psikologi pendidikan

(1)

Tugas Psikologi Pendidikan

Oleh : I Komang Cahya Trianandika Page 1

BAB I

PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BELAJAR

1. Calon Guru Perlu Mempelajari Psikologi Pendidikan

Sebagai calon guru sangat perlu mempelajari psikologi pendidikan, mengingat psikologi pendidikan mempunyai manfaat yang sangat besar. Dengan mempelajari psikologi pendidikan, seorang guru melalui pertimbangan-pertimbangan psikologisnya diharapkan dapat :

a. Merumuskan tujuan pembelajaran secara tepat.

b. Memilih strategi atau metode pembelajaran yang sesuai. c. Mampu memberikan bimbingan atau bahkan konseling. d. Memfasilitasi dan memotivasi belajar peserta didik. e. Menciptakan iklim belajar yang kondusif.

f. Berinteraksi secara tepat dengan siswanya. g. Menilai hasil pelajaran yang adil.

Karena pentingnya psikologi pendidikan maka setiap mata kuliah mencoba atau berusaha memberikan seperangkat pengetahuan atau keterampilan yang harus dimiliki oleh guru atau calon guru untuk memangku jabatan atau tugas pokoknya sebagai guru. Seperangkat pengetahuan atau keterampilan sering disebut kompetensi guru. Ada empat kompetensi guru antara lain adalah sebagai berukut:

1. Kompetensi pribadi atau kepribadian

2. Kompetensi Pedagogik (kompeten dalam bidang pendidikan). 3. Kompetensi profesional.

4. Kompetensi sosial.

Tugas pokok guru adalah bukan sekadar mengajar melainkan mendidik (mengajar dan membimbing).

1. Kompetensi Pribadi atau kepribadian

Kompentensi Pribadi adalah seperangkat pengetahuan dan keterampilan yanng harus dimiliki oleh guru atau calon guru secara pribadi dengan ciri-ciri: menunjukkan pribadi yang dewasa, bertanggungjawab, menjunjung tinggi falsafah negara (Pancasila dan UUD 1945) dan mampu menerapkan nilai-nilai budaya, bangsa kepada generasi penerus demi kemajuan bangsa dan negaranya.


(2)

Tugas Psikologi Pendidikan

Oleh : I Komang Cahya Trianandika Page 2

Dewasa adalah pribadi yang mampu menunjukkan prilakunya secara verbal, prilaku secara verbal yaitu

- mampu berbicara yang baik, sopan, dan santun.

- mampu menceritakan atau menyampaikan idenya melalui bahasa yang baik,

sementara non verbal yaitu mampu menampilkan diri sesuai dengan norma yang ada (cara berpakaian, prilaku, dan kesopanan).

Dalam kaitannya dengan menjunjung tinggi falsafah, maka mengingat guru dianggap figur model bagi peseta didik, guru diharapkan mampu mengajarkan peserta didik pada proses pendidikan moral seperti bertegur sapa. 2. Kompetensi Pedagogik

Kompetensi Pedagogik adalah seperangkat pengetahuan dan keterampilan yang haru dimiliki oleh guru atau calon guru untuk mendukung tugas pokoknya sebagai guru dengan ciri-ciri sebagai berikut:

1) Mampu nguasai konsep-konsep pendidikan secara umum (Sains, Ilmu Pengetahuan Sosial, dan Ilmu Humaniora)

2) Mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi.

3) Mampu menguasai karakteristik perkembangan peserta didik.

4) Menguasai secara utuh faktor-faktor atau komponen-komponen interaksi dalam proses pendidikan.

3. Kompetensi Profesional

Kompetensi Profesional adalah seperangkat pengetahuan keterampilan yang harus dimiliki oleh guru atau calon guru untuk mendukun pelaksanaan tugas-tugas pokok sebagai guru dengan kemampuan-kemampuan sebagai berikut:

1) Guru harus menguasai bahan atau materi ajar.

2) Guru harus mampu memahami atau meguasai karakteristik perkembangan siswanya.

3) Guru harus mampu memahami atau menguasai prinsip-prinsip pembelajaran, serta strategi, metode, dan teknik pembelajaran (belajar-mengajar).


(3)

Tugas Psikologi Pendidikan

Oleh : I Komang Cahya Trianandika Page 3

4) Guru harus mampu memahami, menguasai, serta mengimplementasikan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling.

5) Guru harus mampu menguasai dan mengimplementasikan prinsip-prinsip evaluasi dan penilaian pendidikan.

6) Guru harus mampu memahami dan dan menerapkan cara-cara untuk membimbing kelompok kecil.

7) Guru harus mampu menguasai dan melaksanakan penelitia dibidang pendidikan untuk kemajuan dalam dunia pendidikan.

4. Kompetensi Sosial

Kompetensi Sosial adalah seperangkat pengetahuan dan keterampilan atau kemampuan guru atau calon guru yang dapat mendukung pribadinya sebagai guru atau calon guru adalah dengan ciri-ciri sebagai berikut:

1) Menunjukkan sikap toleran terhadap atasannya, sejawatnya atau kolega, dan anak didiknya.

2) Menunjukkan rasa hormat, disiplin, dan bertanggung jawab terhadap tugas yang diampunya kepada pimpinan atau atasan, anak didiknya, dan orang tua.

3) Mampu bersosialaisasi dengan masyarakat sekitar.

2. Psikologi dan Psikologi Pendidikan

Berdasarkan etimologinya kata psikologi dapat dibagi menjadi dua kata yaitu

 Psyche artinya jiwa.

 Logos artinya ilmu.

Jadi secara etimologi psikologi artinya ilmu yang mempelajari tentang jiwa. Psikologi dapat diartikan ilmu yang mempelajari tentang jiwa individu melalui manifestasi prilaku, baik prilaku yang tampak maupun yang tidak tampak. Contoh prilaku yang tampak adalah menangis, berbicara, berjalan dan lain sebagainya, sementara perilaku yang tidak tampak yaitu menahan perasaan ketika diejek oleh teman.


(4)

Tugas Psikologi Pendidikan

Oleh : I Komang Cahya Trianandika Page 4

Karena banyaknya perilaku tampak dan tidak tampak serta kompleksnya prilaku tersebut maka psikologi umum membuat cabang-cabang baru atau psikologi khusus, diantaranya :

a. Psikologi Pendidikan: mengkaji permasalahan dalam dunia pendidikan. b. Psikologi Sosial: mengkaji hal yang terkait dengan masalah bidang sosial. c. Psikologi Abnormal: mengkaji keabnormalan indovidu (gangguan jiwa). d. Psikologi Kepribadian: psikologi yang mengkaji atau mempelajari

keprebadian manusia atau individu.

e. Psikologi Kriminologi adalah ilmu psikologi yang digunakan untuk menganalisis permasalahan-permasalahan individu dalam kejahatan. f. Psikologi Phatologi adalah ilmu psikologi yang diterapkan dalam dunia

kedokteran.

Sementara, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia dan keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Pendapat para ahli mengenai psikologi pendidikan yaitu a. H. C. Whiterington

Psikologi pendidikan ialah suatu studi yang sistematis tentang proses-proses dan fakta-fakta yang berhubungan dengan pendidikan manusia. b. Lester D. Crow, Ph.D

Psikologi pendidikan dapat dipandang sebagai ilmu pengetahuan praktis, yang berguna untuk menerangkan belajar sesuai dengan prinsip-prinsip yang ditetapkan secara ilmiah dan fakta-fakta sekitar tingkah laku manusia.

c. Carter V. Good

Psikologi pendidikan adalah suatu studi tentang hakikat belajar. d. W.S Winkel

Psikologi pendidikan ialah ilmu yang mempelajari prasyarat atau faktor-faktor bagi pelajar di sekolah, berbagai jenis belajar dan fase-fase dalam semua proses belajar.


(5)

Tugas Psikologi Pendidikan

Oleh : I Komang Cahya Trianandika Page 5

e. Drs. M. Dimyati Mahmud

- Psikologi pendidikan ialah aplikasi atau penerapan prinsip-prinsip psikologi dalam dunia pendidikan. Batas ini bersifat abstrak dan umum atau belum begitu jelas.

- Psikologi pendidikan ialah aplikasi atau penerapan prinsip-prinsip ilmiah tentang tingkah laku manusia dalam dunia pendidikan.

- Psikologi pendidikan ialah aplikasi atau penerapan prinsip-prinsip ilmiah tentang tingkah laku yang mempengaruhi proses mengajar dan proses belajar.

f. Arthur S. Reber (Syah, 1997 / hal. 12)

Definisi Psikologi pendidikan adalah sebuah subdisiplin ilmu psikologi

yang berkaitan dengan teori dan masalah kependidikan yang berguna dalam hal-hal sebagai berikut :

- Penerapan prinsip-prinsip belajar dalam kelas. - Pengembangan dan pembaharuan kurikulum. - Ujian dan evaluasi bakat dan kemampuan.

- Sosialisasi proses-proses dan interaksi proses-proses tersebut dengan pendayagunaan ranah kognitif.

- Penyenggaraan pendidikan keguruan. g. Muhibbin Syah

Definisi psikologi pendidikan adalah sebuah disiplin psikologi yang terjadi dalam dunia pendidikan.

h. Barlow (Syah, 1997 / hal. 12)

Psikologi pendidikan adalah sebuah pengetahuan berdasarkan riset psikologis yang menyediakan serangkaian sumber-sumber untuk membantu anda melaksanakan tugas-tugas seorang guru dalam proses belajar mengajar secara efektif.

i. Tardif (Syah, 1997 / hal. 13)

Definisi Psikologi pendidikan adalah sebuah bidang studi yang

berhubungan dengan penerapan pengetahuan tentang perilaku manusia untuk usaha-usaha kependidikan.


(6)

Tugas Psikologi Pendidikan

Oleh : I Komang Cahya Trianandika Page 6

Psikologi pendidikan sebagai “ A systematic study of process and factors

involved in the education of human being.

Psikologi pendidikan adalah studi sistematis tentang proses-proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan manusia.

k. Ensiklopedia Amerika, psikologi pendidikan adalah ilmu yang lebih berprinsip dalam proses pengajaran yang terlibat dengan penemuan-penemuan dan menerapkan prisip-prinsip dan cara untuk meningkatkan keefesien dalam pendidikan.

