STIGMA TERHADAP HIV DAN AIDS: BAGAIMANA GURU DAN TEMAN SEBAYA BERPENGARUH Niken Agus Tianingrum
JKMK
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT KHATULISTIWA
http://openjurnal.unmuhpnk.ac.id/index.php?journal=jkmk&page=index
STIGMA TERHADAP HIV DAN AIDS: BAGAIMANA GURU DAN TEMAN SEBAYA
BERPENGARUH
Niken Agus Tianingrum
Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur
Jalan Ir. H. Juanda No. 15, Samarinda, Kalimantan Timur-75124, Indonesia
Info Artikel
Abstrak
Sejarah Artikel:
Stigma merupakan barrier bagi terbukanya akses pelayanan bagi orang dengan HIV&AIDS
Diterima:15 Januari 2018
(ODHA). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengaruh teman sebaya dan
Disetujui:20 Februari 2018
guru dengan stigma terhadap ODHA pada pelajar SMA di Surabaya Selatan. Penelitian dilakukan
Di Publikasi:28 Februari
melalui pendekatan kuantitatif dengan desain cross sectional menggunakan data primer pada 785
2018
responden di 11 SMA. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
2 stage cluster sampling dengan probability proportionale to size sampling. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa 53,2% pelajar memiliki stigma terhadap HIV&AIDS. Terdapat hubungan
Keywords:
antara pengaruh teman sebaya (p=0,0001; OR=7,82) dan pengaruh guru (p=0,0001; OR=5,84)
HIV&AIDS, ODHA,Teman
dengan kejadian stigma terhadap ODHA. Hal tersebut berarti yang berarti pelajar yang
Sebaya
terpengaruh sikap negatif teman sebaya dan juga gurunya, akan berpeluang melakukan stigma
7,82 (teman sebaya) dan 5,84 (guru) kali lebih besar dibandingkan yang tidak terpengaruh.
Kesimpulannya adalah pelajar yang terpengaruh sikap teman sebayanya dan guru di sekolah
cenderung melakukan stigma. Berdasarkan hasil ini, diharapkan adanya peran pemerintah untuk
meningkatkan peran guru dan teman sebaya dalam mengurangi stigma melalui program
HIV&AIDS berbasis sekolah.
HIV-RELATED STIGMA AMONG STUDENTS: HOW TEACHERS AND PEERS ARE ASSOCIATED
Abstract
Stigma has been becoming a barrier of services for people with HIV&AIDS (PWHA). This study
is aimed to explore an association between peer dan teacher’s influences with stigma toward
PWHA among Senior High School Students in South Surabaya. A Quantitative research with
cross sectional design, use primary data to 785 respondents in 11 Senior High Schools. Sampling
technique in this study was using 2 stage cluster sampling dengan probability proportionale to
size sampling. The result of this study shows that 53,2% respondents have stigma toward PWHA.
There is correlation between peer’s influence (p=0,0001; OR=7,82) and teacher’s influence
(p=0,0001; OR=5,84) with stigma toward PWHA. It means that students who was influenced by
peers and teachers’ negative attitude, will have stigma toward PWHA 7,82 (for peers) and 5,84
(for teachers) more than students who was not influenced. Based on this study can be concluded
that students whose influenced by their peer and teachers’ negative attitudes will have stigma
toward PWHA. From the results it is expected the participation of the government to enhance the
role of peer group and teachers to reduce stigma with a school-based program for HIV&AIDS
© 2018 Universitas Muhammadiyah Pontianak
Alamat Korespondensi:
Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur
Email: nikenagust@umkt.ac.id / Hp: 085235357193
ISSN 2581-2858
Niken Agus Tianingrum, Stigma Terhadap HIV dan AIDS: Bagaimana Guru dan Teman Sebaya Berpengaruh
PENDAHULUAN
tersebut. Hal ini dapat dikarenakan masih ada kelompok
berisiko tertular yang belum melakukan tes, sehingga
World Health Organization atau WHO menyebutkan
bahwa lebih dari 2 (dua) juta remaja berusia 10-19 tahun
telah hidup dengan status HIV dan 40% dari total infeksi
baru di seluruh dunia disumbangkan oleh kaum muda1. Di
Indonesia, prevalensi HIV usia dewasa (15-49 tahun)
adalah 0,4%, meningkat 0,2% sejak tahun 2006.2 Jumlah
fenomena gunung es terus saja terjadi. Seharusnya status
HIV tersebut dapat terdeteksi dini sehingga tidak sampai
pada tahap AIDS. Selain itu, dari 4.406 ODHA yang
menerima
terapi
ARV,
mengalami loss to follow up.
sebanyak
1.075
ODHA
6
kasus AIDS di Indonesia sejak 1987 sampai Juni 2014
Beberapa alasan mengapa hal tersebut terjadi adalah
mencapai 55.623 kasus. Perkembangan epidemi HIV di
karena kurangnya pengetahuan dan adanya stigma yang
Indonesia termasuk yang tercepat di wilayah Asia.
masih kental di masyarakat terhadap ODHA, sehingga
Epidemi HIV dan AIDS di Indonesia telah bergerak ke
setiap orang yang merasa telah melakukan perilaku yang
tingkat epidemi terkonsentrasi, dimana pada kelompok
berisiko tertular HIV akan merasa takut untuk mengikuti
3
risiko tinggi tertentu telah melebihi angka 5%. Data
Voluntary Counseling and Testing (VCT).7 Stigma
tersebut juga menunjukkan bahwa Jawa Timur berada
merupakan hambatan yang menyebabkan seseorang
pada posisi kedua dengan jumlah kasus 8.976 kasus
enggan mengakses layanan VCT8 dan juga terjadinya
setelah Papua dengan 10.184 kasus4. Surabaya Selatan,
loss to follow up.9
merupakan salah satu wilayah di Kota Surabaya yang
rentan terhadap penularan HIV dan AIDS, karena
terdapat kecamatan Sawahan dengan eks-lokalisasi yang
terbesar (Dolly). Kecamatan Sawahan juga merupakan
kecamatan yang memiliki kasus HIV dan AIDS terbesar
di Surabaya dengan jumlah kasus sebesar 138 pada tahun
2013.5
Stigma merupakan sebuah fase yang berkaitan erat
dengan fase pertama (HIV) dan kedua (AIDS), namun
fase ketiga inilah yang disebut pusat tantangan AIDS
global sebagai penyakit itu sendiri10. Selain itu, stigma
diidentifikasi sebagai tantangan berkelanjutan yang
menghambat program intervensi kesehatan pada level
komunitas, nasional, dan global. Keberadaan stigma
Jumlah kasus AIDS terbesar terjadi pada usia 25-29
menjadi hambatan sosial dalam memperoleh pencapaian
tahun. Jika hal tersebut ditelaah berdasarkan etiologi dan
tersebut karena menyebabkan seseorang mengabaikan
riwayat penyakit dari HIV&AIDS, seseorang menjadi
risiko, menolak untuk tes, menunda perawatan, tidak mau
AIDS setelah melewati masa HIV positif yang terjadi 5-
membuka status HIV-nya, dan tidak mencari pelayanan
10 tahun sebelumnya dan melewati periode jendela yang
dan pendampingan masyarakat11. Penelitian tentang
terjadi 3-6 bulan sebelum HIV positif. Berarti dapat
stigma terhadap ODHA yang selama ini dilakukan
dipastikan bahwa masa penularan HIV adalah pada usia
seringkali difokuskan kepada ODHA dan tenaga
15-19 tahun, dimana masa tersebut adalah masa
kesehatan, namun sangat sedikit studi yang membahas
seseorang yang sedang menempuh pendidikan, baik
tentang stigma di lingkungan sekolah. Penelitian terkait
menengah atas maupun perguruan tinggi. Estimasi jumlah
stigma HIV yang terjadi di China menyebutkan bahwa
ODHA di Surabaya adalah 19.503 orang, namun data
area dengan prevalensi HIV yang tinggi menyebabkan
kasus HIV dan AIDS menunjukkan 41,1% dari estimasi
pelajar yang ada di daerah tersebut sering mendengar
23
JKMK Volume 5 No 1 Februari: pp. 22-31
2018
tentang HIV dan AIDS atau bahkan sering bertemu
pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini
dengan ODHA12. Tapi, kurangnya pengetahuan yang
adalah 2 stage cluster sampling dengan probability
tepat terkait HIV dan AIDS tersebut dapat meningkatkan
proportionale to size sampling.
stigma13,14, padahal pengetahuan remaja terkait HIV dan
AIDS di seluruh Indonesia belum komprehensif dan
masih jauh dari target15.
