HUKUM SEBAGAI KONTROL integrasi SOSIAL

HUKUM SEBAGAI KONTROL SOSIAL
Makalah ini Disusun dan Diajukan Sebagai Tugas Setruktur Mata
kuliah Sosiologi Hukum

Dosen Pengampu:
H. Didi Sukardi, S.H, MM

Disusun Oleh:
Annisa

Syariah / MA 3/ Semester III
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati Cirebon

KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT.dengan sehubungan selesainya
penyusunan sebuah makalah mengenai materi Sosiologi hukum ini.hal-hal yang mendorong
kami untuk menyusun makalah ini mengingat pula akan adanya tugas yang di berikan dosen
kepada kami,untuk itu terus terang kami akui bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari
kata sempurna dan belum layak dikatakan baik. Karena memang kami menyusunnya dengan
mengambil referensi-referensi dari buku yang memang sudah ada sebelumnya. Itu pun kami

menyadari betul masih belum sesuai dengan apa yang kami harapkan,karena keterbatasan kami
dalam hal merangkum kata dari buku itu.maka dari itu kami berharap bagi pembaca atau
pendengar untuk memakluminya.
Wassalamua’laikum Wr. Wb

Cirebon, September 2013

Penulis,

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tidak mudah untuk mengorganisasikan bahan yang termasuk ke dalam kategori dasardasar mu hukum menjadi satu rangkuman, terutama dengan menanggung risiko bahwa makalah
ini juga akan dibaca oleh mereka yang barangkali baru mulai belajar ilmu hukum. Pertama,
pengetahuan tentang hukum itu sendiri mencakup suatu wilayah yang sangat luas dan bahkan
boleh dibilang tidak bertepii. Ia menjelajahi wilayah seperti kebudayaan, ekonomi, sejarah,
politik, filsafat, management, dan sosiologi. Apabila kita menuliis tentang dasar-dasar ilmu
hukum, tetapi tidak menyadari, bahwa ia harus ditulis sedemikian luasnya, maka gambaran
yang lengkap mengenai hukum tidak akan bisa diberikan.

Penglihatan terhadap hukum yang demiikian itu juga mempunyai risiko, terutama bagi
kalangan yang berpaham dogmatif-normatif , bahwa uraiannya tidak diakui srbagai suatu
uraian tentang hukum. Penulis sangat menghormati mereka yang berpaham dogmatis-normatif,
karena hukum memang menampilkan sisinya yang demikian itu. Tetapi hanya memberikan
informasi kepada umum, apalagi para mahasiswa dari sisi tersebut, tidak membantu mereka
untuk memperoleh gambaran yang lebih lengkap dan benar mengenai hukun.
B. Rumusan Masalah
1. apa pengertian hukum dan kontrol sosial?
2. Bagaimana hukum sebagai kontrol sosial?
3. Bagaima sistem sosial dan pengendalian sosil?
4. Bagaimana hukum sebagai alat pengubah masyarakat?
C. Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah
Sosiologi Hukum. Dan agar teman sekalian lebih memahami apa itu hukum sebagai kontol
sosial.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum

Di tinjau dari segi etimologi, hukum berasal dari bahasa arab yang berbentuk mufrad
(tunggal). Kata jamaknya adalah “alkas’nya di ambil alih dalam bahasa indonesia menjadi
“hukum”. Hukum juga dinamakan recht yang berasal dari kata rechtum, di ambil dari bahasa
latin yang berarti pimpinan atau tuntunan atau pemerintahan.
Beberapa pendapat tentang definisi hukum, di antara lain:
1.

Menurut Prof. Dr. P. Borst
Hukum adalah keseluruhan peraturan bagi kelakuan atau perbuatan manusia di dalam

masyarakat, yang pelaksanaanya dapat dipaksakan dan bertujuan untuk mendapatkan tata atau
keadilan.
2.

Menurut Prof. Dr. Van Kan
Dalam buku karangannya yang terkenal yait “Inleiding tot de Rechtswetenschap”

mendefinisikan hukum adalah keseluruhan peraturan hidup yang bersifat memaksa untuk
melindungi kepentingan manusia di dalam masyarakat.
3.


