Pengkajian Ilmu Ilmu Sosial Menu juke Pe

Pengkajian Ilmu-Ilmu Sosial:

Menuju ke Pembentukan Konsep Tepat 1

Syed Farid Alatas

(National University of Singapore)

Abstract

While there has been awareness of the problems of the relevance of Western concepts, theories and assumptions in critical works on the state of the social sciences in the Third World, what is meant as a conceptual level by relevance and irrelevance has rarely been the subject of discussion. The conceptualization of relevance is important because it lies at the basis of efforts to make the social sciences more relevant to conditions in the Third World. Nevertheless, the calls for greater relevance have generally been made in vague terms owing to the less than systematic manner in which “irrelevance” was discussed. The result was that calls for more relevant social sciences were equally unclear. This paper aims to advance our understanding of the problem of relevance by way of providing a preliminary conceptualization of relevance.

Pendahuluan

ilmu sosial Barat 2 dengan kenyataan sosial di Sejak abad kesembilan belas telah muncul Dunia Ketiga. Pelbagai contoh ketidaktepatan kesadaran akan kekurangtepatan antara ilmu- konsep, teori, dan asumsi-asumsi Barat telah

dicatat dalam karya-karya kritis tentang 1 Tulisan ini adalah penyempurnaan dari makalah yang

kedudukan ilmu-ilmu sosial di Dunia Ketiga. dipresentasikan dalam panel ‘Rethinking the One and

Kenyataan bahwa ilmu-ilmu sosial telah muncul the Many, the National, and the Local:Perspectives from Southeast Asian Experiences’ pada Simposium Internasional Jurnal ANTROPOLOGI INDONESIA

terima kasih kepada Yayasan Volkswagen karena ke-3:‘Membangun Kembali 'Indonesia yang “Bhinneka

membiayai perjalanan saya ke Filipina. Tunggal Ika”: Menuju Masyarakat Multikultural’ ,

2 Tulisan ini mengenai keadaan ilmu-ilmu sosial di luar Kampus Universitas Udayana, Denpasar, Bali, 16–19

lingkungan budaya Barat, khususnya di rantau-rantau Juli 2002. Tulisan ini juga telah diterjemahkan dari

yang lazim disebut dengan ‘sedang membangun’ atau bahasa Malaysia ke versi bahasa Indonesia oleh Ibnu

‘Dunia Ketiga’. ‘Barat’ digunakan di sini dalam arti Wahyudi. Versi bahasa Inggris telah diterbitkan di Cur-

kiasan semata-mata. Ia tidak digunakan dalam arti rent Sociology 2001. Versi itu telah disajikan di Asia

Oksidentalis, tetapi sebagai kategori yang mudah demi Pacific Regional Conference of Sociology (APRCS) ,

merujuk kepada suatu tradisi ilmu-ilmu sosial yang Quezon City, 28–31 Mei 1996. Saya mengucapkan

dikuasai Amerika, Inggris, Jerman, dan Perancis.

ANTROPOLOGI INDONESIA 72, 2003

2 ANTROPOLOGI INDONESIA 72, 2003

di Barat, kemudian pada awalnya diterapkan di Dunia Ketiga oleh para sarjana kolonial atau ilmuwan Eropa lainnya, dan tertanam di kalangan sarjana-sarjana setempat pada masa dan setelah kemerdekaan, telah membangkitkan persoalan ketepatan ilmu-ilmu ini untuk masyarakat Dunia Ketiga. Beberapa ahli pada abad kesembilan belas dan lebih gencar lagi pada masa pascakolonial telah mencatat bahwa ilmu-ilmu sosial tidak boleh dicangkokkan kepada suatu latar historis dan sosial-ekonomi tertentu tanpa memutarbalikkan pemahaman terhadap kenyataan itu. Secara ringkas, masalah ketidaktepatan ilmu-ilmu sosial Barat telah dikenal dengan baik dan keinginan untuk memunculkan alternatif-alternatif yang relevan telah diakui. Pada umumnya, mereka yang telah melakukan observasi-observasi yang se- demikian ini tidak menganggap seluruh ilmu sosial Barat sebagai tidak tepat dan tidak menolak ilmu berdasarkan alasan asal-usulnya. Mereka umumnya berpendapat bahwa ilmu- ilmu sosial Barat adalah sesuai dengan latar mereka sendiri dan ajakan untuk mementingkan kerelevanan dimaksudkan sebagai upaya menyumbang kepada penyemestaan ilmu-ilmu sosial.

Namun demikian, apa yang dimaksudkan pada tataran konseptual dengan ketepatan dan ketidaktepatan jarang menjadi bahan perbincangan ilmiah. Pembentukan paham semacam ini penting karena ia merupakan dasar upaya untuk menjadikan ilmu-ilmu sosial menjadi relevan. Akan tetapi, ajakan untuk mencatat ketepatan ini masih samar-samar belaka yang disebabkan oleh cara kurang sistematik di dalam memperbincangkan perihal ketidaktepatan ini. Tidak banyak contoh yang berhubungan dengan ketepatan dan sedikit pula jika dilihat dari tipologinya. Sangat sulit menjabarkan perihal paham ketepatan secara jelas jika tanggapan terhadap ketidaktepatan itu sendiri kurang nyata. Sebagai contoh,

apakah kita merujuk kepada ketidaktepatan politik atau sosial, ataukah ketidaktepatan pada tingkat kebudayaan, ataukah pada level teoretis?

Sebagai akibatnya, ajakan pada ilmu-ilmu sosial yang lebih relevan, seringkali terefleksi dalam gerakan-gerakan dekolonisasi, mengasli- kan, atau melokalkan ilmu-ilmu sosial, ataupun mewujudkan wacana-wacana alternatif lainnya, menjadi membingungkan kurang jelas.

Tulisan ini bertujuan untuk memperjelas pemahaman kita terhadap masalah ini dengan mengajukan suatu rangka pemahaman mengenai ketepatan tersebut. Saya mulai dengan melukiskan secara kasar masalah ketidaktepatan sebagaimana telah dibincang- kan dalam penulisan ilmu-ilmu sosial pada masa yang lalu. Penulisan ini telah menumpuk- kan perhatian secara tersirat terhadap masalah ketidaktepatan itu tetapi belum mencoba membentuk paham ketidaktepatan. Bagian kedua menyusul dengan satu perincian jenis- jenis ketepatan. Penjenisan ketepatan ini dibentuk dari pelbagai pendekatan teoritik terhadap kedudukan ilmu-ilmu sosial di Dunia Ketiga yang mengungkapkan bahwa tema ketidaktepatan itu hadir tetapi secara tersirat dan tidak diartikulasikan.

