Kajian Islam dalam Pendekatan Filsafat

KAJIAN ISLAM DALAM PENDEKATAN FILSAFAT
Oleh : Hayat Ruhyat
Mahasiswa Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon Prodi : Pendidikan Islam

A.

PENDAHULUAN

Islam merupakan sebuah sistem universal yang mencakup seluruh aspek
kehidupan manusia. Dalam Islam, segala hal yang menyangkut kebutuhan manusia,
dipenuhi secara lengkap. Semuanya diarahkan agar manusia mampu menjalani kehidupan
yang lebih baik dan manusiawi sesuai kodrat kemanusiaannya.Sebagai sebuah sistem,
Islam memiliki sumber ajaran yang lengkap, yakni al- Qur`an dan Hadits. Rasulullah
menjamin, jika seluruh manusia memegang teguh al Qur`an dan Hadits dalam
kehidupannya, maka ia tidak akan pernah tersesat selama-lamanya. Al Qur`an dipandang
sebagai sumber ajaran dan sumber hukum Islam yang pertama dan utama, sedangkan
hadits merupakan sumber kedua setelah al Qur`an.1 Dan al Qur`an serta Hadits berisikan
nash-nash (teks-teks) yang perlu dieksplorasi dan dielaborasi lebih lanjut untuk menjadi
ajaran-ajaran yang fungsional dan aplikatif melalui upaya-upaya ilmiah yang lazim disebut
studi Islam (islamic studies).
Studi Islam kontemporer meniscayakan pengelompokan nash-nash dalam sumbersumber ajaran Islam menjadi dua kategori, yaitu : pertama, nash normatif-universal dan

kedua nash praktis-temporal. Pengelompokan nash ini menjadi salah satu penemuan
penting dalam studi Islam.2 Sedangkan M. Atho Muzhar membaginya dalam kategori :
pertama, Islam sebagai wahyu, dan kedua, Islam sebagai produk sejarah.3 Dengan istilah
lain bahwa Islam dibagi menjadi Islam Ideal dan Islam Aktual. Islam jenis pertama bukan
wilayah yang terbuka untuk dikaji karena sifatnya yang absolut,

1
2

3

sakral dan hakiki,

Supiana, Metodologi Studi Islam, (Jakarta : DitjenPendisKemenag RI, 2012), h. 73
Khoiruddin Nasution, Peran Hermeneutika dan Pengelompokan Nash dalam Studi Hukum Islam IntegratifInterkonektif dalam Jamali Sahrodi, Metodologi Studi Islam, (Bandung : Pustaka Setia, 2008), h.18.
M. Atho Muzhar, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1998), h.
19-24

1


sedangkan Islam jenis kedua merupakan wilayah terbuka untuk dikaji dan diijtihadi
karena merupakan produk pikiran manusia tentang Islam Ideal. Penentuan kategorisasi
tersebut dianggap penting sebagai titik tolak dari mana studi Islam seharusnya berangkat.
Untuk memahami sumber-sumber otentik ajaran Islam, maka diperlukan berbagai
pendekatan metodologi pemahaman Islam yang tepat, akurat dan responsible. Dengan
demikian diharapkan Islam sebagai sebuah sistem ajaran yang bersumber pada al Qur`an
dan Hadits dapat difahami secara komprehensif.4 Dan beberapa pendekatan yang lazim
dipergunakan dalam studi Islam antara lain pendekatan historis, pendekatan sosiologis,
pendekatan hermeneutika dan lain sebagainya termasuk pendekatan filsafat.
Pendekatan filsafat berusaha untuk sampai kepada kesimpulan-kesimpulan yang
universal dengan meneliti akar permasalahannya. Metode ini bersifat mendasar dengan
cara radikal dan integral, karena memperbincangkan sesuatu dari segi esensi (hakikat
sesuatu). Harun Nasution mengemukakan, sebagaimana dikutip Supiana, bahwa
berfilsafat intinya adalah berfikir secara mendalam, seluas-luasnya dan sebebasbebasnya, tidak terikat kepada apapun, sehingga sampai kepada dasar segala dasar.5
Menggunakan filsafat dalam mengkaji Islam ibarat menjadikan filsafat sebagai
pisau analisis untuk membedah Islam secara mendalam, integral dan komprehensif untuk
melahirkan pemahaman dan pemikiran tentang Islam yang senantiasa sĥlih ̂ kulli
za ̂n

a al


akâ n (relevan pada setiap waktu dan ruang) karena dengan pendekatan

filsafat, sumber-sumber otentik ajaran Islam digali dengan menggunakan akal, yang
menjadi alat tak terpisahkan dalam proses penggunaan metode ijtihad, tanpa lelah tak
kunjung henti.
Dan filsafat berperan membuka wawasan berpikir umat untuk menyadari
fenomena perkembangan wacana keagamaan kontemporer yang menyuarakan nilai-nilai
keterbukaan, pluralitas dan inklusivitas. Studi filsafat sebagai pilar utama rekonstruksi
pemikiran dapat membongkar formalisme agama dan kekakuan pemahaman agama –
atau dalam istilah M. Arkoun sebagai ta d̂s al akâ al di ̂ niyyah –sebagai salah satu
sumber ekslusivisme agama dan kejumudan umat. Salah satu problem krusial pemikiran
dan pemahaman keagamaan sekarang ini, misalnya, adalah perumusan pemahaman
4
5

Supiana, …, h. 74
Ibid, …, h. 96

2


agama yang dapat mengintegrasikan secara utuh visi Ilahi dan visi manusiawi tanpa
dikotomi sedikitpun.6
Mengacu pada kerangka pikir di atas, dalam makalah ini penulis mencoba
menjelaskan gambaran umum, pengertian, signifikansi, pola dan model serta contoh
butir-butir kajian Islam melalui pendekatan filsafat.

