BAHAN AJAR KUP 2017 (Irwan _ Susi)

KUP

(Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan)

IRWAN ARIBOWO SUSI ZULVINA JURUSAN PAJAK

POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat_Nya sehingga kami dapat menyelesaikan bahan ajar ini. Penyusunan bahan ajar ini merujuk pada Keputusan Direktur Politeknik Keuangan Negara STAN Nomor KEP-68/PKN/2017 tanggal 21 April 2017 tentang Pembentukan Tim Penyusunan Bahan Ajar Di Lingkungan Politeknik Keuangan Negara STAN yang menugaskan kami untuk menyusun bahan ajar KUP (Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan).

Kami menyadari sepenuhnya bahwa bahan ajar ini jauh dari sempurna. Tiada gading yang tak retak, sehingga sumbang saran selalu diharapkan untuk perbaikan bahan ajar ini.

Terima kasih tidak lupa kami sampaikan kepada seluruh pihak yang telah membantu terselesaikannya bahan ajar ini. Besar harapan kami, semoga bahan ajar ini dapat memberikan manfaat bagi mahasiswa dan pembaca pada umumnya.

Jakarta, Agustus 2017

Penyusun

Irwan Aribowo Susi Zulvina

DAFTAR GAMBAR

Gambar Error! No text of specified style in document..1. Fase Kewajiban Perpajakan Gambar 2.1. Mendaftarkan Diri Untuk Memperoleh NPWP Gambar 2.2. Penghapusan NPWP dan/atau Pencabutan PKP Gambar 3.1. Latar Belakang Pengenaan Pajak Gambar 6.1. Tujuan Pemeriksaan Gambar 7.1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Gambar 7.2. SKPKBT Gambar 7.3. kema SKPN Gambar 7.4. Skema SKPLB Gambar 7.5. Alasan Permohonan Pengembalian Pajak yang Seharusnya Tidak

Terutang Gambar 7.6. Skema STP Gambar 7.7. Skema STP Bunga Penagihan Gambar 8.1. Alur dan Jadwal Penagihan Pajak Gambar 9.1. Mekanisme Melakukan Permohonan dan Pencabutan Permohonan Gambar 9.2. Skema Batasan Melakukan Permohonan Gambar 9.3. Skema Bentuk Keputusan Permohonan Pengurangan, Penghapusan

atau Pembatalan

iii

DAFTARTABEL

Tabel Error! No text of specified style in document.-1 Batas Waktu Pembayaran atau Penyetoran Pajak

Tabel 5-1 Batas Waktu Penyampaian SPT

iv

PETUNJUK PENGGUNAAN BAHAN AJAR

Bahan ajar KUP (Ketentuan Umum dan Tata Cata Perpajakan) untuk para mahasiswa Jurusan Pajak ini, direncanakan akan diberikan dalam jangka waktu perkuliahan selama satu semester. Untuk membantu mempermudah pemahaman, sebaiknya para mahasiswa dapat membaca bahan ajar ini terlebih dahulu sebelum mengikuti pembelajaran di kelas. Selanjutnya petunjuk berikut ini diharapkan dapat membantu mahasiswa memperoleh hasil pembelajaran yang efektif dan optimal, yaitu :

1. Pembelajaran menggunakan metode pembelajaran untuk orang dewasa, dengan variasi metode seperti ceramah, diskusi, presentasi dan lain-lain.

2. Peserta perlu memahami dan mempraktikkan ketentuan yang terdapat dalam bahan ajar KUP ini.

3. Peralatan yang dipergunakan di kelas meliputi pensil, ballpoint, kalkulator, kertas, penghapus, LCD Projector, laptop, pointer, spidol, papan tulis, post it , tack it, flip chart, dan lain-lain.

4. Mahasiswa diminta melakukan diskusi dengan mahasiswa lainnya minimal dalam suatu kelompok agar memperoleh pemahaman secara lebih mendalam.

Apabila diperlukan, para pengajar siap untuk berdiskusi dan membantu para mahasiswa baik di dalam maupun luar kelas dalam rangka memahami materi-materi yang tersaji dalam bahan ajar ini.

