PSI.PENDIDIKAN.ppt 893KB Jun 23 2011 10:23:30 AM
PSIKOLOGI
PSIKOLOGI
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN
FAKULTAS PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS GUNADARMA
UNIVERSITAS GUNADARMA
2004
(2)
BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
PENGANTAR
ASPEK-ASPEK PENDIDIKAN
DEFINISI PENDIDIKAN
SEJARAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN
KONTRIBUSI PSIKOLOGI PENDIDIKAN BAGI
TEORI & PRAKTEK PENDIDIKAN
METODE-METODE DALAM PSIKOLOGI
(3)
A. PENGANTAR
A. PENGANTAR
Manfaat Psikologi Pendidikan
Psikologi Pendidikan = Ilmu
Terapan
(4)
B. ASPEK-ASPEK
B. ASPEK-ASPEK
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN
Pendidikan Informal
Pendidikan Formal
(5)
B. ASPEK-ASPEK
B. ASPEK-ASPEK
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN
1. Pendidikan Informal
1. Pendidikan Informal
“Proses belajar yang relatif tak
disadari yang kemudian menjadi
kecapakan dan sikap hidup
sehari-hari”
Contoh: pendidikan di rumah, tempat
ibadah, lapangan permainan,
(6)
B. ASPEK-ASPEK
B. ASPEK-ASPEK
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN
2. Pendidikan Formal
2. Pendidikan Formal
“Pendidikan yang dilaksanakan
dengan sengaja dengan tujuan dan
bahan ajar yang dirumuskan secara
jelas dan diklasifikasikan secara
tegas”.
Contoh: jenjang pendidikan sekolah
(TK, SD, SMP, SMA, PT)
(7)
B. ASPEK-ASPEK
B. ASPEK-ASPEK
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN
3. Pendidikan Non Formal
3. Pendidikan Non Formal
“Pendidikan yang dilaksanakan
dengan sengaja tetapi tidak
memenuhi syarat untuk termasuk
dalam jenjang pendidikan formal”.
Contoh: kursus menjahit, memasak,
bahasa, musik, dsb.
(8)
C. DEFINISI
C. DEFINISI
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN
Definisi Awam
Definisi Psikologi
(9)
C. DEFINISI
C. DEFINISI
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN
1. Definisi Awam
1. Definisi Awam
“Suatu cara untuk mengembangkan
ketrampilan, kebiasaan dan
sikap-sikap yang diharapkan dapat
membuat seseorang menjadi warga
negara yang baik”.
“Tujuannya untuk mengembangkan
atau mengubah kognisi, afeksi dan
konasi seseorang”.
(10)
C. DEFINISI
C. DEFINISI
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN
2. Definisi Psikologi
2. Definisi Psikologi
•PROSES
“Mencakup segala bentuk
aktivitas yang akan memudahkan
dalam kehidupan bermasyarakat”
•
HASIL
“Mencakup segala perubahan
yang terjadi sebagai konsekuensi
atau akibat dari partisipasi
(11)
D. SEJARAH PSIKOLOGI
D. SEJARAH PSIKOLOGI
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN
DEMOCRITUS
PLATO&ARISTOTE
LES
ARISTOTELES
JOHN AMOS
COMENICUS
ROUSSEAU
JOHN LOCKE
JOHN HEINRICH
PESTALOZZI
FRANCIS GALTON
STANLEY HALL
WILLIAM JAMES
CATTEL
BINET
(12)
E. KONTRIBUSI
E. KONTRIBUSI
PSIKOLOGI
PSIKOLOGI
PENDIDIKAN BAGI
PENDIDIKAN BAGI
TEORI & PRAKTEK
TEORI & PRAKTEK
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN
Kontribusi Bagi Proses Pendidikan
Kontribusi Bagi Peserta Didik
(13)
E. KONTRIBUSI PSIKOLOGI
E. KONTRIBUSI PSIKOLOGI
PENDIDIKAN BAGI TEORI &
PENDIDIKAN BAGI TEORI &
PRAKTEK PENDIDIKAN
PRAKTEK PENDIDIKAN
1. Kontribusi Bagi Proses
1. Kontribusi Bagi Proses
Pendidikan
Pendidikan
Penggunaan audio visual aids
Membantu dalam pengelolaan sekolah Membantu dalam penyusunan jadwal
pelajaran
Membantu terhadap produksi buku pelajaran Memberi dasar bagi penyusunan kurikulum
(14)
E. KONTRIBUSI PSIKOLOGI
E. KONTRIBUSI PSIKOLOGI
PENDIDIKAN BAGI TEORI &
PENDIDIKAN BAGI TEORI &
PRAKTEK PENDIDIKAN
PRAKTEK PENDIDIKAN
2. Kontribusi Bagi Peserta
2. Kontribusi Bagi Peserta
Didik
Didik
Mengerti hakekat belajar
Pendidikan yang lebih kooperatif
dan demokratif bagi siswa
Membantu perkembangan
kepribadian siswa melalui kegiatan
ekstra/intra kurikuler
(15)
E. KONTRIBUSI PSIKOLOGI
E. KONTRIBUSI PSIKOLOGI
PENDIDIKAN BAGI TEORI &
PENDIDIKAN BAGI TEORI &
PRAKTEK PENDIDIKAN
PRAKTEK PENDIDIKAN
3. Kontribusi Bagi Pendidik
3. Kontribusi Bagi Pendidik
Pendidik lebih terbuka terhadap
perbedaan individu
Mengetahui metode mengajar yang
efektif
Memahami permasalahan anak didik
Membantu dalam evaluasi belajar
Meningkatkan kemampuan meneliti
Mengarahkan pendidik dalam
(16)
F. METODE-METODE
F. METODE-METODE
DALAM PSIKOLOGI
DALAM PSIKOLOGI
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN
Introspeksi
Observasi
Metode Klinis
Metode Diferensial
Metode Ilmiah
(17)
F. METODE-METODE
F. METODE-METODE
DALAM PSIKOLOGI
DALAM PSIKOLOGI
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN
1. Instrospeksi
1. Instrospeksi
Melakukan pengamatan ke dalam
diri sendiri/
self observation
yaitu
dengan melihat keadaan mental
pada waktu tertentu.