Dalam bagian ketiga, saya memberi perhatian kepada perbincangan terhadap sifat ilmu sosial yang tepat, yang didefinisikan oleh ukuran ketepatan yang diimplikasi oleh penjenisan ketidaktepatan dari bagian kedua. Pada bagian ini, saya mendaftar beberapa ketentuan dalam pelbagai bidang untuk pembentukan ilmu sosial yang lebih relevan. Seperti dalam hal ketidaktepatan, tema ketepatan tersirat dalam penulisan ini tetapi tidak mengalami pembentukan paham. Pengertian terhadap ketepatan dan, pada umumnya, apa yang dimaksudkan dengan teori, kaidah, dan praktik yang tepat, samar- samar belaka. Penjenisan ketepatan yang Dalam bagian ketiga, saya memberi perhatian kepada perbincangan terhadap sifat ilmu sosial yang tepat, yang didefinisikan oleh ukuran ketepatan yang diimplikasi oleh penjenisan ketidaktepatan dari bagian kedua. Pada bagian ini, saya mendaftar beberapa ketentuan dalam pelbagai bidang untuk pembentukan ilmu sosial yang lebih relevan. Seperti dalam hal ketidaktepatan, tema ketepatan tersirat dalam penulisan ini tetapi tidak mengalami pembentukan paham. Pengertian terhadap ketepatan dan, pada umumnya, apa yang dimaksudkan dengan teori, kaidah, dan praktik yang tepat, samar- samar belaka. Penjenisan ketepatan yang

ilmu sosial telah terbentuk sejak abad kedelapan Dalam b agian kedua dan ketiga, saya belas pada masa penjajahan dan kita dapat melaksanakan rekonstruksi rasional terhadap merujuk kepada berbagai karya dari kurun itu ilmu sosial Barat di satu pihak, dan tawaran ketika sarjana-sarjana dari negara-negara Dunia untuk ilmu sosial alternatif di pihak lain. Hal ini Ketiga mempelajari ‘bahasa penindas’ dan memberi tawaran bagi upaya penerjemahan seringkali menilai penggunaan, ketepatan, dan suatu wacana pemahaman berkaitan dengan kesesuaiannya dengan konteks politik atau

masalah ketepatan dan ketidaktepatan. Langkah budaya mereka sendiri. 3 Dua abad ini seperti ini dilakukan untuk membina pemikiran menghasilkan kenyataan-kenyataan yang kritis yang sedemikian rupa sehingga sesuai menggambarkan kekurangcocokan antara teori dengan apa yang akan mereka bina melalui Barat dengan kenyataan bukan Barat, tetapi perhatian yang mereka curahkan pada tidak tampak adanya upaya untuk mem- persoalan pembentukan pemahaman ini secara perkenalkan perihal ketidaktepatan dan nyata. Hasilnya adalah suatu rangka pema- ketepatan ini sebagai paham dalam bidang haman bagi pengkajian yang tepat dan tidak sosiologi dan filsafat ilmu-ilmu sosial serta tepat, yang hingga kini masih belum terwujud. menjelajahi sifat dan penjenisannya. Oleh

Saya mengakhiri tulisan ini dengan catatan karena itu, perhatian terhadap ketepatan/ khusus terhadap masalah nativisme (nativism) ketidaktepatan seharusnya dikaitkan dengan dan dengan pembenaran estetik maupun kritik-kritik ini. Berikut ini adalah beberapa praktis bagi ilmu sosial yang tepat.

contoh mengenai ketidaktepatan yang dipandang sebagai masalah yang sekurang-

Ditemukannya ketidaktepatan

kurangnya muncul secara tersirat.

Pembentukan ilmu-ilmu sosial dan institusi- Sosialisme keIslaman

institusinya terjadi dan berkembang di Asia dan Salah satu organisasi kebangsaan yang Afrika pada mulanya dilakukan oleh sarjana- terkemuka di Hindia Belanda adalah Sarekat sarjana dan pemegang kekuasaan di masa Islam yang didirikan pada tahun 1912. Pada penjajahan sejak abad kedelapan belas, dan tahun 1919, jumlah anggotanya telah mencapai juga oleh orang Eropa lainnya secara langsung dua setengah juta orang. Sosial Demokratik maupun tidak di negeri-negeri yang tidak Hindia (Indische Sociaal-Demokratische dijajah secara resmi. Vereniging —ISDV), yang didirikan pada tahun Tinjauan atas persoalan ketidaktepatan 1914 dan belakangan menjadi Partai Komunis pada tataran filosofis, teoritik, empiris, dan Indonesia, telah memainkan peranan yang terapan merupakan konsekuensi dari pertemuan penting dalam meradikalisasi Sarekat Islam, antara teori dan cara Barat di satu pihak dengan terutama semenjak para anggotanya mem- kenyataan setempat/nasional/maupun regional punyai keanggotaan ganda pula di Sarekat Is- di pihak lain. Namun demikian, perlu dicatat

bahwa tidak munculnya kesatuan wacana yang 3 Sebagai contoh lihat Jawatankuasa Perancang Kon- mengkritik keadaan ini dan acapkali mengenai ferensi (1974).

ANTROPOLOGI INDONESIA 72, 2003

4 ANTROPOLOGI INDONESIA 72, 2003

lam. Pada kongres nasional pertama Sarekat Is- lam yang diadakan pada tahun 1916, seorang anggota yang bernama Hasan Ali Soerati, pemodal keturunan Arab, telah membangkitkan isu penggabungan Islam dengan sosialisme. Para anggota yang sehaluan dengannya mendesak dibentuknya serikat pekerja (Kongres Sarekat Islam 1916). Pada kongres nasional keempat Sarekat Islam, gagasan asosiasi dari serikat-serikat pekerja untuk melawan kapitalisme dan dominasi asing telah dicanangkan (van Niel 1960:152). Mengingat bahwa unsur-unsur Marxis di dalam Sarekat Islam telah mencoba memperkecil peranan Is- lam dan menegaskan perjuangan kelas melawan kapitalisme, satu kelompok lain di bawah pimpinan Agus Salim mendukung so- sialisme keIslaman (van Niel 1960:152–153). Kenyataan ini akhirnya mempengaruhi pemikiran pemimpin Sarekat Islam, H.O.S. Tjokroaminoto, pada tahun 1920-an, yang telah mencoba mempribumikan sosialisme dengan memberinya asas-asas keIslaman. Hal ini menyebabkan Tjokroaminoto menjauhkan pandangan-pandangan Eropa terhadap agama dan filsafat yang dianggap sebagai tidak tepat dari sosialisme sebagai sistem ekonomi. (Tjokroaminoto 1988:30). Meskipun ada kecenderungan anti-sosialis dan borjuis dalam Sarekat Islam, Adolf Baars, penyunting media ISDV, Het Vrije Woord, memahami bahwa pandangan mereka menandakan kemajuan di Indonesia karena membawa orang kepada penegasan diri dan cara berpikir bebas (Baars 1916).

Penyelidikan pendapat umum

Ralph Pieris mencatat bahwa ketika perkembangan sosiologi di Barat merupakan akibat dari keperluan akan pengetahuan baru yang dapat memahami perubahan sosial yang pesat yang sukar dipahami oleh disiplin lama

seperti filsafat, ekonomi-politik, dan ilmu hukum, jenis ilmu sosial yang muncul di negeri- negeri jajahan menghindarkan adanya kesadaran diri karena ilmu tersebut menentukan pokok persoalannya dari luar, dan dengan demikian akan menjauhkan para praktisi dari sesamanya (Pieris 1969:433–436). Contoh kekurangtepatan antara asumsi-asumsi yang dibuat oleh para sarjana Barat dan kenyataan bukan-Barat, misalnya, adalah dari pengkajian pendapat umum di India. Kajian-kajian seperti ini mungkin akan meruntuhkan tujuan penye- lidikan itu sendiri sejauh para responden masih ragu-ragu akan pendapat mereka sebelum mereka berunding dengan pengambilke- putusan. Ini disebabkan karena pendapat umum merupakan hasil dari konsensus dan bukan keputusan perorangan (Pieris 1969:439–440).

Pascamodernisme di Cina

Ini adalah satu contoh dari kesalahan dalam memahami konteks budaya melalui karya sastra yang dihasilkan. Kajian-kajian Sastra Cina mo- dern telah digambarkan sebagai bagian dari perdebatan pascamodernis di Barat (Liu 1993:14). Namun demikian, Mu Ling me- negaskan bahwa ini merupakan satu representasi yang salah dari penggambaran Sastra Cina dan kritik sastra pada tahun 1980- an karena konteks budaya dan politik para penulis maupun kritisi Cina berbeda dengan yang terdapat di Barat. Mereka tidak begitu terlibat dalam perdebatan pascamodernisme di Barat dibandingkan dengan keterlibatan mereka di medan politik Cina (Mu 1995:402). Mu Ling menunjukkan perihal bacaan awal Huang Ziping terhadap novel Wang Anyi yang berjudul Kampung Xiaobao yang mempergunakan gagasan sastra pasca-modernisme untuk tujuan berlainan, yaitu untuk meruntuhkan teori sastra Maois dengan menyamar sebagai satu pencarian estetika agar lolos dari sensor

ANTROPOLOGI INDONESIA 72, 2003

pemerintah (Mu 1995: 434–435).