Instrumen penelitian yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah kuesioner yang akan diberikan
kepada responden penelitian,yaitu pelajar SMA di
Penelitian terdahulu menyarankan perlunya studi
Surabaya Selatan. Kuesioner terdiri dari pernyataan skala
terkait stigma dan diskriminasi terhadap ODHA di
respon (scaled-response statement) untuk mengukur
sekolah sebagai salah satu upaya untuk mengawali
pengaruh teman sebaya, pengaruh guru dan stigma
intervensi di tingkat sekolah16, terutama terkait hubungan
responden terhadap HIV dan AIDS melalui pernyataan
antara pengaruh guru dan teman sebaya. Perlu adanya
yang disusun secara tegas, definitif, dan terbatas.
penelitian yang menganalisis hubungan stigma dengan
Pernyataan tentang stigma dalam kuesioner yang
berbagai hal tersebut, sehingga akan didapatkan hasil
digunakan dalam penelitian ini diadaptasi dari Nyblade
sebagai masukan pengembangan program yang lebih
dan MacQuarrie dalam publikasi “Can We Measure
komprehensif untuk perencanaan intervensi terkait HIV
HIV/AIDS-related
dan AIDS di sekolah.
Pengumpulan data dilakukan dengan membagi kuesioner
BAHAN DAN METODE
Stigma
and
Discrimination?”17.
kepada responden yang telah terpilih melalui proses
sampling di masing-masing sekolah. Pengisian kuesioner
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional,
terstruktur dilakukan secara mandiri (self-administered)
dimana variabel yang akan diukur adalah pengaruh guru
oleh responden di SMA terpilih. Analisis yang digunakan
dan teman sebaya dalam hubungannya dengan stigma
meliputi univariat dan bivariat. Analisis bivariat
terhadap ODHA. Penelitian ini menggunakan data primer
menggunakan uji Chi Square.
yang akan diperoleh dari pelajar Sekolah Menengah Atas
HASIL
(SMA) di Surabaya Selatan, Jawa Timur. Jumlah SMA
yang ada di Surabaya Selatan adalah 5 SMA Negeri dan
Surabaya Selatan merupakan salah satu wilayah
32 SMA Swasta. Populasi pada penelitian ini adalah
administrasi Kota Surabaya yang memiliki 37 SMA, yang
semua pelajar SMA di Kota Surabaya Selatan dengan
terdiri dari 5 SMA Negeri dan 32 SMA Swasta. Jumlah
jumlah sebesar 14.701 siswa (Dinas Pendidikan Kota
keseluruhan siswa SMA di wilayah Surabaya Selatan ini
Surabaya, 2015). Jumlah sampel yang dipilih sebanyak
mencapai 14.701 siswa. Penelitian dilakukan pada 11
373 responden. Pengambilan sampel dilakukan dengan
(sebelas) SMA yang tersebar di 8 (delapan) kecamatan di
teknik cluster sehingga jumlah sampel akan dikalikan
wilayah Kota Surabaya Selatan. Jumlah siswa pada 11
dengan design effect (2) yaitu 373 x 2 = 746, Dibulatkan
(sebelas) sekolah sangat bervariasi, dimana jumlah siswa
menjadi 750. Sebagai pertimbangan adanya drop out
di SMA Negeri umumnya lebih banyak dibandingkan
responden, maka jumlah sampel akan ditambah 10%,
dengan SMA Swasta.
sehingga total sampel menjadi 825 responden. Pada
pelaksanaannya, diperoleh 785 responden siswa kelas X
dan XI SMA yang terlibat dalam penelitian. Teknik
24
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa
pelajar perempuan sebanyak 58,9%, sedangkan yang laki-
Niken Agus Tianingrum, Stigma Terhadap HIV dan AIDS: Bagaimana guru dan teman sebaya berpengaruh
laki hanya ada sebanyak 41,1%. Sebagian besar pelajar
beragama Islam, yaitu sebesar 85,2%, sebagian lainnya
berusia kurang dari 17 tahun, yaitu 73,4%, sedangkan
beragama Kristen (10,2%), Katolik (4,5%), Hindu
yang berusia >17 tahun hanya ada sebanyak 26,6%.
(0,1%), dan tidak ada yang bergama Budha.
Berdasarkan agama, terlihat bahwa mayoritas pelajar
Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Pelajar SMA di
Surabaya Selatan (n=785)
Karakteristik Responden
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Usia
< 17 tahun
≥ 17 tahun
Agama
Islam
Katholik
Kristen
Hindu
Budha
Sumber: Data Primer, 2015
F
%
323
462
41,1
58,9
576
209
73,4
26,6
669
35
80
1
0
85,2
4,5
10,2
0,1
0
Hasil penelitian terkait keberadaan stigma di
berasal dari kelas X (sepuluh) memiliki stigma yang lebih
kalangan pelajar menunjukkan bahwa mayoritas pelajar
tinggi (55,5%) dibandingkan dengan responden dari kelas
masih memiliki stigma terhadap ODHA, yaitu sebesar
XI (sebelas) yang memiliki persentase 51,0%.
53,2%, sedangkan yang tidak memiliki stigma adalah
sebesar
46,8%.
Pengkategorian
tersebut
dinilai
berdasarkan nilai median. Terdapat beberapa klasifikasi
responden, baik berdasarkan jenis dan tipe sekolah, serta
tingkatan kelas dan jurusan. responden dari SMA Swasta
367 (46,8%)
418 (53,2%)
memiliki stigma yang lebih tinggi (54,9%) dibandingkan
Tidak Ada
Ada Stigma
dengan SMA Negeri (51,4%). Selain itu, SMA Umum
memiliki stigma yang lebih tinggi (56,5%) dibandingkan
dengan SMA yang berbasis agama Islam (48,0%), Kristen
(39,3%), dan Katolik (24,4%). Selain itu, responden yang
Sumber: Data Primer 2015
Gambar 1. Distribusi Responden Berdasarkan Stigma
terhadap ODHA pada Pelajar SMA di Surabaya Selatan
25
JKMK Volume 5 No 1 Februari: pp. 22-31
2018
Berdasarkan jurusan, responden yang ada di
sebesar 67,6%. Hanya 32,4% responden yang tidak
kelas Ilmu Sosial memiliki stigma yang lebih tinggi
terpengaruh penilaian negatif teman sebayanya
(56,6%), dibandingkan dengan responden dari kelas
terhadap ODHA. Berkaitan dengan pengaruh guru,
Matematika-IPA (52,1%), maupun dari kelas
hasil penelitian menunjukkan mayoritas responden
Bahasa (40,0%). Hasil pengukuran pengaruh teman
mengikuti sikap negatif terhadap ODHA yang
sebaya menunjukkan bahwa mayoritas responden
dilakukan oleh gurunya, yaitu sebesar 53,4%.
terpengaruh oleh sikap teman sebayanya yang
Hanya 46,6% responden yang tidak terpengaruh
negatif (responden terpengaruh orang pendapat
sikap negatif guru terhadap ODHA.
negatif teman sebayanya terhadap ODHA) yaitu
Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Klasifikasi Responden dan Stigma terhadap ODHA pada
Pelajar SMA di Surabaya Selatan (n=785)
Klasifikasi
Responden
Stigma
Total
Ada
Jenis SMA
SMA Negeri
SMA Swasta
Tipe SMA
SMA Umum
SMA Basis Agama:
1. Islam
2. Kristen
3. Katholik
Kelas
X
XI
Jurusan
Matematika-IPA
Ilmu Sosial
Bahasa
Sumber: Data Primer, 2015
Tidak ada
f
%
f
%
f
%
189
229
51,4
54,9
179
188
48,6
45,1
368
417
100
100
360
56,5
277
43,5
637
100
36
11
11
48,0
39,3
24,4
39
17
34
52,0
60,7
75,6
75
28
45
100
100
100
217
201
55,5
51,0
174
193
44,5
49,0
391
394
100
100
227
175
16
52,1
56,6
40,0
209
134
24
47,9
43,4
60,0
436
309
40
100
100
100
Hasil uji hubungan antara teman sebaya dengan
peluang 7,82 kali lebih besar untuk melakukan stigma
stigma terhadap ODHA menunjukkan bahwa pada
terhadap ODHA dibandingkan pelajar yang tidak
pelajar yang mengikuti penilaian negatif teman
terpengaruh pendapat sebayanya.
