perencanaan pariwisata berbasi dalam docx

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang sifatnya komplek, mencakup hampir seluruh
aspek kehidupan manusia. Oleh karena itu pembangunan pariwisata harus ditinjau dari aspek
kehidupan. Pembangunan sector pariwisata diarahkan menjadi sector andalan yang mampu
menjadi peluang kerja, pendapatan asli daerah dan penerimaan devisa negara.
Indonesia merupakah salah satu negara yang memliki kenekaragaman hayati begitu besar
terutama sumber daya alam. Dari kenekaragaman yang begitu banyak tentunya memiliki
peranan yang sangat penting dalam sector kepariwisataan, terutama dalam pengembangan
pariwisata yang berkelanjutan. Potensi obyek wisata dan daya tarik yang dimiliki oleh
Indonesia antara lain berupa kenekaragaman hayati, keunikan, keaslian budaya tradisional,
keindahan bentang alam, gejala alam, serta peninggalan sejarah. yang mana semua itu
mampu menjadi sumber ekonomi bagi masyarakat maupun daerah, sekaligus menjadi sarana
pendidikan dan pelestarian lingkungan.
Setelah diberlakukannya undang- undang otonomi daerah tentunya pemerintah daerah
akan berlomba- lomba untuk meningkatkan pendapatan asli daerah mereka masing- masing.
Oleh sebab itu yang menjadi sumbangan terbesar adalah sektor pariwisata, dengan mengelola
dan memanfaatkan potensi wisata yang ada di daerahnya dengan baik.
Kota Batu yang merupakan kota administratif dari Kabupaten Malang, berdasarkan

Undang- undang nomor 11 tahun 2001 tentang pembentukan Kota Batu. Kota Batu terdiri
dari 3 kecamatan yaitu Kecamatan Batu, Kecamatan Bumiaji dan Kecamatan Junrejo.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Batu nomor 7 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Kota Batu tahun 2010-2030 Kota Batu ditetapkan berdasarkan fungsi
wilayahnya yang terbagi menjadi 3 Bagian Wilayah Kota (BWK).
Kecamatan Batu ditetapkan sebagai BWK I sebagai peruntukan pengembangan pusat
pemerintahan kota, pengembangan kawasan kegiatan perdagangan dan jasa modern, kawasan
pengembangan kegiatan pariwisata dan jasa penunjang akomodasi wisata serta kawasan
pendidikan menengah dengan pusat pelayanan berada di Desa Pesanggrahan. Kecamatan
Junrejoi sebagai BWK II yang diperuntukkan sebagai pengembangan permukiman kota dan

dilengkapi dengan pusat pelayanan kesehatan skala kota dan regional, kawasan pendidikan
tinggi dan kawasan pendukung perkantoran pemerintahan dan swasta dengan pusat
pelayanan di Desa Junrejo dan BWK III sebagai wilayah utama pengembangan kawasan
agropolitan, pengembangan kawasan wisata alam dan lingkungan serta kegiatan agrowisata
dengan cakupan wilayah meliputi Kecamatan Bumiaji dengan pusat pelayanan di Desa
Punten.
Karena Kota Batu sebagai hulu DAS Brantas lebih khususnya Kecamatan Bumuaji
dengan luasan hutan sebesar 8.751,60 Ha atau 63,38% dari luasan yang memiliki peranan
penting sebagai daerah penyangga dan sumber resapan mata air yang ada di Kota Batu. Maka

pembangunan di Kota Batu harus menitikberatkan pada asas keberlanjutan dengan
mengintegrasikan tiga elemen pokok pembangunan berkelanjutan yang terdiri dari ekonomi,
social dan lingkungan.
Kota Batu merupakan kota pariwisata dengan basis pertanian, yang mana sebagian besar
penduduk Kota Batu bermata pencaharian sebagai petani. Kecamatan Bumiaji yang
ditetapkan sebagai pengembangan kawasan agropolitan dengan luas wilayah sebesar
12.789,42 Ha atau 64% dari total luas Kota Batu yaitu 19.908,72 Ha. Yang mana di
Kecamatan Bumiaji ini terdapat lahan pengembangan berbagai sector yang meliputi sector
perkebunan, pertanian, perikanan, peternakan dan lain sebagainya. Berdasarkan analisis
Location Qoutient,wilayah Desa Gunungsari menjadi pengembangan tanaman hias dan
peternakan sapi perah. Desa Punten, Bumiaji, Bulukerto dan DEsa Tulungrejo dikenal
sebagai penghasil apel, jambu biji, alpukat dan jeruk. Desa Giripurno dan Sumberbrantas
dengan komoditas sayuran eksotis, DEsa Pandanrejo untuk tanaman pangan dan perikanan
serta DEsa Sumbergondo untuk peternakan kelinci dan alpukat. Dari masing- masing wilayah
tersebut yang akan menjadi cirri khas untuk pengembangan kawasan agropolitan (Bappeda,
2010).
Dengan dikembangkanya kawasan agropolitan, pengembangan kawasan wisata alam
dang lingkungan serta agrowisata di wilayah Kecamatan Bumiaji tentunya akan
membutuhkan sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan tersebut. Hal tersebut
tentunya akan mengurangi luasan lahan pertanian budidaya yang ada, maka persoalan

tersebut tidak bisa diabaikan bahwasannya pariwisata akan mendorong peningkatan
perekonomian masyarakat melalui sector hilir agribisnis yang mencakup agroindustri

pedesaan, industry manufaktur, makanan, pelayanan kebutuhan restoran hotel sampai outlet
agribisnis pusat oleh- oleh dan cinderamata.
Dengan demikian hal tersebut menjadi dilemma dan pertimbangan bagi pemerintah
dimana sector perdagangan dan jasa mampu memberikan sumbangan PDRB secara
signifikan dibandingkan dengan komoditas pertanian, sehingga diperlukannya studi
keberlanjutan dalam pengembangan agropolitan di kawasan Kecamatan Bumiaji. Kawasan
tersebut dijadikan sebagai pengembangan wisata alam dan lingkungan serta kegiatan
agrowisata, sehingga kegiatan pariwisata akan memberikan dampak cukup besar dan
menunjang produk pertanian di Kota Batu.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pembangunan pariwisata keberlanjutan yang ada di Kota Batu dilihat dari
dimensi pembangunan berkelanjutan?
2. Bagaimana pengembangan kawasan agropolitan di Kota Batu di lihat dari konsep
pariwisata berkelanjutan?
3. Bagaimana strategi yang akan dilakukan dalam meningkatkan pariwisata keberlanjutan
yang ada di Kota Batu?
1.3 Tujuan

1. Mengetahui pembangunan pariwisata keberlanjutan yang ada di Kota Batu melaui
dimensi pembangunan berkelanjutan
2. Mengetahui factor apa saja yang mempengaruhi dalam pengembangan pariwisata
keberlanjutan di Kota Batu
3. Mengetahui strategi yang dilakukan untuk meningkatkan pariwisata keberlanjutan yang
ada di Kota Batu