Dari pengertian psikologi pendidikan menurut para ahli di atas, untuk menguraikan pengertian psiologi pendidikan dapat ditentukan kata kuncinya yaitu:

 Disiplin psikologi

 Riset ilmiah dan abstrak

 Implementasi dalam bidang pendidikan

 Bidang proses pembelajaran

 Peserta didik/siswa

 Pendidik/guru

 Kurikulum/internasional (silabus, RPP, kelas)

Jadi, psikologi pendidikan adalah disiplin psikologi yang bersifat ilmiah atau abstrak yang diimplementasikan dalam bidang pendidikan melalui interaksi antara komponen siswa, guru, instrumental pembelajaran, dll atau dapat dikatakan, Psikologi Pendidikan adalah sebagai salah satu cabang atau disiplin psikologi yang telah memiliki atau menemmukan hasil atau riset-riset yang bersifat ilmiah dan hasil atau riset ilmiah inilah diimplementasikan (diterapkan) dalam bidang pendidikan dengan kajian interaksi antara komponen-komponen pendidikan (proses pembelajaran, siswa, guru/pendidik, instrumental, kondisi social dan non social pembelajaran). Kondisi sosial adalah lingkungna yang bergerak (manusia) dan kondisi non sosial adalah lingkungan yang tidak memiliki hubungan dengan manusia.

Sedangkan pengertian pendidikan menurut UU no 20 tahun 2003:

Psikologi pendidikan adalah ilmu yang mempelajari masalah psikologis dalam dunia pendidikan seperti:


(7)

Tugas Psikologi Pendidikan

Oleh : I Komang Cahya Trianandika Page 7

 Tingkah laku belajar siswa  Tingkah laku mengajar oleh guru  Dan interaksi antara keduanya

Adapun metode yang dapat digunakan untuk mempelajari individu dan interkasinya yaitu sebagai berikut:

1. Metode observasi

2. Metode interview/wawancara 3. Metode pencatatan dokumen 4. Metode studi kasus

5. Metode biografi (sejarah hidup seseorang yang ditulis oleh orang lain) 6. Metode autobiografi (sejarah hidup seseorang yang ditulis oleh orang itu

sendiri)

7. Metode eksperimen 8. Metode kuisioner/angket

3. Pengertian Belajar

a. Pengertian belajar menurut kamus bahasa Indonesia

Belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berlatih, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.

b. Pengertian belajar menurut beberapa ahli

1. Menurut james O. Whittaker (Djamarah, Syaiful Bahri , Psikologi Belajar; Rineka Cipta; 1999) Belajar adalah Proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.

2. Winkel

Belajar adalah aktivitas mental atau psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, nilai dan sikap. 3. Cronchbach

Belajar adalah suatu aktifitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.


(8)

Tugas Psikologi Pendidikan

Oleh : I Komang Cahya Trianandika Page 8

Belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan.

5. Drs. Slameto

Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri di dalam interaksi dengan lingkungannya.

6. (Djamarah, Syaiful Bahri, Psikologi Belajar; Rineka Cipta; 1999) Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif dan psikomotor.

7. R. Gagne

Belajar adalah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, ketrampilan, kebiasaan dan tingkah laku

8. Herbart (swiss) Belajar adalah suatu proses pengisian jiwa dengan pengetahuan dan pengalamn yang sebanyak-banyaknya dengan melalui hafaln

9. Robert M. Gagne dalam buku: the conditioning of learning mengemukakan bahwa: Learning is change in human disposition or capacity, wich persists over a period time, and which is not simply ascribable to process a groeth. Belajar adalah perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia setelah belajar secara terus menerus, bukan hanya disebabkan karena proses pertumbuhan saja. Gagne berkeyakinan bahwa belajar dipengaruhi oleh faktor dari luar diri dan faktor dalm diri dan keduanya saling berinteraksi.

10. Lester D. Crow and Alice Crow

Belajar adalah acuquisition of habits, knowledge and attitudes. Belajar adalah upaya-upaya untuk memperoleh kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan sikap.


(9)

Tugas Psikologi Pendidikan

Oleh : I Komang Cahya Trianandika Page 9

Belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku, yang terjadi sebagi hasil dari suatu latihan atau pengalaman.

12. Nasution

Belajar adalah suatu proses yang memungkinkan timbulnya atau berubahnya suatu tingkah laku sebagai hasil terbentuknya respon utama, dengan syarat bahwa perubahan atau munculnya perilaku baru itu bukan disebabkan oleh adanya kematangan atau adanya perubahan sementara karena suatu hal.

13. Ernest H. Hilgard

Belajar adalah dapat melakukan sesuatu yang dilakukan sebelum ia belajar atau bila kelakuannya berubah sehingga lain caranya menghadapi sesuatu situasi daripada sebelum itu

14. Whiterington

Belajar adalah suatu proses perubahan dalam kepribadian sebagaimana dimanifestasikan dalam perubahan penguasaan pola-pola respontingkah laku yang baru nyata dalam perubahan ketrampilan, kebiasaan, kesanggupan, dan sikap

Berdasarkan pengertian belajar di atas dapat disimpulkan, belajar ialah usaha sadar dan sengaja, dilakukan secara terus menerus dari orang dewasa (guru, orang tua, masyarakat, dan lain-lain) yang bertanggung jawab kepada individu yang belum dewasa agar tercapai perubahan prilau yang relatif bersifat tetap atau permanen, untuk menuju kedewasaan baik secara kognitif (pemikiran), afektif (perasaan dan emosi), dan faktor psikomotorik (prilaku).

4. Ciri-ciri belajar

Hakekat belajar adalah perubahan tingkah laku sehingga menurut Djamarah(2002:15) belajar mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. Belajar adalah perubahan yang terjadi secara sadar. 2. Perubahan dalam belajar bersifat fungsional. 3. Perubahan dalam belajar bersifat fungsional. 4. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif. 5. Perubahan dalam belajar tidak bersifat sementara.


(10)

Tugas Psikologi Pendidikan

Oleh : I Komang Cahya Trianandika Page 10

6. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah. 7. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku.

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar

Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar, secara singkat dapat diamati dari bagan berikut,

Dari bagan diatas, dapat diamati bahwa keberhasilan seseorang dalam mengikuti kegiatan belajar sangat ditentukan oleh banyak faktor. Adapun faktor-faktornya, yaitu sebagai berikut:

1) Faktor internal

Adalah faktor yang mempengaruhi belajar yang berasal dari dalam siswa. Faktor ini dapat dibagi dari dua aspek, yaitu:


(11)

Tugas Psikologi Pendidikan

Oleh : I Komang Cahya Trianandika Page 11

a. Aspek fisiologis yagn meliputi: kesehatan, keadaan, fungsi-fungsi jasmani (mata dan telinga)

b. Aspek psikologis yang meliputi intelegensi, bakat, minata, motivasi. 2) Faktor eksternal

Adalah faktor yang mempengaruhi belajar yang berasal dari luar siswa. Adapun faktor eksternal ini dapat dilihat dari dua aspek, yaitu sebagai berikut:

a. Faktor lingkungan

 Lingkungan social, yang meliputi keluarga (orang tua, saudara), sekolah (guru, teman, dll), masyarakat (tetangga, teman permainan)  Lingkungan non social yang meliputi: suhu, cuaca, waktu, tempat

belajar, alat-alat belajar

b. Faktor-faktor metode, yang meliputi:  Metode belajar


(12)

Tugas Psikologi Pendidikan


(13)

Tugas Psikologi Pendidikan

Oleh : I Komang Cahya Trianandika Page 13

BAB II

TEORI BELAJAR BERDASARKAN KELOMPOK

2.1 Seorang Guru Harus Mempelajari Teori Belajar

Teori belajar akan sangat membantu guru, supaya memiliki kedewasaan dan kewibawaan dalam hal mengajar, mempelajari muridnya, menggunakan prinsip-prinsip psikologi maupun dalam hal menilai cara mengajarnya sendiri. Dengan demikian, tujuan mempelajari teori belajar adalah

1. Untuk membantu para guru, agar menjadi lebih bijaksana dalam usahanya membimbing murid dalam proses pertumbuhan belajar.

2. Agar para guru memiliki dasar-dasar yang luas dalam hal mendidik, sehingga murid bisa bertambah baik dalam cara belajamya.

3. Agar para guru dapat menciptakan suatu sistem pendidikan yang efisien dan efektif dengan jalan mempelajari, menganalisis tingkah laku murid dalam proses pendidikan untuk kemudian mengarahkan proses-proses pendidikan yang berlangsung, guna meningkatkan ke arah yang lebih baik. Seorang guru dikatakan kompeten bila ia memiliki khasanah cara penyampaian yang kaya, memiliki pula kriteria yang dapat dipergunakan untuk memilih cara-cara yang tepat di dalam menyajikan pengalaman belajar mengajar, sesuai dengan materi yang akan disampaiakan. Kesemuanya itu hanya akan diperoleh jika guru menguasai teori-teori belajar.

2.2Teori Belajar

2.2.1 Teori Belajar Humanistik.

a. Pengertian Teori Belajar Humanistik

Dalam teori belajar humanistik proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia itu sendiri. Meskipun teori ini sangat menekankan pentingya isi dari proses belajar, dalam kenyataan teori ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang paling ideal dari pada belajar seperti apa adanya, seperti apa yang bisa kita amati dalam dunia


(14)

Tugas Psikologi Pendidikan

Oleh : I Komang Cahya Trianandika Page 14

keseharian.. Teori apapun dapat dimanfaatkan asal tujuan untuk “memanusiakan

manusia” (mencapai aktualisasi diri dan sebagainya) dapat tercapai.

Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.

Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.

Menurut hemat kami, Teori Belajar Humanistik adalah suatu teori dalam pembelajaran yang mengedepankan bagaimana memanusiakan manusisa serta peserta didik mampu mengembangkan potensi dirinya.

b. Tokoh Teori Humanistik 1. Carl Rogers

Carl R. Rogers kurang menaruh perhatian kepada mekanisme proses belajar. Belajar dipandang sebagai fungsi keseluruhan pribadi. Mereka berpendapat bahwa belajar yang sebenarnya tidak dapat berlangsung bila tidak ada keterlibatan intelektual maupun emosional peserta didik. Oleh karena itu, menurut teori belajar humanisme bahwa motifasi belajar harus bersumber pada diri peserta didik.

Roger membedakan dua ciri belajar, yaitu: (1) belajar yang bermakna dan (2) belajar yang tidak bermakna. Belajar yang bermakna terjadi jika dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran dan perasaan peserta didik, dan belajar yang tidak bermakna terjadi jika dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran akan tetapi tidak melibatkan aspek perasaan peserta didik.