Menurut Prof. Mr. Dr. L. J. Van Apeldoorn
Dalam bukunya yang berjudul “Inleiding tot de Studie Van Het Nederlandse recht”

memberikan pengertian sebagai berikut “memberikan definisi/batasan hukum, sebenarnya
hanya bersifat menyamaratakan saja, dan itupun tergantung siapa yang memberikan”.

B. Pengertian Kontrol Sosial
Secara umum pengendalian sosial adalah segenap cara dan proses yang di tempuh
kelompok atau orang masyarakat, sehingga para anggotanya dapat bertindak sesuai denagn
harapan kelompok atau masyarakat.Dalam sistem pemerintahan , pengendalian sosial di artikan
sebagai pengawasan yang di lakukan masyarakat terhadap jalannnya pemerintahan, khususnya
pemerintah beserta aparatnya . pengertian pengendalian sosial tersebut mencakup segala proses
yang di rencanakan atau tidak serta bersifat mendidik, mengajak, atau bahkan memaksa warga
masyarakat mematuhi kaidah dan nilai-nilai sosial yang berlaku.
Kontrol sosial menurut para pakar :
• Peter I. Berger
adalah berbagai cara yang digunakan masyarakat untuk menertibkan anggota yang
membangkang.
• Roucek & Warren

adalah proses yang terencana atau tidak terencan untuk mengajar individu agar dapat
menyesuaikan diri dengan kebiasaan dan nilai-nilai kelompok tempat mereka tinggal.
• Soejono Soekanto
adalah suatu proses baik yang direncanakan atau tidak, yang bertujuan untuk mengajak,
membimbing bahkan memaksa warga masyarakat agar mematuhi nilai-nilai dan kaidah-kaidah
yang berlaku.
Jadi, Kontrol sosial dapat disimpulkan sebagai semua cara yang atau sarana yang
digunakan untuk mengendalikan tingkah laku warga masyarakat agar mematuhi nilai-nilai dan
kaidah yang berlaku.

C. Hukum Sebagai Sosial Kontrol
Dalam memandang hukum sebagai alat kontrol sosial manusia, maka hukum merupakan
salah satu alat pengendali sosial. Alat lain masih ada sebab masih saja diakui keberadaan
pranata sosial lainnya (misalnya keyakinan, kesusilaan).
Kontrol sosial merupakan aspek normatif kehidupan sosial. Hal itu bahkan dapat
dinyatakan sebagai pemberi defenisi tingkahg laku yang menyimpang dan akibat-akibat yang
ditimbulkannya, seperti berbagai larangan, tuntutan, dan pemberian ganti rugi.
Hukum sebagai alat kontrol sosial memberikan arti bahwa ia merupakan sesuatu yang
dapat menetapkan tingkah laku manusia. Tingkah laku ini dapat didefenisikan sebagai sesuatu
yang menyimpang terhadap aturan hukum. Sebagai akibatnya, hukum dapat memberikan sangsi

atau tindakan terhadap si pelanggar. Karena itu, hukum pun menetapkan sanksi yang harus
diterima oleh pelakunya. Ini sekaligus berarti bahwa hukum mengarahkan agar masyarakat
berbuat secara benar menurut aturan sehingga ketentraman terwujud.
Pengendalian sosial terjadi apabila suatu kelompok menentukan tingkah laku kelompok
lain, atau apabila kelompok mengendalikan anggotanya atau kalau pribadi-pribadi
mempengaruhi tingkah laku pihak lain. Dengan demikian pengendalian social terjadi dalam
tiga taraf yakni:
1. kelompok terhadap kelompok
2. kelompok terhadap anggotanya
3. pribadi terhadap pribadi
Dengan kata lain pengendalian social terjadi apabila seseorang diajak atau dipaksa untuk
bertingkah laku sesuai dengan keinginan pihak lain, baik apabila hal itu sesuai dengan
kehendaknya ataupun tidak. Jika dikatakan pengendalian social itu memiliki unsur pengajakan
atau pemaksaan kehendak kepada pihak lain, maka kesiapan pihak lain itu untuk menerimanya
sudah tentu didasarkan kepada keadaan-keadaan tertentu.