B.

BATASAN ISTILAH

Sebelum masuk dalam bahasan utama, penting kiranya untuk menjelaskan
beberapa istilah pokok yang terkait dengan kajian pada makalah ini. Beberapa
istilah tersebut antara lain :

1. Pendekatan

Pendekatan (approach) adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat
dalam suatu bidang ilmu.7Pendekatan juga berarti suatu sikap ilmiah (persepsi)
dari seseorang untuk menemukan kebenaran ilmiah.8Atau juga mengandung

pengertian suatu disiplin ilmu untuk dijadikan landasan kajian sebuah studi
atau penelitian.9

Pendekatan dalam aplikasinya lebih mendekati disiplin ilmu karena tujuan
utama pendekatan ini untuk mengetahui sebuah kajian dan langkah-langkah
metodologis yang dipakai dalam pengkajian atau penelitian itu sendiri. 10

2. Metodologi

6

Husein Heriyanto, Nalar Saintifik Peradaban Islam, (Bandung : Mizan, 2011), h. 355.

7

Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2004), h. 28
8
Adeng Mukhtar Ghazali, Ilmu Perbandingan Agama, (Bandung : Pustaka Setia , 2000), h. 27
9
Jamali Sahrodi, Metodologi Studi Islam, (Bandung : Pustaka Setia, 2008), h. 64

10
Ibid, h. 64-65

3

Secara etimologis, kata metodologi diderivasi dari kata method yang berarti
ara`, da logy atau logos ya g erarti teori` atau il u`. Jadi kata
e pu yai arti suatu il u atau teori ya g

e

i araka

etodologi

ara .11Metodologi

juga berarti pengetahuan tentang metode atau cara-cara yang berlaku dalam
kajian atau penelitian.12


Bagaimana

cara

kita

memperoleh

pengetahuan

yang

benar?.Untuk

memperoleh pengetahuan itu, kita harus mengetahui metode yang tepat
untuk memperolehnya. Cara dan prosedur untuk memperoleh pengetahuan
dapat ditentukan berdasarkan disiplin ilmu yang dikajinya. Oleh karena itu,
dalam menentukan disiplin ilmu, kita harus menentukan metode yang relevan
dengan disiplin itu.13


Dalam setiap kajian atau penelitian ilmiah metodologi mutlak harus digunakan
sebagai piranti lunak untuk menemukan kebenaran-kebenaran yang bersifat
ilmiah. Tanpa metodologi sebuah kajian akan kehilangan arah dan berakhir
tanpa kesimpulan yang akurat dan dapat dipertanggung jawabkan.

3. Studi Islam

Yang dimaksud Studi Islam (kajian Islam) menurut Rosihon Anwar, adalah
usaha untuk mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam.
Dengan perkataan lain, usaha sadar dan sistematis untuk mengetahui dan
memahami serta membahas secara mendalam seluk beluk atau hal-hal yang
berhubungan dengan agama Islam, baik ajaran, sejarah maupun praktekpraktek pelaksanaannya secara nyata dalam kehidupan sehari-hari, sepanjang
sejarahnya.14
11

Abdul Rozak, Cara Memahami Islam : Metodologi Studi Islam, (Bandung : Gema Media Pustakama, 2001),
h. 27
12
Jamali Sahrodi, op.cit, h. 68
13

Ibid, h. 68
14
Rosihon Anwar, Pengantar Studi Islam, (Bandung : Pustaka Setia, 2009), h. 25

4

Pengertian Studi Islam di atas memberikan pemahaman bahwa bidang
garapan atau aspek kajian yang menjadi objek studi Islam sangatlah luas
karena hampir mencakup semua aspek dan karakteristik ajaran Islam.
Disamping itu pula studi Islam terus menerus mengalami perkembangan dan
dinamika seiring dengan realitas kehidupan umat Islam yang terus dinamis.
Barangkali inilah salah satu disiplin ilmu tentang Islam yang mengalami
perkembangan dan kemajuan yang melaju sangat cepat seiring dengan
akselerasi kebudayaan dan peradaban umat Islam sendiri.