sebayanya (68,4%), melakukan stigma lebih besar
Berdasarkan tabel distribusi responden menurut
dibandingkan pelajar yang tidak mengikuti stigma di
pengaruh guru dan stigma terhadap ODHA, persentase
kalangan teman sebayanya (21,7%). Hasil uji statistik
stigma terhadap ODHA pada pelajar yang mengikuti
didapatkan p-value dengan nilai 0,0001, artinya ada
atau mendukung sikap negatif guru terhadap ODHA
hubungan yang signifikan antara pengaruh penilaian
(72,6%) lebih besar dibandingkan pelajar yang tidak
teman sebaya dengan stigma terhadap ODHA. Hasil
mendukung sikap negatif gurunya (31,1%). Hasil uji
analisis diperoleh nilai OR = 7,82, artinya pelajar yang
statistik didapatkan p-value sebesar 0,0001, artinya ada
terpengaruh penilaian teman sebayanya memiliki
hubungan yang signifikan antara pengaruh sikap
26
Niken Agus Tianingrum, Stigma Terhadap HIV dan AIDS: Bagaimana guru dan teman sebaya berpengaruh
negatif guru terhadap ODHA dengan stigma terhadap
besar untuk melakukan stigma terhadap ODHA
ODHA. Hasil analisis diperoleh nilai OR = 5,84,
dibandingkan pelajar yang tidak mendukung sikap
artinya pelajar yang mendukung sikap negatif guru
negatif gurunya.
terhadap ODHA memiliki peluang 5,84 kali lebih
254 (32,4%)
Gambar 2. Distribusi Responden Berdasarkan Pengaruh
Teman Sebaya pada Pelajar SMA di Surabaya Selatan
Positif
Negatif
531 (67,6%)
366 (46,6%)
Gambar 3. Distribusi Responden Berdasarkan Pengaruh
Guru pada Pelajar SMA di Surabaya Selatan
419 (53,4%)
Positif
Negatif
Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Independen dan Stigma terhadap ODHA di Surabaya
Selatan Tahun 2015
Stigma
Variabel Independen
Pengaruh Sebaya
Negatif
Positif
Pengaruh Guru
Negatif
Positif
Sumber: Data Primer, 2015
Ada
Tidak Ada
f
%
363
5
304
14
Total
p-value
OR
(95% CI)
f
%
68,4
21,7
168
199
31,6
78,3
531
254
0,0001
7,82
(5,508-11,096)
72,6
31,1
115
252
27,4
68,9
419
366
0,0001
5,84
(4,294-7,953)
PEMBAHASAN
korbannya. Stigma menjadi pembahasan yang dianggap
penting, baik dari kalangan praktisi, akademisi, dan
HIV dan AIDS bukan lagi isu yang hanya berisiko di
kalangan pekerja seks, siapapun rentan terkena. Ibu
penyedia program pencegahan dan penanggulangan
HIV&AIDS. Stigma seakan menjadi penghalang bagi
rumah tangga atau bahkan pelajar pun dapat menjadi
27
JKMK Volume 5 No 1 Februari: pp. 22-31
2018
seseorang yang berisiko tertular, namun takut untuk
Pelajar yang duduk di kelas Ilmu sosial juga
mengakses layanan, terutama bagi pelajar. Stigma pelajar
memiliki stigma yang lebih tinggi dibandingkan dengan
SMA terhadap HIV dan AIDS tergolong tinggi. Jika
kelas Matematika-IPA atau Bahasa. Pelajar yang duduk
ditelaah berdasarkan target UNAIDS pada tahun 2015
di kelas Matematika-IPA mendapatkan materi mengenai
terkait dengan zero discrimination, angka ini masih
Biologi, dimana materi tersebut tidak diperoleh oleh
sangat jauh dari target. Di antara berbagai pertanyaan
pelajar di kelas Ilmu Sosial maupun kelas Bahasa.
terkait stigma terhadap ODHA, sebagian pelajar masih
Sedangkan guru pada pelajaran BK atau Penjas Orkes
menganggap bahwa HIV dan AIDS menular melalui
terkadang tidak menjelaskan materi HIV dan AIDS,
hubungan sosial, terutama terkait pernyataan bahwa
meskipun ada di dalam buku lembar kerja siswa.
makan bersama ODHA dapat menularkan virus HIV.
Penelitian lain, melalui hasil kualitatifnya diketahui
Anggapan tersebut dapat berujung pada persepsi negatif,
bahwa sebagian pelajar yang berada di kelas Ilmu Sosial
rasa takut, rasa malu, penolakan, dan niat untuk
mendapatkan informasi mengenai HIV dan AIDS, rata-
melakukan diskriminasi terhadap ODHA. Ketakutan
rata materi terdapat pada pelajaran Sosiologi,18 Penjas
untuk melakukan kontak dengan ODHA menjadi domain
Orkes atau BK, namun guru tidak banyak menjelaskan
yang paling utama dari stigma17. Dalam penelitian ini,
dengan detail, terutama Penjas Orkes, karena merupakan
rasa takut terbentuk dalam rasa takut untuk berteman
mata pelajaran yang sering melakukan praktikum di
dengan orang yang terkena HIV dan AIDS maupun
lapangan.
anggapan bahwa membeli makanan dari seseorang yang
berdasarkan sekolah berbasis agama atau umum, ternyata
positif HIV itu adalah hal yang berbahaya.
sekolah umum yang lebih tinggi stigmanya dibandingkan
Namun,
jika
responden
didistribusikan
sekolah agama (56,5%). Hal ini cukup menarik
Separuh pelajar pada sekolah swasta memiliki
stigma terhadap ODHA. Hal tersebut dapat dikaitkan
dengan kurikulum sekolah negeri, dimana materi HIV
dan AIDS telah masuk ke dalam kurikulum melalui
pelajaran Biologi, Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan
Kesehatan (Penjas Orkes), Sosiologi, dan Bimbingan
Konseling (BK). Sehingga, pelajar yang berada di sekolah
negeri, kemungkinan untuk menerima materi tersebut
cukup
tinggi
sehingga
pengetahuannya
lebih
mengingat sekolah berbasis agama biasanya lebih
menganggap tabu terkait isu HIV dan AIDS, namun
dalam penelitian ini, justru sekolah yang berbasis agama
memiliki stigma yang lebih rendah dibandingkan dengan
sekolah umum. Hal ini dimungkinkan mengingat sekolah
berbasis agama biasanya lebih mengajarkan kepada
siswanya aspek kerohanian, dimana semua manusia
berhak mendapatkan perlakuan yang sama tanpa
memandang status sosialnya.
komprehensif. Selain itu pelajar yang masih berada di
kelas sepuluh (X) juga memiliki stigma yang lebih tinggi
Teman sebaya adalah salah satu faktor yang cukup
dibandingkan dengan kelas sebelas (XI), hal tersebut
dominan dalam membentuk sebuah sikap. Teman sebaya
dapat dikarenakan pelajar yang masih berada di kelas X
merupakan
kemungkinan belum mendapatkan materi HIV dan AIDS,
memperkenalkan maupun mendukung pandangan baru,
dimana materi tersebut terdapat pada pelajaran kesehatan
sikap baru, pola perilaku, gaya hidup, bahkan sampai ke
reproduksi yang merupakan mata ajar di kelas XI.
arah perilaku seksual19. Dalam penelitian ini, terbukti
salah
satu
faktor
yang
mampu
bahwa pengaruh teman sebaya berhubungan dengan
pembentukan stigma pada pelajar SMA di Surabaya
28
Niken Agus Tianingrum, Stigma Terhadap HIV dan AIDS: Bagaimana guru dan teman sebaya berpengaruh
Selatan. Pelajar yang terpengaruh oleh sebayanya dalam
dengan
berpendapat mengenai HIV dan AIDS berpeluang lebih
menyikapi isu HIV dan AIDS pada pelajar dimungkinkan
besar dalam melakukan stigma atau penilaian negatif
untuk
terhadap ODHA. Hal tersebut didukung oleh penelitian
meminimalisir stigma yang ada. Guru juga berperan
lain, dimana sekolah yang di dalamnya terdapat program
dalam meningkatkan pengetahuan komprehensif siswa.
pendidikan sebaya, akan membuat lingkungan sekolah
Guru yang memiliki persepsi dan sikap positif terhadap
20,21
benar,
komprehensif,
meningkatkan
upaya
dan
positif
pencegahan
dalam
dan
Dengan demikian, pelajar yang ada
ODHA, maka akan dapat menekankan bagian penting
di dalam sekolah tersebut juga akan terbentuk bukan
dalam informasi terkait HIV dan AIDS, termasuk
hanya
AIDS,
memberikan pengertian kepada siswa dalam menyikapi
melainkan juga awareness dan juga sikap positif terhadap
isu HIV dan AIDS tanpa mempersepsi buruk kepada
HIV dan AIDS. Peran sebaya yang dimunculkan dalam
ODHA. Hal tersebut dikarenakan informasi terkait HIV
setiap kegiatan memungkinkan setiap siswa untuk selalu
dan AIDS di media tidaklah komprehensif dan mampu
bergabung dengan kelompok yang positif. Kelompok
memuat semua pesan penting secara utuh, sehingga peran
sebaya
guru sangat penting untuk memberikan informasi yang
lebih konservatif.
pengetahuannya
yang
tentang
menebarkan
HIV
nilai
dan
positif
akan
lebih lengkap.
mempengaruhi teman di sekitarnya.