PETAKONSEP BAHAN AJAR

Pendahuluan dan

Restitusi dan

Pelaporan

Pencatatan

Pajak

Pajak

Pajak

Pajak

Pajak

Pajak

Imbalan

Ketentuan

Penyidikan

Bunga

Pidana

vi

I. PENDAHULUAN

Tujuan pembelajaran:

 Mahasiswa mampu memahami sistematika undang-undang KUP

1.1. Hukum Pajak Material dan Hukum Pajak Formal

Tata cara pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan yang lebih sederhana menjadi ciri dan corak dalam perubahan Undang-Undang. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan, yang selanjutnya disebut dengan UU KUP adalah hukum pajak formal bagi Undang-Undang Pajak yang lainnya.Hukum dapat dibagi menjadi dua yaitu hukum pajak formal dan hukum material. Demikian juga dengan Hukum pajak, terbagi menjadi hukum pajak formal dan hukum pajak material. Hukum pajak formal adalah hukum pajak yang mengatur tentang bagaimana caranya hukum pajak material bisa dijalankan dan menjadi nyata. Dengan kata lain hukum pajak formal mengatur bagaimana tata cara dalam melaksanakan hukum pajak material (misalnya PPh atau PPN). Dengan dem ikian UU KUP akan lebih banyak “berbicara” bagaimana hukum pajak material seperti PPh atau PPN dilakukan.

Secara garis besar dalam UU KUP akan banyak membicarakan tentang hak dan kewajiban Wajib Pajak (WP). Kewajiban Wajib Pajak antara lain seperti mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP, melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi PKP, pembukuan, penyetoran pajak, melaporkan SPT dan kewajiban-kewajiban lainnya. Sedangkan hak Wajib Pajak antara lain seperti pengajuan keberatan, pengajuan banding, pengajuan restitusi dan hak-hak lainnya. UU KUP juga sedikit mengatur tentang fiskus, antara lain seperti kewajiban untuk menjaga rahasia wajib pajak. Undang-Undang pajak yang termasuk hukum pajak formal adalah sebagai berikut:

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana teah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2011 tentang Pengadilan Pajak.

Hukum pajak material adalah hukum pajak yang memuat antara lain norma-norma yang menerangkan keadaan-keadaan, perbuatan-perbuatan dan peristiwa-peristiwa hukum yang harus dikenakan pajak, siapa-siapa yang harus dikenakan pajak, berapa besarnya pajak, kapan timbulnya pajak, berapa besarnya tarif dan pajak yang harus dibayar, hapusnya utang pajak, dan hubungan hukum antara pemerintah dan wajib pajak. Undang- Undang pajak yang termasuk dalam hukum pajak material antara lain sebagai berikut:

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan diundangkan Lembaran Negara Nomor 50 Tahun 1983, Tambahan Lembaran Negara 3263, yang telah berkali-kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan PPnBM diundangkan Lembaran Negara Nomor 51 Tahun 1983, Tambahan Lembaran Negara nomor 3264, yang telah berkali-kali diubah, terakhir dengan UU Nomor 42 Tahun 2009.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan diundangkan dalam Lembaran Negara Nomor 68 Tahun 1985, Tambahan Lembaran Negara nomor 3312, yang telah berkali- kali diubah terakhir dengan UU Nomor 12 Tahun 1994.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai diundangkan Lembaran Negara Nomor 69 Tahun 1983, Tambahan Lembaran Negara nomor 3313.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah diundangkan Lembaran Negara Nomor 41 Tahun 1998.

1.2. Reformasi Perpajakan Tahun 1983

Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pancasila menjadi dasar negara Negara Republik Indonesia dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai sumber hukum tertinggi dalam kehidupan bernegara. Negara Indonesia menjunjung tinggi hak dan kewajiban warga negara dan menempatkan pajak sebagai salah satu perwujudan kewajiban kenegaraan bagi para warganya. Dengan demikian, pajak merupakan sarana bagi masyarakat untuk berperan serta dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional.

