PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA YANG DIDASARKAN PADA KETERANGAN PALSU DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS JO UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 DAN KUHP

Hilda Sophia Wiradiredja

Notaris dan PPAT di Kota Bandung E-mail: [email protected]

Abstract

A notary occasionally receives false information from some parties, and then it becomes the basis of the making of authentic Notarial Deed. Notary criminal liability on the Notarial Deed based on false information should be analyzed and examined as well as its legal impacts.

Based on the result of this research, it can be identified that a notary cannot be asked for his or her criminal liability related to the making of Notarial Deed based on false information

from certain parties, and it cannot fulfill the formulation of counterfeiting criminal act in article 266 paragraph (1) jo. article 55 paragraph (1) of Criminal Code. A notary can be asked for his or her criminal liability related to his or her Notarial Deed he or she made

based on what he or she has seen, witnessed, or experienced in committing a criminal act on purpose, or negligence; a notary makes a false Notarial Deed and he or she inflicts other parties. Referring to a criminal liability, a notary should fulfill the following elements; a

criminal act, ability to be responsible for, committing an act on purpose or absence, and there is no reason for apology. A notary Notarial Deed based on false information does not

automatically make the document itself invalid. The party who is inflicted by this document can propose a civil action to the Court of Justice in order to cancel the document. A notary

criminal liability should be regulated in the next Notary Authority Act (UUJN).

Keywords: criminal liability; notary; the making of Notarial Deed.

Abstrak

Seorang notaris terkadang tanpa diketahuinya ada keterangan palsu yang disampaikan para pihak, yang kemudian menjadi dasar pembuatan akta autentik. Perlu dikaji dan dianalisis pertanggungjawaban pidana notaris atas akta yang dibuat berdasarkan keterangan palsu serta mengkaji dan menganalisis akibat hukum yang timbul terhadap akta notaris yang didasarkan pada keterangan palsu.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa notaris tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana terkait pembuatan akta yang didasarkan pada keterangan palsu para pihak, dan tidak dapat memenuhi rumusan unsur tindak pidana pemalsuan dalam Pasal 266 ayat (1) juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP. Notaris dapat dimintai pertanggungjawaban pidana terhadap akta yang dibuat olehnya berdasarkan apa yang dilihat, disaksikan, dan dialaminya dalam suatu perbuatan hukum jika secara sengaja atau lalai, notaris membuat akta palsu sehingga merugikan pihak lain. Pertanggungjawaban

58 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 32, No. 1, Februari 2015 58 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 32, No. 1, Februari 2015

Kata Kunci: Pertanggungjawaban Pidana, Notaris, Pembuatan Akta.

keperdataan yang ada dan/atau terjadi Indonesia adalah negara hukum. Hal

A. PENDAHULUAN

di antara mereka. Lembaga notaris ini dinyatakan secara tegas dalam Pasal 1

dengan para pengabdinya ditugaskan ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD

oleh kekuasaan umum (openbaar gezag), 1945). Negara hukum adalah negara yang

untuk di mana dan apabila undang- menjalankan sistem pemerintahannya undang mengharuskan demikian atau berdasarkan atas hukum (rechtstaat), tidak

dikehendaki oleh masyarakat, membuat berdasarkan atas kekuasaan (machstaat).

alat bukti tertulis yang mempunyai Negara tidak maha kuasa, negara tidak

kekuatan autentik. 2 Dengan demikian, dapat bertindak sewenang-wenang. 1 jabatan notaris lahir karena kebutuhan Kekuasaan (negara) tanpa hukum tidak

masyarakat, bukan jabatan yang memiliki kewibawaan, sedangkan hukum

sengaja diciptakan dan kemudian baru tanpa (dukungan) sanksi, sulit untuk disosialisasikan kepada masyarakat ditegakkan. Dalam hubungan tersebut, umum. hukum melegitimasi negara, sedangkan

Sejarah lahirnya notaris diawali negara mempositifkan (menciptakan,

dengan lahirnya profesi scribe pada menegaskan, dan memberlakukan) dan masa Romawi Kuno (abad ke-2 dan ke-3 menegakkan hukum. Jadi, yang menjadi

Masehi). Scribe adalah seorang terpelajar ciri khas negara hukum adalah hubungan

yang bertugas mencatat nota dan minuta antara negara dan hukum. Keduanya mengenai suatu kegiatan atau keputusan, saling terkait dan saling mengisi.

kemudian membuat salinan dokumennya,

Lembaga notaris adalah lembaga baik yang bersifat publik maupun privat. kemasyarakatan yang dikenal sebagai Pada waktu itu, profesi scribe sangat “notariat”, yang timbul dari kebutuhan dibutuhkan karena sebagian besar masyarakat yang menghendaki adanya masyarakat buta huruf. 3 alat bukti mengenai hubungan hukum

1 Krisna Harahap, Konstitusi Republik Indonesia Menuju Perubahan ke-5, Grafiti Budi Utami, Bandung, 2009, hlm. 16.

2 G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, 1982, hlm. 2. 3 Anke Dwi Saputro, Jati Diri Notaris Indonesia Dulu, Sekarang, Dan Di Masa Datang, Gramedia Pustaka

Utama, Jakarta, hlm. 40.

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 32, No. 1, Februari 2015

Kata “notaris” itu sendiri berasal dari Pada awal kelahiran jabatan notaris, kata “nota literaria” yang berarti tanda

telah terlihat jelas hakikatnya sebagai tulisan atau karakter yang digunakan pejabat umum (private notary) yang untuk menulis atau menggambarkan ditugaskan oleh kekuasaan umum untuk ungkapan kalimat yang disampaikan melayani kebutuhan masyarakat terhadap nara sumber. Tanda atau karakter yang

alat bukti autentik yang memberikan dimaksud adalah tanda yang digunakan

kepastian hubungan hukum keperdataan. dalam penulisan cepat (stenografie).

Jadi, sepanjang alat bukti autentik tetap Notaris yang menjadi penulis kerajaan ini

diperlukan oleh sistem hukum negara, mempunyai kedudukan sebagai pegawai

maka jabatan notaris akan tetap diperlukan istana, sehingga tidak sesuai dengan 6 eksistensinya di tengah masyarakat.

kedudukan notaris masa kini. Notaris Notaris merupakan pejabat umum yang juga ada dalam kekuasaan kepausan yang

mempunyai tugas dan kewajiban untuk disebut “tabellio” dan “clericus notarius

memberikan pelayanan dan konsultasi publics” yang memberikan bantuan dalam

hukum kepada masyarakat. Bantuan hubungan hukum keperdataan. 4

hukum yang dapat diberikan oleh seorang

Dalam perkembangannya, para notaris adalah dalam bentuk membuat alat tabelliones dan tabularii sering menyebut

bukti tertulis yang mempunyai kekuatan dirinya sebagai notarius, meskipun mereka

autentik, yaitu berupa akta autentik tidak mempunyai surat pengangkatan ataupun kewenangan lain sebagaimana dari kerajaan. Jadi, dapat dikatakan 7 dimaksud dalam undang-undang. bahwa pada masa awal lahirnya, ada

