RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG DESA dan PERDESAAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG DESA dan PERDESAAN DIUSULKAN OLEH :

PERSATUAN PERANGKAT DESA INDONESIA

( PPDI )

@ Mei 2010

Kata Pengantar

“ DESA HARUS DIBANGKITKAN ”

Bismillahirrahmanirrahiim, Assalamu’ alaikum warahmatullahi wabarakatuh Desa merupakan entitas pemerintahan yang langsung berhubungan dengan rakyat. Hal itu

menyebabkan desa memiliki arti sangat strategis sebagai basis penyelenggaraan pelayanan publik dan memfasilitasi pemenuhan hak-hak publik rakyat lokal. Sejak masa penjajahan Hindia Belanda sekalipun, pemerintah kolonial telah menyadari peran strategis desa dalam konstelasi ketatanegaraan pada masa itu.

Pada jaman penjajahan Belanda, dengan dikeluarkannya Wet Houddende Decentralisatie in Nederlandsch Indie pada tanggal 23 Juli 1903, yang sering disingkat dengan Decentralisatie Wet 1903. Berdasarkan pasal 128 Indische Staatsregeling (IS), desa diberi hak untuk mengatur urusan rumah tangga mereka sendiri, namun dalam pelaksanaannya pemberian otonomi ini cenderung dipakai pihak kolonial untuk mempertahankan posisinya.

Indlandsche Gemeente Ordonanntie (IGO) Stbl. 1906 No. 83, salah satu aturan hukum pada masa kolonial, memberikan ruang demokrasi yang luas bagi desa untuk menjalankan pemerintahan sendiri (self governing community) dalam bentuk pengakuan hak-hak kultural desa, sistem pemilihan Kepala Desa, desentralisasi pemerintahan pada level desa, parlemen desa dan sebagainya.

Sementara itu, dibawah pemerintahan Jepang, desa kembali bergerak pada pola pengaturan dan pengendalian pemerintah pusat pada waktu itu.

Di era Orde Lama, desa juga diakui sebagai kesatuan masyarakat hukum yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, baik dalam UU No 22 Tahun 1948 tentang pemerintahan daerah, UU No 1 Tahun 1957 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, maupun dalam UU No 18 tahun 1965 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah serta UU No 19 tahun 1965 tentang Desapraja.

Di Era Orde Baru, berdasarkan UU No 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah jo. UU No 5 Tahun 1979 tentang Pemerintah Desa, otonomi daerah dijalankan berdasarkan prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab dengan dominasi asas dekosentrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dalam UU ini, kepala desa dijadikan sebagai kepanjangan tangan pemerintah, sehingga kekuatan desa dihilangkan.

Di Era Orde Reformasi, Proses pembelajaran ulang demokrasi bagi desa melalui UU No. 22/1999, yang dinilai menghidupkan kembali ruh demokrasi di desa, ternyata tidak dapat berlangsung lama. Semangat demokrasi dalam UU No. 22/1999 yang menghidupkan parlemen desa, telah dipasung oleh UU No. 32/2004. Desa kembali dimaknai sekedar sebagai saluran administratif kewenangan negara lewat kabupaten/kota, tanpa memiliki daya tawar terhadap berbagai kebijakan negara kecuali desa mempunyai hak menolak pelaksanaan tugas pembantuan yang tidak disertai dengan pembiayaan, prasarana dan sarana serta sumber daya manusia karena Tugas pembantuan dari Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota kepada desa disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia. (pasal 207 UU No. 32/2004)

Halaman

Kondisi lemahnya desa diperparah dengan adanya pembedaan Perangkat desa terdiri dari sekretaris desa dan perangkat desa lainnya dan memakin bertambah parah dengan Sekretaris desa diisi dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan. ( ayat (2) & (3) pasal 202 UU No. 32/2004 )

Politik kekuasaan pemerintah dalam ”pengendalian desa” antara lain dengan pengisian sekdes oleh PNS, yang dalam PP 72 tahun 2005 Pasal 25 ayat (2); menyebutkan Pengangkatan Sekretaris Desa merupakan wewenang Sekda atas nama Bupati. Ini mengandung arti bahwa kepala desa semakin dikebiri haknya sebagai seorang kepala wilayah.

Sikap diskriminasi antara Sekretaris desa dan perangat desa lain ini, maka timbul pertanyaan bagaimana menciptakan prinsip kesetaraan pendapatan dalam pemerintahan desa, khususnya di desa-desa yang tidak mempunyai tanah bengkok maupun tanah ganjaran desa.

Dengan timbulnya kesenjangan serta ketidaksetaraan pendapatan antara Sekretaris Desa dan Perangkat Desa lainnya, bagaimana mengharapkan pelayanan publik terhadap masyarakat desa yang dilakukan pemerintah desa dapat berjalan dengan baik. Kesenjangan serta ketidaksetaraan pendapatan tersebut, pada akhirnya akan berdampak negatif pada kerja dan kinerja aparat pemerintah desa. Konflik akan sangat mungkin terjadi antar Sekretaris Desa dengan Perangkat Desa lainnya.

Dengan semangat anti diskriminasi dan semangat ikut membangun desa, Persatuan Perangkat Desa Indonesia ( PPDI ) menyusun usulan Rancangan Undang Undang Desa dengan beberapa tahapan mulai dari FGD di FH Undip sampai Lokakarya dan Konsultasi Publik di Pangandaran Jawa Barat.