Segi pandangan barat

Satu contoh lagi ketidaktepatan adalah mengenai perbincangan tentang Max Weber sekitar perkembangan sistem kapitalis di luar Eropa. Banyak yang telah mencoba untuk menemukan suatu fungsi semacam bentuk Protestan dalam agama-agama seperti Islam dan Budhisme. Mereka mendekati masalah dari segi pandangan Protestan dalam usaha mencari fakta yang dikatakan hilang dalam agama-agama itu tetapi mewujud dalam Protestanisme. Sebuah formula alternatif, sebagai satu dari sejumlah kemungkinan pandangan, mungkin akan mengatakan bahwa Islam telah berhasil mengelakkan perubahan kepada kapitalisme sebelum masa penjajahan, atau menge- mukakan alasan-alasan mundurnya Cina ke arah kapitalisme!

Cara-cara impor

Sekarang pertimbangkan satu contoh nyata mengenai ketidaksesuaian dalam menerapkan cara-cara impor. Salah seorang staf program pembangunan desa di Nueva Ecija, Filipina, telah gagal memahami kerumitan tingkah laku petani dengan memandang para petani sebagai individu-individu rasional yang mengikut teori ekonomi-mikro. Kelalaian petani membayar hutang dianggap oleh para staf itu sebagai tingkah laku yang tidak rasional (Weeks 1986:18–19). Pada pihak lain, petani-petani itu menerima pinjaman yang pertama dan menggunakannya untuk sesuatu yang tidak direncanakan, lalai, lalu kehilangan pinjaman berikut yang berbunga rendah. Padahal dengan pinjaman pertama itu memungkinkan mereka membayar barang-barang tertentu yang tidak akan dapat mereka bayar sekiranya tidak memperoleh pinjaman. Rupanya, staf program

pembangunan itu tidak menyadari bahwa apa yang dianggap sebagai tidak masuk nalar dari satu pihak bisa saja merupakan kerasionalan ekonomi dari pihak lain yang bertumpu dari konteks ekonomi dan budaya yang berbeda. Satu contoh lagi berasal dari Iran. Para war- tawan yang melawat Iran tampaknya dibingungkan oleh sesuatu yang kelihatan paradoks, yaitu, kenyataan yang ber- dampingan dalam suatu masyarakat sipil dengan kerinduan duniawi di satu pihak, dan rezim teokratik di pihak lain. Namun begitu, sebagaimana dikemukakan oleh Ehsani (1995:48), hal ini akan kelihatan paradoks hanya apabila kita berpikir dalam batasan cara kemajuan Barat yang menganggap gerakan sosial keagamaan bertentangan dengan ke- modernan. Bertentangan dengan klaim feminis bahwa hijab itu merupakan alat penindasan negara dan dengan tidak menafikan unsur penindasan dalam memaksa memakai kerudung, Ehsani menunjukkan bahwa hijab itu telah me- mungkinkan banyak perempuan kelas me- nengah-rendah memasuki wilayah umum sebagai pelaku-pelaku sosial dan merupakan ‘suatu alat berkuasa dan sah secara budaya untuk mengatasi kontrol patriarkal dan pembatasan yang didominasi laki-laki di dalam keluarga’ (Ehsani 1995:50).

Konsep-konsep orientalis

Sebelum kemunculan kapitalisme, sistem sosial Ottoman telah mengalami perubahan yang mungkin mengambil jalur bukan kapitalis. Namun, sejarah Ottoman dibangun dengan konsep dan tema-tema yang didasarkan pada pengalaman Eropa Barat (Aricanli dan Thomas 1994:24). Ketika konsep-konsep ini diterapkan tanpa kritik, sejarah Barat menjadi rujukan utama untuk pengkajian sejarah Ottoman, dengan perhatian yang standar terhadap soal mengapa perubahan ke arah kapitalisme tidak

6 ANTROPOLOGI INDONESIA 72, 2003

4 Senarai jenis ketidaktepatan ini tidak seharusnya dianggap sebagai lengkap tetapi merupakan apa yang

dapat direkonstruksi dari kritik-kritik terhadap ilmu- ilmu sosial yang telah ada.

berlangsung. Perspektif Orientalis ini berada di bawah asumsi bahwa masyarakat Ottoman, sebagaimana masyarakat Islam lainnya, begitu berbeda dari masyarakat Eropa sehingga konsep-konsep seperti kelas, kemajuan, revolusi dan sebagainya tidak dapat diterapkan sebelum masyarakat Ottoman mencoba membangun sebagai akibat dari hubungan dengan Barat. Apabila konsep-konsep ini diterapkan, logika internal dalam perkembangan masyarakat Ottoman tidak menjadi pusat perhatian. Perubahan secara luas diandaikan menjadi mungkin setelah kontak dengan budaya Barat dan titik rujukannya senantiasa adalah pengaruh modernisasi.

Perubahan sosial dan politik yang berlangsung tetapi tidak membawa sejarah Ot- toman ke jalan kapitalis tetap tidak dikenal karena transformasi biasanya dikaitkan dengan lingkungan produksi (Aricanli dan Thomas 1994:26). Aricanli dan Thomas berpendapat bahwa melalui penerapan secara kritik konsep- konsep seperti kelas, harta, kelebihan sosial, dan negara, sejarah Ottoman dapat direkon- struksi agar memperlihatkan lintasan pem- bangunan yang dinamik tetapi bukan modern. Suatu kerangka kerja alternatif untuk mengkaji perubahan adalah teori pembentukan negara yang bersifat Khalduni. Teori Ibn Khaldun, yang memusatkan perhatiannya pada re- konstruksi pola perubahan sejarah dapat diterapkan pada sejarah Ottoman, sedangkan ekonomi-politik Ottoman dapat dikonsep- tualisasikan dengan tanggapan ragam produksi (Alatas 1990).

Contoh-contoh tersebut menunjukkan bahwa banyak yang telah mencatat pelbagai masalah berkaitan dengan ketidaktepatan ilmu Barat dalam konteks bukan Barat. Masalah- masalah ini berkisar dari ketidaktepatan pandangan Eropa terhadap agama kepada kesan adanya pemutarbalikan metode survei

penelitian ke ketidaktepatan cara-cara Barat. Begitu besar perhatiannya sehingga telah muncul rumusan pelbagai pandangan teoretik terhadap keadaan ilmu-ilmu sosial di wilayah pascakolonial yang menghadirkan penilaian kritik akan pengaruh ilmu-ilmu sosial Barat terhadap bidang-bidang ilmiah di Dunia Ketiga. Perspektif-perspektif teoretik semacam itu termasuk teori mental-tahanan (Alatas 1972, 1974), teori Orientalisme (Said 1979, 1993), teori Eurosentrisme (Amin 1979), kritik pasca- kolonial, teori-teori ilmu sosial retorik (Alatas 1998), teori-teori modernisasi yang berkenaan dengan pendidikan (Illich 1973; Al-e Ahmad; Freire 1970), kritik modern kolonial (Fanon 1968; Cesaire 1972; Memmi 1976), dan teori ketergantungan akademik (Altbach 1977; Garreau 1985). Meskipun teori-teori ini me- mandang dengan jelas gejala ketidaktepatan dan memusatkan perhatian mereka pada masalah ilmu yang nyata muncul sebagai akibat dari konteks sosial dan sejarah yang berlainan, mereka tidak mengambil perhatian secara nyata tentang pembentukan konsep ketidaktepatan.