Sanksi hukum terhadap perilaku yang menyimpang, ternyata terdapat perbedaan di kalangan
suatu masyarakat. Tampaknya hal ini sangat berkait dengan banyak hal, seperti keyakinan
agama, aliran falsafat yang dianut. Dengan kata lain, sangsi ini berkait dengan kontrol sosial.
Ahmad Ali menyebutkan sangsi pezina berbeda bagi masyarakat penganut Islam secara

konsekuen dengan masyarakat Eropa Barat. Orang Islam memberikan sangsi yang lebih berat,
sedangkan orang Eropa Barat memberi sangsi yang ringan saja. Dengan demikian, di samping
bukan satu-satunya alat kontrol sosial, juga hukum sebagai alat pengendali memainkan peran
pasif. Artinya bahwa hukum menyesuaikan diri dengan kenyataan masyarakat yang dipengaruhi
oleh keyakinan dan ajaran falsafat lain yang diperpeganginya.
Dalam pada itu, disebutkan pula bahwa fungsi hukum ini lebih diperluas sehingga tidak
hanya dalam bentuk paksaan. Fungsi ini dapat dijalankan oleh dua pihak: 1) pihak penguasa
negara. Fungsi ini dijalankan oleh suatu kekuasaan terpusat yang berwujud kekuasaan negara
yang dilaksanakan oleh the ruling class tertentu. Hukumnya biasanya dalam bentuk hukum
tertulis dan perundang-undangan. 2) masyarakat; fungsi ini dijalankan sendiri oleh masyarakat
dari bawah. Hukumnya biasa berbentuk tidak tertulis atau hukum kebiasaan.
Fungsi hukum sebagai alat kontrol sosial dapat berjalan dengan baik bila terdapat hal-hal
yang mendukungnya. Pelaksanaan fungsi ini sangat berkait dengan materi hukum yang baik
dan jelas. Selain itu, pihak pelaksana sangat menentukan pula. Orang yang akan melaksanakan
hukum ini tidak kalah peranannya. Suatu aturan atau hukum yang sudah memenuhi harapan
suatu masyarakat serta mendapat dukungan, belum tentu dapat berjalan dengan baik bila tidak
didukung oleh aparat pelaksana yang kimit terhadap pelaksanaan hukum. Hal yang terakhir
inilah yang sering dikeluhkan oleh masyarakat Indonesia. Aparat sepertinya dapat dipengaruhi
oleh unsur-unsur lain yang sepatutnya tidak menjadi faktor penentu, seperti kekuasaan, materi
dan pamrih serta kolusi. Citra penegak hukum masih rawan.


D. Sistem Sosial dan Pengendalian Sosial
Manusia mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan itu
berfungsi untuk mempertahankan kelngsungan hidupnya.
Oleh karena itu, pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut merupakan syarat agar manusia
itu bisa bertahan hidup di dunia ini. Semakin bak kebutuhan-kebutuhan itu dipenuhi, semakin
sejahtera pula hidupnya, demikian sebaliknya.
Tidak semuua kebutuhan itu mempunyai tingkatan kedudukan yang sama. Sebagian dari
kebutuhan-kebutuhan tersebut kita sebut sebagai kebutuhan dasar atau kebutuhan pokok, yaitu
yang hanya dapat dipenuhi oleh penyediaan bahan dasar fisik, seperti makanan, air oksigen,
tidur dan sebagainya. Sebagian yang lain dari kebutuhan tersebut tidak dapat digolongkan ke
dalam kebutuhan yang bersifat pokok demikian itu, olrh karna tanpa dipenuhinya kebutuhan
tersebut, manusia juga masih bisa bertahan hidup di dunia ini.
Manuisa memang sering di identifikasikan tidak hanya sebagai mahluk biologis, melainkan
juga sosial. Berbagai alasan bisa dikemukakan untuk mendukung identifikasi tersebut. Paul
Vinogradof misalnya mengatakan, bahwa pada dasarnya manuisa itu adalah mahluk sosial.
Bagi manusia, melakukan hubungan-hubungan sosial sudah merupakan semacam perintah
alam. Hal ini disebabkan, oleh karena manusia itu tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya
dalam keadaan yang terisolasi. Ia senantiasa membutuhkan bantuan dan kerja sama dari orang
lain. Dengan memperistri seorang wanita, seorang laki-laki membentuk keluarga dengan