Semoga apa yang sudah dihasilkan mampu memberikan gambaran dan wacana yang utuh tentang harapan desa dan perangkat desa Indonesia

Desa harus dibangun untuk kejayaan bangsa

Wassalamu’ alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Pimpinan Pusat Persatuan Perangkat Desa Indonesia

Ubaedi Rosyidi SH Ketua Umum

Halaman

Daftar Tim Perumus

Pengarah

: Suryokoco Adiprawiro

( Penasehat Pusat PPDI )

Ketua

( Ketua Umum PP PPDI ) Sektertaris

: Ubaedi Rosyidi SH

: Mukroni SE

( Bendahara PP PPDI )

Anggota

1. Agus Anggito SE MBA ( Perangkat Desa Jateng )

2. Ajunis SH ( Perangkat Desa Jateng )

3. Amat Panggung ( Perangkat Desa Jateng )

4. Bambang Masidi ( Perangkat Desa Jateng )

5. Budi Kristianto ( Perangkat Desa Jateng )

6. Bogi Harseno Amd ( Perangkat Desa Jeteng )

7. Dewi Mulyaningsih Sip ( Perangkat Desa Jateng )

8. Drs Djumakir Sp ( Perangkat Desa Jateng )

9. Dikrun Diantoro ( Perangkat Desa Jateng )

10. Mashuri SH MH ( Perangkat Desa Jateng )

11. Nanang Budi Harsono SH MHum ( Perangkat Desa Jateng )

12. Sahrowardi Sag ( Perangkat Desa Jateng )

13. H. Sukatman ( Perangkat Desa Jateng )

14. Subekti ( Perangkat Desa Jateng )

15. Sohibi ( Perangkat Desa Jateng )

16. Khamim Abdul Hadi ( Perangkat Desa Jateng )

17. Muh. Tahril Spd ( Perangkat Desa Jateng )

18. M.Yasrun Arofat ( Perangkat Desa Jateng )

19. Turmudi SE ( Perangkat Desa Jateng )

20. Widhi Hartono SH ( Perangkat Desa Jateng )

21. Agus Indraprahata SH ( Perangkat Desa Jabar )

22. Imim Siti Rohimah ( Perangkat Desa Jabar )

23. Rofiq Hikmayana Amd ( Perangkat Desa Jabar )

24. Subariyo S.PdI ( Perangkat Desa Jabar )

25. Yaya Juhria SS ( Perangkat Desa Jabar )

26. Zainal Mustofa SAg ( Perangkat Desa Jabar )

27. Eddy Susanto S. Kom ( Perangkat Desa Jatim )

28. Mujito SE ( Perangkat Desa Jatim )

29. Trubus Santoso S.Pd ( Perangkat Desa Jatim )

Halaman

30. Iramayandi ( Perangkat Desa Sumbar )

31. Sukirman Amd ( Perangkat Desa Kalteng )

32. Supriyadi ( Kepala Desa Kalbar )

33. Ade Suryanto SE ( Kepala Desa Jateng )

34. Joko Weluyo ( Kapala Desa Jateng )

35. Sigit Isrutiyanto S.Sn ( Kepala Desa Jateng )

36. Agus Nursyam Sip ( Kepala Desa Jabar )

37. H. Maolin Sanusi S.Pd I ( Kepala Desa Jabar )

38. H. Moch. Moezamil S.Sos ( Kepala Desa Jatim )

39. Drs. Samari MM ( Kepala Desa Jatim )

40. Tulus Setyo Utomo S.Sos ( Kepala Desa Jatim )

41. Sarif Hidayat ( Sekdes Jabar )

42. Salino ( Sekdes Jateng )

43. Suharno BcHk ( Sekdes Jateng )

44. Sukardi.BA ( Sekdes Jateng )

45. Zaenal Mutaqin.SP.d I ( Anggota BPD Jateng )

Halaman

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR............TAHUN..............

TENTANG DESA dan PERDESAAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang :

a. bahwa pembangunan nasional sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bertujuan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa yang adil dan merata;

b. bahwa ketentuan Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang;

c. bahwa Desa atau yang disebut dengan nama lain merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

d. bahwa untuk memperkuat pemerintahan desa agar mampu mendorong dan menggerakkan partisipasi masyarakat dalam menyelenggarakan otonomi desa;

e. bahwa perdesaan sebagai tempat persebaran sebagian besar masyarakat Indonesia mempunyai peranan yang cukup besar dalam menopang perekonomian bangsa dan sekaligus indikator bagi keberhasilan pembangunan nasional;

f. bahwa untuk menjamin tercapainya pemerataan pembangunan di wilayah perdesaan perlu pembangunan perdesaan yang partisipatoris, dukungan anggaran negara, serta pengaturan yang berpihak pada masyarakat desa;

g. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a, huruf b , huruf c, huruf b huruf d, huruf e dan huruf f, perlu ditetapkan Undang-Undang tentang Desa dan Perdesaan.

Mengingat :

a. Pasal 1, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 18, Pasal 18 A, Pasal 18 B, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22 D, Pasal 23 ayat (1) , Pasal 23 E ayat (2), Pasal 31 ayat (4), Pasal 33 dan Pasal 34 Undang-undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);

c. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

d. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

e. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4309);

f. Undang-Undang Nomor 15 Tahun. 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400),

g. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);

h. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4493) yang telah ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);

i. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438).

