam bahasa Sansekerta dan berbagai ragam dialek, yang
kemudian dituangkan dalam bentuk buku yang berjudul “Description of India”. Buku
tersebut kemudian disempurnakan pada tahun 421 H/1030 M, tak lama setelah kematian
Sultan Mahmud, dengan judul “Kitab Tarikh al-Hind” atau “al-Biruni’s India” diedit oleh
E. Sachan (London-1887 M). Pada tahun 1888 M diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris
masing-masing dua jilid (London). Sedang terjemahan ke dalam bahasa Latin dilakukan
oleh Abraham ben Ezra dari Toledo (meninggal tahun 1167 M).
Pada tahun-tahun sebelumnya al-Biruni juga telah menulis sebuah abstrak mengenai
geometri, astronomi, aritmatika, dan astrologi yang berjudul “Kitab at-Tafhim li Awa’il
sina’at at-Tanjim”. Diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh R. Ramsay Wright
(London-1934 M). Kepada Sultan Mas’ud bin Mahmud, putra sang penakluk, al-Biruni
pun telah mempersembahkan karya utamanya yang ke tiga sebagai penghormatan, pada
tahun 421 H/1032 M yakni “Kitab al-Qanun al-Mas’udi fi al-Haya wa an-Nujum”.
Penulis adalah Guru SLTP Muhammadiyah I Yogyakarta
Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 13 2002
MENCERMATI MANUVER POLITISI
RUCHSOTUL HIMAH
AL-BIRUNI atau lengkapnya Abu ar-Rayhan Muhammad bin Ahmad al-Biruni, berasal
dari keluarga berbangsa Iran. Oleh kalangan orientalis modern, ia disebut sebagai salah
seorang ilmuwan terbesar dan seorang eksperimentalis ilmu alam yang amat tekun pada
Abad-abad pertengahan Islam. Ia pun dikenal sebagai sarjana yang amat dalam ilmunya
dan mempunyai pikiran-pikiran orisinal. Menguasai dengan baik bidang matematika,
kedokteran, farmasi, astronomi, dan fisika. Al-Biruni juga dikatagorikan sebagai seorang
ahli sejarah, geografi, kronologi, bahasa dan seorang pengamat adat-istiadat serta sistem
kepercayaan yang terkenal kejujuran dan obyektivitasnya. Di samping itu namanya juga
masyhur sebagai seorang ustadz, ahli bidang agama. Dengan demikian nampaknya cukup
sulit menemukan seorang yang memiliki pengetahuan selengkap al-Biruni. Boleh dikata
ia menjadi ‘bintang’ di antara orang-orang pandai di zaman keemasan Islam.
Namanya sendiri mulai mencuat ketika sejarah politik Timur Tengah goyah pada awalawal abad ke-11 M pada ,asa itu dunia tntelektual cukup menghirup udara bebas di bawah
Khalifah-khalifah Kerajaan Ghazani yang berasal dari aliran ortodoks Asy’ari.
Al-Biruni lahir pada tahun 362 H/973 M atau tepatnya, menurut al-Ghandanfar, 3
Zulhijah 362 H/ 4 September 973 M, di pinggiran kota Kath, ibukota Khwarizm, daerah
delta Amu Darya, Republik Karakal Pakistan, sebelah selatan pantai laut Aral. Sampai
pada usianya yang ke-24, ia masih tinggal di kampung halamannya tempat ia menerima
studi ilmu pengetahuan dari tokoh-tokoh seperti Abu Nasr Mansur bin Ali bin Irak Jilani,
seorang ahli matematika.
Dari sana, ia mulai menerbitkan karya-tulisnya, termasuk surat-menyurat dengan Ibnu
Sina, seorang jenius dan brilian dari Bukhara yang sekaligus merupakan kawan karibnya
selama kurang lebih tujuh tahun. Setelah itu, ia melakukan pengembaraan untuk bertemu
dengan Samanid Sultan Mansur II bin Nuh pada tahun 997-999 M / 387-389 H, yang ia
puji sebagai seorang dermawan. Kemudian menetap agak lama di Jurja, sebelah tenggara
laut Caspia, yakni ketika Ziyarid Sultan Abu al-Hasan Kabud bin Washmgir Shams alMa’ali kembali dari pengasingan. Dari sana ia melanjutkan pengembaraannya hingga ke
Rayy, dekat Teheran. Sejak itulah al-Biruni menelurkan karya-karya besarnya yang
pertama tentang penanggalan dan tarikh. Begitu pula bidang matematika, astronomi,
meteorologi, dan disiplin ilmu lain yang dikuasainya.
