PENGGUNAAN ARGUMEN INFORMAL SEBAGAI BENT

1

PENGGUNAAN ARGUMEN INFORMAL SEBAGAI BENTUK
TRANSISI KE BUKTI FORMAL DALAM
MENGKONSTRUKSI BUKTI
Hasan Hamid
FKIP Universitas Khairun Ternate, Pendidikan Matematika
hasan.hamid66@gmail.com

Abstract

The purpose of this paper is to introduce one of the strategies of constructing a formal proof of
evidence by utilizing informal argument. Inductive, probabilistic, computerized, visual, intuitive,
analogical reasoning metaphor or model is one of the candidates of informal argument. In
preparing the informal to the formal proof argument is expected students will have many
opportunities for ideas, even ideas innovative findings based on the concepts being studied or
materials previously as a prerequisite to understanding the evidence on the subject of real analysis.
Besides, by making use of informal argument students will be helped to construct a formal proof
of evidence. In preparing the informal argument, it will be very visible link between content and
conceptual meaningful, because the concept chunk will allow students to digest, organize and
manipulate the facts, as well as the sort of evidence that the steps provided, making the link

between the facts known facts in the statement of the elements to be proved, and uses the premise,
definitions, or theorems related to build an evidentiary statements and find the truth or falsity of a
proof.

Keywords: Informal argument, construct proof and formal proof.

2

PENDAHULUAN
Isu-isu sentral pembelajaran saat ini di perguruan tinggi adalah bagaimana
mengembangkan kemampuan berpikir matematika lanjut (advanced mathematical
thinking) disingkat AMT, karena kemampuan berpikir matematis ini sangatlah diperlukan
oleh mahasiswa dalam menyelesaikan tugas-tugas perkuliahan matematika khususnya
mata kuliah Analisis Real. Menurut Mason (Tall, 1991) ada tiga level verivikasi
advanced mathematical thinking (AMT) yakni: (1) Meyakinkan diri sendiri (convice
yourself): meyakinkan mengapa suatu pernyataan bernilai benar; (3) Meyakinkan teman
(convice a friend): meyakinkan orang lain disertai dengan argumen yang terorganisasi
secara koheren; (3) Meyakinkan lawan (convice an enemy): meyakinkan orang lain
disertai dengan argumen yang terorganisasi secara koheren, dianalisis dan diperhalus
sehingga siap untuk dikritisi. Kepemilikan kemampuan advanced mathematical thinking

(AMT) yang memadai akan mendukung pembentukan pribadi cerdas, kritis, kreatif,
berempati kepada orang lain, mampu bekerja sama, percaya diri, tangguh dan tanggap
akan perubahan, serta bertanggung jawab. Lebih lanjut menurut Tall (1991) berpikir
matematika tingkat lanjut (advance mathematical thinking) adalah kemampuan yang
meliputi representasi, abstraksi, hubungan representasi dan abstraksi, kreativitas
matematis, dan bukti matematis (mathematical proof).
Sejalan dengan itu, maka bukti matematis dalam mata kuliah Analisis Real
sangatlah diperlukan, karena tujuan dari mata kuliah ini adalah untuk melatih dan
membekali mahasiswa memiliki kemampuan matematis, analisis, penalaran (reasoning),
berpikir efektif, berpikir kritis dan kreatif. Kemampuan dalam penalaran, analisis dan
kebiasaan berpikir efektif, berpikir kritis dan kreatif yang nantinya diharapkan melatih
berpikir deduktif dan melakukan analisis permasalahan serta penulisan bukti secara
ketat/teliti (rigorous).
Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, mahasiswa harus memiliki kemampuan
pemahaman tentang konten atau konsep-konsep dasar mata kuliah Analisis Real yang
terkait dengan kegiatan pembuktian. Selanjutnya merujuk dari pengalaman kegiatan
pembuktian tersebut, mahasiswa diharapkan memiliki motivasi dan kepercayaan diri
membuktikan konsep-konsep lain yang relevan ataupun konsep yang merupakan
penurunan dari konsep dasar. Kemampuan mahasiswa dalam menyelesaikan tugas-tugas
pembuktian ini dikenal dengan istilah kemampuan pembuktian.