Halaman

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG DESA dan PERDESAAN

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksudkan dengan :

1. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah;

3. Pemerintahan Daerah adalah penyeleggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas- luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang- undang Dasar Tahun 1945;

4. Kecamatan adalah wilayah kerja Camat sebagai perangkat daerah kabupaten dan daerah kota.

5. Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa. adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat, yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

6. Perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

7. Pemberdayaan Masyarakat adalah upaya pemberian fasilitas, dorongan atau bantuan kepada masyarakat perdesaan dalam memanfaatkan sumber daya alam secara lestari.

8. Pembangunan perdesaan adalah proses meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat desa dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional.

9. Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok, atau badan usaha. Halaman

10. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

11. Pemerintah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa.

12. Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disingkat BPD, adalah lembaga yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa.

13. Lembaga Kemasyarakatan atau yang disebut dengan nama lain adalah wadah partisipasi masyarakat dan merupakan mitra pemerintah desa dalam pemberdayaan masyarakat.

14. Pembentukan desa adalah tindakan penggabungan beberapa desa,atau bagian desa yang bersandingan, atau pemekaran dari satu desa menjadi dua desa atau lebih. atau pembentukan desa diluar desa yang telah ada

15. Keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban desa tersebut.

16. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa selanjutnya disingkat APBDesa adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan desa, yang bersumber dari APBN,APBD,pendapatan asli desa, dan sumber Iainnya yang sah, dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah desa dan BPD. dan ditetapkan dengan peraturan desa. ;

17. Badan Usaha Milik Desa yang selanjutnya disingkat BUMDesa adalah badan usaha yang sebagian besar permodalannya berasal dari APBDesa yang dipisahkan dan dapat mengkoordinasikan segala bentuk usaha desa seperti ekonomi produktif, perdagangan, jasa, dan lembaga keuangan non-bank dan lain sebagainya yang ada di desa.

18. Peraturan Daerah adalah Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

19. Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh Badan Permusyawaratan Desa bersama Kepala Desa.

20. Pembinaan dan pengawasan adalah pemberian pedoman, standar pelaksanaan, perencanaan, penelitian, pengembangan, bimbingan, pendidikan dan pelatihan, konsultasi, supervisi, monitoring, pengawasan umum dan evaluasi pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan desa.

Pasal 2

(1) Dalam pemerintahan daerah kabupaten dan kota dibentuk pemerintahan desa. (2) Pemerintahan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari pemerintah desa dan

BPD.

Halaman

BAB II PEMBENTUKAN DAN PERUBAHAN STATUS DESA

Bagian Kesatu Pembentukan Desa

Pasal 3

(1) Pembentukan Desa berdasarkan atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan asal- usul desa, adat istiadat, dan kondisi sosial-budaya masyarakat setempat. (2) Pembentukan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa penggabungan beberapa Desa atau bagian Desa yang bersandingan, atau pemekaran desa dari satu desa menjadi dua desa atau lebih, atau pembentukan desa di luar desa yang telah ada.

(3) Pembentukan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat :

a. Usia penyelenggaraan pemerintahan desa paling sedikit 5 (lima) tahun;

b. Jumlah penduduk, yaitu:

1) wilayah Jawa dan Bali paling sedikit 2500 jiwa atau 500 Kepala Keluarga;

2) wilayah Sumatera paling sedikit 2000 jiwa atau 400 Kepala Keluarga;

3) wilayah Kalimantan dan Sulawesi paling sedikit 1500 jiwa atau 300 Kepala Keluarga; dan

4) NTB, NTT, Maluku, Papua paling sedikit 750 jiwa atau 150 Keluarga

c. Luas wilayah yang dapat meningkatkan pelayanan masyarakat dan pembangunan;

d. Wilayah kerja yang memiliki jaringan perhubungan atau komunikasi antar dusun;

e. Sosial budaya yang dapat menciptakan kerukunan antar umat beragama dan kehidupan bermasyarakat sesuai dengan adat istiadat setempat;

f. Potensi Desa yang meliputi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia;

g. Batas Desa yang dinyatakan dalam bentuk Peta Desa;

h. Tersedianya sarana dan prasarana desa dan pemerintahan desa; dan

i. Tersedianya alokasi dana desa dan dana untuk penghasilan tetap dan tunjangan lainnya bagi kepala desa yang dialokasikan dalam APBD kabupaten/kota

Pasal 4

(1) Dalam wilayah desa dapat dibentuk Dusun atau sebutan lain yang merupakan bagian wilayah kerja pemerintahan desa dan ditetapkan dengan peraturan desa. (2) Sebutan bagian wilayah kerja pemerintahan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disesuaikan dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat yang ditetapkan dengan peraturan desa.

(3) Peraturan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berpedoman pada peraturan daerah kabupaten/kota.