Bersama dengan Ibnu Hubal, al-Maqrizi, Isytakhri, al-Idrisi, dan Abu al-Fida’, ia
mengembangkan segi matematis dari geografi. Al-Biruni pulalah yang memperkenalkan
pengukuran geodetik serta menentukan dengan teliti dan cermat koordinat-koordinat dari
banyak tempat. Al-Biruni pulalah yang berjasa menetapkan arah kiblat dengan bantuan
astronomi dan matematika, serta ikut menentukan jarak keliling bumi. Karyanya sebagian
dipersembahkan kepada Sultan Abu al-Hasan Kbus sekitar tahun 390 H/1000 M. “Kitab
al-Atsar al-Bakiyya ‘an al-Qurun al-Khaliyah” (Tambo bangsa-bangsa Purba, atau
“Kronologis Orientalischer Volker”) diterbitkan oleh Edward Sachan (Leipzig-1878 M)
dan dicetak ulang oleh Helioplan (Leipzig-1923 M). Terjemahan bahasa Inggrisnya juga
dikerjakan oleh Edward Sachan di bawah judul “The Chronology of Ancient Nations”
yang diterbitkan di London pada tahun 1879 M.
Buku tersebut membahas sejarah India yang ditulisnya berdasarkan pengalaman
pengembaraannya di seluruh pelosok benua India dalam rangka mencari ilmu. Dari buku
tersebut dapat diketahui bahwa al-Biruni telah mengembangkan gagasan-gagasan para
ilmuwan Baghdad yang menggantikan pengetahuan orang-orang Hindu yang masih
primitif, dan tidak memiliki ahli astronomi sendiri. Pengaruh astronomi Yunani ternyata
melekat erat pada mereka yang pengetahuan astronominya masih terikat pada dogma.
Mereka justru menjadikan sebagai bahan penelitian yang tidak terpengaruh oleh
keterangan-keterangan yang dogmatis. “Kitab al-Atsar al-Bakiyah…” merupakan
karyanya yang paling utama di antara karangan-karangannya.
Diasuh dibesarkan dalam keluarga Iran yang berdialek Khawarizm, al-Biruni yang
berbahasa Persia justru memilih menggunakan bahasa Arab dalam karya-karya
ilmiahnya. Meskipun karya-karya berikutnya ditulis dalam bahasa Arab dan Persia
sekaligus. Sekembalinya ke negerinya tahun 399 H/1008 M, dan diterima oleh Pangeran
Abu al-Hasan Ali bin Ma’mun, ia sempat bekerja selama 7 tahun pada Khawarizmsyah
Abu al-Abbas Ma’mun bin Ma’mun, saudara sang pangeran. Ia diberi kepercayaan penuh
untuk membaya missi-missi politik yang pelik disebabkan “lidah emas”-nya.
Setelah peristiwa pembunuhan Khawarizmsyah oleh satuan tentaranya yang
memberontak di tahun 407 H/1016-1017 M Dan penaklukan yang dilancarkan oleh
Ghaznawid Mahmud bin Subuktakin, banyak tahanan yang melarikan diri ke Ghazna
Afghanistan pada tahun 408 H/1017 M. Termasuk kaum terpelajar dan intelektual seperti
Abu Nasr serta al-Biruni sendiri dan Abu al-Husain bin Baba al-Khammar al-Baghdadi,
seorang ahli kedokteran. Sedang Ibnu Sina, sebelumnya, yakni tahun 398 H/1008 M.
setelah lebih dulu berangkat ke Jurjan bersama Abi Shal Isa bin Yahya al-Masihi alJurjani, seorang tabib Kristen. Tabib ini pernah bekerjasama dengan al-Biruni, menulois
sebuah karya ilmiah, terdiri dari beberapa seri, seperti yang pernah dilakukan bersama
Abi Nasr.
Ketika berada di India Barat Laut, dalam rangka ekspedisi militer yang disertai oleh
Sultan Mahmud, ia mengajar sains Yunani di sana di samping mempelajari berbagai
macam ilmu pengetahuhan, dalam bahasa Sansekerta dan berbagai ragam dialek, yang
kemudian dituangkan dalam bentuk buku yang berjudul “Description of India”. Buku
tersebut kemudian disempurnakan pada tahun 421 H/1030 M, tak lama setelah kematian
Sultan Mahmud, dengan judul “Kitab Tarikh al-Hind” atau “al-Biruni’s India” diedit oleh
E. Sachan (London-1887 M). Pada tahun 1888 M diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris
masing-masing dua jilid (London). Sedang terjemahan ke dalam bahasa Latin dilakukan
oleh Abraham ben Ezra dari Toledo (meninggal tahun 1167 M).
Pada tahun-tahun sebelumnya al-Biruni juga telah menulis sebuah abstrak mengenai
geometri, astronomi, aritmatika, dan astrologi yang berjudul “Kitab at-Tafhim li Awa’il
sina’at at-Tanjim”. Diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh R. Ramsay Wright
(London-1934 M). Kepada Sultan Mas’ud bin Mahmud, putra sang penakluk, al-Biruni
pun telah mempersembahkan karya utamanya yang ke tiga sebagai penghormatan, pada
tahun 421 H/1032 M yakni “Kitab al-Qanun al-Mas’udi fi al-Haya wa an-Nujum”.
Penulis adalah Guru SLTP Muhammadiyah I Yogyakarta
Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 13 2002