menghubugkan dirinya dengan teman-teman sekampung ia membentuk kerjasana ekonomi dan
seterusnya.
Apabila kita sudah mulai berbicara tentang manusia sebagai mahluk sosial serta, sebagai
kelanjutannya, mengenai manusia yang harus melakukan hubungan-hubungan sosial, maka
terbukalah suatu dimensi baru dalam pembicaraan kita mengenai kebutuhan manusia itu.
Sekarang kita dapat memasukan kebutuhan untuk melakukan hubungan-hubungan sosial itu
sebagai suatu kategor tersendiri di samping kebutuhan-kebutuhan manusia yang lain yang tidk
kurang fundamentalnya pula. Dimensi ini adalah dimensi sosial dalam kehidupan manusia,
yang beberapa unsurnya akan dibicarakan berturut-turut sebagai berikut.

1. Ketertiban
2. Sistem sosial
3. Lembaga-lembaga sosial
4. Pengendalian sosial
Mengenai suatu keteraturan, itulah sesungguhnya yang merupakan tulang punggung dari
timbulnya hubugan-hubungan sosial yang bagaikan mengalir dengan tertib itu. Vinogradof
dalam hubungan ini mengatakan, bahwa adalah suatu hal nonsens, apabila hubungan manusia
itu bisa berlangsung sedang masyarakat tidak mengenal ketertiban. Dengan perkataan lain,
ketertiban itu merupakan syarat bagi berlangsungya hubungan-hubungan antara sesama
masyarakat.

Sekarang kita meningkat kepada pembicaraan mengenai sistem sosial. Sesudah
memperhatikan uraian dimuka, sistem sosial itu dapat kita sebut sebgai suatu cara
mengorganisasi kehidupan orang dalam masyarakat. Masyarakat ini mempunyai anggota yang
terdiri dari individu-individu. Didalam wadah masyarakatitu individu di satu dengan yang lain
berhubungan, melakukan kontak-kontak untuk berbagai keperluan. Hubungan-hubungan ini
ternyatatidak bersifat kacau, melankan merupakan proses yang berjalan secara teratur. Sistem
sosial mempertahankan agar proses itu berjalan secara teratur demikian itu.
Setiap sostem sosial memerlukan usaha dan cara-cara untuk mempertahankannya. Oleh
karena itu bisa dikatakan, bahwa seiring dengan adanya suatu sistem sosial, pada saat itu pula
sistem tersebut mengembangkan cara-caranya sendiri untuk mempertahankan dirinya. Dengan
perkataan lain kebutuhan untuk mempertahankan diri, dan kemudian usaha-usaha yang
dilakukan ke arah itu, adalah inheren dengan sistem sosial itu sendiri. Usaha sistem sosial untuk
mempertahankan diri ini lah yyang disburt sebagai pengendalian sosial.

E. Hukum Sebagai Alat Pengubah Masyarakat
Hukum mungkin dipergunakan sebagai suatu alat oleh agent of change atau pelopor
perubahan adalah seseorang atau kelompok orang yang mendapatkan kepercayaan dari
masyarakat sebagai pemimpin satu atau lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan. Suatu
perubahan social yang dikehendaki atau direncanakan, selalu berada di bawah pengendalian
serta pengawasan pelopor perubahan tersebut. Cara-cara untuk mempengaruhi masyarakat

dengan system yang teratur dan direncanakan terlebih dahulu, dinamakan social engineering
atau social planning. Hokum mepunyai pengaruh langsung atau pengaruh yang tidak langsung
di dalam mendorong terjadinya perubahan social. Misalnya, suatu peraturan yang menentukan
system pendidikan tertentu bagi warga Negara mepunyai pengaruh secara tidak langsung yang
sangat penting bagi terjadinya perubahan-perubahan social.
Di dalam berbagai hal, hukum mempunyai pengaruh yang langsung terhadap lembagalembaga kemasyarakatan yang artinya adalah bahwa terdapat hubungan yang langsung antara
hokum dengan perubahan-perubahan social. Suatu kaidah hokum yang menetapkan bahwa
janda dan anak-anak tanpa memperhatikan jenisnya dapat menjadi ahliwaris mempunyai
pengaruh langsung terhadapat terjadinya perubahan-perubahan social, sebab tujuan utamanya
adalah untuk mengubah pola-pola perikelakuan dan hubungan-hubungan antara warga
masyarakat.
Pengalaman-pengalaman di Negara-negara lain dapat membuktikan bahwa hokum,
sebagiamana halnya dengan bidang-bidang kehidupan lainnya dipergunakan sebagai alat untuk
mengadakan perubahan social. Misalnya di Tunisia, maka sejak diperlakukannya Code of
Personal Status pada tahun 1957, seorang wanita yang telah dewasa, mempunyai kemampuan
hokum untuk menikah tanpa harus di dampingi oleh seorang wali.
Kiranya dapat dikatakan bahwa kaidah-kaidah hokum sebagai alat untuk mengubah
masyarakat mempunyai peranan penting terutama dalam perubahan-perubahan yang
dikehendaki atau perubahan-perubahan yang direncanakan. Dengan perubahan-perubahan yang
dikehendaki dan direncanakan dimaksudkan sebagai suatu perubahan yang dikehendaki dan
direncanakan oleh warga masyarakat yang berperan sebagai pelopor masyarakat. Dan dalam