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan menurut United Nations Conference on Environment and
Development (UNCED) yaitu pembangunan yang memenuhi kebutuhan dari generasi sekarang
tanpa mengurangi kemampuan dari generasi mendatang untuk memnuhi kebutuhan mereka.
Sehingga muncul sebuah konsep yang mempertemukan antara aspek pembangunan ekonomi dan
konservasi lingkungan (ekologis). Yang mana konsep tersebut menjadi paying bagi banyak
konsep, kebijakan dan program pembangunan yang berkembang secara global. Pembangunan
berkelanjutan merupakan paradigma baru yang memiliki interpretasi konsep atau aksi yang
beragam, dalam Caring for the Earth pembangunan berkelanjutan sebagai upaya peningkatan
mutu kehidupan manusia, namun masih dalam kemampuan daya dukung ekosistem (IUCN,

UNEP dan WWF dalam Baiquni, 2002: 34).
Menurut Baiquni (2002:35) pembangunan berkelanjutan berkaitan dengan empat hal, yaitu:
1. upaya memenuhi kebutuhan manusia yang ditopang dengan kemampuan dan daya dukung ekosistem.
2. upaya peningkatan

mutu

kehidupan

manusia

dengan

cara

melindungi

dan

memberlanjutkan.

3. upaya meningkatkan sumber daya manusia dan alam yang dibutuhkan pada masa yang
akan datang,
4. upaya mempertemukan kebutuhan menusia secara antar generasi.
Dalam upaya untuk menciptakan pembangunan yang berkelanjutan diperlukan tiga spek, yaitu
aspek lingkungan, aspek ekonomi dan aspek social. Yang mana ketiga konsep tersebut saling
berhubungan dan mempunyai timbal balik antara aspek yang satu dengan yang lainnya.
1. Aspek lingkungan, dimana lingkungan yang menjadi dasar adanya keberlanjutan tersebut.
Terutama sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui, oleh karena itu sangatlah
penting untuk melestarikan lingkungan agar sumber daya alam yang ada bisa terus
dimanfaatkan oleh generasi yang akan datang meskipun ketersediaannya terbatas.
2. Aspek ekonomi, dimana pembangunan berkelanjutan berkaitan erat dengan pertumbuhan
ekonomi dan bagaimana mencari jalan untuk memajukan ekonomi dalam jangka panjang,
tanpa menghabiskan modal alam. Namun konsep “pertumbuhan ekonomi” itu sendiri
bermasalah, karena sumberdaya bumi itu sendiri terbatas.

3. Aspek sosial, dimana pembangunan yang berdimensi pada manusia dalam hal interaksi,
interrelasi dan interdependesi. Yang erat kaitannya juga dengan aspek budaya. Tidak
hanya pada permasalahan ekonomi, pembangunan berkelanjutan untuk menjaga
keberlangsungan budaya dari sebuah masyarakat supaya sebuah amsyarakat tetap bisa
eksis untuk menlajalani kehidupan serta mempunyai sampai masa mendatang.

2.2 Konsep Pariwisata Berkelanjutan
WTO mendefinisikan pembangunan pariwisata berkelanjutan sebagai pembangunan
yang memenuhi kebutuhan wisatawan saat ini, sambil melindungi dan mendorong kesempatan
untuk waktu yang akan datang. Mengarah pada pengelolaan seluruh sumber daya sedemikian
rupa sehingga kebutuhan ekonomi, sosial dan estetika dapat terpenuhi sambil memelihara
integritas kultural, proses ekologi esensial, keanakeragaman hayati dan sistem pendukung
kehidupan.
Produk pariwisata berkelanjutan dioperasikan secara harmonis dengan lingkungan lokal,
masyarakat dan budaya, sehingga mereka menjadi penerima keuntungan yang permanen dan
bukan korban pembangunan pariwisata (Anonim, 2000: XVI). Dalam hal ini kebijakan
pembangunan pariwisata berkelanjutan terarah pada penggunaan sumber daya alam dan
penggunaan sumber daya manusia untuk jangka waktu panjang. (Sharpley, 2000:10).
Berkaitan dengan upaya menemukan keterkaitan anatara aktifitas pariwisata dan konsep
pembangunan berkelanjutan Cronin (dalam Sharpley,2000:1) mengkonsepkan pembangunan
pariwisata berkelanjutan sebagai pembanguan yang terfokus pada dua hal, keberlanjutan
pariwisata sebagai aktivitas ekonomi di satu sisi dan lainnya mempertimbangkan pariwisata
sebagai elemen kebijakan pembangunan berkelanjutan yang lebih luas. Stabler dan Goodall,
dalam Sharpley, 2000:1) menyatakan pembangunan pariwisata berkelanjutan harus konsisten
dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.
Aronsson (200:40) mencoba menyampaikan beberapa pokok pikiran tantang


intepretasi

pembangunan pariwisata berkelanjutan, yaitu :
1.

Pembangunan pariwisata berkelanjutan harus mampu mengatasi permasalahn sampah
lingkungan serta memilislppki perspektif ekologis.

2.

Pembangunan

pariwisata

berkelanjutan

menunjukkan

keberpihakannya


pembangunan berskala kecil dan yang berbasis masyarakat lokal/setempat.

pada

3.

Pembangunan pariwisata berkelanjutan menempatkan daerah tujuan wisata sebagai
penerima manfaat dari pariwisata, untuk mencapainya tidak harus dengan mengeksploitasi
daerah setempat.

4.

Pembangunan pariwisata berkelanjutan menekankan pada keberlanjutan budaya, dalam
hal ini berkaitan dengan upaya-upaya membangun dan mempertahankan bangunan
tradisional dan peninggalan budaya di daerah tujuan wisata.

Pembangunan pariwisata berkelanjutan atau Sustainable Tourism Development menurut Yaman
dan Mohd (2004: 584) ditandai dengan 4 kondisi, yaitu :
1.


Anggota masyarakat harus berpartisipasi dalam proses perencanaan dan pembangunana
pariwisata.

2.

Pendidikan bagi tuan rumah, pelaku industri dan pengunjung/wisatawan.

3.

Kualitas habitat kehidupan liar, penggunaan energi dan iklim mikro harus dimengerti dan
didukung.

4.

Investasi pada bentuk-bentuk transportasi alternative.

World Tourism and Travel Council (WTTC) bersama-sama dengan World Tourism Organization
dan Earth Council menerjemahkan ke dalam program tindak bagi industri perjalanan dan
pariwisata yang disebut Agenda 21 untuk Industri Perjalanan dan Pariwisata. Dalam dokumen

tersebut dinyatakan bahwa pariwisata berkelanjutan adalah: “Pariwisata yang memenuhi
kebutuhan wisatawan dan wilayah yang didatangi wisatawan (destinasi wisata) pada saat ini,
sekaligus melindungi dan meningkatkan kesempatan di masa depan. Pengertian tersebut
mengarah pada pengelolaan seluruh sumber daya sedemikian sehingga kebutuhan ekonomi,
sosial dan estetika dapat terpenuhi sekaligus memelihara integritas kultural, berbagai proses
ekologi yang esensial, keanekaragaman hayati dan berbagai sistem pendukung kehidupan.”
Produk- produk dari pariwisata berkelanjutan adalah produk yang dioperasikan secara
harmonis dengan lingkungan, masyarakat dan budaya setempat sehingga mereka terus menerus
menjadi penerima manfaat bukannya korban pembangunan pariwisata. Dalam dokumen tersebut
pariwisata berkelanjutan memerlukan perubahan orientasi cara kerja yang fundamental dari dua
pihak, yaitu:


Pemerintah dalam mengarahkan pembangunan pariwisata,



Usaha perjalanan dan pariwisata dalam menjalankan uahanya.