Saat ini, keberadaan notaris telah dua golongan notaris, yaitu notaris yang

diatur dalam undang-undang, yaituUU diangkat oleh kerajaan dan notaris swasta

Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan yang tidak diangkat oleh kerajaan. Notaris

Notaris, sebagaimana telah diubah yang diangkat kerajaan mempunyai hak

dengan UU Nomor 2 Tahun 2014 mengeluarkan akta autentik, sedangkan

tentang Perubahan atas UU Nomor 30 notaris yang tidak diangkat kerajaan hanya

Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris mempunyai hak untuk mengeluarkan akta

(selanjutnya disebut UUJN). UU Nomor di bawah tangan. Kemudian, para notaris

30 Tahun 2004 menggantikan peraturan yang diangkat kerajaan ini bergabung sebelumnya, yaitu Peraturan Jabatan dalam sebuah badan yang disebut Notaris berdasarkan Stbl 1860-3 (Notaris collegium. Para notaris (termasuk tabellio)

Reglement) yang berlaku di Indonesia yang diangkat kerajaan dipandang selama 244 tahun. Peraturan Jabatan sebagai satu-satunya pejabat yang berhak

Notaris ini merupakan pengganti Instructie membuat akta, baik di dalam maupun di

voor Notarissen in Indonesia (Stbl 1822- luar pengadilan. 5

11). Tahun 1620, pada masa Republiek

4 Ibid., hlm. 41. 5 Ibid., hlm. 41-42. 6 Ibid., hlm. 42. 7 Komar Andasasmita, Notaris Selayang Pandang, Cet.2, Alumni, Bandung, 1983, hlm. 2.

60 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 32, No. 1, Februari 2015 60 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 32, No. 1, Februari 2015

disediakan khusus untuk itu oleh notaris. pejabat umum yang berwenang untuk Selain itu, notaris dalam jabatannya wajib membuat akta autentik dan kewenangan

memberikan penyuluhan hukum dan lainnya. Kewenangan dimaksud adalah memberikan konsultasi hukum kepada kewenangan sebagaimana diatur dalam

masyarakat.

Pasal 15 UUJN. Kedudukan notaris sebagai Akta autentik sebagai alat bukti pejabat umum, dalam arti kewenangan

terkuat dan terpenuh, mempunyai yang ada pada notaris, tidak pernah peranan penting dalam setiap hubungan diberikan kepada pejabat-pejabat lainnya.

hukum dalam kehidupan masyarakat. Sepanjang kewenangan tersebut tidak Dalam berbagai hubungan bisnis, kegiatan menjadi kewenangan pejabat-pejabat di bidang perbankan, pertanahan, kegiatan lain dalam membuat akta autentik dan

sosial, dan lain-lain, diperlukan adanya kewenangan lainnya, maka kewenangan 9 pembuktian tertulis berupa akta autentik.

tersebut menjadi kewenangan notaris. Hal ini sejalan dengan perkembangan Selanjutnya, Pasal 15 ayat (3) UUJN

tuntutan akan kepastian hukum dalam menyatakan bahwa selain kewenangan berbagai hubungan ekonomi dan sosial, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan

baik pada tingkat regional, nasional, ayat (2), notaris mempunyai kewenangan

maupun internasional. Akta autentik lain yang diatur dalam peraturan yang menentukan secara jelas hak dan perundang-undangan. Jadi, selain kewajiban para pihak akan menjamin kewenangan yang diatur dalam UUJN, kepastian hukum sekaligus diharapkan notaris juga memiliki kewenangan yang 10 dapat menghindari terjadinya sengketa. ditegaskan dalam peraturan perundang-

Pasal 1 angka 7 UUJN menyebutkan undangan lain (di luar UUJN). Dalam hal

bahwa akta notaris adalah akta autentik ini, peraturan perundang-undangan yang

yang dibuat oleh atau di hadapan notaris bersangkutan menegaskan agar perbuatan

menurut bentuk dan tata cara yang hukum tertentu wajib dibuat dengan akta

ditetapkan dalam undang-undang ini. notaris.

Ketentuan ini merupakan penegasan dari

Sesuai dengan ketentuan Pasal 15 Pasal 1868 KUH Perdata, yang menyatakan UUJN, selain membuat akta autentik, bahwa akta autentik adalah suatu akta notaris juga mengesahkan dan yang di dalam bentuk yang ditentukan membukukan surat-surat yang dibuat oleh undang-undang, dibuat oleh atau di di bawah tangan, yaitu surat yang dibuat

hadapan pegawai-pegawai umum yang sendiri oleh perseorangan atau oleh para

berkuasa untuk itu di tempat di mana pihak di atas kertas yang bermaterai akta dibuatnya. Berdasarkan ketentuan

8 G.H.S. Lumban Tobing, Op. Cit., hlm. 1-2. 9 Pasal 1867 KUH Perdata menyatakan bahwa pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan

autentik atau dengan tulisan di bawah tangan. 10 G.H.S. Lumban Tobing, Op. Cit., hlm. 38-39.

61

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 32, No. 1, Februari 2015

62 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 32, No. 1, Februari 2015

tersebut, diketahui bahwa salah satu akta autentik adalah akta notaris. Dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, notaris dituntut untuk memberikan jaminan kepastian hukum dan pelayanan yang profesional. Dalam mewujudkan 2 (dua) sisi pekerjaan yang mengandung banyak risiko, diperlukan pengetahuan hukum yang cukup dan ketelitian serta tanggung jawab yang tinggi. Untuk itu, dalam praktik, notaris diwajibkan untuk senantiasa menjunjung tinggi hukum serta bertindak sesuai dengan sumpah jabatan.

Dalam konteks notaris sebagai pejabat umum, akta relaas atau akta pejabat (ambtelijke akten) adalah akta yang dibuat oleh (door enn) notaris berdasarkan pengamatan yang dilakukan notaris tersebut. Akta jenis ini di antaranya akta berita acara rapat umum pemegang saham perseroan terbatas, akta pendaftaran atau inventarisasi harta peninggalan, dan akta berita acara penarikan undian. Sementara itu, akta partij (party acten) dimaksudkan sebagai akta yang dibuat di hadapan notaris berdasarkan kehendak atau keinginan para pihak. dalam kaitannya dengan perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak tersebut. Akta jenis ini di antaranya akta jual beli, akta sewa- menyewa, akta perjanjian kredit, dan akta keterangan penetapan risalah rapat umum pemegang saham. 11

Notaris juga berperan untuk memberikan nasihat hukum yang sesuai

dengan permasalahan yang ada. Apa pun nasihat hukum yang diberikan notaris kepada para pihak dan kemudian dituangkan ke dalam akta, tetap sebagai keinginan atau keterangan para pihak yang bersangkutan, dan bukan sebagai keterangan atau pernyataan notaris. 12

Dalam praktik, kadang-kadang para pihak atau penghadap memberikan keterangan/pernyataan yang tidak benar (palsu) kepada notaris. Notaris tidak mengetahui bahwa keterangan/ pernyataan tersebut adalah keterangan/ pernyataan yang palsu. Notaris menuang- kan keterangan/pernyataan tersebut dalam bentuk akta notaris. Selanjutnya, pihak lain yang merasa dirugikan mempermasalahkan akta notaris tersebut, bahkan melaporkan notaris kepada aparat penegak hukum atas dasar melakukan tindak pidana. Dalam kasus seperti itu, permasalahan yang timbul adalah, apakah notaris dapat diminta pertanggungjawaban berdasarkan hukum pidana?

