Komunikasi Politik Kampanye Melalui Medi
KOMUNIKASI POLITIK
KAMPANYE MELALUI MEDIA BARU (INTERNET)
SEBAGAI BAGIAN DARI MARKETING POLITIK
Dosen Pengampu : Drs. Hendra Harahap, M.Si
Makalah ini disusun untuk memenuhi Ujian Akhir Semester
Disusun Oleh :
FEBY GRACE ADRIANY
147045003
MAGISTER ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016
PENDAHULUAN
Konsep marketing politik bukanlah hal baru dalam dunia politik baik di
dalam negeri maupun di negara-negara lain. Pada hekekatnya marketing politik
merupakan aktivitas pemasaran jenis komoditas tertentu, yaitu „gagasan politik‟.
Gagasan politik dapat berupa gagasan dari seorang tokoh politik, sebuah entitas
politik atau partai politik tertentu.
Dunia politik kini begitu akrab dengan kehidupan masyarakat Indonesia. Bila
dulu masyarakat sebagai pemilih hanya dilibatkan 5 tahun sekali, namun sekarang
setiap jengkal tanah sudah menjadi kalkulasi politik baik secara teoritis maupun
praktis. Masyarakat kini sudah terlibat dalam pemilihan Presiden, Anggota
Dewan, Gubernur, Walikota dan Bupati. Bahkan dalam lingkup yang lebih kecil
masyarakat sudah disibukkan dengan pemilihan Camat, Lurah dan RT / RW.
Kepercayaan akan partai politik atau kandidat menjadi sangat mahal, karena
berdasarkan inilah pemilih akan memberikan hak suaranya. Sehingga menjadi
konsen partai politik maupun kandidat untuk meyakinkan masyarakat. Selain itu
yang juga penting adalah bagaimana elit partai politik mengemas partai atau
kandidatnya menjadi sosok yang menarik bagi calon pemilih. Hal ini bukan
perkara mudah, melainkan membutuhkan proses rekayasa yang sangat serius dan
dilakukan dengan profesional bahkan tak jarang berbiaya sangat mahal.
Dalam konteks inilah kemudian muncul konsep marketing politik. Marketing
politik menjadi sangat penting dalam rangka menjajakan partai politik dan
kandidat seolah-olah sebagai komoditas yang dipoles dan dicitrakan sangat
menarik dan unggul dan mempengaruhi emosi masyarakat sebagai pemilih.
Makalah ini akan fokus pada pemanfaatan media baru (internet) sebagai
fenomena baru dalam aktivitas marketing politik. Seiring pesatnya pertumbuhan
khalayak media internet di era informasi saat ini, dunia maya menjadi daya tarik
dan lahan subur bagi perancang pesan-pesan politik, walaupun tak sedikit hal-hal
krusial yang harus diperhatikan terkait penggunaan media internet sebagai etalase
marketing politik.
1
PEMBAHASAN
A. Marketing Politik Menjadi Sebuah Kebutuhan
Hampir di seluruh negara di dunia, khususnya negara-negara dengan
sistem demokrasi, marketing politik menjadi sesuatu yang sangat penting.
Partai politik menjadikan marketing politik sebagai sebuah kebutuhan dalam
proses kampanyenya.
Konsep mengenai marketing politik selalu dikaitkan dengan konsep
marketing dalam dunia bisnis. Dalam dunia bisnis, ilmu marketing biasanya
dikenal sebagai sebuah disiplin yang menghubungkan produsen dengan
konsumen yang adalah hubungan dua arah sekaligus dan simultan. Produk
yang dihasilkan oleh produsen dikomunikasikan kepada masyarakat dengan
tujuan memberitahukan kepada masyarakat bahwa produk tersebut memiliki
keunggulan dan kualitas yang lebih baik dari produk yang dihasilkan pesaing.
Konsep marketing menjadi cara-cara persuasif yang dikemas secara baik
untuk menarik minat konsumen dan memutuskan untuk membeli produk
tersebut.
Lee Marshment (dalam Tabroni, 2014) menyatakan bahwa terdapat tiga
pendekatan untuk memasarkan partai politik, yaitu Product-Oriented Party
(POP), Sales-Oriented Party (SOP) dan Market-Oriented Party (MOP).
Ketiganya berangkat dari asumsi bahwa partai politik perlu berhubungan
dengan pasarnya dan karenanya juga berlaku sesuai dengan pasarnya masingmasing.
Ketiga pendekatan dalam marketing politik ini meniru pengertian
pemasaran pada umumnya yang memiliki beberapa pendekatan atau orientasi.
Pertama, product oriented dari suatu organisasi politik, kepemimpinan atau
anggota akan merancang kebijakan serta mengharapkan dari yang lain untuk
mendukung organisasi atas dasar bahwa kebijakan adalah benar. Tahap ini
jelas memposisikan elit sebagai sosok yang lebih tahu yang harus diikuti oleh
bawahan dan publik. Kedua, a sales oriented organization. Langkah ini lebih
menekankan aspek penjualan. Untuk mensukseskan langkah ini maka
digunakan langkah market intelligence. Tujuannya adalah merancang strategi
2
komunikasi dengan maksud membujuk para pemilih untuk mendukung dan
memilih partai yang ditawarkan. Ketiga, a market oriented organization.
Walaupun data yang dihimpun berasal dari kapasitas intelligence yang ada,
kesemuanya dihimpun atas dasar permintaan dari para votersnya, kemudian
mengambil pertimbangan dari padanya (Tabroni, 2014 : 21).
Namun secara mendasar terdapat perbedaan antara marketing politik
dengan konsep marketing dalam dunia bisnis. Marketing politik menyediakan
perangkat teknik dan metode marketing dalam dunia politik. Kontribusi
marketing dalam dunia politik terletak pada strategi untuk dapat memahami
dan menganalisis apa yang diinginkan dan dibutuhkan pemilih. Aktivitas
politik harus sesuai dengan aspirasi masyarakat luas. Penyampaian isu-isu
secara top-down dari elit politik kepada masyarakat nampaknya sudah
berakhir. Seiring dengan berkembangnya pendidikan politik masyarakat,
dibutuhkan konsep yang lebih matang dalam proses penyampaian pesan
politik.
Menurut O‟Shaughnessy (Firmanzah, 2008: 197) marketing politik
berbeda dengan marketing komersial. Marketing politik bukanlah konsep
untuk “menjual” partai politik atau kandidat kepada pemilih, namun lebih
kepada sebuah konsep yang menawarkan bagaimana sebuah partai politik
atau seorang kandidat dapat membuat program yang berhubungan dengan
permasalahan aktual.
Marketing politik merupakan konsep permanen yang harus dilakukan
terus-menerus oleh sebuah partai politik atau kandidat dalam membangun
kepercayaan dan imej publik (Butler & Collins dalam Firmanzah, 2008).
Membangun kepercayaan dan imej ini hanya bisa dilakukan melalui
hubungan jangka panjang, tidak hanya pada masa kampanye (Dean & Croft
dalam Firmazah, 2008).
Menurut Firmanzah, marketing politik harus dilihat secara komprehensif.
Pertama , marketing politik lebih dari sekedar komunikasi politik. Kedua ,
marketing politik diaplikasikan dalam seluruh proses, tidak hanya terbatas
pada kampanye politik, namun juga mencakup bagaimana memformulasikan
produk politik melalui pembangunan simbol, image, platform dan program
3
yang ditawarkan. Ketiga , marketing politik menggunakan konsep marketing
secara luas yang meliputi teknik marketing, strategi marketing, teknik
publikasi, penawaran ide dan program, desain produk, serta pemrosesan
informasi. Keempat, marketing politik melibatkan banyak disiplin ilmu,
terutama sosiologi dan psikologi. Kelima , marketing politik dapat diterapkan
mulai dari pemilu hingga lobby politik di parlemen.
Dalam prosesnya, marketing politik tidak terbatas pada kegiatan
kampanye politik menjelang pemilihan, namun juga mencakup peristiwaperistiwa politik yang lebih luas. Dalam hal menyangkut politik
pemerintahan, maka marketing politik bersifat sustainable dalam rangka
menawarkan atau menjual produk politik dan pembangunan simbol, citra,
platform, dan program-program yang berhubungan dengan publik dan
kebijakan politik.
Dengan semakin meningkatnya persaingan yang terbuka antara partaipartai politik saat ini, desakan agar partai politik lebih berorientasi pasar
semakin kuat. Namun bukan berarti partai politik atau kandidat harus at all
cost memenuhi apa saja yang menjadi keinginan pasar, karena masing-masing
partai politik memiliki konfigurasi ideologi dan aliran pemikiran yang
menjadikan satu partai berbeda identitas dengan partai lainnya. Kondisi
persaingan yang ketat dalam politik, partai politik maupun kandidat
membutuhkan cara dan metode yang tepat untuk bisa digunakan untuk
memenangkan persaingan.
Secara praktis memang kemenangan dalam sebuah pemilihan umum
dijadikan sebagai ukuran kemenangan dalam dunia politik. Strategi marketing
dianggap sebagai cara yang paling tepat untuk menghasilkan kemenangan
dalam pemilihan umum. Tentunya metode
dan konsep marketing
memerlukan banyak sekali adaptasi dengan situasi dan kondisi dunia politik.
Tidak semua metode marketing dapat langsung digunakan dalam konteks
dunia politik. Namun partai politik membutuhkan metode efektif untuk bisa
membangun hubungan jangka panjang dengan konstituen dan masyarakat
luas.