Agenda 21 Sektor Pariwisata Indonesia tidak hanya menganggap pariwisata berkelanjutan
sebagai tanggung jawab dua pelaku utama dalam pariwisata: pemerintah dan usaha pariwisata.
Tetapi melihat seluruh pihak -pemerintah, usaha pariwisata, LSM dan masyarakat, wisatawanyang terlibat dalam kepariwisataan mempunyai tanggung jawab dalam mewujudkan pariwisata
yang berkelanjutan sehingga program tindak disusun untuk seluruh pelaku.
Sedangkan indikator yang dikembangkan pemerintah RI tentang pembangunan pariwisata
berkelanjutan (Agenda 21 sektoral, 2000) adalah :
1.

Kesadaran tentang tanggung jawab terhadap lingkungan, bahwa strategi pembangunan
pariwisata berkelanjutan harus menempatkan pariwisata sebagai green industry(industri
yang ramah lingkungan), yang menjadi tanggungjawab pemerintah, industri pariwisata,
masyarakat dan wisatawan.

2.

Peningkatan peran pemerintah daerah dalam pembangunan pariwisata.

3.

Kemantaban/keberdayaan industri pariwisata yaitu

mampu menciptakan produk

pariwisata yang bisa bersaing secara internasional, dan mensejahterakan masyarakat di
tempat tujuan wisata.
4.

Kemitraan dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan pariwisata yang bertujuan
menghapus/meminimalisir perbedaan tingkat kesejahteraan wisatawan dan masyarakat di
daerah tujuan wisata untuk menghindari konflik dan dominasi satu sama lain. Hal ini juga
didukung dengan memberi perhatian/pengembangan usaha skala kecil oleh masyarakat
lokal. (Editor : Rafans Manado).

2.3 Hakekat Pariwisata Berkelanjutan
Swarbroke (1998) mengatakan bahwa pada hakekatnya pariwisata berkelanjutan harus
terintegrasi pada tiga dimensi, yaitu:
 Dimensi lingkungan,
 Dimensi ekonomi,dan
 Dimensi social.
Berdasarkan konteks pembangunan berkelanjutan dalam pariwisata berkelanjutan adalah
pembangunan kepariwisataan yang sesuai dengan kebutuhan wisatawan dengan tetap
memperhatikan kelestarian (conservation, environmental dimention), memberi peluang bagi
generasi muda untuk memanfaatkan (economic dimention) dan mengembangkan berdasarkan
tatanan social (social dimention) yang telah ada. Dengan demikian dalam pembangunan
pariwisata berkelanjutan dapat merepkan sebuah teori ekologi pariwisata. Dimana ekologi

pariwisata merupakan sebuah ilmu yang mempelajari hubungan timbale balik antar unsure hayati
yang dapat dibudidayakan dan nonhayati yang dapat dikelola untuk kegiatan pariwisata tanpa
harus menyimpang dari tata alam yang ada (pencagaran).
Dalam konteks ekologi pariwisata menurut Darsoprayitno (2001) bahwa alam dapat
dimanfaatkan untuk kegiatan pariwisata dengan menerapkan asas pencagaran sebagai berikut:
1. Benefisasi, kegiatan kerja dalam meningkatkan manfaat tata lingkungan dengan teknologi
tepat guna, sehingga yang semula tidak bernilai menguntungkan menjadi meningkat
nilainya secara social, ekonomi dan budaya.
2. Optimalisasi, usaha mencapai manfaat seoptimal mungkin dengan mencegah
kemungkinan terbuangnya salah satu unsure sumber daya alam dan sekaligus
meningkatkan mutunya.
3. Alokasi, suatu usaha yang berkaitan dengan kebijakan pembangunan dalam menetukan
peringkat untuk mengusahakan suatu tata lingkungan sesuai dengan fungsinya tanpa
menganggu atau merusak tata alamnya.
4. Reklamasi, memanfaatkan kembali sisa suatu kegiatan kerja yang sudah ditinggalkan
untuk dimanfaatkan kembali bagi kesejahteraan hidup manusia.
5. Substitusi, suatu usaha mengganti atau mengubah tata lingkungan yang sudah menyusut
kualitasnya dan kuantitasnya dengan sesuatu yang baru sebagai tiruannya dengan
mengacu pada tata lingkungnnya.
6. Restorasi, mengembalikan fungsi dan kemampuan tata lingkungan alam atau budaya
yang sudah rusak atau terbengkalai agar kembali bermanfaat nagi kesejahteraan hidup
manusia.
7. Integrasi, pemanfaatan tata lingkungan secara terpadu hingga satu dengan yang lainnya
saling menunjang, antara perilaku budaya manusia dengan unsur lingkungan baik
bentukan alam maupun hasil binaannya.
8. Preservasi, suatu usaha mempertahankan atau memelihara runtunan alami yang ada
sesuai dengan hokum alam yang berlaku hingga dapat dimanfaatkan secara
berkelanjutan.
Salah satu asas dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional adalah asas manfaat,
yang menyatakan bahwa segala usaha dan kegiatan pembangunan nasional hendaknya
memberikan manfaat sebesar- besarnya bagi kemanusiaan, peningkatan kesejahteraan rakyat dan
pengembangan pribadi warganegara serta mengutamakan kelestarian nilai- nilai luhur budaya
bangsa dan kelestarian fungsi lingkungan dalam rangka pembangunan yang berkesinambungan
dan berkelanjutan.
Gunn (1993), suatu kawasan wisata yang baik dan berhasil harus memperhatikan:

1.
2.
3.
4.

Kelestraian lingkungannya,
Peningkatan kesejahteraan masyarakat dikawasa tersebut,
Menjamin kepuasan pengunjung
Meningkatkan keterpaduan dan unit pembanunan masyarakat disekitar kawasan dan zone
pengembangnnya.