Sejak tahun 1983, Indonesia melakukan perubahan sistem perpajakan. Sistem perpajakan yang baru ini memberikan kepercayaan kepada subyek pajak untuk melaksanakan kewajiban serta memenuhi haknya di bidang perpajakan. Dengan perubahan sistem perpajakan yang baru ini diharapkan dapat segera mewujudkan perluasan dan peningkatan kesadaran kewajiban perpajakan serta meratakan pendapatan masyarakat. Ciri dan corak

tersendiri dari sistem pemungutan pajak tersebut adalah: 1

a. pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian kewajiban dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan yang diperlukan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional;

b. tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan pajak, sebagai pencerminan kewajiban di bidang perpajakan berada pada anggota masyarakat Wajib Pajak sendiri. Pemerintah, dalam hal ini aparat perpajakan sesuai dengan fungsinya berkewajiban melakukan pembinaan, penelitian dan pengawasan terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan Wajib Pajak berdasarkan ketentuan yang digariskan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan;

c. anggota masyarakat Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk dapat melaksanakan kegotong-royongan nasional melalui sistem menghitung, memperhitungkan, dan membayar sendiri pajak yang

1 Penjelasan Umum UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang KUP 1 Penjelasan Umum UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang KUP

diwajibkan menghitung, memperhitungkan, dan membayar sendiri jumlah pajak yang seharusnya terhutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, sehingga penentuan penetapan besarnya pajak yang terhutang berada pada Wajib Pajak sendiri. Selain dari pada itu Wajib Pajak diwajibkan pula melaporkan secara teratur jumlah pajak yang terhutang dan telah dibayar sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. Dengan sistem ini diharapkan pelaksanaan administrasi perpajakan yang berbelit-belit dan birokratis akan dihilangkan. Jelaslah bahwa sistem pemungutan pajak yang ditentukan menurut Undang-Undang ini, memberi kepercayaan lebih besar kepada anggota masyarakat Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya.

Selain itu jaminan dan kepastian hukum mengenai hak dan kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak lebih diperhatikan, dengan demikian dapat menggugah peningkatan kesadaran dan tanggung jawab perpajakan di masyarakat. Tugas administrasi perpajakan tidak lagi seperti yang terjadi pada waktu yang lampau, dimana administrasi perpajakan meletakkan kegiatannya pada tugas merampungkan/menetapkan semua SPT guna menentukan jumlah pajak yang terhutang dan jumlah pajak yang seharusnya dibayar, tetapi menurut ketentuan undang-undang ini administrasi perpajakan berperan aktif dalam melaksanakan pengendalian administrasi pemungutan pajak yang meliputi tugas-tugas pembinaan, penelitian, pengawasan, dan penerapan sanksi administrasi. Pembinaan masyarakat Wajib Pajak dapat dilakukan melalui berbagai upaya, antara lain pemberian penyuluhan pengetahuan perpajakan baik melalui media masa maupun penerangan langsung kepada masyarakat.

Perubahan tersebut diharapkan dapat menunjang sepenuhnya laju pembangunan dan mempercepat terwujudnya pemerataan pendapatan masyarakat, peningkatan serta perluasan tingkat kesadaran kewajiban Perubahan tersebut diharapkan dapat menunjang sepenuhnya laju pembangunan dan mempercepat terwujudnya pemerataan pendapatan masyarakat, peningkatan serta perluasan tingkat kesadaran kewajiban

1.3. Ketentuan Umum

Dalam Undang-Undang KUP, yang dimaksud dengan:

1. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan

yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

2. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

3. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

4. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.

5. Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak 5. Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak

6. Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

7. Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini.

8. Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.

9. Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu) Tahun Pajak.

10. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

11. Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

12. Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.

13. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.

14. Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.

15. Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar

Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.

16. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.

17. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.

18. Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.

19. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.

20. Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak

dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.

21. Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.

22. Kredit Pajak untuk Pajak Penghasilan adalah pajak yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak ditambah dengan pokok pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak karena Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar, ditambah dengan pajak yang dipotong atau dipungut, ditambah dengan pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri, dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak, yang dikurangkan dari pajak yang terutang.