Pembentukan konsep ketidak tepatan

Pelbagai masalah yang telah diidentifikasi oleh teori-teori tadi, berkenaan dengan keadaan ilmu-ilmu sosial di Dunia Ketiga, menggam- barkan beberapa segi gejala ketidaktepatan, yang darinya kita dapat memperoleh suatu penjenisan awal mengenai segi-segi ketidak- tepatan. 4

Kurangnya orisinalitas

Menurut teori mental-tahanan, mentalitas Menurut teori mental-tahanan, mentalitas

ilmu dari Barat untuk dimengerti dan diterima. Ketidakterapan

Suatu demonstration effect yang tidak kritis mengakibatkan peniruan di segala tingkat

Masalah ketidaksesuaian antara asumsi dan kegiatan kesarjanaan, termasuk penetapan kenyataan pada gilirannya berakibat pada

masalah, analisis, penggeneralisasian, pem- masalah penerapan teori-teori, konsep-konsep, bentukan konsep, deskripsi, penjelasan, dan serta cara-cara Barat. Teori-teori Orientalisme, penafsiran (Alatas 1972:11–12). Dari teori men- Eropasentrisme dan kritik pascakolonial telah tal-tahanan kita dapat memahami ketidak- terus-menerus menunjukkan bagaimana teori- tepatan sebagai bercirikan ilmu sosial yang teori itu tidak dapat diterapkan atau dipaksakan ditentukan oleh ketidakbolehan membangkitkan pada fakta-fakta sejarah, yang akhirnya menjadi masalah asli dan merencanakan kaidah asli konstruksi yang sangat diragukan. Contoh demi penyelesaian masalah. Pertimbangkanlah klasik adalah mengenai konsep cara produksi sebagai contoh akan kurangnya orisinalitas Asiatik dari Marx. Ketidaktepatan dalam arti yaitu pada ketiadaan filsafat ilmu sosial yang ketidakterapan di sini disebabkan oleh ketidak- sebaiknya diambil dari keadaan khusus ilmu- cocokan antara teori dengan kenyataan empiris. ilmu sosial di luar Amerika Utara dan Eropa

Barat. Yang mentakrif dan menentukan Pengasingan (alienation)

ketidaktepatan dalam arti pertama ini adalah Masalah kurangnya orisinalitas dan tiadanya keaslian.

ketidaksesuaian antara asumsi dengan kenyataan membawa kita ke gagasan

Ketidaksesuaian antara asumsi dengan

pengasingan ilmu-ilmu sosial dari konteksnya.

kenyataan

Hal ini merujuk pada ketidakcocokan antara Penulisan ilmiah mengenai mental-tahanan perhatian ilmu-ilmu sosial dan kebutuhan

juga berlandaskan kepada ‘ketidaknyataan masyarakat yang di dalamnya para ahli ilmu asumsi-asumsi dasar, abstraksi yang salah, sosial merupakan juga bagian tak terpisahkan. ketidaktahuan atau salah menafsirkan fakta- Partimbangkan, sebagai contoh, persoalan- fakta, dan pemahaman keliru terhadap masalah- persoalan yang dimunculkan dalam bidang masalah tertentu dan tingkat kepentingannya’ sosiologi pendidikan dibandingkan dengan dalam ilmu-ilmu sosial (Alatas 1972:11). Teori- masalah-masalah yang terdapat dalam sistem teori Orientalisme dan Eropasentrisme, yang pendidikan di beberapa negara yang sedang membincangkan konstruksi secara diskursif atau kurang membangun. Seringkali, pemikiran (discursive constructions) mengenai Timur dan dan penelitian ahli-ahli ilmu sosial di Dunia sejarah dunia, juga merujuk kepada segi Ketiga lebih merupakan refleksi dari apa yang ketidaktepatan ini, yaitu, ketidaksesuaian mereka pelajari dari buku-buku teks sosiologi antara asumsi dan kenyataan. Sebagai contoh, pendidikan daripada sistem pendidikan yang banyak dari observasi tentang Marx dan We- nyata dan berada di konteks mereka sendiri. ber berkenaan dengan masyarakat-masyarakat bukan-Eropa tidak hanya salah secara fakta,

ANTROPOLOGI INDONESIA 72, 2003

Keremehan

Setiap jenis ketidaktepatan yang disenarai- Teori mental tahanan juga membincangkan kan di atas, yaitu, kurangnya orisinalitas,

masalah penerimaan rekaan lisan dan ungkapan ketidaksesuaian antara asumsi dan kenyataan, dari Barat yang mengulangi kata tanpa ketidakterapan, pengasingan, keremehan, menambah kejelasan atau membawa sesuatu kekeliruan, dan mediokritas mewabahi ilmu-ilmu yang baru (Alatas 1972:12). Masalah-masalah sosial di tingkat yang berbeda, yaitu pada seperti ini sudah didokumentasi dengan baik tingkat metaanalisis, teori, kajian empiris, dan (Andreski 1972: bab 6) dan telah dikatakan pada ilmu sosial terapan. memperciri kajian budaya (Ferguson dan • Metaanalisis merupakan pengkajian secara Golding 1997:13). Peniruan tanpa kritik terhadap

pantulan atau refleksif (reflexive) terhadap gagasan-gagasan yang dibeberkan sebagai

sesuatu disiplin, teori atau pengetahuan baru tetapi yang sebenarnya merupakan yang

pada umumnya. Yang diperhatikan adalah lama dan yang sudah diketahui, memberi satu

asas filsafat, konteks sejarah dan sosial, lagi segi ketidaktepatan, yaitu keremehan.

ataupun asumsi kebudayaan yang menda- sari ilmu-ilmu sosial. Salah-baca terhadap

Kekeliruan

konteks budaya dari pengkajian sastra mod- ern Cina yang telah dibincang-kan di depan

Ketidaktepatan mengandung arti merupakan contoh ketidak-tepatan (dalam kekeliruan. Ini merujuk kepada ilmu sosial yang

arti ketidaksesuaian antara asumsi dan tidak tepat dalam arti ia memperdaya dan

kenyataan) di tingkat metaanalisis. mempesona melalui penggunaan jargon yang

sukar dimengerti konsepsinya tetapi kelihatan • Asumsi yang memperlihatkan adanya begitu canggih. Ilmu sosial seumpama ini

analogi fungsional antara etika Protestan dikatakan tidak relevan dalam arti pemakaian

di Asia Timur dengan etika Konfusianisme jargon itu dan menyimpan ‘kekusutan yang

dan menghasilkan teorisasi, adalah contoh mengelirukan’ (obfuscating convolutions, me-

ketidaktepatan (dalam arti ketidaksesuaian) minjam ungkapan dalam Andreski 1972: 82), dan

di tingkat teori.

tidak menambah pengetahuan. Contohnya • Penyelidikan yang dilaksanakan dalam adalah karya Althusser tentang konsep otonomi

rangka modernisasi atau teori Marxis relatif yang, menurut Kolakowski, merupakan

dengan asumsi Orientalisnya adalah contoh ulangan prinsip Engel terhadap otonomi relatif

ketidaktepatan (dalam arti ketidak-terapan) pada bangunan atas berkenaan dengan asas

di tingkat kajian empiris. Ketidakmampuan ekonomi dalam bahasa yang sangat megah

staf program pembangunan di Nueva Ecija (Kolakowsi 1971:120).

memahami tingkahlaku petani disebabkan oleh ketidaktepatan (ketidaksesuaian) sepanjang menyangkut asumsi mereka

Sifat sedang atau mediokritas

terhadap rasionalitas petani. Ini juga adalah Ini merujuk kepada ilmu sosial yang

ketidaktepatan di tingkat kajian empiris.

bermutu rendah tetapi yang memperoleh • Kewajiban ahli-ahli ilmu sosial terhadap penghargaan dan kemasyhuran yang di-

rancangan penelitian ilmu-ilmu sosial Barat sebabkan oleh ketidaktepatannya, merupakan

yang tidak relevan secara sosial, yang ber- sesuatu yang tidak seimbang dengan daya

asaskan kepada sikap merendahkan diri, tafsir dan pengartiannya.

dan yang mengasingkan, merupakan

8 ANTROPOLOGI INDONESIA 72, 2003 8 ANTROPOLOGI INDONESIA 72, 2003

dipertimbangkan tidak tepat. Penolakan yang tidak mempunyai nilai terapan yang

tidak didasarkan pada asal tetapi pada tinggi.

kriteria ketepatan. • Masalah-masalah seperti ketidaksesuaian,

Ketiadaan pembentukan konsep ketidak- ketidakterapan, dan kekeliruan telah di- tepatan dari segi penjenisannya dan kurangnya bincangkan secara luas di Barat dan telah perhatian kepada penjelmaan ketidaktepatan di menjadi bagian integral dari filsafat ilmu pelbagai tingkat kegiatan ilmu-ilmu sosial sosial, tetapi belum berlaku di Dunia Ketiga. mengekalkan masalah-masalah lainnya yang membentuk konteks sosial dan politik • Segi-segi tertentu dari ketidaktepatan tidak

ketidaktepatan (umpamanya, Eropasentrisme, khusus hanya pada bukan-Barat, akan tetapi ketergantungan akademik, mental-tahanan),

mereka menjelma di bukan-Barat dalam yang pada gilirannya menghidupkan

konteks yang amat berlainan, yaitu ketidaktepatan terus-menerus. Sebagai contoh,

ketergantungan akademik dan keadaan mental-tahanan akan berketerusan dengan

pascakolonial. Fenomenologi mereka jelas ketiadaan usaha membangkitkan kesadaran

berbeda meskipun jenis atau kategori terhadap masalah ketidaktepatan. Oleh karena

ketidaktepatannya adalah sama. itu, ketergantungan akademik, dalam arti ke-

Pertimbangkanlah teori etika Konfusian tergantungan kepada sarjana dan institusi

yang telah diilhami oleh Weber, dan yang Amerika Utara dan Inggris untuk rancangan

digunakan untuk menguraikan pem- penelitian, teori dan cara, dan teknik penelitian

bangunan pesat negara-negara Asia Timur serta pengajaran ilmu sosial akan terus

dan Asia Tenggara sejak 1980-an. Menurut berlangsung.

tesis ini, Konfusianisme menanamkan Tidak berlebihan jika diperhatikan bahwa

kehormatan bagi kewibawaan, kehematan, sebagian dari segi-segi ketidaktepatan seperti

dan kerja keras, yang menerangkan tentang ketidaksesuaian, ketidakterapan, dan

kestabilan politik dan kadar pertumbuhan kekeliruan, tidak secara khusus terjadi pada ilmu-

pesat. Pendekatan ini dapat dikritik sebagai ilmu sosial Barat, tetapi mewabahi penelitian di

tidak relevan dalam arti ketidaksesuaiannya Barat juga. Meskipun kenyataan ini benar, akan

antara asumsi dan kenyataan. Sebagai tetapi ada beberapa hal yang perlu diingat:

misal, keabsahan asumsi bahwa masya- Ilmu-ilmu sosial seharusnya dianggap

• rakat Cina di Indonesia, Malaysia dan

Singapura adalah Konfusianis ataupun sebagai ‘asli’ di Barat dalam arti bahwa

dipengaruhi Konfusianisme sebagaimana mereka muncul dalam konteks perhatian

yang terjadi pada kelas borjuis Eropa pada terhadap masalah-masalah pemodernan

abad keenam belas dan ketujuh belas yang pada abad kesembilan belas. Dengan kata

dipengaruhi Protestanisme dapat diper- lain, rancangan teoretis dan empiris telah

tikaikan. Jika ketidakabsahan asumsi ini dihasilkan dari dalam, tetapi ini tidak berlaku

diterima, dan jika kita selanjutnya me- di Asia dan Afrika.

nyatakan bahwa asumsi Weber sendiri

• Seharusnya lebih ditegaskan bahwa ilmu-

mengenai pengaruh Protestanisme atas ilmu sosial dari Barat adalah bersifat uni-

pedagang-pedagang Eropa Barat adalah versal; mereka tidak sepatutnya ditolak.

tidak sah, maka tidak salah jika kita merujuk

ANTROPOLOGI INDONESIA 72, 2003 ANTROPOLOGI INDONESIA 72, 2003

Tabel 1

ngenai: 1) konteks ketergantungan akademik dan mental-tahanan, dan 2) dasar

Ketidaktepatan

Ketepatan

ideologi otoriterianisme di Asia Timur, dalam

pengertian bahwa ketidaktepat berfungsi Keaslian untuk menguasakan pemerintahan-

pemerintahan otoriter. Jadi, walaupun para

Ketidakterapan

Keterapan

ahli ilmu sosial di mana saja mugkin menganut gagasan ketidaktepatan konteks

Pengasingan

Pertalian

dan pentingnya ketidaktepatan itu berbeda.

Keremehan

Kepentingan

• Mengikuti butir-butir permasalahan Kekeliruan

Penjelasan

sebelumnya, ketidaktepatan di semua

Kesederhanaan

Keunggulan

tingkat itu mengakibatkan ilmu sosial yang—sebagaimana kita pahami dari teori-

teori Orientalisme, ketergantungan aka- Ilmu sosial yang tepat dan tingkatnya

demik dan kritik pascakolonial—memberi Pengenalan masalah ketidaktepatan dan kuasa kepada ilmuwan sosial Barat, perkembangbiakan perspektif untuk memahami institusi-institusi akademik Barat, lembaga- dan mengukur keadaan ilmu-ilmu sosial adalah lembaga pembiayaan, para mahasiswa, dan konteks yang relevan untuk memahami seruan

bukan kepada para sarjana ilmu sosial Dunia mengenai ketepatan. 5 Ini telah menjelma dalam Ketiga atau pihak yang mereka bicarakan bentuk anjuran kreatif bagi para pakar setempat untuk kepentingannya. Yang diberi kuasa (Alatas 1981), tradisi ilmu sosial Asia (Alatas adalah penjajah atau penjajah baru, modal 1979), dekolonisasi ilmu (Ben Jelloun 1985; asing, dan negara-negara otoriter.

Khatibi 1967; Zghlal dan Karoui 1973; Boehmer

• Perlu pula diperhatikan bahwa ketidak- 1985; Zawiah 1994), penyemestaan ilmu (Bell

tepatan mungkin merupakan masalah di 1994; Hudson 1977; Taylor 1993), peyakralan Barat juga, tetapi sarjana-sarjana Barat tidak ilmu, 6 pengaslian ilmu-ilmu sosial (Fahim 1970; memikirkan tentang masalah pembentukan Fahim dan Helmer 1980; Ben-nagen 1980; Atal konsep ketidaktepatan dan ketepatan dalam

konteks Dunia Ketiga ataupun penyebaran 5 Pelbagai seruan ini telah disenaraikan dalam Alatas ilmu-ilmu sosial itu secara mendunia.

(1995a:128–133).

10 ANTROPOLOGI INDONESIA 72, 2003

1981; Sinha 1998), deschooling (Illich 1973), metaanalisis dalam arti bahwa mereka mencoba teori-teori pasca-kolonial, 7 nasionalisasi ilmu- mengungkapkan ketidaktepatan, sebagai ilmu sosial (Agbuworo 1976; Chan 1993, 1994), metaanalisis karya mengenai ketepatan itu dan pemutusan hubungan dengan struktur sendiri (Chan 1993, 1994). Contoh ilmu sosial ketergantungan akademik (Garreau 1986).

yang relevan pada tingkat metaanalisis dapat Seperti teori-teori mengenai keadaan ilmu-ilmu

dikategorikan seperti di bawah ini:

sosial di Dunia Ketiga yang tidak mewujudkan • penafsiran ulang mengenai sejarah, konsep ketidaktepatan, seruan-seruan yang • ekonomi politik ilmu sosial, dan disenaraikan di atas merujuk kepada perlunya ketepatan tetapi tidak membentuk konsep • sosiologi para intelektual. ketepatan. Pembentukan konsep ketepatan yang dicoba di sini berdasarkan kepada

Sejarah yang ditafsir ulang seperti dikatakan pembentukan konsep ketidaktepatan Edward Said sebagai revisionary history sebelumnya.

merupakan penulisan sejarah yang menolak Pada bagian-bagian berikut, contoh-contoh wacana berpengaruh dan berkuasa dan yang ketepatan diberikan untuk setiap tingkat ilmu

melebihi perlawanan Timur menentang Barat, sosial, yaitu metaanalisis, teori, kajian empiris, dan secara cendekia serta konkret mencoba dan ilmu sosial terapan.

memahami perkembangan yang heterogen dan yang seringkali aneh, yang dahulu tidak

Metaanalisis

tercapai oleh apa yang dinamakan sejarawan dunia dan juga para Orientalis kolonial (Said

Sebagaimana telah dikatakan, metaanalisis

bersinggungan dengan kajian refleksif sesuatu Ekonomi politik dari ilmu sosial terlibat disiplin atau teori yang perhatiannya bertumpu dalam kajian mengenai pertalian antara

pada asumsi-asumsi filosofis atau konteks kekuasaan dan ilmu pengetahuan. Sekurang- sosial dan sejarah yang menggarisbawahi kurangnya ada dua segi pada hubungan ini.

kajian-kajian bersangkutan. Di tingkat ini ilmu Yang pertama adalah hubungan antara wacana- sosial yang relevan pertama-tama merujuk wacana akademik dengan praktik kolonial dan

kepada ilmu yang mengungkap semua jenis kolonial-baru (McKay 1943; Driver 1992; Pels ketidaktepatan. Kedua, ia merujuk kepada 1994; McWilliams 1995). Sebagai contohnya

karya metaanalisis yang mengembalikan adalah peranan geografi dalam memungkinkan ketepatan, yaitu keaslian, kesepadanan (antara pemerolehan wilayah baru dan eksploitasi asumsi dan kenyataan), keterapan, pertalian sumber daya alam (Driver 1992:27), dan (antara ilmu dan konteksnya, yaitu, ilmu yang produksi teks oleh feminis Barat mengenai tidak terasing), kepentingan (significance), gambaran ‘Wanita Dunia Ketiga’ sebagai penjelasan, dan keunggulan.

sekelompok korban yang homogen dan tanpa Teori-teori ilmu sosial tersebut merupakan kekuatan (Mohanty 1984).

contoh ilmu sosial yang relevan di tingkat Segi yang lain adalah politik akademik, yaitu 6 Untuk perbincangan kritis, silakan rujuk Alatas

arus praktik yang berinstitusi dan hubungan (1995b). 7 Untuk perbincangan kritis lihat Ahmad (1995), Dirlik

8 Contoh karya semacam ini, yang dirujuk Said adalah (1994), Chakrabarty (1992), dan Prakash (1990, 1992,

Gran (1979), Tucker (1987), Batatu (1978), Alatas 1996).

(1977). Lihat juga Said (1990).

ANTROPOLOGI INDONESIA 72, 2003 ANTROPOLOGI INDONESIA 72, 2003

Hal seperi ini memerlukan kajian kritis dan yang lintas departemen, nilai pasar yang terhadap teori-teori dan konsep-konsep yang prestisius dari publish-or-perish…’ (Trouillot tersedia dan juga pembangkitan teori dan 1991:18).

konsep dari pengalaman sejarah dan praktik Sosiologi inteligensia dan intelektual kebudayaan yang asli. Konsep dan teori asli merupakan bidang paling penting untuk tidak merupakan istilah setempat atau lokal dipelihara dalam konteks ilmu sosial yang semata-mata, yang menggantikan istilah Barat. relevan. Mannheim mencatat bahwa kelas

Sebagai misal, konsep dalam bahasa Filipina proletar merupakan kelompok sosial pertama kapwa tidak dapat dipahami sebagai ‘yang yang menjadi sadar akan identitas sosialnya lain’. ‘Yang lain’ digunakan sebagai oposisi sedangkan kaum cerdik-pandai merupakan ‘diri’ sedangkan kapwa adalah ‘pengakuan kelompok terakhir yang mencoba mengerti identitas bersama, suatu inti-diri yang dikongsi eksistensi kepentingan sosialnya (Mannheim dengan yang lain’ (Enriquez 1994:3). 1993:74). Munculnya kesadaran seperti ini di

Ada beberapa contoh teori yang merupakan kalangan cendekiawan amat dilemahkan oleh suatu sadar-diri akan persoalan ketepatan, awal penampakannya sebagai suatu kerangka meskipun ketepatan tersebut tidak berwujud kerja analisis kelas oleh proletar yang tidak konsep, dan hal itu selayaknya diteliti secara mengakui adanya kemungkinan pada kelompok sungguh-sungguh. Contohnya adalah konsep cendekiawan untuk menjadi sesuatu yang ‘jaringan bertingkat-tingkat’ yang dicipta oleh berbeda dari kelas (Mannheim 1993:74–75). Fe Hsiao-t’ung untuk menguraikan meratanya Sosiologi intelektual diharapkan mampu sikap yang hanya mementingkan diri sendiri di memahami kedudukan para cendekiawan di kalangan petani pra-revolusioner di Cina (Lee dalam masyarakat. Tugas sosiologi semacam 1992:84). ini dalam konteks Dunia Ketiga adalah untuk

Contoh lainnya adalah teori pembentukan memahami identitas sosial golongan cen- negara oleh neo-Khalduni. Ada beberapa karya dekiawan dan potensi peranan mereka dalam yang telah melaksanakan lebih dari sekadar masyarakat madani. Ini menjadi lebih penting perbandingan antara ide dan konsep Ibn dalam suatu masyarakat yang para cende- Khaldun dengan pemikir-pemikir Barat. Mereka kiawannya merupakan, boleh dikatakan, telah mencoba menggabungkan teori Ibn pelarian yang tidak mempunyai kebebasan dan Khaldun dalam suatu rangka yang mem- yang merasa diri mereka sebagai tidak relevan. pergunakan konsep-konsep dari ilmu sosial

modern (Laroui 1989; Cheddadi 1980; Gellner

Teori

1981; Michaud 1981; Lacoste 1984; Carre 1980; Alatas 1993). Sebagai contoh adalah uraian

Di tingkat teori, karya yang relevan mengenai kemunculan dan kemunduran Dinasti memerlukan pengungkapan ke semua jenis

Safawi di Iran pada zaman pra-modern dengan ketidaktepatan dan juga produksi karya teoretik mempergunakan teori pembentukan negara

yang mengembalikan ketepatan dalam arti sebagaimana dikemukakan oleh Ibn Khaldun. keaslian, kesesuaian (antara asumsi dan Meskipun Ibn Khaldun mempunyai pe- kenyataan), keterapan, pertalian (antara ilmu