2.4 Dampak Globalisasi Terhadap Pariwisata Berkelanjutan
Dampak Globalisasi terhadap pariwisata berkelanjutan terdiri atas poin poin sebagai
berikut :
1. Dapat menciptakan kesempatan berusaha.Dengan datangnya wisatawan, perlu pelayanan
untuk menyediakan kebutuhan (need), Keinginan (want), dan harapan (expectation)
wisatawan yang terdiri berbagai kebangsaan dan tingkahlakunya.
2. Dapat meningkatkan pendapatan sekaligus mempercepat pemerataan pendapatan
masyarakat, sebagai akibat multiplier effect yang terjadi dari pengeluaran wisatawan yang
relative cukup besar.
3. Dapat meningkatkan pendapatan nasional atau Gross Domestic Bruto (GDB).
4. Dapat mendorong peningkatan investasi dari sektor industry pariwisata dan sektor
ekonomi lainnya.
5. Adanya dukungan teknologi pada saat sekarang ini yang memudahkan dalam
memperkenalkan pariwisata kepada dunia lokal maupun internasional
6. Adanya berbagai akses transportasi yang cepat dengan berbagai promonya sehingga
memudahkan wisatawan untuk mengeksplorasi tempat wisata,

BAB III
PEMBAHASAN

3.1

Pembangunan Pariwisata Keberlanjutan di Lihat dari Dimensi Pembangunan
Keberlanjutan
1. Dimensi Lingkungan
Dalam pembangunan kawasan agropolitan di Batu ditinjau dari dimensi ekologi
belum memberikan keberlanjutan dari atribut yang menjadi penilaian. Status
keberlanjutan dimensi ekologi dipengaruhi oleh beberapa atribut yang menjadi dasar
penilaian yaitu kepemilikan lahan, pencetakan lahan pertanian baru, pengelolaan
limbah, pengolahan lahan, penggunaan saprodi dan sertifikasi.


Sertifikasi, dimana masyarakat belum banyak menggunakan benih/ bibit
tanaman yang bersertifikasi. Sehingga berdampak pada produktivitas tanaman
yang dihasilkan, karena dengan menggunakan bibit yang sudah tersertifikasi
akan meningkatkan hasil panen petani. Penggunaan jenis bibit/ benih
bersertifikasi memudahkan pelacakan bila terjadi serangan hama maupun
penyakit bisa segera dilokalisir dan dicari tahu penyebabnya. Rendahnya
penggunaan bibit bersertifikasi dimasyarakat disebabkan karena tanaman
yang diusahakan khususnya jenis komoditas buah dilakukan secara turun
temurun seperti tanaman apel yang telah diusahakan secara bertahun – tahun.



Pengolahan lahan, dimensi ekologi menunjukkan pengolahan lahan pertanian
sedikit berpengaruh terhadap nilai indeks keberlanjutan. Pengolahan lahan
pertanian di Kecamatan Bumiaji lebih banyak dilakukan secara manual
dengan cara dicangkul untuk membalikkan tanah. Penggunaan mesin sejenis
handtractor tidak banyak digunakan karena lokasi pertanian yang berada di
lereng dengan kecuraman yang cukup tinggi. Selain itu luasan lahan yang
dimiliki tidak terlalu luas dan terhampar seperti lahan sawah pada umumnya.
Penggunaan handtractor hanya digunakan pada lahan pertanian sawah yang
banyak dijumpai di desa Pandanrejo yang lahannya relatif datar.



Penggunaan saprodi, penggunaan saprodi di Kota Batu masih cenderung
tergantung pada bahan – bahan kimia sintetik baik berupa pupuk maupun
obat – obatan. Hal ini tidak terlepas dari kebiasaan yang telah terpola pada
petani. Keinginan untuk mendapatkan hasil yang maksimal membuat petani
tergantung menggunakan pupuk kimia sintetik, walaupun pada saat awal
musim tanam tetap menggunakan pupuk organik (pupuk kandang) yang
menurut petani tidak cukup. Bila mengandalkan pupuk organik saja hasil
yang diinginkan menjadi tidak maksimal. Padahal penggunaan pupuk dan
obat-obatan kimia sintetik secara terus menerus dapat menurunkan
kandungan hara tanah. Selain itu penggunaan pestisida dapat mengakibatkan
resiko kesehatan, menurunnya kepekaan hama, resurjensi hama, memicu
terjadinya ledakan hama, terbunuhnya musuh alami hama, keracunan/
kematian hewan dan tanaman disekitarnya jika salah dalam penggunaannya
(Djojosumarto, 2008).



Pengelolaan limbah, pengelolaan limbah pertanian sangat berpengaruh
terhadap nilai indeks keberlanjutan dimensi ekologi yaitu sebesar.
Pengelolaan limbah pertanian di Kota Batu pada umumnya sangat baik.
Masyarakat sudah secara luas mengelola limbah pertaniannya secara bijak.
Limbah pertanian digunakan menjadi pupuk organik dan sebagian kecil
dimanfaatkan sebagai biogas. Permintaan pupuk organik di beberapa desa
bahkan melampaui ketersediaan yang ada sehingga petani mengimpor dari
desa lain. Pengolahan limbah menjadi pupuk dan sebagian dikembangkan
menjadi biogas menjadi usaha sampingan bagi para petani khususnya
peternak sapi dan kambing. Usaha peternakan bagi sebagian masyarakat
Kecamatan Bumiaji menjadi usaha sampingan selain mata pencaharian pokok
mereka sebagai petani. Skala usaha peternakan dan perikanan di Kota Batu
bukan merupakan skala usaha besar. Dalam satu keluarga biasanya petani
paling banyak memiliki sapi berkisar antara 3 – 5 ekor. Pengelolaan limbah
rumah tangga yang juga dimanfaatkan menjadi pupuk organik, telah
dilakukan di Desa Pandanrejo mengingat ketersediaan bahan baku pupuk
organik dari kotoran hewan (limbah peternakan) saat ini belumm mampu

mencukupi kebutuhan petani berdasarkan luasan lahan pertanian di
Kecamatan Bumiaji.


Melimpahnya sumber pupuk organik yang berasal dari kotoran hewan dan
sisa hasil pertanian memunculkan peluang usaha yang cukup menjanjikan.
Pemanfaatan kotoran ternak dan sisa tanaman lainnya, bagi beberapa petani
digunakan untuk mencukupi kebutuhan lahan pertaniannya sendiri.



Pencetakan lahan pertanian baru, Tidak ada pencetakan lahan pertanian baru
di Kecamatan Bumiaji karena pencetakan lahan pertanian di Kota Batu
khususnya di kecamatan Bumiaji hampir tidak mungkin dilakukan. Luasan
lahan pertanian yang dimiliki masyarakat adalah yang diusahakan selama ini
dalam kegiatan pertanian. Kegiatan yang dilakukan dalam rangka
penambahan luasan areal tanam dilakukan secara intensifikasi, yaitu dengan
melakukan penanaman komoditas buah, sayur dan bunga di polybag ataupun
di areal pekarangan rumah. Beberapa komoditas yang diusahan petani dalam
polybag seperti jenis tanaman stoberi, wortel dan andewi. Untuk melindungi
lahan pertanian yang sudah ada diperlukan suatu upaya perlindungan
terhadap ancaman terjadinya alih fungsi lahan produktif menjadi kawasan
pemukiman.