Bagaimana proses belajar dapat terjadi menurut teori belajar humanisme?. Orang belajar karena ingin mengetahui dunianya. Individu memilih sesuatu untuk dipelajari, mengusahakan proses belajar dengan caranya sendiri, dan menilainya sendiri tentang apakah proses belajarnya berhasil.


(15)

Tugas Psikologi Pendidikan

Oleh : I Komang Cahya Trianandika Page 15

Menurut Roger, peranan guru dalam kegiatan belajar siswa menurut pandangan teori humanisme adalah sebagai fasilitator yang berperan aktif dalam : (1) membantu menciptakan iklim kelas yang kondusif agar siswa bersikap positif terhadap belajar, (2) membantu siswa untuk memperjelas tujuan belajarnya dan memberikan kebebasan kepada siswa untuk belajar, (3) membantu siswa untuk memanfaatkan dorongan dan cita-cita mereka sebagai kekuatan pendorong belajar, (4) menyediakan berbagai sumber belajar kepada siswa, dan (5) menerima pertanyaan dan pendapat, serta perasaan dari berbagai siswa sebagaimana adanya. 2. Arthur Combs

Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain hanyalah dari ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya. Untuk itu guru harus memahami perilaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada.

Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain. Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa si siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya.

Combs memberikan lukisan persepsi diri dalam dunia seseorang seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu.. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.


(16)

Tugas Psikologi Pendidikan

Oleh : I Komang Cahya Trianandika Page 16

3. Bloon dan Krathowl

Dalam hal ini, Bloom dan Krathowl menunjukkan apa yang mungkin dikuasai (dipelajari) oleh siswa, yang tercakup dalam tiga kawasan berikut;

1). Kognitif

Kognitif terdiri dari enam tingkatan yaitu : a) Pengetahuan (mengingat, menghafal) b) Pemahaman(menginterprestasikan)

c) Aplikasi (menggunakan konsep untuk memecahkan suatu masalah)

d) Analisis (menjabarkan suatu konsep).

e) Sintesis (menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep utuh).

f) Evaluasi (membandingkan nilai, ide, metode, dan sebagainya) 2). Psikomotor

Psikomotor terdiri dari lima tingkatan, yaitu: a) Peniruan (menirukan gerak).

b) Penggunaan (menggunakan konsep untuk melakukan gerak). c) Ketepatan (melakukan gerak dengan benar).

d) Perangkaian (beberapa gerakan sekaligus dengan benar). e) Naturalisasi (melakukan gerak secara wajar).

3). Afektif

Afektif terdiri dari lima tingkatan;

a). Pengenalan (ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu) b). Merespons (aktif berpartisipasi)

c). Penghargaan (menerima nilai-nilai, setia pada nilai nilai tertentu) d). Pengorganisasisan

e). Pengamalan (menjadikan nilai-nilai sebagi bagian dari pola hidup). 4. Kolb

Sementara itu, seorang ahli yang bernama Kolb membagi tahapan belajar menjadi empat tahap, yaitu;


(17)

Tugas Psikologi Pendidikan

Oleh : I Komang Cahya Trianandika Page 17

2). Pengamatan aktif dan reflektif 3). Konseptualisasi

4). Ekperimen aktif

Pada tahap paling dini dalam proses belajar, seorang siswa hanya mampu sekedar ikut mengalami suatu kejadian. Dia belum mempunyai kesadaran tentang hakikat kejadian tersebut.

Pada tahap kedua, siswa tersebut lambat laun mampu mengadakan observasi aktif terhadap kejadian itu, serta mulai berusaha memikirkan dan memahaminya.

Pada tahap ketiga, siswa mulai belajar untuk membuat abstraksi atau “teori” tentang suatu hal yang diamatinya.

Pada tahap akhir (eksperimentasi aktif), siswa sudah mampu mengaplikasikan suatu aturan umum kesituasi yang baru.

5. Honey dan Mumford

Berdasarkan teori Kolb ini, Honey dan Mumford membuat penggolongan siswa. Menurut mereka ada empat macam atau tipe siswa, yaitu;

1). Aktivis 2). Reflector 3). Teoris 4). Pragmatis 6. Habermas

Ahli psikologi lain adalah Habermas yang dalam pandangannya bahwa belajar sangat dipengaruhi oleh interaksi, baik dengan lingkungan maupun dengan sesama manusia. Dengan asumsi ini, Habermas mengelompokkan tipe belajar menjadi tiga bagian, yaitu;

1). Belajar teknis (technical learning) 2). Belajar praktis (practical learning)

3). Belajar emansipatoris (emancipatory learning). c. Prinsip-prinsip Teori Belajar Humanistik

Beberapa prinsip Teori belajar Humanistik: 1. Manusia mempunyai belajar alami


(18)

Tugas Psikologi Pendidikan

Oleh : I Komang Cahya Trianandika Page 18

2. Belajar signifikan terjadi apabila materi plajaran dirasakan murid mempuyai relevansi dengan maksud tertentu

3. Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya. 4. Tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasarkan bila

ancaman itu kecil

5. Bila bancaman itu rendah terdapat pangalaman siswa dalam memperoleh cara.

6. Belajar yang bermakna diperolaeh jika siswa melakukannya 7. Belajar lancer jika siswa dilibatkan dalam proses belajar

8. Belajar yang melibatkan siswa seutuhnya dapat memberi hasil yang mendalam

9. Kepercayaan pada diri pada siswa ditumbuhkan dengan membiasakan untuk mawas diri

10.Belajar sosial adalah belajar mengenai proses belajar

Roger sebagai ahli dari teori belajar humanisme mengemukakan beberapa prinsip belajar yang penting yaitu: (1). Manusia itu memiliki keinginan alamiah untuk belajar, memiliki rasa ingin tahu alamiah terhadap dunianya, dan keinginan yang mendalam untuk mengeksplorasi dan asimilasi pengalaman baru, (2). Belajar akan cepat dan lebih bermakna bila bahan yang dipelajari relevan dengan kebutuhan siswa, (3) belajar dapat di tingkatkan dengan mengurangi ancaman dari luar, (4) belajar secara partisipasif jauh lebih efektif dari pada belajar secara pasif dan orang belajar lebih banyak bila belajar atas pengarahan diri sendiri, (5) belajar atas prakarsa sendiri yang melibatkan keseluruhan pribadi, pikiran maupun perasaan akan lebih baik dan tahan lama, dan (6) kebebasan, kreatifitas, dan kepercayaan diri dalam belajar dapat ditingkatkan dengan evaluasi diri orang lain tidak begitu penting.

d. Aplikasi Teori Belajar Humanistik

Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam


(19)

Tugas Psikologi Pendidikan

Oleh : I Komang Cahya Trianandika Page 19

kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.

Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri , mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.

Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui adalah :

1. Merumuskan tujuan belajar yang jelas

2. Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas , jujur dan positif.

3. Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif sendiri

4. Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri

5. Siswa di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dari perilaku yang ditunjukkan.

6. Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya. 7. Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya 8. Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa

Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterapkan. Keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma , disiplin atau etika yang berlaku.

2.2.2 Teori Belajar Behavioristik


(20)

Tugas Psikologi Pendidikan

Oleh : I Komang Cahya Trianandika Page 20

Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman. Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000:143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat.

b. Tokoh-tokoh Teori Behavioristik

1)

Ivan P. Pavlov

Ivan P. Pavlov lahir pada tahun 1849 di kota Rayasan Rusia. 1. Pavlov menyumbangkan gagasan dan pikirannya dalam bidang ilmu psikologi. Teori belajar classical conditioning kadang-kadang disebut juga respont conditioning


(21)

Tugas Psikologi Pendidikan

Oleh : I Komang Cahya Trianandika Page 21

atau Pavlovian Conditioning, merupakan teori belajar katagori Stimulus-Respon (S-R) tipe S. Esensi berlakunya classical conditioning adalah adanya dua stimulus yang berpasangan. Satu stimulus yang dinamakan conditioned stimulus (CS) atau kita sebut saja stimulus yang berkondisi. Stimulus ini dinamakan stimulus netral sebab kecuali untuk menjaga respon yang pertama kalinya diberikan dalam beberapa saat, tidak menghasilkan respon khusus. Stimulus lainnya adalah unconditioned stimulus (US) atau kita sebut saja stimulus yang tidak berkondisi. Stimulus ini menghasilkan respon yang sipatnya reflek yang kita namakan unconditioned response (UR) atau kita sebut saja respon yang tidak berkondisi. Pasangan kedua stimulus ini yakni stimulus berkondisi dan tidak berkondisi (CS dan US) biasanya terjadi di mana stimulus berkondisi (CS) timbul atau datang pada waktu yang relatif singkat sebelum stimulus yang tidak berkondisi (US) diberikan. Selang waktu antara stimulus berkondisi dengan stimulus tidak berkondisi dinamakan interstimulus interval.

Hasil daripada pasangan stimulus ini, di mana stimulus yang tidak berkondisi yang didahului oleh stimulus berkondisi adalah dimulainya respon yang sama yakni respon tidak berkondisi (unconditioned respon atau UR). Setelah terjadi proses belajar stimulus berkondisi menghasilkan respon. Respon tersebut dinamakan respon berkondisi(CR). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa situasi atau classical conditioning adalah sebagai berikut:apabila stimulus berkondisi dan stimulus tak berkondisi dipasangkan dalam jumlah waktu dan interval waktu dengan benar, stimulus berkondisi yang asli dan netral akan memulai menghasilkan respon yang sama dengan respon yang dihasilkan oleh stimulus tak berkondisi sebelum dipasangkan. Respon-respon khusus yang dihasilkanoleh stimulus berkondisi yang asli dan netral adalah apa yang dinamakan belajar classical conditioning. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa stimulus takl bersarat/tak berkondisi dapat menghasilkan respon atau tanggapan tak bersarat/berkondisi dan stimulus tambahan yakni stimulus berkondisi akan menghasilkan respon baru yakni respon atau tanggapan berkondisi. Dengan konsep ini maka stimulus biasa yang asli dan netral sewaktu-waktu akan menghasilkan respon atau tanggapan asli atau respon berkondisi.


(22)

Tugas Psikologi Pendidikan

Oleh : I Komang Cahya Trianandika Page 22

Konsep lain yang perlu dijelaskan adalah pelenyapan dan penyembuhan spontan dalam teori classical conditioning dari percobaan Pavlov. Setelah respon berkondisi tercapai, apakah yang akan terjadi bila stimulus berkondisi diulang atau diberikan kembali tanpa diikuti oleh stimulus tak berkondisi ? Dalam hal ini akan terjadi pelenyapan atau padam atau hilang. Dengan kata lain pelenyapan adalah tidak terjadinya respon atau menurunnya kekuatan respon pada saat diberikan kembali stimulus berkondisi tanpa diikuti stimulus tak berkondisi setelah terjadinya respon. Sedangkan penyembuhan spontan adalah suatu tindakan/usaha nyata untuk menghalangi terjadinya pelenyapan. Satu diantaranya ialah melalui rekonditioning atau mengkondisi kembali melalui pemberian kedua stimulus secara berpasangan.