23. Kredit Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan setelah dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak atau setelah dikurangi dengan pajak yang telah dikompensasikan, yang dikurangkan dari pajak yang terutang.

24. Pekerjaan bebas adalah pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja.

25. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

26. Bukti Permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan/atau bukti berupa keterangan, tulisan, atau benda yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi suatu tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.

27. Pemeriksaan Bukti Permulaan adaiah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.

28. Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

29. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.

30. Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian Surat Pemberitahuan dan lampiran- lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan penghitungannya.

31. Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang 31. Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang

32. Penyidik adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

33. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu da!am peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, atau Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga.

34. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.

35. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.

36. Putusan Gugatan adalah putusan badan peradilan pajak atas gugatan terhadap hal-hal yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan dapat diajukan gugatan.

37. Putusan Peninjauan Kembali adalah putusan Mahkamah Agung atas permohonan peninjauan kembali yang diajukan oteh Wajib Pajak atau oleh Direktur Jenderal Pajak terhadap Putusan Banding atau Putusan Gugatan dari badan peradilan pajak.

38. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan pajak untuk Wajib Pajak tertentu.

39. Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga adalah surat keputusan yang menentukan jumlah imbalan bunga yang diberikan kepada Wajib Pajak.

40. Tanggal dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimili, atau dalam hal disampaikan secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan disampaikan secara langsung.

41. Tanggal diterima adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimili, atau dalam hal diterima secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan diterima secara langsung.

1.4. Fase Dalam Pemenuhan Kewajiban Perpajakan

Untuk memudahkan dalam mempelajari Undang-Undang KUP, diperkenalkan beberapa fase yang mungkin dilalui oleh Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Fase-fase tersebut antara lain:

a) Fase timbulnya hak dan kewajiban di bidang perpajakan Fase ini dimulai dengan berlakunya Undang- Undang. “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang- Undang” (Pasal 23A UUD 1945).

b) Fase self assessment Fase ini dimulai ketika suatu pihak berdasarkan UU PPh ditentukan sebagai WP mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak dan kemudian kepadanya diberikan NPWP. Termasuk dalam fase ini antara lain; melakukan pembukuan atau pencatatan, menghitung pajak terutang, melakukan pembayaran dan melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT).

c) Fase pengawasan Fase ini dimulai pada saat SPT yang disampaikan WP dilakukan pemeriksaan pajak.

d) Fase sengketa Fase ini dimulai pada saat WP merasa tidak puas dengan keputusan yang diterbitkan oleh DJP. Termasuk dalam fase ini adalah proses pengajuan keberatan atas suatu ketetapan pajak.

e) Fase penyelesaian sengketa Fase ini bermuara ke lembaga yang menangani banding atau gugatan yaitu Pengadilan Pajak.

Gambar Error! No text of specified style in document..1.Fase Kewajiban

Perpajakan

RANGKUMAN

1. Hukum pajak dibagi menjadi dua yaitu hukum pajak formal dan hukum pajak material.

2. Anggota masyarakat Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk dapat melaksanakan kegotong-royongan nasional melalui sistem menghitung, memperhitungkan, dan membayar sendiri pajak yang terhutang (self assessment.

3. Fase dalam pemenuhan kewajiban perpajakan meliputi fase timbulnya hak dan kewajiban perpajakan, fase self assessment, fase pengawasan, fase sengketa dan penyelesaian sengketa.

LATIHAN

1. Jelaskan pengertian hukum pajak formal dan hukum pajak material!

2. Apakah yang dimaksud dengan self assessment?

3. Sebut dan jelaskan fase dalam pemenuhan kewajiban perpajakan!

II. PENDAFTARAN DAN PELAPORAN

Tujuan pembelajaran:

 Mahasiswa mampu memahami kewajiban mendaftarkan diri dan

melaporkan usaha

2.1. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Pengukuhan Pengusaha Kena

Pajak (PKP)

Dalam Pasal 1 angka 6 UU KUP disebutkan bahwa Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (Pasal 2 ayat (1) UU KUP). Saat mulai menjadi Wajib Pajak dalam literatur sering disebut dengan istilah taatbestand yaitu pada saat syarat subjektif bertemu dengan syarat objektif sehingga memenuhi syarat sebagai Wajib Pajak. Dalam penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU KUP disebutkan pula bahwa semua Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan berdasarkan sistem self assessment, wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak untuk dicatat sebagai Wajib Pajak dan sekaligus untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak.