Kepemilikan lahan, Pertambahan penduduk menyebabkan tekanan terhadap
lahan cenderung meningkat dan makin menyulitkan kearah perbaikan.
Tercermin pada luasan lahan yang dimiliki petani, dengan sempitnya rata –
rata penguasaan lahan oleh petani alternatif teknologi yang diterapkan dapat
memacu meningkatkan produktivitas menjadi semakin terbatas karena
penguasaan lahan oleh petani tidak kondusif untuk pengembangan teknologi
yang menghendaki skala usaha tertentu. Luas kepemilikan lahan bervariasi,
rata – rata kepemilikan lahan di Kecamatan Bumiaji adalah 0,3 Ha. Bagi
petani dengan luasan lahan yang tidak begitu besar memanfaatkan lahannya
untuk menanam sayuran, karena dengan lahan yang kecil dapat memanen
minimal empat kali dalam setahun. Selain itu juga komoditas bunga potong
yang juga menjanjikan hasil yang lebih baik. Kepemilikan lahan menjadi

salah satu indikator, karena berpengaruh terhadap keputusan masyarakat
dalam menggunakan atau mengusahakan lahannya untuk kegiatan pertanian.
2. Dimensi Ekonomi
Pembangunan kawasan agropolitan di bidang ekonomi telah memberikan dampak
yang cukup bagus terhadap perkembangan ekonomi di Kota Batu. Atribut yang
sensitif memberikan pengaruh terhadap tingkat keberlanjutan pengembangan
kawasan agropolitan pada dimensi ekonomi yaitu keberadaan lembaga keuangan
mikro, industri penunjang, kerjasama, bantuan/subsidi dari pemerintah, pasar,
ketersediaan saprodi, kontribusi terhadap PDRB dan tenaga kerja di bidang
pertanian.


Keberadaan lembaga keuangan mikro, Lembaga keuangan mikro di
Kecamatan Bumiaji saat ini berupa koperasi yaitu sebanyak 32 koperasi yang
tersebar di semua desa, keberadaan koperasi terbanyak di Desa Punten yaitu
sebanyak 11 koperasi. Koperasi yang berjalan saat ini merupakan koperasi
yang melayani masyarakat secara umum. Untuk permasalahan penyediaan
permodalan secara khusus bagi petani/kelompok tani belum terwadahi.
Selama ini petani mendapatkan akses modal dengan meminjam kepada bankbank umum dengan mengagunkan sertifikat tanahnya pada awal musim
tanam. Pinjaman yang didapatkan secara nominal jauh lebih besar
dibandingkan dengan pinjaman di koperasi. Koperasi memberikan pinjaman
dengaan nilai yang relatif lebih kecil, karena koperasi lebih ke pelayanan
kredit konsumtif.



Industry penunjang, Industri penunjang yang berkembang saat ini di
masyarakat Kecamatan Bumiaji yaitu industri pengolahan skala rumah
tangga. Industri olahan produk pertanian didominasi usaha makanan berbahan
dasar apel, seperti sari apel, dodol apel maupun keripik apel selain itu juga
olahan pangan dari kentang dan daging kelinci seperti yang diusahakan oleh
koperasi AKUR yaitu keripik kentang, abon dan rambak kelinci. Usaha
olahan pertanian di Kecamatan Bumiaji menyebar di beberapa desa. Industri
olahan hasil pertanian ditunjang sarana dan prasarana yang mudah diakses
oleh masyarakat. Sarana penunjang meliputi alat – alat olahan yang mudah di

dapat di Kota Batu, yaitu di Desa Tlekung Kecamatan Batu. Dan akses
pengrajin terhadap toko maupun kios oleh – oleh yang ada di Kota Batu.


Kerjasama, petani menjalin kerjasama dengan perusahaan atau supermarket
sebagai penyuplai produk, diantaranya dengan PT. Indofood, PT. Siantar Top,
untuk komoditas kentang, tomat dan cabe serta dengan Giant untuk
komoditas paprika, wortel, andewi dan beberapa komoditas sayuran lainnya.
Petani juga menjalin kerjasama dengan pihak asing (Jepang) untuk komoditas
bunga (Sandersonia) dan ubi jalar. Untuk komoditas bunga potong, petani di
Kota Batu juga menjalin kerjasama dengan para pedagang bunga di kota –
kota besar di Indonesia seperti Surabaya, Jakarta, Semarang, dan Bali.
Peluang kerjasama dengan pihak – pihak lain terus ditingkatkan, daya tarik
Batu sebagai kota wisata juga membawa dampak baik bagi petani. Wisatawan
yang datang ke Kota Batu tidak hanya datang untuk menikmati pemandangan
alamnya saja, tapi beberapa juga tertarik untuk bekerjasama memasarkan
komoditas pertanian. Jalinan kerjasama ini yang tetap dijaga oleh petani
dengan tetap konsisten memenuhi kesepakatan – kesepakatan yang telah
disusun bersama. Tidak jarang para wisatawan yang datang langsung
memesan produk pertanian dalam jumlah yang banyak untuk kembali
diperjualbelikan di daerah asal wisatawan sendiri.



Bantuan/ subsidi dari pemerintah, bantuan/subsidi dari pemerintah sedikit
berpengaruh terhadap nilai indeks keberlanjutan dimensi ekonomi. Bantuanbantuan yang diberikan oleh pemerintah kepada petani diantaranya yaitu
subsidi pupuk, bantuan dana Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan
(PUAP) yang diberikan kepada tiap desa dalam hal ini yang mengelola
bantuan adalah Gapoktan, bantuan alat dan mesin pertanian, bantuan bibit dan
benih tanaman serta pembangunan prasarana lainnya yaitu perbaikan jalan
usaha tani maupun jaringan irigasi. Sebagai daerah penghasil komoditas
pertanian, Kota Batu banyak mendapatkan bantuan – bantuan dalam rangka
peningkatan produksi pertanian baik dari pemerintah pusat ataupun melalui
pemerintah propinsi. Untuk itu perlu dilakukan upaya – upaya untuk
meningkatkan kemandirian petani dalam meningkatkan produksi dan

produktivitas hasil pertaniannya, karena hal tersebut akan meningkatkan
keberlanjutan pengembangan kawasan dimensi social


Pasar, pasar cukup memberikan pengaruh terhadap nilai indeks keberlanjutan
dimensi ekonomi. Kota Batu dikenal sebagai salah satu sentra komoditas
hortikultura di Propinsi Jawa Timur, sehingga sudah mempunyai pasar
tersendiri. Pedagang biasanya langsung mendatangi petani untuk membeli
hasil produksinya. Pasar yang ada di Kota Batu saat ini dan satu – satunya
yaitu Pasar Batu yang berkedudukan di Jalan Dewi Sartika Kecamatan Batu
Kota Batu. Petani Kota Batu biasanya menjual hasil panen ke Pasar Batu,
tetapi bagi petani – petani yang berada jauh dari pasar menjual hasil panennya
ke pedagang langsung di tempat dilokasi pertanian sehingga petani tidak
mengeluarkan biaya untuk kegiatan distribusi, semua ditanggung oleh
pembeli.



Ketersediaan saprodi, Ketersediaaan saprodi di Kota Batu sampai saat ini
masih bisa tercukupi oleh kios dan toko saprotan yang ada di Kota Batu.
Bahkan dalam mekanisme di lapangan, saprodi banyak diusahakan dalam
kelompok – kelompok tani/Gapoktan. Petani sesuai dengan kebutuhan yang
telah tersusun dalam Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) telah
menuliskan kebutuhan saprodi dalam 1 tahun/ sekali musim tanam sesuai
kesepakatan dalam kelompok.