Halaman

Pasal 5

Pembentukan desa dilakukan dengan tata cara : (1) Prakarsa dan kesepakatan masyarakat; (2) Prakarsa dan kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada BPD

dan Kepala Desa untuk dibahas dan disepakati dalam musyawarah desa; (3) Hasil kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota melalui Camat; (4) Bupati/Walikota melakukan pengkajian dan evaluasi terhadap usul pembentukan desa; (5) Berdasarkan hasil pengkajian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Bupati/Walikota

mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa kepada DPRD untuk disetujui bersama;

(6) Atas persetujuan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (5) Bupati/Walikota menetapkan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa; (7) Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disampaikan kepada Gubernur untuk dievaluasi paling lama 7 hari setelah tanggal ditetapkan; (8) Gubernur menyampaikan evaluasi Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (7) kepada Bupati/Walikota paling lama 20 hari setelah tanggal diterima; (9) Apabila hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) melampaui batas waktu, Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa dinyatakan berlaku.

Pasal 6

(1) Dalam rangka kepentingan nasional Pemerintah dan atau Pemerintah Daerah dapat memprakarsai pembentukan desa. (2) Pembentukan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui tata cara:

a. Pemerintah dan atau Pemerintah Daerah membentuk tim evaluasi terhadap kelayakan Pembentukan Desa;

b. Pemerintah dan Pemerintah Daerah mensosialisasikan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada huruf a kepada masyarakat;

c. Bupati/Walikota menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa kepada DPRD untuk disetujui bersama;

d. Bupati/Walikota menetapkan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa yang telah disetujui bersama DPRD.

Pasal 7

Desa-desa yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dan atau untuk kepentingan nasional dapat dihapus atau digabung.

Pasal 8

(1) Desa dapat diubah atau disesuaikan statusnya menjadi kelurahan berdasarkan prakarsa masyarakat melalui musyawarah Desa.

Halaman

(2) Perubahan status desa menjadi kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhatikan persyaratan :

a. luas wilayah tidak berubah;

b. jumlah penduduk paling sedikit 5.000 jiwa atau 1.000 Kepala Keluarga untuk Wilayah Jawa dan Bali, paling sedikit 2.000 jiwa atau 400 Kepala Keluarga untuk di luar Wilayah Jawa dan Bali;

c. prasarana dan sarana pemerintahan;

d. potensi ekonomi;

e. kondisi sosial budaya masyarakat;

f. meningkatnya pelayanan;

g. struktur mata pencaharian masyarakat 80% non-agraris; dan

h. tersedianya anggaran dari Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota untuk pembiayaan sarana dan prnsarana pemerintnhan, binya opcrasional, dan pjmbcrdayaan masyarakat.

(3) Desa yang berubah menjadi Kelurahan, Lurah diisi dari Pegawai Negeri Sipil.

Pasal 9

Perubahan status desa menjadi kelurahan dilakukan dengan tata cara: (1) Prakarsa dan kesepakatan masyarakat; (2) Prakarsa dan kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada BPD

dan Kepala Desa untuk dibahas dan disepakati dalam musyawarah desa oleh minimal 2/3 (dua per tiga) dari jumlah penduduk yang memiliki hak pilih;

(3) Hasil kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota melalui Camat; (4) Bupati/Walikota melakukan pengkajian dan evaluasi terhadap usul perubahan status desa menjadi kelurahan; (5) Berdasarkan hasil pengkajian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Bupati/Walikota mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan Status Desa menjadi Kelurahan kepada DPRD untuk disetujui bersama;

(6) Atas persetujuan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (5) Bupati/Walikota menetapkan Peraturan Daerah tentang Perubahan Status Desa menjadi Kelurahan; (7) Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disampaikan kepada Gubernur untuk dievaluasi paling lama 7 hari setelah tanggal ditetapkan; (8) Gubernur menyampaikan evaluasi Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (7) kepada, Bupati/Walikota paling lama 20 hari setelah tanggal diterima; (9) Apabila hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) melampaui batas waktu,

Peraturan Daerah tentang Perubahan Status Desa menjadi Kelurahan dinyatakan berlaku.

Halaman

Pasal 10

(1) Desa yang berubah statusnya menjadi Kelurahan, kekayaannya menjadi kekayaan Kabupaten/Kota. (2) Kekayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola oleh kelurahan yang bersangkutan untuk kepentingan masyarakat setempat dan tidak dapat dialihkan kepemilikannya kepada pihak lain.

(3) Pendanaan sebagai akibat perubahan status desa menjadi kelurahan dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota.

Pasal 11

Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota berkewajiban menegaskan dan menetapkan batas wilayah administrasi desa dan atau kelurahan berdasarkan kesepakaten antar desa dan atau kelurahan yang berbatasan.

Pasal 12

Pengaturan lebih lanjut mengenai pembentukan dan perubahan status Desa menjadi Kelurahan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri.

BAB III KEWENANGAN DESA

Pasal 13

Kewenangan desa adalah hak desa untuk mengatur, mengurus dan bertanggung jawab atas urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat.

Pasal 14

Kewenangan desa mencakup :

a. kewenangan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa;

b. kewenangan Kabupaten/Kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa;

c. tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota: dan

d. Kewenangan lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan diserahkan pada desa.

Pasal 15

(1) Tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota kepada Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf c wajib disertai dengan dukungan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia.