masyarakat yang sudah kompleks di mana birokrasi memegang peranan penting tindakantindakan social, mau tak mau harus mempunyai dasar hokum untuk sahnya. Oleh sebab itu,
apabila pemerintah ingin membentuk badan-badan yang berfungsi untuk mengubah masyarakat
(secara Terencana), maka hokum diperlukan untuk membentuk badan tadi serta untuk
menentukan dan membatasi kekuasaannya. Dalam hal ini kaidah hokum mendorong terjadinya
perubahan-perubahan social dengan membentuk badan-badan yang secara langsung
berpengaruh terhadap perkembangan-perkembangan di bidang-bidang social, ekonomi, dan
politik.
F. Hukum sebagai sarana pengatur perikelakuan.
Sebagai social engineering, hokum merupakan suatu sarana yang ditujukan untuk
mengubah perikelakuan warga masayrakat, sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah di tetapkan
sebelumnya. Kalau hokum merupakan sarana yang dipilih untuk mencapai tujuan-tujuan
tertentu, maka prosesnya tidak hanya berhenti pada pemilihan hokum sebagai sarana saja.
Selain pengetahuan yang manatap tentang sifat hakikat hokum, juga perlu diketahui adalah
batas-batas di dalam penggunaan hokum sebagai sarana (untuk mengubah ataupun mengatur
perikelakuan warga masyarakat).
Suatu contoh misalnya, perihal komunikasi hokum. Kiranya sudah jelas, supaya hokum
benar-benar dapat mempengaruhi perikelakuan warga masyarakat, maka hokum tadi harus
disebarkan seluas mungkin sehingga melembaga dalam masyarakat. Adanya alat-alat
komunikasi tertentu, merupakan salah satu syarakat bagi penyebaran serta pelembagaan
hokum. Komunikasi hokum dapat dilakukan secara formal, yaitu melalui suatu tata cara yang
terorganisasikan dengan resmi. Di samping itu, ada juga tata cara informal yang tidak resmi
sifatnya. Inilah yang merupakan salah satu batas di dalam penggunaan hokum sebagai sarana
pengubah dan pengatur perikelakuan. Ini lah yang dinamakan difusi.
Masyarakat terdiri dari pribadi-pribadi dan kelompok-kelompok, yang di dalam
kehidupannya berkaitan secara langsung dengan penentuan pilihan terhadap apa yang ada di
dalam lingkungan sekitarnya. Pilihan-pilihan yang dapat dilakukan, dibatasi oleh suatu
kerangkan tertentu. Artinya, kalau dia sampai melampaui batas-batas yang ada, maka mungkin