(18)
F. METODE-METODE
F. METODE-METODE
DALAM PSIKOLOGI
DALAM PSIKOLOGI
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN
2. Observasi
2. Observasi
Kegiatan melihat sesuatu di luar diri
sehingga yang diperoleh
merupakan data
overt behavior
(19)
F. METODE-METODE
F. METODE-METODE
DALAM PSIKOLOGI
DALAM PSIKOLOGI
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN
3. Metode Klinis
3. Metode Klinis
Digunakan untuk mengumpulkan
data secara lebih rinci mengenai
perilaku penyesuaian dan
kasus-kasus perilaku menyimpang.
Studi Kasus Klinis
Studi Kasus Perkembangan
•Longitudinal
(20)
F. METODE-METODE
F. METODE-METODE
DALAM PSIKOLOGI
DALAM PSIKOLOGI
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN
4. Metode Diferensial
4. Metode Diferensial
Digunakan untuk meneliti
perbedaan-perbedaan individual yang terdapat di
antara anak didik.
Menggunakan berbagai macam teknik
pengukuran (contoh: tes, angket,dsb)
serta menggunakan statistik untuk
(21)
F. METODE-METODE
F. METODE-METODE
DALAM PSIKOLOGI
DALAM PSIKOLOGI
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN
5. Metode Ilmiah
5. Metode Ilmiah
Merupakan prosedur yang sistematik
dalam memecahkan permasalahan
dan merupakan suatu pendekatan
objektif yang terbuka untuk
dikritik,dikonfirmasikan, dimodifikasi
atau bahkan mungkin ditolak
kebenarannya oleh penelitian
berikutnya.
Digunakan untuk menyelesaikan
permasalahan perilaku yang lebih
kompleks yang harus bisa
dipertanggungjawabkan secara
ilmiah.
(22)
F. METODE-METODE
F. METODE-METODE
DALAM PSIKOLOGI
DALAM PSIKOLOGI
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN
6. Metode Eksperimen
6. Metode Eksperimen
Melakukan pengontrolan secara ketat
terhadap faktor-faktor atau
variabel-variabel yang diperkirakan dapat
mencemari atau mengotori hasil
penelitian.
(23)
BAB II
BAB II
BAKAT & INTELEGENSI
BAKAT & INTELEGENSI
PENDAHULUAN
INTELEGENSI
BAKAT
LINGKUNGAN & HEREDITAS
KELAS SOSIAL & IMPLIKASINYA DALAM
PENDIDIKAN
DIKOTOMI DESA-KOTA
JENIS KELAMIN
(24)
A. PENDAHULUAN
A. PENDAHULUAN
Bakat & intelegensi merupakan
(25)
B. INTELEGENSI
B. INTELEGENSI
Sejarah Intelegensi
Pengertian Intelegensi
Teori-teori Intelegensi
Pengukuran Intelegensi
(26)
B. INTELEGENSI
B. INTELEGENSI
1. Sejarah Intelegensi
1. Sejarah Intelegensi
Wundt(Jerman), Galton(Inggris),
Cattel(AS) tes untuk anak-anak.
Hasilnya:ada perbedaan ketepatan dan kecepatan individu dalam mengerjkan tes.
Pra 1800-an tes hanya untuk mengukur
satu kemampuan
1880 Ebbinghause menemukan
berbagai tes memori
Alfred Binet & Theopile Simon
membedakan intelegensi anak normal dengan anak lemah pikir Tes Binet-Simon
Tes Binet direvisi 1916 menjadi Tes
(27)
B. INTELEGENSI
B. INTELEGENSI
2. Pengertian Intelegensi
2. Pengertian Intelegensi
TERMAN Suatu kemampuan untuk
berpikir berdasarkan atas gagasan yang abstrak.
BINET Intelegensi mencakup 4 hal
yaitu:pemahaman, hasil penemuan, arahan dan pembahasan.
STREN Kapasitas umum dari individu
yang secara sadar dapat menyesuaikan jiwa yang umum dengan masalah dan kondisi hidup baru.
THORNDIKE Daya kekuatan respon
yang baik dari sudut pandang kebenaran dan kenyataan. Tiga aspek intelegensi: ketinggian, keluasan dan kecepatan.