Konsep lain dari classical conditioning adalah stimulus generalisasi dan diskriminasi. Dalam hal ini Pavlov menyatakan bahwa respon berkondisi timbul terhadap stimulus yang tidak berpasangan atau tidak dipasangkan dengan stimulus tak berkondisi. Ini berarti ada semacam kecenderungan untuk menggeneralisasikan respon berkondisi terhadap stimulus lain apabila dalam beberapa hal memiliki kesamaan dengan stimulus berkondisi atau asli. Makin tinggi tingkat kesamaannya semakin tinggi pula generalisasinya.

Diskriminasi adalah proses belajar untuk membuat satu respon tcrhadap satu stimulus dan membedakan respon atau bukan respon terhadap stimulus lainnya. Dengan demikian diskriminasi merupakan lawan dari generalisasi atau kebalikan generalisasi.

Dalam praktek sehari-hari adanya generalisasi banyak ditemukan. Dalam pengertian setelah respon khusus terjadi akibat suatu stimulus, maka rangsangan yang sama akan menghasilkan respon yang sama. Contohnya, jika seekor anjing telah dilatih membengkokan kaki kirinya, maka ia juga akan memberikan respon membengkokan kaki kanannya seandainya respon yang asli (kaki kiri) menjadi penghalang. Konsep lain yang juga penting adalah perjumlahan. Artinya kombinasi dari stimulus sering mempunyai kekuatan yang lebih besar daripada rangsangan atau stimulus yang terpisah-pisah. Sebagai contoh kedua penglihatan dan penciuman akan bereaksi kuat pada anjing untuk menghasilkan tanggapan terhadap makanan.


(23)

Tugas Psikologi Pendidikan

Oleh : I Komang Cahya Trianandika Page 23

2) Menurut Edward Lee Thorndike

Belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionisme.

Adapun tiga hukum dasar (primer) dari Thorndike adalah sebagai berikut: - law of readiness; jika reaksi terhadap stimulus didukung oleh kesiapan untuk

bertindak atau bereaksi itu, maka reaksi menjadi memuaskan.

- law of exercise; makin banyak dipraktekkan atau digunakannya hubungan stimulasi respon, makin kuat hubungan itu. Praktek perlu disertai dengan

“reward”.

- law of effect”; bilamana terjadi hubungan antara stimulus dan respon dan dibarengi dengan “state of affairs” yang memuaskan, maka hubungan itu menjadi lebih kuat. Bila mana hubungan dibarengi “state of affairs” yang mengganggu, maka kekuatan hubungan menjadi berkurang.

3) Teori Burhuss Frederic Skinner

Skinner memulai penemuan teori belajarnya dengan kepercayaannya bahwa prinsip-prinsip kondisioning klasik hanya sebagian kecil dari perilaku yang bisa dipelajari. Banyak perilaku manusia adalah operan, bukan responden. Kondisioning klasik hanya menjelaskan bagaimana perilaku yang ada dipasangkan dengan rangsangan atau stimuli baru, tetapi tidak menjelaskan bagaimana peilaku operan baru dicapai. Pada dasarnya, Skinner mendefinisikan belajar sebagai proses perubahan perilaku (Gredler, 1986). Perubahan perilaku yang dicapai sebagai hasil belajar tersebut melalui proses penguatan perilaku baru yang muncul, yang biasanya disebut dengan kondisioning operan (operant conditioning). Dalam teori ini memfokuskan pada 3 M:


(24)

Tugas Psikologi Pendidikan

Oleh : I Komang Cahya Trianandika Page 24

 Memunculkan tingkah laku (bentuk atau ciftaan)

 Mengembangkan tingkah laku

 Memodifikasi tingkah laku

c. Kelebihan dan kekurangan Teori Behavioristik:

Setiap teori pasti akan mempunyai kekurangan maupun kelebihannya. Teori Behavioristik mempunyai kekurangan yaitu,

 Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru (teacher centered learning), bersifat meanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang diamati dan diukur

 Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif.Penggunaan hukuma sebagai salah satu cara untuk mendisiplinkan

 siswa ( tori skinner ) baik hukuman verbal maupun fisik seperti kata – kata kasar , ejekan , jeweran yang justru berakibat buruk pada siswa. Kelebihan dari teori behavioristik yaitu,

 Sangat cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsure-unsur seperti kecepatan, spontanitas, kelenturan, refleks, dan daya tahan.

Contoh : percakapan bahasa asing,mengetik,menari,berenang,olahraga. Cocok diterapkakn untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi hadiah atau pujian.

 Dapat dikendalikan melalui cara mengganti mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.

2.2.3 Teori Belajar Kognitif


(25)

Tugas Psikologi Pendidikan

Oleh : I Komang Cahya Trianandika Page 25

Menurut teori belajar kognitif hal yang lebih penting dari sekadar hasil belajar yang berupa perubahan tingkah laku. Tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang tampak dan melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Proses belajar terjadi melalui pengaturan stimulus yang diterima dan menyesuaikannya dengan struktur kognitif yang telah dimiliki dan terbentuk dalam pikiran berdasarkan pemahaman dan pengalaman sebelumnya.

Dalam penerapan teori belajar kognitif, kebebasan dan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar amat diperhitungkan agar aktivitas belajar menjadi lebih bermakna bagi siswa. Prinsip-prinsip belajar yang dianut adalah berikut ini.

1. Siswa mengalami perkembangan kognitif melalui tahap-tahap tertentu sampai mencapai kematangan kognitif seperti orang dewasa.

2. Pembelajaran perlu dirancang agar sesuai dengan perkembangan kognitif siswa.

3. Agar proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi, siswa perlu dilibatkan secara aktif dalam belajar.

4. Pengalaman atau informasi baru perlu dikaitkan dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa untuk menarik minat dan meningkatkan retensi.

5. Belajar memahami akan lebih bermakna daripada belajar menghafal.

6. Perbedaan individual antarsiswa perlu diperhatikan dalam rangka mencapai keberhasilan belajar.

b. Tokoh Teori Belajar Kognitif 1. Piaget

Menurut Jean Piagiet, bahwa proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yaitu :

a. Asimilasi yaitu proses penyatuan (pengintegrasian) informasi baru ke struktur

kognitif yang sudah ada dalam benak siswa. Contoh, bagi siswa yang sudah mengetahui prinsip penjumlahan, jika gurunya memperkenalkan prinsip


(26)

Tugas Psikologi Pendidikan

Oleh : I Komang Cahya Trianandika Page 26

perkalian, maka proses pengintegrasian antara prinsip penjumlahan (yang sudah ada dalam benak siswa), dengan prinsip perkalian (sebagai informasi baru) itu yang disebut asimilasi.

b. Akomodasi yaitu penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru.

Contoh, jika siswa diberi soal perkalian, maka berarti pemakaian (aplikasi) prinsip perkalian tersebut dalam situasi yang baru dan spesifik itu yang disebut akomodasi.

c. Equilibrasi (penyeimbangan) yaitu penyesuaian berkesinambungan antara

asimilasi dan akomodasi. Contoh, agar siswa tersebut dapat terus berkembang dan menambah ilmunya, maka yang bersangkutan menjaga stabilitas mental dalam dirinya yang memerlukan proses penyeimbangan antara “dunia dalam” dan “dunia luar”.

Proses belajar yang dialami seorang anak pada tahap sensori motor tentu lain dengan yang dialami seorang anak yang sudah mencapai tahap kedua (pra-operasional) dan lain lagi yang dialami siswa lain yang telah sampai ke tahap yang lebih tinggi (operasional kongrit dan operasional formal). Jadi, secara umum, semakin tinggi tingkat kognitif seseorang, semakin teratur (dan juga semakin abstrak) cara berfikirnya

Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.

2. Ausubel

Menurut Ausubel, siswa akan belajar dengan baik jika “pengatur kemajuan (belajar)” atau advance organizer didefinisikan dan dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa. Pengatur kemajuan belajar adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi (mencakup) semua isi pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa. David Ausubel merupakan salah satu tokoh ahli psikologi kognitif yang berpendapat bahwa keberhasilan belajar siswa sangat ditentukan oleh


(27)

Tugas Psikologi Pendidikan

Oleh : I Komang Cahya Trianandika Page 27

kebermaknaan bahan ajar yang dipelajari. Ausubel menggunakan istilah “pengatur lanjut” (advance organizers) dalam penyajian informasi yang dipelajari peserta didik agar belajar menjadi bermakna. Selanjutnya dikatakan bahwa “pengatur lanjut” itu terdiri dari bahan verbal di satu pihak, sebagian lagi merupakan sesuatu yang sudah diketahui peserta didik di pihak lain. Dengan demikian kunci keberhasilan belajar terletak pada kebermaknaan bahan ajar yang diterima atau yang dipelajari oleh siswa.. Ausubel tidak setuju dengan pendapat bahwa kegiatan belajar penemuan lebih bermakna dari pada kegiatan belajar. Dengan ceramahpun asalkan informasinya bermakna bagi peserta didik, apalagi penyajiannya sistimatis akan diperoleh hasil belajar yang baik pula. Ausubel mengidentifikasikan empat kemungkinan tipe belajar, yaitu (1) belajar dengan penemuan yang bermakna, (2) belajar dengan ceramah yang bermakna, (3) Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna, dan (4) belajar dengan ceramah yang tidak bermakna. Dia berpendapat bahwa menghafal berlawanan dengan bermakna, karena belajar dengan menghafal, peserta didik tidak dapat mengaitkan informasi yang diperoleh itu dengan pengetahuan yang telah dimilikinya. Dengan demikian bahwa belajar itu akan lebih berhasil jika materi yang dipelajari bermakna.

3. Bruner

Menurut Brunner, pembelajaran hendaknya dapat menciptakan situasi agar mahasiswa dapat belajar dari diri sendiri melalui pengalaman dan eksperimen untuk menemukan pengetahuan dan kemampuan baru yang khas baginya. Dari sudut pandang psikologi kognitif, bahwa cara yang dipandang efektif untuk meningkatkan kualitas output pendidikan adalah pengembangan program-program pembelajaran yang dapat mengoptimalkan keterlibatan mental intelektual pembelajar pada setiap jenjang belajar. Sebagaimana direkomendasikan Merril, yaitu jenjang yang bergerak dari tahapan mengingat, dilanjutkan ke menerapkan, sampai pada tahap penemuan konsep, prosedur atau prinsip baru di bidang disiplin keilmuan atau keahlian yang sedang dipelajari.