Jika notaris melakukan tindak pidana, maka tentu saja dapat diminta pertang- gungjawaban di bawah hukum pidana. Hal ini sejalan dengan pandangan Hans Kelsen bahwa konsep yang berhubungan dengan kewajiban hukum adalah konsep tanggung jawab hukum, yaitu seseorang bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu atau orang ter- sebut memikul tanggung jawab hukum. 13

11 Ibid., hlm. 51-52. 12 Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris) , Cet. Pertama, Refika Aditama, Bandung, 2009, hlm. 24. 13 Kelsen, Hans, General Theory Of Law and State, Teori Umum Hukum Dan Negara, Dasar-Dasar Ilmu

Hukum Normatif Sebagai Ilmu Hukum Deskriptif-Empirik, Alih Bahasa oleh Soemardi, BEE Media Indonesia, Jakarta, 2007, hlm. 81.

Hal yang menjadi permasalahan perbuatan pidana adalah perbuatan yang terkait dengan tugas notaris adalah oleh suatu aturan hukum dilarang dan pembuatan akta notaris yang didasarkan

diancam pidana asal saja dalam pada pada keterangan/pernyataan palsu. itu diingat bahwa larangan ditujukan Pertanyaan pokoknya adalah, dapatkah kepada perbuatan, (yaitu suatu keadaan notaris diminta pertanggungjawaban atau kejadian yang ditimbulkan oleh pidana terkait dengan pembuatan akta

kelakuan orang), sedangkan ancaman yang didasarkan pada keterangan palsu?

pidananya ditujukan kepada orang yang Terkait dengan masalah tersebut, UUJN

menimbulkannya kejadian itu. Antara tidak mengatur tindak pidana yang terkait

larangan dan ancaman pidana ada dengan jabatan notaris. Dengan demikian,

hubungan yang erat, oleh karena antara jika ada tindak pidana yang terkait dengan

kejadian dan orang yang menimbulkan tugas seorang notaris, maka diberlakukan

kejadian itu, ada hubungan yang erat pula. ketentuan KUHP.

Yang tidak dapat dipisahkan dari yang lain. Penulis mengidentifikasikan masalah-

Oleh karena itu untuk adanya perbuatan masalah yang diteliti sebagai berikut:

pidana harus ada unsur-unsur:

1. Apakah notaris dapat diminta

a. Perbuatan (manusia); pertanggungjawaban pidana atas akta

b. Yang memenuhi rumusan dalam yang dibuat berdasarkan keterangan

undang-undang (merupakan syarat palsu?

formil), dan;

2. Bagaimanakah akibat hukum yang

c. Bersifat melawan hukum (merupakan timbul terhadap akta notaris yang

syarat material).

didasarkan pada keterangan palsu? Syarat formil ini mutlak harus ada

3. Apakah pertanggungjawaban pidana terkait dengan adanya asas legalitas, notaris perlu diatur dalam UU Jabatan

(tiada pidana kecuali ada aturan hukum Notaris?

yang mengaturnya). Pasal 1 ayat (1) KUHP, dan syarat material juga harus

B. PEMBAHASAN

ada, karena perbuatan itu harus betul-

1. Pertanggungjawaban

Pidana betul dirasakan oleh masyarakat sebagai Notaris dalam Pembuatan Akta perbuatan yang tidak boleh atau tidak

yang Didasarkan pada Keterangan

patut dilakukan, karena bertentangan

Palsu Dihubungkan dengan UU dengan atau menghambat tercapainya tata

tertib dalam pergaulan masyarakat yang Sebagaimana yang telah diuraikan dicita-citakan oleh masyarakat tersebut. pada bab sebelumnya, menurut Moeljatno

Jabatan Notaris dan KUHP

Moeljatno berpendapat bahwa kesalahan bahwa perbuatan pidana adalah dan kemampuan bertanggungjawab dari perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan

pelaku tidak termasuk unsur perbuatan hukum larangan mana disertai ancaman

pidana, karena hal-hal tersebut melekat (sanksi) yang berupa pidana tertentu, pada orang yang berbuat. bagi barangsiapa melanggar larangan

Tindak pidana tidak berdiri sendiri, tersebut. Dapat juga dikatakan bahwa ia baru bermakna apabila terdapat

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 32, No. 1, Februari 2015 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 32, No. 1, Februari 2015

dan mungkin saja dapat dimintakan sendirinya harus dipidana. Untuk dapat

pertanggungjawaban pidana apabila dipidana harus ada pertanggungjawaban

memenuhi unsur-unsur yang dilarang pidana. Pertanggungjawaban pidana menurut hukum. Adanya kemampuan lahir dengan diteruskannya celaan bertanggungjawab pada si pembuat, (verwijbaarheid) yang obyektif terhadap

hubungan batin antara si pembuat dan perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak

perbuatannya yang berupa kesengajaan pidana berdasarkan hukum pidana yang

(dolus) atau kealpaan (culpa) dan tidak berlaku, dan secara subyektif kepada adanya alasan penghapusan kesalahan pembuat yang memenuhi persyaratan atau tidak ada alasan pemaaf. untuk dapat dikenai pidana karena

Terkait dengan pertanggungjawaban perbuatan tersebut. 14

pidana seorang notaris, pertanyaan Dasar adanya tindak pidana adalah

yang timbul adalah, dalam hal asas legalitas sedangkan dasar dapat bagaimanakah seorang notaris dapat dipidananya pembuat adalah asas diminta pertanggungjawaban pidana kesalahan. Ini berarti bahwa pembuat jika ia membuat akta yang didasarkan tindak pidana hanya akan dipidana jika ia

pada keterangan palsu? Jawaban atas mempunyai kesalahan dalam melakukan

pertanyaan ini, tentu saja harus mengacu tindakan pidana tersebut. Kapan seseorang

pada peraturan yang berlaku. Mengacu dikatakan mempunyai kesalahan pada peraturan yang berlaku, diketahui merupakan hal yang menyangkut masalah

bahwa seorang notaris dapat dimintai pertanggungjawaban pidana. Seseorang pertanggungjawaban pidana dalam hal mempunyai kesalahan bilamana pada pembuatan akta yang didasarkan pada waktu melakukan tindak pidana, dilihat

keterangan palsu, dan aturan yang ada dari segi kemasyarakatan ia dapat dicela

kaitannya dengan permasalahan diatas oleh karena perbuatan tersebut.

adalah Pasal 263 ayat (1), 264 ayat (1)

Selanjutnya Sudarto menyatakan ke-1, atau 266 ayat (1) KUHP jo. Pasal bahwa, menurut beliau disini berlaku asas

55 ayat (1) KUHP. Sedangkan ketentuan “tiada pidana tanpa kesalahan” (keine

UUJN tidak mengatur tindak pidana yang strafe ohne schuld atau geen straf zonder

dilakukan notaris.