4
Ketika loyalitas konstituen terhadap partai politik tidak bisa lagi
sepenuhnya diandalkan, partai politik harus bersaing sangat keras dalam
membuat isu politik dan program kerja yang hendak ditawarkan kepada
masyarakat. Persaingan yang sebelumnya bernuansa ideologi menjadi
bergeser pada kemampuan partai politik dan kandidat dalam menyelesaikan
permasalahn yang dihadapi para pemilih. Ditambah lagi praktik dukungan
pemerintah dengan memberikan hak istimewa pada satu partai politik tertentu
sudah tidak dapat lagi diterapkan. Jatuh bangunnya partai politik akan sangat
ditentukan oleh kinerja mereka sendiri. Masyarakatlah yang akan menilai
apakah kinerja sebuah partai politik maupun kandidat bagus atau tidak.
Tujuan yang ingin disampaikan melalui konsep marketing politik adalah :
(1) menjadikan pemilih sebagai subjek, bukan objek partai politik atau
kandidat; (2) menjadikan permasalahan yang dihadapi pemilih sebagai
langkah awal dalam menyusun program kerja yang ditawarkan dengan
bingkai ideologi masing-masing partai; (3) marketing politik tidak menjamin
sebuah kemenangan, tetapi menyediakan tools untuk menjaga hubungan
dengan pemilih sehingga dari situ akan terbangun kepercayaan dan
selanjutnya akan dipeoeh dukungan suara pemilih (O‟Shaughnessy dalam
Firmanzah, 2008: 197).
B. Tren Kampanye Politik Melalui Media Baru
Walaupun tidak bisa dilihat hanya saat kampanye saja, namun kampanye
merupakan salah satu bagian dari marketing politik yang paling umum
dilakukan partai politik maupun kandidat yang akan mengikuti pemilihan
umum. Kampanye dianggap sebagai wujud nyata aksi marketing politik
karena kajian mengenai marketing politik selama ini banyak dfokuskan pada
proses-proses
perencanaan,
pelaksanaan
dan
pengendalian
berbagai
kampanye pemilihan umum berikut hasil-hasilnya dan menamainya sebagai
suatu kajian tentang pemasaran politik (Scammell dalam Sayuti, 2014 : 26).
Rogers dan Storey (dalam Venus, 2004 : 7) mendefiniskan kampanye
sebagai „serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan
menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan
5
secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu‟. Merujuk pada definisi ini
maka setiap aktivitas kampanye komunikasi setidaknya harus mengandung
empat hal : (1) tidakan kampanye yang ditujukan untuk menciptakan efek
atau dampak tertentu, (2) jumlah khalayak sasaran yang besar, (3) biasanya
dipusatkan dalam kurun waktu tertentu, (4) melalui serangkaian tindakan
komunikasi yang terorganisasi.
Anwar Arifin (dalam Setia, 2014) menyatakan bahwa kampanye politik
adalah bentuk komunikasi politik yang dilakukan seseorang atau sekelompok
orang atau organisasi politik dalam waktu tertentu untuk memperoleh
dukungan politik dari masyarakat. Salah satu jenis kampanye politik adalah
kampanye massa, yaitu kampanye politik yang ditujukan kepada massa
(orang banyak), baik dalam hubungan tatap muka maupun dengan
menggunakan media seperti surat kabar, radio, televisi, film, spanduk, baliho,
poster, selebaran dan medium interaktif melalui internet. Penyampaian pesan
politik melalui media massa merupakan bentuk kampanye yang handal dalam
hal menjangkau masyarakat luas.
Firmanzah membedakan dua jenis kampanye, yaitu kampanye politik dan
kampanye pemilu. Kampanye pemilu memiliki sifat jangka pendek dan
biasanya dilakukan menjelang Pemilu sedangkan kampanye politik bersifat
jangka panjang dan dilakukan terus-menerus.
Tabel : Perbedaan Kampanye Pemilu dan Kampanye Politik
Kampanye Pemilu
Jangka dan batas Periodik dan tertentu
waktu
Tujuan
Menggiring pemilih ke
bilik suara
Strategi
Mobilisasi dan berburu
pendukung
Push-Marketing
Sifat
hubungan Pragmatis / transaksi
antara kandidat dan
pemilih
Produk politik
Kampanye Politik
Jangka panjang dan terusmenerus
Image politik
Membangun
dan
membentuk
reputasi
politik
Interaksi dan mencari
pemahaman
beserta
solusi yang dihadapi
masyarakat
Janji dan harapan politik Pengungkapan masalah
Figur
kandidat
dan dan solusi
program kerja
Ideologi dan sistem nilai
6
yang melandasi tujuan
partai
Sifat program kerja Market oriented dan Konsisten dengan sistem
berubah-ubah dari pemilu nilai partai
satu ke pemilu lainnya
Retensi
memori Cenderung mudah hilang Tidak mudah hilang
kolektif
dalam ingatan kolektif
Sifat kampanye
Jelas, terukur dan dapat Bersifat laten, bersikap
dirasakan
langsung kritis
dan
bersifat
aktivitas fisiknya
menarik
simpati
masyarakat
Bila merujuk pada konsep ini, dalam prakteknya tidak banyak partai
politik maupun tokoh politik yang melakukan kampanye politik, alih-alih
hanya fokus pada kampanye menjelang pemilihan umum saja. Artinya
sebagian besar aktivitas komunikasi politik dilakukan besar-besaran dan
masif pada saat-saat tertentu dan bukan dirancang untuk jangka panjang.
Kampanye pada umumnya dilakukan dalam bentuk pertemuan dan rapatrapat umum yang berisi berbagai pidato, pembicaraan menyampaikan sloganslogan, atau dalam bentuk penyebaran barang-barang cetakan dan barang
rekaman berisikan kalimat-kalimat ajakan, bujukan, gambar-gambar atau
suara dan simbol-simbol. Semua bentuk kampanye tersebut secara garis besar
berisikan pesan persuasif yang secara langsung mengajak pendengar, pemirsa
atau pembaca untuk menjatuhkan pilihannya kepada kandidat atau partai
politik tertentu dalam sesi pemilihan umum yang tertentu pula.
Jenis komunikasi politik pada umumnya dirancang sebagai komunikasi
satu arah. Adapun sesi debat kandidat atau debat partai politik peserta pemilu
sebagaimana yang ditayangkan oleh televisi atau disiarkan oleh radio tetap
merupakan jenis komunikasi satu arah dan tidak mencakup arah sebaliknya
(jenis komunikasi dua arah).
Kampanye di era teknologi informasi dan komunikasi juga dilakukan
melalui internet. Sebuah situs, ataupun akun Twitter dan Facebook dapat
dipergunakan untuk merekayasa suatu citra kelompok kepentingan politik
tertentu kemudian berkembang dan dipergunakan unutk pengenalan sebuah
gagasan atau ide politik tertentu kepada khalayak yang diharapkan
mendapatkan feedback (Sayuti, 2014 : 108-109).
7
Menurut data terbaru dari We Are Social pengguna internet aktif di
seluruh dunia kini mencapai angka 3,17 miliar. Dari tahun ke tahun, jumlah
pengguna internet bertumbuh hingga 7,6 persen. Pertumbuhan pengguna
internet ini juga berpengaruh terhadap pertumbuhan pengguna media sosial
dan mobile. Menurut laporan yang sama, pengguna media sosial aktif kini
mencapai 2,2 miliar, sedangkan pengguna mobile mencapai 3,7 miliar.
Menariknya, pertumbuhan yang paling signifikan ditunjukkan oleh
pengguna yang mengakses media sosial melalui platform mobile. Pengguna
jenis ini bertumbuh hingga 23,3 persen. Sementara itu, Facebook masih
menjadi media sosial yang paling banyak digunakan dengan angka mencapai
hampir 1,5 miliar.
Gambar : Statistik Pengguna Internet Dunia Agustus 2015
Sumber : We Are Sosial1
Digitalisasi media pun turut mengubah bagaimana masyarakat di seluruh
dunia kini menghabiskan waktunya. Berdasarkan survei dari Global Web
1
https://id.techinasia.com/talk/statistik-pengguna-internet-dan-media-sosial-terbaru-2015/
8
Index yang dirilis Maret 2013 lalu2, rata-rata masyarakat dunia menghabiskan
57 persen dari waktu konsumsi medianya setiap hari untuk berselancar di
dunia maya, unggul jauh di atas televisi (23 persen), radio (11 persen), dan
media cetak (5 persen). Dari jumlah itu, hampir separuhnya (27 persen)
bahkan dihabiskan di social media.
Survei juga menunjukkan bahwa ada keterkaitan menarik antara usia dan
perilaku konsumsi media sehari-hari. Generasi yang lebih muda cenderung
lebih digital, dengan angka konsumsi hampir mencapai 60 persen (personal
computer dan mobile) pada kelompok usia 16-24 tahun. Secara kontras,
angka yang sama dihabiskan oleh kelompok usia 55-64 tahun untuk
mengonsumsi media-media tradisional (TV, radio, media cetak, dan konsol
game).
Di Indonesia sendiri, popularitas media digital pun mulai mengalami
pergerakan menuju tren online mobile. Dalam satu hari, pengguna internet
Indonesia menghabiskan hampir 75 persennya untuk online melalui komputer
sementara sisanya sudah menjelajah internet melalui telepon genggam.
Kondisi menggiurkan ini tentu saja dimanfaatkan oleh partai politik dan
kandidat untuk melakukan kampanye sebagai bagian dari aktivitas marketing
politik. Kesuksesan fenomenal yang diperoleh berkat aktivitas kampanye
melalui media baru (internet) adalah terpilihnya Presiden AS, Barack Obama
tahun 2008. Obama memanfaatkan secara penuh kekuatan internet,
khususnya media sosial sebagai alat kampanye politik. Media dan akademisi
di negara itu kemudian membanding-bandingkan penggunaan media sosial
dalam kampanye Obama dengan peran televisi dalam kampanye Presiden
John F. Kennedy3.
