BAB VI KEUANGAN DAN RENCANA PENDAPATAN - DOCRPIJM 5d9f641209 BAB VIBab 6 Keuangan

BAB VI KEUANGAN DAN RENCANA PENDAPATAN

6.1. Petunjuk Umum

  Analisis kapasitas keuangan daerah ini, adalah studi mengenai aspek keuangan dalam rangka penyusunan RPIJM. Analisis digunakan dalam membuat taksiran dana yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan pembangunan infrastruktur bidang PU Cipta Karya, yang meliputi:

  1. Pembelanjaan untuk pengoperasian dan pemeliharaan prasarana yang telah terbangun.

  2. Pembelanjaan untuk rehabilitasi dan peningkatan prasarana yang telah ada.

  3. Pembelanjaan untuk pembangunan prasarana baru.

  Pembahasan aspek ekonomi dalam penyusunan RPIJM perlu memperhatikan hasil total atau produktivitas dan keuntungan yang diperoleh dari penggunaan sumberdaya bagi masyarakat dan keuntungan ekonomis secara menyeluruh tanpa melihat siapa yang menyediakan sumber dana tersebut dan siapa dalam masyarakat yang menerima hasil adanya kegiatan.

6.1.1. Komponen Keuangan

  6.1.1.1. Komponen Penerimaan Pendapatan

  Penerimaan pendapatan, adalah penerimaan yang menjadi hak pemerintah daerah dan diakui sebagai penambah kekayaan bersih. Pendapatan Daerah bersumber dari: 1. Pendapatan Asli Daerah.

  2. Dana Perimbangan.

  3. Lain-lain Pendapatan.

  6.1.1.2. Pendapatan Asli Daerah

  Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pendapatan asli daerah bertujuan memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi Daerah sebagai perwujudan Desentralisasi. PAD bersumber dari: 1. Pajak Daerah.

  2. Retribusi Daerah.

  3. Hasil pengelolaan kekayaan Daerah.

  4. Lain-lain PAD yang sah. Pada struktur APBD, jenis pendapatan yang berasal dari Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berdasarkan UU No. 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas UU No.

  18/1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dirinci menjadi : 1) Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air.

  2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) dan Kendaraan di Atas Air. 3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. 4) Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.

  b. Jenis pajak Kabupaten/Kota terdiri atas: 1) Pajak Hotel.

  2) Pajak Restoran. 3) Pajak Hiburan. 4) Pajak Reklame. 5) Pajak Penerangan Jalan. 6) Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C. 7) Pajak Parkir.

  c. Retribusi dirinci menjadi: 1) Retribusi Jasa Umum 2) Retribusi Jasa Usaha 3) Retribusi Perijinan Tertentu

6.1.1.3. Dana Perimbangan

  Dana Perimbangan, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Perimbangan bertujuan mengurangi kesenjangan fiskal antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dan antar Pemerintah Daerah.

  Dana Perimbangan terdiri atas: 1. Dana Bagi Hasil.

  2. Dana Alokasi Umum.

  3. Dana Alokasi Khusus. Perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan efisien dalam rangka pendanaan penyelenggaraan Desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah, serta besaran

  Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah merupakan sub-sistem Keuangan Negara sebagai konsekuensi pembagian tugas antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pemberian sumber keuangan negara kepada Pemerintahan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi didasarkan atas penyerahan tugas oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah dengan memperhatikan stabilitas dan keseimbangan fiskal. Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah merupakan suatu sistem yang menyeluruh dalam rangka pendanaan penyelenggaraan asas Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan.

  Dana Perimbangan selain dimaksudkan untuk membantu Daerah dalam mendanai kewenangannya, juga bertujuan untuk mengurangi ketimpangan sumber pendanaan pemerintahan antara Pusat dan Daerah serta untuk mengurangi kesenjangan pendanaan pemerintahan Antar Daerah. Ketiga komponen Dana Perimbangan tersebut, merupakan sistem transfer dana dari Pemerintah serta merupakan satu kesatuan yang utuh.