Kegiatan pembuktian merupakan hal yang penting dalam pendidikan matematika,
terutama dalam Analisis Real yang sebagian besar materinya berupa tugas pembuktian
yang terkait dengan lemma, teorema dan akibat (corollary). Sebagaimana yang telah
dijelaskan dalam NCTM 2000 (Mariotti, 2006) bahwa penalaran dan pembuktian
bukanlah aktivitas-aktivitas khusus yang dipertahankan untuk waktu-waktu tertentu atau
topik-topik khusus dalam kurikulum tetapi menjdi bagian natural dari diskusi-diskusi
kelas, apapun topik yang sedang dipelajari. Hal ini juga telah direkomendasikan secara
ekspilisit oleh NCTM (2003) pada standar bagian kedua yakni pengetahuan tentang
penalaran dan bukti (pembuktian), dijelaskan bahwa, peserta didik diharapkan memiliki
kemampuan penalaran, membangun, dan mengevaluasi argumen matematik dan
mengembangkan apresiasi untuk perhitungan dan penyelidikan matematis, dengan
indikator: (1) mengenali penalaran dan bukti (pembuktian) sebagai aspek fundamental
dari matematika, (2) membuat dan menyelidiki konjektur matematik, (3)
mengembangkan dan mengevaluuasi argumen matematika dan bukti (pembuktian), dan
(4) memilih dan menggunakan berbagai jenis penalaran dan metode pembuktian.
Menurut Kusnandi (2008), pembuktian matematik di sekolah menengah memiliki
kaitan yang erat dengan pembelajaran atau pembuktian di jenjang pendidikan tinggi.

3


Sedikit atau banyaknya pengalaman siswa di dalam menyusun suatu pembuktian di
sekolah menengah akan berdampak pada kemampuan membuktikan (proving) ketika
mereka mengikuti pembelajaran matematika di perguruan tinggi tingkat pertama.
Kemampuan pembuktian mahasiswa di tingkat pertama perguruan tinggi akan
berpengaruh pada kemampuan pembuktian mereka di tingkat berikutnya. Salah satunya
akan berdampak pada kemampuan pembuktian ketika mahasiswa mengambil mata kuliah
Analisis Real, karena mata kuliah ini sarat dengan pembuktian, baik dalam memahami
bukti ataupun mengkonstruksi bukti secara formal berdasarkan argumen informal.
Kenyataaan menunjukkan bahwa lemahnya kemampuan pembuktian mahasiswa dalam
Analisis Real sudah menjadi fenomena yang umum terjadi dalam perkuliahan. Banyak
penelitian telah mendokumentasikan kesulitan mahasiswa jurusan matematika dalam
menulis bukti (misalnya, Hart, 1994, Moore, 1994, Alcock & Weber, 2010). Penelitian di
bidang ini telah mengidentifikasi kesulitan tertentu yang dimiliki mahasiswa dengan
menulis bukti, seperti pemahaman yang terbatas dari konsep-konsep matematika yang
dipelajari (Hart, 1994) dan tidak tahu bagaimana untuk memulai ketika diminta untuk
menulis bukti (Moore, 1994). Namun, persis bagaimana mahasiswa dapat dan harus
menulis bukti tetap pertanyaan penting dalam pendidikan sarjana matematika.
Hal ini yang sering penulis alami dalam mengajarkan mata kuliah analisis real
khususnya bagaimana megkonstruksi suatu lemma, teorema, dan teorema akibat
(corollary) serta soal-soal yang menyangkut bukti. Dari kegiatan tersebut terlihat dengan