Pada edisi 7 November 2008, New York Times menulis, " Salah satu dari
banyak hal bahwa pemilihan Barack Obama sebagai presiden sama dengan
John F. Kennedy adalah penggunaan medium baru yang akan mengubah
2
https://dailysocial.id/wire/fortune-pr-empat-tahap-mengukur-efektivitas-kampanye-socialmedia
3
http://teknologi.metrotvnews.com/read/2014/07/04/261288/kampanye-politik-di-mediasosial-prabowo-vs-jokowi
9
politik selamanya. Untuk Kennedy, medium itu adalah televisi. Untuk
Obama, mediumnya adalah Internet."
Selain memanfaatkan email dan website, Obama memang dikenal fokus
menjadikan media sosial untuk memobilisasi relawan dan tentu saja
menjangkau pemilih muda. Berbeda dengan rivalnya, John McCain yang
hanya fokus beriklan di televisi, Obama menghabiskan jutaan dollar untuk
beriklan di Facebook dan Google sekaligus menjaring sumbangan dari para
pendukungnya melalui medium tersebut.
Sementara di Indonesia, fenomena terbesar penggunaan media baru
(internet) dalam kampanye politik terjadi pada Pemilu Presiden 2014.
Beberapa
platform
media
sosial
digunakan
sebagai
alat
untuk
memperkenalkan visi, misi, program kerja dan kelebihan-kelebihan pasangan
calon presiden dan wakil presiden seperti Facebook, Twitter dan Youtube.
Hingga Juli 2014 beberapa saat sebelum hari pencoblosan, akun
Facebook Prabowo Subianto yang sudah dimiliki sejak 2009 mempunyai
pengikut mencapai 7 juta akun. Sedangkan fanpage Jokowi mendapat like
hingga 3 juta4. Di Twitter, Jokowi memiliki pengikut mencapai 1,62 juta, dua
kali lipat dari pengikut akun Prabowo sebanyak 905.000.5
Di Facebook, grup-grup pendukung Jokowi bertebaran dengan banyak
nama, seperti ”Jokowi Presiden”, ”Jokowi”, Rakyat Pendukung Joko
Widodo”, ”Seknas Jokowi”, ”Jokowi-JK”, ”Kenapa Jokowi”, ”Jokowi for
Indonesia”, ”Jokowisme”, ”Jokowi Blusukan”, ”Bara Jokowi Presiden”,
”Jokowi Mania”, ”Seknas Tani Jokowi”, ”Jokowikami”, ”Seknas Perempuan
Pendukung Jokowi”, ”Relawan Jokowi-JK Sumbar”, ”Jokowi Jusuf Kalla”,
”Jokowi Aksi”, ”Presidenku Jokowi”, ”Kawan Jokowi”, ”Koordinator
Nasional Relawan Jokowi”, dan ”Relawan Pendukung Jokowi”. Sementara
jumlah grup pendukung Prabowo tidak semeriah grup pendukung Jokowi,
dan bisa dihitung dengan jari, misalnya ”Gardu Prabowo”, ”Relawan
Prabowo”, dan ”Kawan Prabowo”.
4
5
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2014/07/140704_pilpres_medsos
http://nasional.kompas.com/read/2014/06/24/0245002/Semarak.Media.Sosial.Selama.Pilpres
10
Begitupun dengan video yang diunggah ke situs Youtube sepanjang masa
kampanye.
Mayoritas
video
berisi
lagu
ataupun
animasi
yang
menggambarkan kelebihan pasangan calon dan ajakan untuk mencoblos.
Gambar : Tampilan Hasil Pencarian Video Dukungan Jokowi
Pada Pilpres 2014 di situs Youtube
Sumber : https://www.youtube.com/results?search_query=coblos+jokowi
Namun memang dari banyaknya akun maupun video yang diunggah di
internet bukanlah berasal dari tim sukses atau tim kampanye yang merancang
pesan politik secara keseluruhan. Mayoritas akun dan video dibuat oleh
relawan yang tidak dikoordinir atau diwadahi secara resmi oleh partai politik
maupun pasangan calon. Bahkan mungkin partai politik dan pasangan calon
sendiri tidak tahu menahu mengenai akun-akun yang mendukung mereka di
internet.
Kampanye melalui media baru (internet) dapat diukur setidaknya melalui
4 tahap, Yaitu exposure, engagement, influence, dan action. Pada tahapan
exposure, efektivitas kampanye diukur berdasarkan berapa banyak audience
yang terpapar oleh konten kampanye yang diciptakan. Pengukuran ini dapat
dilihat melalui jumlah hit atau kunjungan pada situs, pengikut (follower ) pada
11
Twitter, fans pada Facebook, juga view pada video di YouTube dan pada
postingan di blog.
Tahapan engagement mengukur lebih jauh lagi, yaitu berapa banyak
tindakan yang diambil pada pesan kampanye. Di Twitter, misalnya, hal ini
dapat dilihat dari berapa banyak retweet, link yang diklik, serta penggunaan
tanda pagar (hashtag) yang diciptakan komunikator oleh follower.
Pengukuran juga dapat dilihat dari jumlah link yang diklik, like, dan komentar
di Facebook, serta jumlah komentar, subscriber, dan posting blog yang dishare ke media sosial.
Tahapan influence melangkah semakin jauh lagi. Tahapan ini
dimaksudkan untuk mengukur sejauh mana konten kampanye dan
keterlibatan audiens mempengaruhi persepsi serta sikap audiens, apakah
partai politik yang dikampanyekan dianggap positif, netral, atau justru
negatif. Di tahapan ini, indikator pengukurannya juga dapat dilihat melalui
berapa banyak audiens yang persepsinya berhasil diubah berkat kampanye.
Di tahapan action, aspek yang diukur sudah mencapai tataran perilaku.
Misalnya, berapa banyak audiens yang merekomendasikan kampanye
tersebut pada audiens lain atau pada konteks pemilihan umum adalah
tindakan memberikan suara.
Media baru (internet) memiliki sejumlah kelebihan (Cangara, 2009: 394)
antara lain : (1) kemampuan untuk menembus batas wilayah, ruang dan
waktu;
(2)
memperluas
akses
memperoleh
informasi
global;
(3)
meningkatkan kemampuan untuk berserikat secara bebas; (4) mengancam
tatanan yang sudah mapan, seperti pemerintahan otokrasi; (5) memiliki
kecepatan perkembangan dan penyebaran yang sulit diatasi. Berkat kelebihan
yang dimilikinya itu, pihak pertama yang menarik keuntungan atas jasa
internet ini adalah lembaga pendidikan, dunia usaha, lembaga pemerintahan
dan partai politik.
C. Potensi dan Sisi Negatif Marketing Politik Melalui Media Baru
Kehadiran internet telah membawa suatu harapan baru dalam penegakan
demokrasi terutama di negara-negara yang dipandang kurang bebas atau tidak
12
bebas. Internet diharapkan memfasilitasi penyebarluasan informasi publik dan
politik di banyak negara, termasuk menjadi jembatan untuk kelompok oposisi
dan minoritas yang dimarginalkan untuk menyuarakan keinginan dan hakhaknya. Internet menawarkan saluran komunikasi, suara, harapan baru kepada
mereka yang kehilangan hak-hak politik dalam suatu negara yang terkendali
oleh penguasa karena telah dipinggirkan. Sesuatu hal yang tidak pernah
terbayangkan sebelumnya, seperti halnya yang disampaikan Pitroda : internet
as the greatest democratizer the world has ever seen. Demikian pula
pendapat dari David Sobel dari Electronic Privacy Information Center,
Washington DC dalam New York Times, yang menyatakan : internet is the
first medium allows the democratic principles of free speech and selfgovernance to play themselves out unhindered (Cangara, 2009 : 394-395).
Bila melihat fenomena yang terjadi dalam kondisi politik dan media
massa di Indonesia, nampaknya khalayak cukup resah akan terpenuhinya
kebutuhan akan informasi politik tanpa muatan kepentingan pemilik media.
Ketika media massa seperti televisi, radio, dan surat kabar sudah terbelahbelah atas kepentingan politik tertentu, internet diharapkan menjadi jalan baru
bagi masalah tersebut. Ruang internet sangatlah besar untuk diisi dengan
pesan-pesan politik, diskusi-diskusi politik dan terutama untuk menjalankan
aktivitas marketing politik. Partai politik ataupun kandidat yang maju dalam
pemilihan bebas menyampaikan pesan politik melalui akun-akun media
sosialnya seperti Facebook maupun Twitter, termasuk merekayasa citra
dirinya.
Namun melalui media internet, pesan-pesan yang mengalir menjadi tidak
terkontrol, termasuk umpan balik dari khalayak yang menerima pesan. Partai
politik yang merancang pesan politik tidak bisa mengontrol bagaimana pesan
akan diteruskan oleh pengguna internet yang membacanya, atau bagaimana
umpan balik yang diterimanya. Dalam Pemilihan Presiden 2014, munculnya
kampanye hitam untuk melawan pesan-pesan politik kampanye dari partai
politik dan tim sukses. Lembaga Indonesia Indicator mencatat jumlah
kampanye hitam kepada Jokowi dalam rentang waktu mulai 1-4 Juni 2014
jumlah serangan pada Jokowi terdapat 148.133 informasi dengan 12 isu
13
negatif melalui Twitter. Sedangkan capres Prabowo mendapatkan 12.090
informasi negatif dengan enam isu melalui Twitter 6. Artinya keleluasaan
menjual visi misi dan program kerja dalam kampanye melalui internet
memiliki potensi sama besarnya dengan menerima umpan balik berupa
kampanye negatif.