Persyaratan subjektif adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan mengenai subjek pajak dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya. Persyaratan objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan pemotongan/pemungutan sesuai dengan ketentuan Undang- Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya. Kewajiban mendaftarkan diri tersebut berlaku pula terhadap wanita kawin yang dikenai pajak secara terpisah karena hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim atau dikehendaki

secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta. Wanita kawin selain tersebut di atas dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak atas namanya sendiri agar wanita kawin tersebut dapat melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah dari hak dan kewajiban perpajakan suaminya. Nomor Pokok Wajib Pajak tersebut merupakan suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak. Oleh karena itu, kepada setiap Wajib Pajak hanya diberikan satu Nomor Pokok Wajib Pajak. Selain itu, Nomor Pokok Wajib Pajak juga dipergunakan untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan. Dalam hal berhubungan dengan dokumen perpajakan, Wajib Pajak diwajibkan mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak yang dimilikinya. Terhadap Wajib Pajak yang tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan wajib mendaftarkan diri pada Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepada Wajib Pajak diberikan NPWP . NPWP terdiri dari 15 (lima belas) digit, yaitu 9 (sembilan) digit pertama merupakan kode WP dan 6 (enam) digit

berikutnya merupakan kode administrasi perpajakan.

01 . 234 . 567 . 8 - 999 . 000 Kode WP Kode KPP (pertama kali terdaftar) Kode cabang

Wajib Pajak yang wajib mendaftarkan diri tersebut meliputi:

a. Wajib Pajak orang pribadi, yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan memperoleh penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak;

b. Wajib Pajak orang pribadi, yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;

c. Wajib Pajak badan yang memiliki kewajiban perpajakan sebagai pembayar pajak, pemotong dan/atau pemungut pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; c. Wajib Pajak badan yang memiliki kewajiban perpajakan sebagai pembayar pajak, pemotong dan/atau pemungut pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;

e. Bendahara yang ditunjuk sebagai pemotong dan/atau pemungut pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Termasuk Wajib Pajak orang pribadi yang wajib mendaftarkan diri adalah wanita kawin yang dikenai pajak secara terpisah karena:

a. hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim;

b. menghendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta; atau

c. memilih melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah dari suaminya meskipun tidak terdapat keputusan hakim atau tidak terdapat perjanjian pemisahan penghasilan dan harta.

Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lama pada akhir bulan berikutnya setelah penghasilan Wajib Pajak tersebut pada suatu bulan yang disetahunkan telah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak.

Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lambat 1 (satu) bulan setelah saat usaha atau pekerjaan bebas, nyata-nyata mulai dilakukan.

Wajib Pajak badan wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lambat 1 (satu) bulan setelah saat pendirian. Bendahara wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lambat sebelum melakukan pemotongan dan/atau pemungutan pajak.

Untuk memperoleh NPWP, Wajib Pajak wajib mendaftarkan diri pada:

a. Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak; atau a. Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak; atau

ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan juga mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat-tempat kegiatan usaha Wajib Pajak. Sedangkan setiap Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, wajib melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha, dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak. Fungsi pengukuhan Pengusaha Kena Pajak selain dipergunakan untuk mengetahui identitas Pengusaha Kena Pajak yang sebenarnya juga berguna untuk melaksanakan hak dan kewajiban di bidang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah serta untuk pengawasan administrasi perpajakan.Wajib Pajak sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) UU KUP tersebut, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP pada:

a. Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan, dan/atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak; atau

b. Kantor Pelayanan Pajak tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Wajib Pajak yang mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dan/atau melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP dapat mengajukan permohonan secara elektronik atau tertulis dilampiri dengan dokumen yang

disyaratkan. 3 Permohonan secara tertulis tersebut disampaikan:

2 Pasal 4 ayat (1) PMK Nomor 182/PMK.03/20015 3 Pasal 4 ayat (2) PMK Nomor 182/PMK.03/20015 2 Pasal 4 ayat (1) PMK Nomor 182/PMK.03/20015 3 Pasal 4 ayat (2) PMK Nomor 182/PMK.03/20015

b. melalui pos; atau

c. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir.