(28)
B. INTELEGENSI
B. INTELEGENSI
3. Teori-teori Intelegensi
3. Teori-teori Intelegensi
CHARLES SPEARMAN
Dua faktor intelegensi, yaitu:
Faktor G: mencakup semua
kegiatan intelektual dan
dimiliki oleh semua orang.
Faktor S: mencakup semua
faktor khsusus tertentu yang
relevan dengan tugas tertentu.
(29)
B. Intelegensi
B. Intelegensi
3. Teori-teori Intelegensi
3. Teori-teori Intelegensi
THURSTONE
Intelegensi beroperasi pada empat tingkat
trial & error yaitu :
Perilaku nyata (trial & error)
Perseptual (trial & error)
Ideational
Konseptual dijadikan acuan bagi
(30)
B. INTELEGENSI
B. INTELEGENSI
3. Teori-teori Intelegensi
3. Teori-teori Intelegensi
KEMAMPUAN KONSEPTUAL
THURSTONE:
Verbal Comprehention (V)
Number (N)
Spatial Relation (S)
Word Fluency (W)
Memory (M)
(31)
B. INTELEGENSI
B. INTELEGENSI
4. Pengukuran Intelegensi
4. Pengukuran Intelegensi
KUALITATIF
Perbedaan
intelegensi disebabkan karena
kualitas individu yang berbeda.
KUANTITATIF
Perbedaan
intelegensi disebabkan karena
terdapat perbedaan kuantitas
individu.
(32)
B. INTELEGENSI
B. INTELEGENSI
4. Pengukuran Intelegensi
4. Pengukuran Intelegensi
ALFRED BINET
TES STANFORD BINET
IQ = MA
CA X 100 IQ = Intelligence Quotient MA = Mental Age
(33)
B. INTELEGENSI
B. INTELEGENSI
4. Pengukuran Intelegensi
4. Pengukuran Intelegensi
Klasifikasi IQ Menurut
Klasifikasi IQ Menurut
Stanford-Binet
Binet
Genius KLASIFIKASI 140 ke atasIQ Sangat cerdas 130 – 139 Cerdas (superior) 120 – 129 Di atas rata-rata 110 – 119 Rata-rata 90 – 109 Di bawah rata-rata 80 – 89 Garis Batas (bodoh) 70 – 79 Moron (lemah pikir) 50 – 69 Imbisil,idiot 49 ke bawah(34)
B. INTELEGENSI
B. INTELEGENSI
4. Pengukuran Intelegensi
4. Pengukuran Intelegensi
DAVID WECHSLER
Wechsler-Bellevue Intellegence Scale
(1939)
Wechsler Intellegence Scale for
Children
(1949)
Wechsler Adult Intellegence Scale
(35)
B. INTELEGENSI
B. INTELEGENSI
4. Pengukuran Intelegensi
4. Pengukuran Intelegensi
Klasifikasi IQ Menurut
Klasifikasi IQ Menurut
Wechsler
Wechsler
KLASIFIKASI
IQ
Very Superior 130 ke atas
Superior 120 –129
Bright Normal 110 –119
Average 90 – 109
Dull Normal 80 – 89
Borderline 70 –79
(36)
B. INTELEGENSI
B. INTELEGENSI
5. Kurve Normal Dalam
5. Kurve Normal Dalam
Intelegensi
(37)
C. BAKAT
C. BAKAT
Sejarah Bakat
Pengertian Bakat
Bakat & Intelegensi
(38)
C. Bakat
C. Bakat
1. Sejarah Bakat
1. Sejarah Bakat
Pendidikan = Bakat Ideal
Aplikasi Bakat pendidikan & lapangan kerja Thorndike Tiga jenis intelegensi :
Abstrak
Mekanis
Sosial
Spearman Teori faktor G & faktor S dalam intelegensi
(39)
C. Bakat
C. Bakat
2. Pengertian Bakat
2. Pengertian Bakat
Crow dan Crow : Bakat merupakan kualitas yang dimiliki oleh semua orang dalam tingkat yang beragam
William B. Michael : bakat adalah kapasitas seseorang dalam melakukan tugas, yang dedikit sekali dipengaruhi atau
tergantung dari latihan
Brigham : Bakat kondisi, kualitas, atau sekumpulan kualitas yang dititik beratkan pada apa yang dapat dilakukan individu (segi performance/kinerja) setelah individu mendapat latihan.
(40)
C. Bakat
C. Bakat
2. Pengertian Bakat
2. Pengertian Bakat
Woodworth dan Marquis : bakat adalah prestasi yang dapat diramalkan dan dapat diukur melalui tes khusus.
Bakat merupakan kemampuan yang memiliki tiga arti, yaitu: 1. Achievement Kemampuan aktual
2. Capacity Kemampuan potensial 3. Aptitude Kualitas
(41)
C. Bakat
C. Bakat
2. Pengertian Bakat
2. Pengertian Bakat
Guilford : bakat adalah kemampuan kinerja yang mencakup
dimensi perseptual, dimensi psikomotor, dan dimensi intelektual Suryabrata : Analisis mengenai bakat selalu merupakan analisis mengenai tingkah laku. Tingkah laku mengandung tiga aspek :
aspek tindakan (performance/act)
aspek sebab atau akibatnya (a person causes a result) aspek ekspresif
Aspek kedua banyak dibahas terutama bila dikaitkan dengan bakat
(42)
C. Bakat
C. Bakat
3. Bakat dan Intelegensi
3. Bakat dan Intelegensi
Binet dan Weschler menekankan
pada berfungsinyaseluruh kemampuan mental individu.