Selain itu, sulit untuk menghitung secara pasti banyaknya dukungan bila
hanya menghitung dari jumlah pengikut akun media sosial maupun jumlah
penayangan pada video-video kampanye. Pengguna internet yang memberi
„like’ pada status atau foto, atau meneruskan pesan kampanye belum tentu
menjadi orang yang akan datang ke bilik suara dan memberikan
dukungannya.
Kesulitan untuk mengontrol juga terjadi terhadap isi pesan politik.
Biasanya setiap partai politik akan membentuk organisasi kampanye politik
yang terstruktur dan bersifat tetap maupun ad hoc
untuk merancang
keseluruhan aktivitas kampanye. Kampanye pada dasarnya menjadi aktivitas
yang diorganisasikan untuk melakukan penjualan sejumlah gagasan politik
yang telah dikemas oleh partai politik melalui tim komunikasi marketing
politik. Kampanye hanyalah meneruskan apa yang sudah dilakukan oleh tim
internal partai politik pada saat jelang pemilihan (Sayuti, 2014: 115).
Komunikasi marketing politik sendiri sudah melaksanakan serangkaian riset
pasar politik, penjajagan keadaan pasar politik melalui berbagai pool dan
serangkaian pengkondisian pasar politik, sehingga aktivitas kampanye bisa
dirancang sedemikian rupa.
Namun terbuka luasnya media baru (internet) memberi kebebebasan bagi
khalayak yang menjadi simpatisan atau konstituen merancang pesan
komunikasi politik lain, di luar yang disiapkan oleh tim sukses. Pada akhirnya
hal ini menciptakan banyak jenis pesan politik misalnya beragam jargon,
beragam jingle, beragam rumusan akan image, dan lain-lain. Padahal
marketing politik harus dilakukan secara menyeluruh dan terarah agar pesan
yang diharapkan sampai pada khalayak bisa diterima dengan baik. Banyaknya
6
http://www.republika.co.id/berita/pemilu/hot-politic/14/06/05/n6p7ds-jokowi-paling-banyakjadi-korban-kampanye-hitam
14
isi pesan politik dengan konsep yang berbeda-beda akan menimbulkan
kebingungan pada khalayak. Khalayak tidak bisa memutuskan image mana
yang pada akhirnya akan dilekatkannya pada sang kandidat atau partai politik.
Misalnya seorang kandidat presiden, dalam konsep marketing politik yang
disiapkan oleh tim sukses adalah sosok yang sederhana dan merakyat sebagai
counter terhadap lawan yang dianggap sebagai sosok birokrat yang „berjarak‟
dengan rakyat. Sejumlah iklan politik, foto-foto, video, status di media sosial
semuanya diarahkan untuk pembentukan citra seperti yang dimaksud.
Kemudian munculah video-video dukungan dari relawan yang menciptakan
kesan antikorupsi dan nasionalis, ditambah lagi tulisan-tulisan opini di dalam
blog-blog relawan yang menciptakan image tegas dan peduli pada petani dan
nelayan. Pada akhirnya terlalu banyak kesan yang disodorkan kepada calon
pemilih yang akhirnya menimbulkan kebingungan.
Terkait dengan konsep kampanye pemilu dan kampanye politik yang
disampaikan Firmanzah, kampanye pemilu hanya akan melahirkan hubungan
sementara, transaksional, pragmatis dan hasilnya akan mudah dilupakan oleh
khalayak. Berbeda dengan kampanye politik yang dirancang sedemikian rupa
dalam jangka waktu panjang yang akan menghasilkan hubungan yang lebih
kuat antara partai politik atau kandidat dengan para pemilih. Melalui media
baru (internet) saat kampanye berlangsung, khalayak dapat mengikuti
perkembangan, mendapatkan informasi terbaru, bahkan bisa melakukan
komunikasi dua arah dengan kandidat melalui akun media sosial. Misalnya
pesan-pesan Twitter yang dibalas langsung oleh sang kandidat.
Namun tak jarang, usai pemilihan, akun-akun tersebut tidak lagi dikelola
dengan baik. Hubungan hangat selama masa kampanye hilang setelah
pemilihan. Padahal bila dikelola dengan baik, hubungan antara kandidat
dengan khalayak tetap terjaga. Akun Twitter milik Jokowi dan akun Twitter
milik Prabowo Subianto hingga kini masih digunakan secara aktif oleh
keduanya. Terlihat dari postingan-postingan baru dan balasan komentar
kepada pengikut-pengikut mereka.
15
Gambar : Halaman Utama Akun Twitter Jokowi
Sumber : https://twitter.com/jokowi
Gambar : Halaman Utama Akun Twitter Prabowo
Sumber : https://twitter.com/prabowo
Hal lain yang juga perlu diperhatikan terkait penggunaan media internet
sebagai media marketing politik adalah sisem internet yang tidak sepenuhnya
aman. Akun media sosial sangat mungkin diretas oleh hacker sehingga tidak
bisa diakses oleh pemiliknya. Bahkan dampak terburuknya adalah melalui
akun tersebut, pihak yang tidak bertanggungjawab dapat menciptakan pesanpesan negatif dengan menggunakan nama pemilik aku yang sebenarnya.
16
Penggunaan media baru (internet) sebagai media aktivitas marketing
politik tidak bisa sepenuhnya diandalkan sebagai alat utama dalam melakukan
kampanye. Kelebihan-kelebihannya dapat dimanfaatkan dengan merancang
pesan politik yang tepat sesuai karakter media dan segmentasi khalayak.
Namun juga harus disiapkan antisipasi-antisipasi kemungkinan terburuk yang
terjadi melalui internet terhadap pesan politik yang dirancang, agar proses
komunikasi politik tidak terganggu.
17
PENUTUP
Konsep marketing pada dunia politik tak jauh berbeda dengan konsep
marketing pada dunia bisnis. Marketing politik berbicara mengenai strategi
menjual sebuah komoditas politik baik berupa gagasan, ide, sosok, maupun partai
politik itu sendiri. Ditambah lagi dengan ketatnya kompetisi antar partai politik
untuk merebut hati masyarakat.
Dalam konteks yang lebih praktis, marketing politik terwujud dalam aktivitas
kampanye yang umumnya dilakukan jelang pemilihan umum. Media massa
menjadi salah satu senjata penting untuk menyalurkan pesan-pesan berupa visi,
misi, program kerja dan solusi-solusi yang ditawarkan atas masalah-masalah
masyarakat. Saat ini media baru (internet) menjadi pilihan yang semakin banyak
digunakan dalam kampanye.
Contoh paling nyata nampak pada pemilihan umum 2014, dimana tim sukses
memanfaatkan dengan maksimal penggunaan situs, Twitter, Facebook, dan
Youtube sebagai media kampanye. Umpan balik yang diberikan oleh pengguna
internet juga sangatlah banyak, terbukti dengan munculnya beragam video
kampanye dari relawan dan munculnya grup-grup di media sosial yang
memberikan dukungan.
Namun tak dapat dipungkiri, beberapa hal harus menjadi perhtian dalam
penggunaan media internet untuk aktivitas kampanye. Internet menjadi media
penyeimbang terhadap media massa yang dianggap tidak lagi bebas nilai akan
kepentingan politik, pesan-pesan di media internet tidak bisa dikontrol
sepenuhnya, termasuk umpan balik negatif yang akan merusak kampanye yang
sudah dirancang. Begitupun dengan banyaknya pesan politik yang mengalir atas
subjek pembicaraan yang sama menciptakan kebingungan imej khalayak terhadap
partai politik maupun kandidat. Kampanye yang dirancang hanya untuk pemilihan
umum pada akhirnya melahirkan hubungan yang pragmatis, sementara dan
transaksional serta mudah dilupakan. Namun bisa berbeda halnya bila akun-akun
sosial ataupun situs-situs interner masih dikelola pasca pemilihan dengan
informasi-informasi terbaru. Penggunaan internet pun tak luput dari kelemahan
sistem yang bisa diretas.
18
DAFTAR REFERENSI
Adhi, R. 2014. Semarak Media Sosial Selama Pilpres. Diakses 3 Februari 2016
dari http://nasional.kompas.com/read/2014/06/24/0245002/Semarak.Media.
Sosial.Selama.Pilpres
Amir. 2013. Fortune PR : Empat Tahap Mengukur Efektivitas Kampanye Social
Media. Diakses 3 Februari 2016 dari https://dailysocial.id/wire/fortune-pr-
empat-tahap-mengukur-efektivitas-kampanye-social-media
Bahri, S. 2014. Jokowi Paling Bnayak Jadi Korban Kampanye Hitam. Diakses 3
Februari 2016 dari http://www.republika.co.id/berita/pemilu/hotpolitic/14/
06/05/n6p7ds-jokowi-paling-banyak-jadi-korban-kampanye-hitam
Firmanzah. 2008. Marketing Politik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Lestari, S. 2014. Pertarungan Pilpres Sengit Di Media Sosial. Diakses 3 Februari
2016 dari http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2014/07/140704_
pilpres_medsos
Noviandri, L. 2015. Statistik Pengguna Internet dan Media Sosial Terbaru 2015.