Dalam teori belajar, Jerome Bruner berpendapat bahwa kegiatan belajar akan berjalan baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau kesimpulan tertentu. Dalam hal ini Bruner membedakan menjadi tiga tahap.


(28)

Tugas Psikologi Pendidikan

Oleh : I Komang Cahya Trianandika Page 28

Ketiga tahap itu adalah: (1) tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru, (2) tahap transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan baru serta mentransformasikan dalam bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain, dan (3) evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau tidak. Bruner mempermasalahkan seberapa banyak informasi itu diperlukan agar dapat ditransformasikan . Perlu Anda ketahui, tidak hanya itu saja namun juga ada empat tema pendidikan yaitu: (1) mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan, (2) kesiapan (readiness) siswa untuk belajar, (3) nilai intuisi dalam proses pendidikan dengan intuisi, (4) motivasi atau keinginan untuk belajar siswa, dan curu untuk memotivasinya.

Dengan demikian Bruner menegaskan bahwa mata pelajaran apapun dapat diajarkan secara efektif dengan kejujuran intelektual kepada anak, bahkan dalam tahap perkembangan manapun. Bruner beranggapan bahwa anak kecilpun akan dapat mengatasi permasalahannya, asalkan dalam kurikulum berisi tema-tema hidup, yang dikonseptualisasikan untuk menjawab tiga pertanyaan. Berdasarkan uraian di atas, teori belajar Bruner dapat disimpulkan bahwa, dalam proses belajar terdapat tiga tahap, yaitu informasi, trasformasi, dan evaluasi. Lama tidaknya masing-masing tahap dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain banyak informasi, motivasi, dan minat siswa.

Bruner juga memandang belajar sebagai “instrumental conceptualisme” yang mengandung makna adanya alam semesta sebagai realita, hanya dalam pikiran manusia. Oleh karena itu, pikiran manusia dapat membangun gambaran mental yang sesuai dengan pikiran umum pada konsep yang bersifat khusus. Semakin bertambah dewasa kemampuan kognitif seseorang, maka semakin bebas seseorang memberikan respon terhadap stimulus yang dihadapi. Perkembangan itu banyak tergantung kepada peristiwa internalisasi seseorang ke dalam sistem penyimpanan yang sesuai dengan aspek-aspek lingkungan sebagai masukan. Teori belajar psikologi kognitif memfokuskan perhatiannya kepada bagaimana dapat mengembangkan fungsi kognitif individu agar mereka dapat belajar dengan maksimal. Faktor kognitif bagi teori belajar kognitif merupakan faktor pertama dan utama yang perlu dikembangkan oleh para guru dalam membelajarkan


(29)

Tugas Psikologi Pendidikan

Oleh : I Komang Cahya Trianandika Page 29

peserta didik, karena kemampuan belajar peserta didik sangat dipengaruhi oleh sejauhmana fungsi kognitif peserta didik dapat berkembang secara maksimal dan optimal melalui sentuhan proses pendidikan.

Peranan guru menurut psikologi kognitif ialah bagaimana dapat mengembangkan potensi kognitif yang ada pada setiap peserta didik. Jika potensi kognitif yang ada pada setiap peserta didik telah dapat berfungsi dan menjadi aktual oleh proses pendidikan di sekolah, maka peserta didik akan mengetahui dan memahami serta menguasai materi pelajaran yang dipelajari di sekolah melalui proses belajar mengajar di kelas.

Bloom dan Krathwohl menunjukkan apa yang mungkin dikuasai (dipelajari) oleh siswa, yang tercakup dalam tiga kawasan yang diantaranya : Kognitif. Kognitif terdiri dari enam tingkatan, yaitu :

1. Pengetahuan (mengingat, menghafal), 2. Pemahaman (menginterpretasikan),

3. Aplikasi / penerapan (menggunakan konsep untuk memecahkan suatu masalah),

4. Analisis (menjabarkan suatu konsep),

5. Sintesis (menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep utuh),

6. Evaluasi (membandingkan nilai, ide, metode dan sebagainya).

Oleh karena itu para ahli teori belajar psikologi kognitif berkesimpulan bahwa salah satu faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan proses pembelajaran di kelas ialah faktor kognitif yang dimiliki oleh peserta didik. Faktor kognitif merupakan jendela bagi masuknya berbagai pengetahuan yang diperoleh peserta didik melalui kegiatan belajar mandiri maupun kegiatan belajar secara kelompok.

4. Mex Wertheimenr

Psikologi mulai berkembang dengan lahirnya teori belajar Gestalt. Peletak dasar pisiologi Gestalt adalah Mex Wertheimenr tahun1880-1943 yang meneliti tentang pengamatan dalam problem solving. Dari pengamatannya ia sangat menyesalkan penggunaan metode menghafal disekolah dan menghendaki agar murid belajar dengan pengertian bukan hafalan akademis (dalam Riyanto,2002).


(30)

Tugas Psikologi Pendidikan

Oleh : I Komang Cahya Trianandika Page 30

Gestalt dalam bahasa Jerman, berarti “Whole Configuration” atau bentuk yang utuh, pola, kesatuan, dan keseluruhan lebih dari bagian-bagian. Dalam belajar, siswa harus mampu menangkap makna dari hubungan antara bagian yang satu dengan bagian Yanng lainnya. Pemaknaan makna dari hubungan inilah yang disebut memahami, mengerti atau insight. Menurut pandangan Gestalt, semua kegiatan belajar menggunakan insight atau pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan, terutama hubungan antara bagian dan keseluruhan. Suatu konsep yang terpenting dalam teori Gestalt adalah tentang pengamatan dan pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan antara bagian-bagian dalam suatu situasi permasalahan. Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan teori Gestalt guru tidak memberikan potongan-potongan atau bagian-bagian bahan ajaran, tetapi selalu satu kesatuan yang utuh.Guru memberikan suatu kesatuan situasi atau bahan yang mengandung persoalan-persoalan, dimana anak harus berusaha menemukan hubungan antar bagian.

Menurut teori Gestalt ini pengamatan manusia pada awalnya bersifat global terhadap objek-objek yang dilihat, karena itu belajar harus dimulai dari keseluruhan, baru kemudian berproses kepada bagian-bagian. Pengamatan artinya proses menerima, menafsirkan dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indra-indra seperti mata dan telinga.

5. Kohler

Teori yang disampaikan oleh Kohler berdasarkan pada penelitiannya pada seekor monyetnya dipulau Cannary yang dikembangkan dari teori Gestalt. Kohler menyatakan bahwa belajar adalah serta mencapainya, hasil adalah proses yang didasarkan ada insight.

6. Kurt Lewin

Kurt Lewin, mengembangkan suatu teori belajar Conitive-Field dengan menaruh perhatian kepada kepribadian dan pisikologi sosial. Menurut Lewin, belajar berlangsung sebagai akibat dari perubahan dalam struktur kognitif. Lewin berpendapat bahwa tingkah laku merupakan hasil interaksi antar kekuatan baik yang berasal dari individu seperti tujuan, kebutuhan tekanan kejiwaan maupun yang berasal dari luar individu seperti tantangan dan permasalahan.


(31)

Tugas Psikologi Pendidikan

Oleh : I Komang Cahya Trianandika Page 31

Aplikasi teori kognitif dalam pembelajaran adalah sebagai berikut: 1. Guru harus memahami bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah

dalam proses berpikirnya.

2. Guru menyusun materi dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana ke kompleks.

3. Guru menciptakan pembelajaran yang bermakna.

4. Guru memerhatikan perbedaan individual setiap siswa untuk mencapai keberhasilan siswa.

2.2.4 Teori Belajar Psikodinamis a. Tokoh Teori Psikodinamis

1.Sigmund Freud (1856-1939)

Sigmund Freud dia berpendapat bahwa perkembangan jiwa atau kepribadian seseorang ditentukan oleh komponen dasar yang bersifat sosio-efektif, yakni ketegangan yang ada di dalam diri seseorang itu ikut menentukan dinamikanya ditengah-tengah lingkungannya. Sehingga freud membagi struktur kepribadian atau jiwa seseorang menjadi tiga yaitu:

1. Id (das es) bisa dikaitkan dalam islam dengan nafsu. 2. Ego (das ich) bisa disebut juga dengan akal.

3. Superego (das ueber es) bisa disebut dengan hati nurani.

Setelah membagi struktur jiwa manusia kedalam tiga struktur, freud membagi tahapan-tahan perkembangan manusia menjadi lima fase yang menjadi dasar perkembangan manusia bagi teori psikodinamika. Adapun kelima fase tersebut masuk ke dalam teori perkembangan psikoseksual.

Teori perkembangan psikoseksual yang dikemukakan oleh Freud mengatakan bahwa setiap makhluk hidup pasti mengalami pertumbuhan dan perkembangan, begitu pula manusia juga mengalaminya. Freud mengatakan bahwa seksualitas adalah faktor pendorong terkuat untuk melakukan sesuatu dan bahwa pada masa balita pun anak-anak mengalami ketertarikkan dan kebutuhan seksual.

Tahap perkembangan psikoseksual yang dikemukakan Freud adalah: 1. Tahap oral


(32)

Tugas Psikologi Pendidikan

Oleh : I Komang Cahya Trianandika Page 32

Tahap Oral berlangsung pada usia 0 sampai 18 bulan dimana kesenangan bayi terpusat disekitar mulut, seperti mengunyah, menghisap, dan menggigit yang merupakan sumber kesenangan anak. Sumber kenikmatan pokok yang berasal dari mulut adalah makanan. Makan meliputi stimulasi terhadap bibir dan rongga mulut serta menelan. Kemudian setelah gigi tumbuh maka mulut dipakai untuk menggigit dan mengunyah. Dua aktifasi oral ini merupakan prototype bagi banyak ciri karakter yang berkembang dikemudian karakter.

2. Tahap Anal

Tahap Anal berlangsung pada anak usia 1,5 tahun sampai 3 tahun. Libido dipusatkan didaerah anal, dimana anal berfungsi sebagai alat pemuas kenikmatan (baik dalam melepaskan atau mempertahankan feses).

Di fase ini terjadi sifat ambivalensi pada anak dimana anak berusaha mempertahankan feses sedangkan ibunya memerintahkan untuk dibuang.