Hasil tes intelegensi bisa mengukur
bakat.
Pengukuran intelegensi bersifat
meramalkan tentang keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan beberapa tugas pekerjaan yang memerlukan kemampuan mental.
Pengukuran bakat bertujuan
menunjukkan kemampuan yang berhasil dalam bidang khusus.
(43)
C. Bakat
C. Bakat
4. Pengukuran Bakat
4. Pengukuran Bakat
Prosedur pengukuran bakat (Suryabrata, 1995) :
a. Analisis jabatan/lapangan
b. Deskripsi jabatan/lapangan studi c. Menemukan persyaratan yang
diperlukan
d. Menyusun alat pengungkap bakat, biasanya berbentuk tes
(44)
D. LINGKUNGAN &
D. LINGKUNGAN &
HEREDITAS
HEREDITAS
Studi terhadap keluarga
(45)
D. Lingkungan &
D. Lingkungan &
Hereditas
Hereditas
1. Studi terhadap
1. Studi terhadap
Keluarga
Keluarga
Galton orang tua IQ tinggi = IQ anak tinggi
Asumsi dulu: IQ dipengaruhi faktor keturunan Asumsi sekarang: IQ kemungkinan
(46)
D. Lingkungan &
D. Lingkungan &
Hereditas
Hereditas
2. Studi terhadap Anak
2. Studi terhadap Anak
Kembar
Kembar
Penelitian Hardy dan Heyes, 1988: Kembar monozigotik dibesarkan bersama:
IQ hampir sama faktor nature
berperan besar
IQ yang berbeda jauh faktor
nuture berperan besar
Kembar monozigotik dibesarkan, terpisah
IQ hampir sama faktor nature
berperan kecil
IQ yang berbeda jauh faktor
(47)
E. KELAS SOSIAL
E. KELAS SOSIAL
Havighurst
kelas sosial &
intelegensi, laki-laki & perempuan
Makin tinggi kelas sosial, makin
tinggi tingkat intelegensi
Tidak ada perbedaan laki-laki &
(48)
F. DIKOTOMI
F. DIKOTOMI
DESA-KOTA
KOTA
Crow & Crow (1989)
intelegensi
anak kota
anak desa
Colleman, dkk
prestasi anak
metropolitan
anak non
(49)
G. JENIS KELAMIN
G. JENIS KELAMIN
Intelegensi laki-laki = perempuan
(Cage & Berliner, 1979;Crow &
Crow, 1989)
(50)
G. JENIS KELAMIN
G. JENIS KELAMIN
Perbedaan laki-laki & perempuan
(Cage & Berliner, 1979):
Kemampuan verbal (p
l)
Kemampuan matematika (l
p)
Kemampuan spasial (l
p)
Problem solving (l
p)
(51)
BAB III
BAB III
KEMAMPUAN KHUSUS
KEMAMPUAN KHUSUS
INDIVIDU & ANTISIPASI
INDIVIDU & ANTISIPASI
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN
PENDAHULUAN
PENDIDIKAN ANAK BERBAKAT
PENDIDIKAN BAGI
SLOW LEARNER
(52)
A. PENDAHULUAN
A. PENDAHULUAN
Aplikasi konsep-konsep bakat &
intelegensi pada lapangan
pendidikan
Pendidikan harus sesuai dengan
(53)
B. PENDIDIKAN ANAK
B. PENDIDIKAN ANAK
BERBAKAT
BERBAKAT
Kondisi di manca negara(AS,
Jepang, Inggris, Korea, Taiwan) dan
di Indonesia
Anak berbakat
Identifikasi anak berbakat
Model identifikasi
(54)
B. PENDIDIKAN ANAK
B. PENDIDIKAN ANAK
BERBAKAT
BERBAKAT
1. Di Mancanegara dan
1. Di Mancanegara dan
Indonesia
Indonesia
1958; Amerika mencoba memikirkan pendidikan
untuk menjaring anak berbakat. Aplikasi teori psikologi (teori belajar dan konsep kognitif) dan pengkajian teknologi merupakan hal yang
berpengaruh terhadap masalah bakat dan aktualisasi diri di AS.
Jepang menggunakan “Sistem Nasional
Pendidikan Universal” untuk mengidentifikasi anak berbakat.
Inggris tidak mengenal pengelompokkan Gifted &
Talented. Hal itu akan membuat anak di luar
kelompok itu merasa inferior secara intelektual. Identifikasi anak berbakat merupakan tugas guru
(55)
B. PENDIDIKAN ANAK
B. PENDIDIKAN ANAK
BERBAKAT
BERBAKAT
1. Di Mancanegara dan
1. Di Mancanegara dan
Indonesia
Indonesia
Korea. Pengembangan pendidikan anak berbakat
melalui dua tingkat: a. Tingkat Nasional b. Tingkat Swasta
Untuk penjaringan anak berbakat dengan: a. Akselerasi
b. Undang-undang (1996) yang mengatur beragam ukuran untuk menjamin adanya suatu bentuk belajar mengajar yang berbeda-beda yang diarahkan pada diversifikasi, kebutuhan individual pengajar dan
untuk memaksimalkan pengembangan potensi individu.