Pengaruh guru dalam hal ini adalah sebagai
Berbagai teori mendukung hasil ini, dimana sekolah
reference group, dimana kelompok ini memiliki sebuah
merupakan tempat kedua dalam membentuk sikap
standar dalam menerima dan mengukur satu sama lain,
seorang anak selain pola pengasuhan orang tua, dimana
baik itu anggota kelompoknya atau bukan. Seorang
cara mengajar dan indoktrinasi menjadi salah satu
pelajar, seringkali terpengaruh oleh orang yang menjadi
determinannya.19 Selain itu, guru memiliki andil dalam
referensi atau panutan dalam berperilaku. Oleh karena
sikap stigmatisasi terhadap orang dengan HIV dan AIDS,
pelajar lebih banyak menghabiskan waktunya di sekolah,
baik stigma dalam diri siswa penderita maupun di
tidak menutup kemungkinan bahwa guru menjadi salah
lingkungan sekolah.16 Sikap postitif guru dapat terbentuk
satu tokoh yang menjadi acuan dalam bersikap. Hasil dari
jika guru memiliki pengetahuan dan kapasitas yang baik
penelitian ini juga membuktikan bahwa pengaruh guru
terkait informasi HIV dan AIDS, sehingga penting untuk
berhubungan secara signifikan dengan stigma terhadap
dilakukan pelatihan atau capacity building bagi guru
ODHA. Jika guru menilai negatif terhadap ODHA, maka
untuk meningkatkan kemampuan dan kapasitasnya dalam
pelajar juga akan menilai negatif. Mayoritas pelajar juga
melakukan pencegahan dan penanggulangan HIV&AIDS
menyatakan bahwa jika guru melarang siswa untuk
di sekolah. Guru yang mendapatkan pelatihan terkait HIV
berteman
akan
dan AIDS akan memiliki rasa tanggung jawab dan
menurutinya. Guru dianggap sebagai panutan di sekolah.
motivasi untuk menyampaikan informasi tersebut kepada
atau
mendekati
ODHA,
mereka
siswanya, sehingga pelatihan merupakan cara yang baik
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sumber
informasi yang paling sering didapatkan oleh pelajar
agar siswa mendapatkan informasi HIV dan AIDS dari
sumber yang benar.17
adalah dari guru (70,5%). Hal ini berarti guru memegang
peranan penting dalam penyampaian informasi terkait
HIV dan AIDS. Guru yang mampu menyampaikan
29
JKMK Volume 5 No 1 Februari: pp. 22-31
KESIMPULAN
Lebih dari separuh pelajar di Surabaya Selatan masih
memiliki stigma atau sikap negatif terhadap HIV& AIDS
dan orang yang menyandang status tersebut. Hasil
penelitian juga menunjukkan bahwa teman sebaya dan
guru berhubungan dengan keberadaan stigma di kalangan
pelajar SMA. Penelitian ini terbatas hanya mengukur
pengaruh guru dan sebaya di lingkungan sekolah, perlu
adanya pengkajian dan studi lebih lanjut mengenai peran
organisasi siswa sekolah maupun keterpaparan program
dalam
hubungannya
dengan
stigma
maupun
penanggulangannya.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih kepada Lembaga Pengelola
Dana Pendidikan atas dukungannya dalam pelaksanaan
penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. UNAIDS. Towards an AIDS Free Generation Children
and AIDS: Sixth Stocktaking Report. New York:
United Nations Children‟s Fund (UNICEF); 2013.
[cited
2015
Nov
11].
Available
from:
http://www.unaids.org/en/media/unaids/contentassets/
document/unaidspublication/2013/20131129_stoctaki
ng_report_children_aids_en.pdf.
2. WHO. Global Health Observation.Geneva; 2013.
[Cited
2015
June
9].Available
from:http://apps.who.int/gho/data/node.main.562?lan
g=en .
3. Komisi Penanggulangan AIDS. Rangkuman Eksekutif
Upaya Penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia
2006-2011:Laporan 5 Tahun Pelaksanaan Peraturan
Presiden No.75/2006 tentang Komisi Penanggulangan
AIDS Nasional. KPAN: Jakarta; 2011;28-35.
4. Ditjen PP&PL Kemenkes RI. Statistik Kasus
HIV/AIDS di Indonesia s/d Juni 2014. Kementerian
Kesehatan RI: Jakarta; 2014.
5. Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surabaya.
Perkembangan Kasus HIV AIDS Kota Surabaya –
2014. Surabaya; 2014.
6. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. Analisis Situasi
Terkini HIV/AIDS di Jawa Timur; 2012
7. WHO. HIV/AIDS and Adolescent, Young People - A
Window of Hope, Health and Adolescent and
Development, WHO:Geneva; 2004.
30
2018
8. Meiberg Annemarie E., Bos Arjan E. R., Onya Hans
E., Schaalma Herman P. Fear of Stigmatization as
Barrier to Voluntary HIV Counselling And Testing in
South Africa. East African Journal of Public Health.
2008;5(2);49 – 54.
9. Mutwa Philippe R., Van Nuil Jennifer Ilo, AsiimweKateera Brenda, Kestelyn Evelyne, et. al. Living
Situation Affects Adherence to Combination
Antiretroviral Therapy in HIV-Infected Adolescents in
Rwanda: A Qualitative Study. Plos One.2013;8;1-8.
10.Parker R, Aggleton P, Attawell K, et al. HIV/AIDSrelated Stigma and Discrimination: A Conceptual
Framework and An Agenda for Action-Horizon
Program. New York: Population Council; 2003.
11.Harahap, Harahap, et.al. HIV-related Stigma and
Discrimination: A Study of Health Care Workers in
Banda Aceh, Indonesia. Med J Indones. 2013;2(1);2229
12.Cheng Y, Hua Lao, Mueller Lisa M, Ling Zao S, Hua
Yang J, et.al. Effectiveness of School-Based AIDS
Education Program among Rural Student in HIV
Epidemic Area in China. Journal of Adolescent
Health, 2008;42;184-191
13.Oktarina, Hanafi Fachrudi, Budisuari Made A.
Hubungan antara Karakteristik Responden, Keadaan
Wilayah dengan Pengetahuan, Sikap terhadap
HIV/AIDS pada Masyarakat Indonesia. Buletin
Penelitian Sistem Kesehatan. 2009;12(4);362-369.
14.Sosodoro Ossie, Emilia Ova, Wahyuni Budi.
Hubungan Pengetahuan tentang HIV/AIDS dengan
Stigma Orang Dengan HIV/AIDS di Kalangan Pelajar,
Berita Kedokteran Masyarakat. 2009;25(4);210-217.
15.Kementerian Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar;
2013.
16.Wolf T. Hilary et.al. ”It is All About the Fear og being
Discriminated [against]... the Person Suffering from
HIV Will Not Be Accepted”: A Qualitative Study
Exploring the Reason for Loss to Follow Up Among
HIV-Positive Youth in Kisumu, Kenya. BMC Public
Health.2014;14:1154.
17.Nyblade, Laura & MacQuarrie, Kerry. Can We
Measure
HIV-AIDS
Related
Stigma
and
Discrimination?;
Current
Knowledge
about
Quantifying Stigma in Developing Country, ICRW,
USAID; 2006.
18.Ilvalita. 2014. Peranan Guru dalam Meningkatkan
Pengetahuan Komprehensif HIV dan AIDS pada
Siswa SMA negeri dan SMA Swasta di Wilayah Kota
Jakarta Timur [Tesis]. Depok: Fakultas Kesehatan
Masyarakat-Universitas Indonesia; 2014.
19.Oskamp, S. & Schultz, P. W. Attitude and Opinion.
Lawrence
Erlbaum.
London:
Associates
Publishers;2005.
20.Al-Iryani, B., Basaleem, H., Al-Sakkaf, K., Crutzen,
R., Kok, G., & Van Den Borne, B. Evaluation of a
School-Based HIV Prevention Intervention among
Niken Agus Tianingrum, Stigma Terhadap HIV dan AIDS: Bagaimana guru dan teman sebaya berpengaruh
Yemeni Adolescents. BMC Public Health.
2011;11(1);279.
21.Denison, J. A., Tsui, S., Bratt, J., Torpey, K., Weaver,
M. A., & Kabaso, M. Do peer educators make a
difference? An evaluation of a youth-led HIV
prevention model in Zambian Schools. Health
Education Research. 2012;27(2);237-247.