jelas bahwa mahasiswa sangat kesulitan memahami beberapa bukti yang telah ditulis
dalam buku teks yang digunakan, kesulitan memulai menuliskan ide awal pada saat
mengkonstruksi bukti, mereka tidak tahu bagaimana memanfaatkan definisi dalam
melakukan pembuktian tidak memahami menggunakan simbol, bahasa maupun notasi
matematis, dan mempunyai keterbatasan argumen informal semisal intuisi yang terkait
dengan lemma, teorema dan teorema akibat (corollary).
Untuk itu, penting sekali diupayakan pendekatan-pendekatan baru dalam kegiatan
pembuktian, utamanya memahami bukti dan mengkontruksi bukti sehingga pendekatan
tersebut bermakna bagi mahasiswa, yang atinya berdampak pada peningkatan
kemampuan pembuktian mereka. Untuk meningkatkan kemampuan pembuktian
tersebut, peneliti mengajukan pendekatan tambahan dari yang dipakai selama ini dalam
pembelajaran, yakni pendekatan dengan memanfaatkan argumen informal sebagai suatu
cara untuk melaukan transisi ke bukti formal, karena dalam melakukan suatu pembuktian,
argumen sangatlah diperlukan untuk memvalidasi pernyataan.
Banyak pendidik matematika menganjurkan bahwa jurusan matematika harus
mendasarkan setidaknya beberapa bukti mereka pada argumen informal (misalnya, Garuti
et al, 1996; Raman, 2003; Weber & Alcock, 2004). Misalnya, meskipun tidak valid untuk
menyimpulkan sifat-sifat tentang konsep dengan pemeriksaan contoh tunggal atau
diagram konsep, wawasan yang diperoleh dari mempelajari diagram atau contoh dapat
menyarankan sifat yang mungkin benar dan berguna untuk membangun bukti yang sah.

Berikut ini diberikan salah satu contoh bagaimana kesulitan mahasiswa melakukan
proses pembuktian berdasarkan contoh yang telah disediakan pada lembaran soal:
Contoh: Jika
Bukti: Diketahui

<

<

Selanjutnya berdasarkan
sehingga diperoleh



dan








+

+

buktikan bahwa







dan

dan




=





+









+

<







+



∪ 0

∪ 0 dijumlahkan


+

>

atau terbukti bahwa + < + . (Proses pembuktian ini untuk membantu
menyelesaikan soal dibawah ini).


+

4

Gambar 1. Hasil kerja R1(responden_1) untuk soal nomor 1

Jika ditelusuri hasil kerja dari R1, maka ditemui beberapa kesalahan mendasar yang
semestinya tidak dilakukan oleh R1, diantaranya mahasiswa tersebut cenderung mengikuti
langkah-langkah pembuktian sebelumnya tanpa memahami definisi yang terkandung
dalam pembuktian tersebut, yakni kesalahan dalam mendefinsikan “ ≤
− ∈
dan

<






∪ 0 “. Namun dalam langkah selanjutnya mahasiswa

tersebut melakukan hal yang benar, akan tetapi terlihat dengan jelas bahwa mahasiswa
tersebut belum bisa memanfaatkan definsi untuk digunakan dalam melakukan
pembuktian tersebut.
Rumusan Masalah:
Adapun masalah yang ingin dikaji dalam makalah ini yaitu bagaimana memanfaatkan
konsep argumen informal dalam mengkonstruksi suatu bukti.
Tujuan:
Tujuan dari kajian ini adalah ingin memperkenalkan pemanfaatan argumen informal
dalam mengkonstruksi suatu bukti.
KAJIAN PUSTAKA
Kemampuan Mengkonstruksi Bukti
Di dalam matematika, bukti adalah serangkaian argumen logis yang menjelaskan
kebenaran suatu pernyataan. Yang dimaksud logis di sini, adalah semua langkah pada
setiap argumen harus dijustikasi oleh langkah sebelumnya. Menurut Healy dan Hoyles
(Chen & Lin, 2009), bukti dalam matematika adalah jantung pemikiran matematika dan
penalaran deduktif. Sedangkan menurut (Yuanqian Chen, 2008) bukti adalah langkahdemi-langkah yang mendemonstrasikan suatu pernyataan yang valid, Selden dan Selden
(Lee & Smith, 2009) menegaskan bahwa bukti dapat dianggap sebagai bentuk khusus dari
argumentasi di mana logika deduktif bertindak sebagai penjamin norma pernyataan