12 ANTROPOLOGI INDONESIA 72, 2003 12 ANTROPOLOGI INDONESIA 72, 2003

(Alatas 1993). 9 menurut ukuran ketepatan atau pengumpulan Sepanjang menyangkut tingkat teori ini, data yang tidak ditentukan oleh kesetiaan perlu dirinci sumber-sumber teori dan konsep kepada cara-cara Barat. dari dalam lingkungan pengalaman sejarah

setempat dan praktik kebudayaan. Ini tidak Ilmu sosial terapan

akan dikemukakan di sini, tetapi dalam hubungan ini akan saya sebut perbedaan antara

Di tingkat terapan, ilmu sosial yang tepat dua jenis sumber. Perbedaan ini, yang telah memerlukan, pertama-tama, pengungkapan

dibuat oleh Kim Kyong-Dong dalam konteks dalam pengambilan keputusan, perancangan, ilmu sosial Korea, adalah antara tradisi lama dan kebijakan-kebijakan yang tidak tepat. (Konfusianisme, filsafat, dan sebagainya) di Kedua, ia merujuk kepada hubungan kerja satu pihak, dan dunia wacana populer (Kim dengan lembaga-lembaga sukarela, Lembaga

1996). Contoh pemanfaatan yang terdahulu Swadaya Masyarakat, dan pemerintah dalam sebagai sumber teori adalah mengambil dari perlaksanaannya dengan tujuan mengem- dialektika ying-yang untuk mewujudkan suatu balikan ketepatan dalam arti keaslian, cara analisis kritis mengenai ‘etika konfusi’ (Kim kesesuaian (antara asumsi dan kenyataan), 1994a, 1994b, 1996). Contoh terakhir merupakan keterapan, pertalian (antara ilmu dan kajian terhadap ungkapan-ungkapan dan konteksnya, yaitu ilmu yang tidak terasing), istilah-istilah rakyat biasa dalam wacana umum kepentingan (significance), penjelasan, dan yang tidak hanya merefleksikan warisan budaya keunggulan. tetapi juga merefleksikan persepsi budaya

Mari kita mempertimbangkan suatu contoh terhadap fenomena sosial tertentu (Kim ilmu sosial yang relevan dalam penjelasan di 1995:173).

tingkat ilmu terapan. Satu kekusutan yang perlu dijelaskan adalah mengenai apa yang dinamakan ‘keajaiban Asia Timur’. Ada dua masalah yang

Kajian empiris dan pengumpulan data

harus diperhatikan.

Pada tingkat empiris, penciptaan ilmu sosial Pertama, Asia sendiri merupakan suatu yang tepat merujuk kepada identifikasi mitos, suatu konstruksi yang diciptakan ketidaktepatan dan juga produksi karya empiris

Orientalis, yang dipergunakan oleh orang-o- yang mengembalikan ketepatan dalam arti rang Asia untuk pelbagi alasan, termasuk

9 Ini merupakan contoh wacana alternatif yang ingin gagasan bahwa ‘’Asia’ merupakan suatu tipu- daya dalam penjualan, digunakan untuk relasi menjadi lebih relevan tanpa menolak sama sekali ilmu-

ilmu sosial Barat. antara politik dan perniagaan umum’ (Buruma

ANTROPOLOGI INDONESIA 72, 2003

1995:67). Selain dari kenyataan bahwa praktik harus punya pengaruh atas pengambilan kebudayaan setempat sedang hilang, apa yang keputusan dan implementasi kebijakan. sering dihidangkan sebagai nilai-nilai Asia

Walaupun disepakati bahwa pembangunan mempromosikan gaya pemerintah otoriter atau baru bermakna hanya jika ia melibatkan dipraktikkan secara universal sehingga tidak penyertaan penuh warga negara dalam kegiatan dapat dibedakan dari, katakanlah, nilai-nilai umum, apakah ini merujuk kepada badan-badan Amerika. Tugas untuk mendemistifikasi bukan seperti LSM, persatuan-persatuan profesional, hanya mengungkapkan tipu-daya ini dan media massa, serikat pekerja, dan lain-lain, tetapi menempatkan diri dalam golongan liberal, sejauhmana pun ahli-ahli ilmu sosial melainkan menunjukkan pendirian yang ketiga, mempengaruhi golongan-golongan ini adalah yaitu menawarkan wacana alternatif tentang tetap terbatas. Namun begitu, golongan- demokrasi dan pembangunan yang relevan dan golongan semacam ini tidak akan berjalan membebaskan.

secara efektif jika tidak menggabungkan Satu perkara lain yang memerlukan penelitian yang canggih dengan analisis pendemistifikasian adalah mengenai persoalan kebijakan yang cermat, dan anjuran perubahan pembangunan di Asia Tenggara dan penya- yang terbuka. Jika ilmu-ilmu sosial terapan lahgunaan karya Max Weber. Dalam menjawab diharapkan menjadi lebih relevan, seharusnya pendirian bahwa pembangunan berjalan diadakan hubungan kerja yang lebih erat antara mengikuti ketentuan Islam atau Konfusianisme, golongan-golongan itu, ahli-ahli ilmu sosial, dan boleh dikatakan bahwa:

badan-badan pemerintah.

• Pembangunan dalam bentuk kapitalisme

Selain itu, ilmu sosial yang relevan di mungkin telah berjalan meskipun ada Is- tingkat terapan semestinya dapat mengatasi lam dan Konfusianisme,

masalah menerjemahkan teori ke dalam praktek.

• Gerakan Islam dan Konfusius bisa jadi Contohnya adalah pada penggunaan sistem

sebenarnya menolak cara pembangunan manajemen sumber tradisional yang ber- yang tengah dilakukan, dan

dasarkan pada konsep harta milik bersama

• (Clarke 1990). Dalam kasus ini, satu dilema

Negara dan media menguasai diskusi yang muncul, disebabkan oleh pertentangan antara mempunyai kemungkinan menghasilkan konsep harta milik bersama dengan logika gagasan sehat mengenai gaya demokrasi kapitalis dalam hal pembangunan. asli, tetapi sejauh itu tidak diberi kesempatan karena wacana ini dikuasai negara dan media.

Kesimpulan

Yang terbaik, ilmu sosial terpisah dari Pendukung upaya demistifikasi tidak kenyataan yang dikajinya, atau membangkitkan

menuntut monopoli atas kenyataan sosial. teori-teori yang salah dan keliru. Dalam keadaan Justru karena itu, demistifikasi ini diperlukan. yang terburuk, ia membahayakan masya- Demi mewujudkan ketepatan ilmu-ilmu sosial rakatnya sendiri sebagai akibat, secara di tingkat terapan, tidak seharusnya suara- langsung atau tidak, keterlibatannya dalam suara tertentu menguasai wacana umum. Ini paksaan dan pengawasan atas golongan- akan menimbulkan pertanyaan berkenaan golongan tertindas. Ilmu sosial yang se- dengan peluang bahwa komunitas ilmu sosial demikian ini, apakah pada pelayanan dalam

pertentangan dan pembunuhan ataupun

14 ANTROPOLOGI INDONESIA 72, 2003 14 ANTROPOLOGI INDONESIA 72, 2003

seorang sarjana kepada masyarakat di luar Semakin sistematik dan tepat hal yang masyarakatnya sendiri. Apa pun tingkat kese- menyangkut konsep ketepatan dan ketidak- jagatan, kebanyakan yang mengkritik ilmu-ilmu tepatan, semakin besar kemungkinan proyek sosial Barat tidak menolak samasekali ilmu dari mencari ketepatan akan menjadi suatu gerakan Barat. Sumber teori dan konsep adalah univer- cendekiawan yang membawa faedah kepada sal dan sejauh mana gagasan-gagasan dari luar masyarakat. Namun demikian, ada beberapa tersebut dikemukakan dan diaslikan ber- masalah yang berkaitan dengan usaha ini yang dasarkan pada ukuran ketepatan seharusnya diperhatikan.