(2) Penyelenggaraan tugas pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

Halaman

BAB IV PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA

Bagian Kesatu Pemerintahan Desa Paragraf 1 Asas Penyelenggaraan Pemerintahan Desa

Pasal 16

Pemerintahan Desa harus memperhatikan dan berpedoman pada:

a. asas kepastian hukum;

b. asas tertib penyelenggara negara;

c. asas tertib kepentingan umum;

d. asas keterbukaan;

e. asas demokrasi;

f. asas pemberdayaan masyarakat;

g. asas profesionalitas

h. asas akuntabilitas;

i. asas efisiensi; dan j. asas efektivitas.

Paragraf 2 Pemerintah Desa

Pasal 17

(1) Pemerintah desa terdiri dari Kepala Desa dan Perangkat Desa.

(2) Perangkat desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas :

a. Seorang sekretaris desa

b. Beberapa orang Perangkat Sekretariat Desa

c. Beberapa Perangkat Unsur Kewilayahan Desa (3) Jumlah Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b sebanyak- banyaknya 7 orang. (4) Jumlah perangkat desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c disesuaikan dengan kondisi desa setempat.

(5) Susunan organisasi dan tata kerja pemerintah desa ditetapkan dengan peraturan desa berdasarkan pedoman yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Halaman

Paragraf 3 Hak dan Kewajiban Pemerintah Desa

Pasal 18

(1) Hak pemerintah desa:

a. mengelola keuangan dan kekayaan desa sesuai kewenangannya;

b. menetapkan peraturan perundang-undangan di tingkat desa. (2) Kewajiban pemerintah desa:

a. meningkatkan pelayanan dasar kepada masyarakat;

b. menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum bagi masyarakat;

c. mengembangkan sumber daya produktif dengan mendayagunakan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat;

d. melaksanakan Peraturan Desa dan peraturan yang lebih tinggi sesuai dengan kewenangannya;

e. mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya;

f. menjaga kelestarian lingkungan hidup;

g. mengelola administrasi desa;

h. melestarikan nilai sosial budaya yang berkembang dimasyarakat;

i. mengembangkan kehidupan ekonomi masyarakat; j. menampung aspirasi masyarakat; k. membuat laporan pelaksanaan pemerintahan, pembangunan dan

kemasyarakatan. sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku; l. kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan;

Paragraf 4 Tugas, Wewenang, Hak dan Kewajiban Kepala Desa

Pasal 19

(1) Setiap desa dipimpin oleh Kepala Desa. (2) Kepala Desa mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan

dan kemasyarakatan. (3) Kepala Desa mempunyai wewenang:

a. memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama BPD;

b. menetapkan peraturan desa yang telah mendapat persetujuan BPD;

c. menyusun APB Desa;

d. membina kehidupan masyarakat desa;

Halaman Halaman

f. mengkoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif;

g. mewakili desanya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

h. melaksanakan wewenang Iain sesuai dengan peraturan perundang-undangan; (4) Hak Kepala Desa adalah:

a. Memberikan penilaian dan evaluasi kinerja perangkat desa

b. mengajukan rancangan peraturan desa;

c. mengelola keuangan desa sesuai dengan peraturan yang berlaku;

d. menerima penghasilan tetap setiap bulan dan atau tunjangan Iainnya;

e. menerima penghargaan pada akhir masa jabatan

f. menetapkan pejabat pengelola keuangan desa;

g. melimpahkan tugas dan kewajiban Iainnya kepada perangkat desa. (5) Kewajiban kepala desa.

a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

b. meningkatkan kesejahteraan masyarakat;

c. memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat;

d. menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan;

e. melaksanakan kehidupan demokrasi;

f. melaksanakan prinsip tata pemerintahan desa yang bersih dan bebas dari Kolusi, Korupsi dan Nepotisme;

g. menjalin hubungan kerja yang baik dengan seluruh mitra kerja;

h. menyelenggarakan administrasi pemerintahan desa yang baik;

i. melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan; j. melaksanakan urusan yang menjadi kewenangan desa; k. mendamaikan perselisihan masyarakat di desa; l. mengembangkan ekonomi desa; m. mengembangkan pendapatan masyarakat dan desa; n. membina dan melestarikan nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat; o. memberdayakan masyarakat dan lembaga kemasyarakatan di desa; p. mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup;

Pasal 20

(1) Dalam melaksanakan tugas, wewenang, hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada Pasal 19, Kepala Desa mempunyai kewajiban membuat laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada Bupati/Walikota melalui Camat 1 (satu) kali dalam setahun.

Halaman

(2) Kepala Desa mempunyai kewajiban untuk membuat laporan keterangan pertanggungjawaban kepada BPD yang disampaikan 1 (satu) kali dalam satu tahun dalam musyawarah BPD.

(3) Kepala Desa mempunyai kewajiban untuk menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa selebaran yang ditempelkan pada papan pengumuman atau diinformasikan secara lisan dalam berbagai pertemuan masyarakat desa, media komunitas atau media lainnya.

(4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan oleh Bupati/Walikota sebagai dasar melakukan evaluasi penyelenggaraan pemerintahan desa dan sebagai bahan pembinaan lebih lanjut.

(5) Laporan akhir masa jabatan Kepala Desa disampaikan kepada BPD dan Bupati/Walikota melalui Camat selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum masa jabatan Kepala Desa berakhir.