Diakses 3 Februari 2016 dari https://id.techinasia.com/talk/statistikpengguna-internet-dan-media-sosial-terbaru-2015/
Sayuti, S. D. 2014. Komunikasi Pemasaran Politik. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Setia, E. P. 2014. Analisis Strategi Kampanye Politik Para Calon Kepala
Kampung. Penelitian pada Universitas Lampung
Tabroni, R. 2014. Marketing Politik : Media dan Pencitraan di Era Multipartai.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Venus, A. 2004. Manajemen Kampanye : Panduan Teoritis dan Praktis dalam
Mengefekyifkan Kampanye Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
19
KAMPANYE MELALUI MEDIA BARU (INTERNET)
SEBAGAI BAGIAN DARI MARKETING POLITIK
Dosen Pengampu : Drs. Hendra Harahap, M.Si
Makalah ini disusun untuk memenuhi Ujian Akhir Semester
Disusun Oleh :
FEBY GRACE ADRIANY
147045003
MAGISTER ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016
PENDAHULUAN
Konsep marketing politik bukanlah hal baru dalam dunia politik baik di
dalam negeri maupun di negara-negara lain. Pada hekekatnya marketing politik
merupakan aktivitas pemasaran jenis komoditas tertentu, yaitu „gagasan politik‟.
Gagasan politik dapat berupa gagasan dari seorang tokoh politik, sebuah entitas
politik atau partai politik tertentu.
Dunia politik kini begitu akrab dengan kehidupan masyarakat Indonesia. Bila
dulu masyarakat sebagai pemilih hanya dilibatkan 5 tahun sekali, namun sekarang
setiap jengkal tanah sudah menjadi kalkulasi politik baik secara teoritis maupun
praktis. Masyarakat kini sudah terlibat dalam pemilihan Presiden, Anggota
Dewan, Gubernur, Walikota dan Bupati. Bahkan dalam lingkup yang lebih kecil
masyarakat sudah disibukkan dengan pemilihan Camat, Lurah dan RT / RW.
Kepercayaan akan partai politik atau kandidat menjadi sangat mahal, karena
berdasarkan inilah pemilih akan memberikan hak suaranya. Sehingga menjadi
konsen partai politik maupun kandidat untuk meyakinkan masyarakat. Selain itu
yang juga penting adalah bagaimana elit partai politik mengemas partai atau
kandidatnya menjadi sosok yang menarik bagi calon pemilih. Hal ini bukan
perkara mudah, melainkan membutuhkan proses rekayasa yang sangat serius dan
dilakukan dengan profesional bahkan tak jarang berbiaya sangat mahal.
Dalam konteks inilah kemudian muncul konsep marketing politik. Marketing
politik menjadi sangat penting dalam rangka menjajakan partai politik dan
kandidat seolah-olah sebagai komoditas yang dipoles dan dicitrakan sangat
menarik dan unggul dan mempengaruhi emosi masyarakat sebagai pemilih.
Makalah ini akan fokus pada pemanfaatan media baru (internet) sebagai
fenomena baru dalam aktivitas marketing politik. Seiring pesatnya pertumbuhan
khalayak media internet di era informasi saat ini, dunia maya menjadi daya tarik
dan lahan subur bagi perancang pesan-pesan politik, walaupun tak sedikit hal-hal
krusial yang harus diperhatikan terkait penggunaan media internet sebagai etalase
marketing politik.
1
PEMBAHASAN
A. Marketing Politik Menjadi Sebuah Kebutuhan
Hampir di seluruh negara di dunia, khususnya negara-negara dengan
sistem demokrasi, marketing politik menjadi sesuatu yang sangat penting.
Partai politik menjadikan marketing politik sebagai sebuah kebutuhan dalam
proses kampanyenya.
Konsep mengenai marketing politik selalu dikaitkan dengan konsep
marketing dalam dunia bisnis. Dalam dunia bisnis, ilmu marketing biasanya
dikenal sebagai sebuah disiplin yang menghubungkan produsen dengan
konsumen yang adalah hubungan dua arah sekaligus dan simultan. Produk
yang dihasilkan oleh produsen dikomunikasikan kepada masyarakat dengan
tujuan memberitahukan kepada masyarakat bahwa produk tersebut memiliki
keunggulan dan kualitas yang lebih baik dari produk yang dihasilkan pesaing.
Konsep marketing menjadi cara-cara persuasif yang dikemas secara baik
untuk menarik minat konsumen dan memutuskan untuk membeli produk
tersebut.
Lee Marshment (dalam Tabroni, 2014) menyatakan bahwa terdapat tiga
pendekatan untuk memasarkan partai politik, yaitu Product-Oriented Party
(POP), Sales-Oriented Party (SOP) dan Market-Oriented Party (MOP).
Ketiganya berangkat dari asumsi bahwa partai politik perlu berhubungan
dengan pasarnya dan karenanya juga berlaku sesuai dengan pasarnya masingmasing.
Ketiga pendekatan dalam marketing politik ini meniru pengertian
pemasaran pada umumnya yang memiliki beberapa pendekatan atau orientasi.
Pertama, product oriented dari suatu organisasi politik, kepemimpinan atau
anggota akan merancang kebijakan serta mengharapkan dari yang lain untuk
mendukung organisasi atas dasar bahwa kebijakan adalah benar. Tahap ini
jelas memposisikan elit sebagai sosok yang lebih tahu yang harus diikuti oleh
bawahan dan publik. Kedua, a sales oriented organization. Langkah ini lebih
menekankan aspek penjualan. Untuk mensukseskan langkah ini maka
digunakan langkah market intelligence. Tujuannya adalah merancang strategi
2
komunikasi dengan maksud membujuk para pemilih untuk mendukung dan
memilih partai yang ditawarkan. Ketiga, a market oriented organization.
Walaupun data yang dihimpun berasal dari kapasitas intelligence yang ada,
kesemuanya dihimpun atas dasar permintaan dari para votersnya, kemudian
mengambil pertimbangan dari padanya (Tabroni, 2014 : 21).
Namun secara mendasar terdapat perbedaan antara marketing politik
dengan konsep marketing dalam dunia bisnis. Marketing politik menyediakan
perangkat teknik dan metode marketing dalam dunia politik. Kontribusi
marketing dalam dunia politik terletak pada strategi untuk dapat memahami
dan menganalisis apa yang diinginkan dan dibutuhkan pemilih. Aktivitas
politik harus sesuai dengan aspirasi masyarakat luas. Penyampaian isu-isu
secara top-down dari elit politik kepada masyarakat nampaknya sudah
berakhir. Seiring dengan berkembangnya pendidikan politik masyarakat,
dibutuhkan konsep yang lebih matang dalam proses penyampaian pesan
politik.
Menurut O‟Shaughnessy (Firmanzah, 2008: 197) marketing politik
berbeda dengan marketing komersial. Marketing politik bukanlah konsep
untuk “menjual” partai politik atau kandidat kepada pemilih, namun lebih
kepada sebuah konsep yang menawarkan bagaimana sebuah partai politik
atau seorang kandidat dapat membuat program yang berhubungan dengan
permasalahan aktual.
Marketing politik merupakan konsep permanen yang harus dilakukan
terus-menerus oleh sebuah partai politik atau kandidat dalam membangun
kepercayaan dan imej publik (Butler & Collins dalam Firmanzah, 2008).
Membangun kepercayaan dan imej ini hanya bisa dilakukan melalui
hubungan jangka panjang, tidak hanya pada masa kampanye (Dean & Croft
dalam Firmazah, 2008).
Menurut Firmanzah, marketing politik harus dilihat secara komprehensif.
Pertama , marketing politik lebih dari sekedar komunikasi politik. Kedua ,
marketing politik diaplikasikan dalam seluruh proses, tidak hanya terbatas
pada kampanye politik, namun juga mencakup bagaimana memformulasikan
produk politik melalui pembangunan simbol, image, platform dan program
3
yang ditawarkan. Ketiga , marketing politik menggunakan konsep marketing
secara luas yang meliputi teknik marketing, strategi marketing, teknik
publikasi, penawaran ide dan program, desain produk, serta pemrosesan
informasi. Keempat, marketing politik melibatkan banyak disiplin ilmu,
terutama sosiologi dan psikologi. Kelima , marketing politik dapat diterapkan
mulai dari pemilu hingga lobby politik di parlemen.
Dalam prosesnya, marketing politik tidak terbatas pada kegiatan
kampanye politik menjelang pemilihan, namun juga mencakup peristiwaperistiwa politik yang lebih luas. Dalam hal menyangkut politik
pemerintahan, maka marketing politik bersifat sustainable dalam rangka
menawarkan atau menjual produk politik dan pembangunan simbol, citra,
platform, dan program-program yang berhubungan dengan publik dan
kebijakan politik.
Dengan semakin meningkatnya persaingan yang terbuka antara partaipartai politik saat ini, desakan agar partai politik lebih berorientasi pasar
semakin kuat. Namun bukan berarti partai politik atau kandidat harus at all
cost memenuhi apa saja yang menjadi keinginan pasar, karena masing-masing
partai politik memiliki konfigurasi ideologi dan aliran pemikiran yang
menjadikan satu partai berbeda identitas dengan partai lainnya. Kondisi
persaingan yang ketat dalam politik, partai politik maupun kandidat
membutuhkan cara dan metode yang tepat untuk bisa digunakan untuk
memenangkan persaingan.
Secara praktis memang kemenangan dalam sebuah pemilihan umum
dijadikan sebagai ukuran kemenangan dalam dunia politik. Strategi marketing
dianggap sebagai cara yang paling tepat untuk menghasilkan kemenangan
dalam pemilihan umum. Tentunya metode
dan konsep marketing
memerlukan banyak sekali adaptasi dengan situasi dan kondisi dunia politik.
Tidak semua metode marketing dapat langsung digunakan dalam konteks
dunia politik. Namun partai politik membutuhkan metode efektif untuk bisa
membangun hubungan jangka panjang dengan konstituen dan masyarakat
luas.
4
Ketika loyalitas konstituen terhadap partai politik tidak bisa lagi
sepenuhnya diandalkan, partai politik harus bersaing sangat keras dalam
membuat isu politik dan program kerja yang hendak ditawarkan kepada
masyarakat. Persaingan yang sebelumnya bernuansa ideologi menjadi
bergeser pada kemampuan partai politik dan kandidat dalam menyelesaikan
permasalahn yang dihadapi para pemilih. Ditambah lagi praktik dukungan
pemerintah dengan memberikan hak istimewa pada satu partai politik tertentu
sudah tidak dapat lagi diterapkan. Jatuh bangunnya partai politik akan sangat
ditentukan oleh kinerja mereka sendiri. Masyarakatlah yang akan menilai
apakah kinerja sebuah partai politik maupun kandidat bagus atau tidak.
Tujuan yang ingin disampaikan melalui konsep marketing politik adalah :
(1) menjadikan pemilih sebagai subjek, bukan objek partai politik atau
kandidat; (2) menjadikan permasalahan yang dihadapi pemilih sebagai
langkah awal dalam menyusun program kerja yang ditawarkan dengan
bingkai ideologi masing-masing partai; (3) marketing politik tidak menjamin
sebuah kemenangan, tetapi menyediakan tools untuk menjaga hubungan
dengan pemilih sehingga dari situ akan terbangun kepercayaan dan
selanjutnya akan dipeoeh dukungan suara pemilih (O‟Shaughnessy dalam
Firmanzah, 2008: 197).
B. Tren Kampanye Politik Melalui Media Baru
Walaupun tidak bisa dilihat hanya saat kampanye saja, namun kampanye
merupakan salah satu bagian dari marketing politik yang paling umum
dilakukan partai politik maupun kandidat yang akan mengikuti pemilihan
umum. Kampanye dianggap sebagai wujud nyata aksi marketing politik
karena kajian mengenai marketing politik selama ini banyak dfokuskan pada
proses-proses
perencanaan,
pelaksanaan
dan
pengendalian
berbagai
kampanye pemilihan umum berikut hasil-hasilnya dan menamainya sebagai
suatu kajian tentang pemasaran politik (Scammell dalam Sayuti, 2014 : 26).
Rogers dan Storey (dalam Venus, 2004 : 7) mendefiniskan kampanye
sebagai „serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan
menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan
5
secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu‟. Merujuk pada definisi ini
maka setiap aktivitas kampanye komunikasi setidaknya harus mengandung
empat hal : (1) tidakan kampanye yang ditujukan untuk menciptakan efek
atau dampak tertentu, (2) jumlah khalayak sasaran yang besar, (3) biasanya
dipusatkan dalam kurun waktu tertentu, (4) melalui serangkaian tindakan
komunikasi yang terorganisasi.
Anwar Arifin (dalam Setia, 2014) menyatakan bahwa kampanye politik
adalah bentuk komunikasi politik yang dilakukan seseorang atau sekelompok
orang atau organisasi politik dalam waktu tertentu untuk memperoleh
dukungan politik dari masyarakat. Salah satu jenis kampanye politik adalah
kampanye massa, yaitu kampanye politik yang ditujukan kepada massa
(orang banyak), baik dalam hubungan tatap muka maupun dengan
menggunakan media seperti surat kabar, radio, televisi, film, spanduk, baliho,
poster, selebaran dan medium interaktif melalui internet. Penyampaian pesan
politik melalui media massa merupakan bentuk kampanye yang handal dalam
hal menjangkau masyarakat luas.
Firmanzah membedakan dua jenis kampanye, yaitu kampanye politik dan
kampanye pemilu. Kampanye pemilu memiliki sifat jangka pendek dan
biasanya dilakukan menjelang Pemilu sedangkan kampanye politik bersifat
jangka panjang dan dilakukan terus-menerus.
Tabel : Perbedaan Kampanye Pemilu dan Kampanye Politik
Kampanye Pemilu
Jangka dan batas Periodik dan tertentu
waktu
Tujuan
Menggiring pemilih ke
bilik suara
Strategi
Mobilisasi dan berburu
pendukung
Push-Marketing
Sifat
hubungan Pragmatis / transaksi
antara kandidat dan
pemilih
Produk politik
Kampanye Politik
Jangka panjang dan terusmenerus
Image politik
Membangun
dan
membentuk
reputasi
politik
Interaksi dan mencari
pemahaman
beserta
solusi yang dihadapi
masyarakat
Janji dan harapan politik Pengungkapan masalah
Figur
kandidat
dan dan solusi
program kerja
Ideologi dan sistem nilai
6
yang melandasi tujuan
partai
Sifat program kerja Market oriented dan Konsisten dengan sistem
berubah-ubah dari pemilu nilai partai
satu ke pemilu lainnya
Retensi
memori Cenderung mudah hilang Tidak mudah hilang
kolektif
dalam ingatan kolektif
Sifat kampanye
Jelas, terukur dan dapat Bersifat laten, bersikap
dirasakan
langsung kritis
dan
bersifat
aktivitas fisiknya
menarik
simpati
masyarakat
Bila merujuk pada konsep ini, dalam prakteknya tidak banyak partai
politik maupun tokoh politik yang melakukan kampanye politik, alih-alih
hanya fokus pada kampanye menjelang pemilihan umum saja. Artinya
sebagian besar aktivitas komunikasi politik dilakukan besar-besaran dan
masif pada saat-saat tertentu dan bukan dirancang untuk jangka panjang.
Kampanye pada umumnya dilakukan dalam bentuk pertemuan dan rapatrapat umum yang berisi berbagai pidato, pembicaraan menyampaikan sloganslogan, atau dalam bentuk penyebaran barang-barang cetakan dan barang
rekaman berisikan kalimat-kalimat ajakan, bujukan, gambar-gambar atau
suara dan simbol-simbol. Semua bentuk kampanye tersebut secara garis besar
berisikan pesan persuasif yang secara langsung mengajak pendengar, pemirsa
atau pembaca untuk menjatuhkan pilihannya kepada kandidat atau partai
politik tertentu dalam sesi pemilihan umum yang tertentu pula.
Jenis komunikasi politik pada umumnya dirancang sebagai komunikasi
satu arah. Adapun sesi debat kandidat atau debat partai politik peserta pemilu
sebagaimana yang ditayangkan oleh televisi atau disiarkan oleh radio tetap
merupakan jenis komunikasi satu arah dan tidak mencakup arah sebaliknya
(jenis komunikasi dua arah).
Kampanye di era teknologi informasi dan komunikasi juga dilakukan
melalui internet. Sebuah situs, ataupun akun Twitter dan Facebook dapat
dipergunakan untuk merekayasa suatu citra kelompok kepentingan politik
tertentu kemudian berkembang dan dipergunakan unutk pengenalan sebuah
gagasan atau ide politik tertentu kepada khalayak yang diharapkan
mendapatkan feedback (Sayuti, 2014 : 108-109).
7
Menurut data terbaru dari We Are Social pengguna internet aktif di
seluruh dunia kini mencapai angka 3,17 miliar. Dari tahun ke tahun, jumlah
pengguna internet bertumbuh hingga 7,6 persen. Pertumbuhan pengguna
internet ini juga berpengaruh terhadap pertumbuhan pengguna media sosial
dan mobile. Menurut laporan yang sama, pengguna media sosial aktif kini
mencapai 2,2 miliar, sedangkan pengguna mobile mencapai 3,7 miliar.
Menariknya, pertumbuhan yang paling signifikan ditunjukkan oleh
pengguna yang mengakses media sosial melalui platform mobile. Pengguna
jenis ini bertumbuh hingga 23,3 persen. Sementara itu, Facebook masih
menjadi media sosial yang paling banyak digunakan dengan angka mencapai
hampir 1,5 miliar.
Gambar : Statistik Pengguna Internet Dunia Agustus 2015
Sumber : We Are Sosial1
Digitalisasi media pun turut mengubah bagaimana masyarakat di seluruh
dunia kini menghabiskan waktunya. Berdasarkan survei dari Global Web
1
https://id.techinasia.com/talk/statistik-pengguna-internet-dan-media-sosial-terbaru-2015/
8
Index yang dirilis Maret 2013 lalu2, rata-rata masyarakat dunia menghabiskan
57 persen dari waktu konsumsi medianya setiap hari untuk berselancar di
dunia maya, unggul jauh di atas televisi (23 persen), radio (11 persen), dan
media cetak (5 persen). Dari jumlah itu, hampir separuhnya (27 persen)
bahkan dihabiskan di social media.
Survei juga menunjukkan bahwa ada keterkaitan menarik antara usia dan
perilaku konsumsi media sehari-hari. Generasi yang lebih muda cenderung
lebih digital, dengan angka konsumsi hampir mencapai 60 persen (personal
computer dan mobile) pada kelompok usia 16-24 tahun. Secara kontras,
angka yang sama dihabiskan oleh kelompok usia 55-64 tahun untuk
mengonsumsi media-media tradisional (TV, radio, media cetak, dan konsol
game).
Di Indonesia sendiri, popularitas media digital pun mulai mengalami
pergerakan menuju tren online mobile. Dalam satu hari, pengguna internet
Indonesia menghabiskan hampir 75 persennya untuk online melalui komputer
sementara sisanya sudah menjelajah internet melalui telepon genggam.
Kondisi menggiurkan ini tentu saja dimanfaatkan oleh partai politik dan
kandidat untuk melakukan kampanye sebagai bagian dari aktivitas marketing
politik. Kesuksesan fenomenal yang diperoleh berkat aktivitas kampanye
melalui media baru (internet) adalah terpilihnya Presiden AS, Barack Obama
tahun 2008. Obama memanfaatkan secara penuh kekuatan internet,
khususnya media sosial sebagai alat kampanye politik. Media dan akademisi
di negara itu kemudian membanding-bandingkan penggunaan media sosial
dalam kampanye Obama dengan peran televisi dalam kampanye Presiden
John F. Kennedy3.