5

matematika. Selanjutnya Mariotti (Samparadja, H, 2013) mendefinisikan bukti sebagai
rangkaian implikasi logis yang menghasilkan validasi teoritis dari suatu pernyataan.
Kemampuan mengkonstruksi bukti adalah kemampuan menyusun suatu bukti
pernyataan matematik berdasarkan definisi, prinsip, dan teorema, serta menuliska nnya
dalam bentuk pembuktian lengkap (pembuktian langsung atau tak langsung) (Sumarmo,
2014).
Berdasarkan perkembangan kognitif, Tall (1991) menjelaskan bahwa representasi
bukti berkembang melalui empat tahapan, yakni: bukti enaktif, bukti visual, bukti
simbolik, dan bukti formal. Menurut Hanna (Tall, 1991), ciri dari bukti formal yakni: (1)
setiap definisi, asumsi, dan sistem aksioma yang mendasarinya dinyatakan secara
eksplisit, (2) setiap langkah pembuktian disertai alasan deduktifnya.
Terkait dengan indikator kemampuan pembuktian, Sumarmo (2014) menjelaskan
bahwa kemampuan pembuktian dalam matematika meliputi: (1) mengidentifikasi premis
bersama implikasinya dan kondisi yang mendukung, (2) memvalidasi bukti, yakni
mengorganisasikan dan memanipulasi fakta untuk menunjukkan kebenaran suatu
statement bukti, dan (3) membuat koneksi antara fakta dengan unsur dari konklusi yang
akan dibuktikan.
Penggunaan Argumen Informal dalam Mengkonstruksi Bukti Formal
Argumen merupakan serangkaian pernyataan yang mempunyai ungkapan
pernyataan penarikan kesimpulan, dalam argumen terdapat kata-kata seperti: Jadi, maka,
oleh karena itu, dsb. Argumenter diri dari pernyataan terbagi atas 2 (dua) kelompok,
yaitu; Pernyataan sebelum kata “jadi” yang disebut premis dan kelompok lain yang terdiri
atas satu pernyataan yang disebut konklusi.
Menurut Stylianides (Zhen, Pablo & Weber, 2013) bahwa argumen harus
memenuhi tiga standar untuk memenuhi syarat sebagai bukti yakni (i) penggunaan
inferensi yang berlaku, (ii) harus didasarkan pada fakta-fakta yang adalah benar dan
dapat diterima, dan (iii) menggunakan representasi yang sesuai, baik untuk yang
mengamati bukti dan komunitas matematika yang lebih luas.
Argumen informal sebagaimana dipelajari dalam logika formal, disajikan dalam
bahasa sehari dan dimaksudkan untuk wacana sehari-hari. Sebaliknya, argumen formal
dipelajari dalam logika formal (historis disebut logika simbolik, lebih sering disebut
sebagai logika matematika) dan disajikan dalam bahasa formal. Logika informal dapat
dikatakan menekankan studi argumentasi, sedangkan logika formal menekankan
implikasi dan kesimpulan. Argumen informal kadang-kadang implisit.
Menurut Aberdein (Hamid, 2014) logika informal berkaitan dengan semua aspek
inferensi, termasuk yang tidak dapat ditangkap oleh bentuk logis. Selanjutnya dijelaskan
oleh Van Bendegem dan Van Kerkhove (Hamid, 2014) yakni bahwa matematika memang
sekitar bukti formal, tetapi argumen informal tetap dapat berperan di dalamnya. Induktif,
probabilistik, komputerisasi, visual, intuitif, analogis atau model penalaran metafora
adalah salah satu kandidat.
Selanjutnya akan dikemukakan konsep pengkategorian potongan (chunk),
potongan bisa merujuk ke kalimat, kelompok kata, atau bahkan satu kata, tapi selalu
mengacu pada unit yang berarti dalam bukti, proses pemotongan pembuktian ini diadopsi
dari Milos Savic (Hamid, 2014) sebagai berikut:
Contoh : Teorema: Jika barisan
banyak satu limit (limitnya tunggal).