Paragraf 5 Larangan bagi Kepala Desa

Pasal 21

Kepala Desa dilarang antara lain:

a. membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan bagi diri sendiri, anggota keluarga, kroni dan atau golongan tertentu;

b. melakukan kolusi, korupsi dan nepotisme, menerima uang, barang dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya;

c. merangkap jabatan sebagai Ketua dan/atau Anggota BPD, Lembaga Kemasyarakatan di desa yang bersangkutan, Anggota DPRD dan jabatan lain yang melanggar ketentuan peraturan perundangan-undangan;

d. merugikan kepentingan umum;

e. melakukan tindakan meresahkan sekelompok masyarakat;

f. mendiskriminasikan warga atau golongan masyarakat lain;

g. menyalahgunakan wewenang;

h. menjadi pengurus dan atau anggota partai politik atau partai politik lokal;

i. melanggar sumpah/janji jabatan; j. meninggalkan tugas selama 1 (satu) bulan berturut-turut tanpa alasan yang jelas.

Paragraf 6 Pemberhentian Kepala Desa

Pasal 22

(1) Kepala Desa berhenti, karena :

Halaman Halaman

b. permintaan sendiri; dan/atau

c. diberhentikan. (2) Kepala Desa diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c karena: berakhir masa jabatannya dan telah dilantik pejabat yang baru;

a. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan;

b. tidak lagi memenuhi syarat sebagai kepala desa;

c. dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan;

d. tidak melaksanakan kewajiban kepala desa; dan/atau

e. melanggar larangan bagi kepala desa. (3) Usul pemberhentian Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf

b, dan ayat 2 huruf a dan huruf b diusulkan oleh Pimpinan BPD kepada Bupati/Walikota melalui Camat,berdasarkan keputusan musyawarah BPD. (4) Usul pemberhentian kepala desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, huruf d, huruf e dan huruf f disampaikan oleh BPD kepada Bupati/Walikota melalui Camat berdasarkan keputusan musyawarah BPD yang dihadiri oleh 2/3 (dua per tiga) dari jumlah anggota BPD.

(5) Pengesahan pemberhentian kepala desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) ditetapkan dengan keputusan Bupati/Walikota paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak usul diterima.

(6) Setelah dilakukan pemberhentian Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Bupati/Walikota mengangkat Pejabat Kepala Desa. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan Penjabat Kepala Desa diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Pasal 23

(1) Kepala Desa diberhentikan sementara oleh Bupati/Walikota tanpa melalui usulan BPD apabila dinyatakan melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun berdasarkan putusan pengadilan yang belum memperoleh kekuatan hukum tetap.

(2) Kepala Desa diberhentikan oleh Bupati/Walikota tanpa melalui usulan BPD apabila terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Pasal 24

Kepala desa diberhentikan sementara oleh Bupati/Walikota tanpa melalui usulan BPD apabila telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara pidana korupsi, terorisme, makar dan atau tindak pidana terhadap keamanan negara.

Halaman

Pasal 25

(1) Kepala Desa yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) dan Pasal 24, setelah melalui proses peradilan ternyata terbukti tidak bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak ditetapkan putusan pengadilan, Bupati/Walikota harus merehabilitasi dan/atau mengaktifkan kembali kepala desa yang bersangkutan sampai dengan akhir masa jabatan.

(2) Apabila kepala desa yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat. (1) telah berakhir masa jabatannya Bupati/Walikota hanya merehabilitasi kepala desa yang bersangkutan.

Pasal 26

Apabila kepala desa diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 ayat (1) dan pasal 24, Sekretaris Desa dan atau salah seorang perangkat sekretariat desa melaksanakan tugas dan kewajiban Kepala Desa sampai dengan adanya putusan

pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Pasal 27

(1) Apabila Kepala Desa diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2), Bupati/Walikota mengangkat Penjabat Kepala Desa dengan tugas pokok menyelenggarakan pemilihan Kepala Desa paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

(2) Penjabat Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas untuk memfasilitasi pelaksanaan pemilihan Kepala Desa dan melaksanakan tugas Pemerintahan Desa.

(3) Penjabat Kepala Desa diangkat dari salah satu perangkat Desa paling lama 1 tahun

Pasal 28

(1) Tindakan penyidikan terhadap Kepala Desa, dilaksanakan setelah adanya persetujuan tertulis dari Bupati/Walikota. (2) Hal-hal yang dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :

a. tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan;

b. diduga telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati. (3) Tindakan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diberitahukan secara tertulis oleh atasan penyidik kepada Bupati/Walikota paling lama 3 (tiga) hari.

Paragraf 7 Perangkat Desa

Pasal 29

Halaman

(1) Perangkat Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) bertugas membantu Kepala Desa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. (2) Dalam melaksanakan tugasnya, Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada Kepala Desa.

Pasal 30

(1) Perangkat Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) diisi dan atau diangkat menjadi pegawai negeri Sipil yang memenuhi persyaratan, yaitu:

a. berpendidikan paling rendah lulusan SLTA atau sederajat;

b. mempunyai pengetahuan tentang teknis pemerintahan;

c. mempunyai kemampuan di bidang administrasi perkantoran;

d. mempunyai pengalaman di bidang administrasi keuangan dan di bidang perencanaan,

e. memahami sosial budaya masyarakat setempat; dan

f. bertempat tinggal di desa yang bersangkutan.

g. Bersedia memberikan pelayanan diluar jam kerja (2) Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat oleh Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota atas nama Bupati/Walikota.