dia menderita; sebaliknya, kalau dia tetap berada di dalam batas-batas tertentu, maka dia akan
mendapat imbalan-imbalan tertentu pula.
Apakah yang akan dipilih oleh pribadi-pribadi atau kelompok-kelompok, tergantung pada
factor-faktor fisik, psikologis, dan social. Di dalam suatu masyarakat di mana interaksi social
menjadi intinya, maka perikelakuan yang diharapkan dari pihak-pihak lain, merupakan hal yang
sangat menentukan. Akan tetapi, walaupun manusia selalu memilih, ada kecenderungan bahwa
dia mengadakan pilihan-pilihan yang sama, secara berulang-ulang atau teratur. Hal ini
disebabkan oleh karena manusia pribadi tadi menduduki posisi-posisi tertentu dalam
masyarakat dan peranannya pada posisi tersebut ditentukan oleh kaidah-kaidah tertentu. Selain
daripada itu, peranannya huga tergantung dan ditentukan oleh berperannya pihak-pihak lain di
dalam posisinya masing-masing. Selanjutnya, hal itu juga dibatasi oleh pihak-pihak yang
mengawasi dan memberikan reaksi terhadap peranannya, maupun kemampuan serta
kepribadian manusia. Pribadi-pribadi yang memilih, melakukan hal itu, oleh karena dia percaya
bahwa dia menghayati perikelakuan yang diharapkan dari pihak-pihak lain, dan bagaimana
reaksi pihak-pihak lain terhadap perikelakuannya. Oleh karena itu, untuk menjelaskan mengapa
seseorang menentukan pilihan-pilihan tertentu, maka harus pula dipertimbangkan anggapananggapan tentang apa yang harus dilakukannya atau tidak harus dilakukan maupun anggapan
tentang yang harus dilakukan oleh lingkungannya. Inilah yang merupakan struktur normative
yang terdapat pada diri pribadi manusia, yang sekaligus merupakan potensi di dalam dirinya,
untuk dapat mengubah perikelakuannya, melaui perubahan-perubahan terencana di dalam
wujud penggunaan kaidah-kaidah hokum sebagai sarana. Dengan demikian, maka pokok di
dalam proses purabahan perikelakuan melaui kaidah-kaidah hokum adalah konsepsi-konsepsi
tentang kaidah, peranan dan sarana maupun cara untuk mengusahakan adanya konformitas.
Pribadi yang mempunyai peranan dinamakan pemegang peranan (role occupant) dan
perikelakuannya adalah berperannya pemegang peranan tadi, dapat sesuai atau mungkin
berlawanan dengan yang ditentukan di dalam kaidah-kaidah. Konsepsi sosiologis tersebut
mungkin akan lebih jelas bagi kalangan hokum, apabila diterjemahkan ke dalam bahasa hokum.
Pemegang peranan adalah subyek hokum, sedangkan peranan merupakan hak-hak dan
kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan kepentingan hukum.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam memandang hukum sebagai alat kontrol sosial manusia, maka hukum meruppakan
salah satu alat pengendali sosial. Alat lain masih ada sebab masih saja diakuin keberadaan
pranata sosial lainnya.
Kontrol sosial merupakan aspek normatif kehidupan sosial. Hal itu bahkan dapat dinyatakn
sebagai pemberi definisi tingkah lakuyang menyimpang dan akibat-akibat yang ditimbulkan,
seperti berbagai larangan, tuntunan, dan pemberian ganti rugi.
Hukum sebagai alat kontrol sosial memberikan arti bahwa a merupakan suatu yang dapat
menetapkan tingkah laku manusia. Tingkah laku ini dapat diartikan sebagai sesuatu yang
menyimpang terhadap aturan hukum. Sebgai akibatnya, hukum dapat memberikan sanksi atau
tindakan terhadap si pelanggar. Karena itu, hukum pun menetapkan sanksi yang harus diterima
oleh pelakunya. Isi sekaligus bahwa hukum mengarahkan agar masyarakat berbuat ecara benar
menurut aturan sehingga ketentraman terwujud.

B. Saran
Demikian pejelasan tentang hukum sebgai kontrol sosial yang saya paparkan, mungkin
makalah ini jauh dari kata semmpurna, jika ada kesalahan yang brarti sya mohon maaf. Semoga
makalah yang dibuat kami bisa membantu saudara lebih mengerti apa itu hukum sebagai kontrol
sosial.

DAFTAR PUSTAKA

Sebani,Beni Ahmad, sosial hukum,(Bandung: Pustaka Setia), 2007
Latip, Abdul, politik hukum, (Jakarta: Sinar grafika), 2011
Rahardjo, Satjipto, ilmu hukum,(Bandung: Citra aditya bakti), 2000
http://ririnbrain.blogspot.com/2008/11/hukum-sebagai-alat-untuk-mengubah.html
http://yuk-kitabelajar.blogspot.com/2013/10/sosiologi-hukum.html