31
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT KHATULISTIWA
http://openjurnal.unmuhpnk.ac.id/index.php?journal=jkmk&page=index
STIGMA TERHADAP HIV DAN AIDS: BAGAIMANA GURU DAN TEMAN SEBAYA
BERPENGARUH
Niken Agus Tianingrum
Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur
Jalan Ir. H. Juanda No. 15, Samarinda, Kalimantan Timur-75124, Indonesia
Info Artikel
Abstrak
Sejarah Artikel:
Stigma merupakan barrier bagi terbukanya akses pelayanan bagi orang dengan HIV&AIDS
Diterima:15 Januari 2018
(ODHA). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengaruh teman sebaya dan
Disetujui:20 Februari 2018
guru dengan stigma terhadap ODHA pada pelajar SMA di Surabaya Selatan. Penelitian dilakukan
Di Publikasi:28 Februari
melalui pendekatan kuantitatif dengan desain cross sectional menggunakan data primer pada 785
2018
responden di 11 SMA. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
2 stage cluster sampling dengan probability proportionale to size sampling. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa 53,2% pelajar memiliki stigma terhadap HIV&AIDS. Terdapat hubungan
Keywords:
antara pengaruh teman sebaya (p=0,0001; OR=7,82) dan pengaruh guru (p=0,0001; OR=5,84)
HIV&AIDS, ODHA,Teman
dengan kejadian stigma terhadap ODHA. Hal tersebut berarti yang berarti pelajar yang
Sebaya
terpengaruh sikap negatif teman sebaya dan juga gurunya, akan berpeluang melakukan stigma
7,82 (teman sebaya) dan 5,84 (guru) kali lebih besar dibandingkan yang tidak terpengaruh.
Kesimpulannya adalah pelajar yang terpengaruh sikap teman sebayanya dan guru di sekolah
cenderung melakukan stigma. Berdasarkan hasil ini, diharapkan adanya peran pemerintah untuk
meningkatkan peran guru dan teman sebaya dalam mengurangi stigma melalui program
HIV&AIDS berbasis sekolah.
HIV-RELATED STIGMA AMONG STUDENTS: HOW TEACHERS AND PEERS ARE ASSOCIATED
Abstract
Stigma has been becoming a barrier of services for people with HIV&AIDS (PWHA). This study
is aimed to explore an association between peer dan teacher’s influences with stigma toward
PWHA among Senior High School Students in South Surabaya. A Quantitative research with
cross sectional design, use primary data to 785 respondents in 11 Senior High Schools. Sampling
technique in this study was using 2 stage cluster sampling dengan probability proportionale to
size sampling. The result of this study shows that 53,2% respondents have stigma toward PWHA.
There is correlation between peer’s influence (p=0,0001; OR=7,82) and teacher’s influence
(p=0,0001; OR=5,84) with stigma toward PWHA. It means that students who was influenced by
peers and teachers’ negative attitude, will have stigma toward PWHA 7,82 (for peers) and 5,84
(for teachers) more than students who was not influenced. Based on this study can be concluded
that students whose influenced by their peer and teachers’ negative attitudes will have stigma
toward PWHA. From the results it is expected the participation of the government to enhance the
role of peer group and teachers to reduce stigma with a school-based program for HIV&AIDS
© 2018 Universitas Muhammadiyah Pontianak
Alamat Korespondensi:
Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur
Email: nikenagust@umkt.ac.id / Hp: 085235357193
ISSN 2581-2858
Niken Agus Tianingrum, Stigma Terhadap HIV dan AIDS: Bagaimana Guru dan Teman Sebaya Berpengaruh
PENDAHULUAN
tersebut. Hal ini dapat dikarenakan masih ada kelompok
berisiko tertular yang belum melakukan tes, sehingga
World Health Organization atau WHO menyebutkan
bahwa lebih dari 2 (dua) juta remaja berusia 10-19 tahun
telah hidup dengan status HIV dan 40% dari total infeksi
baru di seluruh dunia disumbangkan oleh kaum muda1. Di
Indonesia, prevalensi HIV usia dewasa (15-49 tahun)
adalah 0,4%, meningkat 0,2% sejak tahun 2006.2 Jumlah
fenomena gunung es terus saja terjadi. Seharusnya status
HIV tersebut dapat terdeteksi dini sehingga tidak sampai
pada tahap AIDS. Selain itu, dari 4.406 ODHA yang
menerima
terapi
ARV,
mengalami loss to follow up.
sebanyak
1.075
ODHA
6
kasus AIDS di Indonesia sejak 1987 sampai Juni 2014
Beberapa alasan mengapa hal tersebut terjadi adalah
mencapai 55.623 kasus. Perkembangan epidemi HIV di
karena kurangnya pengetahuan dan adanya stigma yang
Indonesia termasuk yang tercepat di wilayah Asia.
masih kental di masyarakat terhadap ODHA, sehingga
Epidemi HIV dan AIDS di Indonesia telah bergerak ke
setiap orang yang merasa telah melakukan perilaku yang
tingkat epidemi terkonsentrasi, dimana pada kelompok
berisiko tertular HIV akan merasa takut untuk mengikuti
3
risiko tinggi tertentu telah melebihi angka 5%. Data
Voluntary Counseling and Testing (VCT).7 Stigma
tersebut juga menunjukkan bahwa Jawa Timur berada
merupakan hambatan yang menyebabkan seseorang
pada posisi kedua dengan jumlah kasus 8.976 kasus
enggan mengakses layanan VCT8 dan juga terjadinya
setelah Papua dengan 10.184 kasus4. Surabaya Selatan,
loss to follow up.9
merupakan salah satu wilayah di Kota Surabaya yang
rentan terhadap penularan HIV dan AIDS, karena
terdapat kecamatan Sawahan dengan eks-lokalisasi yang
terbesar (Dolly). Kecamatan Sawahan juga merupakan
kecamatan yang memiliki kasus HIV dan AIDS terbesar
di Surabaya dengan jumlah kasus sebesar 138 pada tahun
2013.5
Stigma merupakan sebuah fase yang berkaitan erat
dengan fase pertama (HIV) dan kedua (AIDS), namun
fase ketiga inilah yang disebut pusat tantangan AIDS
global sebagai penyakit itu sendiri10. Selain itu, stigma
diidentifikasi sebagai tantangan berkelanjutan yang
menghambat program intervensi kesehatan pada level
komunitas, nasional, dan global. Keberadaan stigma
Jumlah kasus AIDS terbesar terjadi pada usia 25-29
menjadi hambatan sosial dalam memperoleh pencapaian
tahun. Jika hal tersebut ditelaah berdasarkan etiologi dan
tersebut karena menyebabkan seseorang mengabaikan
riwayat penyakit dari HIV&AIDS, seseorang menjadi
risiko, menolak untuk tes, menunda perawatan, tidak mau
AIDS setelah melewati masa HIV positif yang terjadi 5-
membuka status HIV-nya, dan tidak mencari pelayanan
10 tahun sebelumnya dan melewati periode jendela yang
dan pendampingan masyarakat11. Penelitian tentang
terjadi 3-6 bulan sebelum HIV positif. Berarti dapat
stigma terhadap ODHA yang selama ini dilakukan
dipastikan bahwa masa penularan HIV adalah pada usia
seringkali difokuskan kepada ODHA dan tenaga
15-19 tahun, dimana masa tersebut adalah masa
kesehatan, namun sangat sedikit studi yang membahas
seseorang yang sedang menempuh pendidikan, baik
tentang stigma di lingkungan sekolah. Penelitian terkait
menengah atas maupun perguruan tinggi. Estimasi jumlah
stigma HIV yang terjadi di China menyebutkan bahwa
ODHA di Surabaya adalah 19.503 orang, namun data
area dengan prevalensi HIV yang tinggi menyebabkan
kasus HIV dan AIDS menunjukkan 41,1% dari estimasi
pelajar yang ada di daerah tersebut sering mendengar
23
JKMK Volume 5 No 1 Februari: pp. 22-31
2018
tentang HIV dan AIDS atau bahkan sering bertemu
pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini
dengan ODHA12. Tapi, kurangnya pengetahuan yang
adalah 2 stage cluster sampling dengan probability
tepat terkait HIV dan AIDS tersebut dapat meningkatkan
proportionale to size sampling.
stigma13,14, padahal pengetahuan remaja terkait HIV dan
AIDS di seluruh Indonesia belum komprehensif dan
masih jauh dari target15.