Pasal 31

(1) Pengangkatan perangkat desa sebagaimana dimaksud pada pasal 17 ayat (1) diataur kemudian dalam peraturan pemerintah (2) Peraturan yang dimaksud sekurang kurangnya memuat pedoman tentang :

a. prosedur pengangkatan perangkat desa definif

b. Jaminan kesejahteraan bagi perangkat desa definitif yang tidak memenuhi persyaratan

c. persyaratan calon

d. mekanisme pengangkatan

e. uraian tugas

f. larangan dan mekanisme pemberhentian

Pasal 32

(1) Larangan bagi perangkat desa lainnya, antara lain meliputi:

a. meninggalkan wilayah desa selama 1 (satu) bulan berturut-turut tanpa izin Kepala Desa

b. membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan bagi diri, anggota keluarga, kroni dan atau golongan tertentu;

c. melakukan kolusi, korupsi dan nepotisme, menerima uang, barang dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya;

Halaman Halaman

e. terlibat dalam kampanye pemilihan umum, pemilihan presiden, dan pemilihan kepala daerah;

f. merugikan kepentingan umum;

g. melakukan tindakan meresahkan sekelompok masyarakat;

h. mendiskriminasikan warga atau golongan masyarakat lain;

i. menyalahgunakan wewenang; j. menjadi pengurus dan atau anggota partai politik atau partai politik lokal; k. melanggar sumpah/janji jabatan; l. meninggalkan tugas selama 2 (dua) minggu berturut-turut tanpa alasan yang jelas.

(2) Tindakan melanggar larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan tindakan administratif berupa teguran, skorsing dan pemberhentian atas usulan Kepala Desa.

Paragraf 8 Kedudukan Keuangan Kepala Desa dan Perangkat Desa

Pasal 33

(1) Kepala Desa menerima penghasilan tetap berasal dari APBD Kabupaten/Kota sekurang-kurangnya dua kali penghasilan tetap perangkat desa. (2) Kepala desa menerima tunjangan jabatan, yang berasal dari APBDesa sesuai kemampuan keuangan desa.

Pasal 34

(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai kedudukan keuangan Kepala Desa dan perangkat desa diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

(2) Peraturan daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang- kurangnya memuat:

a. Rincian jenis penghasilan;

b. Rincian jenis tunjangan;

c. penentuan besarnya dan pembebanan pemberian penghasilan dan/atau tunjangan.

Bagian Kedua Badan Permusyawaratan Desa Paragraf 1 Umum

Pasal 35

BPD berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa.

Halaman

Pasal 36

(1) Anggota BPD adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat.

(2) Masa jabatan anggota BPD adalah 5 (lima) tahun dan dapat diangkat/diusulkan kembali

Pasal 37

(1) Jumlah anggota BPD ditetapkan dengan jumlah gasal, paling sedikit 5 (lima) orang dan paling banyak 11 (sebelas) orang dengan memperhatikan luas wilayah, jumlah penduduk dan kernampuan keuangan desa.

(2) Peresmian anggota BPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati/Walikota. (3) Anggota BPD sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama dihadapan masyarakat dan dipandu oleh Bupati/ Walikota atau pejabat yang ditunjuk.

(4) Susunan kata-kata sumpah/janji anggota BPD adalah sebagai berikut: "Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan memenuhi kewajiban

saya selaku anggota BPD dengan sebaik-baiknya, sejujur-jujurnya, dan seadil-adilnya; "Bahwa saya akan selalu taat dalam mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara, dan

bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi dan Undang-Undang Dasar 1945 serta melaksanakan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya yang berlaku bagi desa, daerah dan Negara Kesatuan Republik Indonesia."

Pasal38

(1) Pimpinan BPD terdiri dari Ketua, Wakil Ketua dan Sekretaris; (2) Pimpinan BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipilih dari dan oleh anggota BPD

secara langsung dalam Rapat BPD yang diadakan secara khusus; (3) Rapat pemilihan Pimpinan BPD untuk pertama kali dipimpin oleh anggota tertua dan dibantu oleh anggota termuda.

Paragraf 2 Fungsi, Wewenang, Kewajiban, Hak dan Larangan

Pasal 39

(1) BPD mempunyai fungsi dan wewenang:

a. mengayomi adat istiadat;

b. menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat;

c. membentuk peraturan desa bersama Kepala Desa;

d. membentuk panitia pemilihan kepala desa;

Halaman Halaman

f. mengawasi penyelenggaraan pemerintahan desa; (2) Pengawasan penyelenggaraan pemerintahan desa oleh BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d yaitu pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Desa dan Peraturan

Kepala Desa.

Pasal 40

(1) Dalam rangka melaksanakan fungsi-fungsinya sebagaimana dimaksud pada pasal 39 BPD menyusun tata tertib BPD. (2) Penyusunan tata tertib tersebut berpedoman kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri.

Pasal 41

Anggota BPD mempunyai kewajiban :

a. mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan mentaati segala peraturan perundang-undangan;

b. melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa;

c. mempertahankan dan memelihara hukum nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

d. menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat;

e. memproses pemilihan kepala desa;

f. mendahulukan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan;

g. menghormati nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat masyarakat setempat; dan

h. menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan Iembaga kemasyarakatan.

Pasal 42

BPD mempunyai hak :

a. meminta keterangan kepada Pemerintah Desa;

b. menyatakan pendapat.