Gambar 2.1. Mendaftarkan Diri Untuk Memperoleh NPWP

Berdasarkan permohonan Wajib Pajak maka Kepala Kantor Pelayanan Pajak atau Kepala Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan

melakukan: 4

a) penerbitan NPWP paling lama 1 (satu) hari kerja terhitung setelah permohonan diterima secara lengkap; dan

b) pengukuhan PKP paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung setelah permohonan diterima secara lengkap. Pengukuhan PKP dilakukan setelah Kepala Kantor Pelayanan Pajak atau Kepala Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan meneliti dan memastikan keberadaan tempat dan kegiatan usaha Wajib Pajak.

Terhadap Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak yang tidak memenuhi kewajiban untuk mendaftarkan diri dan/atau melaporkan usahanya dapat diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau pengukuhan Pengusaha Kena

4 Pasal 5 ayat (1) PMK Nomor 182/PMK.03/20015

Pajak secara jabatan. Hal ini dapat dilakukan apabila berdasarkan data yang diperoleh atau dimiliki oleh Direktorat Jenderal Pajak ternyata orang pribadi atau badan atau Pengusaha tersebut telah memenuhi syarat untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

2.2. Penghapusan NPWP

Penghapusan NPWP dilakukan terhadap Wajib Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.Penghapusan NPWP dilakukan antara lain dalam hal:

1) Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan;

2) Wajib Pajak badan dilikuidasi atau dibubarkan karena penghentian atau penggabungan usaha;

3) Wajib Pajak bentuk usaha tetap yang telah menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia;

4) Wajib Pajak bendahara pemerintah yang tidak lagi memenuhi syarat sebagai Wajib Pajak karena yang bersangkutan sudah tidak lagi melakukan pembayaran;

5) Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya;

6) Wajib Pajak yang memiliki lebih dari 1 (satu) NPWP untuk menentukan NPWP yang dapat digunakan sebagai sarana administratif dalam pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan;

7) Wajib Pajak orang pribadi yang berstatus sebagai pengurus, komisaris, pemegang saham atau pemilik dan pegawai yang telah diberikan NPWP melalui pemberi kerja/bendahara pemerintah dan penghasilan netonya tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak;

8) warisan yang belum terbagi dalam kedudukan sebagai Subjek Pajak sudah selesai dibagi;

9) wanita yang sebelumnya telah memiliki NPWP dan menikah tanpa membuat perjanjian pemisahan harta dan penghasilan serta tidak ingin 9) wanita yang sebelumnya telah memiliki NPWP dan menikah tanpa membuat perjanjian pemisahan harta dan penghasilan serta tidak ingin

10) wanita kawin yang memiliki NPWP berbeda dengan NPWP suami dan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakannya digabungkan dengan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan suami; atau

11) anak belum dewasa yang telah memiliki NPWP.

Penghapusan NPWP tersebut dapat dilakukan melalui:

a. permohonan Wajib Pajak; atau

b. secara jabatan. Pengajuan permohonan Wajib Pajak dalam rangka penghapusan NPWP

dilakukan secara elektronik atau tertulis, dan dilampiri dengan dokumen yang disyaratkan. Permohonan secara tertulis disampaikan:

a. secara langsung;

b. melalui pos; atau

c. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir. Penghapusan NPWP atas permohonan Wajib Pajak atau secara jabatan dilakukan berdasarkan hasil Pemeriksaan. Berdasarkan hasil Pemeriksaan, Kepala Kantor Pelayanan Pajak melakukan penghapusan NPWP dalam hal Wajib Pajak tidak sedang mengajukan upaya hukum dan memenuhi ketentuan:

a. tidak mempunyai utang pajak;

b. mempunyai utang pajak namun penagihannya sudah daluwarsa;

c. mempunyai

Pajak orang pribadi meninggal dunia dengan tidak

utang pajak namun Wajib

warisan dan tidak mempunyai ahli waris, pelaksana wasiat, pengurus harta peninggalan, atau ahli waris tidak dapat ditemukan; atau

meninggalkan

d. mempunyai utang pajak namun Wajib Pajak tidak mempunyai harta kekayaan. Dalam hal penghapusan NPWP dilakukan berdasarkan permohonan

Wajib Pajak, Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus menerbitkan keputusan atas permohonan penghapusan NPWP dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan untuk Wajib Pajak orang pribadi atau 12 (dua belas) bulan Wajib Pajak, Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus menerbitkan keputusan atas permohonan penghapusan NPWP dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan untuk Wajib Pajak orang pribadi atau 12 (dua belas) bulan

2.3. Pencabutan Pengukuhan PKP

Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat melakukan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberikan keputusan atas permohonan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap. Pencabutan pengukuhan PKP dilakukan terhadap PKP yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Pencabutan pengukuhan PKP dilakukan dalam hal:

a. PKP dengan status Wajib Pajak non efektif;

b. PKP yang tidak diketahui keberadaan dan/atau kegiatan usahanya;

c. PKP menyalahgunakan pengukuhan PKP;

d. PKP pindah alamat ke wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak lain;

e. PKP yang sudah tidak memenuhi persyaratan sebagai PKP; atau

f. PKP telah dipusatkan tempat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai di tempat lain.

Pencabutan Pengukuhan PKP dapat dilakukan dengan melalui:

a. permohonan Wajib Pajak; atau

b. secara jabatan. Dokumen yang disyaratkan sebagai kelengkapan permohonan pencabutan pengukuhan PKP meliputi dokumen yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak secara subjektif dan/atau objektif sudah tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai PKP. Dalam hal pencabutan pengukuhan PKP dilakukan berdasarkan permohonan Wajib Pajak, Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan keputusan atas permohonan pencabutan pengukuhan PKP dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal permohonan Wajib Pajak diterima secara lengkap. Apabila jangka waktu 6 (enam) bulan tersebut terlampaui dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak tidak menerbitkan keputusan, maka permohonan Wajib Pajak dianggap dikabulkan dan Kepala Kantor Pelayanan

Pajak menerbitkan Surat Keputusan Pencabutan Pengukuhan PKP dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan setelah jangka waktu 6 (enam) bulan berakhir.

Pencabutan pengukuhan PKP secara jabatan dilakukan dalam hal berdasarkan data dan/atau informasi perpajakan yang dimiliki atau diperoleh Direktur Jenderal Pajak diketahui bahwa Wajib Pajak tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif. Pencabutan pengukuhan PKP atas permohonan Wajib Pajak atau secara jabatan dilakukan berdasarkan hasil Pemeriksaan.

Gambar 2.2. Penghapusan NPWP dan/atau Pencabutan PKP

RANGKUMAN

1. Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

2. Persyaratan subjektif adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan mengenai subjek pajak dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya. Persyaratan objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan pemotongan/pemungutan sesuai dengan ketentuan Undang- Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya.

3. Penghapusan NPWP dilakukan terhadap Wajib Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

4. Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat melakukan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.

LATIHAN

1. Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan tertentu wajib mendaftarkan diri pada Kantor Pelayanan Pajak. Sebut dan jelaskan persyaratan tertentu tersebut.

2. Jelaskan mekanisme penghapusan NPWP!

3. Jelaskan mekanisme pencabutan PKP!

III. PEMBUKUAN DAN PENCATATAN

Tujuan pembelajaran:

 Mahasiswa mampu menjelaskan kewajiban pembukuan atau pencatatan

bagi Wajib Pajak dan Pengusaha Kena Pajak

3.1. Pengertian Pembukuan

Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut (Pasal 1 angka 29 UU KUP).