schuld atau nulla poena sine culpa). “Culpa” Timbul pertanyaan apakah syaratnya disini dalam arti luas, meliputi juga seseorang, dalam hal ini notaris dapat kesengajaan. Kesalahan, yang dimaksud

disebut sebagai ikut terlibat dan ikut adalah keadaan jiwa seseorang yang bertanggungjawab dengan peserta lainnya melakukan perbuatan dan perbuatan yang

di dalam mewujudkan tindak pidana? dilakukan itu sedemikian rupa, sehingga

a. Dipandang dari sudut subjektif, ada 2 orang itu patut dicela.

syaratnya:

14 Penjelasan Pasal 36 Rancangan KUHP Tahun 2005.

64 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 32, No. 1, Februari 2015

1) adanya hubungan batin pada keterangan palsu. Tanpa

(kesengajaan) dengan tindak adanya tindak pidana, tidak mungkin pidana yang hendak diwujudkan,

seorang notaris dapat dimintai artinya kesengajaan dalam berbuat

pertanggungjawaban berdasarkan diarahkan pada terwujudnya

hukum pidana;

tindak pidana. Di sini, sedikit atau

b. Memiliki kemampuan untuk banyak ada kepentingan untuk

bertanggung jawab. Untuk dapat terwujudnya tindak pidana.

diminta pertanggungjawaban di

2) Adanya hubungan batin bawah hukum pidana, seorang notaris

(kesengajaan) seperti mengetahui harus memiliki kemampuan untuk antara dirinya dengan peserta

bertanggung jawab. Sebagaimana lainnya, dan bahkan dengan apa

dikemukakan sebelumnya bahwa salah yang diberbuat oleh peserta

satu syarat untuk adanya kesalahan lainnya.

dalam arti luas adalah, adanya

b. Dipandang dari sudut objektif, ialah kemampuan bertanggung jawab, yang bahwa perbuatan orang itu ada

hakikatnya merupakan keadaan batin hubungan dengan terwujudnya tindak

pelaku, yaitu keadaan batin yang pidana, atau dengan kata lain wujud

sedemikian rupa sehingga menjadi perbuatan orang itu secara objektif

dasar pembenar untuk penjatuhan ada perannya/pengaruh positif baik

pidana. Hal ini berarti, seseorang dapat besar atau kecil, terhadap terwujudnya

diminta pertanggungjawaban di bawah tindak pidana.

hukum pidana apabila orang tersebut Sebaliknya menurut ajaran yang kedua

dianggap mampu bertanggung jawab. ini yaitu objektif, yang menitikberatkan

Ketentuan ini juga berlaku bagi pada wujud perbuatan apa serta sejauh

notaris, artinya seorang notaris dapat mana peran dan andil serta pengaruh

diminta pertanggungjawaban pidana positif dari wujud perbuatan itu

jika ia memiliki kemampuan untuk terhadap timbulnya tindak pidana yang

bertanggung jawab, dan apabila ia dimaksudkan, yang menentukan seberapa

berkehendak, mempunyai tujuan berat tanggungjawab yang dibebannya

dan kepentingan untuk terwujudnya terhadap terjadinya tindak pidana. 15

tindak pidana tersebut;

c. Dengan kesengajaan atau kealpaan. secara pidana, seorang notaris harus

Untuk dapat dipertanggungjawabkan

Tindak pidana yang dilakukan seorang memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:

notaris dalam kasus pembuatan akta

a. Melakukan tindak pidana. Dalam hal yang didasarkan pada keterangan ini, seorang notaris diduga melakukan

palsu dapat berupa kesengajaan tindak pidana yang menyebabkan

atau kealpaan. Untuk dapat diminta terbitnya akta notaris yang didasarkan

pertanggungjawaban pidana, seorang

15 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana( Bagian 3) Percobaan & Penyertaan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008, hlm. 75.

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 32, No. 1, Februari 2015 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 32, No. 1, Februari 2015

tindak pidana. Orang-orang yang terlibat maupun karena kealpaan. Dalam kasus

dalam kerja sama yang mewujudkan tindak pembuatan akta yang didasarkan pada

pidana, perbuatan masing-masing dari

keterangan palsu, seorang notaris mereka berbeda satu sama lain, demikian mungkin dapat saja secara sengaja juga bisa tidak sama apa yang ada dalam turut serta dalam pembuatan akta sikap batin mereka terhadap tindak pidana tersebut. Namun apakah sikap batinnya

maupun terhadap peserta yang lain. dia menghendaki terwujudnya suatu

Tetapi dari perbedaan-perbedaan yang tindak pidana tersebut. Dalam hal ini,

ada pada masing-masing itu terjalin suatu notaris tersebut menghendaki dilaku-

hubungan yang sedemikian rupa eratnya,

kannya tindak pidana (pemalsuan) di mana perbuatan yang satu menunjang serta menyadari dan mengetahui perbuatan yang lainnya, yang semuanya akibat perbuatannya, yang tentu saja

mengarah pada satu ialah terwujudnya merugikan pihak lain dan hal ini harus

tindak pidana.

dapat dibuktikan. Selain itu, seorang Masalah penyertaan atau deelneming notaris bisa saja lalai ketika membuat

dapat dibagi menurut sifatnya dalam: akta notaris. Misalnya, notaris tidak

a. Bentuk penyertaan berdiri sendiri. teliti/hati-hati dalam memeriksa alat

Yang termasuk jenis ini adalah bukti yang diperlihatkan para pihak/

mereka yang melakukan dan yang penghadap atau tidak berhati-hati

turut serta melakukan tindak pidana. dalam menanggapi keterangan para

Pertanggungjawaban masing-masing pihak/penghadap; dan

peserta dinilai atau dihargai sendiri-

d. Tidak ada alasan pemaaf. Seorang sendiri atas segala perbuatan atau notaris dapat diminta pertanggung-

tindakan yang dilakukan. jawaban pidana jika tidak ada

b. Bentuk penyertaan yang tidak berdiri alasan pemaaf. Apabila dalam kasus

sendiri.

pembuatan akta yang didasarkan pada Yang termasuk dalam jenis ini adalah keterangan palsu yang diduga melibat-

pembujuk, pembantu dan yang kan notaris, tidak ditemukan adanya

menyuruh untuk melakukan sesuatu alasan pemaaf dalam diri notaris yang

tindak pidana. Pertanggungjawaban bersangkutan, maka ia dapat diminta

dari peserta yang satu digantungkan pertanggungjawaban pidana.

pada perbuatan peserta lain. Penyertaan (deelneming) 16 adalah

Apabila oleh peserta lain dilakukan pengertian yang meliputi semua bentuk

perbuatan yang dapat dihukum peserta turut serta/terlibatnya orang atau orang-

yang satu juga dapat dihukum. Di dalam orang baik secara psikis maupun fisik

KUHP terdapat dua bentuk penyertaan, dengan melakukan masing-masing 17 ialah yang disebut sebagai:

16 Ibid., hlm. 73. 17 Ibid., hlm. 205.

66 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 32, No. 1, Februari 2015 66 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 32, No. 1, Februari 2015

menganalisis, dalam akta pihak (Partijn

b. Pembantu atau medeplichtigheiddiatur akten) dimana akta ini merupakan akta dalam Pasal 56 KUHP.