Pada edisi 7 November 2008, New York Times menulis, " Salah satu dari
banyak hal bahwa pemilihan Barack Obama sebagai presiden sama dengan
John F. Kennedy adalah penggunaan medium baru yang akan mengubah
2
https://dailysocial.id/wire/fortune-pr-empat-tahap-mengukur-efektivitas-kampanye-socialmedia
3
http://teknologi.metrotvnews.com/read/2014/07/04/261288/kampanye-politik-di-mediasosial-prabowo-vs-jokowi
9
politik selamanya. Untuk Kennedy, medium itu adalah televisi. Untuk
Obama, mediumnya adalah Internet."
Selain memanfaatkan email dan website, Obama memang dikenal fokus
menjadikan media sosial untuk memobilisasi relawan dan tentu saja
menjangkau pemilih muda. Berbeda dengan rivalnya, John McCain yang
hanya fokus beriklan di televisi, Obama menghabiskan jutaan dollar untuk
beriklan di Facebook dan Google sekaligus menjaring sumbangan dari para
pendukungnya melalui medium tersebut.
Sementara di Indonesia, fenomena terbesar penggunaan media baru
(internet) dalam kampanye politik terjadi pada Pemilu Presiden 2014.
Beberapa
platform
media
sosial
digunakan
sebagai
alat
untuk
memperkenalkan visi, misi, program kerja dan kelebihan-kelebihan pasangan
calon presiden dan wakil presiden seperti Facebook, Twitter dan Youtube.
Hingga Juli 2014 beberapa saat sebelum hari pencoblosan, akun
Facebook Prabowo Subianto yang sudah dimiliki sejak 2009 mempunyai
pengikut mencapai 7 juta akun. Sedangkan fanpage Jokowi mendapat like
hingga 3 juta4. Di Twitter, Jokowi memiliki pengikut mencapai 1,62 juta, dua
kali lipat dari pengikut akun Prabowo sebanyak 905.000.5
Di Facebook, grup-grup pendukung Jokowi bertebaran dengan banyak
nama, seperti ”Jokowi Presiden”, ”Jokowi”, Rakyat Pendukung Joko
Widodo”, ”Seknas Jokowi”, ”Jokowi-JK”, ”Kenapa Jokowi”, ”Jokowi for
Indonesia”, ”Jokowisme”, ”Jokowi Blusukan”, ”Bara Jokowi Presiden”,
”Jokowi Mania”, ”Seknas Tani Jokowi”, ”Jokowikami”, ”Seknas Perempuan
Pendukung Jokowi”, ”Relawan Jokowi-JK Sumbar”, ”Jokowi Jusuf Kalla”,
”Jokowi Aksi”, ”Presidenku Jokowi”, ”Kawan Jokowi”, ”Koordinator
Nasional Relawan Jokowi”, dan ”Relawan Pendukung Jokowi”. Sementara
jumlah grup pendukung Prabowo tidak semeriah grup pendukung Jokowi,
dan bisa dihitung dengan jari, misalnya ”Gardu Prabowo”, ”Relawan
Prabowo”, dan ”Kawan Prabowo”.
4
5
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2014/07/140704_pilpres_medsos
http://nasional.kompas.com/read/2014/06/24/0245002/Semarak.Media.Sosial.Selama.Pilpres
10
Begitupun dengan video yang diunggah ke situs Youtube sepanjang masa
kampanye.
Mayoritas
video
berisi
lagu
ataupun
animasi
yang
menggambarkan kelebihan pasangan calon dan ajakan untuk mencoblos.
Gambar : Tampilan Hasil Pencarian Video Dukungan Jokowi
Pada Pilpres 2014 di situs Youtube
Sumber : https://www.youtube.com/results?search_query=coblos+jokowi
Namun memang dari banyaknya akun maupun video yang diunggah di
internet bukanlah berasal dari tim sukses atau tim kampanye yang merancang
pesan politik secara keseluruhan. Mayoritas akun dan video dibuat oleh
relawan yang tidak dikoordinir atau diwadahi secara resmi oleh partai politik
maupun pasangan calon. Bahkan mungkin partai politik dan pasangan calon
sendiri tidak tahu menahu mengenai akun-akun yang mendukung mereka di
internet.
Kampanye melalui media baru (internet) dapat diukur setidaknya melalui
4 tahap, Yaitu exposure, engagement, influence, dan action. Pada tahapan
exposure, efektivitas kampanye diukur berdasarkan berapa banyak audience
yang terpapar oleh konten kampanye yang diciptakan. Pengukuran ini dapat
dilihat melalui jumlah hit atau kunjungan pada situs, pengikut (follower ) pada
11
Twitter, fans pada Facebook, juga view pada video di YouTube dan pada
postingan di blog.
Tahapan engagement mengukur lebih jauh lagi, yaitu berapa banyak
tindakan yang diambil pada pesan kampanye. Di Twitter, misalnya, hal ini
dapat dilihat dari berapa banyak retweet, link yang diklik, serta penggunaan
tanda pagar (hashtag) yang diciptakan komunikator oleh follower.
Pengukuran juga dapat dilihat dari jumlah link yang diklik, like, dan komentar
di Facebook, serta jumlah komentar, subscriber, dan posting blog yang dishare ke media sosial.
Tahapan influence melangkah semakin jauh lagi. Tahapan ini
dimaksudkan untuk mengukur sejauh mana konten kampanye dan
keterlibatan audiens mempengaruhi persepsi serta sikap audiens, apakah
partai politik yang dikampanyekan dianggap positif, netral, atau justru
negatif. Di tahapan ini, indikator pengukurannya juga dapat dilihat melalui
berapa banyak audiens yang persepsinya berhasil diubah berkat kampanye.
Di tahapan action, aspek yang diukur sudah mencapai tataran perilaku.
Misalnya, berapa banyak audiens yang merekomendasikan kampanye
tersebut pada audiens lain atau pada konteks pemilihan umum adalah
tindakan memberikan suara.
Media baru (internet) memiliki sejumlah kelebihan (Cangara, 2009: 394)
antara lain : (1) kemampuan untuk menembus batas wilayah, ruang dan
waktu;
(2)
memperluas
akses
memperoleh
informasi
global;
(3)
meningkatkan kemampuan untuk berserikat secara bebas; (4) mengancam
tatanan yang sudah mapan, seperti pemerintahan otokrasi; (5) memiliki
kecepatan perkembangan dan penyebaran yang sulit diatasi. Berkat kelebihan
yang dimilikinya itu, pihak pertama yang menarik keuntungan atas jasa
internet ini adalah lembaga pendidikan, dunia usaha, lembaga pemerintahan
dan partai politik.
C. Potensi dan Sisi Negatif Marketing Politik Melalui Media Baru
Kehadiran internet telah membawa suatu harapan baru dalam penegakan
demokrasi terutama di negara-negara yang dipandang kurang bebas atau tidak
12
bebas. Internet diharapkan memfasilitasi penyebarluasan informasi publik dan
politik di banyak negara, termasuk menjadi jembatan untuk kelompok oposisi
dan minoritas yang dimarginalkan untuk menyuarakan keinginan dan hakhaknya. Internet menawarkan saluran komunikasi, suara, harapan baru kepada
mereka yang kehilangan hak-hak politik dalam suatu negara yang terkendali
oleh penguasa karena telah dipinggirkan. Sesuatu hal yang tidak pernah
terbayangkan sebelumnya, seperti halnya yang disampaikan Pitroda : internet
as the greatest democratizer the world has ever seen. Demikian pula
pendapat dari David Sobel dari Electronic Privacy Information Center,
Washington DC dalam New York Times, yang menyatakan : internet is the
first medium allows the democratic principles of free speech and selfgovernance to play themselves out unhindered (Cangara, 2009 : 394-395).
Bila melihat fenomena yang terjadi dalam kondisi politik dan media
massa di Indonesia, nampaknya khalayak cukup resah akan terpenuhinya
kebutuhan akan informasi politik tanpa muatan kepentingan pemilik media.
Ketika media massa seperti televisi, radio, dan surat kabar sudah terbelahbelah atas kepentingan politik tertentu, internet diharapkan menjadi jalan baru
bagi masalah tersebut. Ruang internet sangatlah besar untuk diisi dengan
pesan-pesan politik, diskusi-diskusi politik dan terutama untuk menjalankan
aktivitas marketing politik. Partai politik ataupun kandidat yang maju dalam
pemilihan bebas menyampaikan pesan politik melalui akun-akun media
sosialnya seperti Facebook maupun Twitter, termasuk merekayasa citra
dirinya.
Namun melalui media internet, pesan-pesan yang mengalir menjadi tidak
terkontrol, termasuk umpan balik dari khalayak yang menerima pesan. Partai
politik yang merancang pesan politik tidak bisa mengontrol bagaimana pesan
akan diteruskan oleh pengguna internet yang membacanya, atau bagaimana
umpan balik yang diterimanya. Dalam Pemilihan Presiden 2014, munculnya
kampanye hitam untuk melawan pesan-pesan politik kampanye dari partai
politik dan tim sukses. Lembaga Indonesia Indicator mencatat jumlah
kampanye hitam kepada Jokowi dalam rentang waktu mulai 1-4 Juni 2014
jumlah serangan pada Jokowi terdapat 148.133 informasi dengan 12 isu
13
negatif melalui Twitter. Sedangkan capres Prabowo mendapatkan 12.090
informasi negatif dengan enam isu melalui Twitter 6. Artinya keleluasaan
menjual visi misi dan program kerja dalam kampanye melalui internet
memiliki potensi sama besarnya dengan menerima umpan balik berupa
kampanye negatif.