Instrumen penelitian yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah kuesioner yang akan diberikan
kepada responden penelitian,yaitu pelajar SMA di
Penelitian terdahulu menyarankan perlunya studi
Surabaya Selatan. Kuesioner terdiri dari pernyataan skala
terkait stigma dan diskriminasi terhadap ODHA di
respon (scaled-response statement) untuk mengukur
sekolah sebagai salah satu upaya untuk mengawali
pengaruh teman sebaya, pengaruh guru dan stigma
intervensi di tingkat sekolah16, terutama terkait hubungan
responden terhadap HIV dan AIDS melalui pernyataan
antara pengaruh guru dan teman sebaya. Perlu adanya
yang disusun secara tegas, definitif, dan terbatas.
penelitian yang menganalisis hubungan stigma dengan
Pernyataan tentang stigma dalam kuesioner yang
berbagai hal tersebut, sehingga akan didapatkan hasil
digunakan dalam penelitian ini diadaptasi dari Nyblade
sebagai masukan pengembangan program yang lebih
dan MacQuarrie dalam publikasi “Can We Measure
komprehensif untuk perencanaan intervensi terkait HIV
HIV/AIDS-related
dan AIDS di sekolah.
Pengumpulan data dilakukan dengan membagi kuesioner
BAHAN DAN METODE
Stigma
and
Discrimination?”17.
kepada responden yang telah terpilih melalui proses
sampling di masing-masing sekolah. Pengisian kuesioner
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional,
terstruktur dilakukan secara mandiri (self-administered)
dimana variabel yang akan diukur adalah pengaruh guru
oleh responden di SMA terpilih. Analisis yang digunakan
dan teman sebaya dalam hubungannya dengan stigma
meliputi univariat dan bivariat. Analisis bivariat
terhadap ODHA. Penelitian ini menggunakan data primer
menggunakan uji Chi Square.
yang akan diperoleh dari pelajar Sekolah Menengah Atas
HASIL
(SMA) di Surabaya Selatan, Jawa Timur. Jumlah SMA
yang ada di Surabaya Selatan adalah 5 SMA Negeri dan
Surabaya Selatan merupakan salah satu wilayah
32 SMA Swasta. Populasi pada penelitian ini adalah
administrasi Kota Surabaya yang memiliki 37 SMA, yang
semua pelajar SMA di Kota Surabaya Selatan dengan
terdiri dari 5 SMA Negeri dan 32 SMA Swasta. Jumlah
jumlah sebesar 14.701 siswa (Dinas Pendidikan Kota
keseluruhan siswa SMA di wilayah Surabaya Selatan ini
Surabaya, 2015). Jumlah sampel yang dipilih sebanyak
mencapai 14.701 siswa. Penelitian dilakukan pada 11
373 responden. Pengambilan sampel dilakukan dengan
(sebelas) SMA yang tersebar di 8 (delapan) kecamatan di
teknik cluster sehingga jumlah sampel akan dikalikan
wilayah Kota Surabaya Selatan. Jumlah siswa pada 11
dengan design effect (2) yaitu 373 x 2 = 746, Dibulatkan
(sebelas) sekolah sangat bervariasi, dimana jumlah siswa
menjadi 750. Sebagai pertimbangan adanya drop out
di SMA Negeri umumnya lebih banyak dibandingkan
responden, maka jumlah sampel akan ditambah 10%,
dengan SMA Swasta.
sehingga total sampel menjadi 825 responden. Pada
pelaksanaannya, diperoleh 785 responden siswa kelas X
dan XI SMA yang terlibat dalam penelitian. Teknik
24
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa
pelajar perempuan sebanyak 58,9%, sedangkan yang laki-
Niken Agus Tianingrum, Stigma Terhadap HIV dan AIDS: Bagaimana guru dan teman sebaya berpengaruh
laki hanya ada sebanyak 41,1%. Sebagian besar pelajar
beragama Islam, yaitu sebesar 85,2%, sebagian lainnya
berusia kurang dari 17 tahun, yaitu 73,4%, sedangkan
beragama Kristen (10,2%), Katolik (4,5%), Hindu
yang berusia >17 tahun hanya ada sebanyak 26,6%.
(0,1%), dan tidak ada yang bergama Budha.
Berdasarkan agama, terlihat bahwa mayoritas pelajar
Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Pelajar SMA di
Surabaya Selatan (n=785)
Karakteristik Responden
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Usia
< 17 tahun
≥ 17 tahun
Agama
Islam
Katholik
Kristen
Hindu
Budha
Sumber: Data Primer, 2015
F
%
323
462
41,1
58,9
576
209
73,4
26,6
669
35
80
1
0
85,2
4,5
10,2
0,1
0
Hasil penelitian terkait keberadaan stigma di
berasal dari kelas X (sepuluh) memiliki stigma yang lebih
kalangan pelajar menunjukkan bahwa mayoritas pelajar
tinggi (55,5%) dibandingkan dengan responden dari kelas
masih memiliki stigma terhadap ODHA, yaitu sebesar
XI (sebelas) yang memiliki persentase 51,0%.
53,2%, sedangkan yang tidak memiliki stigma adalah
sebesar
46,8%.
Pengkategorian
tersebut
dinilai
berdasarkan nilai median. Terdapat beberapa klasifikasi
responden, baik berdasarkan jenis dan tipe sekolah, serta
tingkatan kelas dan jurusan. responden dari SMA Swasta
367 (46,8%)
418 (53,2%)
memiliki stigma yang lebih tinggi (54,9%) dibandingkan
Tidak Ada
Ada Stigma
dengan SMA Negeri (51,4%). Selain itu, SMA Umum
memiliki stigma yang lebih tinggi (56,5%) dibandingkan
dengan SMA yang berbasis agama Islam (48,0%), Kristen
(39,3%), dan Katolik (24,4%). Selain itu, responden yang
Sumber: Data Primer 2015
Gambar 1. Distribusi Responden Berdasarkan Stigma
terhadap ODHA pada Pelajar SMA di Surabaya Selatan
25
JKMK Volume 5 No 1 Februari: pp. 22-31
2018
Berdasarkan jurusan, responden yang ada di
sebesar 67,6%. Hanya 32,4% responden yang tidak
kelas Ilmu Sosial memiliki stigma yang lebih tinggi
terpengaruh penilaian negatif teman sebayanya
(56,6%), dibandingkan dengan responden dari kelas
terhadap ODHA. Berkaitan dengan pengaruh guru,
Matematika-IPA (52,1%), maupun dari kelas
hasil penelitian menunjukkan mayoritas responden
Bahasa (40,0%). Hasil pengukuran pengaruh teman
mengikuti sikap negatif terhadap ODHA yang
sebaya menunjukkan bahwa mayoritas responden
dilakukan oleh gurunya, yaitu sebesar 53,4%.
terpengaruh oleh sikap teman sebayanya yang
Hanya 46,6% responden yang tidak terpengaruh
negatif (responden terpengaruh orang pendapat
sikap negatif guru terhadap ODHA.
negatif teman sebayanya terhadap ODHA) yaitu
Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Klasifikasi Responden dan Stigma terhadap ODHA pada
Pelajar SMA di Surabaya Selatan (n=785)
Klasifikasi
Responden
Stigma
Total
Ada
Jenis SMA
SMA Negeri
SMA Swasta
Tipe SMA
SMA Umum
SMA Basis Agama:
1. Islam
2. Kristen
3. Katholik
Kelas
X
XI
Jurusan
Matematika-IPA
Ilmu Sosial
Bahasa
Sumber: Data Primer, 2015
Tidak ada
f
%
f
%
f
%
189
229
51,4
54,9
179
188
48,6
45,1
368
417
100
100
360
56,5
277
43,5
637
100
36
11
11
48,0
39,3
24,4
39
17
34
52,0
60,7
75,6
75
28
45
100
100
100
217
201
55,5
51,0
174
193
44,5
49,0
391
394
100
100
227
175
16
52,1
56,6
40,0
209
134
24
47,9
43,4
60,0
436
309
40
100
100
100
Hasil uji hubungan antara teman sebaya dengan
peluang 7,82 kali lebih besar untuk melakukan stigma
stigma terhadap ODHA menunjukkan bahwa pada
terhadap ODHA dibandingkan pelajar yang tidak
pelajar yang mengikuti penilaian negatif teman
terpengaruh pendapat sebayanya.