3. Tahap Phallic

Berlangsung pada anak usia 3 sampai 6 tahun. Kenikmatan terletak pada alat kelamin dan aktifitas yang paling nikmat adalah masturbasi. Pada tahap ini anak menyadari jenis kelaminnya bertepatan pada kesadaran bahwa dirinya dipisahkan dari beberapa aspek dari kehidupan orang tuanya.

4. Tahap Latency

Berlangsung pada anak usia 6 tahun sampai usia peberitas atau sekitar 12 tahun. Selam periode ini, anak menekan seluruh minat seksual dan mengembangkan keterampilan dan intelektual. Di fase ini libido seksual relative tenang dan anak beridentifikasi lebih luas lagi di luar objek orang tuanya seperti teman, orang tua teman, dan guru.

5. Tahap Genital

Terjadi mulai dari masa puberitas dan seterusnya. Fase ini dibagi menjadi tiga fase yaitu,

se pubertas yaitu usia 11 sampai 13 tahun


(33)

Tugas Psikologi Pendidikan

Oleh : I Komang Cahya Trianandika Page 33

 Sebagai orang pertama yang menyentuk konsep-konsep psikologi seperti peran ketidaksadaran (unconsciousness), anxiety, motivasi, pendekatan teori perkembangan untuk menjelaskan struktur kepribadian

 Posisinya yang kukuh sebagai seorang deterministik sekaligus menunjukkan hukum-hukum perilaku, artinya perilaku manusia dapat diramalkan

 Freud juga mengkaji produk-produk budaya dari kacamata psikoanalisa, seperti puisi, drama, lukisan, dan lain-lain. Oleh karenanya ia memberi sumbangan juga pada analisis karya seni

Selain menuai pujian teori ini juga menuai banyak kritik diantaranya :  Metode studinya yang dianggap kurang reliabel, sulit diuji secara

sistematis dan sangat subyektif

 Konstruk-konstruk teorinya juga sulit diuji secara ilmiah sehingga diragukan keilmiahannya. Beberapa konsepnya bahkan dianggap fiksi, seperti Oedipus complex

 Bagi aliran behaviorist, yang dilakukan Freud adalah mempelajari intervening variable

Freud banyak memiliki murid. Tidak semuanya akan dibahas, hanya dua dari para pengikut itu yang akan dibahas di sini, yaitu Adler dan Jung.

2. Alfred Adler (1870-1937)

Adler mengembangkan yang disebut sebagai Individual Psychology. Banyak konsep Freud yang diikutinya, antara lain mengenai level kesadaran. Namun Adler menekankan pada faktor kesadaran/unsur ego . Teorinya banyak menyentuh unsur lingkungan sosial sehingga ia juga dikenal sebagai seorang psikoanalis sosial yang pertama. Sebagai seorang pengikut Freud, Adler memilih jalan berbeda dari Freud dan menganggap teori Freud sangat menekankan unsur seksual sehingga kurang realistis.

Adler di Wina dari keluarga pedagang yang berada. Sejak kecil ia sakit-sakitan dan hal ini menumbukan cita-cita untuk menjadi seorang dokter. Pada tahun 1895 ia lulus kedokteran dari Universitas Wina, lalu berpraktek sebagai dokter mata sebelum akhirnya menekuni bidang psikiatri dan menjadi psikiater.


(34)

Tugas Psikologi Pendidikan

Oleh : I Komang Cahya Trianandika Page 34

Konsep utama Adler adalah organ inferiority. Berangkat dari teorinya tentang adanya inferiority karena kekurangan fisik yang berusaha diatasi manusia, ia memperluas teorinya dengan menyatakan bahwa perasaan inferior adalah universal. Setiap manusia pasti punya perasaan inferior karena kekurangannya dan berusaha melakukan kompensasi atas perasaan ini. Kompensasi ini bisa dalam bentuk menyesuaikan diri ataupun membentuk pertahanan yang memungkinkannya mengatasi kelemahan tsb.

Selanjutnya, Adler juga membahas tentang striving for superiority, yaitu dorongan untuk mengatasi inferiority dengan mencapai keunggulan. Dorongan ini sifatnya bawaan dan merupakan daya penggerak yang kuat bagi individu sepanjang hidupnya. Adanya striving for superiority menyebabkan manusia selalu berkembang ke arah kesempurnaan. Teorinya ini yang membuat Adler memiliki pandangn lebih optimis dan positif terhadap manusia serta lebih berorientasi ke masa depan dibandingkan Freud yang lebih berorientasi ke masa lalu.

3. Carl Gustav Jung (1875-1961)

Dikenal mengembangkan Analytical Psychology. Sebagai murid Freud, Jung juga mengajukan keberatan terhadap beberapa konsep utama Freud yang menyebabkan hubungan keduanya renggang dan retak. Perbedaan utama Jung dan Freud terletak pada pandangan mereka tentang ketidaksadaran. Meskipun keduanya sama-sama menekankan ketidaksadaran sebagai penentu perilaku manusia (bahkan Jung lebih kuat dalam hal ini), tapi mereka berbeda posisi tentang asal ketidaksadaran ini. Freud mengatakan bahwa unsur seksual adalah faktor utama dan dominan dalam ketidaksadaran sementara Jung sangat tidak setuju dgn pandangan ini dan menyatakan bahwa sumber ketidaksadaran adalah warisan dari nenek moyang sehingga sifatnya sosial dan tergantung kelompok ras Jung lahir di Swiss, ayahnya adalah pendeta dan unsur religius nantinya akan banyak berperan dalam pemikiranpemikirannya. Ia belajar kedokteran di Universitas Basel, lulus 1900. Kemudian ia ditunjuk bekerja di klinik psikiatri Universitas Zurich tahun 1909. Ia adalah ketua pertama International Psychoanalitic Association tahun 1911. Tahun 1914 ia mengundurkan diri dari posisinya tersebut dan mendirikan analytical psychology. Pada tahun 1920an ia banyak melakukan ekspedisi lapangan ke Afrika dan Amerika Selatan sambil


(35)

Tugas Psikologi Pendidikan

Oleh : I Komang Cahya Trianandika Page 35

meneliti dan mengembangkan teorinya. Ekspedisi ini secara signifikan mempengaruhi teori-teorinya yang kental unsur budayanya. Tahun 1948 C.G. Jung Institute didirikan di Zurich untuk mengembangkan teorinya dan teknik terapinya.

Jung menekankan pada aspek ketidaksadaran dengan konsep utamanya, collective unconscious. Konsep ini sifatnya transpersonal, ada pada seluruh manusia. Hal ini dpt dibuktikan melalui struktur otak manusia yang tidak berubah. Collective unconscious terdiri dari jejak ingatan yang diturunkan dari generasi terdahulu, cakupannya sampai pada masa pra-manusia. Misalnya, cinta pada orangtua, takut pada binatang buas,dan lain-lain. Collective unconscious ini menjadi dasar kepribadian manusia karena didalamnya terkandung nilai dan kebijaksanaan yang dianut manusia. Ide-ide yang diturunkan atau primordial images disebut sebagai archetype. Terbentuk dari pengalaman yang berulang dalam kurun waktu yang lama. Ada beberapa archetype mendasar pada manusia, yaitu persona, anima, shadow, self. Archetype inilah yang menjadi isi collective unconsciousness.

2.2.5 Teori Belajar Sosial

a. Pengertian Teori Belajar Sosial

Teori belajar sosial dikenalkan oleh Albert Bandura, yang mana konsep dari teori ini menekankan pada komponen kognitif dari pikiran, pemahaman dan evaluasi. Menurut Bandura, orang belajar melalui pengalaman langsung atau pengamatan (mencontoh model). Orang belajar dari apa yang ia baca, dengar, dan lihat di media, dan juga dari orang lain dan lingkungannya. (Sihnu Bagus)

Albert Bandura mengemukakan bahwa seorang individu belajar banyak tentang perilaku melalui peniruan/modeling, bahkan tanpa adanya penguat (reinforcement) sekalipun yang diterimanya. Proses belajar semacam ini disebut “observational learning” atau pembelajaran melalui pengamatan. Albert Bandura (1971), mengemukakan bahwa teori pembelajaran sosial membahas tentang (1) Bagaimana perilaku kita dipengaruhi oleh lingkungan melalui penguat (reinforcement) dan observational learning, (2) Cara pandang dan cara pikir yang kita miliki terhadap informasi, (3) Begitu pula sebaliknya, bagaimana perilaku


(36)

Tugas Psikologi Pendidikan

Oleh : I Komang Cahya Trianandika Page 36

kita mempengaruhi lingkungan kita dan menciptakan penguat (reinforcement) dan observational opportunity.

Teori belajar sosial menekankan observational learning sebagai proses pembelajaran, yang mana bentuk pembelajarannya adalah seseorang mempelajari perilaku dengan mengamati secara sistematis imbalan dan hukuman yang diberikan kepada orang lain.

Dalam observational learning terdapat empat tahap belajar dari proses pengamatan atau modeling Proses yang terjadi dalam observational learning tersebut antara lain :

1. Atensi, dalam tahapan ini seseorang harus memberikan perhatian terhadap model dengan cermat.

2. Retensi, tahapan ini adalah tahapan mengingat kembali perilaku yang ditampilkan oleh model yang diamati maka seseorang perlu memiliki ingatan yang bagus terhadap perilaku model.

3. Reproduksi, dalam tahapan ini seseorang yang telah memberikan perhatian untuk mengamati dengan cermat dan mengingat kembali perilaku yang telah ditampilkan oleh modelnya maka berikutnya adalah mencoba menirukan atau mempraktekkan perilaku yang dilakukan oleh model. 4. Motivasional, tahapan berikutnya adalah seseorang harus memiliki

motivasi untuk belajar dari model.

Sosial adalah interaksi atau hubungan yang dilakukan dengan orang banyak yang ditemukannya disekelilingnya dalam menjalankan kehidupan individunya sehari-hari. Sosial membantu tiap anak untuk merasa diterima didalam kelompok, membantu anak belajar berkomunikasi dan bergaul dengan orang lain, mendorong empati dan saling menghargai terhadap anak-anak maupun orang dewasa.

Pembentukan sikap sosial pada anak yang mengikuti Pendidikan Apresiasi Seni, dipengaruhi oleh faktor orang tua dan guru, faktor kebudayaan di tempat tinggal masing-masing, dan faktor lembaga pendidikan dan ajaran agama. Masing-masingnya mengarahkan anak mempunyai sikap sosial yang baik melalui penanaman pengetahuan dan contoh, adanya pembiasaan bersosialisasi dengan orang lain baik yang memiliki kesamaan suku, agama, budaya dan lainnya


(37)

Tugas Psikologi Pendidikan

Oleh : I Komang Cahya Trianandika Page 37

maupun yang tidak. Serta pemberian penjelasan dari sekolah dan ajaran agama tentang berkomunikasi, berhubungan dengan sesama manusia, termasuk didalamnya didukung oleh kegiatan Pendidikan Apresiasi Seni yang diikuti anak di sekolahnya.