(56)
B. PENDIDIKAN ANAK
B. PENDIDIKAN ANAK
BERBAKAT
BERBAKAT
1. Di Mancanegara dan
1. Di Mancanegara dan
Indonesia
Indonesia
taiwan: kebutuhan nasional akan pendidikan bagi Taiwan. Faktor dalam pengembangan pendidikan diGifted & Talented, kebutuhan akan pengembangan
individual dan kebutuhan untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Taiwan SEL (Special Education Laws) 1984,
mengartikan Gifted & Talented meliputi individu yang memiliki satu atau lebih kualitas di bawah ini:
a. Gifted dalam kemampuan umum b. Gifted dalam bakat akademik
(57)
B. PENDIDIKAN ANAK
B. PENDIDIKAN ANAK
BERBAKAT
BERBAKAT
1. Di Mancanegara dan
1. Di Mancanegara dan
Indonesia
Indonesia
Indonesia.1974, beasiswa bagi anak unggulan yang tidak mampu
1980, pilot project untuk identifikasi dan seleksi anak berbakat. Prosesnya:
1. Penjaringan umum 20-25 % anak berbakat
dari populasi sekolah. Berdasarkan penilaian guru, nilai rapor dan tes IQ.
2. Proses seleksi dengan baterai tes IQ, tes kreativitas, skala perilaku siswa dan tes hasil belajar.
1989, UU No.2/1989 (Sisdiknas) ps 8:”Warga
negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa berhak memperoleh perhatian khusus.
(58)
B. PENDIDIKAN ANAK
B. PENDIDIKAN ANAK
BERBAKAT
BERBAKAT
2. Anak Berbakat
2. Anak Berbakat
Keberbakatan: beberapa anak berbakat (childgiftted) yang memilik kinerja dengan tingkat potensi aktivitas manusia yang bernilai dan secara konsisten luar biasa. (Paul Witty)
Gifted (berbakat): 1.memiliki suatu derajat
kemampuan intelektual yang tinggi, IQ > 140 atau
lebih; 2.memiliki satu bakat non-intelektual, misalnya musik atau olahraga sampai pada tingkat tinggi sekali.
Talent: suatu bentuk kemampuan khusus, seperti
kemungkinan musikal yang diwarisi orang tua dan memungkinkan seseorang memperoleh keuntungan
dari hasil latihannya sampai tingkat yang tinggi (bakat) (sumber:Chaplin, 1995).
(59)
B. PENDIDIKAN ANAK
B. PENDIDIKAN ANAK
BERBAKAT
BERBAKAT
3. Identifikasi Anak Berbakat
3. Identifikasi Anak Berbakat
Penjaringan Anak Berbakat.A. Didasarkan pada anggapan bahwa dalam skala
makro terdapat 1 % dari seluruh populasi adalah anak berbakat unggul (Ward dalam Semiawan, 1994).
B. Pada populasi anak berbakat terdapat 10 % dengan IQ = 120-137 (moderately gifted)
C. Sampel identifikasi awal = 15 - 25 % (Penelitian Balitbang dalam Semiawan, 1994)
(60)
B. PENDIDIKAN ANAK
B. PENDIDIKAN ANAK
BERBAKAT
BERBAKAT
3. Identifikasi Anak
3. Identifikasi Anak
Berbakat
Berbakat
Penyaringan Anak Berbakat
Tujuan: memberikan dasar terhadap penilaian pada kemampuan, sifat, sikap atau perilaku
seseorang. Penyaringan berguna bagi peramalan tentang kinerja tertentu pada masa yang akan datang.
Identifikasi anak berbakat harus meliputi semua aspek secara komprehensif yaitu IQ, kreativitas,
motivasi dan kepemimpinan. Berbagai kemampuan tersebut merupakan manifestasi dari berbagai
(61)
B. PENDIDIKAN ANAK
B. PENDIDIKAN ANAK
BERBAKAT
BERBAKAT
4. Model Identifikasi Renzulli
4. Model Identifikasi Renzulli
IQ >
Rata-rata
Task comitm
ent
Kreativitas
(62)
B. PENDIDIKAN ANAK
B. PENDIDIKAN ANAK
BERBAKAT
BERBAKAT
4. Model Identifikasi Triandis
4. Model Identifikasi Triandis
Sekolah Teman SebayaKeluarga Intelege nsi
Kreativi tas
Keuleta n
Anak cerdas tinggi
(63)
B. PENDIDIKAN ANAK
B. PENDIDIKAN ANAK
BERBAKAT
BERBAKAT
5. Layanan Pend.Anak
5. Layanan Pend.Anak
Berbakat
Berbakat
Menurut Ward, Kitano & Kirby (dalam Semiawan, 1994):
Pendidikan anak berbakat seyogyanya berbeda
dengan menekankan pada aspek intelektual.