yang dibuat dihadapan notaris dalam Pasal 55 ayat (1) KUHP menyatakan,

hal mana notaris menuangkan ke dalam dipidana sebagai pelaku (dader) sesuatu

akta autentik segala kehendak atau tindak pidana, mereka yang melakukan,

keinginan berdasarkan kesepakatan para yang menyuruh melakukan, dan yang pihak baik berupa pernyataan, perjanjian turut serta melakukan perbuatan. Apakah

ataupun ketetapan, bahwa apabila notaris keterlibatan notaris dalam pembuatan dinyatakan sebagai “orang yang turut akta yang didasarkan pada keterangan serta menyuruh memasukkan keterangan palsu, dapat dikenai Pasal 55 ayat (1)

palsu ke dalam suatu akta otentik...”, maka KUHP tersebut sebagai delik penyertaan.

suatu perbuatan memasukkan keterangan Dalam Pasal 55 KUHP menyebutkan

palsu tersebut harus ada hubungan batin empat golongan yang dapat dipidana:

kesengajaan dengan tindak pidana yang

a. Pelaku atau pleger; dilakukan dan secara sadar bekerjasama

b. Menyuruh melakukan atau dengan para pihak yang dilakukan secara doenpleger;

fisik untuk mewujudkan tindak pidana

c. Turut serta atau medepleger; tersebut. Apabila dinyatakan notaris

d. Penganjur atau uitlokker. menyuruh memasukkan keterangan

Pasal 56 KUHP menyebutkan siapa palsu ke dalam akta yang dibuatnya, yang dipidana sebagai pembantu suatu

apa kepentingan serta keuntungan bagi kejahatan, yaitu ada dua golongan;

notaris tersebut. Oleh karenanya hal

a. mereka yang sengaja memberi ini merupakan suatu hal yang mustahil bantuan pada waktu kejahatan dilakukan oleh seorang notaris, yang dilakukan;

apabila dilakukan, maka sama halnya

b. mereka yang memberi kesempatan dengan mencelakaan dirinya sendiri, sarana atau keterangan untuk menghancurkan sendiri profesinya melakukan kejahatan.

dan kehidupannya. Kemudian apakah Pasal 266 ayat (1) KUHP menyatakan,

mungkin para pihak yang menghadap barangsiapa menyuruh masukkan notaris untuk menyuruh membuat akta keterangan palsu ke dalam suatu akta autentik, akan mau disuruh oleh notaris autentik mengenai sesuatu hal yang untuk menempatkan keterangan palsu kebenarannya harus dinyatakan oleh akta

dalam akta yang dibuat dihadapan notaris, itu, dengan maksud untuk memakai atau

kalaupun mau itu merupakan kesepakatan menyuruh orang lain memakai akta itu

mereka bersama yang merupakan seolah-olah keterangannya sesuai dengan

kehendak para pihak, dan notaris hanya kebenaran, diancam, jika pemakaian itu

bertugas menuangkan atau memasukkan dapat menimbulkan kerugian, dengan suatu pernyataan/keterangan dan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) perjanjian yang sudah disepakati oleh tahun.

para pihak ke dalam bentuk akta autentik.

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 32, No. 1, Februari 2015

Maka dalam hal ini notaris tidak dapat tindakan subjek (pelaku) yaitu menyuruh dikatakan sebagai dader atau pelaku. 18

memasukkan suatu keterangan palsu ke Pasal 266 ayat (1) KUHP,dapat dilihat

dalam suatu akte otentik, sehingga kata yang menjadi unsur-unsurnya yaitu:

“menyuruh” dalam Pasal 266 ayat (1) KUHP

a. Barangsiapa; ditafsirkan bahwa kehendak itu hanya

b. Menyuruh masukkan keterangan ada pada si penyuruh (pelaku/subjek),

palsu ke dalam suatu akta autentik; sedangkan pada yang disuruh tidak

c. Dengan maksud untuk memakai atau terdapat kehendak untuk memasukkan menyuruh orang lain memakai akta

keterangan palsu dan seterusnya. itu seolah-olah keterangannya sesuai

Selanjutnya, “penyertaan” sebagai- dengan kebenaran;

mana diatur Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP

d. Perbuatan itu menimbulkan kerugian. yang kemudian dihubungan dengan Pasal

Kemudian Pelakunya sesuai dengan 266 ayat (1) KUHP, hal inipun sulit untuk Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yaitu:

dibuktikan keikutsertaan notaris dalam

a. mereka yang melakukan; perbuatan pidana , mengklasifikasikan

b. mereka yang menyuruh melakukan; “pelaku tindak pidana” yaitu mereka yang

c. mereka yang turut serta dalam melakukan, yang menyuruh melakukan

melakukan perbuatan. dan yang ikut serta melakukan tindak Apakah Notaris dapat dijatuhi pidana. Sehingga jika seorang notaris hukuman berdasarkan Pasal 266 ayat didakwakan sebagai pelaku “Penyertaaan” (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP

yang dihubungkan dengan Pasal 266 ayat tersebut diatas?

(1) KUHP, maka dapat dikontruksikan

Dalam hal unsur “barang siapa” di bahwa Notaris tersebut sebagai pelaku: dalam Pasal 266 ayat (1) KUHP, harus

− “melakukan menyuruh menempatkan diartikan sebagai pelaku atau subjek

keterangan palsu ke dalam suatu akta tindak pidana, yang dalam hal ini notaris

otentik ....”;

adalah sebagai pembuat akta autentik − “menyuruh melakukan menyuruh dalam partijn akten atau akta partai, tidak

menempatkan keterangan palsu ke dapat dikatakan sebagai subjek (pelaku)

dalam suatu akta otentik ...”; dalam Pasal 266 ayat (1) KUHP tersebut,

− “ikut serta menyuruh menempatkan yang menjadi pelaku adalah para pihak

keterangan palsu ke dalam suatu akta yang menyuruh membuat akta autentik,

otentik ...”.

merekalah yang menyuruh melakukan Jika seorang Notaris dinyatakan membuat keterangan palsu, sedangkan sebagai “orang yang melakukan menyuruh pejabat notaris hanya orang yang disuruh

menempatkan keterangan palsu ke dalam melakukan memasukkan keterangan suatu akta otentik ...”, adalah suatu hal yang palsu ke dalam akta autentik. Kemudian,

mustahil dilakukan oleh seorang Notaris, berdasarkan Pasal 266 ayat (1) KUHP, karena:

18 Alvy Syahrin, Kesuksesan: Membuat Orang Suksses, http:alvyprofdr.blogspot.com/ 2010/11/notaris- pelaku-tindak-pidana-pasal-266.html, diakses tanggal 10 Agustus 2014 pukul 10.00 WIB.

68 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 32, No. 1, Februari 2015

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 32, No. 1, Februari 2015 69

a. akta yang dibuat berupa akta partie/ akta pihak, yaitu akta yang dibuat oleh notaris berdasarkan atas permintaan para pihak untuk mencatat atau menuliskan segala sesuatu hal yang dibicarakan oleh pihak berkaitan dengan tindakan hukum.

b. “orang yang menyuruh melakukan” menurut Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, yaitu adalah mereka yang melakukan semua unsur tindak pidana, artinya: - jika dikaitkan dengan kedudukan

seorang notaris yang membuat akte partie, adalah suatu hal yang berlebihan dan tidak mungkin bisa dilakukan, sebab tidak mengkin notaris akan menyuruh para pihak untuk menempatkan keterangan palsu di dalam akta otentik yang dibuat oleh notaris tersebut, melainkan hal itu merupakan keinginan para pihak yang menyuruh notaris membuat akta.