Kontribusi komoditas pertanian terhadap PDRB sangat berpengaruh terhadap
nilai indeks keberlanjutan dimensi ekonomi. Kota Batu merupakan daerah
penghasil komoditas pertanian, namun nilai yang disumbangkan dalam
penyusunan angka PDRB lebih kecil dibandingkan sektor perdagangan, hotel
dan restoran.



Jumlah tenaga kerja di bidang pertanian cukup memberikan pengaruh
terhadap nilai indeks keberlanjutan dimensi ekonomi. Kecamatan Bumiaji
merupakan satu-satunya kecamatan yang masih sangat kental dengan budaya
pertanian.

Sebagian

besar

penduduk

di

kecamatan

ini

sehari-hari

berkecimpung dengan kegiatan sektor pertanian baik di lahan terbuka, di
pekarangan maupun di rumah-rumah, hal ini terlihat dari data rekapitulasi

kependudukan yang dihimpun oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
pada tahun 2011, dimana 60, 7% penduduk kecamatan Bumiaji bekerja
disektor pertanian. Penduduk yang bekerja sebagai petani, peternak sebesar
48, 04 % dan buruh tani/ternak sebesar 12,66%. Distribusi penduduk
berdasarkan mata pencaharian.
3. Dimensi Sosial
Dimensi sosial berdasarkan statusnya berada pada kategori kurang berlanjutan. Hal
tersebut dimungkinkan karena beberapa atribut yang diperkirakan sensitif
memberikan pengaruh terhadap tingkat keberlanjutan pengembangan kawasan
agropolitan pada dimensi sosial yaitu keberadaan pusat pelatihan dan konsultasi
milik petani, kelembagaan, akses terhadap informasi, konflik, keikutsertaan anggota
keluarga dalam usaha, kerjasama dalam kelompok, tingkat pengetahuan mengenai
perbaikan lingkungan, dan tingkat pendidikan.


Pusat pelatihan dan konsultasi, keberadaan pusat pelatihan dan konsultasi
milik petani sedikit berpengaruh terhadap nilai indeks keberlanjutan dimensi
sosial. Saat ini terdapat dua pusat pelatihan yang dimiliki oleh kelompok tani
yaitu P4S (Pusat Pelatihan Pertanian dan Perdesaan Swadaya) Hortikutura di
Desa Tulungrejo yang saat ini mengalami kevakuman, dan P4S Satwa Jaya
yang terdapat di Desa Bumiaji khusus mengenai kelinci. Minimnya pusat
pelatihan dan konsultasi milik petani yang ada di Kecamatan Bumiaji ini
disebabkan karena masyarakat petani merasa sudah tercukupi dengan adanya
kegiatan – kegiatan Sekolah Lapang yang diselenggarakan oleh Dinas terkait.
Selain itu pada Gapoktan telah dibentuk divisi pendidikan dan pelatihan,
tetapi saat ini belum berjalan.



Kelembagaan, kelembagaab petani cukup berpengaruh terhadap nilai indeks
keberlanjutan dimensi sosial. Petani Kecamatan Bumiaji yang tergabung
dalam kelompok tani, berdasarkan data yang dihimpun Dinas Pertanian dan
Kehutanan Kota Batu hanya berjumlah 2.983 orang atau berkisar 18 % dari
15.911 orang yang tergabung dalam 97 kelompok tani dan 9 gabungan
kelompok

tani

desa.

Rendahnya

keikutsertaan

masyarakat

dalam

berkelompok disebabkan karena keengganan masyarakat dan anggapan

bahwa berkelompok tidak mempengaruhi hasil pertanian maupun pendapatan
mereka, selain itu masyarakat biasanya tidak mau terlalu terbelenggu dalam
aturan dan biasanya mereka tidak punya waktu untuk bergabung dan
berkumpul karena kesibukan pribadi mereka.


Akses terhadap informasi, akses terhadap informasi cukup berpengaruh
terhadap nilai indeks keberlanjutan. Akses masyarakat terhadap informasi di
Kota Batu dirasa kurang, bagi sebagian masyarakat khususnya petani dengan
komoditas hortikultura lebih aktif dalam mendapatkan informasi secara
langsung dengan pergi ke sumber – sumber informan yang dirasa
berkompeten pada bidang yang dimaksud. Petani komoditas hortikultura
lebih berani memodifikasi maupun bereksperimen dengan pupuk/nutrisi yang
dibutuhkan oleh tanaman untuk menghasilkan produksi yang maksimal. Hal
ini berbanding terbalik dengan petani yang yang mengusahakan pertanian
tanaman pangan yang lebih pasif dalam mengakses informasi dan biasanya
mendapatkan informasi dari penyuluh pertanian saja.



Frekuensi terjadinya konflik, sangat berpengaruh terhadap nilai indeks
keberlanjutan dimensi sosial. Konflik hampir tidak pernah terjadi di
Kecamatan Bumiaji, warga masyarakat biasanya menyelesaikan perselisihan
secara kekeluargaan.



Keikutsertaan anggota keluarga dalam usaha, keikutsertaan anggota keluarga
dalam usaha pertanian sangat berpengaruh terhadap nilai indeks keberlanjutan
dimensi sosial yaitu sebesar 8,33. Pekerjaan menjadi petani bagi masyarakat
Kecamatan Bumiaji merupakan suatu pekerjaan yang secara turun temurun
dilakukan oleh sebagian besar masyarakat. Biasanya mereka mewarisi lahan –
lahan pertanian dari orang tua mereka selain keahlian bertani/bercocok tanam.
Dalam satu keluarga terdapat lebih dari dua orang yang bekerja dibidang
pertanian, selain bermaksud untuk membantu kepala keluarga, juga sebagai
pekerjaan yang secara rutin dilakukan oleh anggota keluarga yang lain. Selain
itu ada keunikan tersendiri seperti di Desa Bumiaji, para ibu selain membantu
suami kerja di kebun apel juga bekerja menjadi buruh di kebun apel orang
lain. Pada saat perompesan daun apel dibutuhkan banyak tenaga kerja

sehingga kadang para petani apel mendatangkan buruh tani dari desa – desa
lain.


Kerjasama, kerjasama dalam kelompok cukup memberikan pengaruh
terhadap keberlanjutan dimensi social, Kerjasama dalam kelompok berkaitan
dengan usaha pertanian masih dilakukan dalam lingkup internal kelompok
maupun antar kelompok dalam Gapoktan saja, belum dilakukan secara lintas
Gapoktan.



Tingkat pengetahuan mengenai perbaikan lingkungan, tingkat pengetahuan
masyarakat mengenai perbaikan lingkungan sedikit berpengaruh terhadap
nilai indeks keberlanjutan dimensi sosial. Rendahnya pengetahuan mengenai
perbaikan lingkungan disebabkan karena masyarakat menganggap hal
tersebut bukan kewajiban mereka secara mutlak sebagai individu tetapi
kewajiban bersama.