Diwarnai kecepatan dan tingkat kompleksitas
sesuai kemampuan anak berbakat di atas rata-rata.
Penekanan pada perkembangan kreatif dan proses
berpikir tinggi.
Penekanan pada orientasi penemuan dan
pendekatan induktif.
Memerlukan pertimbangan khsusus dalam
pendidikan.
(64)
C.
C.
MENTAL
MENTAL
RETARDATION
RETARDATION
Karakteristik MR
Kategori MR
(65)
C.
C.
MENTAL
MENTAL
RETARDATION
RETARDATION
Menurut PPDGJ III:
1. Karakteristik MR
1. Karakteristik MR
a. IQ = 75 ke bawah
b. Kesulitan dalam memenuhi tuntutan sosial c. Adaptive behavior buruk
MR merupakan fenomena sosiokultural yang kompleks karena melibatkan hal-hal yang
kompleks:
hubungan antar keluarga
menjadi beban semua orang hambatan bagi pembangunan
(66)
C.
C.
MENTAL
MENTAL
RETARDATION
RETARDATION
1). Ditinjau dari skala IQ
2. Kategori MR
2. Kategori MR
a. Mild MR
- Stanford Binet : 52 - 67 - Wechsler : 55 - 69 b. Moderate MR
- Stanford Binet : 36 - 51 - Wechsler : 40 - 54
(67)
C.
C.
MENTAL
MENTAL
RETARDATION
RETARDATION
2. Kategori MR
2. Kategori MR
c. Severe MR- Stanford Binet : 20 - 35 - Wechsler : 25 - 39 d. Profound MR
- Stanford Binet : <= 19 - Wechsler : <= 24
(68)
C.
C.
MENTAL RETARDATION
MENTAL RETARDATION
2. Kategori MR
2. Kategori MR
2). Ditinjau dari istilah dalam psikologi dan kesehatan:
a. Debil : IQ 50 - 75 b. Imbicil : IQ 25 - 49 c. Idiot : IQ < 25 3). Ditinjau dari istilah dalam pendidikan:
a. Dull : IQ 75 - 85
b. Educable : IQ 50 - 74 c. Trainable : IQ 25 - 49
d. Hanya mampu rawat : IQ < 25
(69)
C.
C.
MENTAL
MENTAL
RETARDATION
RETARDATION
Sebab Biologis
3. Faktor Penyebab MR
3. Faktor Penyebab MR
A). Pranatal: infeksi, detoksifikasi, virus rubella, oabt, AIDS, herphes simplex,
siphilis, hypoxia, radiasi, kelainan metabolisme. B). Masa pranatal dengan penyebab tidak
jelas: microcephallus, hydrocephallus, meningocelle, kelainan kromosom, BB < minimum, bayi dari ibu psikosis
Sebab Psikologi dan sosial
Disebabkan karena dibesarkan dalam
lingkungan primitif (masa pekanya terlewati tanpa adanya stimulasi)
(70)
D.
D.
EXCEPTIONAL
EXCEPTIONAL
PEOPLE
PEOPLE
Pengertian
(71)
D.
D.
EXCEPTIONAL
EXCEPTIONAL
PEOPLE
PEOPLE
Individu yang secara jelas/signifikan dan sifatnya
1. Pengertian
1. Pengertian
menetap berbeda dari yang normal dan
mengalami hambatan untuk mencapai suskes dalam aktivitas sosial, personal dan pendidikan yang sangat dasar (Harring, 1982).
Beberapa istilah terkait:
Disabled Impaired Disordered Handicaped Exceptional
(72)
D.
D.
EXCEPTIONAL
EXCEPTIONAL
PEOPLE
PEOPLE
2. Kategori
2. Kategori
Exceptional
Exceptional
People
People
Kategori Harring (1982): Sensory Handicapped Mental DeviationCommunication Disorder Learning Disabilities
Behavioral Disorders Physical Handicaps
(73)
D.
D.
EXCEPTIONAL
EXCEPTIONAL
PEOPLE
PEOPLE
2. Kategori
2. Kategori
Exceptional
Exceptional
People
People
Kategori Indonesia: a. Tuna Netra (SLB A)b. Tuna Wicara & Tuna Rungu (SLB B) c. Tuna Grahita (SLB C)
d. Tuna Daksa (SLB D) e. Tuna Laras (SLB E)
(74)
BAB IV
BAB IV
PERENCANAAN
PERENCANAAN
KEGIATAN
KEGIATAN
BELAJAR-MENGAJAR
MENGAJAR
PENDAHULUAN
TUJUAN INSTRUKSIONAL
MODEL INSTRUKSIONAL
KURIKULUM
(75)
A. PENDAHULUAN
A. PENDAHULUAN
“Apa yang akan saya lakukan?”