Selain itu, sulit untuk menghitung secara pasti banyaknya dukungan bila
hanya menghitung dari jumlah pengikut akun media sosial maupun jumlah
penayangan pada video-video kampanye. Pengguna internet yang memberi
„like’ pada status atau foto, atau meneruskan pesan kampanye belum tentu
menjadi orang yang akan datang ke bilik suara dan memberikan
dukungannya.
Kesulitan untuk mengontrol juga terjadi terhadap isi pesan politik.
Biasanya setiap partai politik akan membentuk organisasi kampanye politik
yang terstruktur dan bersifat tetap maupun ad hoc
untuk merancang
keseluruhan aktivitas kampanye. Kampanye pada dasarnya menjadi aktivitas
yang diorganisasikan untuk melakukan penjualan sejumlah gagasan politik
yang telah dikemas oleh partai politik melalui tim komunikasi marketing
politik. Kampanye hanyalah meneruskan apa yang sudah dilakukan oleh tim
internal partai politik pada saat jelang pemilihan (Sayuti, 2014: 115).
Komunikasi marketing politik sendiri sudah melaksanakan serangkaian riset
pasar politik, penjajagan keadaan pasar politik melalui berbagai pool dan
serangkaian pengkondisian pasar politik, sehingga aktivitas kampanye bisa
dirancang sedemikian rupa.
Namun terbuka luasnya media baru (internet) memberi kebebebasan bagi
khalayak yang menjadi simpatisan atau konstituen merancang pesan
komunikasi politik lain, di luar yang disiapkan oleh tim sukses. Pada akhirnya
hal ini menciptakan banyak jenis pesan politik misalnya beragam jargon,
beragam jingle, beragam rumusan akan image, dan lain-lain. Padahal
marketing politik harus dilakukan secara menyeluruh dan terarah agar pesan
yang diharapkan sampai pada khalayak bisa diterima dengan baik. Banyaknya
6
http://www.republika.co.id/berita/pemilu/hot-politic/14/06/05/n6p7ds-jokowi-paling-banyakjadi-korban-kampanye-hitam
14
isi pesan politik dengan konsep yang berbeda-beda akan menimbulkan
kebingungan pada khalayak. Khalayak tidak bisa memutuskan image mana
yang pada akhirnya akan dilekatkannya pada sang kandidat atau partai politik.
Misalnya seorang kandidat presiden, dalam konsep marketing politik yang
disiapkan oleh tim sukses adalah sosok yang sederhana dan merakyat sebagai
counter terhadap lawan yang dianggap sebagai sosok birokrat yang „berjarak‟
dengan rakyat. Sejumlah iklan politik, foto-foto, video, status di media sosial
semuanya diarahkan untuk pembentukan citra seperti yang dimaksud.
Kemudian munculah video-video dukungan dari relawan yang menciptakan
kesan antikorupsi dan nasionalis, ditambah lagi tulisan-tulisan opini di dalam
blog-blog relawan yang menciptakan image tegas dan peduli pada petani dan
nelayan. Pada akhirnya terlalu banyak kesan yang disodorkan kepada calon
pemilih yang akhirnya menimbulkan kebingungan.
Terkait dengan konsep kampanye pemilu dan kampanye politik yang
disampaikan Firmanzah, kampanye pemilu hanya akan melahirkan hubungan
sementara, transaksional, pragmatis dan hasilnya akan mudah dilupakan oleh
khalayak. Berbeda dengan kampanye politik yang dirancang sedemikian rupa
dalam jangka waktu panjang yang akan menghasilkan hubungan yang lebih
kuat antara partai politik atau kandidat dengan para pemilih. Melalui media
baru (internet) saat kampanye berlangsung, khalayak dapat mengikuti
perkembangan, mendapatkan informasi terbaru, bahkan bisa melakukan
komunikasi dua arah dengan kandidat melalui akun media sosial. Misalnya
pesan-pesan Twitter yang dibalas langsung oleh sang kandidat.
Namun tak jarang, usai pemilihan, akun-akun tersebut tidak lagi dikelola
dengan baik. Hubungan hangat selama masa kampanye hilang setelah
pemilihan. Padahal bila dikelola dengan baik, hubungan antara kandidat
dengan khalayak tetap terjaga. Akun Twitter milik Jokowi dan akun Twitter
milik Prabowo Subianto hingga kini masih digunakan secara aktif oleh
keduanya. Terlihat dari postingan-postingan baru dan balasan komentar
kepada pengikut-pengikut mereka.
15
Gambar : Halaman Utama Akun Twitter Jokowi
Sumber : https://twitter.com/jokowi
Gambar : Halaman Utama Akun Twitter Prabowo
Sumber : https://twitter.com/prabowo
Hal lain yang juga perlu diperhatikan terkait penggunaan media internet
sebagai media marketing politik adalah sisem internet yang tidak sepenuhnya
aman. Akun media sosial sangat mungkin diretas oleh hacker sehingga tidak
bisa diakses oleh pemiliknya. Bahkan dampak terburuknya adalah melalui
akun tersebut, pihak yang tidak bertanggungjawab dapat menciptakan pesanpesan negatif dengan menggunakan nama pemilik aku yang sebenarnya.
16
Penggunaan media baru (internet) sebagai media aktivitas marketing
politik tidak bisa sepenuhnya diandalkan sebagai alat utama dalam melakukan
kampanye. Kelebihan-kelebihannya dapat dimanfaatkan dengan merancang
pesan politik yang tepat sesuai karakter media dan segmentasi khalayak.
Namun juga harus disiapkan antisipasi-antisipasi kemungkinan terburuk yang
terjadi melalui internet terhadap pesan politik yang dirancang, agar proses
komunikasi politik tidak terganggu.
17
PENUTUP
Konsep marketing pada dunia politik tak jauh berbeda dengan konsep
marketing pada dunia bisnis. Marketing politik berbicara mengenai strategi
menjual sebuah komoditas politik baik berupa gagasan, ide, sosok, maupun partai
politik itu sendiri. Ditambah lagi dengan ketatnya kompetisi antar partai politik
untuk merebut hati masyarakat.
Dalam konteks yang lebih praktis, marketing politik terwujud dalam aktivitas
kampanye yang umumnya dilakukan jelang pemilihan umum. Media massa
menjadi salah satu senjata penting untuk menyalurkan pesan-pesan berupa visi,
misi, program kerja dan solusi-solusi yang ditawarkan atas masalah-masalah
masyarakat. Saat ini media baru (internet) menjadi pilihan yang semakin banyak
digunakan dalam kampanye.
Contoh paling nyata nampak pada pemilihan umum 2014, dimana tim sukses
memanfaatkan dengan maksimal penggunaan situs, Twitter, Facebook, dan
Youtube sebagai media kampanye. Umpan balik yang diberikan oleh pengguna
internet juga sangatlah banyak, terbukti dengan munculnya beragam video
kampanye dari relawan dan munculnya grup-grup di media sosial yang
memberikan dukungan.
Namun tak dapat dipungkiri, beberapa hal harus menjadi perhtian dalam
penggunaan media internet untuk aktivitas kampanye. Internet menjadi media
penyeimbang terhadap media massa yang dianggap tidak lagi bebas nilai akan
kepentingan politik, pesan-pesan di media internet tidak bisa dikontrol
sepenuhnya, termasuk umpan balik negatif yang akan merusak kampanye yang
sudah dirancang. Begitupun dengan banyaknya pesan politik yang mengalir atas
subjek pembicaraan yang sama menciptakan kebingungan imej khalayak terhadap
partai politik maupun kandidat. Kampanye yang dirancang hanya untuk pemilihan
umum pada akhirnya melahirkan hubungan yang pragmatis, sementara dan
transaksional serta mudah dilupakan. Namun bisa berbeda halnya bila akun-akun
sosial ataupun situs-situs interner masih dikelola pasca pemilihan dengan
informasi-informasi terbaru. Penggunaan internet pun tak luput dari kelemahan
sistem yang bisa diretas.
18
DAFTAR REFERENSI
Adhi, R. 2014. Semarak Media Sosial Selama Pilpres. Diakses 3 Februari 2016
dari http://nasional.kompas.com/read/2014/06/24/0245002/Semarak.Media.
Sosial.Selama.Pilpres
Amir. 2013. Fortune PR : Empat Tahap Mengukur Efektivitas Kampanye Social
Media. Diakses 3 Februari 2016 dari https://dailysocial.id/wire/fortune-pr-
empat-tahap-mengukur-efektivitas-kampanye-social-media
Bahri, S. 2014. Jokowi Paling Bnayak Jadi Korban Kampanye Hitam. Diakses 3
Februari 2016 dari http://www.republika.co.id/berita/pemilu/hotpolitic/14/
06/05/n6p7ds-jokowi-paling-banyak-jadi-korban-kampanye-hitam
Firmanzah. 2008. Marketing Politik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Lestari, S. 2014. Pertarungan Pilpres Sengit Di Media Sosial. Diakses 3 Februari
2016 dari http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2014/07/140704_
pilpres_medsos
Noviandri, L. 2015. Statistik Pengguna Internet dan Media Sosial Terbaru 2015.
Diakses 3 Februari 2016 dari https://id.techinasia.com/talk/statistikpengguna-internet-dan-media-sosial-terbaru-2015/
Sayuti, S. D. 2014. Komunikasi Pemasaran Politik. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Setia, E. P. 2014. Analisis Strategi Kampanye Politik Para Calon Kepala
Kampung. Penelitian pada Universitas Lampung
Tabroni, R. 2014. Marketing Politik : Media dan Pencitraan di Era Multipartai.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Venus, A. 2004. Manajemen Kampanye : Panduan Teoritis dan Praktis dalam
Mengefekyifkan Kampanye Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
19