sebayanya (68,4%), melakukan stigma lebih besar
Berdasarkan tabel distribusi responden menurut
dibandingkan pelajar yang tidak mengikuti stigma di
pengaruh guru dan stigma terhadap ODHA, persentase
kalangan teman sebayanya (21,7%). Hasil uji statistik
stigma terhadap ODHA pada pelajar yang mengikuti
didapatkan p-value dengan nilai 0,0001, artinya ada
atau mendukung sikap negatif guru terhadap ODHA
hubungan yang signifikan antara pengaruh penilaian
(72,6%) lebih besar dibandingkan pelajar yang tidak
teman sebaya dengan stigma terhadap ODHA. Hasil
mendukung sikap negatif gurunya (31,1%). Hasil uji
analisis diperoleh nilai OR = 7,82, artinya pelajar yang
statistik didapatkan p-value sebesar 0,0001, artinya ada
terpengaruh penilaian teman sebayanya memiliki
hubungan yang signifikan antara pengaruh sikap
26
Niken Agus Tianingrum, Stigma Terhadap HIV dan AIDS: Bagaimana guru dan teman sebaya berpengaruh
negatif guru terhadap ODHA dengan stigma terhadap
besar untuk melakukan stigma terhadap ODHA
ODHA. Hasil analisis diperoleh nilai OR = 5,84,
dibandingkan pelajar yang tidak mendukung sikap
artinya pelajar yang mendukung sikap negatif guru
negatif gurunya.
terhadap ODHA memiliki peluang 5,84 kali lebih
254 (32,4%)
Gambar 2. Distribusi Responden Berdasarkan Pengaruh
Teman Sebaya pada Pelajar SMA di Surabaya Selatan
Positif
Negatif
531 (67,6%)
366 (46,6%)
Gambar 3. Distribusi Responden Berdasarkan Pengaruh
Guru pada Pelajar SMA di Surabaya Selatan
419 (53,4%)
Positif
Negatif
Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Independen dan Stigma terhadap ODHA di Surabaya
Selatan Tahun 2015
Stigma
Variabel Independen
Pengaruh Sebaya
Negatif
Positif
Pengaruh Guru
Negatif
Positif
Sumber: Data Primer, 2015
Ada
Tidak Ada
f
%
363
5
304
14
Total
p-value
OR
(95% CI)
f
%
68,4
21,7
168
199
31,6
78,3
531
254
0,0001
7,82
(5,508-11,096)
72,6
31,1
115
252
27,4
68,9
419
366
0,0001
5,84
(4,294-7,953)
PEMBAHASAN
korbannya. Stigma menjadi pembahasan yang dianggap
penting, baik dari kalangan praktisi, akademisi, dan
HIV dan AIDS bukan lagi isu yang hanya berisiko di
kalangan pekerja seks, siapapun rentan terkena. Ibu
penyedia program pencegahan dan penanggulangan
HIV&AIDS. Stigma seakan menjadi penghalang bagi
rumah tangga atau bahkan pelajar pun dapat menjadi
27
JKMK Volume 5 No 1 Februari: pp. 22-31
2018
seseorang yang berisiko tertular, namun takut untuk
Pelajar yang duduk di kelas Ilmu sosial juga
mengakses layanan, terutama bagi pelajar. Stigma pelajar
memiliki stigma yang lebih tinggi dibandingkan dengan
SMA terhadap HIV dan AIDS tergolong tinggi. Jika
kelas Matematika-IPA atau Bahasa. Pelajar yang duduk
ditelaah berdasarkan target UNAIDS pada tahun 2015
di kelas Matematika-IPA mendapatkan materi mengenai
terkait dengan zero discrimination, angka ini masih
Biologi, dimana materi tersebut tidak diperoleh oleh
sangat jauh dari target. Di antara berbagai pertanyaan
pelajar di kelas Ilmu Sosial maupun kelas Bahasa.
terkait stigma terhadap ODHA, sebagian pelajar masih
Sedangkan guru pada pelajaran BK atau Penjas Orkes
menganggap bahwa HIV dan AIDS menular melalui
terkadang tidak menjelaskan materi HIV dan AIDS,
hubungan sosial, terutama terkait pernyataan bahwa
meskipun ada di dalam buku lembar kerja siswa.
makan bersama ODHA dapat menularkan virus HIV.
Penelitian lain, melalui hasil kualitatifnya diketahui
Anggapan tersebut dapat berujung pada persepsi negatif,
bahwa sebagian pelajar yang berada di kelas Ilmu Sosial
rasa takut, rasa malu, penolakan, dan niat untuk
mendapatkan informasi mengenai HIV dan AIDS, rata-
melakukan diskriminasi terhadap ODHA. Ketakutan
rata materi terdapat pada pelajaran Sosiologi,18 Penjas
untuk melakukan kontak dengan ODHA menjadi domain
Orkes atau BK, namun guru tidak banyak menjelaskan
yang paling utama dari stigma17. Dalam penelitian ini,
dengan detail, terutama Penjas Orkes, karena merupakan
rasa takut terbentuk dalam rasa takut untuk berteman
mata pelajaran yang sering melakukan praktikum di
dengan orang yang terkena HIV dan AIDS maupun
lapangan.
anggapan bahwa membeli makanan dari seseorang yang
berdasarkan sekolah berbasis agama atau umum, ternyata
positif HIV itu adalah hal yang berbahaya.
sekolah umum yang lebih tinggi stigmanya dibandingkan
Namun,
jika
responden
didistribusikan
sekolah agama (56,5%). Hal ini cukup menarik
Separuh pelajar pada sekolah swasta memiliki
stigma terhadap ODHA. Hal tersebut dapat dikaitkan
dengan kurikulum sekolah negeri, dimana materi HIV
dan AIDS telah masuk ke dalam kurikulum melalui
pelajaran Biologi, Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan
Kesehatan (Penjas Orkes), Sosiologi, dan Bimbingan
Konseling (BK). Sehingga, pelajar yang berada di sekolah
negeri, kemungkinan untuk menerima materi tersebut
cukup
tinggi
sehingga
pengetahuannya
lebih
mengingat sekolah berbasis agama biasanya lebih
menganggap tabu terkait isu HIV dan AIDS, namun
dalam penelitian ini, justru sekolah yang berbasis agama
memiliki stigma yang lebih rendah dibandingkan dengan
sekolah umum. Hal ini dimungkinkan mengingat sekolah
berbasis agama biasanya lebih mengajarkan kepada
siswanya aspek kerohanian, dimana semua manusia
berhak mendapatkan perlakuan yang sama tanpa
memandang status sosialnya.
komprehensif. Selain itu pelajar yang masih berada di
kelas sepuluh (X) juga memiliki stigma yang lebih tinggi
Teman sebaya adalah salah satu faktor yang cukup
dibandingkan dengan kelas sebelas (XI), hal tersebut
dominan dalam membentuk sebuah sikap. Teman sebaya
dapat dikarenakan pelajar yang masih berada di kelas X
merupakan
kemungkinan belum mendapatkan materi HIV dan AIDS,
memperkenalkan maupun mendukung pandangan baru,
dimana materi tersebut terdapat pada pelajaran kesehatan
sikap baru, pola perilaku, gaya hidup, bahkan sampai ke
reproduksi yang merupakan mata ajar di kelas XI.
arah perilaku seksual19. Dalam penelitian ini, terbukti
salah
satu
faktor
yang
mampu
bahwa pengaruh teman sebaya berhubungan dengan
pembentukan stigma pada pelajar SMA di Surabaya
28
Niken Agus Tianingrum, Stigma Terhadap HIV dan AIDS: Bagaimana guru dan teman sebaya berpengaruh
Selatan. Pelajar yang terpengaruh oleh sebayanya dalam
dengan
berpendapat mengenai HIV dan AIDS berpeluang lebih
menyikapi isu HIV dan AIDS pada pelajar dimungkinkan
besar dalam melakukan stigma atau penilaian negatif
untuk
terhadap ODHA. Hal tersebut didukung oleh penelitian
meminimalisir stigma yang ada. Guru juga berperan
lain, dimana sekolah yang di dalamnya terdapat program
dalam meningkatkan pengetahuan komprehensif siswa.
pendidikan sebaya, akan membuat lingkungan sekolah
Guru yang memiliki persepsi dan sikap positif terhadap
20,21
benar,
komprehensif,
meningkatkan
upaya
dan
positif
pencegahan
dalam
dan
Dengan demikian, pelajar yang ada
ODHA, maka akan dapat menekankan bagian penting
di dalam sekolah tersebut juga akan terbentuk bukan
dalam informasi terkait HIV dan AIDS, termasuk
hanya
AIDS,
memberikan pengertian kepada siswa dalam menyikapi
melainkan juga awareness dan juga sikap positif terhadap
isu HIV dan AIDS tanpa mempersepsi buruk kepada
HIV dan AIDS. Peran sebaya yang dimunculkan dalam
ODHA. Hal tersebut dikarenakan informasi terkait HIV
setiap kegiatan memungkinkan setiap siswa untuk selalu
dan AIDS di media tidaklah komprehensif dan mampu
bergabung dengan kelompok yang positif. Kelompok
memuat semua pesan penting secara utuh, sehingga peran
sebaya
guru sangat penting untuk memberikan informasi yang
lebih konservatif.
pengetahuannya
yang
tentang
menebarkan
HIV
nilai
dan
positif
akan
lebih lengkap.
mempengaruhi teman di sekitarnya.