“Perubahan apa yang saya
(76)
B. TUJUAN
B. TUJUAN
INSTRUKSIONAL
INSTRUKSIONAL
Guru yang efektif
Model tujuan instruksional yang
bertujuan
Keuntungan model tujuan
(77)
C. MODEL
C. MODEL
INSTRUKSIONAL
INSTRUKSIONAL
Penentuan
tujuan-tujuan spesifik
Penentuan
tujuan-tujuan spesifik
Penilaian Pendahul uan
Pengajaran Evaluas i
Model Instruksional yang Beracuan Tujuan
(78)
C. MODEL
C. MODEL
INSTRUKSIONAL
INSTRUKSIONAL
Penentuan tujuan-tujuan spesifik
Penilaian Pendahul uan
Pengajaran Evalua si
Jika tujuan tidak tercapai, perbaiki
Jika tujuan tercapai, kembangkan
Langkah-langkah yang ditentukan oleh evaluasi hasil
(79)
D. KURIKULUM
D. KURIKULUM
Definisi kurikulum
(80)
D. KURIKULUM
D. KURIKULUM
1. Definisi Kurikulum
1. Definisi Kurikulum
Kurikulum ialah keseluruhan hasil
belajar yang direncanakan dan di
bawah tanggung jawab sekolah.
(81)
D. KURIKULUM
D. KURIKULUM
2. Model Pemilihan Tujuan
2.
(Ralph Tyler)
Komponen-komponen dalam kurikulum (Model Tyler):
Siswa
Masyarakat Bidang studi
Ketiga kategori ini saling berhubungan dan saling melengkapi.
(82)
BAB V
BAB V
PROSES BELAJAR
PROSES BELAJAR
KOMUNIKASI
(83)
A. KOMUNIKASI
A. KOMUNIKASI
Pengertian komunikasi
Unsur-unsur dalam komunikasi
Model proses persuasi
Komunikasi dalam proses
(84)
A. KOMUNIKASI
A. KOMUNIKASI
1. Pengertian Komunikasi
1. Pengertian Komunikasi
Berasal dari bahasa Latin “communicere” =
“memberitahukan”, “berpartisipasi”, “menjadi milik bersama”
Susanto (1973): komunikasi berarti memberitahukan (dan menyebarkan) untuk menggugah partisipasi
agar hal-hal yang diberitahukan itu menjadi milik bersama (commoness).
Hovland, Janis, Kelly: komunikasi merupakan suatu proses dimana individu
(komuniaktor)mentransmisikan stimulus (yang
biasanya verbal) untuk mengubah perilaku individu lainnya.
(85)
A. KOMUNIKASI
A. KOMUNIKASI
1. Pengertian Komunikasi
1. Pengertian Komunikasi
Komunikasi primer - sekunder
Komunikasi langsung - tidak
langsung
(86)
A. KOMUNIKASI
A. KOMUNIKASI
2. Unsur-unsur dalam
2. Unsur-unsur dalam
Komunikasi
Komunikasi
Komunikator (pemberi informasi, berita atau pesan)
dan
Komunikan / receiver (penerima informasi, berita atau pesan).
Informasi, berita dan pesan.
Media, alat, saluran, metode/cara penyampaian
(87)
A. KOMUNIKASI
A. KOMUNIKASI
3. Model Proses Persuasi
3. Model Proses Persuasi
Pesan-pesan Persuasi
Alternatif proses psikologis laten
Pembahasan yang terjadi dalam wujud tindakan
Model
(88)
A. KOMUNIKASI
A. KOMUNIKASI
3. Model Proses
3. Model Proses
Persuasi
Persuasi
Pesan yang persuasif Batasan(Bata san kembali proses sosbud kelompok) Membentuk batasan(definisi untuk perilaku sos.bagi anggota kelompok Menghasil kan perubahan perilaku(89)
A. KOMUNIKASI
A. KOMUNIKASI
4. Komunikasi Dalam Proses
4. Komunikasi Dalam Proses
Belajar-Mengajar
Belajar-Mengajar
Tiga fungsi sosial pendidik dalam pendidikan:
Fungsi sebagai komunikator Fungsi sebagai inovator
(90)
A. KOMUNIKASI
A. KOMUNIKASI
4. Komunikasi Dalam Proses Belajar-
4. Komunikasi Dalam Proses
Belajar-Mengajar
Mengajar
Tiga tipe kemampuan seseorang memperolehatau menerima tanggapan :
Tipe Visual Tipe Auditif Tipe Motoris
(91)
A. KOMUNIKASI
A. KOMUNIKASI
4. Komunikasi Dalam Proses
4. Komunikasi Dalam Proses
Belajar-Mengajar
Belajar-Mengajar
Metode untuk memperoleh umpan balik dalam komunikasiproses belajar dan mengajar : •Metode tanya jawab
•Metode diskusi dan seminar •Metode tugas
(92)
B. PEMBELAJARAN
B. PEMBELAJARAN
AKTIF
AKTIF
Latar belakang& pengertian
Untuk apa
Mengapa
Bagaimana
Penilaian pembelajaran aktif yang
(93)
B. PEMBELAJARAN
B. PEMBELAJARAN
AKTIF
AKTIF
1. Latar Belakang &
1. Latar Belakang &
Pengertian
Pengertian
Upaya untuk meningkatkan layanan pendidikan : Secara Kuantitatif
Secara Kualitatif
Pendidikan yang semakin merata. Peningkatan mutu proses belajar mengajar
(94)
B. PEMBELAJARAN
B. PEMBELAJARAN
AKTIF
AKTIF
1. Latar Belakang &
1. Latar Belakang &
Pengertian
Pengertian
CBSA (Raka Joni, 1993): Melihat kegiatan belajar mengajar sebagai
pemberian makna secara konstruktivistik terhadap pengalaman bagi peserta didik.