4. Filsafat

Menurut Harun Nasution, sebagaimana dikutip Ramayulis, Perkataan filsafat
berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas dua kata, yaitu : (1) philein, dan (2)
sophos. Philein berarti cinta dan sophos berarti hikmah (wisdom).Perkataan

philosophio merupakan perkataan bahasa Yunani yang dipindahkan oleh
orang-orang arab da disesuaika de ga ta i at susu a

kata-kata orang

arab, yaitu falsafah pola : fa lala dan fi la yang kemudian menjadi kata kerja
falsafa dan filsaf. Adapun sebutan filsafat yang diucapkan dalam bahasa
Indonesia kemungkinan besar merupakan gabungan kata arab falsafah dan
bahasa Inggris philosophi yang kemudian menjadi filsafat.15

Menurut pengertian umum, filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki
hakikat segala sesuatu untuk memperoleh kebenaran. Filsafat adalah ilmu
pengetahuan tentang hakikat. Ilmu pengetahuan tentang hakikat menanyakan
apa hakikat atau sari atau inti atau esensi segala segala sesuatu. Dengan cara

15

Ramayulis, Filsafat Pendidikan Islam, Telaah Sistem Pendidikan dan Pemikiran Para Tokohnya, (Jakarta ;
Kalam Mulia, 2009), h. 1


5

ini maka jawaban yang akan diberikan berupa kebenaraan yang hakiki. Ini
sesuai dengan arti filsafat menurut kata-katanya.16

Sedangkan definisi filsafat menurut Sidi Gazalba, sebagaimana dikutip Abuddin
Nata, adalah berpikir secara mendalam, sistematik, radikal, dan universal
dalam rangka mencari kebenaran, inti atau hakikat mengenai segala sesuatu
yang ada.17

Pendapat Sidi Gazalba di atas memperlihatkan adanya 3 ciri pokok dalam
filsafat. Pertama, adanya unsur berfikir yang dalam hal ini menggunakan akal.
Dengan demikian filsafat adalah kegiatan berfikir. Kedua, adanya unsur tujuan
yang ingin dicapai melalui kegiatan berfikir tersebut, yaitu mencari hakikat
atau inti mengenai segala sesuatu. Ketiga, adanya unsur ciri yang terdapat
dalam berpikir tersebut, yaitu mendalam. Dengan ciri ini filsafat bukan hanya
sekedar berfikir, melainkan berfikir sungguh-sungguh, serius, dan tidak
berhenti sebelum yang difikirkan itu dapat dipecahkan. Ciri lainnya adalah
sistematik. Dalam hubungan ini filsafat menggunakan aturan-aturan tertentu
yang secara khusus dijelaskan dalam ilmu mantiq (logika). Selanjutnya ciri
berfikir tersebut adalah radikal, yakni menukik sampai kepada inti atau akar
permasalahan, atau sampai ujung batas yang sesudahnya tidak ada lagi objek
serta ruang gerak yang difikirkan, karena memang sudah habis digarapnya.
Selain itu filsafat bersifat universal, dalam arti fikiran tersebut tidak
dikhususkan untuk suatu kelompok atau teritorial tertentu. Dengan kata lain,
fikiran tersebut menembus batas-batas etnis, geografis, kultural dan
sebagainya.18

16

17
18

Soetriono dan SRDm Rita Hanafie, Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian, (Yogyakarta : Andi Offset,
2007), h. 20
Abuddin Nata, op.cit, h. 4
Ibid

6

Deskripsi lain tentang ciri-ciri berpikir filsafat adalah bahwa berpikir filsafat
mengandung beberapa ciri, yaitu : deskriptif, kritis atau analitis, evaluatif atau
normatif, spekulatif, sistematis, mendalam, mendasar dan menyeluruh.19

C.

BEBERAPA POLA PENDEKATAN FILSAFAT DALAM KAJIAN ISLAM

Menggunakan pendekatan filsafat dalam kajian Islam dapat dideskripsikan
dalam dua pola : Pertama, upaya ilmiah yang dilakukan secara sistematis untuk
mengetahui dan memahami serta membahas secara mendalam seluk beluk atau
hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam, baik ajaran, sejarah maupun
praktek-praktek pelaksanaannya secara nyata dalam kehidupan sehari-hari,
sepanjang sejarahnya dengan menggunakan paradigma dan metodologi disiplin
filsafat. Kedua, upaya ilmiah yang dilakukan secara sistematis untuk mengetahui
dan memahami serta membahas nilai-nilai filosofis (hikmah) yang terkandung
dalam doktrin-doktrin ajaran Islam yang bersumber pada al- Qur`an dan Hadits
yang selanjutnya terejawantah dalam praktek-praktek keagamaan.
Untuk menjelaskan pola yang pertama, ada baiknya jika dijelaskan terlebih
dahulu metode yang dapat ditempuh dalam kajian Islam melalui pendekatan
filsafat. Sebagai suatu metode, pengembangan suatu ilmu, dalam hal ini kajian
Islam, memerlukan empat hal sebagai berikut :20
Pertama, bahan-bahan yang akan digunakan untuk pengembangan didiplin
ilmu. Dalam hal ini dapat berupa bahan tertulis yaitu , al- Qur`an dan hadits serta
pendapat para ulama atau filosof. Dan bahan yang diambil dari pengalaman
empirik dalam praktek keberagamaan.
Kedua, metode pencarian bahan. Untuk mencari bahan-bahan yang
bersifat tertulis dapat dilakukan melalui studi kepustakaan dan studi lapangan
yang masing-masing prosedurnya telah diatur sedemikian rupa.