Pendidikan, tingkat pendidikan penduduk Kecamatan Bumiaji berdasakan
analisis leverage cukup berpengaruh terhadap nilai indeks keberlanjutan
dimensi sosial. Berdasarkan tingkat pendidikannya, lebih dari 75% penduduk
Kecamatan Bumiaji belum lulus pendidikan dasar 9 tahun. Rendahnya tingkat
pendidikan masyarakat di Kecamatan Bumiaji dilatarbelakangi di tahun 1980an pekerjaan petani apel banyak ditekuni oleh masyarakat selain bertanam
padi atau sebagai petani sawah, sekalipun ada juga yang bertanam sayursayuran dan bunga tetapi sifatnya hanya untuk sambilan.

3.2

Pengembangan Agrowisata Dengan Pendekatan Community Based Tourism
Agrowisata merupakan bagian dari objek wisata yang memanfaatkan usaha pertanian

sebagai objek wisata. Tujuannya adalah untuk memperluas pengetahuan, pengalaman rekreasi,
dan hubungan usaha di bidang pertanian. Melalui pengembangan agrowisata yang menonjolkan
budaya lokal dalam memanfaatkan lahan, pendapatan petani dapat meningkat bersamaan dengan
upaya melestarikan sumberdaya lahan, serta

memelihara budaya maupun teknologi lokal

(indigenous knowledge) yang umumya telah sesuai dengan kondisi lingkungan alaminya.
Di Indonesia, Agrowisata atau agroturisme didefinisikan sebagai sebuah bentuk kegiatan
pariwisata yang memanfaatkan usaha agro (agribisnis) sebagai objek wisata dengan tujuan untuk
memperluas pengetahuan, pengalaman, rekreasi, dan hubungan usaha di bidang pertanian.

Agrowisata merupakan bagian dari objek wisata yang memanfaatkan usaha pertanian (agro)
sebagai objek wisata. Tujuannya adalah untuk memperluas pengetahuan, pengalaman rekreasi,
dan hubungan usaha di bidang pertanian. Melalui pengembangan agrowisata yang menonjolkan
budaya lokal dalam memanfaatkan lahan, diharapkan bisa meningkatkan pendapatan petani
sambil melestarikan sumber daya lahan, serta memelihara budaya maupun teknologi lokal
(indigenous knowledge) yang umumnya telah sesuai dengan kondisi lingkungan alaminya.
Strategi pemberdayaan masyarakat dalam konsep Community Based Tourism dalam
mencapai tujuan pemberdayaan, berbagai upaya dapat dilakukan melalui berbagai macam
strategi. Salah satu strategi yang memungkinkan dalam pemberdayaan masyarakat adalah
pengembangan pariwisata berbasis masyarakat yang secara konseptual memiliki ciri-ciri
unik serta sejumlah karakter yang oleh Nasikun dalam hand out
Pengembangan

dan Pengelolaan

mata kuliah

Strategi

Resort and Leisure Gumelar S. Sastrayuda (2010, h.3)

dikemukakan sebagai berikut:


pariwisata berbasis masyarakat menemukan rasionalitasnya dalam properti dan
ciri-ciri unik dan karakter yang lebih unik di organisasi dalam skala yang kecil,
jenis pariwisata ini pada dasarnya merupakan, secara ekologis aman, dan tidak
banyak menimbulkan

dampak

negatif

seperti

yang

dihasilkan

oleh

jenis

pariwisata konvensional;


pariwisata berbasis komunitas memiliki peluang

lebih mampu mengembangkan

objek-objek dan atraksi-atraksi wisata berskala kecil dan oleh karena itu dapat
dikelola oleh komunitas-komunitas dan pengusaha-pengusaha lokal; dan


berkaitan sangat erat dan sebagai konsekuensi dari keduanya lebih dari
pariwisata konvensional, di mana komunitas lokal melibatkan diri dalam
menikmati keuntungan perkembangan pariwisata, dan oleh karena itu lebih
memberdayakan masyarakat.

1) Program-Program

Pemberdayaan Masyarakat

dalam

Mengembangkan

Agrowisata
Program-program pelatihan yang selama ini dilakukan oleh Pemerintah Kota Batu
adalah berupa pelatihan dan pembinaan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat
dalam rangka pemanfaatan sumber daya yang ada. Upaya-upaya untuk pengembangan
agrowisata di Kota Batu yang melibatkan seluruh stakeholders termasuk masyarakat di

dalamnya, sehingga potensi wisata yang dimiliki bisa mensejahterakan masyarakat Kota
Batu karena konsep pengembangan pariwisata berbasis masyarakat merupakan langkah
efektif untuk menjadikan sektor pariwisata memberikan manfaat optimal kepada
masyarakat.
2) Keterlibatan Masyarakat di dalam Proses Perencanaan Pengembangan
Agrowisata di Kota Batu
Survei

Analisis

Rencana

Berdasarkan gambar di atas partisipasi masyarakat Kota Batu dalam perencanaan
adalah sebagai berikut ini:
1. Survai, masyarakat diikutsertakan dalam praktek lapangan dengan memberikan
pembelajaran terhadap fakta yang terjadi di suatu daerah. Dengan melihat secara
langsung problem yang ada, masyarakat telah memiliki gambaran dalam membuat
suatu perencanaan yang sesuai dengan kondisi yang ada.
2. Analisis, di sini masyarakat menganalisis suatu masalah yang terjadi dengan
berdasarkan kuesioner yang dibagikan kepada masyarakat melalui pokdarwis.
3. Rencana, berdasarkan analisis yang dilakukan oleh masyarakat, maka kemudian
masyarakat berkoordinasi dengan pemerintah Kota Batu melalui Dinas Pariwisata
dalam membuat suatu perencanaan pengembangan agrowisata.
3) Mendorong tumbuhnya partnership (kemitraan)
Demi terciptanya otonomi daerah, yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan
khususnya Undang-undang No.32 Tahun 2004. Maka Pemerintah Kota Batu berhak
melakukan kebijakan sendiri dengan melakukan program-program yang sesuai dengan
kondisi dan potensi unggulan daerah, yaitu melalui sektor pariwisata yang berbasis
pertanian.

Program-program

tersebut

antara

lain

adalah

dengan

melakukan

kerjasama/kemitraan dengan institusi swasta yang berkomitmen penuh terhadap
kemajuan sektor pariwisata berbasi pertanian, yaitu melakukan partnership dengan
Kusuma Agrowisata.
Faktor Pengembangan Kawasan Agrowisata di Kota Batu
1) Faktor Internal

(a) Pendukung
-

Letak Geografis :
Kota Batu merupakan salah satu bagian dari wilayah Jawa Timur yang secara
geografis Kota Batu terletak pada posisi antara: 7,44deg 55,11” s/d 8,26deg
35,45” Lintang Selatan dan 122,17deg 10,90” s/d 122,57deg 00,00” Bujur
Timur. Kota dengan luas 202,800 Km2 atau sama dengan 20,280 Ha. Dilihat dari
letak geografisnya Kota Batu merupakan daerah yang mempunyai tanah yang
sangat subur. Sebagian besar wilayahnya terdiri dari pegunungan dan perbukitan.
Melihat potensi yang dimiliki oleh Kota Batu yang berada di daerah pegunungan
ini memiliki iklim yang cenderung dingin. Hal ini yang membuat daya tarik
wisata di Kota Batu semakin bertambah. Sebagian wisatawan cenderung ingin
menikmati udara dingin yang ada di Kota Batu.