konvergen, maka

mempunyai paling

6

Stretegi Bukti:
Tabel . Potongan, Pengkodean dari bukti ketunggalan limit barisan yang merupakan
salah satu contoh Argumen Informal
Konstruksi
Potongan Bukti
Kategori
Pengkodean
Alasan
Diagram Bukti
Yang
akan Andaikan
Definisi
DEF
Berdasarkan
definisi
dibuktikan
barisan konvergen, maka
=
yakni:
barisan tersebut memiliki
dan
=
limit
=
dan
=
Asumsi
Pilihan

AC

Maka
untuk Definisi
sebarang
>0
terdapat
sedemikian
sehingga

<
untuk
setiap
Definisi
dan terdapat
sedemikian
sehingga

untuk
<

DEF

dengan

Misalkan >
(Sebarang
bilangan real).
Misalkan
dan
=
(Bilangan asli
yang kita
tentukan)

setiap
Menggunakan
Ketaksamaan
Memilih
Segitiga,
=
untuk
n
} diperoleh
{
|= | −
Misalkan n K

| ≤
(Bilangan asli).

+

|
|
Bukti | −


|<
+ | −
<

+

=

DEF

Berdasarkan definisi limit
dari suatu barisan yang
diketahui pada langkah
awal pembuktian

Referensi
Exterior

ER

Menggunakan
teorema
tentang
ketaksamaan
segitiga untuk memenuhi
definisi dari limit barisan
yang akan dibuktikan

Referensi
Interior

IR

Memasukan
potongan
bukti sebelumnya untuk
memenuhi definisi dari
limit barisan yang akan
dibuktikan
Menggunakan
definisi
limit
barisan
untuk
menyimpulkan bukti

maka
K
| −
+

|

Mengacu
pada
argumentasi bahwa nilai
dari limit barisan tersebut
tidak sama
Berdasarkan definisi limit
dari suatu barisan yang
diketahui pada langkah
awal pembuktian

Karena
berlaku Definisi
untuk setiap > 0 ,
maka
− =0
yang berarti =
Karena
berlaku Kesimpulan

DEF

C dan CONT

Menyimpulkan bukti dan

7

untuk setiap > 0 , dan
maka
− = 0 Kontradiksi
yang berarti =
.
Kontradiksi
dengan
pengandaian. Jadi,
terbukti
bahwa
limitnya tunggal.

mengkontradiksikannya
dengan premis awal dari
langkah pembuktian ini.

Berdasarkan tabel di atas, pengkodean seperti:
DEF adalah Definisi, yang mengacu pada sepotong dalam bukti yang menyerukan
definisi istilah matematika. AC adalah Asumsi (pilihan), mengacu pada pengenalan
simbol untuk mewakili suatu objek (sering tetap, tapi bisa berubah-rubah) tentang sesuatu
akan terbukti, tapi tidak merupakan asumsi sifat tambahan yang diberikan dalam
hipotesis. IR adalah Inferensi Informal (II) yakni kategori yang mengacu pada
sepotong bukti yang tergantung pada penalaran akal sehat. Sementara kesimpulan resmi
tidak mencerminkan sebuah contoh logika, ketika seseorang tergantung pada akal sehat,
kita melakukannya secara otomatis dan tidak membawa ke pikiran logika formal.
Misalnya, diberikan, kita dapat menyimpulkan dengan penalaran akal sehat, tanpa perlu
memanggil logika formal. ER adalah Referensi Exterior (ER) seperti referensi interior,
kecuali bahwa referensi berasal dari luar buktinya bukan dari dalam. Potongan "menurut
Teorema..." adalah contoh dari referensi eksterior di baris ". . . Sekarang, berdasarkan
Teorema,..". CONT adalah kontradiksi yakni sebuah potongan yang menyatakan
kesimpulan dari bukti atau argumen dengan kontradiksi dikategorikan sebagai
pernyataan. Sedangkan C adalah kesimpulan, merupakan sebuah potongan yang
merangkum kesimpulan dari teorema atau soal yang ingin dibuktikan.
Konstruksi diagram bukti, potongan (chunk) bukti, kategori, pengkodean dan
alasan-alasan merupakan rangkain-rangkaian argumen informal yang penulis maksudkan
dan nantinya membantu mahasiswa menyusun bukti secara formal.
Berdasarkan konstruksi dengan menggunakan argumen informal, maka dapatlah disusun
bukti formal dari teorema tersebut sebagai beriku:
Bukti formal:
= dan
sedemikian hingga