Pengaruh guru dalam hal ini adalah sebagai
Berbagai teori mendukung hasil ini, dimana sekolah
reference group, dimana kelompok ini memiliki sebuah
merupakan tempat kedua dalam membentuk sikap
standar dalam menerima dan mengukur satu sama lain,
seorang anak selain pola pengasuhan orang tua, dimana
baik itu anggota kelompoknya atau bukan. Seorang
cara mengajar dan indoktrinasi menjadi salah satu
pelajar, seringkali terpengaruh oleh orang yang menjadi
determinannya.19 Selain itu, guru memiliki andil dalam
referensi atau panutan dalam berperilaku. Oleh karena
sikap stigmatisasi terhadap orang dengan HIV dan AIDS,
pelajar lebih banyak menghabiskan waktunya di sekolah,
baik stigma dalam diri siswa penderita maupun di
tidak menutup kemungkinan bahwa guru menjadi salah
lingkungan sekolah.16 Sikap postitif guru dapat terbentuk
satu tokoh yang menjadi acuan dalam bersikap. Hasil dari
jika guru memiliki pengetahuan dan kapasitas yang baik
penelitian ini juga membuktikan bahwa pengaruh guru
terkait informasi HIV dan AIDS, sehingga penting untuk
berhubungan secara signifikan dengan stigma terhadap
dilakukan pelatihan atau capacity building bagi guru
ODHA. Jika guru menilai negatif terhadap ODHA, maka
untuk meningkatkan kemampuan dan kapasitasnya dalam
pelajar juga akan menilai negatif. Mayoritas pelajar juga
melakukan pencegahan dan penanggulangan HIV&AIDS
menyatakan bahwa jika guru melarang siswa untuk
di sekolah. Guru yang mendapatkan pelatihan terkait HIV
berteman
akan
dan AIDS akan memiliki rasa tanggung jawab dan
menurutinya. Guru dianggap sebagai panutan di sekolah.
motivasi untuk menyampaikan informasi tersebut kepada
atau
mendekati
ODHA,
mereka
siswanya, sehingga pelatihan merupakan cara yang baik
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sumber
informasi yang paling sering didapatkan oleh pelajar
agar siswa mendapatkan informasi HIV dan AIDS dari
sumber yang benar.17
adalah dari guru (70,5%). Hal ini berarti guru memegang
peranan penting dalam penyampaian informasi terkait
HIV dan AIDS. Guru yang mampu menyampaikan
29
JKMK Volume 5 No 1 Februari: pp. 22-31
KESIMPULAN
Lebih dari separuh pelajar di Surabaya Selatan masih
memiliki stigma atau sikap negatif terhadap HIV& AIDS
dan orang yang menyandang status tersebut. Hasil
penelitian juga menunjukkan bahwa teman sebaya dan
guru berhubungan dengan keberadaan stigma di kalangan
pelajar SMA. Penelitian ini terbatas hanya mengukur
pengaruh guru dan sebaya di lingkungan sekolah, perlu
adanya pengkajian dan studi lebih lanjut mengenai peran
organisasi siswa sekolah maupun keterpaparan program
dalam
hubungannya
dengan
stigma
maupun
penanggulangannya.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih kepada Lembaga Pengelola
Dana Pendidikan atas dukungannya dalam pelaksanaan
penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. UNAIDS. Towards an AIDS Free Generation Children
and AIDS: Sixth Stocktaking Report. New York:
United Nations Children‟s Fund (UNICEF); 2013.
[cited
2015
Nov
11].
Available
from:
http://www.unaids.org/en/media/unaids/contentassets/
document/unaidspublication/2013/20131129_stoctaki
ng_report_children_aids_en.pdf.
2. WHO. Global Health Observation.Geneva; 2013.
[Cited
2015
June
9].Available
from:http://apps.who.int/gho/data/node.main.562?lan
g=en .
3. Komisi Penanggulangan AIDS. Rangkuman Eksekutif
Upaya Penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia
2006-2011:Laporan 5 Tahun Pelaksanaan Peraturan
Presiden No.75/2006 tentang Komisi Penanggulangan
AIDS Nasional. KPAN: Jakarta; 2011;28-35.
4. Ditjen PP&PL Kemenkes RI. Statistik Kasus
HIV/AIDS di Indonesia s/d Juni 2014. Kementerian
Kesehatan RI: Jakarta; 2014.
5. Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surabaya.
Perkembangan Kasus HIV AIDS Kota Surabaya –
2014. Surabaya; 2014.
6. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. Analisis Situasi
Terkini HIV/AIDS di Jawa Timur; 2012
7. WHO. HIV/AIDS and Adolescent, Young People - A
Window of Hope, Health and Adolescent and
Development, WHO:Geneva; 2004.
30
2018
8. Meiberg Annemarie E., Bos Arjan E. R., Onya Hans
E., Schaalma Herman P. Fear of Stigmatization as
Barrier to Voluntary HIV Counselling And Testing in
South Africa. East African Journal of Public Health.
2008;5(2);49 – 54.
9. Mutwa Philippe R., Van Nuil Jennifer Ilo, AsiimweKateera Brenda, Kestelyn Evelyne, et. al. Living
Situation Affects Adherence to Combination
Antiretroviral Therapy in HIV-Infected Adolescents in
Rwanda: A Qualitative Study. Plos One.2013;8;1-8.
10.Parker R, Aggleton P, Attawell K, et al. HIV/AIDSrelated Stigma and Discrimination: A Conceptual
Framework and An Agenda for Action-Horizon
Program. New York: Population Council; 2003.
11.Harahap, Harahap, et.al. HIV-related Stigma and
Discrimination: A Study of Health Care Workers in
Banda Aceh, Indonesia. Med J Indones. 2013;2(1);2229
12.Cheng Y, Hua Lao, Mueller Lisa M, Ling Zao S, Hua
Yang J, et.al. Effectiveness of School-Based AIDS
Education Program among Rural Student in HIV
Epidemic Area in China. Journal of Adolescent
Health, 2008;42;184-191
13.Oktarina, Hanafi Fachrudi, Budisuari Made A.
Hubungan antara Karakteristik Responden, Keadaan
Wilayah dengan Pengetahuan, Sikap terhadap
HIV/AIDS pada Masyarakat Indonesia. Buletin
Penelitian Sistem Kesehatan. 2009;12(4);362-369.
14.Sosodoro Ossie, Emilia Ova, Wahyuni Budi.
Hubungan Pengetahuan tentang HIV/AIDS dengan
Stigma Orang Dengan HIV/AIDS di Kalangan Pelajar,
Berita Kedokteran Masyarakat. 2009;25(4);210-217.
15.Kementerian Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar;
2013.
16.Wolf T. Hilary et.al. ”It is All About the Fear og being
Discriminated [against]... the Person Suffering from
HIV Will Not Be Accepted”: A Qualitative Study
Exploring the Reason for Loss to Follow Up Among
HIV-Positive Youth in Kisumu, Kenya. BMC Public
Health.2014;14:1154.
17.Nyblade, Laura & MacQuarrie, Kerry. Can We
Measure
HIV-AIDS
Related
Stigma
and
Discrimination?;
Current
Knowledge
about
Quantifying Stigma in Developing Country, ICRW,
USAID; 2006.
18.Ilvalita. 2014. Peranan Guru dalam Meningkatkan
Pengetahuan Komprehensif HIV dan AIDS pada
Siswa SMA negeri dan SMA Swasta di Wilayah Kota
Jakarta Timur [Tesis]. Depok: Fakultas Kesehatan
Masyarakat-Universitas Indonesia; 2014.
19.Oskamp, S. & Schultz, P. W. Attitude and Opinion.
Lawrence
Erlbaum.
London:
Associates
Publishers;2005.
20.Al-Iryani, B., Basaleem, H., Al-Sakkaf, K., Crutzen,
R., Kok, G., & Van Den Borne, B. Evaluation of a
School-Based HIV Prevention Intervention among
Niken Agus Tianingrum, Stigma Terhadap HIV dan AIDS: Bagaimana guru dan teman sebaya berpengaruh
Yemeni Adolescents. BMC Public Health.
2011;11(1);279.
21.Denison, J. A., Tsui, S., Bratt, J., Torpey, K., Weaver,
M. A., & Kabaso, M. Do peer educators make a
difference? An evaluation of a youth-led HIV
prevention model in Zambian Schools. Health
Education Research. 2012;27(2);237-247.
31