Rencana untuk ketepatan dan kesejagatan Sejauhmana pencarian untuk ketepatan dalam ilmu-ilmu sosial semacam ini dapat dalam ilmu-ilmu sosial, dalam percobaannya dipertahankan lebih lanjut lagi dengan alasan mengoreksi wacana Eropasentrik, ber- selain dari alasan keperluan ketepatan. kesudahan dengan suatu bentuk nativisme

Pertimbangkanlah alasan estetik. Ilmu-ilmu atau pembalikan Orientalisme, 10 merupakan sosial terkini terdiri dari beberapa kehampaan suatu perkara yang seharusnya diper- budaya. Praktik ilmu-ilmu sosial di semua timbangkan secara sungguh-sungguh. tingkat berarti mengisi kehampaan itu dengan Menjadi asli atau going native di kalangan merujuk kepada pelbagai filsafat, budaya, dan kedua ilmuwan sosial Barat maupun asli pengalaman sejarah bukan-Barat sebagai merupakan elevasi dari sudut asli agar menjadi sumber ilham, wawasan, konsep-konsep, dan ukuran untuk menilai gambaran dan uraian teori-teori. Asumsi dalam kaitan ini ialah bahwa ilmiah (Amin 1989; Abaza dan Stauth 1990; ilmu mempunyai segi kebudayaan dan retorika Moghadam 1989). Seharusnya ditegaskan dan, oleh karena itu, tidak sepatutnya dibatasi bahwa rencana-rencana seperti pengaslian, sumbernya kepada hanya satu peradaban saja. pascakolonial, dekolonisasi, dan sebagainya,

Semua ilmu itu dikonstruksi dari suatu sudut berpihak kepada pensejagatan ilmu-ilmu sosial. pandang tertentu dan metaforis (Brown Ini dilakukan di pelbagai tingkat yang bertaraf 1977:77). Metafora-metafora inti merupakan universal. Di tingkat yang paling rendah, ilmu

gambaran dasar dari kenyataan yang darinya sosial yang relevan akan menerapkan secara model-model dihasilkan. Lima metafor inti yang hati-hati teori-teori dari Barat terhadap situasi utama dalam bidang sosiologi adalah lokal. Di tingkat keuniversalan yang lebih organisme, jentera (machine), bahasa, drama, tinggi, kedua teori Barat dan asli diterapkan dan permainan (Brown 1977:78). Oleh karena pada konteks setempat. Di tingkat ke- metafora itu tertanam dalam tradisi sejarah dan universalan yang lebih tinggi lagi, teori-teori filsafat tertentu, lebih menarik jika kita setempat, Barat, dan teori asli yang lain (yaitu, memperluas horison kebudayaan kita untuk asli dalam konteks masyarakat bukan Barat menceburkan diri dalam pencarian metafora lainnya) diterapkan kepada keadaan setempat. baru dan mempertimbangkan kemungkinan Contohnya adalah penerapan teori Khalduni diperolehnya teori-teori baru.

Jika diberi kesempatan, ilmu-ilmu sosial akan

10 Pembalikan Orientalisme adalah satu tanggapan yang memainkan peranan yang penting dalam diusulkan al-‘Azm (1984:368).

ANTROPOLOGI INDONESIA 72, 2003 ANTROPOLOGI INDONESIA 72, 2003

sebanyak-banyaknya segi kebudayaan dan wacana umum, kadang-kadang setelah diputar- peradaban.

Referensi

Abaza, M. dan G. Stauth 1990 ‘Occidental Reason, Orientalism, Islamic Fundamentalism: a Critique’, dalam M. Albrow dan E. King (peny.) Globalization, Knowledge and Society: Readings from Interna- tional Sociology . London: Sage Publications. Hlm. 209–230.

Agbowuro, J. 1976 ‘Nigerianization and the Nigerian Universities’, Comparative Education 12(3):243– 254.

Ahmad, A. 1995 ‘The Politics of Literary Postcoloniality’, Race and Class 36(3):1–20.

Alatas, S. F. 1990 ‘Ibn Khaldun and the Ottoman Modes of Production’, Arab Historical Review for Ottoman Studies. January:45–64. 1993 ‘A Khaldunian Perspective on the Dynamics of Asiatic Societies’, Comparative Civi- lizations Review 29:29–51. 1995a ‘The Theme of Relevance in Third World Human Sciences’, Singapore Journal of Tropical Geography 16(2): 123–140. 1995b ‘The Sacralization of the Social Sciences: A Critique of an Emerging Theme in Aca-

demic Discourse’, Archives de Sciences Sociales des Religions 91:89–111. 1998 ‘The Rhetorics of Social Science in Developing Societies’, dalam CAS Research Pa- pers Series No.1. Singapore: Centre for Advanced Studies, National University of Singapore.

Alatas, S. H. 1972 ‘The Captive Mind in Development Studies’, International Social Science Journal 34(1):9–25. 1974 ‘The Captive Mind and Creative Development’, International Social Science Jour- nal 36(4):691–699. 1977 The Myth of the Lazy Native: A Study of the Image of the Malays, Filipinos, and Javanese from the Sixteenth to the Twentieth Century and its Functions in the Ideo- logy of Colonial Capitalism . London: Frank Cass.

16 ANTROPOLOGI INDONESIA 72, 2003

1979 ‘Towards an Asian Social Science Tradition’, New Quest 17:265–269. 1981 ‘Social Aspects of Endogenous Intellectual Creativity: The Problem of Obstacles -

Guidelines for Research,’ dalam A. Abdel-Malek dan A. N. Pandeya (peny.) Intellec- tual Creativity in Endogenous Culture . Tokyo: United Nations University. Hlm.462– 470.

Al-‘azm, S. J. 1984 ‘Orientalism and Orientalism in Reverse’, dalam J. Rothschild (peny.) Forbidden Agen- das: Intolerance and Defiance in the Middle East . London: Al Saqi Books. Hlm.349– 376.

Al-e ahmad, J. 1997 Gharbzadegi (Weststruckness) . Costa Mesa, Calif: Mazda Publishers.

Altbach, P. G. 1977 ‘Servitude of the Mind? Education, Dependency, and Neocolonialism’, Teachers Col- lege Record 79(2):187–204.

Dokumen yang terkait

Anal isi s L e ve l Pe r tanyaan p ad a S oal Ce r ita d alam B u k u T e k s M at e m at ik a Pe n u n jang S MK Pr ogr a m Keahl ian T e k n ologi , Kese h at an , d an Pe r tani an Kelas X T e r b itan E r lan gga B e r d asarkan T ak s on om i S OL O

2 99 16

FAKTOR–FAKTOR YANG MENJADI DAYA TARIK PENYIAR RADIO MAKOBU FM (Studi pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2003 UMM)

0 72 2

Pengelolaan Publikasi MelaluiMedia Sosial Sebagai sarana Pengenalan Kegiatan Nandur Dulur( Studi deskriptif pada tim publikasi Nandur Dulur)

0 66 19

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

Implementasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan: Implikasinya pada Model Pengembangan Strategi Perusahaan di masa Depan

0 38 1

Perilaku Konsumsi Serat pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Tahun 2012

21 162 166

Implementasi Program Dinamika Kelompok Terhada Lanjut Usia Di Panti Sosial Tresna Werdha (Pstw) Budi Mulia 1 Cipayung Jakarta Timur

10 166 162

Strategi Public Relations Radio Cosmo 101.9 FM Bandung Joged Mania Dalam Mempertahankan Pendengar Melalui Pendekatan Sosial

1 78 1

Pengantar Ilmu Jurnalistik

4 44 113

Studi Perbandingan Sikap Sosial Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaraan Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray dan Think Pair Share Pada Mata Pelajaran IPS Terpadu

3 49 84