Bukti: Andaikan
sebarang > 0 terdapat

dan terdapat
{
|



sedemikian hingga



<

=


dengan
. Maka untuk
<
untuk setiap
,

untuk setiap

} Menggunakan Ketaksamaan Segitiga, maka untuk n

|= |



+



| ≤



+ |



Karena berlaku untuk setiap > 0 , maka − = 0 yang berarti
dengan pengandaian. Jadi, terbukti bahwa limitnya tunggal.

. Dipilih

K diperoleh

| <

=

+

=

=

. Kontradiksi

8

KESIMPULAN
Untuk memperoleh hasil yang maksimal dalam membantu mahasiswa mengatasi
kesulitan dalam memahami bukti maupun mengkonstruksi bukti, maka konstruksi
diagram bukti, pemotongan (chunking) bukti, kategori, pengkodean dan alasan-alasan
yang merupakan rangkain-rangkaian argumen informal perlu diterapkan sebagai salah
satu cara untuk meningkatkan kemampuan pembuktian, namun keseriusan dan motivasi
serta keaktifan mahasiswa untuk selalu mencoba melakukan kegiatan pembuktian dalam
mata kuliah analisis real itulah yang diperlukan dalam mengembangkan kemampuan
pembuktiannya. Strategi pemanfaatan argumen informal ini bukanlah satu-satunya cara,
masih ada strategi-strategi lainnya yang sangat mumpuni dalam melakukan suatu
kegiatan pembuktian khususnya dalam mata kuliah analisis real.

DAFTAR PUSTAKA
Aberdein (2008). Mathematics and Argumentation. Kluwer Academic Publishers. Printed
in the Netherlands. [Online]. Tersedia: http://fit.academia.edu/AndrewAberdein.
[Diakses 20 Agustus 2014].
Alcock, L. (2009). Teaching proofs to undergraduates: Semantic and syntactic
approaches. In F.L. Lin, F.-J. Hsieh, G. Hanna, & M. de Villiers (Eds.),
Proceedings of the ICMI Study 19 Conference: Proof and Proving in Mathematics
Education (pp. 29-34). Taipei, Taiwan: The Department of Mathematics, National
Taiwan Normal University.
Alcock, L., & Weber, K. (2005). Proof validation in real analysis: Inferring and checking
warrants. Journal of Mathematical Behavior 24, 125-134.
Chin, E.-T., & Tall, D. (2002). Proof as a formal procept in advanced mathematical
thinking. In F.-L. Lin (Ed.), Proceedings of the International Conference on
Mathematics: Understanding Proving and Proving to Understand (pp. 212-221).
Taipei, Taiwan: National Taiwan Normal University.
Hamid H. (2014). Pemanfaatan Argumen Informal Dalam Kerangka Pendekatan
Saintifik Untuk Membantu Siswa SMA Melakukan Transisi ke Bukti Formal.
Prosiding FKIP UT Temu Ilmiah Guru Nasional. Tersedia:
www.fkip.ut.ac.id/ting. Penerbit: UT Tangerang Selatan.
Hanna, G., & de Villiers, M. (2008). ICMI Study 19: Proof and proving in mathematics
education (Discussion document). ZDM-The International Journal of Mathematics
Education, 40, 329-336.
Isnarto (2014). Kemampuan Konstruksi Bukti dan Berpikir Kritis Matematis Mahasiswa
pada Perkuliahan Struktur Aljabar melalui Guided Discovery Learning
Pendekatan Motivation to Reasoning and Provin Tasks . Sekolah Pascasarjana
Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung. Disertasi Doktor pada SPs UPI
Bandung. (Tidak Diterbitkan).
Kusnandi (2008). Pembelajaran Dengan Strategi Induktif-Deduktif Untuk
Menumbuhkembangkan Kemampuan Membuktikan Pada Mahasiswa . Sekolah
Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung. Disertasi Doktor pada
SPs UPI Bandung. (Tidak Diterbitkan).
Mariotti, M. A. (2006). Proof and proving in mathematics education. In A. Gutierrez, &
P. Boero (Eds.), Handbook of research on the psychology of mathematics
education (pp. 173-204). Rotterdam, The Netherlands: Sense Publishers.
Mejia-Ramos, J. P., Weber, K., Fuller, E., Samkoff, A., Search, R., & Rhoads, K. (2010).
Modeling the comprehension of proof in undergraduate mathematics. Proceedings