19
20

Ibid, h. 21
Ibid, h. 22-23

7

Ketiga, metode pembahasan. Untuk ini Muzayyin Arifin mengajukan
alternatif metode analitis-sintetis, yaitu metode yang berdasarkan pendekatan
rasional dan logis terhadap sasaran pemikiran secara induktif, deduktif, dan
analisa ilmiah.
Keempat, pendekatan. Dalam hubungannya dengan pembahasan tersebut
di atas harus pula dijelaskan pendekatan yang akan digunakan untuk membahas
tersebut. Pendekatan ini biasanya diperlukan dalam analisa, dan berhubungan
dengan teori-teori keilmuan tertentu yang akan dipilih untuk menjelaskan
fenomena tertentu pula. Dalam hubungan ini pendekatan lebih merupakan pisau
yang akan digunakan dalam analisa. Ia semacam paradigma (cara pandang) yang
digunakan untuk menjelaskan suatu fenomena. Hal ini selanjutnya erat
hubungannya dengan disiplin keilmuan.
Sedangkan dalam pola kedua, pendekatan filsafat dilakukan untuk
mengurai nilai-nilai filosofis atau hikmah yang terkandung dalam doktrin-doktrin
ajaran Islam yang terdapat dalam al- Qur a da Hadits. “eperti hik ah dala
penerapan syariat Islam atau hikmah dalam perintah tentang shalat, puasa, haji,
dan sebagainya. Pola ini banyak ditempuh oleh beberapa ulama, antara lain Imam
as- Syatibi melalui karyanya : al- Mu ̂fa ̂tu f̂ Ushûli al “ a ̂ ati atau yang
dilakukan oleh Syekh Ali Ahmad al- Jurjawi melalui karyanya : Hikmat al Tas i

a

Falsafatuhu.
Pola pendekatan tersebut diharapkan agar seseorang tidak akan terjebak
pada pengamalan agama yang bersifat formalistik, yakni mengamalkan agama
dengan susah payah tapi tidak memiliki makna apa-apa, kosong tanpa arti. Yang
mereka dapatkan dari pengamalan agama tersebut hanyalah pengakuan
formalistik, misalnya sudah haji, sudah menunaikan rukun Islam yang kelima, dan
berhenti sampai di situ. Mereka tidak dapat merasakan nilai-nilai spiritual yang
terkandung di dalamnya. Namun demikian, pendekatan filosofis ini tidak berarti
menafikan atau menyepelekan bentuk pengamalan agama yang bersifat formal.

8

Filsafat mempelajari segi batin yang bersifat esoterik, sedangkan bentuk (forma)
memfokuskan segi lahiriah yang bersifat eksoterik.21

D.

BEBERAPA MODEL PENDEKATAN FILSAFAT KONTEMPORER

22

DALAM KAJIAN

ISLAM

Jamali Sahrodi menyebutkan setidaknya ada tiga jenis atau model yang termasuk
pendekatan filsafat modern (kontemporer) yang digunakan dalam studi Islam
(Islamic studies) saat ini yaitu :

pertama, Pendekatan Hermeneutika, kedua,

Pendekatan Teologi-Filosofis, dan ketiga, Pendekatan Tafsir Falsafi.23

1. Pendekatan Hermeneutik

Kata hermeneutik berasal dari bahasa Yunani hermeneuein yang berarti
e afsirka , da
hermeneia ya g

dari kata hermeneuein ini dapat ditarik kata benda
erarti pe afsira

atau i terpretasi da

hermeneutes

yang berarti interpreter (penafsir).24 Kata ini sering diasosiasikan dengan nama
salah seorang dewa Yunani, Hermes yang dianggap sebagai utusan para dewa
bagi manusia. Hermes adalah utusan para dewa di langit untuk membawa
pesan kepada manusia.25

21
22

23
24
25

Abuddin Nata, op.cit, h. 45
Filsafat Kontemporer merupakan filsafat yang tumbuh dan berkembang mulai abad ke-20 sampai
sekarang. Milton K. Munitz, sebagaimana dikutip Abdul Basith Junaidi, membagi periode fisafat menjadi
empat periode. Pertama, filsafat Yunani dan Romawi yang dimulai abad ke 6 SM dan berakhir secara
definitif pada abad 529 M, ketika kaisar Yustianus dari Byzantium, yang didorong keyakinannya kepada
agama Kristen, menutup sekolah-sekolah filsafat kafir Athe a. Kedua, filsafat abad pertengahan,
meliputi pemikiran Boethius (abad ke- 6) sampai Nicolas Cusanos (abad ke- 15), dengan puncaknya abad
ke- 13 dan permulaan abad ke-14, ketiga, filsafat modern, didahului oleh pemikiran tokoh-tokoh
Renaissance tetapi mekar secara meyakinkan pada filsafat Rene Descartes (1596-1650) dan dianggap
berakhir pada pemikiran Friedrich Nietzsche (1844-1900). Keempat, filsafat kontemporer yang meliputi
seluruh filsafat abad ke-20 hingga sekarang. Lihat Abdul Basith Junaidi, Pencarian Makna kebenaran,
Perspektif Charles Sanders Pierce dalam Islam dalam Berbagai Pembacaan Kontemporer, (Yogyakarta ;
Pustaka Pelajar, 2009), h. 3
Lihat Jamali Sahrodi, op.cit, h. 105-116
E. Sumaryono, Hermeneutika : Sebuah Metode Filsafat, (Yogyakarta : Kanisius, 1999), h. 23
Seyyed Hossein Nasr menjelaskan, sebagaimana dikutip Fakhruddin Faiz, bahwa dalam agama Islam,
nama Hermes sering diidentikan dengan Nabi Idris, orang yang pertama kali mengenal tulisan, teknik