Pasal 43

Anggota BPD mempunyai hak :

a. mengajukan rancangan peraturan desa;

b. mengajukan pertanyaan;

c. menyampaikan usul dan pendapat;

d. memilih dan dipilih; dan

e. memperoleh tunjangan sesuai dengan kemampuan keuangan desa.

Halaman

Pasal 44

Pimpinan dan Anggota BPD dilarang :

a. merangkap jabatan sebagai Kepala Desa dan Perangkat Desa;

b. sebagai pelaksana proyek desa;

c. merugikan kepentingan umum, meresahkan sekelompok masyarakat, dan mendiskriminasikan warga atau golongan masyarakat lain;

d. melakukan korupsi, kolusi, nepotisme dan menerima uang, barang dan/.atau jasa dari pihak lain yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya;

e. menyalahgunakan wewenang; dan

f. melanggar sumpah/janji jabatan.

Paragraf 3 Penetapan Anggota BPD

Pasal 45

(1) Kepala Desa memberitahukan kepada BPD mengenai akan berakhirnya masa jabatan BPD secara tertulis 4 (empat) bulan sebelum berakhir masa jabatan. (2) Kepala Desa membentuk panitia penetapan anggota BPD, paling lama 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan BPD. (3) Panitia penetapan BPD terdiri dari pimpinan lembaga kemasyarakatan dan tokoh masyarakat. (4) Panitia penetapan BPD ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa.

(5) Panitia penetapan BPD tidak diperbolehkan menjadi calon anggota BPD.

Pasal 46

Persyaratan Calon Anggota BPD: (1) bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; (2) setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, dan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta kepada Pemerintah;

(3) berusia paling rendah 21 (dua puluh satu) tahun atau sudah pernah menikah; (4) bersedia dicalonkan menjadi anggota BPD; (5) penduduk desa setempat;

Pasal 47

Mekanisme rapat-rapat Badan Permusyawaratan Desa : (1) Rapat BPD dipimpin oleh Pimpinan BPD.

Halaman

(2) Rapat BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 1/2 (satu per dua) dari jumlah anggota BPD, dan keputusan ditetapkan berdasarkan suara terbanyak.

2 Dalam hal tertentu Rapat BPD dinyatakan sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya / 3 (dua per tiga) dari jumlah anggota BPD, dan keputusan ditetapkan dengan persetujuan

sekurang-kurangnya ½ (satu per dua) ditambah 1 (satu) dari jumlah anggota BPD yang hadir.

(4) Hasil rapat BPD ditetapkan dengan Keputusan BPD dan dilengkapi dengan notulen rapat yang dibuat oleh Sekretaris BPD.

Pasal 48

(1) Pimpinan dan Anggota BPD menerima tunjangan sesuai dengan kemampunn keuangan Kabupaten/Kota. (2) Tunjangan pimpinan dan anggota BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dalam APBD Kabupaten/Kota.

Pasal 49

(1) Setiap tahun BPD menyusun rencana kerja tahunan. (2) Untuk melaksanakan kegiatan sebagaimana diatur dalam ayat (1) disediakan biaya

operasional sesuai kemampuan keuangan desa yang dikelola oleh Sekretaris BPD. (3) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan setiap tahun dalam APBDesa.

Pasal 50

(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai BPD, ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. (2) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang- kurangnya memuat:

a. persyaratan untuk menjadi anggota sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat;

b. mekanisme pemilihan langsung anggota anggota;

c. pengesahan dan penetapan anggota;

d. fungsi dan wewenang;

e. hak, kewajiban, dan larangan;

f. pemberhentian dan masa keanggotaan;

g. penggantian anggota dan pimpinan;

h. tata cara pengucapan sumpah/janji;

i. pengaturan tata tertib dan mekanisme kerja; j. tata cara menggali, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat; k. hubungan kerja dengan kepala desa dan lembaga kemasyarakatan; l. keuangan dan administratif.

Halaman

Bagian Ketiga Pemilihan Kepala Desa Paragraf 1 Umum

Pasal 51

Masa jabatan Kepala Desa adalah 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya.

Pasal 52

(1) BPD memberitahukan kepada Kepala Desa mengenai akan berakhirnya masa jabatan kepala desa secara tertulis 6 (enam) bulan sebelum berakhir masa jabatan. (2) BPD memproses pemilihan kepala desa, paling lama 4 (empat) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan Kepala Desa.

Pasal 53

(1) Untuk pencalonan dan pemilihan Kepala Desa. BPD membentuk Panitia Pemilihan yang terdiri dari pengurus lembaga kemasyarakatan dan tokoh masyarakat. (2) Panitia pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mempunyai tugas mengadakan penjaringan dan penyaringan bakal calon berdasarkan persyaratan yang ditentukan, melaksanakan pemungutan suara, dan melaporkan pelaksanaan pemilihan Kepala Desa kepada BPD.

Pasal 54

(1) Kepala Desa dipilih langsung oleh penduduk desa dari calon yang memenuhi syarat. (2) Pemilihan Kepala Desa bersifat langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. (3) Pemilihan Kepala Desa dilaksanakan melalui tahap pencalonan dan tahap pemilihan.

(4) Pemilihan Kepala Desa dilaksanakan secara serempak diseluruh wilayah kabupaten/kota

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24