- jika Notaris, dinyatakan sebagai “orang yang menyuruh melakukan menyuruh menempatkan kete- rangan palsu ke dalam suatu akta otentik ...”, juga suatu hal yang mustahil dilakukan oleh seorang Notaris, oleh karena ke dua belah pihak yang datang kepada Notaris untuk membuatkan akta tersebut, dan hal tersebut merupakan kesepakatan ke dua belah pihak untuk dituangkan di dalam akta, serta suatu hal yang aneh juga notaris sebagai pejabat yang berwenang merupakan orang yang mempunyai kehendak melakukan tindak pidana menyuruh ke dua

belah pihak untuk menempatkan keterangan palsu pada akta yang mereka kehendaki bersama, karena keterangan yang ada di dalam akta merupakan kesepakatan ke dua belah pihak.

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 15 UUJN menyatakan bahwa notaris berwenang membuat akta autentik. Selanjutya, notaris dalam menjalankan tugasnya perlu mendapatkan perlindungan dan jaminan demi tercapainya kepastian hukum, sehingga dalam menjalankan tugasnya notaris diatur dalam ketentuan UUJN, sehingga UUJN merupakan lex specialis dari KUHP, dan bentuk hubungan notaris dengan para penghadap harus dikaitkan dengan Pasal 1869 KUH Perdata. Dimana suatu akta yang karena tidak berkuasa atau tidak cakapnya atau karena suatu cacad dalam bentuknya, tidak dapat diperlakukan sebagai akta autentik, namun demikian mempunyai kekuatan sebagai tulisan dibawah tangan jika ia ditandatangani oleh para pihak.

Dengan demikian m enjatuhkan hukuman terhadap seorang Notaris yang membuat akta partie berdasarkan Pasal 266 ayat (1) KUHP (apalagi di junctokan dengan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP), sebenarnya merupakan hal yang tidak tepat, karena unsur-unsur dari pasal-pasal tersebut tidak terpenuhi dan unsur-unsur perbuatan pidana sulit dibuktikan bila dikaitkan dengan fungsi dan kewenangan notaris yang di dasarkan kepada UUJN, dan keliruan dalam menerapkan hukum akan berakibat kriminalisasi terhadap pekerjaan/tugas notaris. Penerapan Pasal 266 ayat (1) KUHP terhadap notaris menjadikan Dengan demikian m enjatuhkan hukuman terhadap seorang Notaris yang membuat akta partie berdasarkan Pasal 266 ayat (1) KUHP (apalagi di junctokan dengan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP), sebenarnya merupakan hal yang tidak tepat, karena unsur-unsur dari pasal-pasal tersebut tidak terpenuhi dan unsur-unsur perbuatan pidana sulit dibuktikan bila dikaitkan dengan fungsi dan kewenangan notaris yang di dasarkan kepada UUJN, dan keliruan dalam menerapkan hukum akan berakibat kriminalisasi terhadap pekerjaan/tugas notaris. Penerapan Pasal 266 ayat (1) KUHP terhadap notaris menjadikan

tidak dapat dimintai pertanggungjawaban aturan hukum yang berkaitan dengan tata

pidana notaris terhadap akta partai cara pembuatan akta, menunjukkan telah

(partijn akten) berdasarkan Pasal 266 ayat terjadi kesalahanpahaman atau salah (1) juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP. menafsirkan tentang kedudukan notaris

UUJN tidak mengatur tindak dan juga akta notaris adalah sebagai alat

pidana yang terkait dengan jabatan bukti dalam Hukum Perdata.

notaris, sehingga tidak ada ketentuan Akan tetapi dalam konteks notaris dalam UUJN yang dapat digunakan sebagai pejabat umum, akta relaas atau

sebagai dasar pertanggungjawaban akta pejabat (ambtelijke akten) yaitu

pidana notaris. Notaris dapat diminta akta yang dibuat oleh (door enn) notaris

pertanggungjawaban pidana berdasarkan berdasarkan pengamatan yang dilakukan

Pasal 264 ayat (1) ke-1 KUHP jika secara notaris tersebut, misalnya akta berita sengaja atau lalai dalam pembuatan acara rapat umum pemegang saham akta relaas atau akta pejabat (ambtelijke perseroan terbatas, akta pendaftaran atau

akten) yaitu akta yang dibuat oleh (door inventarisasi harta peninggalan, dan akta

enn) notaris berdasarkan pengamatan berita acara penarikan undian, hal ini yang dilakukan notaris tersebut, sehingga mungkin saja dapat dilakukan pemalsuan

merugikan pihak lain, akan tetapi tetap oleh notaris yang membuat akta tersebut

mengindahkan fungsi dan wewenang karena adanya kesengajaan baik berupa

notaris berdasarkan UUJN, sebagai pejabat kelalai ataupun kealpaan atau kesalahan.

yang diangkat oleh negara dalam melayani Mengenai hal tersebut notaris dapat

masyarakat dalam pembuatan akta diancam pidana melanggar ketentuan autentik yang merupakan alat bukti untuk Pasal 264 ayat(1) ke-1 KUHP yaitu terjaminnya suatu kepastian hukum. Pemalsuan surat terhadap akta-akta

Untuk dapat dipertanggungjawabkan autentik dengan ancaman pidana penjara

secara pidana, seorang notaris harus paling lama delapan tahun.

memenuhi unsur-unsur: melakukan Pasal 264 ayat (1) ke-1 KUHP tersebut

tindak pidana; memiliki kemampuan menyatakan bahwa Pemalsuan surat untuk bertanggung jawab; dengan diancam dengan pidana penjara paling kesengajaan atau kealpaan; dan tidak ada lama delapan tahun, jika dilakukan alasan pemaaf. Yurisprudensi Mahkamah terhadap akta-akta otentik.

Agung (Putusan Mahkamah Agung No.

Dengan demikian notaris bisa saja 702 K/Sip/1973, tanggal 5 September dimintai pertanggungjawaban pidana 1973) menyatakan: “Notaris fungsinya terkait dengan pembuatan akta yang hanya mencatat/menuliskan apa-apa yang didasarkan pada keterangan palsu jika dikehendaki dan dikemukakan oleh para perbuatan notaris memenuhi rumusan pihak yang menghadap notaris tersebut. unsur tindak pidana pemalsuan dalam

Tidak ada kewajiban bagi notaris untuk KUHP, khususnya Pasal 264 ayat (1) ke-1

menyelidiki secara materil apa-apa (hal-

70 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 32, No. 1, Februari 2015 70 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 32, No. 1, Februari 2015

kekuatan pembuktian sebagai akta di Kemudian, akta notaris sebagai akta

bawah tangan tidak diperlukan lagi, otentik mempunyai kekuatan pembuktian

sehingga kebatalan akta notaris hanya yang sempurna sehingga para pihak yang

berupa dapat dibatalkan atau batal demi membaca akta tersebut harus melihat hukum.Asas praduga sah terhadap akta apa adanya dan notaris tidak perlu notaris berkaitan dengan akta yang membuktikan kebenaran atas akta yang

dapat dibatalkan, merupakan suatu dibuat di hadapan atau oleh notaris. tindakan mengandung cacat, yaitu tidak Apabila ada pihak yang meragukan berwenangnya notaris untuk membuat kebenaran isi akta tersebut, maka pihak

akta secara lahiriah, formal, dan material, tersebut yang wajib membuktikan ketidak

serta tidak sesuai dengan aturan hukum benaran isi akta tersebut.