9

Hermeneutika secara terminologis dapat didefinisikan sebagai tiga hal : (1).
Mengungkapkan pikiran seseorang dalam kata-kata, menerjemahkan dan
bertindak sebagai penafsir. (2). Usaha mengalihkan dari suatu bahasa asing
yang maknanya gelap tidak diketahui ke dalam bahasa lain yang bisa
dimengerti oleh si pembaca, dan (3). Pemindahan ungkapan pikiran yang
kurang jelas, diubah menjadi bentuk ungkapan yang lebih jelas.26

Fungsi hermeneutika adalah untuk mengetahui makna dalam kata, kalimat dan
teks. Hermeneutika juga berfungsi menemukan instruksi dari simbol.
Hermeneutika oleh Josef Bleicherr, sebagaimana dikutip Khoiruddin Nasution ,
dapat dipetakan menjadi tiga bagian, yaitu : 1), hermeneutika sebagai
metodologi, 2). Hermeneutika sebagai filsafat/filosofis, dan. 3). Hermeneutika
sebagai kritik. 27

Salah satu kajian penting hermeneutik adalah bagaimana merumuskan relasi
yang pas antara nash (text), penulis atau pengarang (author), dan pembaca
(reader) dalam dinamika pergumulan penafsiran/pemikiran nash termasuk
dalam nash-nash keagamaan dalam Islam. Perlu disadari, semestinya
kekuasaan (otoritas) atas nash adalah hanya mutlak menjadi hak Tuhan. Hanya
Tuhan sajalah yang (author) yang tahu persis apa yang sebenarnya Dia
kehendaki dan maui dalam firman-firman-Nya sebagaimana tertuang dalam
nash. Manusia sebagai penafsir (reader), hanya mampu memosisikan dirinya
sebagai penafsir atas nash yang diungkapkan Tuhan dengan segala kekurangan
dan keterbatasannya. Dengan demikian, penafsiran yang paling relevan dan

26
27

dan kedokteran. Di kalangan Mesir Kuno, Hermes dikenal sebagai Thot, sementara di kalangan Yahudi
dikenal sebagai Unukh dan di kalangan masyarakat Persia Kuno sebagai Hushang. Fakhruddin Faiz,
He e eutika Qu a i, (Yogyakarta : Qalam, 2007), h. 46
Fakhruddin Faiz, He e eutika Qu a i, (Yogyakarta : Qalam, 2007), h. 19
Khoiruddin Nasution, op.cit, h. 18-19

10

paling benar mestinya hanyalah keinginan dan kehendak si pengarang, dan
bukan terletak di tangan penafsir.28

Istilah hermeneutika dalam pengertian teori penafsiran kitab suci ini pertama
kali dimunculkan oleh J.C. Dannhauer dalam bukunya Hermeneutica Sacra Siva
Methodus Expondarum Sacrarum Litterarum. Istilah hermeneutika dalam hal
ini dimaksudkan sebagai kegiatan memahami kitab-kitab suci yang dilakukan
para agamawan. Kata hermeneutika dalam pengertian ini muncul pada abad
17-an, meskipun sebenarnya kegiatan penafsiran dan pembicaraan tentang
teori-teori penafsiran, baik itu terhadap kitab suci, sastra maupun dalam
bidang hukum, sudah berlangsung sejak lama. Dalam agama Yahudi misalnya,
tafsir terhadap teks-teks Taurat dilakukan oleh para ahli kitab, yaitu mereka
yang membaktikan hidupnya untuk mempelajari dan menafsirkan hukumhukum agama yang dibawa oleh para Nabi. Berbeda dengan kaum Yahudi,
awal tradisi Kristen dengan pengalaman akan Yesus yang dianggap wafat dan
bangkit lagi, juga menerapkan tafsir pada teks-teks Perjanjian Lama, dimana
tafsir tersebut bisa dikategorikan hermeneutika, karena Perjanjian Lama
dipahami secara Kristiani dan hasilnya kemudian disebut Perjanjian Baru.29

Pada perkembangan selanjutnya ketika memasuki zaman modern , munculah
Friedrich Ernst Daniel Schleiermacher, seorang pendeta yang nantinya
dia ggap se agai apak Her e eutika Moder kare a

elahirka ke

ali

hermeneutika melalui konsep hermeneutikanya yang disebut sebagai
Hermeneutika Romantik.30

Istilah hermeneutika sendiri dalam sejarah keilmuan Islam, khususnya tafsir alQur a klasik,