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap Sosial

Menurut Prasetyo dalam bukunya Psikologi Pendidikan mengemukakan bahwa: “Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap sosial adalah sebagai berikut: (a) Faktor Indogen: faktor pada diri anak itu sendiri seperti faktor imitasi, sugesti, identifikasi, simpati dan (b) Faktor Eksogen; faktor yang berasal dari luar seperti lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat dan lingkungan sekolah” (Prasetyo, 1997 : 96).

Dari pendapat ahli tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi sikap sosial adalah sebagai berikut: (a) Faktor Indogen; faktor sugesti, identifikasi, dan imitasi (b) Faktor Eksogen; faktor yang berasal dari luar seperti lingkunga keluarga, lingkungan masyarakat, dan lingkungan sekolah. Berikut ini akan dijelaskan masing-masing faktor yang mempengaruhi sikap sosial tersebut.

a. Faktor Endogen

Faktor indogen adalah faktor yang mempengaruhi sikap sosial anak yang datang dari dalam dirinya sendiri. Dalam hal ini dapat dibedakan menjadi tiga faktor yaitu: a) faktor sugesti, b) faktor identifikasi, dan c) faktor imitasi. Berikut ini akan dijelaskan secara singkat masing-masing faktor tersebut.

- Faktor Sugesti

Dalam buku Psikologi Kepribadian dijelaskan bahwa: “Sugesti adalah proses seorang individu didalam berusaha menerima tingkah laku maupun prilaku orang lain tanpa adanya kritikan terlebih dahulu” (Nawawi, 2000 : 72).

Dari pendapat ahli tersebut diatas, dapat dikatakan sugesti dapat mempengaruhi sikap sosial seseorang sedangkan anak yang tidak mampu bersugesti cenderung untuk tidak mau menerima keadaan orang lain, seperti tidak merasakan penderitaan orang lain, tidak bisa bekerjasama dengan orang lain dan sebagainya.


(38)

Tugas Psikologi Pendidikan

Oleh : I Komang Cahya Trianandika Page 38

Identifikasi dilakukan kepada orang lain yang dianggapnya ideal atau sesuai dengan dirinya. Hal ini sesuai dengan pendapat Nawawi dalam bukunya Interaksi Sosial dijelaskan bahwa: “Anak yang mengidentifikasikan dirinya seperti orang lain akan mempengaruhi perkembangan sikap sosial seseorang, seperti anak cepat merasakan keadaan atau permasalahan orang lain yang mengalami suatu problema (permasalahan)” (Nawawi, 2000 : 82).

Menurut pendapat ahli tersebut diatas jelaslah bahwa seseorang yang berusaha mengidentifikasikan diri dengan keadaan orang lain akan lebih mampu merasakan keadaan orang lain, daripada seorang anak yang tidak mau mengidentifikasikan dirinya dengan orang lain yang cenderung mampu merasakan keadaan orang lain.

- Faktor Imitasi

Imitasi dapat mendorong seseorang untuk berbuat baik. Pada buku Psikologi Pendidikan dijelaskan bahwa: “Sikap seseorang yang berusaha meniru bagaimana orang yang merasakan keadaan orang lain maka ia berusaha meniru bagaimana orang yang merasakan sakit, sedih, gembira, dan sebagainya. Hal ini penting didalam membentuk rasa kepedulian sosial seseorang” (Purwanto, 1999 : 65). Sedangkan ahli lain mengatakan pula bahwa: “Anak-anak yang meniru keadaan orang lain, akan cenderung mampu bersikap sosial, daripada yang tidak mampu meniru keadaan orang lain” (Nawawi, 2000 : 42).

Dari kedua pendapat tersebut diatas, jelaslah bahwa imitasi dapat mempengaruhi sikap sosial seseorang, dimana seseorang yang berusaha meniru (imitasi) keadaan orang lain akan lebih peka dalam merasakan keadaan orang lain, apakah orang sekitarnya itu dalam keadaan susah, senang ataupun gembira.

b. Faktor Eksogen

Faktor eksogen adalah faktor yang mempengaruhi sikap sosial anak dari luar dirinya sendiri. Dalam hal ini menurut Soetjipto dan Sjafioedin dalam bukunya Metodologi Ilmu Pengetahuan Sosial dijelaskan bahwa: “Ada tiga faktor yang mempengaruhi sikap sosial anak yaitu: ” a) faktor lingkungan keluarga, b) faktor lingkungan sekolah dan c) faktor lingkungan masyarakat” (Soetjipto dan Sjafiodin, 1994 : 22) . Berikut ini akan dijelaskan secara singkat masing-masing faktor tersebut.


(39)

Tugas Psikologi Pendidikan

Oleh : I Komang Cahya Trianandika Page 39

1). Faktor Lingkungan Keluarga

Keluarga merupakan tumpuan dari setiap anak, keluarga merupakan lingkungan yang pertama dari anak dari keluarga pulalah anak menerima pendidikan karenanya keluarga mempunyai peranan yang sangat penting didalam perkembangan anak. Keluarga yang baik akan memberikan pengaruh yang baik terhadap perkembangan anak, demikian pula sebaliknya. Dalam buku Psikologi Pendidikan dijelaskan bahwa: “Anak yang tidak mendapatkan kasih sayang, perhatian, keluarga yang tidak harmonis, yang tidak memanjakan anak-anaknya dapat mem-pengaruhi sikap sosial bagi anak-anaknya” (Purwanto, 1999 : 89).

Dari pendapat tersebut, jelaslah bahwa keharmonisan dalam keluarga, anak yang mendapatkan kasih sayang serta keluarga yang selalu memberikan perhatian kepada anak-anaknya merupakan peluang yang cukup besar didalam mempengaruhi timbulnya sikap sosial bagi anak-anaknya.

2). Faktor Lingkungan Sekolah

Dalam bukunya Psikologi Sosial dijelaskan bahwa: “Keadaan sekolah seperti cara penyajian materi yang kurang tepat serta antara guru dengan murid mempunyai hubungan yang kurang baik akan menimbulkan gejala kejiwaan yang kurang baik bagi siswa yang akhirnya mempengaruhi sikap sosial seorang siswa” (Ahmadi, 1996 : 65). Selanjutnaya dalam buku Interaksi Sosial dijelaskan bahwa: “Ada beberapa faktor lain di sekolah yang dapat mempengaruhi sikap sosial siswa yaitu tidak adanya disiplin atau peraturan sekolah yang mengikat siswa untuk tidak berbuat hal-hal yang negatif ataupun tindakan yang menyimpang” (Nawawi, 2000 : 66).

Dari kedua pendapat ahli diatas, maka faktor lingkungan sekolah yang dapat mempengaruhi sikap sosial siswa adalah cara penyajian materi, prilaku maupun sikap dari para gurunya, tidak adanya disiplin atau peraturan-peraturan sekolah yang betul-betul mengikat siswa.

3). Faktor Lingkungan Masyarakat

Lingkungan masyarakat merupakan tempat berpijak para remaja sebagai makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa melepaskan diri dari masyarakat. Anak dibentuk oleh lingkungan masyarakat dan dia juga sebagai anggota masyarakat, kalau lingkungan sekitarnya itu baik akan berarti sangat


(1)

Tugas Psikologi Pendidikan

Oleh : I Komang Cahya Trianandika Page 35

meneliti dan mengembangkan teorinya. Ekspedisi ini secara signifikan mempengaruhi teori-teorinya yang kental unsur budayanya. Tahun 1948 C.G. Jung Institute didirikan di Zurich untuk mengembangkan teorinya dan teknik terapinya.

Jung menekankan pada aspek ketidaksadaran dengan konsep utamanya, collective unconscious. Konsep ini sifatnya transpersonal, ada pada seluruh manusia. Hal ini dpt dibuktikan melalui struktur otak manusia yang tidak berubah. Collective unconscious terdiri dari jejak ingatan yang diturunkan dari generasi terdahulu, cakupannya sampai pada masa pra-manusia. Misalnya, cinta pada orangtua, takut pada binatang buas,dan lain-lain. Collective unconscious ini menjadi dasar kepribadian manusia karena didalamnya terkandung nilai dan kebijaksanaan yang dianut manusia. Ide-ide yang diturunkan atau primordial images disebut sebagai archetype. Terbentuk dari pengalaman yang berulang dalam kurun waktu yang lama. Ada beberapa archetype mendasar pada manusia, yaitu persona, anima, shadow, self. Archetype inilah yang menjadi isi collective unconsciousness.

2.2.5 Teori Belajar Sosial

a. Pengertian Teori Belajar Sosial

Teori belajar sosial dikenalkan oleh Albert Bandura, yang mana konsep dari teori ini menekankan pada komponen kognitif dari pikiran, pemahaman dan evaluasi. Menurut Bandura, orang belajar melalui pengalaman langsung atau pengamatan (mencontoh model). Orang belajar dari apa yang ia baca, dengar, dan lihat di media, dan juga dari orang lain dan lingkungannya. (Sihnu Bagus)

Albert Bandura mengemukakan bahwa seorang individu belajar banyak tentang perilaku melalui peniruan/modeling, bahkan tanpa adanya penguat (reinforcement) sekalipun yang diterimanya. Proses belajar semacam ini disebut

“observational learning” atau pembelajaran melalui pengamatan. Albert Bandura

(1971), mengemukakan bahwa teori pembelajaran sosial membahas tentang (1) Bagaimana perilaku kita dipengaruhi oleh lingkungan melalui penguat (reinforcement) dan observational learning, (2) Cara pandang dan cara pikir yang kita miliki terhadap informasi, (3) Begitu pula sebaliknya, bagaimana perilaku


(2)

Tugas Psikologi Pendidikan

Oleh : I Komang Cahya Trianandika Page 36

kita mempengaruhi lingkungan kita dan menciptakan penguat (reinforcement) dan observational opportunity.

Teori belajar sosial menekankan observational learning sebagai proses pembelajaran, yang mana bentuk pembelajarannya adalah seseorang mempelajari perilaku dengan mengamati secara sistematis imbalan dan hukuman yang diberikan kepada orang lain.