tentang pembuatan akta notaris.Asas ini tidak dapat digunakan untuk menilai akta

2. Akibat Hukum terhadap Akta notaris batal demi hukum, karena akta Notaris yang Didasarkan pada batal demi hukum dianggap tidak pernah Keterangan Palsu 21 dibuat. Penilaian terhadap akta notaris harus

Dengan demikian, dengan alasan dilakukan dengan asas praduga sah tertentu sebagaimana dikemukakan (presumptio iustae causa). Asas ini dapat

di atas, maka kedudukan akta notaris digunakan untuk menilai akta notaris, 22 adalah:

yaitu akta notraris harus dianggap sah

a. Dapat dibatalkan;

sampai ada pihak yang menyatakan bahwa

b. Batal demi hukum;

c. Mempunyai kekuatan pembuktian atau menilai akta tersebut tidak sah harus

akta tersebut tidak sah. Untuk menyatakan

sebagai akta di bawah tangan; dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan

d. Dibatalkan oleh para pihak sendiri; Negeri. Selama dan sepanjang gugatan

dan

berjalan sampai dengan ada putusan

e. Dibatalkan oleh putusan pengadilan pengadilan yang mempunyai kekuatan

yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, maka akta notaris tetap

hukum yang tetap karena penerapan sah dan mengikat para pihak atau siapa

asas praduga sah.

saja yang berkepentingan dengan akta Sehubungan dengan pembatalan akta tersebut. 20

notaris, perlu dikemukakan ketentuan Menerapkan asas praduga sah untuk

Pasal 84 UUJN. Menurut Pasal 84 UUJN akta notaris, maka berlaku ketentuan yang

bahwa tindakan pelanggaran yang termuat dalam Pasal 84 UUJN,yaitu akta

dilakukan notaris terhadap ketentuan

19 Alvy Syahrin, Kesuksesan: Membuat Orang Suksses, http:alvyprofdr.blogspot.com/ 2010/11/notaris- pelaku-tindak-pidana-pasal-266.html,diakses tanggal 10 Agustus 2014 pukul 10.00 WIB.

20 Habib Adjie, Op. Cit., hlm. 140. 21 Ibid., hlm. 141. 22 Ibid.

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 32, No. 1, Februari 2015 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 32, No. 1, Februari 2015

penjelasan, dan penandatanganan k, Pasal 41, Pasal 44, Pasal 48, Pasal

akta tersebut dinyatakan secara tegas

49, Pasal 50, Pasal 51, atau Pasal 52

pada akhir akta;

yang mengakibatkan suatu akta hanya

e. Notaris melanggar Pasal 48 UUJN, yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai

menyatakan bahwa isi akta dilarang akta di bawah tangan atau suatu akta

untuk diubah dengan cara diganti, menjadi batal demi hukum dapat menjadi

ditambah, dicoret, disisipkan, dihapus, alasan bagi pihak yang menderita kerugian

dan/atau ditulis tindih. Perubahan isi untuk menuntut penggantian biaya, ganti

akta berupa diganti, ditambah, dicoret, kerugian, dan bunga kepada notaris.

dan disisipkan dapat dilakukan dan Adapun hal-hal yang dimaksudkan

sah jika perubahan tersebut diparaf dalam Pasal 84 UUJN adalah sebagai

atau diberi tanda pengesahan lain oleh berikut:

penghadap, saksi, dan notaris;

a. Notaris tidak membuat daftar akta

f. Notaris melanggar Pasal 49 UUJN, yang berkenaan dengan wasiat

yang mengatur bahwa setiap menurut urutan waktu pembuatan

perubahan atas akta dibuat di sisi akta setiap bulan;

kiri akta. Apabila suatu perubahan

b. Notaris tidak mencatat dalam tidak dapat dibuat di sisi kiri akta, repertorium tanggal pengiriman

maka perubahan tersebut dibuat pada daftar wasiat pada setiap akhir bulan;

akhir akta, sebelum penutup akta,

c. Notaris melanggar ketentuan Pasal 38, dengan menunjuk bagian yang diubah Pasal 39, dan Pasal 40 UUJN. Pasal 38

atau dengan menyisipkan lembar mengatur bentuk dan sifat akta notaris

tambahan. Perubahan yang dilakukan yang terdiri dari awal akta (kepala

tanpa menunjuk bagian yang diubah, akta), badan akta, dan akhir akta

mengakibatkan perubahan tersebut (penutup akta). Pasal 39 mengatur

batal;

syarat-syarat penghadap dan Pasal 40

g. Notaris melanggar Pasal 50 UUJN, mengatur syarat-syarat saksi;

yang menegaskan bahwa jika dalam

d. Notaris melanggar Pasal 44 UUJN akta perlu dilakukan pencoretan kata, yang mengatur bahwa segera

huruf, atau angka, maka pencoretan setelah akta dibacakan, akta

dilakukan sedemikian rupa sehingga tersebut ditandatangani oleh setiap

tetap dapat dibaca sesuai dengan penghadap, saksi, dan notaris, kecuali

yang tercantum semula dan jumlah apabila ada penghadap yang tidak

kata, huruf, atau angka yang dicoret, dapat membubuhkan tandatangan

dinyatakan pada sisi akta.Pencoretan dengan menyebutkan alasannya

tersebut dinyatakan sah setelah diparaf yangdinyatakan secara tegas dalam

atau diberi tanda pengesahan lain oleh akta. Akta dalam bahasa asing

penghadap, saksi, dan notaris. Apabila ditandatangani oleh penghadap,

terjadi perubahan lain terhadap notaris, saksi, dan penerjemah resmi.

pencoretan, maka perubahan itu

72 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 32, No. 1, Februari 2015