28

29
30

e a g tidak dite uka . Istilah terse ut popular justru dala

Asnawi Ihsan, Otoritarianisme : Catatan kelam Peradaban Islam, dalam situs
http://asnawiihsan.blogspot.com
Fakhruddin Faiz, op. cit, h. 20-21
Ibid, h. 22

11

masa kemunduran. Meski demikian, menurut Farid Esack, sebagaimana dikutip
Fakhruddin Faiz, dalam bukunya Qur`an : Liberation and Pluralism, praktik
hermeneutik sebenarnya telah dilakukan oleh umat Islam sejak lama,
khususnya ketika menghadapi al- Qur`an. Bukti dari hal itu adalah :
1. Problematika Hermeneutik senantiasa dialami dan dikaji, meski tidak
ditampilkan secara definitif. Hal ini terbukti dari kajian-kajian mengenai
as ̂ a

uzûl dan nasakh-mansukh.

2. Perbedaan antara komentar komentar yang aktual terhadap al- Qur`an
(tafsir) dengan aturan, teori atau metode penafsiran telah ada sejak mulai
munculnya literatur-literatur tafsir yang disusun dalam bentuk ilmu tafsir.
3. Tafsir tradisional itu selalu dimasukkan dalam kategori-kategori, misalnya
tafsir “yi ah, tafsir

u tazilah, tafsir hukum, tafsir filsafat, dan lain

sebagainya. Hal itu menunjukan adanya kelompok-kelompok tertentu,
ideologi-ideologi tertentu, periode-periode tertentu, maupun horisonhorison tertentu dari tafsir.31

Dalam dunia pemikiran Islam, adalah Hassan Hanafi yang pertama kali
memperkenalkan Hermeneutika dalam bukunya berjudul :

Les Methods

d E eges, Essai su La “ ie e des Fo de e ts de la Comprehension, Ilm Ushul
al-Fi h pada tahun 1965.32

Selain di Mesir, seperti Hassan Hanafi, Muhammad Abduh dan Nasr Hamid
Abu Zayd sendiri, tokoh Islam yang menggeluti kajian hermeneutika antara lain
: di India, Ahmad Khan, Amir Ali dan Ghulam Ahmad Parves, yang berusaha
melakukan demitologisasi konsep-konsep dalam al- Qur`an yang dianggap
bersifat mitologis. Di Aljazair muncul Mohammed Arkoun yang menggagas ide
cara baca semiotik terhadap al- Qur a . Lalu Fazlurrah a ya g

eru uska

31

Ibid, h. 38-39
Muzairi, Hermeneutika dalam Pemikiran Islam dalam Hermeneutika Al-Qur a Mazha Yogya, Isla ika,
2003), H. 30

32

12

hermeneutika semantik terhadap al- Qur`an, dan kemudian dikenal sebagai
dou le

o e e t . 33

2. Pendekatan Teologis-Filosofis

Kejian keislaman dengan menggunakan pendekatan teologi-filosofis bermula
dari kemunculan pemahaman rasional di kalangan mutakallimin (ahli kalam) di
kala ga u at Isla , yak i

azha Mu tazilah.34

Mu tazilah

ko sep-konsep teologi (ilmu kalam) dengan

e yodorka

berbasiskan metodologi dan epistemologi disiplin filsafat Yunani yang pada
saat itu tengah berpenetrasi dalam perkembangan intelektual dunia Islam
(masa pemerintahan Bani Abbas) akibat proyek penterjemahan ilteraturliteratur Yunani yang dilakukan para sarjana muslim pada kurun waktu
tersebut. Kehadiran mazhab teologi rasional ini berupaya memberikan
jawaban-jawaban dengan pendekatan filosofis atas doktrin-doktrin pokok
Tauhid yang pada saat itu tengah menjadi materi-materi perdebatan dalam
blantika pemikiran Islam.

Ke u ula

geraka

Mu tazilah

erupaka

tahap ya g tera at pe ti g

dalam sejarah perkembangan intelektual Islam. Meskipun bukan golongan
rasionalis murni, namun jelas mereka adalah pelopor yang amat bersungguhsungguh untuk digiatkannya pemikiran tentang tentang ajaran-ajaran pokok
Islam secara lebih sistematis. Sikap mereka yang rasionalistik dimulai dengan
titik tolak bahwa akal mempunyai kedudukan yang sama dengan wahyu dalam
memahami agama. Sikap ini adalah konsekwensi logis dari dambaan mereka
kepada pemikiran sistematis. Kebetulan pula pada masa-masa akhir kekuasaan
Umayyah itu sudah terasa adanya gelombang pengaruh Hellenisme di
kala ga
33
34

u at. Kare a pe

awaa

rasio al

ereka, kau

u tazilah

Fakhruddin Faiz, Hermeneutika Al- Qu a i, Te a-tema Kontroversial (elSAQ, 2005), h. 14-15
Jamali Sahrodi, op.cit., h. 112

13

merupakan kelompok pemikir muslim yang dengan cukup antusias
menyambut invasi filsafat itu. Meskipun terdapat berbagai kesenjangan untuk
e

er siste

kepada faha

Mu tazilah ti gkat awal itu, namun tesis-tesis

mereka jelas merupakan sekumpulan dogma yang ditegakkan di atas prinsipprinsip rasional tertentu. Karena berpikir rasional dan sistematis itu
sesungguhnya tuntutan alami agama Islam, maka penalarannya, di bidang lain,
juga menghasilkan pemikiran yang rasional dan sistematis pula, seperti di
ida g huku

syari ah ya g diri tis oleh I a

“yafi I w.