9

of the 13th Annual Conference on Research in Undergraduate Mathematics
Education (pp. 1-22). Raleigh, NC.: Available online.
Moore, R. (1994). Making the transition to formal proof. Educational Studies in
Mathematics 27, 249-266.
Samparadja, H, (2014). Pengaruh Pendekatan Induktif-Deduktif Berbasis Definisi
Termodifikasi Dalam Pembelajaran Struktur Aljabar Terhadap Peningkatan
Kemampuan Pembuktian dan Disposisi Berpikir Kreatif Matematis Mahasiswa.
Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung. Disertasi
Doktor pada SPs UPI Bandung. (Tidak Diterbitkan).
Sumarmo Utari (2014). Advanced Mathematical Thinking dan Habit Of Mind
Mahasiswa . Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung..
Van Bendegem & Van Kerkhove (2008). Mathematical arguments in context. Kluwer
Academic Publishers. Printed in the Netherlands. [Online]. Tersedia:
http://my.fit.edu/aberdein/argmath/vbendevkerk_matharg.pdf. [Diakses 20 Agustus
2014].
Weber, K. (2005). Problem-solving, proving, and learning: The relationship between
problem solving processes and learning opportunities in the activity of proof
construction. Journal of Mathematical Behavior, 24, 351-360.
Weber, K. (2008). How mathematicians determine if an argument is a valid proof.
Journal for Research in Mathematics Education, 30, 431-459.
Weber, K., & Alcock, L. (2004). Semantic and syntactic proof productions. Educational
Studies in Mathematics, 56, 209-234.
Weber, K., & Alcock, L. (2005). Using warranted implications to understand and validate
proofs. For the Learning of Mathematics, 34-51.
Weber, K., & Mejia-Ramos, J. P. (2011). Why and how mathematicians read proofs: An
exploratory study. Educational Studies of Mathematics, 76, 329-344.
Yuanqian Chen. (2008). From Formal Proofs To Informal Proofs-Teaching Mathematical
Proofs With The Help Of Formal Proofs. International Journal of Case Method
Research & Application XX, Vol. 4, pp. 398-402.
Zhen, Pablo & Weber, (2013). On Mathematics Majors’ Succes And Failure At
Transforming Informal Arguments Into Formal Proofs. Procceding of The 16th
Annual Conference Research In Undergraduate Mathematics Education, Vol. 2.
pp. 321-326.

10

Dokumen yang terkait

ANALISIS KARAKTERISTIK MARSHALL CAMPURAN AC-BC MENGGUNAKAN BUTON GRANULAR ASPHALT (BGA) 15/20 SEBAGAI BAHAN KOMPOSISI CAMPURAN AGREGAT HALUS

14 283 23

STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA EMPIRIS PADA PASIEN RAWAT INAP PATAH TULANG TERTUTUP (Closed Fracture) (Penelitian di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang)

11 138 24

STUDI PENGGUNAAN SPIRONOLAKTON PADA PASIEN SIROSIS DENGAN ASITES (Penelitian Di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang)

13 140 24

STUDI PENGGUNAAN ACE-INHIBITOR PADA PASIEN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) (Penelitian dilakukan di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan)

15 136 28

OPTIMASI SEDIAAN KRIM SERBUK DAUN KELOR (Moringa oleifera Lam.) SEBAGAI ANTIOKSIDAN DENGAN BASIS VANISHING CREAM

57 260 22

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

INTENSIFIKASI PEMUNGUTAN PAJAK HOTEL SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH ( DI KABUPATEN BANYUWANGI

16 118 18