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 32, No. 1, Februari 2015

dilakukan pada sisi akta. Pada penutup setiap akta dinyatakan tentang ada atau tidak adanya perubahan atas pencoretan;

h. Notaris melanggar Pasal 51 UUJN, yang menyatakan bahwa notaris berwenang untuk membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan ketik yang terdapat pada minuta akta yang telah ditandatangani.Pembentulan tersebut dilakukan di hadapan penghadap, saksi, dan notaris yang dituangkan dalam berita acara dan memberikan catatan tentang hal tersebut pada minuta akta asli dengan menyebutkan tanggal dan nomor akta berita acara pembetulan. Salinan berita acara tersebut, wajib disampaikan kepada para pihak; dan

i. Notaris melanggar Pasal 52 UUJN, yang menyatakan bahwa notaris tidak diperkenankan membuat akta untuk diri sendiri, isteri/suami, atau orang lain yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan notaris, baik karena perkawinan maupun hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah dan/atau ke atas tanpa pembatasan derajat, serta dalam garis ke samping sampai derajat ketiga, serta menjadi pihak untuk diri sendiri maupun dalam suatu kedudukan ataupun dengan perantaraan kuasa. Ketentuan ini tidak berlaku, apabila orang-orang yang disebut sebelumnya, kecuali notaris sendiri, menjadi penghadap dalam penjualan di muka umum, sepanjang penjualan

itu dapat dilakukan dihadapan notaris, persewaan umum, atau pemborongan umum, atau menjadi anggota rapat yang risalahnya dibuat olehnotaris. Habib Adjie, menyatakan bahwa sanksi

terhadap notaris diatur pada akhir UUJN, yaitu pada Pasal 84 dan 85 UUJN, ada dua macam yaitu: 23

a. Sanksi Perdata

Sanksi ini berupa penggantian biaya, ganti rugi atau bunga dapat dituntut terhadap Notaris harus didasarkan pada suatu hubungan hukum antara Notaris dengan Para Pihak yang menghadap Notaris, jika ada pihak yang merasa dirugikan sebagai akibat langsung dari suatu Akta Notaris, maka yang bersangkutan

dapat menuntut secara perdata

terhadap Notaris, dengan demikian tuntutan penggantian biaya, ganti rugi dan bunga terhadap Notaris tidak berdasarkan atas penilaian atau kedudukan suatu alat bukti yang berubah karena melanggar Pasal 84 UUJN, tapi hanya dapat didasarkan pada hubungan hukum yang ada atau yang terjadi antara Notaris dengan para penghadap;

b. Sanksi Administratif

Sanksi ini berupa:

1) Teguran Lisan

2) Terguran Tertulis

3) Pemberhentian Sementara

4) Pemberhentian dengan hormat

5) Pemberhentian tidak hormat Dalam Pasal 84 UUJN ditentukan ada 2 (dua) jenis sanksi perdata, jika

23 Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administratif terhadap Notaris sebagai Pejabat Publik , Refika Aditama, Bandung, 2009. hlm. 91.

notaris melakukan tindakan pelanggaran Batasan akta notaris yang mempunyai terhadap pasal-pasal tertentu dan juga kekuatan pembuktian di bawah tangan sanksi yang sama jenisnya tersebar dalam

sebagaimana tertuang di dalam Pasal pasal-pasal yang lainnya yaitu:

1869 KUH Perdata, dapat terjadi jika tidak

a. Akta notaris yang mempunyai memenuhi ketentuan karena: kekuatan pembuktian sebagai akta di

a. tidak berwenang pejabat umum yang bawah tangan; dan

bersangkutan ; atau

b. Akta notaris menjadi batal demi

b. tidak mampunya pejabat umum yang hukum;

bersangkutan ; atau

c. cacat dalam bentuknya. itu, maka dapat menjadi alasan bagi pihak

Akibat dari akta notaris yang seperti

Meskipun demikian, akta seperti itu yang menderita kerugian untuk menuntut

mempunyai kekuatan pembuktian sebagai penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga

akta dibawah tangan jika akta tersebut kepada notaris.

ditandatangani oleh para pihak. Untuk menentukan akta notaris yang

Sanksi administratif, berupa teguran mempunyai kekuatan pembuktian sebagai

lisan, teguran tertulis, pemberhentian akta di bawah tangan dapat dilihat dan

sementara, pemberhentian dengan ditentukan dari:

hormat, dan pemberhentian tidak hormat

a. Isi (dalam) pasal-pasal tertentu yang tersebut berlaku secara berjenjang

menegaskan secara langsung jika mulai dari teguran lisan sampai dengan notaris melakukan pelanggaran, maka

pemberhentian tidak hormat, yaitu apabila akta yang bersangkutan termasuk akta

notaris melanggar ketentuan pasal-pasal yang mempunyai kekuatan pembuk-

sebagaimana tercantum di dalam Pasal 85 tian sebagai akta di bawah tangan.

UUJN.

b. Jika tidak disebutkan dengan tegas Notaris dapat saja lepas dari tanggung

dalam pasal yang bersangkutan jawab dan tanggung gugat hukum akibat sebagai akta yang mempunyai akta yang dibuatnya cacat, sepanjang kekuatan pembuktian sebagai akta cacat hukum tersebut disebabkan oleh di bawah tangan, maka pasal lainnya

kesalahan pihak lain, atau keterangan atau

yang dikategorikan melanggar bukti surat yang disampaikan oleh klien. menurut Pasal 84 UUJN, termasuk ke

Mengenal bentuk-bentuk penyebab cacat dalam akta batal demi hukum.

hukum yang bukan kesalahan notaris, Dengan demikian dapat disimpulkan

misalnya adanya identitas aspal atau asli bahwa akta notaris yang mempunyai tapi palsu, seperti Kartu Tanda Penduduk, kekuatan pembuktian sebagai akta di Kartu Keluarga, Paspor, Surat Keterangan bawah tangan, jika disebutkan dengan Ahliwaris, Sertifikat, Perjanjian, Surat tegas dalam pasal yang bersangkutan, Keputusan, BPKB, Surat nikah, akta dan yang tidak disebutkan dengan tegas

kelahiran dan lain-lain. Dokumen tersebut dalam pasal yang bersangkutan, termasuk

pada umumnya menjadi acuan notaris sebagai akta menjadi batal demi hukum.

dalam pelayanan kepada masyarakat sebagai pejabat umum yang ditugasi

74 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 32, No. 1, Februari 2015

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 32, No. 1, Februari 2015

mewakili negara dalam pembuatan akta autentik. 24

Permasalahannya bagaimana apabila dokumen-dokumen yang notabene merupakan produk hukum institusi negara dapat dengan mudah dipalsukan. Jelas hal ini sangat merugikan banyak pihak, termasuk profesi jabatan notaris. Semakin mudah dokumen dipalsukan berarti semakin besar kemungkinan notaris terseret kasus hukum, karena notaris hanya mendasarkan pembuatan akta pada kebenaran dokumen saja atau kebenaran formal, sedangkan kebenaran material berada pada para pihak dan produk hukum yang dibawa menghadap kepada notaris. Apabila keterangan yang disampaikan kepada notaris palsu atau dokumen yang diberikan kepada notaris palsu, maka akta dan pengikatan yang dibuat dihadapan notaris tidak berarti palsu. Apa yang disampaikan kepada notaris itu mengandung kebenaran, sedangkan fakta kebohongan yang disampaikan oleh penghadap bukan kewenangan dan bukan tanggungjawab notaris, karena akta notaris tidak menjamin bahwa pihak- pihak berkata benar, tetapi yang dijamin oleh akta notaris adalah pihak-pihak benar berkata seperti yang termuat di dalam akta perjanjian mereka, sehingga apabila terjadi masalah dalam aspek materialnya seharusnya dilakukan penyidikan terlebih dahulu terhadap para pihak yang sengaja memberikan dokumen palsu kepada notaris, dan bukan sebaliknya notarisyang diperrsalahkan. Bahkan dalam kenyataannya proses hukumnya tidak

hanya berhenti pada tahapan tersebut, notaris umumnya juga ikut dituduh berkolusi dengan para penghadap untuk menerbitkan akta notaris palsu.