4 H/

M,

perumus pertama prinsip-prinsip jurisprudensi (Ushûl al- fiqh).35

Pada era pemikiran Islam kontemporer, kajian Islam dengan pendekatan
teologi-filosofis banyak dilakukan oleh beberapa tokoh orientalis (outsider)
seperti dilakukan oleh W. Montgomery Watt melalui karyanya, Free Will and
Predestination in Early Islam (1948), Islamic Theology and Theology (1960),
dan The Formative Period of Islamic Thought (1973). Sumber-sumber kajian
kalam (teologi oleh para sarjana barat banyak memanfaatkan literatur teologi
Islam klasik seperti karya-karya al- Syahrastani seperti al- Milal wa al Nihal, alBaghdadi, al- farq Bayn al-Firaq dan al- Asy ari, Ma ̂l̂t al-Isl̂ i ̂ .36

3. Pendekatan Tafsir Falsafi

Al-Dzahabi, sebagaimana dikutip Jamali Sahrodi, menjelaskan bahwa tafsir
falsafi adalah penafsiran ayat-ayat al- Qur`an berdasarkan pendekatanpendekatan filosofis, baik yang berusaha untuk mengadakan sintesis dan
sinkretisasi antara teori-teori filsafat dengan ayat-ayat al- Qur`an maupun yang
berusaha menolak teori-teori filsafat yang dianggap bertentangan dengan
ayat-ayat al- Qur`an. Timbulnya tafsir jenis ini tidak terlepas dari perkenalan
umat Islam dengan filsafat Hellenisme yang kemudian merangsang mereka

35
36

Nurcholis Madjid, Khazanah Intelektual Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1994), hlm. 21-22
Jamali Sahrodi, op.cit., h. 113

14

untuk

menggelutinya

kemudian

menjadikannya

sebagai

alat

untuk

menganalisis ajaran-ajaran Islam, khususnya al- Qur`an.37

Tafsir falsafi juga diartikan sebagai suatu tafsir yang bercorak filsafat. Dalam
menjelaskan makna suatu ayat, mufassir mengutip atau merujuk pendapat
para filsuf. Persoalan yang diperbincangkan dalam suatu ayat dimaknai atau
didefinisikan berdasarkan pandangan para ahli filsafat. Makna suatu ayat
ditakwilkan sehingga sesuai dengan pandangan mereka.38 Ibnu Sina adalah
salah satu contoh tokoh yang berkecenderungan tafsir jenis ini ketika
menjelaskan ayat-ayat al- Qur`an. Salah satu karyanya dalam bidang ini adalah
Al- Is ̂ ̂t a at -ta

̂ĥt : AL-Qism Ats -Tŝ i at -Tâi ah. Dalam karyanya

tersebut Ibnu Sina, misalnya, memberikan penafsiran filosofis terhadap ayat 35
surat an- N̂r se agai erikut :
               
                
                   
  
A ti a : Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. perumpamaan cahaya Allah,
adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. pelita itu di
dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang
dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh
tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja)
Hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. cahaya di atas cahaya (berlapislapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah
memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha mengetahui segala
sesuatu .

Ia menafsirkan kata  kepada kata hayula,  kepada akal malakah,
 kepada akal fa al,

37
38

   ia maknai dengan akal mustafad, dan

Lihat Jamali Sahrodi, op.cit, h. 113-114
Kadar M. Yusuf, Studi Al Qur`an, (Jakarta : Amzah, 2012), h. 163

15

  

ia artikan pula kepada pikir. Penafsiran ini ia lakukan

untuk menguatkan pendapatnya tentang pembagian akal manusia.39
Kitab tafsir Fakhr al-Razi, Mafatih al-Ghaib, dianggap sebagai jenis tafsir falsafi
yang berusaha menolak teori-teori filsafat, ter asuk paha

Mu tazilah yang

berlatar belakang filsafat, dengan ayat-ayat al-Qur`an dan argumen-argumen
filosofis.40 Selain itu Tafsir karya Al- Zamakhsyari, Al-Kas s af a Ha Al-Ta ẑl
a U û Al -A ̂ il i Wujû Al -Ta il̂ juga dapat digolongkan sebagai karya
tafsir bercorak tafsir falsafi.

Selain tiga model pendekatan filsafat dalam kajian Islam yang telah disebut di atas,
Tasawuf Falsafi juga bisa disebut sebagai disiplin kajian berpendekatan filsafat.
Tasawuf falsafi, atau biasa juga disebut tasawuf nazhari, merupakan tasawuf yang
ajaran-ajarannya memadukan antar visi mistis dan visi rasional sebagai
pengasasannya. Tasawuf falsafi menggunakan terminologi filosofis dalam
pengungkapannya. Terminologi filosofis tersebut berasal dari bermacam-macam
ajaran filsafat yang telah mempengaruhi para tokohnya.41

E.