-

Kondisi Iklim :
Kota

Batu yang berada di daerah pegunungan ini memiliki iklim yang

cenderung dingin. Hal ini yang membuat daya tarik wisata di Kota Batu
semakin bertambah. Sebagian wisatawan cenderung ingin menikmati udara
dingin yang ada di Kota Batu. Oleh karena itu, iklim di Kota Batu merupakan
faktor pendukung dalam pengembangan agrowisata.
-

Transportasi :
Transportasi angkutan umum yang dapat digunakan untuk akses ke Kota Batu
sudah menjangkau ke daerah-daerah wisata ada yang berupa mikrolet, bis, taxi,
ojek dan andong.

(b) Penghambat
-

Rendahnya kemampuan dan keterbatasan wawasan masyarakat dalam hal
kepariwisataan :
Salah satu masalah dalam mengembangkan agrowisata adalah belum cukup
tersedianya tenaga-tenaga yang cakap, terampil, dan memiliki skill yang tinggi.
Di dalam masyarakat tertanam anggapan bahwa mereka akan meluangkan
waktunya untuk suatu kegiatan apabila mereka merasa bahwa kegiatan tersebut
berguna, di sini masyarakat Kota Batu cenderung acuh terhadap kegiatan yang
dirasa tidak menguntungkan mereka, termasuk dalam hal kepariwisataan.

2) Faktor Eksternal
(a) Pendukung
-

Keramahan penduduk :
Menurut Pitana (2009, h.72) sumber daya manusia diakui sebagai salah satu
komponen vital dalam pembangunan pariwisata. Hampir setiap tahap dan
elemen pariwisata memerlukan sumber daya manusia untuk menggerakkannya.
Singkatnya, faktor sumber daya manusia sangat menentukan

eksistensi

pariwisata. Keramahtamahan penduduk dan keamanan diwujudkan dalam
konsep sadar wisata dengan penerapan SAPTA PESONA.
-

Keamanan :
Di dalam SAPTA PESONA juga terdapat unsur keamanan. Menciptakan
lingkungan yang aman bagi wisatawan dan berlangsungnya kegiatan
kepariwisataan, sehingga wisatawan tidak merasa cemas dan dapat menikmati
kunjungannya ke Kota Batu. Bentuk aksi yang dilakukan oleh penduduk
berkaitan dengan unsur keamanan.

(b) Penghambat
-

Belum mantapnya koordinasi kebijakan antara pemerintah dengan masyarakat :
Sikap profesional, sikap dari para pelaksana (pendamping dan aparat
pemerintah) harus berpihak kepada masyarakat. Mereka harus percaya kepada
kemampuan masyarakat dan dapat membagi pengetahuannya. Belajar dari
pengalaman,

setiap

kelompok

masyarakat

berbeda

pengetahuan

dan

kemampuannya. Para pelaksana harus fleksibel dan mau belajar dari pengalaman
serta mencoba beberapa metode dalam pemberdayaan masyarakat. Dengan
demikian, kapasitas dari masyarakat dan institusi dapat berubah dengan
sendirinya, mendapat pengakuan, dukungan,

dan menambah kepercayaan

masyarakat. Pemerintah tentu harus memperhatikan dan memastikan bahwa
pembangunan pariwisata itu akan mampu memberikan keuntungan sekaligus
menekan biaya sosial ekonomi serta dampak lingkungan sekecil mungkin. Di
sisi lain, masyarakat harus dapat menyesuaikan dengan kebijakan dan regulasi
dari pemerintah. Belajar dari pengalaman, semua kelompok masyarakat berbeda.

Para pelaksana harus fleksibel dan mau belajar dari pengalaman serta mencoba
beberapa metode dalam pemberdayaan masyarakat.
-

Lemahnya kekuatan hukum:
Hukum yang mengatur tentang kepariwisataan di Kota Batu hanya pada UU
No.10 tahun 2009. Belum adanya peraturan daerah yang dibuat oleh pemerintah
kota, diperlukan Perda yang berperan penting dalam implementasi kebijakan
pariwisata yang sesuai dengan kondisi Kota Batu sendiri.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang sifatnya komplek, mencakup hampir seluruh
aspek kehidupan manusia. Oleh karena itu pembangunan pariwisata harus ditinjau dari aspek
kehidupan. Pembangunan sektor pariwisata diarahkan menjadi sektor andalan yang mampu
menjadi peluang kerja, pendapatan asli daerah dan penerimaan devisa negara.
Pembangunan berkelanjutan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan aspek
pariwisata di daerah batu dimana pihak PemKot memberdayakan masyarakat untuk
meningkatkan sektor pariwisatanya dengan dibantu oleh Dinas Kepariwisataan Kota Batu.
Diharapkan dengan adanya konsep ini masyarakat dapat menjadi lebih sejahtera.
Pemerintah Kota Batu juga sudah melakukan pembinaan pembinaan yang diharapkan
dapat meningkatkan kretifitas masyarakat agar dapat menjadi lebih mandiri dan
berkembang. Pembangunan-pembangunan yang dilakukan PemKot Batu juga sudah mulai
dilakukan agar mendongkrak popularitas kawasan wisata.
Kerjasama antar dinas – dinas terkait juga harus mulai dibangun agar dapat selaras
dengan pembangunan yang akan dilakukan oleh PemKot Batu. Bukan hanya kerjasama
antara masyarakat dengan Pemerintah khususnya DPRD namun juga DPRD dengan dinas
dinas yang terlibat dalam pembangunan.
4.2 Saran
Sikap profesional, sikap dari para pelaksana (pendamping dan aparat pemerintah) harus
berpihak kepada masyarakat. Mereka harus percaya kepada kemampuan masyarakat dan
dapat membagi pengetahuannya. Belajar dari pengalaman, setiap kelompok masyarakat
berbeda pengetahuan dan kemampuannya. Para pelaksana harus fleksibel dan mau belajar
dari pengalaman serta mencoba beberapa metode dalam pemberdayaan masyarakat. Dengan
demikian, kapasitas dari masyarakat dan institusi dapat berubah dengan sendirinya,
mendapat pengakuan, dukungan, dan menambah kepercayaan masyarakat. Pemerintah tentu
harus memperhatikan dan memastikan bahwa pembangunan pariwisata itu akan mampu
memberikan keuntungan sekaligus menekan biaya sosial ekonomi serta dampak lingkungan
sekecil mungkin.

Pembuatan aturan yang lebih baik lagi untuk menjaga dan mendukung perkembangan
pariwisata di Kota Batu. Bukan hanya pembuatan aturan namun juga pengawasan yang
dilakukan pihak PemKot Batu lebih diperketat agar tidak terjadi pengalih fungsian lahan
atau masyarakat merasa dirugikan karena pembangunan pariwisata di daerahnya yang itu
bukanlah konsep pembangunan pariwisata secara berkelanjutan.