6.1.1.4. Pengertian Beberapa Istilah Keuangan

  Penyusunan laporan keuangan dan rencana tindakan peningkatan pendapatan daerah, terkait dengan beberapa istilah yang digunakan. Di bawah ini, akan dijabarkan beberapa istilah keuangan tersebut, sebagai bagian dari penyamaan persepsi. Berikut penjabarannya.

  6.1.1.4.1. Dana Bagi Hasil

  Dana Bagi Hasil, adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka prosentase untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Dana Bagi Hasil bersumber dari pajak dan potensi sumber daya alam. Secara detail, penjabarannya adalah sebagai berikut:

  1. Dana Bagi Hasil yang bersumber dari pajak, terdiri atas:

  a. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

  b. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

  c. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21. atas:

  a. Kehutanan

  b. Pertambangan umum

  c. Perikanan

  d. Pertambangan minyak bumi

  e. Pertambangan gas bumi f. Pertambangan panas bumi.

  6.1.1.4.2. Dana Alokasi Umum

  Dana Alokasi Umum (DAU), adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26 % dari Pendapatan Dalam Negeri Netto yang ditetapkan dalam APBN. DAU untuk suatu Daerah dialokasikan atas dasar celah fiskal dan alokasi dasar.

  Proporsi DAU antara daerah provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan berdasarkan imbangan kewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota. Pemerintah merumuskan formula dan penghitungan DAU dengan memperhatikan pertimbangan dewan yang bertugas memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan otonomi daerah. Hasil penghitungan DAU per provinsi, kabupaten, dan kota ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Penyaluran DAU dilaksanakan setiap bulan masing-masing sebesar 1/12 (satu per dua belas) dari DAU Daerah yang bersangkutan. Penyaluran DAU dilaksanakan sebelum bulan bersangkutan.

  6.1.1.4.3. Celah Fiskal (Keuangan) Celah fiskal, adalah kebutuhan fiskal dikurangi dengan kapasitas fiskal Daerah.

  Kebutuhan fiskal daerah, adalah kebutuhan pendanaan Daerah untuk melaksanakan fungsi layanan dasar publik (antara lain: penyediaan layanan kesehatan dan pendidikan, penyediaan infrastruktur, dan pengentasan kemiskinan). Untuk menghitung kebutuhan fiskal tersebut, maka perlu memperhatikan variabel demografi, yaitu jumlah penduduk. Jumlah penduduk, adalah variabel yang mencerminkan kebutuhan akan penyediaan layanan publik di setiap Daerah. Selain jumlah penduduk, setiap kebutuhan pendanaan juga diukur dengan:

  1. Backlog kebutuhan 3. Produk domestik regional bruto per kapita.

  4. Indeks pembangunan manusia.

  Backlog kebutuhan, adalah gambaran tingkat kebutuhan masyarakat pada fisik dan layanan infrastruktur.

  Indeks Kemahalan Konstruksi, tingkat kemahalan harga prasarana fisik secara relatif antar Daerah yang dihitung dengan memperhatikan variabel kesulitan geografis. Produk Domestik Regional Bruto, adalah gambaran potensi dan aktivitas perekonomian suatu Daerah yang dihitung berdasarkan total seluruh output produksi kotor dalam suatu wilayah.

  Indeks Pembangunan Manusia (IPM), adalah variabel yang mencerminkan tingkat pencapaian kesejahteraan penduduk atas layanan dasar di bidang pendidikan dan kesehatan.

  Kapasitas fiskal Daerah, adalah sumber pendanaan daerah yang berasal dari PAD dan Dana Bagi Hasil.

  6.1.1.4.4. Alokasi Dasar Alokasi dasar, dihitung berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah.

  Jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah, adalah gaji pokok ditambah tunjangan keluarga dan tunjangan jabatan (Berdasarkan peraturan penggajian Pegawai Negeri Sipil).

  6.1.1.4.5. Dana Alokasi Khusus

  Dana Alokasi Khusus (DAK), adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Besaran DAK ditetapkan setiap tahun dalam APBN. DAK dialokasikan kepada Daerah tertentu yang memenuhi kriteria untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah. Kegiatan khusus sesuai dengan fungsi yang telah ditetapkan dalam APBN. Fungsi dalam rincian Belanja Negara, terdiri atas layanan umum, pertahanan, ketertiban dan keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum, kesehatan, pariwisata, budaya, agama, pendidikan dan

  6.1.1.4.6. Dana Pendamping

  Daerah penerima DAK wajib menyediakan Dana Pendamping sekurang- kurangnya 10 (sepuluh persen) dari alokasi DAK. Dana Pendamping dianggarkan dalam APBD. Namun, Daerah dengan kemampuan fiskal ”tertentu” tidak diwajibkan menyediakan Dana Pendamping.

  6.1.1.4.7. Lain-lain Pendapatan

  Lain-lain Pendapatan bertujuan memberi peluang kepada Daerah untuk memperoleh pendapatan selain pendapatan dari PAD, Dana perimbangan dan Pinjaman daerah. Lain-lain Pendapatan, terdiri atas: pendapatan hibah dan pendapatan Dana Darurat.

  Hibah adalah Penerimaan Daerah yang berasal dari pemerintah negara asing, badan/lembaga asing, badan/lembaga internasional, Pemerintah, badan/lembaga dalam negeri atau perseorangan, baik dalam bentuk devisa, rupiah maupun barang dan/atau jasa, termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang tidak perlu dibayar kembali.

  Pendapatan hibah merupakan bantuan yang tidak mengikat. Hibah kepada Daerah yang bersumber dari luar negeri dilakukan melalui Pemerintah. Hibah dituangkan dalam suatu naskah perjanjian antara Pemerintah Daerah dan pemberi hibah. Hibah digunakan sesuai dengan naskah perjanjian. Tata cara pemberian, penerimaan, dan penggunaan hibah, baik dari dalam negeri maupun luar negeri diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pemerintah mengalokasikan Dana Darurat yang berasal dari APBN untuk keperluan mendesak yang diakibatkan oleh bencana nasional dan/atau peristiwa luar biasa yang tidak dapat ditanggulangi oleh Daerah dengan menggunakan sumber APBD.

  Dana Darurat adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada Daerah yang mengalami bencana nasional, peristiwa luar biasa, dan/atau krisis solvabilitas. Keadaan yang dapat digolongkan sebagai bencana nasional dan/atau peristiwa luar biasa ditetapkan oleh Presiden Pemerintah dapat mengalokasikan Dana Darurat pada Daerah yang dinyatakan mengalami krisis solvabilitas. Krisis solvabilitas adalah krisis keuangan berkepanjangan yang dialami Daerah selama 2 (dua) tahun anggaran dan tidak dapat diatasi melalui APBD.

  Daerah dinyatakan mengalami krisis solvabilitas berdasarkan evaluasi ditetapkan oleh Pemerintah setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat.

  6.1.1.4.8. Pinjaman Daerah

  Pinjaman Daerah, adalah semua transaksi yang mengakibatkan Daerah menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga Daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali. Pinjaman Daerah bertujuan memperoleh sumber pembiayaan dalam rangka penyelenggaraan urusan Pemerintahan Daerah.

  6.1.1.4.9. Batasan Pinjaman

  Pemerintah menetapkan batas maksimal kumulatif pinjaman Pemerintah dan Pemerintah Daerah dengan memperhatikan keadaan dan prakiraan perkembangan perekonomian nasional. Batas maksimal kumulatif pinjaman tidak melebihi 60 (enam puluh persen) dari Produk Domestik Bruto tahun bersangkutan. Menteri Keuangan menetapkan batas maksimal kumulatif pinjaman Pemerintah Daerah secara keseluruhan selambat-lambatnya bulan Agustus untuk tahun anggaran berikutnya.

  Pengendalian batas maksimal kumulatif Pinjaman Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Daerah tidak dapat melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar negeri. Pelanggaran terhadap ketentuan, dikenakan sanksi administratif berupa penundaan dan/atau pemotongan atas penyaluran Dana Perimbangan oleh Menteri Keuangan.

  6.1.1.4.10. Sumber Pinjaman

  Pinjaman Daerah bersumber dari:

  1. Pemerintah

  2. Pemerintah Daerah lain

  3. Lembaga Keuangan Bank

  4. Lembaga Keuangan Bukan Bank 5. Masyarakat.

  Pinjaman Daerah yang bersumber dari Pemerintah diberikan melalui Menteri Keuangan. Pinjaman Daerah yang bersumber dari masyarakat berupa Obligasi Daerah diterbitkan melalui pasar modal.

  Jenis Pinjaman terdiri atas,

  1. Pinjaman Jangka Pendek

  2. Pinjaman Jangka Menengah 3. Pinjaman Jangka Panjang.

  Pinjaman Jangka Pendek merupakan Pinjaman Daerah dalam jangka waktu kurang atau sama dengan satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman, yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain seluruhnya harus dilunasi dalam tahun anggaran yang bersangkutan. Pinjaman jangka pendek tidak termasuk kredit jangka pendek yang lazim terjadi dalam jasa tidak dilakukan pada saat barang dan atau jasa dimaksud diterima.

  Pinjaman Jangka Menengah merupakan Pinjaman Daerah dalam jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain harus dilunasi dalam kurun waktu yang tidak melebihi sisa masa jabatan Kepala Daerah yang bersangkutan.

  Pinjaman Jangka Panjang merupakan Pinjaman Daerah dalam jangka waktu > 1 tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain harus dilunasi pada tahun-tahun anggaran berikutnya sesuai dengan persyaratan perjanjian pinjaman yang bersangkutan.

  6.1.1.4.11. Penggunaan Pinjaman

  1. Pinjaman Jangka Pendek dipergunakan hanya untuk menutup kekurangan arus kas.

  2. Pinjaman Jangka Menengah dipergunakan untuk membiayai penyediaan layanan umum yang tidak menghasilkan penerimaan.

  3. Pinjaman Jangka Panjang dipergunakan untuk membiayai proyek investasi yang menghasilkan penerimaan.

  4. Pinjaman Jangka Menengah dan Jangka Panjang wajib mendapatkan persetujuan DPRD.

6.1.1.4.12. Persyaratan Pinjaman

  Dalam melakukan pinjaman, Daerah wajib memenuhi persyaratan:

  1. Jumlah sisa Pinjaman Daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75% dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya. ditetapkan oleh Pemerintah.

  3. Daerah tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang berasal dari Pemerintah. Daerah tidak dapat memberikan jaminan atas pinjaman pihak lain. Pendapatan Daerah dan/atau barang milik Daerah tidak boleh dijadikan jaminan Pinjaman Daerah. Proyek yang dibiayai dari Obligasi Daerah beserta barang milik Daerah yang melekat dalam proyek tersebut dapat dijadikan jaminan Obligasi Daerah.

6.1.1.5. Komponen Pengeluaran Belanja

  Komponen pengeluaran belanja terdiri dari: 1. Belanja Operasi.

  2. Belanja Modal.

  3. Tranfer ke Desa/kelurahan.

  4. Belanja Tak Terduga. Sub – komponen Pengeluaran Belanja Daerah meliputi:

  1. Belanja Operasi

  a. Belanja Pegawai

  b. Belanja Barang

  c. Belanja Bunga

  d. Belanja Subsidi

  e. Belanja Hibah

  f. Belanja Bantuan Sosial

  2. Belanja Modal

  a. Belanja Tanah b. Belanja Peralatan dan mesin

  c. Belanja Gedung dan bangunan

  d. Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan

  e. Belanja Aset Tetatp Lainnya

  f. Belanja Aset Lainnya

  3. Transfer ke Desa/Kelurahan

  a. Bagi hasil Pajak

  b. Bagi Hasil Retribusi

  c. Bagi Hasil Pendapatan Lainnya

  4. Belanja tak Terduga

  1. Belanja daerah diprioritaskan untuk meningkatkan kewajiban daerah dalam meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan: a. Pelayanan dasar berupa pendidikan dan kesehatan.

  b. Fasilitas sosial.

  c. Fasilitas umum

  2. Belanja daerah disusun berdasarkan

  a. Standar pelayanan minimal (SPM)

  b. Standar analisis belanja (SAB)

  c. Standar harga (SH)

  d. Tolok ukur kinerja

  3. Belanja DPRD, meliputi:

  a. Penghasilan pimpinan dan anggota DPRD

  b. Tunjangan kesehatan

  c. Uang jasa pengabdian

  d. Belanja penunjang kegiatan DPRD

  4. Belanja Kepala daerah dan wakil Kepala daerah Anggaran Belanja Kepala daerah dan wakil Kepala daerah harus mencerminkan efisiensi dan efektivitas dengan memperhatikan aspek keadilan dan kepatutan.

6.1.1.6. Komponen Pembiayaan

  Pembiayaan (financing) adalah seluruh transaksi keuangan pemerintah, baik penerimaan maupun pengeluaran, yang perlu dibayar atau akan diterima kembali, yang dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit dan atau memanfaatkan surplus anggaran. Penerimaan pembiayaan antara lain dapat berasal dari pinjaman, dan hasil divestasi. Sementara, pengeluaran pembiayaan antara lain digunakan untuk pembayaran kembali pokok pinjaman, pemberian pinjaman kepada entitas lain, dan penyertaan modal oleh pemerintah.

  Penerimaan pembiayaan, adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum Negara/Daerah antara lain berasal dari penerimaan pinjaman, penjualan obligasi yang diberikan kepada fihak ketiga, penjualan investasi permanen lainnya, dan pencairan dana cadangan.

  Komponen Pembiayaan daerah adalah sebagai berikut.

  1. Penerimaan Pembiayaan

  a. Penggunaan SILPA

  b. Pencairan dana Cadangan

  c. Pinjaman dalam Negeri-Pemerintah Pusat

  d. Pinjaman dalam Negeri – Pemda lain

  e. Pinjaman dalam Negeri – bank

  f. Pinjaman dalam Negeri – Non bank

  g. Pinjaman dalam Negeri – Obligasi

  h. Pinjaman dalam Negeri – Lainnya i. Penerimaan kembali pinjaman kpd Pers. Negara j. Penerimaan kembali pinjaman kpd Pers, daerah k. Penerimaan kembali pinjaman kpd Pemda Lainnya

  2. Pengeluaran pembiayaan

  a. Pembentukan dana cadangan

  b. Pembayaran Pokok Pinjaman DN- Pem Pusat

  c. Pembayaran Pokok Pinjaman DN-Pemda Lainnya

  d. Pembayaran Pokok Pinjaman DN- Bank

  e. Pembayaran Pokok Pinjaman DN-Non Bank

  f. Pembayaran Pokok Pinjaman DN- Obligasi

  g. Pembayaran Pokok Pinjaman Lainnya

  h. Pemberian Pinjaman kpd Pers. Negara i. Pemberian Pinjaman kpd Pers. Daerah j. Pemberian Pinjaman kpd Pemda Lainnya

6.2. Profil Keuangan Kabupaten

  Profil keuangan daerah dalam penyusunan RPIJM bertujuan untuk membuat taksiran dana yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan investasi program PU/ Cipta Karya di Kabupaten Kotawaringin Timur. Gambaran umum kondisi keuangan daerah selama 5 tahun terakhir, dipergunakan untuk mengetahui:

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

  1.4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 63.335.570.000,00

  35.280.652.690,00

  768.057.040.576,00 664.506.278.946 51.610.963.256,00

  665.680.085.000,00 49.000.000.000.00 39.065.422.000,00

  2.1.2. Dana Bagi Hasil Sumber Daya 763.696.464.480,00

  2.1.1. Bagi Hasil Pajak

  2.1. Transfer Pemerintah Pusat Dana Perimbangan

  3.385.127.292,92 42.430.159.689,90

  82.317.503.123,00 27.102.148.741,00 9.400.067.400,00

  17.363.596.000,00 8.054.196.000,00 2.750.000.000,00 35.167.778.000,00

  1.3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan

  1. Kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), yang meliputi:

  1.2. Retribusi Daerah

  1.1. Pajak Daerah

  

Tabel 6.1.

Anggaran dan Realisasi Pendapatan Daerah kabupaten Kotawaringin Timur

No Uraian Anggaran Realisasi

  d. Dana Perimbangan dari Provinsi Lebih jelasnya mengenai profil keuangan kabupaten tersebut di atas, seperti pada tabel berikut:

  c. Dana Alokasi Khusus

  b. Dana Alokasi Umum

  a. Dana Bagi Hasil

  3. Tren Perkembangan Dana Perimbangan yang Diterima, meliputi:

  c. Penerimaan Daerah Yang Sah.

  b. Pendapatan Asli Daerah (PAD).

  2. Tren Perkembangan Penerimaan, yang meliputi: a. Dana Perimbangan.

  b. Belanja Wajib Daerah c. Surplus (defisit) pada Pendapatan dan Belanja Daerah.

2. Pendapatan Transfer

  • 57.016.379.480,00 41.000.000.000,00 41.000.000.000,00 531.968.763.000,00 45.645.900.000,00
  • 56.721.831.680,00 46.828.929.950,00 46.828.929.950,00

  2.6. Belanja Aset lainnya 202.874.279.591,00 8.079.303.819,00 30.399.483.745,00

  659.104.578.407,00 402.322.879.980,00 207.948.223.429,00 13.552.640.000,00

  10.160.045.000,00 25.120.790.000,00 605.015.810.928,77 371.782.008.138,00 189.022.839.062,77

  12.800.182.750,00 8.814.920.980,00 22.595.860.000,00

  2. Belanja Modal

  2.1. Belanja Tanah

  2.2. Belanja Peralatan dan Mesin

  2.3. Belanja Gedung dan Bangunan

  2.4. Belanja jalan, Irigasi dan Jaringan

  2.5. Belanja Aset Tetap lainnya

  48.816.372.977,00 74.752.415.750,00 10.160.045.000,00 25.120.790.000,00

  1.6. Belanja Bantuan Sosial

  156.290.217.387,00 3.211.673.600,00 27.314.583.510,00 44.193.023.122,00 65.931.076.525,00 1.107.985.250,00 14.531.875.380,00

  3 Belanja Tak Terduga

  3.1. Belanja Tak Terduga 1.500.000.000,00 1.500.000.000,00 658.016.250,00

  658.016.250,00

  4. Transfer

  4.1. Bagi Hasil Pajak Daerah

  4.2. Bagi Hasil Retribusi Daerah 938.100.000,00 469.050.000,00

  Jumlah Belanja (1+2+3) 863.478.858.000,00 761.964.044.565,77 Sumber : DPPKAD Kab. Kotawaringin Timur 2012

  6.2.1. Kondisi Keuangan Pemerintah Kabupaten

  1.7. Belanja Bantuan Keuangan

  1.5. Belanja Hibah

  Air

  3 Lain-lain Pendapatan Daearah yang Sah

  2.1.3. Dana Alokasi Umum

  2.1.4. Dana Alokasi Khusus

  2.2. Transfer Pemerintah Pusat – lainnya

  2.2.1. Dana Otonomi Khusus

  2.2.2. Dana Penyesuaian

  2.3. Transfer Pemerintah Provinsi

  2.3.1. Pendapatan Bagi hasil Pajak

  2.3.2. Pendapatan Bagi Hasil Lainnya 531.968.763.000,00 45.645.900.000,00 57.016.379.480,00

  56.721.831.680,00

  3.1. Pendapatan Hibah

  1.4. Belanja Subsidi

  3.2. Pendapatan Dana Darurat

  3.3. Pendapatan Lainnya 1.702.475.000,00

  1.702.475.000,00 962.701.735,00

  1.702.475.000,00 Jumlah Pendapatan 828.734.509.480,00 851.337.245.434,82

  Sumber : DPPKAD Kab. Kotawaringin Timur 2012

Tabel 6.2.

  

Anggaran dan Realisasi Belanja Daerah di Kabupaten Kotawaringin Timur

No Uraian Anggaran Realisasi

  1. Belanja Operasi

  1.1. Belanja Pegawai

  1.2. Belanja Barang

  1.3. Belanja Bunga

  Kondisi keuangan pemerintah kabupaten, adalah data keuangan yang berisi gambaran internal keuangan daerah. Gambaran internal ini, meliputi:

  1. Perkembangan Realisasi PAD Kabupaten Kotawaringin Timur.

  2. Perkembangan Public Saving Kabupaten Kotawaringin Timur.

  6.2.2. Proyeksi Kemampuan Keuangan Kabupaten

  Proyeksi kemampuan keuangan daerah, merupakan cerminan dari pertumbuhan rata-rata profil dan kondisi keuangan kabupaten. Angka pertumbuhan rata-rata tersebut dijumlahkan dengan data tahun terakhir berdasarkan mekanisme persentase (%). Adapun variabel yang akan diproyeksikan perkembangannya, meliputi:

  1. Kondisi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)

  3. Perkembangan Dana Perimbangan

  6.2.3. Analisis Kemampuan Keuangan Daerah

  Mekanisme untuk menganalisis kemampuan keuangan daerah, ialah dengan melihat perkembangan public saving. Perkembangan tersebut dicerminkan melalui proyeksi perkembangan public saving..

6.2.4. Rencana Pembiayaan Program

  Penting untuk diingat kembali:

  

Public saving, adalah kemampuan keuangan daerah sebagai cerminan kapasitas fiskal

  dalam membiayai investasi pembangunan; dalam hal ini adalah perencanaan dan pembangunan infastruktur Bidang PU/Cipta Karya. Berdasarkan deskripsi tersebut, pertanyaan yang paling mendasar dari penyusunan Laporan RPIJM ini, adalah seberapa besar kemampuan keuangan Kabupaten Kotawaringin Timur dalam mendanai investasi bidang PU/ Cipta Karya?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, terdapat 3 (tiga) variabel yang penting untuk diperhatikan, yaitu:

  1. Total Public Saving

  2. Biaya Investasi Perencanaan dan Pembangunan Fisik yang telah dianalisis pada Bab IV Rencana Program Investasi Infrastruktur (RPII). Melalui 3 (tiga) variabel tersebut, akan dihasilkan 3 (tiga) pernyataan, yaitu:

  1. Layak

  2. Layak Bersyarat (memerlukan tindak lanjut dengan action plan) 3. Tidak Layak.

  Untuk mengetahui pernyataan kelayakan tersebut di atas, tahapan yang digunakan, adalah Menganalisis Proyeksi Pendanaan Pekerjaan PU/ Cipta Karya dalam Usulan Pembiayaan Rencana Investasi Infrastruktur. Hasil analisis inilah yang selanjutnya, menjadi pertimbangan dalam Rencana Pembiayaan Program (layak atau tidak layak).

6.3. Pengaturan dan Mekanisme Pelaksanaan

  Pengaturan dan mekanisme pelaksanaan RPIJM Bidang PU/ CK ini, Kabupaten Kotawaringin Timur ini, disesuaikan dengan tugas dan wewenang pelaksana. Untuk kegiatan dengan biaya APBN dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat melalui Satuan Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Kabupaten.