Dalam observational learning terdapat empat tahap belajar dari proses pengamatan atau modeling Proses yang terjadi dalam observational learning tersebut antara lain :

1. Atensi, dalam tahapan ini seseorang harus memberikan perhatian terhadap model dengan cermat.

2. Retensi, tahapan ini adalah tahapan mengingat kembali perilaku yang ditampilkan oleh model yang diamati maka seseorang perlu memiliki ingatan yang bagus terhadap perilaku model.

3. Reproduksi, dalam tahapan ini seseorang yang telah memberikan perhatian untuk mengamati dengan cermat dan mengingat kembali perilaku yang telah ditampilkan oleh modelnya maka berikutnya adalah mencoba menirukan atau mempraktekkan perilaku yang dilakukan oleh model. 4. Motivasional, tahapan berikutnya adalah seseorang harus memiliki

motivasi untuk belajar dari model.

Sosial adalah interaksi atau hubungan yang dilakukan dengan orang banyak yang ditemukannya disekelilingnya dalam menjalankan kehidupan individunya sehari-hari. Sosial membantu tiap anak untuk merasa diterima didalam kelompok, membantu anak belajar berkomunikasi dan bergaul dengan orang lain, mendorong empati dan saling menghargai terhadap anak-anak maupun orang dewasa.

Pembentukan sikap sosial pada anak yang mengikuti Pendidikan Apresiasi Seni, dipengaruhi oleh faktor orang tua dan guru, faktor kebudayaan di tempat tinggal masing-masing, dan faktor lembaga pendidikan dan ajaran agama. Masing-masingnya mengarahkan anak mempunyai sikap sosial yang baik melalui penanaman pengetahuan dan contoh, adanya pembiasaan bersosialisasi dengan orang lain baik yang memiliki kesamaan suku, agama, budaya dan lainnya


(3)

Tugas Psikologi Pendidikan

Oleh : I Komang Cahya Trianandika Page 37

maupun yang tidak. Serta pemberian penjelasan dari sekolah dan ajaran agama tentang berkomunikasi, berhubungan dengan sesama manusia, termasuk didalamnya didukung oleh kegiatan Pendidikan Apresiasi Seni yang diikuti anak di sekolahnya.

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap Sosial

Menurut Prasetyo dalam bukunya Psikologi Pendidikan mengemukakan

bahwa: “Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap sosial adalah sebagai berikut:

(a) Faktor Indogen: faktor pada diri anak itu sendiri seperti faktor imitasi, sugesti, identifikasi, simpati dan (b) Faktor Eksogen; faktor yang berasal dari luar seperti lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat dan lingkungan sekolah” (Prasetyo, 1997 : 96).

Dari pendapat ahli tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi sikap sosial adalah sebagai berikut: (a) Faktor Indogen; faktor sugesti, identifikasi, dan imitasi (b) Faktor Eksogen; faktor yang berasal dari luar seperti lingkunga keluarga, lingkungan masyarakat, dan lingkungan sekolah. Berikut ini akan dijelaskan masing-masing faktor yang mempengaruhi sikap sosial tersebut.

a. Faktor Endogen

Faktor indogen adalah faktor yang mempengaruhi sikap sosial anak yang datang dari dalam dirinya sendiri. Dalam hal ini dapat dibedakan menjadi tiga faktor yaitu: a) faktor sugesti, b) faktor identifikasi, dan c) faktor imitasi. Berikut ini akan dijelaskan secara singkat masing-masing faktor tersebut.

- Faktor Sugesti

Dalam buku Psikologi Kepribadian dijelaskan bahwa: “Sugesti adalah proses seorang individu didalam berusaha menerima tingkah laku maupun prilaku orang lain tanpa adanya kritikan terlebih dahulu” (Nawawi, 2000 : 72).

Dari pendapat ahli tersebut diatas, dapat dikatakan sugesti dapat mempengaruhi sikap sosial seseorang sedangkan anak yang tidak mampu bersugesti cenderung untuk tidak mau menerima keadaan orang lain, seperti tidak merasakan penderitaan orang lain, tidak bisa bekerjasama dengan orang lain dan sebagainya.


(4)

Tugas Psikologi Pendidikan

Oleh : I Komang Cahya Trianandika Page 38

Identifikasi dilakukan kepada orang lain yang dianggapnya ideal atau sesuai dengan dirinya. Hal ini sesuai dengan pendapat Nawawi dalam bukunya Interaksi Sosial dijelaskan bahwa: “Anak yang mengidentifikasikan dirinya seperti orang lain akan mempengaruhi perkembangan sikap sosial seseorang, seperti anak cepat merasakan keadaan atau permasalahan orang lain yang mengalami suatu problema (permasalahan)” (Nawawi, 2000 : 82).

Menurut pendapat ahli tersebut diatas jelaslah bahwa seseorang yang berusaha mengidentifikasikan diri dengan keadaan orang lain akan lebih mampu merasakan keadaan orang lain, daripada seorang anak yang tidak mau mengidentifikasikan dirinya dengan orang lain yang cenderung mampu merasakan keadaan orang lain.

- Faktor Imitasi

Imitasi dapat mendorong seseorang untuk berbuat baik. Pada buku

Psikologi Pendidikan dijelaskan bahwa: “Sikap seseorang yang berusaha meniru

bagaimana orang yang merasakan keadaan orang lain maka ia berusaha meniru bagaimana orang yang merasakan sakit, sedih, gembira, dan sebagainya. Hal ini

penting didalam membentuk rasa kepedulian sosial seseorang” (Purwanto, 1999 :

65). Sedangkan ahli lain mengatakan pula bahwa: “Anak-anak yang meniru

keadaan orang lain, akan cenderung mampu bersikap sosial, daripada yang tidak

mampu meniru keadaan orang lain” (Nawawi, 2000 : 42).

Dari kedua pendapat tersebut diatas, jelaslah bahwa imitasi dapat mempengaruhi sikap sosial seseorang, dimana seseorang yang berusaha meniru (imitasi) keadaan orang lain akan lebih peka dalam merasakan keadaan orang lain, apakah orang sekitarnya itu dalam keadaan susah, senang ataupun gembira.

b. Faktor Eksogen

Faktor eksogen adalah faktor yang mempengaruhi sikap sosial anak dari luar dirinya sendiri. Dalam hal ini menurut Soetjipto dan Sjafioedin dalam bukunya Metodologi Ilmu Pengetahuan Sosial dijelaskan bahwa: “Ada tiga faktor yang mempengaruhi sikap sosial anak yaitu: ” a) faktor lingkungan keluarga, b) faktor lingkungan sekolah dan c) faktor lingkungan masyarakat” (Soetjipto dan Sjafiodin, 1994 : 22) . Berikut ini akan dijelaskan secara singkat masing-masing faktor tersebut.


(5)

Tugas Psikologi Pendidikan

Oleh : I Komang Cahya Trianandika Page 39

1). Faktor Lingkungan Keluarga

Keluarga merupakan tumpuan dari setiap anak, keluarga merupakan lingkungan yang pertama dari anak dari keluarga pulalah anak menerima pendidikan karenanya keluarga mempunyai peranan yang sangat penting didalam perkembangan anak. Keluarga yang baik akan memberikan pengaruh yang baik terhadap perkembangan anak, demikian pula sebaliknya. Dalam buku Psikologi Pendidikan dijelaskan bahwa: “Anak yang tidak mendapatkan kasih sayang, perhatian, keluarga yang tidak harmonis, yang tidak memanjakan anak-anaknya dapat mem-pengaruhi sikap sosial bagi anak-anaknya” (Purwanto, 1999 : 89).

Dari pendapat tersebut, jelaslah bahwa keharmonisan dalam keluarga, anak yang mendapatkan kasih sayang serta keluarga yang selalu memberikan perhatian kepada anak-anaknya merupakan peluang yang cukup besar didalam mempengaruhi timbulnya sikap sosial bagi anak-anaknya.

2). Faktor Lingkungan Sekolah

Dalam bukunya Psikologi Sosial dijelaskan bahwa: “Keadaan sekolah seperti cara penyajian materi yang kurang tepat serta antara guru dengan murid mempunyai hubungan yang kurang baik akan menimbulkan gejala kejiwaan yang kurang baik bagi siswa yang akhirnya mempengaruhi sikap sosial seorang siswa” (Ahmadi, 1996 : 65). Selanjutnaya dalam buku Interaksi Sosial dijelaskan bahwa: “Ada beberapa faktor lain di sekolah yang dapat mempengaruhi sikap sosial siswa yaitu tidak adanya disiplin atau peraturan sekolah yang mengikat siswa untuk tidak berbuat hal-hal yang negatif ataupun tindakan yang menyimpang” (Nawawi, 2000 : 66).

Dari kedua pendapat ahli diatas, maka faktor lingkungan sekolah yang dapat mempengaruhi sikap sosial siswa adalah cara penyajian materi, prilaku maupun sikap dari para gurunya, tidak adanya disiplin atau peraturan-peraturan sekolah yang betul-betul mengikat siswa.

3). Faktor Lingkungan Masyarakat

Lingkungan masyarakat merupakan tempat berpijak para remaja sebagai makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa melepaskan diri dari masyarakat. Anak dibentuk oleh lingkungan masyarakat dan dia juga sebagai anggota masyarakat, kalau lingkungan sekitarnya itu baik akan berarti sangat


(6)

Tugas Psikologi Pendidikan

Oleh : I Komang Cahya Trianandika Page 40

membantu didalam pembentukkan keperibadian dan mental seorang anak, begitu pula sebaliknya kalau lingkungan sekitarnya kurang baik akan berpengaruh kurang baik pula terhadap sikap sosial seorang anak, seperti tidak mau merasakan keadaan orang lain. Dalam buku Psikologi Sosial dijelaskan bahwa: “Lingkungan masyarakat yang bisa mempengaruhi timbulnya berbagai sikap sosial pada anak seperti cara bergaul yang kurang baik, cara menarik kawan-kawannya dan sebaginya” (Sarwono, 1997 : 59). Selanjutnya dalam buku

Interaksi Sosial dijelaskan bahwa: “Pergaulan sehari-hari yang kurang baik bisa

mendatangkan sikap sosial yang kurang baik, begitu sebaliknya dimana suatu lingkungan masyarakat yang baik akan mendatangkan sikap sosial yang baik pula terhadap anak” (Nawawi, 2000 : 45).Dengan demikian dari uraian dan pendapat ahli tersebut diatas, maka lingkungan masyarakat sangat besar pengaruhnya terhadap pembentukkan sikap sosial seorang anak, begitu pula sebaliknya lingkungan masyarakat yang kurang baik akan menimbulkan sikap sosial yang kurang baik pula terhadap anak.