PENUTUP

Pendekatan filsafat merupakan salah satu pendekatan yang digunakan
dalam kajian Islam untuk memahami aspek-aspek ajaran Islam dengan metodologi
yang biasa digunakan filsafat atau menelaah dan mengurai nilai-nilai filosofis
(hikmah) yang terkandung dalam doktrin-doktrin ajaran Islam yang bersumber
dari al-Qur`an dan Hadits sehingga diharapkan ajaran-ajaran Islam tersebut dapat
diinternalisasikan dan diamalkan secara lebih subtansial dan sarat fungsi, tak
kering makna.

39
40
41

Kadar M. Yusuf, op.cit, h. 163-164
Al-Dzahabi, Al-Tafŝr wa al-Mufassi ̂n, II, t.t.p (Dar al- Maktab al-Haditsah, 1976), h. 417
Solihin, Ilmu Tasawuf, (Bandung : Pustaka Setia, 2008), h. 67

16

Pendekatan filsafat dalam kajian Islam telah dilakukan banyak tokoh sejak
masa klasik sampai masa kontemporer dalam berbagai disiplin ilmu. Beberapa
model pendekatan filsafat tersebut antara lain : 1). Pendekatan Hermeneutik, 2).
Pendekatan Teologi-Filosofis, 3). Pendekatan Tafsir Falsafi, dan 4). Pendekatan
Tasawuf Falsafi.
Filsafat, dengan beragam karakteristik dasarnya yang inheren, sendiri
berperan mengasah dan mempertajam penalaran kita, dan juga membongkar
kejumudan pola pikir yang kita warisi begitu saja yang seakan turun dari langit,
taken for granted, pula bagaikan mata kunci yang membuka hijab-hijab
formalisme dan irasionalisme untuk menembus dan menangkap substansi
persoalan. Idealitas filsafat inilah yang diharapkan juga meruhi upaya-upaya kajian
Islam dengan menggunakan pendekatan filsafat agar produk pemikiran yang
dilahirkan benar-benar menunjukan universalitas dan ke-rahmat-an Islam bagi
umat, bagi manusia, dan bagi alam semesta.

17

DAFTAR PUSTAKA

Al-Dzahabi, Al-Tafŝr wa al-Mufassi ̂ , II, t.t.p (Dar al- Maktab al-Haditsah, 1976).
Anwar, Rosihon, Pengantar Studi Islam, (Bandung : Pustaka Setia, 2009).
Asnawi Ihsan, Otoritarianisme : Catatan kelam Peradaban Islam, dalam situs
http://asnawiihsan.blogspot.com.
E. Sumaryono, Hermeneutika : Sebuah Metode Filsafat, (Yogyakarta : Kanisius, 1999).
Faiz, Fakhruddin, Hermeneutika Al- Qu a i, Te a-tema Kontroversial (elSAQ, 2005).
Faiz, Fakhruddin, He

e eutika Qu a i, (Yogyakarta : Qalam, 2007).

Ghazali,Adeng Mukhtar, Ilmu Perbandingan Agama, (Bandung : Pustaka Setia , 2000).
Heriyanto, Husein, Nalar Saintifik Peradaban Islam, (Bandung : Mizan, 2011).
Junaidi, Abdul Basith, Pencarian Makna kebenaran, Perspektif Charles Sanders Pierce
dalam Islam dalam Berbagai Pembacaan Kontemporer, (Yogyakarta ; Pustaka
Pelajar, 2009).
Madjid, Nurcholis, Khazanah Intelektual Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1994).
Muzairi, Hermeneutika dalam Pemikiran Islam dalam Hermeneutika Al-Qur a Mazha
Yogya, (Islamika, 2003).
Muzhar, M. Atho, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek, (Yogyakarta : Pustaka
Pelajar, 1998).
Nasution,Khoiruddin, Peran Hermeneutika dan Pengelompokan Nash dalam Studi Hukum
Islam Integratif-Interkonektif dalam Jamali Sahrodi, Metodologi Studi Islam,
(Bandung : Pustaka Setia, 2008).
Nata,Abuddin, Metodologi Studi Islam, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2004).
Ramayulis, Filsafat Pendidikan Islam, Telaah Sistem Pendidikan dan Pemikiran Para
Tokohnya, (Jakarta ; Kalam Mulia, 2009).
Rozak, Abdul, Cara Memahami Islam : Metodologi Studi Islam, (Bandung : Gema Media
Pustakama, 2001).
18

Sahrodi, Jamali, Metodologi Studi Islam, (Bandung : Pustaka Setia, 2008).
Soetriono dan SRDm Rita Hanafie, Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian, (Yogyakarta :
Andi Offset, 2007).
Solihin, Ilmu Tasawuf, (Bandung : Pustaka Setia, 2008).
Supiana, Metodologi Studi Islam, (Jakarta : Ditjen Pendis Kemenag RI, 2012)
Yusuf, Kadar M., Studi Al Qur`an, (Jakarta : Amzah, 2012).

19