Pengendalian kegiatan belajar harus
meletakkan dasar bagi pembentukan prakarsa dan tanggungjawab peserta didik ke arah
(95)
B. PEMBELAJARAN
B. PEMBELAJARAN
AKTIF
AKTIF
2. Untuk Apa
Tuntutan masa
depan
kreatif
ekspresif
memiliki prakasa
tanggung jawab
(96)
B. PEMBELAJARAN
B. PEMBELAJARAN
AKTIF
AKTIF
3. Mengapa
3. Mengapa
Memberikan umpan bagaiman peserta
didik belajar membentuk sikap yang
diperlukan, mengelola perolehannya untuk menjadi bekal dan dasar bagi pengalaman belajar berikutnya, atas prakarsa sendiri.
Memberikan sumbangan terhadap
(97)
B. PEMBELAJARAN AKTIF
B. PEMBELAJARAN AKTIF
4. Bagaimana
4. Bagaimana
Yang perludiperhatikan:
Persiapan pembelajaran aktif yang bermakna
dan kondusif
Mengandung unsur pengamatan terhadap objek
yang dipelajari dengan memperhatikan keseimbangan otak kanan dan kiri.
Interpretasi. Mencatat ciri khas dari suatu objek
tahap perkembangan atau kejadian untuk
menghubungi pengamatan yang satu dengan yang lain.
(98)
B. PEMBELAJARAN AKTIF
B. PEMBELAJARAN AKTIF
4. Bagaimana
4. Bagaimana
Ramalan.Perkiraan secara anlogi atau
dengan menggunakan konsep yang telah dipelajari dalam situasi baru maupun
menggunakan pengalaman baru.
Eksperimen dan atau penerapan
(99)
B. PEMBELAJARAN AKTIF
B. PEMBELAJARAN AKTIF
4. Penilaian Pembelajaran
4. Penilaian Pembelajaran
Aktif yang Bermakna
Aktif yang Bermakna
Yang perlu diperhatikan:
Peserta didik harus menyadari kriteria apa yang
akan di capai dan penting untuknya.
Tujuan apa yang akan dicapai dan sejauh mana
ia telah mencapai tujuan dalam sasaran yang berkesinambungan.
(100)
BAB VI
BAB VI
EVALUASI BELAJAR
EVALUASI BELAJAR
PENDAHULUAN
FUNGSI EVALUASI PENDIDIKAN
ANALISIS TAKSONOMIS
(1)
D. TEKNIK PENILAIAN
D. TEKNIK PENILAIAN
1. Tes Subjektif
1. Tes Subjektif
Tes subjektif dapat digunakann dalam situasi : Mengkaji pendapat siswa tentang suatu persoalan
Mengetahui hasil yang diperoleh anak didik setelah mengadakan suatu kegiatan
Mengetahui kemampuan mengarang
(2)
D. TEKNIK PENILAIAN
D. TEKNIK PENILAIAN
2. Tes Objektif
2. Tes Objektif
Tes benar-salah atau tes Ya-Tidak(True-False Test, Yes-No Test)KEKUATAN KELEMAHAN
Mudah disusun Mendorong untuk menerka,
Komprehensif dapat mengerjakan tanpa belajar Dapat dinilai cepat Reliabilitas rendah
praktis Menimbulkan kekeburan, dan
objktif sukar dicari item yang benar-benar salah
(3)
D. TEKNIK PENILAIAN
D. TEKNIK PENILAIAN
2. Tes Objektif
2. Tes Objektif
Tes Pilihan Ganda (Multiple Choice Test)
Kekuatan Kelemahan
Digunakan untuk
meneliti kemampuan membuat tafsiran,
melakukan pemilihan, mendiskriminasikan, menentukan pendapat & menarik kesimpulan
Mudah, cepat dan
objektif
Mengurangi faktor
terkaan
Digunakan hanya untuk
menilai ingatan saja
Sukar
Sering terjadi lebih dari
satu jawaban yang tepat
Memakan banyak
(4)
D. TEKNIK PENILAIAN
D. TEKNIK PENILAIAN
2. Tes Objektif
2. Tes Objektif
Matching TestKEKUATAN Dapat digunakan untuk menilai :
Problem dengan penyelesaiannya Teori dengan penyusunannya sebab
dan akibatnya singkatan dan kata-kata lengkapnya
Istilah definisinya Mudah disusun
Menghilangkan faktor menerka-nerka Dapat dinilai dengan mudah dan cepat
(5)
D. TEKNIK PENILAIAN
D. TEKNIK PENILAIAN
2. Tes Objektif
2. Tes Objektif
Tes Isian
KEKUATAN KELEMAHAN - Masalah yang diujikan
disjikan dalam keseluruhannya
- Baik untuk menyelidiki pengetahuan pelajar secara utuh mengenai suatu bidang
- Mudah disusun
Banyak memakan
tempat dan waktu
Kurang komprehensif Seringkali hanya untuk
menilai kecakapan mengingat
(6)