3.2. Yang Wajib Melakukan Pembukuan

Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang. Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah dapat diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah mendapat izin Menteri Keuangan.

Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual dan stelsel kas. Perubahan terhadap metode pembukuan dan/atau tahun buku harus mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak. Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah dapat diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah mendapat izin Menteri Keuangan.

3.3. Yang Tidak Wajib Melakukan Pembukuan Tetapi Wajib Melakukan

Pencatatan

Wajib Pajak yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan tetapi wajib melakukan pencatatan, adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai Wajib Pajak yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan tetapi wajib melakukan pencatatan, adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai

Pencatatan terdiri atas data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final. Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan memperhatikan iktikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya. Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka Arab, satuan mata uang rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.

3.4. Jangka Waktu Penyimpanan Dokumen

Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi on-line wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi, atau di tempat kedudukan Wajib Pajak badan.

3.5. Sanksi Tidak Terpenuhinya Kewajiban Pembukuan dan Pencatatan

1) Sanksi Administrasi Bagi Wajib Pajak yang tidak menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 atau pada saat diperiksa tidak memenuhi permintaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 sehingga Direktur Jenderal Pajak tidak dapat menghitung jumlah pajak yang seharusnya, Direktur Jenderal Pajak berwenang menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dengan penghitungan secara jabatan, yaitu penghitungan pajak didasarkan pada data yang tidak hanya diperoleh dari Wajib Pajak saja. Atas kekurangan pembayaran pajak tersebut ditagih dengan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan 1) Sanksi Administrasi Bagi Wajib Pajak yang tidak menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 atau pada saat diperiksa tidak memenuhi permintaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 sehingga Direktur Jenderal Pajak tidak dapat menghitung jumlah pajak yang seharusnya, Direktur Jenderal Pajak berwenang menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dengan penghitungan secara jabatan, yaitu penghitungan pajak didasarkan pada data yang tidak hanya diperoleh dari Wajib Pajak saja. Atas kekurangan pembayaran pajak tersebut ditagih dengan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan

a. 50% (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar dalam satu Tahun Pajak;

b. 100% (seratus persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetor, dan dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetor; atau

c. 100% (seratus persen) dari Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan PajakPenjualan Atas Barang Mewah yang tidak atau kurang dibayar.

Pembuktian atas uraian penghitungan yang dijadikan dasar penghitungan secara jabatan oleh Direktur Jenderal Pajak dibebankan kepada Wajib Pajak. Sebagai contoh:

1) pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 tidak lengkap sehingga penghitungan laba rugi atau peredaran tidak jelas;

2) dokumen-dokumen pembukuan tidak lengkap sehingga angka-angka dalam pembukuan tidak dapat diuji; atau

3) dari rangkaian pemeriksaan dan/atau fakta-fakta yang diketahui besar dugaan disembunyikannya dokumen atau data pendukung lain di suatu tempat tertentu sehingga dari sikap demikian jelas Wajib Pajak telah tidak menunjukkan iktikad baiknya untuk membantu kelancaran jalannya pemeriksaan.

2) Sanksi Pidana Tidak terpenuhinya kewajiban pembukuan atau pencatatan oleh Wajib Pajak sebagaimana terdapat dalam UU KUP Pasal 39 ayat 1 huruf g (tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak memperhatikan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain) dan huruf h (tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau diselenggarakan secara program aplikasi on-line di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (11)) sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dikenakan sanksi pidana berupa pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda 2) Sanksi Pidana Tidak terpenuhinya kewajiban pembukuan atau pencatatan oleh Wajib Pajak sebagaimana terdapat dalam UU KUP Pasal 39 ayat 1 huruf g (tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak memperhatikan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain) dan huruf h (tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau diselenggarakan secara program aplikasi on-line di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (11)) sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dikenakan sanksi pidana berupa pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda

Gambar3.1. Latar Belakang Pengenaan Pajak

RANGKUMAN

1. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.

2. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan.